Rangkuman UAS Persus
Rangkuman UAS Persus
Rangkuman UAS
Hukum Perikatan & Persetujuan Khusus Perdata
SAP 9 Jual-Beli
Definisi
Menurut KUHPerdata, adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu
(penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain
(pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari
perolehan hak milik tersebut.
Konsensus adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah “sama dalam kebalikannya”.
Misalnya: yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang asal diberi sejumlah
uang tertentu sebagai gantinya. KUHPer menganut asas konsensualisme sesuai dengan Pasal
1320 KUHPer yang menyebutkan satu-persatu syarat-syarat perjanjian yang sah.
Pengecualian:
Ada yang dinamakan Perjanjian Formal dan Perjanjian Riil.
1. Perjanjian Formal: Contohnya adalah “Perjanjian Perdamaian”, yang menurut Pasal
1851 (2) BW, harus diadakan secara tertulis dan kalau tidak maka ia tidak sah.
2. Perjanjian Riil: Contohnya adalah “Penitipan”, yang menurut Pasal 1694 BW, baru
terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan.
Untuk perjanjian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja.
2
Kewajiban-kewajiban si Penjual
Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama, yaitu:
1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan;
2. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap
cacat-cacat yang tersembunyi.
Sebagaimana diketahui, bahwa BW menganut sistem bahwa perjanjian jual-belu itu hanya
“Obligatoir” saja, artinya bahwa perjanjian jual-beli itu baru meletakkan hak dan kewajiban
antara kedua belah pihak yaitu:
a. Meletakkan kepada si penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas
barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut
pembayaran harga yang telah disepakati;
b. Meletakkan kepada si pembeli kewajiban untuk membayar harga barang
sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang
dibelinya.
Dengan perkataan lain, perjanjian jual-beli menurut BW itu belum memindahkan hak milik.
Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya “Levering” atau penyerahan sebagai
suatu perbuatan yuridis. Oleh para sarjana Belanda, “Levering” dikonstruksikan sebagai suatu
persetujuan tahap kedua antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memindahkan hak
milik dari penjual kepada pembeli.
3
Dalam BW dikenal suatu “Sistem Kausal” yang menggantungkan sahnya levering itu pada dua
syarat:
a. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya Levering;
b. Levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap
barang yang dilevering itu.
Perkataan “Tersembunyi” harus diartikan demikian bahwa cacat tidak mudah dapat dilihat oleh
seorang pembeli yang normal. Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang
tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu. Si pembeli dapat
memilih apakah ia akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali harganya
pembelian, atau apakah ia akan tetap memiliki barangnya sambil menuntut pengembalian
sebagian harga. Hal ini diatur dalam Pasal 1508 dan Pasal 1509 BW.
Kewajiban-kewajiban si Pembeli
Kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. “Harga” tersebut harus berupa sejumlah “Uang”,
oleh karena bila tidak maka itu akan mengubah perjanjiannya menjadi “Tukar-Menukar”, atau
kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjiannya akan menjadi suatu “Perjanjian Kerja” dan
lain sebagainya. Harga itu harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun juga diperkenankan
untuk menyerahkan kepada penentuan seorang pihak ketiga.
4
Mengenai tempat dan waktu pembayaran, jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan
tentang tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditepat dan pada
waktu dimana penyerahan barangnya dilakukan. Jika si pembeli tidak membayar harga
pembelian, maka itu merupakan suatu wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual
untuk menuntut ganti-rugi atau pembatalan pembelian menurut ketentuan Pasal 1266 dan 1267.
Persoalan tentang risiko itu berpokok-pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar
kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dengan suatu istilah
hukum dinamakan “keadaan memaksa” atau “overmacht”. Dengan demikian maka persoalan
tentang risiko itu merupakan suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai
risiko dalam jual-beli ini dalam BW ada tiga peraturan, yaitu:
a. Mengenai barang tertentu (Pasal 1460);
b. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran (Pasal 1461);
dan
c. Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462).
Yang menjadi poin penting adalah bahwa selama belum dilever, mengenai barang dari macam
apa saja, risikonya masih harus dipikul oleh si penjual, yang masih merupakan pemilik sampai
pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.
yang telah diterimanya, disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) sehingga
menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya. Hal ini diatur dalam Pasal 1519 dan
1532 yang mengatur perjanjian “Jual-Beli Dengan Janji Membeli Kembali”.
Dengan demikian maka si pembeli yang membeli suatu barang dengan janji membeli kembali
itu memperoleh hak milik atas barang yang dibelinya itu dengan memikul kewajiban untuk
sewaktu-waktu menyerahkan kembali barangnya kepada si penjual. Baru setelah lewatnya
jangka-waktu yang diperjanjikan itu, ia akan menjadi pemilik tetap. Dalam suatu perjanjian
jual-beli dengan hak membeli kembali itu si pembeli selama jangka waktu yang diperjanjikan
itu tidak akan menjual lagi barangnya kepada orang lain, karena ia setiap waktu dapat diminta
menyerahkan kembali barang kepada si penjual. Namun kalau ia menjual barangnya kepada
orang lain, dan barang ini adalah:
a. Barang Bergerak, maka pembeli kedua ini tidak dapat dituntut untuk
menyerahkan barangnya kepada penjual pertama. Si penjual hanya dapat
menuntut ganti-rugi dari si pembeli pertama yang telah membawa dirinya dalam
keadaan tidak mampu memenuhi janjinya;
b. Barang Tidak Bergerak, dalam hal ini si penjual yang telah meminta
diperjanjikannya kekuasaan untuk membeli kembali barang yang dijual, boleh
menggunakan haknya itu terhadap seorang pembeli kedua, meskipun dalam
perjanjian jual-beli yang kedua itu tidak disebutkan tentang adanya janji
tersebut (Pasal 1523).
Pasal 1535 BW mengatur bahwa si penjual piutang tidak bertanggung jawab tentang cukup-
mampunya si berutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan dalam hal yang
demikian hanya untuk jumlah harga pembelian yang telah diterimanya untuk piutangnya.
Sebenarnya, jika piutang itu kita anggap sebagai suatu barang, maka tidak mampunya si
6
berutang (hal mana tidak diketahui oleh si pembeli piutang) adalah menyerupai “cacat
tersembunyi” dari piutang yang dijual itu.
Hak Reklame
Perkataan “Reklame” berarti “Menuntut Kembali” dari akar kata “Reclaim”. Jika jual-beli
diadakan tanpa sesuatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil dan pembeli tidak
membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si pembeli, si penjual
dapat menuntut kembali barangnya, asal penuntutan kembali itu dilakukan dalam jangka waktu
30 hari. Hak seorang penjual barang ini terkenal dengan nama “hak reklame” dan diatur dalam
Pasal 1145 BW. Hak reklame ini mengenai barang bergerak.
SAP 9 Tukar-Menukar
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya
untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang
lain. Demikianlah definisi yang diberikan oleh Pasal 1541 BW. Dalam dunia perdagangan
perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Perjanjian tukar-menukar ini adalah juga
suatu perjanjian konsensual, dalam arti bahwa ia sudah jadi dan mengikat pada detik
tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi obyek dari perjanjiannya.
Demikian pula dapat dilihat bahwa ia adalah suatu perjanjian “obligatoir”, dalam arti bahwa ia
belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf memberikan hak dan kewajiban.
Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Untuk dapat
melakukan perjanjian tukar-menukar, masing-masing pihak harus pemilik dari barang yang dia
janjikan untuk serahkan dalam tukar-menukar itu. Adapun syarat bahwa masing-masing harus
pemilik itu, baru berlaku pada saat pihak yang bersangkutan menyerahkan hak milik atas
barangnya. Persoalan risiko diatur dalam Pasal 1545 BW yang berbunyi:
7
“Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari
pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah
berikan dalam tukar menukar.”
Jadi, barang diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati
kegunaannya. Dengan demikian, maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan
belaka atas barang yang disewa itu. Kalau dalam jual-beli, harga harus berupa uang. Kalau di
dalam sewa-menyewa, harga sewa bisa saja berupa barang atau jasa.
Kewajiban-kewajiban si Penyewa
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama, yaitu:
1. Memakai barang yang disewa sebagai seorang “Bapak rumah yang baik”, sesuai
dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya;
2. Membayar harga-sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut perjanjian.
8
Kewajiban untuk memakai barang sewaan sebagai seorang “Bapak rumah yang baik” berarti
kewajiban untuk memakainya seakan-akan itu barang kepunyaannya sendiri.
Jika si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang itu, maka pihak yang menyewakan dapat
meminta pembatalan perjanjian sewanya dengan disertai pembayaran kerugian, sedangkan
pihak yang menyewakan, setelah dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan menaati
perjanjian ulang-sewa dengan orang ketiga tersebut.
1. Sewa Tertulis (Pasal 1570): maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila
waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan
pemberhentian.
2. Sewa Lisan (Pasal 1571): maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,
melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia
hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan harus dilakukan dengan mengindahkan
jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada
pemberitahuan, maka dianggap perjanjian diperpanjang untuk waktu yang sama.
Pandbeslag
Seorang pemilik rumah yang menyewakan rumahnya, oleh UU diberikan hak utama atau
privelege atas barang-barang perabot rumah yang dipakai untuk menghiasi rumah tersebut,
guna menjamin pembayaran tunggakan uang-sewa. Penyitaan yang dilakukan oleh pemilik
rumah atas barang-barang perabot rumah itu dinamakan “Pandbeslag”.
SAP 10 Sewa-Beli
Perjanjian “Sewa-Beli” adalah suatu ciptaan praktek atau kebiasaan yang sudah diakui sah oleh
yurisprudensi. Sewa-beli sebenarnya adalah suatu macam jual-beli, setidak-tidaknya ia lebih
mendekati jual-beli dari pada sewa-menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari
keduanya. Perjanjian ini dikonstruksikan sebagai suatu perjanjian “Sewa menyewa dengan hak
opsi dari si penyewa untuk membeli barang yang disewanya”.
secara sekaligus. Penjual bersedia untuk menerima bahwa harga barang itu dicicil atau
diangsur, tetapi ia memerlukan jaminan bahwa barangnya (sebelum harganya dibayar lunas)
tidak akan dijual lagi oleh si pembeli. Contoh: kalau harga tunai umpamanya adalah Rp
100.000, namun dalam sewa-beli harga itu menjadi Rp 120.000 yang akan diangsur tiap-tiap
bulan sampai dua belas kali lunas.
SAP 11 Leasing
Apa yang dinamakan Leasing adalah perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang,
dimana “Lessor” (pihak yang menyewakan, perusahaan leasing) menyewakan suatu barang,
termasuk servis, pemeliharaan dan lain-lain kepada “Lessee” (penyewa) untuk suatu jangka
waktu tertentu. Ada kalanya bahwa “Lessee” diberikan hak opsi untuk pada waktu berakhirnya
perjanjian Leasing membeli barang tersebut dengan harga murah atau atas kondisi yang ringan.
SAP 12 Penghibahan
Definisi
Menurut Pasal 1666 BW, penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di
waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghibahan
ini digolongkan pada apa yang dinamakan: perjanjian “dengan cuma-cuma” itu ditujukan pada
hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak yang lainnya tidak usah memberikan
kontra-prestasi sebagai imbalan.
Perkataan “di waktu hidupnya” si penghibah, adalah untuk membedakan penghibahan ini dari
pemberian ini dari pemberian yang dilakukan dalam suatu testamen atau surat wasiat, yang
baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi meninggal dan setiap waktu
selama si pemberi itu masih hidup dapat diubah atau ditarik. Penghibahan dalam BW bersifat
obligatoir saja, dalam arti belum memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berpindah
dengan dilakukannya penyerahan atau levering. Penghibahan hanyalah dapat mengenai
barang-barang yang sudah ada. Suatu hibah adalah batal jika dibuat dengan syarat bahwa si
penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain (Pasal 1670).
11
Terdapat larangan memberikan penghibahan kepada beberapa orang tertentu yang mempunyai
hubungan yang begitu khusus sehingga dianggap tidak pantas kalau orang-orang tersebut
menerima suatu pemberian darinya. Misalnya, dilarang memberi hibah-wasiat kepada walinya
si pemberi, dokter yang merawat si pemberi sewaktu ia sakit, kepada notaris yang membuat
testamen, dll.
Sekestrasi
Yang dinamakan sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan,
ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus,
mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya.
Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah
Hakim atau Pengadilan (Pasal 1730). Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi
tidak dapat dibebaskan dari tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan, kecuali apabila
semua pihak yang bersengketa menyetujuinya. Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi apabila
13
Hakim memerintahkan supaya barang tentang mana ada sengketa dititipkan kepada seorang
(Pasal 1736).
PINJAM PAKAI
• Definisi: Pasal 1740 KUHPerdata
“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang
kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
waktu tertentu, akan mengembalikannya.”
• Dalam bahasa sehari-hari: pinjam
Ada 2 macam pinjam:
- Pinjam pakai (bruikleen):
o Barang yang dipinjam tidak habis karena pemakaian (Pasal 1742
KUHPerdata) à contoh: mobil, meja
o Pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik barang yang
dipinjamkan (Pasal 1741 KUHPerdata)
- Pinjam meminjam (verbruiklening):
o Barang yang dipinjam habis karena pemakaian
o Pihak yang meminjam (peminjam) menjadi pemilik barang yang
dipinjam
• Pinjam pakai à perjanjian sepihak / unilateral à prestasi pada satu pihak saja
à dinyatakan dengan rumusan “untuk dipakai dengan cuma-cuma”.
Kalau pemakaian tidak dengan cuma-cuma, tapi dengan pembayaran à bukan
lagi pinjam-pakai, melainkan sewa-menyewa
• Pasal 1743 KUHPerdata:
o Hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian pinjam pakai berpindah
kepada para ahli waris dari kedua belah pihak
o Namun, apabila suatu hak dan suatu kewajiban ada hubungannya yang
sangat erat dengan pribadi pewaris, hak / kewajiban itu tidak beralih
kepada ahli warisnya à peminjaman dilakukan karena mengingat
orangnya dan diberikan khusus kepada si meninggal secara pribadi,
14
PINJAM MEMINJAM
• Definisi: Pasal 1754 KUHPerdata
“Perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian,
dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah
yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula”
• Verbruik-lening à “verbruiken” (menghabis) à barang pinjaman = barang
yang habis karena pemakaian
• Pasal 1755 KUHPerdata:
o pihak yang meminjam = pemilik barang pinjaman à memikul
segala risiko atas barang (dalam hal uang : kemerosotan nilai uang)
o jika barang pinjaman musnah à kemusnahan itu tanggungannya
• Pasal 1756 KUHPerdata: peminjaman uang à utang = jumlah uang yang
disebutkan dalam perjanjian.
Jika sebelum pelunasan terjadi kenaikan / kemunduran harga / perubahan
mengenai berlakunya mata uang à pengembalian jumlah yang dipinjam harus
dilakukan berdasarkan:
- Mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan
- Harga / nilai yang berlaku pada waktu pelunasan
• Yurisprudensi MA: untuk menetapkan jumlah uang à menggunakan harga
emas sebelum perang dibandingkan dengan harga emas sekarang à Risiko
kemerosotan nilai mata uang dipikul masing-masing pihak separuhnya.
• Kewajiban Orang yang Meminjamkan:
o Pasal 1759 KUHPerdata: tidak boleh meminta kembali apa yang
dipinjamkannya sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian lewat.
o Pasal 1760 KUHPerdata: Jika tidak ditetapkan batas waktu à
apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjaman à
Hakim berhak memberi kelonggaran kepada peminjam.
17
PEMBERIAN KUASA
• Definisi: Pasal 1792 KUHPerdata:
“Seseorang (pemberi kuasa) memberikan kekuasaan/wewenang kepada
orang lain (penerima kuasa), untuk menyelenggarakan suatu urusan
atas namanya.”
o Menyelenggarakan urusan à melakukan perbuatan hukum
o Penerima kuasa à juru kuasa à melakukan perbuatan hukum “atas
nama” pemberi kuasa à mewakili pemberi kuasa:
§ Apa yang dilakukan = atas tanggungan pemberi kuasa
§ Hak dan kewajiban yang timbul = hak dan kewajiban pemberi
kuasa
§ Apabila melakukan perjanjian à pemberi kuasa yang menjadi
pihak dalam perjanjian itu
19
Sumber perwakilan:
- UU
- Perjanjian
• Pasal 1799 KUHPerdata: pemberi kuasa bisa menuntut pihak lawannya dalam
perjanjian yang dibuat oleh penerima kuasa.
Contoh: A pemberi kuasa. B penerima kuasa. B membuat perjanjian dengan C.
A berhak menuntut C.
• Kewajiban Penerima Kuasa:
o Pasal 1800 KUHPerdata:
§ Wajib melaksanakan kuasanya selama ia belum dibebaskan
§ Menanggung biaya, kerugian, bunga yang timbul karena
kuasanya tidak dijalankan
§ Menyelesaikan urusan yang mulai dikerjakan saat si pemberi
kuasa meninggal à bila tidak dengan segera menyelesaikan akan
timbul kerugian
o Pasal 1801 KUHPerdata:
§ Juru kuasa bertanggungjawab atas:
ü Perbuatan yang disengaja
ü Kelalaian yang dilakukan à bagi juru kuasa yang tidak
diberi upah maka ada kelonggaran
o Pasal 1802 KUHPerdata:
§ Memberi laporan tentang apa yang sudah dilakukan
§ Memberi perhitungan tentang apa yang telah diterima
berdasarkan kuasa
o Pasal 1803 KUHPerdata:
§ Juru kuasa bertanggung jawab untuk orang yang ditunjuk
olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasa
(substitusi):
ü Dengan menyebutkan nama pengganti à bebas dari
suatu tanggung jawab mengenai pelaksanaan kuasa
selanjutnya
ü Tanpa menyebutkan nama pengganti à juru kuasa
hanya bertanggung jawab kalau si pemberi kuasa
membuktikan penggantinya itu adalah tak cakap / tak
mampu
22
PENANGGUNGAN HUTANG
• Definisi: Pasal 1820 KUHPerdata
24
PERJANJIAN PERDAMAIAN
• Definisi: Pasal 1851 KUHPerdata:
“Perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang
sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini
tidak sah apabila tidak dibuat secara tertulis.”
• Para pihak melepaskan sebagian tuntutan mereka à untuk mengakhiri perkara
/ mencegah timbulnya perkara
• Harus tertulis à perjanjian formal
• Orang yang melakukan perjanjian perdamaian = yang mampu melepas haknya
atas hal yang termasuk dalam perdamaian itu:
o Wali-wali dan pengampu à tidak bisa
o Pasal 1852 KUHPer: kepala daerah dan lembaga umum à tidak bisa
28