Anda di halaman 1dari 28

1

Rangkuman UAS
Hukum Perikatan & Persetujuan Khusus Perdata

SAP 9 Jual-Beli
Definisi
Menurut KUHPerdata, adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu
(penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain
(pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.

Saat Terjadinya Perjanjian Jual-Beli


Unsur-unsur pokok atau esensialia perjanjian jual-beli adalah barang dan harga. Sesuai
dengan asas “Konsensualisme” dimana perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik
tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah.
Pasal 1458 KUHPer berbunyi:
“Jual-Beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka
mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan
maupun harganya belum dibayar.”

Konsensus adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah “sama dalam kebalikannya”.
Misalnya: yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang asal diberi sejumlah
uang tertentu sebagai gantinya. KUHPer menganut asas konsensualisme sesuai dengan Pasal
1320 KUHPer yang menyebutkan satu-persatu syarat-syarat perjanjian yang sah.

Pengecualian:
Ada yang dinamakan Perjanjian Formal dan Perjanjian Riil.
1. Perjanjian Formal: Contohnya adalah “Perjanjian Perdamaian”, yang menurut Pasal
1851 (2) BW, harus diadakan secara tertulis dan kalau tidak maka ia tidak sah.
2. Perjanjian Riil: Contohnya adalah “Penitipan”, yang menurut Pasal 1694 BW, baru
terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan.
Untuk perjanjian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja.
2

Kewajiban-kewajiban si Penjual
Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama, yaitu:
1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan;
2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap
cacat-cacat yang tersembunyi.

Ad.1 Kewajiban Menyerahkan Hak Milik


Kewajiban ini meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan
hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada si pembeli.
BW mengenal tiga macam barang, yaitu: barang bergerak; barang tetap (tak bergerak); dan
barang ‘tak bertubuh’ (dalam artian piutang, penagihan, atau claim). Oleh karena itu BW juga
mengenal tiga macam penyerahan hak milik:
a. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu
(Pasal 612 BW);
b. Untuk barang tetap (tak bergerak) dengan perbuatan yang dinamakan “balik-
nama” yang dilakukan di depan Pegawai berwenang (Pasal 616 jo 620 BW);
c. Untuk barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cessie”
sebagaimana diatur dalam Pasal 613 BW.

Sebagaimana diketahui, bahwa BW menganut sistem bahwa perjanjian jual-belu itu hanya
“Obligatoir” saja, artinya bahwa perjanjian jual-beli itu baru meletakkan hak dan kewajiban
antara kedua belah pihak yaitu:
a. Meletakkan kepada si penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas
barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut
pembayaran harga yang telah disepakati;
b. Meletakkan kepada si pembeli kewajiban untuk membayar harga barang
sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang
dibelinya.
Dengan perkataan lain, perjanjian jual-beli menurut BW itu belum memindahkan hak milik.
Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya “Levering” atau penyerahan sebagai
suatu perbuatan yuridis. Oleh para sarjana Belanda, “Levering” dikonstruksikan sebagai suatu
persetujuan tahap kedua antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memindahkan hak
milik dari penjual kepada pembeli.
3

Dalam BW dikenal suatu “Sistem Kausal” yang menggantungkan sahnya levering itu pada dua
syarat:
a. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya Levering;
b. Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap
barang yang dilevering itu.

Ad.2 Kewajiban Menanggung Kenikmatan Tenteram dan Menanggung Terhadap


Cacat-cacat Tersembunyi
Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuensi daripada jaminan
yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah
sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu
pihak.

Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat-cacat tersembunyi adalah bahwa si penjual


diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang
membuat barang tersebut tak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau yang
mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat tersebut, ia tidak
akan membeli barang itu atau tidak akan membeli dengan harga yang kurang.

Perkataan “Tersembunyi” harus diartikan demikian bahwa cacat tidak mudah dapat dilihat oleh
seorang pembeli yang normal. Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang
tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu. Si pembeli dapat
memilih apakah ia akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali harganya
pembelian, atau apakah ia akan tetap memiliki barangnya sambil menuntut pengembalian
sebagian harga. Hal ini diatur dalam Pasal 1508 dan Pasal 1509 BW.

Kewajiban-kewajiban si Pembeli
Kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. “Harga” tersebut harus berupa sejumlah “Uang”,
oleh karena bila tidak maka itu akan mengubah perjanjiannya menjadi “Tukar-Menukar”, atau
kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu “Perjanjian Kerja” dan
lain sebagainya. Harga itu harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun juga diperkenankan
untuk menyerahkan kepada penentuan seorang pihak ketiga.
4

Mengenai tempat dan waktu pembayaran, jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan
tentang tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditepat dan pada
waktu dimana penyerahan barangnya dilakukan. Jika si pembeli tidak membayar harga
pembelian, maka itu merupakan suatu wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual
untuk menuntut ganti-rugi atau pembatalan pembelian menurut ketentuan Pasal 1266 dan 1267.

Soal Risiko Dalam Perjanjian Jual-Beli


“Risiko” ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian atau peristiwa
di luar kesalahan salah satu pihak. Misalnya: barang yang diperjual-belikan musnah di
perjalanan karena kapal laut yang mengangkutnya karam di tengah laut terkena badai. Pihak
yang menderita karena barang yang menjadi objek perjanjian ditimpa oleh kejadian yang tak
disengaja tersebut dan diwajibkan memikul kerugian itu tanpa adanya keharusan bagi pihak
lawannya untuk mengganti kerugian itu, dinamakan pihak yang memikul risiko atas barang
tersebut.

Persoalan tentang risiko itu berpokok-pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar
kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dengan suatu istilah
hukum dinamakan “keadaan memaksa” atau “overmacht”. Dengan demikian maka persoalan
tentang risiko itu merupakan suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai
risiko dalam jual-beli ini dalam BW ada tiga peraturan, yaitu:
a. Mengenai barang tertentu (Pasal 1460);
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran (Pasal 1461);
dan
c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462).

Yang menjadi poin penting adalah bahwa selama belum dilever, mengenai barang dari macam
apa saja, risikonya masih harus dipikul oleh si penjual, yang masih merupakan pemilik sampai
pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.

Jual-Beli Dengan Hak Membeli Kembali


Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan dari suatu janji dimana
si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan
mengembalikan kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan harga pembelian
5

yang telah diterimanya, disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) sehingga
menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya. Hal ini diatur dalam Pasal 1519 dan
1532 yang mengatur perjanjian “Jual-Beli Dengan Janji Membeli Kembali”.

Dengan demikian maka si pembeli yang membeli suatu barang dengan janji membeli kembali
itu memperoleh hak milik atas barang yang dibelinya itu dengan memikul kewajiban untuk
sewaktu-waktu menyerahkan kembali barangnya kepada si penjual. Baru setelah lewatnya
jangka-waktu yang diperjanjikan itu, ia akan menjadi pemilik tetap. Dalam suatu perjanjian
jual-beli dengan hak membeli kembali itu si pembeli selama jangka waktu yang diperjanjikan
itu tidak akan menjual lagi barangnya kepada orang lain, karena ia setiap waktu dapat diminta
menyerahkan kembali barang kepada si penjual. Namun kalau ia menjual barangnya kepada
orang lain, dan barang ini adalah:
a. Barang Bergerak, maka pembeli kedua ini tidak dapat dituntut untuk
menyerahkan barangnya kepada penjual pertama. Si penjual hanya dapat
menuntut ganti-rugi dari si pembeli pertama yang telah membawa dirinya dalam
keadaan tidak mampu memenuhi janjinya;
b. Barang Tidak Bergerak, dalam hal ini si penjual yang telah meminta
diperjanjikannya kekuasaan untuk membeli kembali barang yang dijual, boleh
menggunakan haknya itu terhadap seorang pembeli kedua, meskipun dalam
perjanjian jual-beli yang kedua itu tidak disebutkan tentang adanya janji
tersebut (Pasal 1523).

Jual-Beli Piutang dan Lain-lain yang Tak Bertubuh


Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penanggungan,
hak-hak istimewa, dan hipotek. Hal ini diterangkan pada Pasal 1533 dengan perkataan segala
“sangkut-paut” atau “embel-embel” dari piutang itu ikut serta. Barangsiapa yang menjual suatu
piutang atau suatu hak tak bertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak itu benar ada pada
waktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan (Pasal 1534).

Pasal 1535 BW mengatur bahwa si penjual piutang tidak bertanggung jawab tentang cukup-
mampunya si berutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan dalam hal yang
demikian hanya untuk jumlah harga pembelian yang telah diterimanya untuk piutangnya.
Sebenarnya, jika piutang itu kita anggap sebagai suatu barang, maka tidak mampunya si
6

berutang (hal mana tidak diketahui oleh si pembeli piutang) adalah menyerupai “cacat
tersembunyi” dari piutang yang dijual itu.

Hak Reklame
Perkataan “Reklame” berarti “Menuntut Kembali” dari akar kata “Reclaim”. Jika jual-beli
diadakan tanpa sesuatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil dan pembeli tidak
membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si pembeli, si penjual
dapat menuntut kembali barangnya, asal penuntutan kembali itu dilakukan dalam jangka waktu
30 hari. Hak seorang penjual barang ini terkenal dengan nama “hak reklame” dan diatur dalam
Pasal 1145 BW. Hak reklame ini mengenai barang bergerak.

Jual-Beli “Barang Orang Lain” (Pasal 1471)


Menurut sistem BW tersebut jelas diperkenankan untuk mengadakan perjanjian jual-beli
mengenai suatu barang yang pada detik diadakannya perjanjian itu belum merupakan miliknya
si penjual. Yang penting adalah bahwa pada saat ia harus menyerahkan (melever) barang
tersebut, barang itu sudah menjadi miliknya. Misalnya mobil yang dipesan secara “Indent”,
sudah dapat diperjualbelikan.

SAP 9 Tukar-Menukar
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya
untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang
lain. Demikianlah definisi yang diberikan oleh Pasal 1541 BW. Dalam dunia perdagangan
perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Perjanjian tukar-menukar ini adalah juga
suatu perjanjian konsensual, dalam arti bahwa ia sudah jadi dan mengikat pada detik
tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi obyek dari perjanjiannya.
Demikian pula dapat dilihat bahwa ia adalah suatu perjanjian “obligatoir”, dalam arti bahwa ia
belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf memberikan hak dan kewajiban.

Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Untuk dapat
melakukan perjanjian tukar-menukar, masing-masing pihak harus pemilik dari barang yang dia
janjikan untuk serahkan dalam tukar-menukar itu. Adapun syarat bahwa masing-masing harus
pemilik itu, baru berlaku pada saat pihak yang bersangkutan menyerahkan hak milik atas
barangnya. Persoalan risiko diatur dalam Pasal 1545 BW yang berbunyi:
7

“Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari
pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah
berikan dalam tukar menukar.”

SAP 10 Sewa Menyewa


Definisi
Sesuai dengan Pasal 1548 BW, sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari
sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga tertentu yang
disepakati. Perjanjian sewa-menyewa juga adalah perjanjian konsensual yang artinya ia sudah
sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu
barang dan harga. Kewajiban pihak pemberi sewa adalah menyerahkan barangnya untuk
dinikmati oleh pihak penyewa, sedangkan kewajiban penyewa adalah membayar harga sewa.

Jadi, barang diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati
kegunaannya. Dengan demikian, maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan
belaka atas barang yang disewa itu. Kalau dalam jual-beli, harga harus berupa uang. Kalau di
dalam sewa-menyewa, harga sewa bisa saja berupa barang atau jasa.

Kewajiban-kewajiban Pihak yang Menyewakan


Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban:
1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa;
2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan;
3. Memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan
selama berlangsungnya persewaan.

Kewajiban-kewajiban si Penyewa
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama, yaitu:
1. Memakai barang yang disewa sebagai seorang “Bapak rumah yang baik”, sesuai
dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya;
2. Membayar harga-sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian.
8

Kewajiban untuk memakai barang sewaan sebagai seorang “Bapak rumah yang baik” berarti
kewajiban untuk memakainya seakan-akan itu barang kepunyaannya sendiri.

Risiko Dalam Sewa-Menyewa


Menurut Pasal 1553, dalam sewa-menyewa itu risiko mengenai barang yang dipersewakan
dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan.

Gangguan Dari Pihak Ketiga


Apabila selama waktu-sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang disewakan diganggu
oleh seorang pihak ketiga berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga
itu, maka dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakan supaya uang-sewa
dikurangi secara sepadan dengan sifat gangguan itu. Apabila orang pihak ketiga itu sampai
menggugat si penyewa ke Pengadilan, maka si penyewa dapat menuntut agar pihak yang
menyewakan ditarik sebagai pihak dalam perkara untuk melindungi si penyewa.
Mengulang-sewakan
Jika di penyewa telah dilarang untuk mengulang-sewakan barang yang disewanya, maupun
melepaskan sewanya kepada orang lain. Ada perbedaan antara “Mengulang-sewakan” dan
“Melepaskan sewanya” kepada orang lain, mempunyai maksud sebagai berikut:
1. Mengulang-sewakan: si penyewa barang bertindak sendiri sebagai pihak dalam suatu
perjanjian sewa-menyewa kedua yang diadakan olehnya dengan seorang pihak ketiga.
2. Melepaskan Sewanya: si penyewa mengundurkan diri sebagai penyewa dan menyuruh
seorang pihak ketiga untuk menggantikan dirinya sebagai penyewa, sehingga pihak
ketiga tersebut berhadapan sendiri dengan pihak yang menyewakan.

Jika si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang itu, maka pihak yang menyewakan dapat
meminta pembatalan perjanjian sewanya dengan disertai pembayaran kerugian, sedangkan
pihak yang menyewakan, setelah dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan menaati
perjanjian ulang-sewa dengan orang ketiga tersebut.

Sewa Tertulis dan Sewa Lisan


Meskipun sewa-menyewa adalah suatu perjanjian konsensual, namun oleh UU diadakan
perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan, yaitu:
9

1. Sewa Tertulis (Pasal 1570): maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila
waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan
pemberhentian.
2. Sewa Lisan (Pasal 1571): maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,
melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia
hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan harus dilakukan dengan mengindahkan
jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada
pemberitahuan, maka dianggap perjanjian diperpanjang untuk waktu yang sama.

Jual-Beli Tidak Memutuskan Sewa Menyewa


Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah
diputuskan, kecuali apabila telah diperjanjikan sebelumnya (Pasal 1576). Dengan ketentuan ini
UU bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang sedang
disewa itu dipindahtangankan ke lain tangan. Hal ini tidak terbatas pada jual-beli saja, termasuk
juga segala hal yang merupakan perpindahan milik seperti tukar menukar, penghibahan,
pewarisan, dll.

Pandbeslag
Seorang pemilik rumah yang menyewakan rumahnya, oleh UU diberikan hak utama atau
privelege atas barang-barang perabot rumah yang dipakai untuk menghiasi rumah tersebut,
guna menjamin pembayaran tunggakan uang-sewa. Penyitaan yang dilakukan oleh pemilik
rumah atas barang-barang perabot rumah itu dinamakan “Pandbeslag”.

SAP 10 Sewa-Beli
Perjanjian “Sewa-Beli” adalah suatu ciptaan praktek atau kebiasaan yang sudah diakui sah oleh
yurisprudensi. Sewa-beli sebenarnya adalah suatu macam jual-beli, setidak-tidaknya ia lebih
mendekati jual-beli dari pada sewa-menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari
keduanya. Perjanjian ini dikonstruksikan sebagai suatu perjanjian “Sewa menyewa dengan hak
opsi dari si penyewa untuk membeli barang yang disewanya”.

Sewa-beli mula-mula ditimbulkan dalam praktek untuk menampung persoalan bagaimanakah


caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi banyak permintaan untuk
membeli barangnya tetapi calon-calon pembelinya itu tidak mampu membayar harga barang
10

secara sekaligus. Penjual bersedia untuk menerima bahwa harga barang itu dicicil atau
diangsur, tetapi ia memerlukan jaminan bahwa barangnya (sebelum harganya dibayar lunas)
tidak akan dijual lagi oleh si pembeli. Contoh: kalau harga tunai umpamanya adalah Rp
100.000, namun dalam sewa-beli harga itu menjadi Rp 120.000 yang akan diangsur tiap-tiap
bulan sampai dua belas kali lunas.

SAP 11 Leasing
Apa yang dinamakan Leasing adalah perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang,
dimana “Lessor” (pihak yang menyewakan, perusahaan leasing) menyewakan suatu barang,
termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada “Lessee” (penyewa) untuk suatu jangka
waktu tertentu. Ada kalanya bahwa “Lessee” diberikan hak opsi untuk pada waktu berakhirnya
perjanjian Leasing membeli barang tersebut dengan harga murah atau atas kondisi yang ringan.

SAP 12 Penghibahan
Definisi
Menurut Pasal 1666 BW, penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di
waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghibahan
ini digolongkan pada apa yang dinamakan: perjanjian “dengan cuma-cuma” itu ditujukan pada
hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang lainnya tidak usah memberikan
kontra-prestasi sebagai imbalan.

Perkataan “di waktu hidupnya” si penghibah, adalah untuk membedakan penghibahan ini dari
pemberian ini dari pemberian yang dilakukan dalam suatu testamen atau surat wasiat, yang
baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi meninggal dan setiap waktu
selama si pemberi itu masih hidup dapat diubah atau ditarik. Penghibahan dalam BW bersifat
obligatoir saja, dalam arti belum memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berpindah
dengan dilakukannya penyerahan atau levering. Penghibahan hanyalah dapat mengenai
barang-barang yang sudah ada. Suatu hibah adalah batal jika dibuat dengan syarat bahwa si
penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain (Pasal 1670).
11

Kecakapan Untuk Memberi dan Menerima Hibah


Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa, tetapi ia harus diwakili oleh
orang tua atau wali. Undang-Undang hanya memberikan pembatasan dalam Pasal 1679, yaitu
menetapkan bahwa orang yang menerima hibah itu harus sudah ada atau sudah dilahirkan pada
saat dilakukannya penghibahan, dengan pula mengindahkan ketentuan Pasal 2 BW (anak
dalam rahim).

Terdapat larangan memberikan penghibahan kepada beberapa orang tertentu yang mempunyai
hubungan yang begitu khusus sehingga dianggap tidak pantas kalau orang-orang tersebut
menerima suatu pemberian darinya. Misalnya, dilarang memberi hibah-wasiat kepada walinya
si pemberi, dokter yang merawat si pemberi sewaktu ia sakit, kepada notaris yang membuat
testamen, dll.

Caranya Menghibahkan Sesuatu


Dari Pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibahan benda tak
bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akte notaris, tetapi untuk penghibahan
barang bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk tidak diperlukan sesuatu
formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si
penerima hibah.

Penarikan Kembali dan Penghapusan Hibah


Meskipun suatu penghibahan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan
pihak lawan, namun UU memberikan kemungkinan bagi si penghibah untuk dalam hal tertentu
menarik kembali atau menghapus hibah yang telah diberikan kepada seorang. Kemungkinan
itu diberikan oleh Pasal 1688, yaitu:
1. Karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.
Dengan “syarat” di sini dimaksudkan sebagai “beban”;
2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah, atau suatu kejahatan terhadap si
penghibah; dan
3. Jika ia menolak, memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini
jatuh dalam kemiskinan.
12

SAP 12 Penitipan Barang


Penitipan Pada Umumnya dan Berbagai Macamnya
Penitipan adalah terjadi, apabila seorang menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan
syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya (Pasal
1694). Penitipan adalah suatu Perjanjian Riil yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan
dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan.

Penitipan Barang yang Sejati


Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan cuma-cuma, jika tidak diperjanjikannya
sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (Pasal 1696).
Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa (Pasal 1698). Yang dijelaskan
sebagai berikut:
1. Penitipan Sukarela: penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat
bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan
(Pasal 1699). Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang-
orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Bahwa jika seorang
yang cakap menitipkan barang kepada seorang yang tidak cakap, maka ia memikul
risiko kalau barang itu hilang.
2. Penitipan Terpaksa: Menurut Pasal 1703 penitipan yang terpaksa dilakukan oleh
seorang karena timbulnya suatu malapetaka, misalnya: kebakaran, runtuhnya gedung,
perampokan, banjir, dan kejadian yang tak disangka. Pasal 1706 mewajibkan si
penerima titipan, mengenai perawatan barang yang dipercayakan kepadanya,
memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang miliknya sendiri.

Sekestrasi
Yang dinamakan sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan,
ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus,
mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya.
Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah
Hakim atau Pengadilan (Pasal 1730). Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi
tidak dapat dibebaskan dari tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan, kecuali apabila
semua pihak yang bersengketa menyetujuinya. Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi apabila
13

Hakim memerintahkan supaya barang tentang mana ada sengketa dititipkan kepada seorang
(Pasal 1736).

PINJAM PAKAI
• Definisi: Pasal 1740 KUHPerdata
“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
waktu tertentu, akan mengembalikannya.”
• Dalam bahasa sehari-hari: pinjam
Ada 2 macam pinjam:
- Pinjam pakai (bruikleen):
o Barang yang dipinjam tidak habis karena pemakaian (Pasal 1742
KUHPerdata) à contoh: mobil, meja
o Pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang
dipinjamkan (Pasal 1741 KUHPerdata)
- Pinjam meminjam (verbruiklening):
o Barang yang dipinjam habis karena pemakaian
o Pihak yang meminjam (peminjam) menjadi pemilik barang yang
dipinjam
• Pinjam pakai à perjanjian sepihak / unilateral à prestasi pada satu pihak saja
à dinyatakan dengan rumusan “untuk dipakai dengan cuma-cuma”.
Kalau pemakaian tidak dengan cuma-cuma, tapi dengan pembayaran à bukan
lagi pinjam-pakai, melainkan sewa-menyewa
• Pasal 1743 KUHPerdata:
o Hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian pinjam pakai berpindah
kepada para ahli waris dari kedua belah pihak
o Namun, apabila suatu hak dan suatu kewajiban ada hubungannya yang
sangat erat dengan pribadi pewaris, hak / kewajiban itu tidak beralih
kepada ahli warisnya à peminjaman dilakukan karena mengingat
orangnya dan diberikan khusus kepada si meninggal secara pribadi,
14

maka perjanjian pinjam-pakai berakhir dan para ahli waris berkewajiban


mengembalikan barangnya.
Contoh: si meninggal waktu hidupnya dipinjamkan mobil untuk dipakai
oleh yayasan à ahli waris harus mengembalikan mobil itu tanpa
diperlukan suatu pemberitahuan pengakhiran pinjam-pakai à perjanjian
itu sudah berakhir dengan sendirinya dengan meninggalnya si peminjam
• Kewajiban Peminjam:
o “Bapak Rumah yang Baik” à peminjam wajib memelihara barang
pinjaman dengan baik à tidak boleh memakainya untuk keperluan lain,
selain dari yang sesuai sifat barang atau ditetapkan dalam perjanjian à
ancaman: penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu.
o Pasal 1744 KUHPerdata: Jika ia memakai barang pinjaman untuk
keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan à bertanggung
jawab atas musnahnya barang tersebut à peminjam memikul resiko
atas barang pinjaman yang tadinya dipikul oleh pemilik barang
à “Peralihan Resiko”
Jika barang dipakai dalam batas yang ditetapkan dalam perjanjian atau
UU, maka resiko atas barang dipikul oleh pemiliknya (yang
meminjamkan).
o Pasal 1745 KUHPerdata: Jika peminjam dapat memakai barang
pinjaman dan barangnya sendiri à harus memakai barang sendiri
terlebih dahulu.
Jika ada bahaya yang mengancam barangnya maupun barang
pinjaman à barang pinjaman harus diselamatkan dulu.
o Pasal 1746 KUHPerdata: apabila ada penaksiran harga barang pinjaman
sebelum barang pinjaman diserahkan kepada peminjam à dianggap
sebagai petunjuk bahwa si peminjam akan memikul resiko atas barang
pinjaman.
o Pasal 1747 KUHPerdata: Kemunduran / kemerosotan harga barang
pinjaman karena pemakaian oleh pihak yang meminjamkan à dipikul
oleh pihak yang meminjamkan.
15

o Pasal 1748 KUHPerdata: Biaya yang dikeluarkan peminjam untuk


memakai barang pinjaman à peminjam tidak berhak menuntutnya
kembali
Contoh: A meminjam mobil B à A mengeluarkan uang untuk membeli
bensin atau menambalkan ban à tidak berhak menuntut penggantian
uang.
Jika A membelikan ban baru à dapat meminta penggantian karena
dalam Pasal 1748 KUHPerdata digunakan kata “sementara biaya” yaitu
biaya yang tidak terlalu banyak.
o Pasal 1749 KUHPerdata: Jika beberapa orang meminjam 1 barang dalam
peminjaman à masing-masing untuk seluruhnya bertanggung
jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman
Masing-masing untuk seluruhnya: orang yang meminjamkan tidak usah
menuntut setiap peminjam untuk bagian mereka masing-masing, bisa
menuntut kepada 1 orang peminjam bagi seluruh bagian à “tanggung
menanggung” à kalau satu sudah membayar seluruh jumlah itu, maka
yang lainnya dibebaskan.
• Kewajiban orang yang meminjamkan
o Pasal 1750 KUHPerdata: tidak boleh meminta kembali barang yang
dipinjamkan sebelum:
§ ketentuan waktu lewat
§ barang itu dipakai
o Pasal 1751 KUHPerdata: jika orang yang meminjamkan membutuhkan
barang tersebut karena keadaan yang mendesak sebelum ketentuan
waktu lewat / sebelum barang itu dipakai à Hakim bisa memaksa
peminjam mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkan
o Pasal 1752 KUHPerdata: Biaya luar biasa yang dikeluarkan oleh
peminjam selama waktu peminjaman, tapi tidak sempat
memberitahukan kepada orang yang meminjamkan à orang yang
meminjamkan barang wajib menggantinya
16

o Pasal 1753 KUHPerdata: jika orang yang meminjamkan mengetahui ada


cacat pada barang dan tidak memberitahu peminjam à
bertanggungjawab atas akibat-akibatnya.

PINJAM MEMINJAM
• Definisi: Pasal 1754 KUHPerdata
“Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah
yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula”
• Verbruik-lening à “verbruiken” (menghabis) à barang pinjaman = barang
yang habis karena pemakaian
• Pasal 1755 KUHPerdata:
o pihak yang meminjam = pemilik barang pinjaman à memikul
segala risiko atas barang (dalam hal uang : kemerosotan nilai uang)
o jika barang pinjaman musnah à kemusnahan itu tanggungannya
• Pasal 1756 KUHPerdata: peminjaman uang à utang = jumlah uang yang
disebutkan dalam perjanjian.
Jika sebelum pelunasan terjadi kenaikan / kemunduran harga / perubahan
mengenai berlakunya mata uang à pengembalian jumlah yang dipinjam harus
dilakukan berdasarkan:
- Mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan
- Harga / nilai yang berlaku pada waktu pelunasan
• Yurisprudensi MA: untuk menetapkan jumlah uang à menggunakan harga
emas sebelum perang dibandingkan dengan harga emas sekarang à Risiko
kemerosotan nilai mata uang dipikul masing-masing pihak separuhnya.
• Kewajiban Orang yang Meminjamkan:
o Pasal 1759 KUHPerdata: tidak boleh meminta kembali apa yang
dipinjamkannya sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian lewat.
o Pasal 1760 KUHPerdata: Jika tidak ditetapkan batas waktu à
apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjaman à
Hakim berhak memberi kelonggaran kepada peminjam.
17

Kelonggaran dicantumkan dalam putusan à harus dibayar pada tanggal


yang ditentukan à juga penghukuman membayar bunga moratoir.
Jika sebelum menggugat orang yang meminjamkan sudah memberikan
waktu cukup kepada peminjam à Hakim tidak boleh memberi
pengunduran waktu lagi.
Jika perjanjian dibuat dengan akte otentik à jika diminta penggugat,
Hakim harus menyatakan putusannya dapat dinyatakan dulu meskipun
ada banding atau kasasi.
o Pasal 1761 KUHPerdata: Jika dalam perjanjian dinyatakan bahwa
peminjam akan mengembalikan saat dia mampu à Hakim menetapkan
wakunya pengembalian
o Pasal 1753 KUHPerdata: contoh barang yang menghabis karena
pemakaian : beras, gandum, gula, bensin
• Kewajiban Peminjam:
o Pasal 1763 KUHPerdata: mengembalikan dalam jumlah dan keadaan
yang sama, pada waktu yang ditentukan. Kalau tidak ditetapkan
waktu, maka Hakim memberi kelonggaran.
o Pasal 1764 KUHPerdata:
§ Kalau peminjam tidak mampu mengembalikan barang dalam
jumlah dan keadaan yang sama à wajib membayar harga
§ Membayar harga berdasarkan waktu dan tempat dimana
barangnya à jika waktu dan tempat tidak ditetapkan à harga
barang yang diambil = pada waktu dan tempat di mana pinjaman
terjadi.
• Meminjamkan dengan Bunga
o Pasal 1765 KUHPerdata: Diperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang / barang yang dapat habis
o Kalau peminjam sudah membayar bunga yang tidak diperjanjikan à
tidak boleh menuntut kembali / mengurangi dari jumlah pokok.
o Bila bunga yang dibayarkan melebihi jumlah yang ditentukan UU à uang
yang dibayar boleh dituntut kembali / dikurangkan dari jumlah pokok
18

o Pasal 1766 KUHPerdata: Setelah bunga diperjanjikan à harus dibayar


sampai saat pengembalian / penitipan uang pokok.
Bunga yang terlanjur dibayar walaupun tidak ada perjanjian tentang
bunga à dapat diminta kembali sekedar melebih bunga menurut UU
(6%, menurut Staatsblaad)
Penitipan à kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri / pihak ketiga
o 2 macam bunga:
§ Menurut UU à 6% setahun à dinamakan juga bunga moratoir
à dibayar karena debitur lalai membayar utangnya
§ Menurut Perjanjian:
ü Pasal 1767 KUHPerdata: harus ditetapkan secara tertulis
ü Pasal 1768 KUHPerdata: jika orang yang meminjamkan
telah memperjanjikan bunga dengan tidak menetapkan
besarnya à membayar bunga menurut UU
ü Pasal 1769 KUHPerdata: apabila kreditur sudah memberi
tanda pembayaran yang sah tentang telah dibayarnya
uang pokok à bunga terutang juga sudah dibayar
Jika tidak, menjadi beban bagi kreditur.

PEMBERIAN KUASA
• Definisi: Pasal 1792 KUHPerdata:
“Seseorang (pemberi kuasa) memberikan kekuasaan/wewenang kepada
orang lain (penerima kuasa), untuk menyelenggarakan suatu urusan
atas namanya.”
o Menyelenggarakan urusan à melakukan perbuatan hukum
o Penerima kuasa à juru kuasa à melakukan perbuatan hukum “atas
nama” pemberi kuasa à mewakili pemberi kuasa:
§ Apa yang dilakukan = atas tanggungan pemberi kuasa
§ Hak dan kewajiban yang timbul = hak dan kewajiban pemberi
kuasa
§ Apabila melakukan perjanjian à pemberi kuasa yang menjadi
pihak dalam perjanjian itu
19

Sumber perwakilan:
- UU
- Perjanjian

Perwakilan = Volmacht = Power of Attorney:


- Tidak semua perbuatan hukum dapat dikuasakan kepada orang lain
untuk melakukannya à contoh:
§ membuat wasiat
§ memberikan suara dalam rapat anggota / perkumpulan
- Kuasa untuk perkawinan à dimungkinkan jika ada alasan penting
à akte otentik khusus
o Pasal 1793 KUHPerdata: pemberian dan penerimaan kuasa:
§ Dalam akte umum
§ Tulisan di bawah tangan
§ Sepucuk surat
§ Lisan
§ Diam-diam à disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si
kuasa
Pemberian kuasa = perjanjian konsensual à sah pada detik
tercapainya sepakat antara pemberi dan penerima kuasa
o Pasal 1794 KUHPerdata: Pemberian kuasa cuma-cuma, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya. Jika dalam perjanjian upahnya tidak
ditentukan dengan tegas à penerima kuasa tidak boleh meminta upah
yang lebih dari yang ditentukan di Pasal 411 KUHPerdata à sudah
usang à disingkirkan oleh kebiasaan, di mana kuasa sekarang
memerlukan upah, kecuali disepakati sebaliknya
Pasal 411 KUHPerdata: besar upah:
§ 3% dari semua pendapatan
§ 2% dari semua pengeluaran
§ 1,5% dari jumlah uang modal yang mereka terima
o Pemberian kuasa:
§ Umum à untuk semua kepentingan pemberi kuasa à perbuatan
pengurusan à contoh: mengurus toko, bukan menjual tokonya.
20

§ Khusus à hanya untuk kepentingan tertentu à butuh


pemberian kuasa khusus à menyebutkan perbuatan yang harus
dilakukan
Pasal 1795 dan 1796 KUHPerdata:
Pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas untuk:
ü Untuk memindahtangankan suatu benda
ü Meletakkan hipotik atas benda
ü Membuat suatu perdamaian
ü Perbuatan lainnya yang hanya bisa dilakukan pemilik
• Mengajukan perkara gugatan di muka pengadilan:
o Perlu kuasa khusus tertulis à menyebut:
§ Pihak yang tergugat
§ Perkaranya tentang apa
o Boleh secara lisan:
§ Penggugat membawa orang yang akan diberi kuasa ke depan
sidang pengadilan
§ Di depan sidang itu menyatakan kehendaknya untuk memberi
kuasa kepada orang tersebut untuk mengurus perkara yang akan
diperiksa
• Pasal 1797 KUHPerdata: juru kuasa tidak boleh melakukan sesuatu yang
melampaui kuasanya à contoh: kekuasaan untuk menyelesaikan urusan
dengan perdamaian à tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkannya
kepada putusan wasit.
Apa yang dilakukan juru kuasa dengan melampaui batas wewenang
à tanggungannya sendiri à pemberi kuasa bisa:
o Menuntut kerugian
o Menuntut pembatalan perjanjian
o Menyetujui
• Pasal 1798 KUHPerdata: perjanjian pemberian kuasa dapat dimintakan
pembatalan oleh orang tua atau wali dari orang yang belum dewasa itu.
Akibat pembatalan: tiap perjanjian yang telah dibuat oleh orang belum dewasa
menjadi batal juga.
21

• Pasal 1799 KUHPerdata: pemberi kuasa bisa menuntut pihak lawannya dalam
perjanjian yang dibuat oleh penerima kuasa.
Contoh: A pemberi kuasa. B penerima kuasa. B membuat perjanjian dengan C.
A berhak menuntut C.
• Kewajiban Penerima Kuasa:
o Pasal 1800 KUHPerdata:
§ Wajib melaksanakan kuasanya selama ia belum dibebaskan
§ Menanggung biaya, kerugian, bunga yang timbul karena
kuasanya tidak dijalankan
§ Menyelesaikan urusan yang mulai dikerjakan saat si pemberi
kuasa meninggal à bila tidak dengan segera menyelesaikan akan
timbul kerugian
o Pasal 1801 KUHPerdata:
§ Juru kuasa bertanggungjawab atas:
ü Perbuatan yang disengaja
ü Kelalaian yang dilakukan à bagi juru kuasa yang tidak
diberi upah maka ada kelonggaran
o Pasal 1802 KUHPerdata:
§ Memberi laporan tentang apa yang sudah dilakukan
§ Memberi perhitungan tentang apa yang telah diterima
berdasarkan kuasa
o Pasal 1803 KUHPerdata:
§ Juru kuasa bertanggung jawab untuk orang yang ditunjuk
olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasa
(substitusi):
ü Dengan menyebutkan nama pengganti à bebas dari
suatu tanggung jawab mengenai pelaksanaan kuasa
selanjutnya
ü Tanpa menyebutkan nama pengganti à juru kuasa
hanya bertanggung jawab kalau si pemberi kuasa
membuktikan penggantinya itu adalah tak cakap / tak
mampu
22

ü Tidak ada penyebutan sama sekali mengenai hak


substitusi à bertanggung jawab sepenuhnya untuk
penggantinya
o Pasal 1804 KUHPerdata: jika dalam akte yang sama ada beberapa
orang penerima kuasa à tidak ada perjanjian tanggung
menanggung à kecuali diperjanjikan
o Pasal 1805 KUHPerdata: penerima kuasa harus membayar bunga atas
uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya sendiri
o Pasal 1806 KUHPerdata: seorang penerima kuasa yang memberi tahu
tentang kuasanya kepada pihak yang mengadakan perjanjian
dengannya tidak bertanggungjawab tentang apa yang terjadi di luar
batas kuasa itu.
Selama juru kuasa bertindak dalam batas wewenangnya à tanggung
jawab dipikul pemberi kuasa.
Juru kuasa bertindak di luar batas wewenangnya à bertanggung jawab
kepada:
§ Pemberi kuasa
§ Kepada pihak yang mengadakan perjanjian
• Kewajiban Pemberi Kuasa:
o Pasal 1807 KUHperdata: pemberi kuasa menjadi pihak dalam
perjanjian, memikul hak dan kewajiban yang timbul
o Pasal 1808 KUHPerdata: pemberi kuasa wajib mengembalikan semua
biaya yang dikeluarkan juru kuasa untuk melaksanakan kuasanya
o Pasal 1809 KUHPerdata: Pemberi kuasa wajib mengganti kerugian
yang timbul kepada juru kuasa à tapi bukan atas kelalaian
o Pasal 1810 KUHPerdata: Pemberi kuasa wajib membayar bunga kepada
penerima kuasa à “bunga moratoir”
o Pasal 1811 KUHPerdata: 1 orang penerima kuasa berhadapan dengan
beberapa pemberi kuasa à Antara pemberi kuasa ada tanggung
jawab secara tanggung menanggung à contoh: supaya juru kuasa
mudah menuntut upahnya / haknya yang lain
23

• Pasal 1812 KUHPerdata : hak retensi à penerima kuasa berhak menahan


kepunyaan pemberi kuasa hingga haknya dibayar lunas
• Berakhirnya Pemberian Kuasa: Pasal 1813 KUHPerdata:
o Ditariknya kembali kuasa dari si penerima kuasa
o Pemberitahuan penghentian kuasa
o Meninggalnya, pengampuannya, pailitnya pemberi atau penerima kuasa
• Penarikan kembali kuasa:
o Pasal 1814 KUHPerdata à pemberi kuasa dapat menarik kembali
kuasanya jika dikehendakinya. “at any time”, asal ada pemberitahuan
penghentian.
o Kalau si penerima kuasa tidak mau à bisa dipaksa lewat Pengadilan
o Pasal 1815 KUHPerdata : tidak dapat diajukan kepada orang-orang pihak
ketiga yang tidak tahu adanya penarikan kembali kuasa.
o Pasal 1816 KUHPerdata: pengangkatan juru kuasa baru untuk urusan
sama à kuasa yang sebelumnya ditarik otomatis
o Penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya à dengan
memberitahukan penghentian kepada si pemberi kuasa.
• Pasal 1818 KUHPerdata: kalau penerima kuasa tidak tahu bahwa pemberi kuasa
sudah meninggal / karena sebab lain yang mengakhiri kuasanya à apa yang
diperbuatnya sah à segala perjanjian yang dibuat oleh penerima kuasa harus
dipenuhi terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik.
Contoh: A pemberi kuasa, B penerima kuasa, C pihak ketiga. A meninggal, B
tidak tahu, C tidak tahu à perjanjian tetap sah.
• Pasal 1819 KUHPerdata: jika penerima kuasa meninggal à ahli warisnya harus:
o Memberitahukan hal itu kepada pemberi kuasa
o Mengambil tindakan yang perlu menurut keadaan bagi kepentingan
pemberi kuasa
• Pemberian kuasa : sumber perwakilan

PENANGGUNGAN HUTANG
• Definisi: Pasal 1820 KUHPerdata
24

“Perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si


berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang, manakala
orang ini sendiri tidak memenuhinya.” à ikatan perorangan
• Pasal 1821 KUHPerdata: penanggungan adalah perjanjian accessoir à
bergantung pada perjanjian pokok
• Pasal 1822 KUHPerdata:
o Penanggung tidak dapat mengikatkan diri dengan syarat yang lebih
berat daripada perikatan debitur
o Penanggungan = hanya sebagian dari utang / dengan syarat yang
kurang
• Pasal 1823 KUHPerdata:
o Seseorang bisa mengajukan diri sebagai penanggung à tidak usah
diminta, bisa di luar sepengetahuan orang itu
o Bisa juga menjadi sub-penanggung
• Pasal 1824 KUHPerdata:
o Penanggungan utang harus dengan pernyataan yang tegasà tidak
harus tertulis; boleh lisan
o Tidak boleh memperluas penanggungan hingga melebihi ketentuan
yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya
• Pasal 1825 KUHPerdata: Kewajiban maksimal penanggung utang: pembayaran
utang pokok + biaya perkara + biaya peringatan si penanggung dan lain-lain
• Pasal 1826 KUHPerdata: perikatan para penanggung berpindah kepada para
ahli waris
• Pasal 1827 KUHPerdata: debitur harus mengajukan orang yang akan menjadi
penanggung yang punya kecakapan hukum dan mampu memenuhi
perikatannya, berdiam di wilayah Indonesia
• Pasal 1829 KUHPerdata: kalau penanggung tidak mampu, maka harus ditunjuk
penanggung baru
• Pasal 1830 KUHPerdata: kalau seseorang tidak berhasil mendapatkan
penanggung à gantinya: memberi jaminan gadai atau hipotik
• Akibat Penanggungan antara Kreditur dan Penanggung
25

o Pasal 1831 KUHPerdata: apabila penanggung dituntut untuk membayar


utang debitor à penanggung berhak menuntut supaya ada lelang sita
lebih dahulu terhadap kekayaan debitur
o Pasal 1832 KUHPerdata:
Penanggung tidak dapat menuntut supaya harta-benda debitur disita &
dilelang dalam hal:
§ Telah melepas hak istimewa untuk menuntut dilakukannya
lelang-sita atas harta benda debitur
§ Telah mengikatkan dirinya bersama dengan debitur utama
secara tanggung menanggung à menjadi penanggung
solider à kreditur dapat menuntut debitur maupun
penanggung masing-masing untuk seluruh utang.
§ Jika debitur mengajukan suatu tangkisan mengenai dirinya
sendiri secara pribadi à contoh: debitur adalah direktur PT,
namun PT itu sudah tidak ada
§ Jika debitur pailit
§ Jika diperintahkan oleh Hakimà contoh: wali sebagai
pengurus harta benda anak yang belum dewasa
o Pasal 1833 KUHPer: Kreditur tidak wajib menyita dan menjual lebih dulu
harta benda debitur apabila tidak diminta penanggung
o Pasal 1834 KUHPer: harta benda debitur yang dituntut penanggung
untuk disita/dilelang wajib ditunjukkan kepada kreditur + membayar
biaya yang diperlukan untuk menyita dan melelang barang tersebut.
Tidak diperbolehkan:
§ Barang-barang yang menjadi buah sengketa di muka Hakim
§ Barang-barang yang dijadikan jaminan hipotik
§ Benda-benda di luar wilayah Indonesia
o Pasal 1835 KUHPer: setelah pasal 1834 KUHPer dilakukan à
penanggung dibebaskan dari tanggungan ketidakmampuan debitur
sesudah itu (misal: kreditur tidak menyita barang debitur, sehingga
barang debitur sudah ada yang dijual à kesalahan kreditur)
26

o Pasal 1836 KUHPer: 1 debitur, beberapa penanggung, utang yang sama


à tanggung menanggung
o Pasal 1837 KUHPer: pemecahan utang à hak istimewa penanggung
untuk meminta kreditur membagi utang bagi setiap penanggung
o Pasal 1838 KUHPer: kreditur tidak boleh menarik kembali pemecahan
utang itu
• Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung
o 2 hak bagi penanggung yang telah membayar:
§ Pasal 1839 KUHPer: meminta penggantian biaya, rugi dan bunga
kepada debitur
§ Pasal 1840 KUHPer: “subrogasi” à menggantikan demi hukum
segala hak kreditur terhadap debitur
o Pasal 1841 KUHPer: beberapa debitur yang memiliki utang secara
tanggung menanggung à penanggung bisa menuntut jumlah yang
dibayarnya secara tanggung-menanggung pula
o Pasal 1842 KUHPer: Penanggung yang sudah membayar kepada kreditur
namun tidak memberitahu kepada debitur à dilarang menuntut kembali
o Pasal 1843 KUHPer: Penanggung dapat menuntut debitur atas ganti rugi
/ melepaskan dari perikatan sebelum ia membayar utangnya apabila:
§ Digugat di muka Hakim
§ Debitur telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya
dalam waktu tertentu
§ Jangka waktu untuk membayar sudah lewat à utang dapat
ditagih
§ Lewat waktu 10 tahun (jika perikatan pokok tidak ada jangka
waktunya)
• Akibat-akibat Penanggungan antara Para Penanggung
o Beberapa penanggung untuk 1 debitor yang sama, utang yang sama à
penanggung yang sudah membayar seluruh jumlah utang à dapat
menuntut dari kawan-kawan penanggungnya bagian masing-masing
dalam penanggungan tersebut.
27

o 1 orang kawan penanggung pailit à bagiannya harus dipikul rata oleh


semua kawan penanggung.
• Hapusnya Penanggungan:
o Pasal 1845 KUHPer: sebab sama dengan berakhirnya perikatan lainnya
o Pasal 1846 KUHPer: ada percampuran antara debitur dan penanggung
utang à perikatan debitur – penanggung hapus à hak dan kewajiban
dua pihak berkumpul dalam 1 tangan
o Pasal 1847 KUHPer: penanggung dapat menggunakan tangkisan
terhadap debitur mengenai utangnya sendiri à mengenai pribadi
debitur
o Pasal 1848 KUHPer: penanggung dibebaskan apabila karena kesalahan
kreditur tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya à contoh: kreditur
membiarkan debitur menjual barang-barangnya, sedangkan kreditur
punya hak istimewa atas barang itu
o Pasal 1849 KUHPer: jika kreditur secara sukarela menerima benda
sebagai pembayaran utang pokok à penanggung dibebaskan
o Pasal 1850 KUHPer: penanggung dapat menuntut debitur untuk
memaksanya membayar utangnya

PERJANJIAN PERDAMAIAN
• Definisi: Pasal 1851 KUHPerdata:
“Perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang
sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini
tidak sah apabila tidak dibuat secara tertulis.”
• Para pihak melepaskan sebagian tuntutan mereka à untuk mengakhiri perkara
/ mencegah timbulnya perkara
• Harus tertulis à perjanjian formal
• Orang yang melakukan perjanjian perdamaian = yang mampu melepas haknya
atas hal yang termasuk dalam perdamaian itu:
o Wali-wali dan pengampu à tidak bisa
o Pasal 1852 KUHPer: kepala daerah dan lembaga umum à tidak bisa
28

• Hak milik suatu barang dipertengkarkan à hanya pemiliknya yang berwenang


mengadakan perdamaian
• Bila sengketa mengenai leveransi barang yang diperlukan untuk perusahaan à
pengurus perusahaan saja.
• Pasal 1853 KUHPer: kepentingan keperdataan dari suatu kejahatan /
pelanggaran à bisa dilakukan perdamaian à namun tidak menghalangi
Kejaksaan untuk menuntut perkaranya
Contoh:
- Penggelapan
- Pelanggaran lalu-lintas
• Pasal 1854 KUHPer: perdamaian terbatas pada soal yang dipermasalahkan saja
à jangan melewati batas persoalan
• Pasal 1858 KUHPer: kekuatan hukum perjanjian perdamaian = putusan
Pengadilan yang telah in kracht
• Pasal 1859 KUHPer: perdamaian dapat dibatalkan apabila telah ada
kekhiklafan mengenai orangnya, atau mengenai pokok perselisihan à contoh:
penipuan / paksaan
• Batalnya perdamaian:
o Pasal 1861 KUHPer: perdamaian atas dasar surat-surat yang palsu
o Pasal 1862 KUHPer: perdamaian yang diakhiri oleh putusan Hakim
yang telah inkracht namun tidak diketahui oleh para pihak / salah satu
dari para pihak
• Pasal 130 H.I.R.: kesempatan pada para pihak yang berperkara untuk
mencapai perdamaian di muka sidang Pengadilan à akan ada akte
perdamaian à para pihak harus mentaati perdamaian itu

Anda mungkin juga menyukai