Anda di halaman 1dari 17

DINAMIKA PEKERJA ANAK

EKONOMI SUMBERDAYA MANUSIA

DOSEN PENGASUH : DEVI ANDRIYANI, S.P., M.Si

DISUSUN OLEH :
1. TRIWANA SAMOSIR : 180430027
2. SELI AFRIDAYANTI : 1804300
3. NURI RAHMAYANI : 1804300
4. VIA SOFIANA : 1804300
5. FAJAR WAHYUNA :
6. LAFINA RIMADANA

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MALLIKUSSALEH
LHOSEUMAWE
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”PEKERJA
ANAK” ini tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas bidang studi Ekonomi
Sumber Daya Manusia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu DEVI ANDRIYANI, S.P., M.Si, selaku
dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia dan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada setiap sumber yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Lhokseumawe, 22 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 PENGERTIAN PEKERJA ANAK 4
2.2 FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA PEKERJA ANAK 4
2.3 DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PEKERJA ANAK
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
EKONOMI 5
2.4 SOLUSI YANG SUDAH DITEMPUHPEMERINTAH DALAM
MENGURANGI PEKERJA ANAK 6
2.5 SARAN/SOLUSI MAHASISWA DALAM MENGURANGI
PEKERJA ANAK 7

BAB III PENUTUPAN 12


3.1 KESIMPULAN 12
3.2 SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pekerja anak merupakan salah satu fenomena tersendiri yang terjadi di Indonesia dalam hal
ketenagakerjaan. Secara langsung maupun tidak langsung keberadaan pekerja anak telah
memberikan kontribusi dalam perekonomian. Namun disisi lain keberadaan pekerja anak justru
membatasi hak anak itu sendiri karena bekerja bukanlah kewajiban seorang anak. Menurut Ida
Bagoes Mantra (2003:225) bekerja adalah melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan atau
membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa
uang dan atau barang, dalam kurun waktu tertentu. Maka dapat diketahui bahwa tujuan bekerja
adalah memperoleh penghasilan berupa uang dan atau barang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tenaga kerja didominasi oleh para orang tua yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Pada sebagian orang tua yang memiliki tingkat pendidikan rendah, pada umumnya
mereka mencari nafkah di sektor informal seperti tukang becak, tukang ojek, buruh pabrik, kuli
bangunan serta pedagang. Akibat kebutuhan hidup yang semakin meningkat para orang tua
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya karena tidak 2 ditunjang dengan
tingginya upah yang diperoleh. Hal ini menyebabkan mereka terpaksa mengerahkan sumber daya
keluarga secara kolektif untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di antara sumber daya yang terdapat di
dalam keluarga tersebut terdapat anak-anak di bawah usia kerja (10-14 tahun) yang dilibatkan para
orang tua untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar
pasal 12 ayat 2 bahwa setiap warga negara Indonesia yang memiliki anak usia wajib belajar
bertanggung jawab memberikan pendidikan wajib belajar kepada anaknya. Sedangkan pasal 12 ayat
1 bahwa setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 13
ayat 1 menyebutkan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua atau wali atau pihak
lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak untuk mendapat perlindungan dari
perlakuan diskriminasi dan eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Maka berdasarkan hal
tersebut para orang tua dilarang membiarkan anaknya bekerja karena seharusnya mereka mengikuti
program wajib belajar dengan sungguh-sungguh tanpa harus dibebani pekerjaan untuk membantu
memenuhi kebutuhan keluarga.
Selanjutnya, menurut BPS tahun 2009 bahwa angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke
atas yang bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan tenaga kerja adalah penduduk dalam usia
kerja (15-64 tahun). Anak-anak usia 10-14 tahun bukanlah tenaga kerja yang harus membantu orang
tua dalam memenuhi 3 kebutuhan hidup keluarganya. Namun pada kenyataannya banyak anak di
bawah usia kerja yaitu anak pada usia 10-14 tahun yang bekerja untuk membantu memenuhi
kebutuhan keluarga.
Meskipun secara konseptual kesejahteraan anak dilindungi Undang-Undang namun pada
kenyataannya di masyarakat menunjukkan bahwa tidak semua anak mendapatkan haknya untuk
tumbuh dan berkembang secara wajar. Fenomena anak-anak yang bekerja, baik untuk pekerjaan
rumah tangga maupun pekerjaan upahan sudah lazim ditemukan. Anak laki-laki pada umumnya
memasuki kegiatan ekonomi yang mendatangkan upah seperti berjualan koran, menyemir sepatu
serta menjadi pengamen. Sebagian anak beranggapan bahwa bekerja dapat membantu mengurangi
beban orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya. Selain itu, kondisi lingkungan sosial
anak kemungkinan dapat menjadi penyebab yang dalam hal ini adalah lingkungan teman bermain
anak, seorang anak yang banyak bergaul dengan teman-teman yang bekerja maka lambat laun ia
akan mengikuti kegiatan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan pekerja anak?

2. Apakah yang menjadi penyebab munculnya pekerja anak?

3. Apakah dampak pekerja anak terhadap pertumbuhan anak?

4. Apakah solusi yang dibuat pemerintah dalam mengurangi pekerja anak?

5. Apakah saran/solusi yang dapat diberikan oleh mahasiswa dalam mengurangi pekerja anak?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1.Faktor-faktor penyebab anak di bawah usia bekerja.

2. Dampak bagi pertumbuhan anak yang bekerja di bawah uanak yang bekerja di bawah usia.

3. Solusi yang sudah dibuat oleh pemerintah untuk mengurangi pekerja anak di Indonesia.

4. Solusi/saran yang telah diberikan mahasiswa untuk mengurangi pekerja anak.


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pekerja anak


Pekerja anak merupakan suatu istilah yang seringkali menimbulkan perdebatan, meskipun sama-
sama digunakan untuk menggantikan istilah buruh anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
menggunakan istilah anak-anak yang terpaksa bekerja. Biro Pusat Statistik menggunakan istilah anak-
anak yang aktif secara ekonomi.
Pekerja anak adalah usia muda bahkan mungkin di bawah umur angkatan kerja yang sudah
bekerja. Padahal dalam undang-undang sudah diatur mengenai usia ketenagakerjaan yaitu
undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang ini mengatur
mengenai hal yang berhubungan pekerja anak mulai dari batas usia diperbolehkan kerja, siapa
yang tergolong anak, pengupahan dan perlidungan bagi pekerja anak. Undang-undang No. 20
Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 mengenai batas usia
minimum diperbolehkan bekerja. Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur
minimum seseorang untuk bekerja. Umur minimum tidak boleh 15 tahun. Negara-negara yang
fasilitas perekonomian dan pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat
menetapkan usia minimum 14 tahun untuk bekerja pada tahap permulaan.
Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang
berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan kemungkinan besar
dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak”. Umur minimum yang lebih
rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan pada umur 13 tahun. Sedangkan umur yang
diperbolehkan seorang anak bekerja yaitu 18 tahun. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Dan dalam ketentuan undang-undang tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah
18 tahun. Berarti 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja.
Akan tetapi undang-undang memberikan pengecualian mengenai beberapa pekerjaan yang
boleh dikerjakan oleh seorang anak yaitu:
1. Pekerjaan Ringan Anak yang berusia 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik,mental dan
sosial.
2. Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan. Usia paling sedikit 14
tahun diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta mendapat bimbingan
dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan. Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
3. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat. Setiap manusia memiliki bakat dan minat,
hal ini harus dipupuk dari semenjak kecil. Pekerjaan yang berorientasi untuk mengembangkan
bakat dan minat anak diijinkan oleh undang-undang.
Tetapi Menurut catatan ILO, paling tidak dari 215 juta pekerja anak, 115 juta bekerja di
tempat berbahaya di seluruh dunia. Terjadi peningkatan pekerja anak di daerah bahaya dengan
usai 15-17 tahun. "Hampir 60 persen anak bekerja di tempat berbahaya adalah laki laki," ujarnya.
Sektor yang mempekerjakan anak-anak di tempat berbahaya, di antaranya sektor pertambangan,
penggalian, pertanian, perikanan, pelayanan rumah tangga dan industry jasa. Penggunaan tenaga
kerja anak sangat beresiko besar dalam kecelakaan kerja.

2.2 Faktor Penyebab Timbulnya Pekerja Anak

Dampak dari semakin sedikitnya lowongan pekerjaan mengakibatkan sebuah keluarga dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya terpaksa mengikutkan anak mereka untuk bekerja apa saja,
dimana faktor ekonomi dijadikan alasan utama untuk memperkerjakan anak dibawah usia.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak yaitu:

1.Faktor Kemiskinan dan ekonomi

kemiskinan merupakan faktor ekonomi lain yang menimbulkan pekerja anak dibawah umur.
Ketidakmampuan kepala rumah tangga atau keluarga dalam memberikan pelayanan seperti
sandang pangan dan papan membuat anak ikut andil dalam mencari nafkah serta faktor ekonomi
merupakan pangkal utama dalam peningkatan jumlah pekerja anak. Harga bahan pokok yang
semakin mahal,tingkat kebutuhan yang tinggi serta pengeluaran yang bertambah membuat anak
terjun untuk membantu mencukupi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan yang dikaitkan dengan
faktor ekonomi ini dihubungkan dengan masalah pendapatan. Kondisi faktual banyaknya anak
yang bekerja tidak dapat dilepaskan dari permasalahan ekonomi keluarga, berdasarkan informasi
sebagaian sebagaian besar anak yang bekerja sebenarnya alasan bekerja karena terpaksa
untuk  memperoleh tambahan penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

2 .Faktor Sosial -Budaya (kebiasaan).

Berkembangnya paham yang primitive dilingkungan masyarakat seperti anggapan jika anak
membantu dalam mencari nafkah maka anak tersebut dianggap sebagai anak yang berbakti
kepada orang tua karna sudah meringankan beban orang tua. Anak yang bekerja untuk
membantu keluarganya mencari nafkah dinilai sebagai bentuk kepekaan, empati, dan tepo seliro
seorang anak dalam melihat, persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan
seorang anak kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. ini juga 
menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan sadar dan ihklas
melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan mendapatkan label-label baik, rajin,
saleh, berbakti kepada orangtua dan sebagainya.

3. Faktor pendidikan Pendidikan orang tua yang rendah menyebabkan orang tua tersebut
mengambil keputusan untuk memberhentikan anakanya dengan beberapa alasan yaitu biaya
pendidikan yang mahal, percuma sekolah tinggi-tinggi akhirnya pengangguran dan wanita itu
tugasnya dirumah saja jadi tidak perlu sekolah tinggi-tinggi.

4. Faktor urbanisasi Dikarenakan desanya tidak bisa diandalkan untuk memberikan jaminan
berupa pendapatan yang tinggi sehingga membuat keluarga pergi ke kota untuk mendapatkan
pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Dikarnakan perkiraan yang tidak
sesuai dengan harapan sehingga orang tua melibatkan anak untuk membantu mencari nafkah
seperti menjadi pengemis sampai menjadi buruh.

5. Faktor Lingkungan.

Faktor lingkungan dalam hal ini dimaksudkan sebagai lingkungan sosial 


anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga, kerabat 
atau saudara dekat dari anak tersebut.Keterlibatan anak yang bekerja tidak  sedikit yang
disebabkan oleh adanya pengaruh teman-temanya, baik teman  tetangga yang sebaya, maupun
teman-teman yang sekolah yang lebih dulu  bekerja untuk membantu orang tuanya mencari
nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, di samping itu mereka
juga  mendapatkan uang saku untuk jajan. Melihat teman temannya sukses dalam  bekerja dan
pekerjaan yang dilakukan menurut anak-anak yang bekerja dirasa  tidak terlalu berat, tetapi
menghasilkan uang banyak, maka anak-anak hal  tesebut merupakan daya tarik tersendiri untuk
ikut bekerja seperti yang  dilakukan teman-temannya itu.

6. Faktor Hubungan Keluarga.

Disamping beberapa faktor penyebab anak bekerja, tidak dapat dipungkiri adanya faktor lain
yang mendorong anak bekerja, yaitu dorongan atau ajakan dari sanak saudara.Pada umumnya
faktor saudara atau kerabat ini dilatar belakangi oleh kondisi ekonomi orang tua anak yang
bekerja, atau  ekonomi keluarga yang pas-pasan, meski kedua orang tuanya sudah bekerja,  tetapi
belum mencukupi kebutuhan keluarga. Melihat hal semacam ini kerabat  atau keluarga dekat
lazimnya menawarkan kepada anak untuk ikut bekerja  bersamanya dengan alasan untuk ikut
membantu ekonomi keluarga.

2.3 DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF PEKERJA ANAK TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI

1.Dampak positif pekerja anak terhadap perkembangan ekonomi keluarga


Kontribusi anak bekerja terhadap kondisi ekonomi dan sosial keluarganya, tidak dapat
dipungkiri, hal ini dapat dilihat tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya di keluarga mereka
sehingga menyebabkan perputaran uang menjadi lebih cepat mendorong pertumbuhan
perekonomian masyarakat disekitarnya (multiplayer effect economy). Kegiatan ekonomi yang
ditimbulkan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian daerah. Selain itu,
yang lebih penting adalah kontribusi terhadap kondisi ekonomi dan sosial keluarganya.
Kondisi ekonomi keluarga seperti peningkatan penghasilan yang dulunya kecil bahkan tidak
punya penghasilan, setelah anaknya bekerja penghasilannya dapat mencukupi keluarganya. Hal
tersebut di lapangan dapat dilihat dalam peningkatan penghasilan. Hasil anak bekerja juga dapat
menabung secara rutin.

2.Dampak negatif pekerja anak terhadap pertumbuhan anak

1. Terhadap perkembangan fisik anak


Jika dipandang dari fisik seorang anak yang dibawah usia kerja terbilang kekuatan fisik
mereka terbatas tidak sekuat usia kerja yang sudah ditentukan yaitu 18 tahun keatas.
Sehingga anak yang bekerja bisa memperburuk kesehatan fisik mereka karna pekerjaan
yang berat bisa menimbulkan kecelakaan atau sakit karna daya tahan tubuh yang
kurang.
2. Terhadap perkembangan emosi anak
Dikarnakan bekerja dibawah usia kerja pastinya mereka akan diposisikan paling bawah.
Pada posisi tersebut pasti dijadikan suruhan semua pihak yang ada diatasnya. Banyak
karyawan dan majikan tidak memperhatikan mereka, mereka menggunakan bahasa
yang digunakan tidak pandang usia. Ketika mendapat teguran yang keras atau tindakan
aniaya maka mereka tidak bisa membela, sehingga timbullah sifat keras, pemarah,
pendendam, hilangnya sifak kekanak-kanakan, tidak memiliki sifat empati terhadap
kawan seumurannya dan lain-lain.
3. Terhadap perkembangan sosial anak
Dikarnakan sudah sibuk bekerja, pergaulan mereka sangat terbatas. Sehingga mereka
tidak mendapatkan pelajaran dasar seorang anak yaitu sekolah, bersosialisasi,
bagaimana bersikap yang baik, berpartisipasi dalam masyarakat yang baik, mereka
tidak mendapatkan itu dalam dunia kerja yang keras. Sehingga sifat egois akan tumbuh,
kurangnya kepercayaan diri selalu merasa direndahkan.

2.4 SOLUSI YANG SUDAH DITEMPUH PEMERINTAH DALAM MENGURANGI


PEKERJA ANAK
Akibat adanya Eksploitasi anak pekerja anak di Indonesia maka pengertian eksploitasi anak
adalah penyalahgunaan anak atau pemanfaatan untuk keuntungan yang memperkerjakan anak
dibawah umur. Dengan kata lain anakanak digunakan sebagai media untuk mencari uang.
Beberpa solusi yang dapat diajukan untuk mengatasi eksploitasi anak antara lain:

1. Solusi yang dapat dilakukan Pemerintah


Pembuatan program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) merupakan program yang
mencanangkan suatu daerah sebagai zona bebas pekerja anak. Program ini dipelopori
oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai komitmen untuk
memprioritaskan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia Kutai
Kartanegara. Seharusnya program ini juga ada dibeberapa kota lainnya, tidak hanya di
kabupaten kutai. Program ini berfokus pada Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Pengembangan Infrastruktur, Rehabilitasi. Selain
itu juga pemerintah harus lebih tegas dan lebih mengefektifkan aturan-aturan yang telah
ada, termasuk pemberdayaan aparatur Negara dan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat yang konsisten terhadap perlindungan hak-hak anak untuk bisa lebih
mengawasi dan mendampingi anak yang dipekerjakan agar tidak diperlakukan
sewenang-wenang oleh yang mempekerjakannya.

2.5 SARAN/SOLUSI MAHASISWA DALAM MENGURANGI

PEKERJA ANAK

Permasalahan pekerja anak merupakan salah satu dimensi penelantaran hak anak untuk
tumbuh dan berkembang secara wajar. Interpretasinya, bukan berarti anak tidak boleh bekerja
sama sekali. Dalam rangka mendidik dan melatih anak untuk mandiri, harus dilakukan
pembiasaan dengan melakukan pekerjaan untuk membantu orang tua disamping belajar. Namun,
ketika terjadi eksploitasi secara ekonomi pada anak , hal ini dianggap bertentangan dengan
hukum dan hak anak.

Oleh karena itu solusi dari mahasiswa dalam mengurangi pekerja anak adalah dengan
mendirikan program rumah singgah untuk membantu dalam penangggulanagan masalah pekerja
anak. Hal ini terkait dengan beberapa deartemen lain seperti Departemen Sosial (Kementrian)
Kesejahteraan Rakyat, Depnaker dan transmigrasi serta Kementrian Pemberdayaan Perempuan.
Dan terakhir yakni usaha pengangkatan anak sebagai upaya perlindungan pekerja anak.
Pengangkatan anak sendiri sebenarnya merupakan suatu tindakan mengambil anak orang lain
untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak keturunannya sendiri. Berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang
bersangkutan. Dalam pelaksanaannnya, motivasi pengangkatan anak merupakan hal yang perlu
diperhatikan, dan harus dipastikan dilakukan demi kepentingan anak.

Upaya –upaya diatas adalah sebagai tambahan dalam program Percontohan ZBPA yang
sebenarnya sudah sangat efektif dilakssanakan diseluruh daerah di Indonesia. Kendala yang
harus dilaksanakan adalah peningkatan anggaran APBN dan APBS setiap daerah. Selain itu,
peran control social dalam hal ini adalah diharapkan program-program percontohan ZBPA bisa
berjalan dan terhindar dari praktek –praktek yang menguntungkan pihak tertentu. Peraturan
Undang-Undang harus dijalankan seefektif mungkin baik dengan melaksanakn sanksi terkait
dalam program ini. Pengevaluasian dan tanggap dari pemerintah menjadi kunci utama disini.
Dan terakhir, masyarakat sebagai pelaksana dapat melaksanakan dan memahami program ZBPA
sebagai upaya peningkatan mutu masyarakat kearah yang lebih baik.
BAB 3

PENUTUPAN

3. Kesimpulan Dan Saran

3.1 Kesimpulan

Permasalahan pekerja anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung es.


Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada permukaan
berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap anak juga hanya muncul sedikit. Budaya
masyarakat yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan secara struktural
menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak di Indonesia. Terbatasnya studi
dan perhatian terhadap kondisi pekerja anak di Indonesia memberikan suatu kontribusi terhadap
terbelenggunya nasib pekerja anak.

Dari waktu ke waktu, perlindungan terhadap pekerja anak di Indonesia tidak banyak
mengalami perubahan. Perlindungan secara yuridis yang merupakan faktor penting terhadap
keberadaan pekerja anak mengindikasikan kemenduaan sikap pemerintah terhadap masalah ini.
Penerapan discretion clausule dalam berbagai aturan hukum tentang ketenagakerjaan, sering
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda bahkan memberikan suatu celah hukum terhadap
eksploitasi pekerja anak. Hal inipun ternyata masih dijumpai pada Undang Undang
Ketenagakerjaan yang baru, yaitu UU Ketenagakerjaan No. 25 tahun 1997. Keadaan sosial dan
ekonomi masyarakat yang sebagian terbesar berada pada batas garis kemiskinan mendorong
terjadinya enkulturasi "bekerja membantu keluarga" yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak secara sehat.

Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) sebagai solusi dalam pemberantasan pekerja anak
dirasakan sebagai komitmen yang dapat digunakan untuk mempertahankan momentum
pemberdayaan dan advokasi terhadap pekerja anak, seperti yang telah dilakukan oleh LSM-LSM
dalam usaha untuk menghilangkan praktek pekerja anak di Indonesia. Akhirnya, Penjajagan dan
pengembangan jaringan kerja sama baik nasional, regional, maupun internasional merupakan
alternatif penting. Karena dengan kerjasama ini diharapkan dapat membantu memberikan
pemecahan terhadap permasalahan mendasar yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia,
yaitu: kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah.

3.2 Saran

Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat menjadi
catatan kita bersama guna meminimalisir kemungkinan terjadinya tindakan- tindakan serupa
pada masa yang akan datang, mengingat apa yang tertulis pada pasal 20 Undang-Undang No.
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: “Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak”. Oleh karena itu, ada beberapa saran yang dapat dijadikan acuan bagi kita
semua, antara lain:
1. Keluarga
a. Lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi karena pada dasarnya
setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang juga memiliki hak sebagaimana individu
lainnya, sehingga anak tidak dapat dijadikan tumpuan amarah atas semua permasalahan yang
dialami orangtua (Domestic Based Violence).
b. Lebih berhati-hati dan memberikan perhatian serta menjaga anak-anak dari kemungkinan
menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar kita (Community Based
Violence).
2. Masyarakat
a. Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga apabila terjadi
kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar penanganannya dapat lebihcepat guna
menghindari kemungkinan yang lebih buruk pada anak yangbersangkutan.
b. Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses penanganan
perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak pidana maupun anak sebagai pelaku
dengan mengedepankan prinsip demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for the
child).
c. Pihak sekolah dan orangtua asuh sebagai pendidik kedua setelah orangtua kandung,
diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik anak-anak yang berada dibawah
pengasuhan mereka.
3. Negara
a. Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang berkepanjangan di
berbagai daerah.
b. Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan, pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1997. Ilmu Sosial Dasar. Semarang : PT Rineka Cipta


http://digitallib.itb.ac.id diakses tanggal 6 juni 2009
http://duniapsikologi.com diakses tanggal 6 juni 2009
http://ebursa.depdiknas.go.id diakses tanggal 6 juni 2009
http://sekitarkita.com diakses tanggal 6 juni 2009
http:// www. kabar Indonesia.com diakses tanggal 6 juni 2009
Soerjabrata, Soemardi.1982. Psikologi Perkembangan Jilid I Bagian Penyajian Secara Historis.
Yogyakarta : Rake press Yogyakarta.
Sunarto,dkk. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
Tim Pembina Lelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat. 2003. Modul Acuan
Prosedur Pembelajaran Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional DIRJEN DIKTI Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan.

Anda mungkin juga menyukai