Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH PEMBERIAN KOPI TERHADAP KELELAHAN OTOT,

HASIL TES KECEPATAN DAN TES KELINCAHAN


MAHASISWA ILMU KEOLAHRAGAAN

i
a. Logo Al Irsyad
Letak logo berada ditengah bagian atas silakan atur menggunakan center button,
ukuran logo 3x3
b. Judul
Letak judul berada di bawah logo dengan ukuran huruf 12 dan tebalkan (bold).
Terdapat 2 jenis pilihan pertama, dengan menggunakan huruf kapitas semu kecuali
pada anak judulnya; kedua, dengan menggunakan huruf kecil kecuali huruf
pertamanya. Apabila menggunakan cara kedua, maka kata penggabung seperti
dengan, tentang, di, dari, dan ke bagian huruf pertama tidak menggunakan kapital.
c. Jenis karya ilmiah
Jenis karya ilmiah ditulis dengan ukuran 12, center button
d. Identitas penulis
Menuliskan nama siswa dan kelas dengan ukuran huruf 12, center button
e. Nama instansi dan tahun
Menulis nama instansi dan tahun dengan ukuran 12 di bold, center button

i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KTI

PENGARUH PEMBERIAN KOPI TERHADAP KELELAHAN OTOT,


HASIL TES KECEPATAN DAN TES KELINCAHAN
MAHASISWA ILMU KEOLAHRAGAAN

Disusun oleh

MUHAMMAD FARROS ABID NURYANTO

Telah disetujui

Cilacap, 16 Januari 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah. Penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia di AABS. Kami menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan
proposal sampai dengan terselesaikannya laporan hasil Karya Tulis Ilmiah ini. Bersama ini,
kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan setinggi-
tingginya kepada :
1. yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.

2. Ibu apt. Yuniariana Pertiwi, S.Farm., M.M selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, dan dengan penuh kesabaran membimbing kami dalam menyusun Karya Tulis
Ilmiah ini

3. Orang tua dan serta segenap keluarga, yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan
bantuan moril maupun material.

4. Teman-teman satu kelompok yang telah memberikan dukungan dan bantuan, serta
bekerjasama selama pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Serta pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuannya secara langsung
maupun tidak langsung sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa
berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Cilacap, 16 Januari 2021

Penulis
i
Daftar Isi

Contents
KATA PENGANTAR______________________________________________________________i
Daftar Isi______________________________________________________________________ii
1. Latar Belakang_________________________________________________________________1
1.1. Rumusan Masalah__________________________________________________________________2
1.2. Tujuan Masalah____________________________________________________________________2
1.3. Manfaat___________________________________________________________________________2
2. Kafein_______________________________________________________________________________i
1.4. Kontraksi Otot_____________________________________________________________________viii

BAB 3_______________________________________________________________________xiii
METODOLOGI PENELITIAN______________________________________________________xiii
3.1. Rancangan dan jenis penelitian______________________________________________________xiii
3.2. Data dan sumber data______________________________________________________________xiv
3.3. Instrumen penelitian_______________________________________________________________xiv
3.4. Teknik pengumpulan data___________________________________________________________xv

BAB 4______________________________________________________________________xvii
HASIL DAN PEMBAHASAN______________________________________________________xvii
BAB 5______________________________________________________________________xxiv
PENUTUP___________________________________________________________________xxiv
5.1 Kesimpulan_________________________________________________________________________xxiv
5.2 Saran______________________________________________________________________________xxiv

Daftar Pustaka______________________________________________________________xxvi

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Di Era modern, tren minum kopi bukan hanya untuk sekedar menikmati waktu luang
namun merambah disegi olahraga dan kesehatan. Kopi merupakan minuman yang banyak
dikonsumsi bagi masyarakat, khususnya gaya hidup masyarakat di Indonesia menjadikan
minuman kopi sebagai sajian pelengkap sebelum melakukan aktivitas. Dari sekian banyak orang
yang senang mengonsumsi kopi beberapa dari mereka dapat meminum kopi 3-4 cangkir dalam
satu hari (Maramis, dkk, 2013:123). Survei membuktikan mengonsumsi kopi telah menjadi gaya
hidup pada olahragawan karena kopi memiliki kandungan kafein yang dianggap sebagai doping
alami. Hal ini diperkuat oleh pendapat Utama (2010:3) yang menyatakan bahwa kopi merupakan
minuman yang sering dikonsumsi sebelum latihan untuk meningkatkan performa dan
menghambat terjadinya kelelahan pada otot.

Kelelahan otot adalah suatu keadaan yang terjadi setelah kontraksi otot yang kuat dan
lama, di mana otot tidak mampu lagi berkontraksi dalam jangka waktu tertentu. Kelelahan otot
menunjuk pada suatu proses yang mendekati definisi fisiologik yang sebenarnya yaitu
berkurangnya respons terhadap stimulasi yang sama. Mekanisme yang berperan dalam
menjelaskan kelelahan telah diklasifikasikan secara umum sebagai akumulasi produk dan
deplesi substrat. Kelelahan otot secara umum dapat dinilai berdasarkan persentase penurunan
kekuatan otot, waktu pemulihan kelelahan otot, serta waktu yang diperlukan sampai terjadi
kelelahan.

Dewasa ini dalam dunia latihan kebugaran (fitness) kopi mulai sering dikonsumsi
sebelum latihan untuk meningkatkan performa latihan dan menghambat terjadinya kelelahan.
Secara teoritis, kafein yang merupakan komponen utama kopi memang memiliki efek terhadap
otot manusia melalui mekanisme utilisasi lemak menjadi energi dan peningkatan kadar kalsium
sel otot, sehingga kafein dapat meningkatkan performa otot dan menghambat terjadinya
kelelahan otot. Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai pengaruh pemberian kafein
terhadap sistem otot manusia baik dalam sediaan kopi maupun tablet kafein murni. Masih
terdapat banyak variasi hasil dalam penelitian-penelitian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian-
penelitian tersebut, bahwa kopi dapat meningkatkan performa latihan masih menjadi hal yang
kontroversial sampai saat ini meskipun kopi sudah mulai sering digunakan dalam dunia
kebugaran untuk meningkatkan performa otot. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
membuktikan manfaat kopi terhadap kelelahan otot, hasil kecepatan dan kelincahan.

1.1. Rumusan Masalah


Dari permasalahan di atas menarik untuk dilakukan survei manfaat kopi sebelum
melakukan aktivitas bahkan untuk meraih sebuah prestasi. Penulis ingin mengungkap pengaruh
pemberian kopi terhadap kelelahan otot, hasil kecepatan dan kelincahan pada mahasiswa Ilmu
Keolahragaan.

1.2. Tujuan Masalah


Tujuan penelitian ini secara umum adalah membuktikan pengaruh pemberian kopi
sebelum latihan terhadap kelelahan otot, hasil kecepatan dan kelincahan pada mahasiswa Ilmu
Keolahragaan. Tujuan secara khusus adalah mengetahui terjadinya kelelahan otot, hasil
kecepatan dan kelincahan pada mahasiswa Ilmu Keolahragaan pada kelompok yang tidak
mendapat kopi, mengetahui terjadinya kelelahan otot pada kelompok yang mendapat kopi,
serta menganalisis perbedaan terjadinya kelelahan otot pada kelompok yang mendapat dan
tidak mendapat kopi.

1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian terdahulu tentang pengaruh
kopi terhadap sistem otot manusia serta dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat,
khususnya dalam bidang keolahragaan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2. Kafein
Kopi adalah salah satu jenis minuman yang berasal dari olahan biji tanaman kopi. Kopi
termasuk dalam kerajaan Plantae dengan ordo Gentianales (arabika) dan Rubiales (robusta)
dalam keluarga Rubiaceae, bangsa Coffeeae dan genus Coffea. Genus ini mempunyai sekitar 100
spesies, tetapi hanya memiliki dua nilai perdagangan yang penting, ialah C. Canephora
(menghasilkan kopi robusta) dan C. Arabica (menghasilkan kopi arabica). Ada Sebagian jenis
lainnya juga sering dipakai sebagai bahan campuran untuk mempengaruhi aroma, yaitu seperti
C. Excelsa dan C. Liberica.
Pada dasarnya kopi mempunyai dua spesies yakni Coffea arabica dan Coffea robusta
(Saputra E, 2008). Menurut (Prawira, 2010) jenis minuman stimulan seperti kopi, di dalam dunia
Latihan kebugaran mulai sering dikonsumsi sebelum latihan berfungsi untuk meningkatkan
performa latihan dan menghambat terjadinya kelelahan. Bagian dari tanaman kopi yang sering
dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bijinya yang diproses dan diolah menjadi minuman dengan
kandungan kafein dalam dosis rendah.
Gambar 2.1 Rumus bangun kafein

Kafein merupakan sejenis alkaloid heterosiklik dalam golongan methylxanthine, yang


menurut definisi berarti senyawa organik yang mengandung nirogen dengan struktur dua-cincin
atau dual-siklik. Kafein dalam bentuk murni muncul sebagai bedak kristal putih yang pahit dan
tidak berbau (Brain, 2000). Rumus kimianya adalah C₈H₁₀N₄O₂ dan memiliki nama kimia
1,3,7-trimethylxanthine. Nama IUPAC untuk kafein adalah 1,3,7-trimethyl-1H-purine-
2,6(3H,7H)-dione, 3,7-dihydro-1,3,7-trimethyl-1H-purine-2,6-dione (Erowid, 2011).
Beberapa sifat fisik kafein:
Berat molekul : 194.19 g/mol
Densitas : 1.23 g/cm3, solid
Titik leleh : 227–228 °C (anhydrous)
234–235 °C (monohydrate)
Titik didih : 178 °C subl.
Kelarutan dalam air : 2.17 g/100 ml (25 °C)
18.0 g/100 ml (80 °C)
67.0 g/100 ml (100 °C)
Keasaman : -0,13 – 1,22 pKa
Momen dipole : 3.64 D
(Mumin et al., 2006)

Kafein dapat meminimalisir rasa lelah dan dapat menyegarkan pikiran. Minuman kopi
yang dapat berperan sebagai perangsang (stimulant) membuat kopi banyak digemari masyarakat,
namun jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan minuman kopi dapat mengganggu
kesehatan. Terdiri dari tiga bagian struktur buah kopi, ialah lapisan kulit luar (excocarp), lapisan
daging (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endoscarp). Terdapat kandungan dari biji kopi yaitu dari
jenis dan proses pengolahan kopi. Adanya perubahan ini dikarena oksidasi yaitu saat
penyangraian.
Salah satu tahapan yang terpenting ialah dalam proses penyangraian, akan tetapi saat ini
data yang ditemukan masih sedikit mengenai bagaimana proses penyangraian yang tepat untuk
menghasilkan produk kopi berkualitas (Mulato, 2002). Minuman kopi yang umum dikonsumsi
oleh masyarakat adalah olahan dari biji kopi, yang memiliki kandungan nutrisi seperti
karbohidrat (60%), protein (13%), asam lemak seperti asam linoleate (39%), asam stearat
(13.1%), asam oleat (17.2%), asam arachidat (4.2%), asam palmitat (25.3%), asam 2 behenat
(1%), kafein arabika (1,0%) dan robusta (2,0%) (Simanjutak,2011). Menurut (Bhara L.A.M,
2005) kafein memiliki fungsi yaitu sebagai unsur rasa dan aroma. Tempat tumbuh dan cara
penyajian kopi dapat mempengaruhi kadar kafein dalam kopi.

ii
Tabel 2.1 Kandungan standar kafein dalam kopi seduh

1.3.1. Kafein dalam Kebugaran


Kafein memiliki efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma atlet, terutama untuk
meningkatkan ketahanan aerobik dan meningkatkan kemampuan repetisi pada latihan otot
(Adrian, 2013). Zat Ergogenik merupakan suatu alat, prosedur atau bahan yang dapat
meningkatkan energi, kontrol energi atau efisiensi energi selama suatu kinerja olahraga yang
memberikan tambahan kemampuan yang lebih besar dari biasa jika latihan normal (Syafrizar &
Wilda, 2009).
Teori paling populer dari efek ergogenik kafein terhadap peforma tubuh disebabkan oleh
dua mekanisme utama (1) Kafein dapat meningkatkan proses penyerapan dan pelepasan ion
kalsium dalam sel otot ; (2) Kafein dapat menstimulasi pengeluaran asam lemak dari jaringan
adiposa. Mekanisme pertama mampu meningkatkan peforma latihan pada olahraga intensitas
tinggi berdurasi singkat dengan meningkatkan kekuatan serta efisiensi kontraksi otot, sedangkan
mekanisme kedua dapat meningkatkan endurans dalam olahraga berdurasi panjang karena
pemakaian asam lemak dapat menghemat penggunaan glikogen otot dan glikogen hati pada
tahap awal saat olahraga baru berlangsung. Penghematan glikogen membuat seorang atlet
memiliki cadangan energi relatif lebih banyak sehingga daya tahan dan performanya cenderung
lebih baik (Bairam, 2007).
1.3.2. Efek Samping
Terdapat efek jangka panjang dan jangka pendek pada penggunaan kafein. Untuk efek
jangka panjang pemakaian kafein lebih dari 650 mg dapat menyebabkan insomnia kronik,
gelisah, dan ulkus peptikum. Efek lain dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap

iii
penumpukan kolesterol, menyebabkan kecatatan pada anak yang dilahirkan. Sedangkan efek
jangka pendeknya adalah kafein dapat mencapai jaringan dalam waktu lima menit dan tahap
puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit mengakibatkan frekuensi pernapasan, urin, asam
lemak dalam darah, dan asam lambung bertambah, disertai dengan peningkatan tekanan darah
(Suyono, 2016).
1.3.3. Mekanisme kafein dalam peningkatan kebugaran
Di dunia olahraga dalam menigkatkan performa saat Latihan dan menghambat terjadinya
kelelahan kopi mulai sering dikonsumsi sebelum latihan. Secara teoritis, kafein yang kita ketahui
ialah komponen utama kopi mempunyai efek terhadap otot manusia melalui mekanisme utilisasi
lemak menjadi energi dan peningkatan kadar kalsium sel otot, dan menyebabkan kafein dapat
meningkatkan performa otot dan menghambat terjadinya kelelahan otot (Prawira, 2010).
Mekanisme utama kafein yang dapat mempengaruhi tubuh ialah sebagai antagonis
reseptor adenosin. Adenosin memiliki fungsi didalam sistem saraf pusat (SSP) ialah sebagai
neuromodulator inhibitor. Ikatan kafein dengan reseptor adenosin terutama pada jalur locus
coreoleus (LC), raphe nuclei, dan tuberomamillary nucleus (TMN) akan meningkatkan release
neurotransmitter pada daerah tersebut sehingga dapat meningkatkan aktivitas korteks yang akan
memicu timbulnya wakefulness, kemudian akan menimbulkan kondisi dimana sleep latency
memanjang dan berakibat menurunnya kualitas tidur (Fredholm, 2011).
Menurut Sinclair (2000), mekanisme kafein secara farmakologi ialah kafein bekerja di
dalam tubuh dan menimbulkan berbagai macam efek. Beberapa mekanisme kerja kafein di
antaranya merupakan menyekat reseptor adenosin atau antagonisme reseptor adenosin,
meningkatkan kadar asam lemak bebas (ALB), melepaskan epinefrin, melepaskan kortisol, dan
dapat mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP). Di seluruh tubuh yaitu terdapat reseptor
adenosine termasuk otak, jantung, pembuluh darah, saluran pernapasan, ginjal, jaringan lemak,
dan saluran cerna, (Satya, 2003). Peningkatan ALB dalam darah akan menghemat atau menunda
pemakaian glikogen sebagai sumber energi sehingga dapat memperbaiki endurance dan menunda
kelelahan pada atlet tersebut (Sinclair dan Geiger, 2000).
Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke
minuman. Mengkonsumsi kafein secara berlebihan (over dosis) dapat menyebabkan gugup,
gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang Farmakologi UI, 2002). Berdasarkan
FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan

iv
100- 200mg/hari, sedangkan menurut (SNI 01- 7152-2006) batas maksimum kafeindalam
makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian.
Kafein yang berfungsi sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang
seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Oleh karena itu, jika dikonsumsi dalam jumlah
yang banyak dan rutin kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan. Dan yang harus kita ketahui
kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang
hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi. Kafein yang masuk kedalam tubuh akan
didistribusikan ke seluruh tubuh oleh aliran darah dari traktus gastro intestinal dalam waktu
sekitar 5-15 menit. Absorpsi kafein dalam saluran pencernaan mencapai kadar 99% kemudian
akan mencapai puncak di aliran darah dalam waktu 45 – 60 menit. Kafein sangat efektif bekerja
dalam tubuh sehingga memberikan efek yang bermacam-macam bagi tubuh (Lelyana R, 2008).
Menurut Committe Olimpiade Internasional (Rudy, 2009) menentukan batas maksimal
kafein di urine atlet tidak boleh melebihi 12 mikrogram/ml urine atau 15 mikrogram/ml urine
menurut National Alumni Athletic Association (NCAA). Dosis ergogenik kafein adalah sekitar
250 sampai 500 mg/hari (tiga cangkir kopi atau enam sampai delapan soda). Kebanyakan atlet
mengkonsumsi kafein dalam bentuk pil. Kafein dapat dikatakan doping apabila melebihi batas
maksimal yang telah ditentukan.
Doping adalah pemberian berupa obat atau bahan secara oral atau parenteral dalam
jumlah yang abnormal (tidak wajar) terhadap seorang olahragawan/wati, dengan tujuan utama
untuk meningkatkan kualitas prestasi (Irianto, 2006). Kebanyakan atlet merasa kurang mampu
untuk mencapai prestasi maksimal hanya dengan mengandalkan kemampuan alamiahnya yaitu
berupa kekuatan, kecepatan, dan daya tahan tanpa menggunakan obatobatan. Sampai saat ini
Badan Otoritas Olahraga Dunia yang membidangi penggunaan obat-obatan terlarang tersebut
berusaha untuk menutupi kenyataan yang dihadapi. Pengguanaan obatobatan di dunia olahraga
telah berlangsung sejak lama. Bahkan sejak dari olimpiade modern sudah diketahui jenis obat –
obatan seperti strychinine, heroin, cocaine, dan morphine yang ternyata lebih banyak efek
merugikan dari pada efek menguntungkan bagi atlet Budiawan, 2013). Menurut informasi dari
U.S. FDA (United State Food and Drug Administration, 2013) kadar kafein maksimal yang
disetujui dan dibatasi untuk jenis minuman ringan seperti kopi adalah 0,02 % kafein atau 71
mg/hari.

v
Selama ini telah dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana dan berapa konsumsi
kafein sebelum, selama dan sesudah melakukan latihan bisa mempengaruhi metabolisme tubuh
terutama untuk system kardiovaskular. Pada era modern ini banyak atlet dan pelatih berusaha
mencapai prestasi yang setinggi – tingginya dengan berbagai cara dan metode yang cukup
ilmiah. Salah satu cara dan metode yang ditempuh adalah mengkonsumsi berbagai makanan dan
minuman suplemen untuk meningkatkan prestasinya.
Makanan dan minuman yang dikonsumsi perlu pertimbangkan secara ilmiah untuk
cabang olahraga tertentu. Makanan dan minuman yang diberikan pada atlet saat bertanding dan
waktu istirahat perlu diperhatikan. Namun, berapa kebutuhan energi yang harus dikonsumsi
sesuai dengan tingkat aktivitasnya, merupakan masalah yang belum terungkap (Primana, 2000).
Salah satu cara untuk pemenuhan energi pada atlet adalah memberikan suplemen. Atlet usia
remaja perlu mendapat perhatian khusus tentang penggunaan suplemen karena banyak terkena
paparan iklan dan informasi tentang kelebihan dan klaim dari suplemen yang belum tentu
kebenarannya (McDowall, 2007). Menurut Sugiarto (2012), sebagian besar atlet yang
mengonsumsi suplemen diketahui tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang keamanan
dan manfaat dari suplemen.
Kebugaran jasmani yang telah dikemukakan oleh (Griwijoyo, 2016) ialah keadaan
kemampuan jasmani yang mampu menyesuaikan fungsi organ-organ tubuhnya terhadap tugas
jasmani tertentu atau terhadap situasi lingkungan yang harus ditangani dengan cara yang efisien,
tanpa adanya kelelahan yang berlebihan dan sudah pulih sempurna sebelum datang tugas yang
sama pada esok harinya.
Di dalam olahraga banyak metode yang digunakan untuk meningkatkan performa pada
saat latihan salah satunya dengan cara menambah asupan suplemen atau doping. Doping tersebut
baik yang bersifat alami maupun yang bersifat bahaya bagi tubuh. Kopi dianggap doping alami
yang memiliki kandungan kafein. Kafein memiliki efek singkat untuk meningkatkan kemampuan
tubuh salah satunya meningkatkan metabolisme penggunaan energi dalam tubuh dan aktivasi
saraf tubuh dengan singkat. Menurut Jebabli, et all (2016:755) Kafein memiliki pengaruh
terhadap kemampuan kardiovaskular dan pemakaian glukosa dalam darah. Hal tersebut
menguatkan bahwa pengaruh positif kafein terhadap fisiologi tubuh dalam mempertahankan
kinerja fisik. Menurut Moreno (2016:264).

vi
Kafein merupakan suplemen alami untuk kompensasi tubuh sebagai strategi yang efektif
mempertahankan kinerja fisik dan kognitif. Namun pemberian kafein yang tidak sesuai takaran
dan waktu yang tepat akan memberikan efek yang negatif. Menurut Buscemi et all (2016:4)
Kandungan kafein dalam kopi dapat menurunkan tekanan mineral dalam darah yang akan
berkontribusi terhadap efek pada tekanan darah. Saat tekanan darah tidak normal maka seseorang
akan mengalami gangguan fisiologisnya dan menghambat aktivitasnya.
Dengan faktor stimulus yang diberikan dapat memberikan pengaruh terhadap hasil
capaian. Faktor tersebut antara lain dengan memberikan asupan suplemen atau doping sebelum
melakukan aktivitas latihan yang bersifat alami maupun farmakologi dan cepat bereaksi. Banyak
dijumpai penggunaan doping alami sebelum latihan atau sering disebut pre work out dengan
mengonsumsi Kafein yang terkandung dalam kopi. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan Kafein
mudah didapatkan terutama pada wilayah Asia yang notabennya sebagai salah satu penghasil
kopi terbesar diantaranya adalah Indonesia. Namun penggunaan kafein yang tidak sesuai takaran
dapat memberikan efek negatif.
Secara umum olahraga merupakan salah satu aktivitas jasmani yang dapat memberikan
efek terhadap kebugaran jasmani. Banyak sekali olahraga yang dapat mendukung kebugaran
jasmani menjadi lebih sehat dan bugar, contohnya olahraga kecepatan dan kelincahan (Lippincott
dan Wilkins, 2008:2). Kecepatan dan kelincahan yang ditunjang dengan keadaan tubuh yang
bugar dapat memberikan kemampuan berprestasi. Tubuh memiliki respon fisiologis yang cepat
terhadap rangsangan-rangsangan yang terjadi. Rangsangan tersebut dapat berupa aktivitas
aerobik maupun anaerobik dan asupan nutrisi yang diberikan. Pemberian asupan kafein dianggap
memiliki pengaruh singkat pada kemampuan tubuh. Kafein memiliki efek ergogenik pada latihan
aerobik dan anaerobik (Moreno, 2016:264). Pada latihan anaerobik prinsipnya adalah melakukan
gerakan dengan cepat dan waktu yang singkat. Dalam artian yang umum gerakan yang cepat dan
singkat tersebut adalah kecepatan dan kelincahan yang membutuhkan energi. Dari pengertian
kecepatan dan kelincahan di atas dapat dikategorikan bahwa energi yang digunakan adalah
energi anaerobik.
Metabolisme anaerobik dapat dikategorikan pada tingkat intensitas tinggi yang
membutuhkan glukosa darah secara singkat. Kafein efektif dalam meningkatkan kinerja pada
intensitas tinggi (Buscemi et all, 2016:6). Dalam konteks intensitas tinggi Heart Rate (HR)
seseorang yang melakukan lari menggunakan kecepatan dan kelincahan akan terus dipacu.

vii
Keuntungan mengonsumsi kafein sebelum melakukan aktivitas tersebut efektif karena lebih
cepat menuju zona anaerobik. Buscemi, et all (2016:6) dengan pemberian dosis 5 mg.kg-1
Kafein dapat mempengaruhi kinerja fisik dan atletik.
Kafein memiliki efek yang efektif diantaranya pada Heart Rate (HR), tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik, darah glukosa dan pengerahan tenaga dirasakan sehingga
pemberian kopi dianggap efektif sebelum melakukan aktivitas yang dikategorikan pada tingkat
intensitas tinggi dengan batasan-batasan tertentu pada kualifikasi yang telah direkomendasikan.
Sebagai penguat bahwa kafein pada kopi merupakan zat ergogenik yang alami dan aman secara
hukum oleh World Anti-Dopping Agency (WADA). World Anti-Dopping Agency (WADA)
menyatakan bahwa kafein merupakan kategori doping alami yang resmi tidak berbahaya dan
boleh digunakan dengan takaran yang sesuai menurut kebutuhan tubuh.
1.4. Kontraksi Otot
Proses yang mendasari pemen-dekan elemen-elemen kontraktil di otot adalah pergeseran
filamen-filamen tipis pada filamen-filamen tebal. Lebar pita A tetap, sedangkan garis-garis Z
bergerak saling mendekat ketika otot berkontraksi dan saling menjauh bila otot diregang. Selama
kontraksi otot, pergeseran terjadi bila kepala-kepala miosin berikatan erat dengan dengan aktin,
melekuk pada tempat hubungan kepala miosin dengan lehernya, dan kemudian terlepas kembali.
Ayunan tenaga ini bergantung kepada hidrolisis ATP secara simultan. Siklus kejadian untuk
sejumlah besar kepala miosin berlangsung dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan.
Setiap ayunan tenaga akan memendekkan sarcomer kurang lebih 10 nm. Setiap filamen tebal
mengandung 500 kepala miosin, dan siklus ini terulang 5 kali per detik selama berlangsungnya
kontraksi cepat.
Proses terpicunya kontraksi oleh depolarisasi serat otot dinamakan proses pasangan
eksitasi-kontraksi. Potensial aksi dihantarkan ke seluruh fibril yang terdapat dalam serat otot
melalui sistem T. Impuls dari sistem T ini memicu pelepasan ion Ca2+ dari sisterna terminal,
yaitu kantung lateral reticulum sarkoplasma yang bersebelahan dengan sistem T. Dimana Ion
Ca2+ ini memicu terjadinya kontraksi. Ca 2+ memicu kontraksi karena diikat oleh troponin C.
Pada keadaan otot yang istirahat, troponin I terikat erat dengan aktin, dan tropomyosin
menutupi tempat-tempat untuk mengikat kepala miosin di molekul aktin. Jadi, kompleks
troponin- tropomyosin membentuk protein relaksan yang menghambat interaksi aktin dengan
miosin. Bila ion Ca2+ yang dilepaskan oleh potensial aksi diikat oleh troponin C, ikatan antara

viii
troponin I dengan aktin tampaknya melemah, dan hal ini memungkinkan tropomyosin bergerak
ke lateral. Gerakan ini membuka tempat- tempat pengikatan kepala-kepala myosin. ATP
kemudian terurai dan terjadi kontraksi. Setiap satu molekul troponin mengikat ion kalsium,
tujuh tempat pengikatan miosin terbuka. Segera setelah melepaskan Ca2+, reticulum
sarcoplasma mulai mengumpulkan kembali Ca2+ dengan transport aktif ke dalam bagian
longitudinal reticulum.
Pompa yang bekerja adalah Ca2+- Mg2+ ATPase. Ca2+ kemudian berdifusi ke dalam
sisterna terminal, tempat penyimpanannya, sampai dilepaskan oleh potensial aksi berikutnya.
Bila kadar Ca2+ di luar reticulum sudah cukup rendah, interaksi kimiawi antara miosin dan
aktin terhenti dan otot relaksasi. Depolarisasi membran tubulus T menggiatkan reticulum
sarcoplasma melalui reseptor dihidropiridin, yang merupakan saluran Ca2+ bergerbang voltase
(voltage-gated) di membran tubulus T. Di otot jantung influks Ca2+ melalui saluran-saluran
tersebut akan memicu pelepasan Ca2+ yang disimpan di reticulum sarcoplasma. Tetapi di otot
rangka, masuknya Ca2+ dari CES melalui jalan ini tidak dibutuhkan untuk pelepasan Ca2+.
Di otot rangka reseptor dihidropiridin berfungsi sebagai sensor tegangan listrik dan
pemicu yang melepaskan Ca2+ dari reticulum sarkoplasma yang berdekatan. Dinamakan
reseptor dihidopiridin karena reseptor tersebut dihambat oleh obat dihidropiridin. Ia mempunyai
empat daerah homolog, masing-masing menjangkau membran tubulus T enam kali. Saluran
Ca2+ di reticulum sakoplasma yang dilalui Ca2+ untuk keluar, bukan reseptor bergerbang
voltase dan dinamakan reseptor rianodin karena reseptor ini akan tetap terbuka oleh adanya
alkaloid rianodin tumbuhan. Adapun jenis-jenis kontraksi otot yaitu:
a. Isotonik
Kontraksi ini merupakan kontraksi otot dengan beban konstan dan terjadi perubahan
panjang otot. Pada kontraksi isotonik dengan menggunakan beban dapat meningkatkan kekuatan
otot sepanjang ruang lingkup gerak sendi sehingga kontraksi ini dapat digunakan dalam aktifitas
bekerja. Selain itu kontraksi isotonik dengan beban juga dapat menimbulkan hyper-tropi otot,
pelebaran kapiler yang menyebabkan peredaran darah meningkat sehingga tidak cepat
menimbulkan kelelahan.
b. Isometrik atau statik kontraksi
Kontraksi otot dimana tidak terjadi perubahan panjang otot dengan beban dapat berubah-
ubah. Isometrik juga sering disebut statik kontraksi yaitu kontraksi otot dimana sendi dalam

ix
keadaan stastis.Pada kontraksi isometrik terjadi: Resiprocal innervation (Reserve Innervation)
yaitu kelompok otot agonis berkontraksi maka akan diikuti oleh rileksasi pada kelompok otot
antagonisnya. Pada latihan isometrik banyak menimbulkan sisa metabolisme sehingga akan
cepat menimbulkan kelelahan karena sirkulasi yang kurang bagus, yaitu akibat adanya proses
pumping action yang mening-katkan sistem sirkulasi darah sehingga terjadi vasokontriksi
pembuluh darah akibat adanya tekanan dari kontraksi otot yang menyebabkan metabolisme
menurun dan dapat meng-akibatkan ischemic.
c. Eksentrik
Kontraksi otot dimana kedua ujung/perlekatan otot (ori-go- insertio) saling menjauh, atau
otot dalam keadaan memanjang.
d. Kosentrik
Kontraksi otot dimana kedua ujung/perlekatan otot (ori-go- insertio) saling mendekat
atau otot dalam keadaan memendek.
Kekuatan otot
Kekuatan otot merupakan komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi
fisik secara keseluruhan untuk mencapai prestasi maksimal. Fungsi kekuatan otot dalam
berbagai aktivitas olahraga menurut Harsono yang dikutip oleh Firdian Waluyo (2009), adalah
sebagai berikut:
a. Kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik
b. Kekuatan memegang peran yang penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cidera.

c. Dengan kekuatan otot yang besar atlet akan dapat berlari lebih cepat, melempar atau
menendang lebih jauh dan lebih efisien, memukul lebih keras, melompat lebih jauh, serta
dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi.

Pate, dkk yang dikutip oleh Firdian Waluyo (2009), menyatakan Kekuatan otot tungkai
merupakan salah satu unsur- unsur yang sangat penting pada nomer lempar termasuk di
dalamnya nomor peluru dapat menolakkan peluru lebih jauh. Seorang pemain sepakbola dapat
menendang lebih keras untuk menyarangkan bola ke gawang lawannya. Seorang petinju dapat
memukul lawannya lebih kelas mengangkat barbel lebih berat. Dengan demikian, kekuatan
merupakan dasar dari semua komponen kondisi fisik.

Otot merupakan sistem gerakan yang diperintahkan oleh otak yang digunakan untuk

x
bergerak. Dikutip dari Buku Petunjuk Paktikum Fisiologi Manusia (2010), berpendapat Fungsi
utama otot adalah mengkerut (kontraksi). Latihan yang teratur dan terukur serta berkelanjutan
akan dapat menghasilkan perubahan- perubahan struktur otot yang bermuara akan bertambahnya
kemampuan kontraksi otot. Peningkatan kemampuan kontraksi otot secara tidak langsung
meningkatkan kekuatan otot, kecepatan serta kebugaran jasmani seseorang.

Tungkai merupakan alat gerak yang digunakan untuk menggerakan. Dalam Anatomi
bagian tubuh manusia di bagi menjadi 2 (dua), yaitu anggota badan atas dan anggota badan
bawah. Tungkai termasuk bagian anggota badan bawah. Tungkai terdiri dari beberapa tulang.
Tulang tungkai di antaranya tulang femur, pattela, tibia dan fibila, dan kaki. Tulang tersebut
semuanya saling terhubungan 1 sama lain. Hubungan antar tulang tersebut disebut dengan sendi.
Sendi itu tempat/poros gerakan tulang untuk bergerak. Gerakan setiap sendi berbeda-beda
tergantung aksis. Terdapat 3 (tiga) aksis, Tim Anatomi Arthrologi (2010). Dibedakan menjadi 3
(tiga) aksis, yaitu Articulatio Momoaxial (hanya mempunyai satu aksis), Articulatio Biaxial
(Mempunyai dua aksis), dan Articulatio Triaxial (mempunyai tiga aksis).

Otot tungkai memiliki banyak otot yang terdapat pada tungkai. Menurut Gardner dkk
dalam Ridwan Maulana (2010), Seperti halnya anggota tubuh bagian atas, Anggota tubuh bagian
bawah di hubungkan dengan badan oleh sebuah sendi yang terdiri dari tiga bagian, yaitu tungkai
atas, bawah dan kaki.

Berdasarkan kesimpulan yang terdapat dari ke-5 (lima) faktor di atas bahwa power otot
tungkai merupakan komponen yang ikut memberikan sumbangan terhadap tingkat kemampuan
dalam bermain sepakbola.

1. Kekuatan Otot Tungkai


Kekuatan merupakan salah satu dari komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam
setiap kebugaran (Sukadiyanto, 2002). Menurut Djoko Pekik Irianto (2002) Kekuatan adalah
kemampuan otot atau sekelompok otot untuk mengatasi tahanan. Berdasarkan pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa Kekuatan adalah kemampuan dari sekelompok otot untuk dapat
mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Dikutip dari Sukadiyanto (2002), dalam buku Teori dan Metodelogi Melatih Fisik
Petenis berpendapat: Manfaat dari latihan kekuatan bagi olahragawan (1) Meningkatkan
kemampuan otot dan jariangan, (2) Mengurangi dan menghidari terjadinya cedera pada

xi
olahragawan, (3) Meningkatkan Prestasi, (4) Terapi dan rehabilitasi cedera pada otot, dan (5)
membantu mempelajari atau pengusaan teknik. Melalui latihan kekuatan yang benar, maka
beberapa komponen biomotor yang lain juga akan terpengaruh dan meningkat, di antaranya
adalah: kecepatan, ketahanan otot, koordinasi, power yang eksplosif, kelenturan, dan
ketangkasan. Dari kutipan tersebut menyebutkan pentingnya kekuatan yang digunakan dicabang
olahraga lain, tidak jauh berbeda dengan olahraga permainan sepakbola.
Macam-macam kekuatan menurut pendapat Bompa yang dikutip oleh Sukadiyanto
(2002) adalah (1) kekuatan umum, (2) kekuatan khusus, (3) kekuatan maksimal, (4)
kekuatan ketahanan otot, (5) kekuatan kecepatan (kekuatan elastis atau power), (6) kekuatan
absolute, (7) kekuatan relative, dan (8) kekuatan cadangan.
Berdasarkan beberapa jenis kekuatan yang ada tersebut di atas, maka dalam permainan
sepakbola jenis kekuatan yang dominan digunakan selama aktivitas bermain adalah kekuatan
tahanan dan kekuatan eksplosif atau kekuatan kecepatan.
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot untuk melakukan kerja,
dengan menahan beban yang diangkatnya. Dikutip dari Buku Petunjuk Paktikum Fisiologi
Manusia (2010), berpendapat Kekuatan otot ditetapkan oleh jumlah satuan motorik yang
berkontraksi berbarengan dan oleh frekuensi masing-masing satuan motorik berkontraksi.Otot
yang kuat akan Membuat kerja otot sehari-hari secara efisien seperti, mengangkat, menjinjing,
dan lain-lain serta mereka akan membuat bentuk tubuh menjadi lebih baik. Otot-otot yang tidak
terlatih karena sesuatu sebab, karena suatu kecelakaan misalnya, akan menjadi lemah.Karena
serabutnya mengecil (atropi), dan kalau hal ini dibiarkan dapat mengakibatkan kelumpuhan
otot.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot menurut Mochamad Sajoto (1988),
terdapat 3 faktor yaitu: struktur otot; fisiologi otot secara garis besar dan fungsi otot. Sedangkan
menurut Petunjuk Praktik Fisiologi Manusia (2010), menyebutkan kekuatan otot sangat
dipengaruhi oleh: MCV (Maksimum Contraksi Volunter) kemauan untuk berkontraksi yang
kuat (kehendak seseorang untuk berkontraksi), besar kecilnya otot, otot dipanjangkan, otot
diberi beban besarnya rangsang, tingkat kelahan dll.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa kekuatan otot tungkai adalah
kemampuan sekelompok otot dalam melakukan dalam suatu gerak maupun mengatasi beban.
Dalam permainan sepakbola dan futsal didominasi dengan gerakan lari dan menendang bola.

xii
Peranan otot tungkai pada gerakan lari dan menendang bola sangat. Untuk itu kelompok otot
tungkai merupakan faktor pendukung utama untuk keberhasilan pada permainan sepakbola.

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan dan jenis penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Sugiyono (2008:23) menjelaskan bahwa metode kuantitatif digunakan apabila
masalah harus ditunjukkan dengan data, baik data hasil penelitian sendiri maupun dokumentasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian kuantitatif ini yaitu metode survei
menggunakan teknik tes dan pengukuran olahraga. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
mendeskripsikan sifat-sifat sampel atau populasi (Winarno, 2013:112). Penelitian ini akan
mendeskripsikan dampak pemberian kopi (kafein) terhadap kecepatan lari sprint dan illinois
agility test.

𝑋1

𝑋2

Gambar 3.1. Desain penelitian variabel X dan variabel Y

(Sumber : Sugiyono, 2008:42)

Keterangan:

xiii
X1 : Sampel dengan diberikan asupan kafein pada kopi (variabel bebas)

X2 : Sampel tanpa asupan kafein pada kopi (variabel kontrol)

Y : Hasil lari sprint dan illinois agility test

(variabel terikat)

Penelitian ini juga menggunakan penelitian eksperimental dengan rancangan parallel


group post-test only design. Variabel penelitian dibagi menjadi 2, variabel bebas dan variabel
tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kopi, satu cangkir kopi yang dibuat dari
15 gram kopi bubuk yang dilarutkan dalam 200 ml air. Variabel tergantung penelitian adalah
kelelahan otot yang dinyatakan sebagai nilai anaerobic fatigue (AF) dan VO2Max.

3.2. Data dan sumber data


Tempat penelitian ini dilakukan di lintasan lari (sebelah timur lapangan sepak bola).
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki Jurusan Ilmu Keolahragaan, dengan populasi
68 orang dan target subyek penelitian sebanyak 30 orang menggunakan teknik sampling
purposive.
Subyek penelitian yang dipergunakan pada penelitian ini adalah laki-laki kelompok usia
19- 21 tahun mahasiswa yang memenuhi kriteria penelitian yang dibagi menjadi kriteria
eksklusi dan kriteria inklusi. Kriteria inklusi penelitian antara lain usia 19 – 21 tahun, laki-laki,
Indeks Massa Tubuh 17-24 . Kriteria eksklusi penelitian antara lain menolak menjadi subyek
penelitian dan memiliki riwayat penyakit kardiorespirasi.
Subyek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, dengan cara simple random sampling. Kelompok
kontrol tidak mengkonsumsi apapun sebelum melakukan tes wingate dan ergometer sepeda
sedangkan kelompok perlakuan mengkonsumsi kopi selama 60 menit sebelum melakukan tes
wingate dan ergometer sepeda.
Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis proporsi
untuk dua populasi dengan memperhitungkan drop out sebesar 10%, hingga diperoleh jumlah
sampel sebesar 24 untuk masing-masing kelompok.

xiv
3.3. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur variabel
penelitian yang diamati (Sugiyono, 2017:102). Instrumen penelitian ini dicobakan dengan cara
pemberian asupan kafein kopi pada sampel (variabel bebas) dengan sampel tanpa pemberian
asupan kafein kopi (variable kontrol) menggunakan alat-alat ukur yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian yaitu mengukur kecepatan lari dengan tes kecepatan lari 100 meter dan
Illinois Agility.

3.4. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengukuran berbentuk tes. Tes
merupakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi berupa pengetahuan atau
keterampilan seseorang (Winarno, 2014:2). Pada penelitian ini tes digunakan untuk
mengumpulkan informasi berupa data tentang keterampilan subjek penelitian, yaitu mengukur
kecepatan lari, kelincahan dan tingkat Heart Rate tubuh. Pengukuran merupakan bagian dari
evaluasi yang menggunakan alat dan teknik tertentu untuk mengumpulkan informasi secara tepat
dan benar (Winarno, 2014:3). Data dikumpulkan dengan menggunakan tes lari 100 m untuk
mengukur kecepatan, illinois agility test untuk mengukur kelincahan dan menggunakan heart
rate monitor untuk mengukur denyut jantung sebelum dan sesudah diberikan kafein.
Anerobic fatigue (AF) diukur dengan menggunakan tes Wingate dengan membandingkan
antara nilai Peak Power Output (PP) tertinggi dan terendah yang dinyatakan dalam persen. Bila
persentase AF ≥50% maka termasuk kategori lelah sedangkan bila AF <50% termasuk kategori
tidak lelah. Pengukuran ini menggunakan skala nominal. Nilai VO2Max diukur menggunakan
tes ergometer sepeda dan dihitung menggunakan nomogram Astrand.
Bahan dan alat yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain ergometer sepeda
Monark, stopwatch Heuer, kounter mekanik, metronom, stetoskop Riester, mistar EKG Bayer,
single channel elektrokardiografi Fukuda M-E Cardi Sunny 501 B- III, dan kopi bubuk.
Subyek pada kelompok yang berbeda meminum kopi atau air mineral ml 60 menit
sebelum penelitian dimulai, karena kadar puncak kafein dalam darah dicapai dalam 60-90 menit.
Beban tahanan diukur berdasarkan berat badan subjek menggunakan rumus = 0,075 per kg BB
(khusus sepeda ergometer Monark).
Sebelum tes dimulai pemeriksa melakukan fisik diagnostik, mengukur berat badan , dan

xv
melakukan pemeriksaan EKG istirahat pada sampel. Nadi subjek saat istirahat dicatat. Subjek
diminta untuk mengayuh sepeda ergometer tanpa beban tahanan dengan sekuat-kuatnya setelah
melakukan pemanasan selama 3-5 menit. Beban tahanan mulai diterapkan pada roda sepeda
setelah 3 detik. Sebuah kounter elektrik atau mekanik digunakan untuk menghitung
revolusi(perputaran) roda dalam interval 5 detik. Setelah melakukan tes Wingate sesuai
protokol, dilakukan penghitungan terhadap data yang diperoleh menggunakan rumus baku yang
telah ditetapkan untuk memperoleh nilai anaerobic fatigue(AF).
Pada tes ergometer sepeda, subjek diminta mengayuh pedal dengan irama 50x/menit
tanpa beban selama 1-2 menit untuk pemanasan atau dengan melihat jarum speedometer. Setelah
pemanasan, beban mulai secara perlahan dinaikkan . Selama kerja, EKG direkam setiap menit
dan tekanan darah diukur pada permulaan dan akhir pembebanan. Tes dilakukan selama 6 menit
untuk setiap pembebanan dan tiap menit nadi harus tercatat, caranya dengan mengambil denyut
nadi pada 10 detik terakhir menit tersebut.
Beban kerja diatur dan ditingkatkan setiap 6 menit , dan diharapkan pada pembebanan ke
III tercapai denyut nadi 170x/menit. Pada subjek dimulai dari 100 watt (600 KPM/menit)
kemudian berturut-turut 150 watt (900 KPM/menit), 200 watt (1200 KPM/menit), 250 watt
(1500 KIPM/menit). Pemeriksaan masa pemulihan (recovery) diperlukan tes maksimal dengan
denyut jantung 180x/menit. Pada saat ini sampel diperiksa tekanan darahnya. Setelah beban
ditiadakan sampel berangsur- angsur menghentukan sepeda dan diperiksa EKG dan tekanan
darah masa pemulihan setiap menit sampai 6 menit dalam keadaan duduk di atas ergometer
sepeda. Denyut jantung dan tekanan darah subjek saat pemulihan dihitung pada menit 1,3,dan 5.
Data yang diperoleh setelah diedit, dikoding dan dientry dalam file komputer dengan
menggunakan program SPSS for Windows 18.0. Setelah dilakukan cleaning, akan dilakukan
analisis statistik. Data yang berskala kategori seperti kategori kelelahan akan dinyatakan dalam
distribusi frekuensi. Data yang berskala kontinyu dinyatakan dalam rerata simpangan baku atau
dilihat dari simpangan tidak normal distribusinya.
Perbedaan proporsi kategori kelelahan antara kelompok perlakuan dan kontrol diuji
hipotesis dengan fungsi X2 (Chi square). Data nilai VO2max yang diperoleh diuji hipotesis
menggunakan uji T-tidak berpasangan bila distribusi data normal , dan menggunakan uji Mann-
Whitney bila distribusi data tidak normal. Perbedaan dianggap bermakna apabila p<0,05.
Analisis data menggunakan prgoram SPSS 18.0.

xvi
xvii
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek pada penelitian ini didapatkan mempunyai karakteristik sebagai berikut:


Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian

KARAKTERISTIK Kelompok Kelompok p


Kontrol Perlakukan
Rerata ± SB Rerata ± SB
Umur (tahun) 21,7 ± 0,64 21,67 ± 0,64 0,342∞
BB (kg) 65,2 ±5,62 63,79 ± 6,32 0,263∞
TB (cm) 167,8 ± 5,33 168,33 ± 5,12 0,701*
BMI (kg/m2) 23,18 ±2,06 22,37 ± 1,97 0,167*
BB = Berat Badan
*= Uji T-tidak berpasangan

= Uji Mann-Whitney SB=
Simpang Baku

Dari tabel di atas terlihat bahwa subyek penelitian memiliki usia yang hampir sama, di
mana kelompok perlakuan memiliki rata-rata usia sedikit lebih muda dari kelompok kontrol.
Pada hasil pengukuran tinggi badan, berat badan, dan BMI terdapat perbedaan tidak bermakna di
antara kedua kelompok.
Pada Wingate test jumlah revolusi dihitung selama enam kali. Anaerobic fatigue (AF)
diperoleh dari selisih antrara Peak Power (PP) tertinggi dan terendah yang dinyatakan dalam
persen. Dikatakan masuk kategori lelah bila AF ≥ 50% dan dikatakan tidak lelah bila AF < 50%.
Pengukuran ini memberikan hasil seperti yang terlihat pada tabel 3.

Tabel 2. Hasil pengukuran tes Wingate

xviii
Kategori AF Kelompok kontrol Kelompok perlakuan
Lelah 79,17% 41,67%
Tidak lelah 20,83% 58,33%
Jumlah 100% 100%

Kemudian dilakukan uji hipotesis komparatif kategorik Chi Square untuk mengetahui
hubungan antara pemberian kopi sebelum latihan terhadap status kelelahan otot hingga diperoleh
nilai signifikansi (p) 0,119 (p>0,05) sehingga dapat dikatakan perbedaan proporsi kelelahan
tersebut tidak bermakna.

Gambar 1. Grafik hasil pengukuran tes Wingate

Pada tes ergometer sepeda dihitung VO2max yang dilihat dari pengukuran denyut
jantung dan beban dengan menggunakan Nomogram Astrand. Selama tes berlangsung nadi dan
tekanan darah dihitung setiap menit. Tes dikatakan berhenti bila dicapai nadi maksimal yaitu
187. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Nilai VO2max

xix
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai p>0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa
terdapat perbedaan rerata nilai VO2Max yang tidak bermakna dari kelompok kontrol dan
perlakuan di mana rerata nilai VO2Max kelompok kontrol lebih rendah daripada
kelompok perlakuan.

Gambar 2. Perbedaan nilai VO2max pada kelompok kontrol dan perlakuan

PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan dari pemberian kopi
sebelum latihan terhadap kelelahan otot baik pada fase anaerob maupun fase aerob. Menurut teori,
kafein yang merupakan zat utama dalam kopi memiliki 3 mekanisme utama yang menjelaskan efek
ergogeniknya dalam latihan. Mekanisme pertama yaitu suatu efek langsung terhadap suatu bagian
dalam sistem saraf pusat yang mempengaruhi persepsi kemampuan dan nyeri kelelahan serta aktivasi
neural dari kontraksi otot. Mekanisme kedua yaitu efek langsung dari kafein terhadap performa otot
skelet . Teori ini beranggapan bahwa kafein berperan dalam transport ion (termasuk transport ion Ca 2+ )
dan efek langsung terhadap enzim regulasi utama, termasuk enzim-enzim yang mengatur pelepasan
glikogen.

xx
Mekanisme ketiga yaitu peningkatan ketersediaan asam lemak bebas meningkatkan oksidasi lemak
dalam otot dan menurunkan oksidasi karbohidrat (fase aerob), sehingga meningkatkan performa latihan
dan mengurangi kelelahan otot yang akan dialami setelah kadar timbunan karbohidrat (glikogen) yang
merupakan substrat pembentukan energi mencapai kadar yang rendah. Hasil negatif dari penelitian ini
dapat disebabkan oleh karena efek kafein yang terhambat akibat komponen- komponen lain yang
terkandung dalam kopi seperti dijelaskan dalam penelitian oleh Graham dkk yang menyatakan bahwa
kafein dalam sediaan kopi tidak menimbulkan efek ergogenik terhadap otot. Metabolisme, toleransi dan
respon tubuh terhadap kafein serta beberapa faktor seperti usia, keadaan latihan , komposisi tubuh
serta asupan sebelum latihan yang bervariasi pada tiap individu juga dapat berpengaruh terhadap hasil
penelitian ini.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Michael Roberts dkk yang menyatakan
bahwa meminum kopi tidak berpengaruh terhadap anaerobic capacity (AC) yang merupakan salah satu
parameter kelelahan pada fase anaerob. Penelitian lain oleh Sikiru Lamina dkk tentang pengaruh kafein
dalam sediaan kopi terhadap kapasitas aerobik maksimal (VO 2max) 20 orang subjek penelitian
menyatakan bahwa kopi tidak berpengaruh signifikan terhadap kapasitas aerobik maksimal (VO2Max).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa kopi tidak berpengaruh terhadap
kelelahan otot baik pada fase anaerob maupun aerob.

Penelitian selanjutnya diusulkan untuk melakukan pengukuran kadar asam lemak bebas untuk
memantau efek mobilisasi dan utilisasi lemak dari kafein serta mempertimbangkan tentang kebiasaan
konsumsi kopi dan asupan diet probandus. Penelitian selanjutnya disarankan dapat menggunakan
probandus penelitian dengan kecenderungan intensitas latihan yang seragam seperti atlit. Pengukuran
kelelahan otot pada fase anaerob dapat menggunakan 2 macam tes , yaitu tes Wingate dan vertical
jump test sehingga diperoleh perbandingan hasil dari 2 tes tersebut.

A. Analisa Heart Rate Mahasiswa Tidak mengkonsumsi Kafein dan Mahasiswa


Mengkonsumsi Kafein

Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan rata-rata Heart Rate pada mahasiswa
yang tidak mengkonsumsi kafein dengan mahasiswa yang mengkonsumsi kafein, dapat dilihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Perbedaan Tes Heart Rate pada Tes Kecepatan (Lari 100 M)

xxi
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data bahwa hasil rata-rata heart rate dari tes kecepatan (Lari
100 M) memiliki hasil yang berbeda. Heart rate mahasiswa yang mengkonsumsi kafein
cenderung lebih tinggi dari pada heart rate mahasiswa yang tidak mengkonsumsi kafein. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Heart Rate Lari 100 M

Tabel 4.2 Perbedaan Heart Rate pada Tes Kelincahan (Illinoise Agility)

xxii
Berdasar Tabel 4.2 diperoleh hasil bahwa diperoleh data bahwa hasil rata-rata heart rate dari tes
kelincahan (Illinoise Agility) memiliki hasil yang berbeda. Heart rate mahasiswa yang
mengkonsumsi kafein cenderung lebih tinggi dari pada heart rate mahasiswa yang tidak
mengkonsumsi kafein. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Heart Rate Illinoise Agility

xxiii
B. Uji Prasyarat Two Ways ANOVA

Sebelum melakukan uji beda ANOVA dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai
prasyarat untuk melakukan uji beda ANOVA, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Uji Normalitas Heart Rate Tes Lari 100 M


Berdasarkan Tabel 4.12 uji normalitas menunjukkan bahwa rata-rata kecepatan lari
mahasiswa tanpa mengkonsumsi kafein sebesar 0.511 (p > 0,05) dan rata-rata kecepatan lari
mahasiswa yang mengkonsumsi kafein sebesar 0,072 (p > 0,05) yang dapat disimpulkan
bahwa keduanya memiliki data yang normal, maka analisis dilanjutkan dengan tes
homogenitas.

Tabel 4.13 Hasil Tes Homogenitas Illinoise Agility

Berdasarkan Tabel 4.13 uji Homogenitas menunjukkan bahwa rata-rata perolehan data
pada tes Illinoise Agility normal sebesar 0,014 (p > 0,05), maka analisis dilanjutkan dengan tes
uji beda ANOVA.

Tabel 4.14 Hasil Tes One Ways ANOVA Illinoise Agility

Berdasarkan Tabel 4.14 uji beda One Ways ANOVA menunjukan terdapat perbedaan
yang signifikan antara kelompok mahasiswa yang tidak mengkonsumsi kafein dan kelompok
mahasiswa yang mengkonsumsi kafein pada tes kelincahan yaitu Illinoise Agility sebesar 0,02 (p
< 0.05). dapat disimpulkan apabila nilai signifikasi lebih rendah dari 0,05 maka data tersebut
dinyatakan memiliki perbedaan hasil.

xxiv
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
bahwa terdapat dampak yang ditimbulkan karena mengkonsumsi kafein. Proporsi subjek
penelitian yang mengalami kelelahan pada kelompok yang mengkonsumsi kopi, secara tidak
bermakna lebih sedikit dibandingkan kelompok kontrol sehingga tidak ada pengaruh antara
pemberian kopi sebelum latihan terhadap kelelahan otot pada fase anaerob.
Kelompok perlakuan memiliki rerata nilai VO2Max yang secara tidak bermakna lebih
besar dari pada kelompok kontrol, sehingga dapat dinyatakan bahwa kopi tidak berpengaruh
terhadap kelelahan otot fase aerob.
Pada hasil tes lari 100 M dan tes Illinoise Agility, heartrate sampel yang
mengkonsumsi kafein setelah melakukan tes cenderung lebih tinggi dari pada heartrate sampel
yang tidak mengkonsumsi kafein. Dampak yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi kafein
yaitu tubuh lebih siap menuju zona latihan sehingga dapat meningkatkan performa
mendapatkan hasil yang lebih maksimal. Perbedaan tersebut terbukti degan adanya perbedaan
efisiensi yang signifikan untuk tes lari 100 m (p < 0,05) dan efisiensi perbedaan tes Illinoise
Agility (p < 0,05).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diberikan saran sebagai
berikut:

1) Penelitian selanjutnya diusulkan untuk melakukan pengukuran kadar asam lemak bebas
xxv
untuk memantau efek mobilisasi dan utilisasi lemak dari kafein serta
mempertimbangkan tentang kebiasaan konsumsi kopi dan asupan diet probandus.
Penelitian selanjutnya disarankan dapat menggunakan probandus penelitian dengan
kecenderungan intensitas latihan yang seragam seperti atlit. Pengukuran kelelahan otot
pada fase anaerob dapat menggunakan 2 macam tes , yaitu tes Wingate dan vertical
jump test sehingga diperoleh perbandingan hasil dari 2 tes tersebut.

2) Disarankan referensi penelitian lanjutan dengan menambahkan kelompok kontrol.

3) Mengembangkan penelitian dengan instrumen kekuatan otot dan ketahanan otot pada
latihan beban.

4) Menambahkan komposisi dasar kopi yang akan digunakan.

5) Agar penelitian ini dapat dilanjutkan secara lebih mendalam, meliputi dampak-dampak
lain yang ditimbulkan kafein yang masuk ke dalam tubuh atau kebiasaan hidup lain
yang dapat mempengaruhi kebugaran.

xxvi
Daftar Pustaka

Adrian B. Hodgson, Rebecca K. Randell, dan Asker E. Jeukendrup. 2013. The Metabolic and
Performance Effect of Caffein Compared to Coffee During Endurance Exercise. Plos
One, DOI: 10, 1371.

Anita C. Reinhardt, School of Nursing, New Mexico State University, Las Cruces, NM 88007,
USA

Anthony B. Miller dan Thomas Larsson. 2005. Intake of Coffee and Tea and Risk of Ovarian
Cancer: A Prospective Cohort Study. Department of Public Health Science, University
of Toronto. Diterbitkan 2007. Vol. 58: 22-27.

Bairam A, Boutroy M, Badonne. 2007. Theophylline Vs Caffeine: Comperative Effects in


Treatment Jurnal of Pediatric 2007. Vol. 110: 636-639.
Bompa, T.O. 2009. Periodization: Theory and Methodology of Training. Australia: Human
Kinetic.
Bosquet, R. S., Goldsmith, L., Sleight, P. 2010. Exercise and Autonomic Function. Sport and
Med. Journal Vol. 272: 1412-1418.
Burke V, Biejen LJ.Coffees, caffeine, and blood pressure.Cardiovascular rounds and
review.2000; 4:187-197.
Buscemi, S., Marventano, S., Antoci, M., Cagnetti, A., dkk. 2016. Coffee and metabolic
impairment: An updated re- view of epidemiological studies. NFS Journal (3):1–7.
Collier J.Caffeine ,healt, and bodybuilding[Homepage on the internet].2009.Available from:
http://www.muscle talk.co.uk/article-caffeine- bodybuilding-2.aspx.html.

xxvii
Clarke, N., dkk.2016. Coffee and Caffeine Ingestion Have Little Effect on Repeated Sprint
Cycling in Relatively Untrained Males. Sport (4): 1-9.
Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. 4th ed. Jakarta : Salemba Medika; 2009.
p. 1-26,41-4,76-80,106-18.
Dangnisa Moeloek dan Arjadino Tjokro, 1984. Kesehatan Dan Olahraga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Del coso. 2012. Dose response effects of a caffeine-containing energy drink on muscle
performance: a repeated measures design. Journal of the International Society of Sports
Nutrition 2012, 9:21
Glaister, M., Stephen D.P., Paul, F., Charles, R.P., John, R.P., And Gillian, M. 2012. Caffeine
and sprinting performance: dose responses and efficacy. Research Gate.
Gonzalez, J. 2015. The Good Things In Life: Can Coffee And Caffeine Enhance Sports
Performance?. ISIC the Institute for Scientifc Information on Coffee 1-9.

Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Kedokteran.Ed 9.Jakarta: EGC.1997; 91- 102,1339-1353.
Graham, T.E. & Soeren, M.V. 2014. Caffeine and Exercise: Metabolism and Performance.
ResearchGate 111-137.
Griwijoyo, Santosa. Ilmu Faal Olahraga, Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk
Kesehatan dan untuk Prestasi.2002;16-17

Halvorsen B. 2005. Coffe Consumption and Human health: mechanisms for effect of coffee
consumption on different risk factor for cardiovascular. Molecular Nutrition Food
Research. Vol. 49: 278-284.

Hanifati, C.R. 2015. Pengaruh Minuman Kopi Minim Kafein Terhadap Vo2max dan Pemulihan
Denyut Nadi Setelah Melakukan Treadmill. Skripsi: Tidak Diterbitkan.
Harahap, N.S & Pahutar, U.P. 2017. Pengaruh Aktifitas Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap
Jumlah Leukosit pada Mahasiswa Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan. Jurnal
Ilmiah Ilmu Keolahragaan 33-41.
Harsono, 1982. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Bandung: Tambak
Kusuma CV.
http://www.jissn.com/content/9/1/21 Erowid. 2014. Caffeine Effect:
http://www.erowid.org/chemicals/caffe ine/caffeine .htm. Diperbarui November 2014. Diakses

xxviii
Februari 2015.
https://www.honestdocs.id/kafein-manfaat-dosis-efek-samping#:~:text=Kafein%20merupakan
%20senyawa%20alkaloid%20xantina,dan%20mencegah%20timbulnya%20rasa
%20lelah.

Klatsky, Arthur L, Morton C, Udaltsova N, Friedman GD.Coffee,cirrhosis, and transaminase


enzymes.Archives of Internal Medicine.2006; 166.
Kovacs, E.M.R., Stegen, J.H.C.H., Brouns, F. 1998. Effect of Caffeinated Drink on Substrate
Metabolism, Caffeine Excretion, and Performance. The American Physiological
Society, 709- 715.

Larasati, 2017. Pengaruh Pemberian Kopi Arabika, Teh, Dan Minuman Berenergi Terhadap
Kualitas Tidur Mahasiswa Semester Vii Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Liviena & Artini. 2013. Pola Konsumsi Dan Efek Samping Minuman Mengandung Kafein Pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Skripsi tidak diterbitkan. Bali. FK UNSUD.
Lorino, A.J., Llyoid, L.K., Criell,S.H. 2006. The Effect of Caffeine on Athletic Agility. Journal
of Strength and onditioning Research 20(04) 851-854.

MAFF.Survey of caffeine and other methylxanthines in energy drinks and other caffeine-
containing products.1998; Food Surveilance Information Sheet 144.
Misra H, D. Mehta, B.K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of Extraction and HPTLC –
UV Method for Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules.
International Journal of Green Pharmacy : 47-51.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia harper. 25th ed.Jakarta : EGC;
2003; p 114-116,178, 681-687.
Nandatama, S. R., Rosidi, A., Ulvie, Y.N.S. 2016. Minuman Kopi (Coffea)Terhadap Kekuatan
Otot dan Ketahanan Otot Atlet Sepak Bola Usia Remaja di SSB PERSISAC. Jurnal
Ilmiah Ilmu Keolahragaan 29-34.

Nugroho, T.P. 2005. Hubungan Antara Kecepatan Dan Kelincahan Terhadap Ketrampilan
Menggiring Bola dalam Sepakbola Pada Siswa Lembaga Pendidikan Sepakbola Atlas
Binatama Semarang. Skripsi: Tidak Diterbitkan.

xxix
Rumini., Soegiyanto., Lumintuarso,R., Rahayu, S. 2012. Pengaruh Metode Latihan, Bentuk
Latihan Kecepatan dan Kelincahan terhadap Prestasi Lari 100 Meter. Jurnal Media Ilmu
Keolahragaan Indonesia (2)1: 42-49.
Sajoto, M. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga.
Semarang: Dahara Prize.

Salinero, J.J., Lara, B & Coso, J.L. 2018. Effects of acute ingestion of caffeine on team sports
performance: a systematic review and meta-analysis. Research In Sports Medicine 1-19.
Schubert, M.M., Astorino, T.A., John L.A. 2013. The Effects of Caffeinated “Energy Shots” on
Time Trial Performance. Nutrients (5): 2062-2075.

Silver MD. Use of ergogenic aids by athletes. J Am Acad Orthop Surg. 2001; 9 :61 –70
Sokmen, 2008. Caffeine Use In Sports: Considerations For The Athlete. National Strength and
Conditioning Association 2008.

Sugiharto. 2014. Fiologi Olahraga Teori dan Aplikasi Pembinaan Olahraga. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Sugiyono. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


ALFABETA

Suharno. 1985. Ilmu kepelatihan olahraga. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta.

Sukardi, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi
Aksara.

Sukardianto, 2002. Pengantar teori dan metodologi melatih. Yogyakarta.

Spriet LL. 2014. New insights into the inter- action of carbohydrate and fat metabo- lism during
exercise. Sports Med 44: S87– S96.
Spriet LL. 2014. New insights into the interaction of carbo-hydrate and fat metabolism during
exercise. Sports Med 44.
Susprawita, Sari. 2004. Penggunaan Methilxantine Pada Bayi Prematur dengan Apneu Idiopatik.
IKA FK USU/RS HAM. Vol. 6. No. 3: 129-133.
Syarif A, Ascobat P, dkk.Farmakologi dan terapi.Ed 5.Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia.2007;252-258.
xxx
USDA Food Surveys Research Group.Supplementary data tables USDA’s 1994-1996
continuing survey of Food Intakes by individuals.1999; Table set12:33.Retrieved
September 2000,from:
http://www.barc.usda.gov:80/bhnrc/foodsurvey/pdf/supp.pdf.

Utama, Yodi prawira. 2010. Pengaruh Pemberian Kopi Terhadap Kelelahan Otot. Hal 01 dari
10.
Temple, J.L. 2019. Review: Trends, Safety, and Recommendations for Caffeine Use in
Children and Adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 58(1):36–45.

Winarno H dan A.W. Susiolo. 2004. Pemanafaatan Ketan Hitam Sebagai Bahan Pembuatan
Minuman Kopi Non- Kafein dengan Penambahan Jahe. Jember: Puslit. Kopi dan Kakao.
Zaknich, DM. Dawson, B.T., Karen, E.W, And Henry, G. 2011. Effect of Caffeine on Reactive
Agility Time When Fresh and Fatigued. Journal of the American College of Sports
Medicine 1523-1530.

Jones G.Caffeine and other sympathomimetics stimulants: modes of action and effects on
sports performance ;Essays.Biochem.2008; 44;109-23.
Clifford, MN.Chlorogenic acid and other cinnamates-nature occurrence and dietary
burdens.Journal of the Science of Food and Agriculture.1999;362-372.
Jacobson BH, Kulling FA.Health and ergogenic effects of caffeine.British Journal of Sports
Medicine.1998 March; 23(1); 34-40.
Schardt D. Caffeine: The good, the bad, and the maybe. Nutrition Action. 2008;1-6.
Roberts MD, Taylor WT, et all.Journal of International Society of Sports Nutrition.2001;1186-
1190.
Kalmar JM, Cafarelli E.Effects of caffeine on neuromuscular function.Journal of Applied
Physiology.1999; 87.
Graham TE. Caffeine and exercise: metabolism, endurance and performance. Sports Med.
2001;31:785–807.
Beneke R,Pollmann C,Bleif I, Leithauser RM, & Hutler M.How anaerobic is the Wingate
anaerobic test for humans?. Eur J Appl Physiol.2002 Aug;87(4- 5):388-392

xxxi
American College of Sports Medicine. Resource Manual for Guidelines for Exercise Testing
and Prescription, 5th Edition.Baltimore:Williams & Wilkins, 2006; Chapter 4.
Ucok K, Gokbel H, Okudan N.The load for Wingate test according to the body weight or lean
body mass.Eur J Gen Med 2005; 2(1); 10-13.
Collomp KS, Ahmaidi M, Audran J, Chanal L, and Prefaut C.Effect of caffeine ingestion on
performance and anaerobic metabolism during on Wingate test.International Journal of
Sports Medicine.1991; 12;439-440.
Davis JK.Caffeine and anaerobic performance.Sports Medicine.2009; 39(10).
Roberts MD, Taylor L, Wissman J, Wilborn C.Effect of ingesting JavaFit Energy Extreme
functional coffee an aerobic and anaerobic fitness markers in recreationally active
coffee consumers.2007.

xxxii

Anda mungkin juga menyukai