Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan energi angin di Indonesia

Energi yang tersedia di alam dibedakan atas dua jenis yaitu energi yang tidak
dapat diperbaharui dan energi yang dapat diperbaharui. Energi yang tidak dapat
diperbaharui adalah energi yang bila digunakan terus menerus akan habis dalam
jangka waktu tertentu[9]. Contoh energi yang tidak dapat diperbaharui adalah
minyak bumi, gas alam dan batu bara. Energi yang dapat diperbaharui adalah
energi yang bila digunakan terus menerus tidak akan pernah habis. Contoh energi
yang dapat diperbaharui yaitu energi surya, energi air, energi angin, energi panas
bumi, dan energi pasang surut air laut.
Minyak bumi, gas alam, dan batubara memiliki keunggulan bila dilihat
kelimpahan dan jumlahnya yang tersedia di alam dalam waktu yang relatif
singkat. Kesemua bentuk energi tersebut dapat langsung digunakan dan
menghasilkan energi yang menjadi penopang hampir separuh kebutuhan energi di
dunia. Kegiatan manusia di zaman sekarang ini mengharuskan penggunaan
berbagai jenis energi untuk menghasilkan listrik dan sebagai bahan bakar
kendaraan. Meskipun begitu, terdapat beberapa kelemahan pada penggunaan
minyak bumi, gas alam dan batu bara. Penggunaannya terus menerus akan
membuat sumber energi ini akan segera habis bila tidak ditemukan sumber lain
mengingat waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi ini membutuhkan
waktu yang sangat lama. Selain itu, proses penggunaan ini menghasilkan dampak
lain yang tidak diinginkan yaitu polusi berupa gas beracun seperti karbon
dioksida(CO2), karbon monoksida(CO) dan gas beracun lainnya. Salah satu isu
tentang pemanasan global menjadi indikator atas kelemahan penggunaan jenis
energi ini. Kelemahan lain dari jenis energi ini adalah ketersediaanya yang
terbatas di alam. Hal ini mengharuskan manusia melakukan efisiensi dalam
pemanfaatannya.
Bentuk lain dari energi yang tersedia di alam yaitu energi surya, energi air,
energi angin, energi panas bumi, dan energi pasang surut air laut. Keuntungan dari

Universitas Sumatera Utara


jenis energi ini adalah jenis energi ini merupakan energi yang berkelanjutan (dapat
digunakan terus menerus), mudah ditemukan hampir di seluruh dunia dan tidak
menghasilkan polusi. Pemanfaatan jenis energi ini secara maksimal akan menjadi
alternatif apabila di kemudian hari sumber energi seperti minyak bumi, gas alam
dan batu bara habis. Meskipun begitu, jenis energi ini memiliki kelemahan yaitu
ketersediaannya yang bervariasi(jumlahnya tidak tetap sepanjang waktu).
Gambaran tentang penggunaan energi di seluruh dunia ditunjukkan oleh
gambar berikut:

Gambar 2.1 Penggunaan energi di dunia dari total 143.851 pettawatthour


(Sumber : http://www.energibc.ca)

Adapun pemakaian energi di Indonesia ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 2.2 Penggunaan energi di Indonesia dari total 1080 SBM


(Sumber : Indonesia outlook 2010, Pusdatin ESDM)

Universitas Sumatera Utara


Energi angin merupakan salah satu bentuk energi yang dapat diperbaharui.
Angin terbentuk karena adanya perpindahan panas secara konveksi yang terjadi
antara zat yang lebih dingin dengan zat yang lebih panas. Zat yang lebih panas
adalah sinar matahari. Lautan dan dataran rendah merupakan tempat yang lebih
panas dibandingkan dengan pegunungan di siang hari. Perairan ataupun daratan
yang disinari oleh cahaya matahari terus menerus, suhunya akan meningkat pada
permukaannya. Udara yang terdapat di sekitar permukaan zat ini akan meningkat
suhunya menjadi lebih panas dibandingkan dengan udara yang terdapat di bagian
atasnya. Udara yang lebih panas, massa jenisnya akan menjadi lebih kecil dan
udara tersebut akan naik. Posisi udara yang ditinggal oleh udara yang lebih panas
ini akan digantikan oleh udara yang lebih dingin yang massa jenisnya lebih besar.
Udara yang lebih dingin ini akan dipanaskan secara konveksi oleh permukaan laut
ataupun dataran yang lebih panas. Siklus ini terus terjadi selama adanya panas dari
matahari. Pergerakan antar molekul udara yang lebih panas dan lebih dingin ini
lah yang menyebabkan terjadinya angin.
Perisitiwa terjadinya angin di seluruh bagian bumi adalah ketika bagian
khatulistiwa yang terus disinari oleh cahaya matahari akan meningkatkan suhu
udara pada bagian ini. Pada bagian lain di bumi, yaitu kutub memiliki suhu yang
lebih dingin dibandingkan dengan bagian khatulistiwa. Perbedaan suhu udara
antara kedua bagian ini menyebabkan pergerakan udara antar bagian khatulistiwa
dengan bagian kutub.
Penggunaan energi angin di Indonesia belum maksimal. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah kecepatan angin rata rata yang
ada di Indonesia tergolong rendah yaitu lebih kecil dari 10 m/s[20]. Penggunaan
energi di masa yang akan datang akan terus bertambah sesuai dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi di
Indonesia. Untuk itulah dibutuhkan penelitian lebih lanjut agar energi angin ini
dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Sebagai perbandingan, berikut ini
ditunjukkan negara negara yang telah memanfaatkan energi angin untuk
membangkitkan listrik .

Universitas Sumatera Utara


Kapasitas total (MW)
75564
80000
70000 60007
60000
50000 39852
40000 31332
30000 19051 22796
20000 6200 7196 8144 8445
10000 4525
0

Gambar 2.3 Negara yang telah memanfaatkan turbinangin sebagai pembangkit


listrik
(Sumber : Global wind statistic,2012)

Pemanfaatan energi angin sebagai pembangkit listrik di dunia terus meningkat


dari tahun ke tahun. Hal ini karena angin merupakan sumber energi yang masih
sangat besar dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Grafik berikut
menunjukkan peningkatan jumlah kapasitas listrik yang dibangkitkan oleh turbin
angin.

Total Kapasitas Turbin angin yang


terpasang di Dunia(MW)
300000

250000 239000
196653
200000
159765
150000 120903
93927
100000 74122
59024
32965 47693
50000 24322 31181

0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 2.4 Total kapasitas turbin angin yang sudah terpasang di dunia
( Sumber : http://www.gwec.net )

Universitas Sumatera Utara


Menurut data yang diambil dari laporan tahunan PLN pada tahun 2012, PLN
masih sangat tergantung kepada pemakaian BBM sebagai sumber bahan bakar
untuk penghasil listriknya. Dari total kapasitas 32.901,48 MW terpasang yang
dimiliki PLN, hanya 0,34 MW saja yang dapat dihasilkan dari energi angin(Energi
Bayu) . Berikut ini ditampilkan pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN:

Gambar 2.5 Kapasitas terpasang dari pembangkit listrik PLN(dalam MW)


(Sumber : Statistik PLN 2012)

Dari gambar terlihat bahwa angin(bayu) hanya menyumbangkan sebesar


0,34 MW untuk memenuhi kebutuhan listrik Indonesia. Padahal Indonesia
memiliki potensi pembangkit energi angin yang belum dimaksimalkan. Gambar
berikut menunjukkan aliran angin yang ada di Indonesia. Untuk beberapa daerah
di Indonesia, angin yang berhembus cukup untuk dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6 Aliran angin yang terjadi di Indonesia
(Sumber : http://www.bmkg.go.id/ )

2.2 Turbin angin


Turbin angin merupakan mesin dengan rotor berputar yang mengkonversikan
energi kinetik angin menjadi energi mekanik atau energi listrik[2].
Berdasarkan prinsip kerjanya, turbin angin dibedakan atas dua macam yaitu :

1. Turbin angin yang memanfaatkan gaya Lift


Turbin angin ini memanfaatkan gaya Lift yang terjadi pada penampang
rotornya untuk berputar dan mengkonversikan energi yang diterimanya. Turbin
angin jenis ini umumnya menggunakan airfoil sebagai penampang rotornya.
Contohnya adalah turbin angin tipe Savonius.

2. Turbin angin yang memanfaatkan gaya Drag


Turbin angin ini memanfaatkan gaya drag yang terjadi pada penampang
rotornya untuk berputar dan mengkonversikan energi yang diterimanya. Turbin
angin jenis ini umumnya menggunakan penampang yang lebih besar dan lebih

Universitas Sumatera Utara


luas dibandingkan dengan turbin angin yang memanfaatkan gaya Lift .Contohnya
adalah turbin angin tipe Darrieus H rotor.
Perbedaan lain yang cukup mencolok adalah berdasarkan arah putaran pada
rotornya. Turbin angin yang memanfaatkan gaya lift rotornya berputar melawan
arah angin sedangkan pada turbin angin yang memanfaatkan gaya drag, rotornya
berputar searah dengan arah angin.
Perbedaan turbin angin yang bekerja berdasarkan gaya lift dan gaya drag
ditunjukkan sebagai berikut:

Putaran

Arah angin

Gambar 2.7 Contoh turbin angin yang memanfaatkan gaya Drag


(Sumber : Schubel, 2012)

Arah angin

Arah Putaran turbin

Gambar 2.8 Contoh turbin angin yang memanfaatkan gaya Lift


(Sumber : Schubel, 2012)

Turbin angin berdasarkan letak sumbunya, terbagi atas dua, yaitu:


1. Turbin angin sumbu vertical
2. Turbin angin sumbu horizontal

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Turbin angin sumbu vertical(TASV)
Turbin angin sumbu vertical merupakan turbin angin yang sumbu
rotasinya tegak lurus terhadap permukaan bumi[10].
Turbinangin
sumbu vertical

Arah angin

Arah

Gambar 2.9 Turbin angin sumbu vertical


(Sumber : Schubel, 2012)

Ada beberapa tipe turbin yang telah dikembangkan beberapa tahun


terakhir. Pengembangan terus dilakukan untuk mengurangi masalah atau bahkan
mengatasi masalah yang sering timbul pada turbin angin. Jenis masalah ini
diantaranya torsi awal yang rendah, gaya angkat sudu, efisiensi yang rendah, dan
struktur yang tidak kuat. Beberapa tipe turbin angin sumbu vertical diuraikan
sebagai berikut :

1. Turbin angin Darrieus

Turbin angin ini memiliki efisiensi maksimal sekitar 40% yang didapatkan
melalui eksperimen[10]. Bentuk turbin angin ini sederhana yaitu seperti
pengaduk. Penampang dari rotor yang digunakan merupakan penampang airfoil,
umumnya yang dipakai adalah profil yang dihasilkan oleh NACA. Oleh karena itu
turbin angin ini merupakan turbin angin tipe lift dengan gaya drag yang timbul
lebih kecil. Turbin angin Darrieus ini merupakan turbin angin sumbu vertikal
yang memiliki efisiensi paling tinggi dikelompoknya. Kelemahan turbin angin
tipe Darrieus hampir sama dengan tipe turbin angin sumbu vertical lainnya, yaitu
torsinya yang sangat kecil sewaktu baru berputar sehingga membutuhkan energi

Universitas Sumatera Utara


awal untuk membuatnya berputar. Umumnya turbin ini dilengkapi dengan motor
sebagai penggerak mula ataupun dilengkapi dengan turbin angin savonius di
ruang yang kosong diantara sudunya. Kekurangan lain adalah sulitnya dalam hal
pabrikasi turbin angin jenis ini mengingat bentuk sudunya yang melengkung.

Gambar 2.10 Turbin angin tipe Darrieus


(Sumber : www.google.com)

2. Turbin angin Savonius

Turbin angin savonius merupakan turbin angin sumbu vertical yang paling
sederhana karena menggunakan sudu berupa lembaran datar ataupun melengkung.
Turbin angin jenis ini umumnya memiliki paling sedikit 2 sudu. Turbin angin
jenis ini bekerja berdasarkan gaya drag yang disebabkan oleh dorongan angin
yang melewati peralatan ini. Efisiensi dari turbin angin ini tergolong sangat
rendah yaitu sekitar 16%.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.11 Turbin angin Savonius yang menggunakan sudu berupa
lembaran kain
(Sumber : Eric Hau, 2006)

Gambar 2.12 Turbin angin savonius yang dapat dibuat dari drum bekas
(Sumber : www.google.com)

3. Turbin angin Giromill


Turbin angin ini merupakan pengembangan dari turbin angin tipe Darrieus.
Sudu yang digunakan dibentuk dari penampang airfoil. Penggunaan turbin angin
jenis ini untuk memudahkan dalam hal pabrikasi. Ada beberapa bentuk sudu yang

Universitas Sumatera Utara


telah dikembangkan untuk turbin angin jenis ini seperti sudu lurus, bentuk helix,
atau curved bladed.

Gambar 2. 13 Turbin angin giromill tipe helix


(Sumber : www.google.com)

4. Turbin angin tipe Darrieus-H


Turbin angin jenis ini merupakan pengembangan lanjutan dari turbin angin
tipe Darrieus. Turbin angin jenis ini memiliki torsi awal yang rendah namun dari
segi fabrikasinya lebih mudah bila dibandingkan dengan turbin angin Darrieus.

Gambar 2.14 Turbin angin Darrieus -H


(Sumber : Eric Hau, 2006)

Universitas Sumatera Utara


Beberapa keunggulan dari turbin angin sumbu vertical adalah sebagai
berikut:
1. Desainnya kecil sehingga memiliki guncangan kecil pada menaranya
2. Tidak memerlukan mekanisme penyesuaian sudu terhadap datangnya arah
angin
3. Letak generator dan sudu yang tidak terlalu tinggi di tanah sehingga
mudah dalam perawatan
4. Tidak memerlukan konstruksi menara yang tinggi jika dibandingkan
dengan turbin angin horizontal.
5. Tingkat kebisingan yang rendah

Diantara keunggulan dari turbin angin sumbu vertical ini, terdapat beberapa
kelemahan diantaranya:
1. Efisiensi turbin ini lebih rendah jika dibandingkan dengan turbin angin
sumbu horisontal
2. Turbin angin jenis ini tidak mampu berputar dengan sendirinya(otomatis) .
Daya awal diperlukan untuk menyalakannya.
3. Turbin angin jenis ini hanya cocok bila digunakan untuk memproduksi
daya yang kecil dan ukuran rotornya kecil.

2.2.2 Turbin angin sumbu Horisontal(TASH)

Turbin angin sumbu horisontal merupakan turbin angin yang bekerja pada
sumbu yang sejajar dengan permukaan bumi. Turbin angin jenis ini merupakan
turbin yang paling banyak dipakai di dunia sebagai pembangkit tenaga listrik.

Universitas Sumatera Utara


Arah angin Arah

Turbin angin
sumbu horisontal

Gambar 2.15 Turbin angin sumbu horizontal


(Sumber : Schubel, 2012)

Turbin angin sumbu horisontal dibedakan atas jumlah sudunya ,terdiri


atas:
1. Turbin angin satu sudu(single blade)
2. Turbin angin dua sudu(double blades)
3. Turbin angin tiga sudu(three blades)
4. Turbin angin banyak sudu(multi blades)

Gambar 2.16 Turbin angin dengan 3 sudu


(Sumber : www.google.com)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.17 Turbin angin sumbu horizontal di unit pembangkit listrik
(Sumber : www.google.com)

Turbin angin sumbu horizontal dibedakan juga terhadap datangnya arah angin
terhadap rotor turbin, yaitu:
1. Upwind, apabila turbin angin diletakkan menghadap arah angin.
2. Downwind, apabila turbin angin dihadapkan membelakangi arah angin.

Gambar 2. 18 Turbin angin berdasarkan datangnya arah angin


(Sumber : Eric Hau, 2006)

Beberapa keuntungan yang dimiliki oleh turbin angin sumbu horizontal


adalah sebagai berikut:
1. Untuk turbin angin besar yang digunakan untuk membangkitkan listrik,
kecepatan rotor dan daya yang dihasilkan dapat diatur sesuai tujuan

Universitas Sumatera Utara


perancangan. Ini berguna untuk melindungi turbin angin ini jika terjadi
angin melebihi batas perancangan.
2. Bentuk rotor dapat dioptimalisasi secara aerodinamis dan ini terbukti dapat
menaikkan efisiensi dari turbin angin ini.
3. Teknologi pengembangan rancangan propeler sudah mapan dan telah
berkembang.
4. Menara turbin yang tinggi sehingga mampu mendapatkan kecepatan angin
yang lebih tinggi.
5. Mekanisme pada turbin angin ini lebih kompleks dan lebih lengkap
sehingga hasil yang didapatkan lebih maksimal.

Meskipun demikian ,turbin angin jenis ini juga memiliki kelemahan.


Beberapa kelemahan yang dimiliki oleh turbin angin sumbu horizontal adalah
sebagai berikut:
1. Menara yang tinggi serta bilah yang panjang sulit diangkut dan juga
memerlukan biaya besar untuk pemasangannya, bisa mencapai 20% dari
seluruh biaya peralatan turbin angin.
2. TASH yang tinggi sulit dipasang, membutuhkan derek yang yang sangat
tinggi dan mahal serta para operator yang tampil.
3. Konstruksi menara yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah
yang berat, gearbox, dan generator.
4. Menaranya yang tinggi dapat mengganggu radar bandara.
5. Biaya pabrikasi dan pemasangannya sangat mahal bila dibandingkan
dengan turbin angin sumbu vertical

2.3 Teori Momentum Elementer Betz

Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Albert Betz. Teori ini
menjelaskan bahwa dengan menerapkan hukum fisika dasar, energi mekanik yang
dapat diekstrak dari aliran udara yang melewati suatu penampang,dibatasi oleh
energi yang terkandung pada aliran udara tersebut. Penelitian lebih lanjut ekstraksi
daya yang optimal didapatkan dengan rasio tertentu antara kecepatan aliran udara

Universitas Sumatera Utara


yang berada didepan turbin angin dan kecepatan aliran di belakang turbin
angin[8].

Gambar 2.19 Kondisi aliran udara pada proses pengambilan energi mekanik
menurut teori momentum elementer
( Sumber : Eric Hau , 2006)

Besarnya energi kinetik dari massa udara m yang bergerak dengan kecepatan
v dapat dituliskan sebagai berikut:
1
𝐸𝐸𝑘𝑘 = 𝑚𝑚𝑣𝑣 2 (Joule) (2.1)
2

Banyaknya udara yang mengalir tiap satuan(Debit) waktu pada luas


penampang tertentu jika angin yang bergerak dengan kecepatan v, dituliskan
sebagai berikut:
𝑉𝑉̇ = 𝑣𝑣 𝐴𝐴 (𝑚𝑚3 /𝑠𝑠) (2.2)
𝑚𝑚 𝑉𝑉
Dengan menghubungkan persamaan 𝜌𝜌 = dan 𝑉𝑉̇ = , persamaan (2.2)
𝑉𝑉 𝑡𝑡

diatas dapat dituliskan sebagai berikut:


𝑚𝑚̇ = 𝜌𝜌. 𝑣𝑣. 𝐴𝐴 (kg/s) (2.3)
Jika persamaan (2.3) disubstitusikan ke persamaan (2.1), ini akan menjadi
𝐸𝐸
persamaan daya yang diberikan angin tiap satu luasan tertentu dan 𝑃𝑃 = maka
𝑡𝑡

persamaan baru menjadi,


1
𝑃𝑃 = 𝜌𝜌. 𝑣𝑣 3 . 𝐴𝐴 (𝑊𝑊 ) (2.4)
2

Besarnya energi mekanik yang dapat diambil oleh turbin angin dari aliran
udara sama dengan besarnya perbedaan daya dari aliran udara sebelum melewati
turbin angin dan setelah turbin angin. Persamaan ini dituliskan sebagai berikut:
1 1 1
𝑃𝑃 = 𝜌𝜌. 𝑣𝑣1 3 . 𝐴𝐴1 − 𝜌𝜌. 𝑣𝑣2 3 . 𝐴𝐴2 = 𝜌𝜌( 𝑣𝑣1 3 . 𝐴𝐴1 − 𝑣𝑣2 3 . 𝐴𝐴2 ) (2.5)
2 2 2

Universitas Sumatera Utara


dimana v1 merupakan kecepatan udara sebelum memasuki turbin angin dan v2
kecepatan udara setelah melewati turbin angin. Dengan menggunakan hukum
kontinuitas, didapatkan persamaan berikut ini:
𝑚𝑚̇1 = 𝑚𝑚̇2
𝜌𝜌. 𝑣𝑣1 . 𝐴𝐴1 = 𝜌𝜌. 𝑣𝑣2 . 𝐴𝐴2 (2.6)
Dengan menggantikan persamaan(2.5) oleh persamaan(2.6), maka didapatkan
persamaan (2.7) sebagai berikut:
1
𝑃𝑃 = 𝜌𝜌. 𝐴𝐴1 . 𝑣𝑣1 . ( 𝑣𝑣1 2 − 𝑣𝑣2 2 ) (W) (2.7)
2
1
𝑃𝑃 = . 𝑚𝑚.̇ (𝑣𝑣1 2 − 𝑣𝑣2 2 ) (𝑊𝑊) (2.8)
2

Dari persamaan (2.8) terlihat bahwa daya yang akan diterima oleh suatu
turbin angin akan maksimum ketika nilai v2 = 0. Hal ini mustahil terjadi karena
jika memang udara di belakang turbin angin bernilai nol, maka kecepatan angin
sebelum memasuki turbin angin juga harus bernilai nol juga. Jika ini terjadi, tentu
saja tidak akan ada energi yang bisa diambil oleh turbin angin tersebut. Untuk
itulah dibutuhkan persamaan lain untuk mewakili pengkoversian energi di turbin
angin ini.
Selain dengan menggunakan hukum kelestarian energi, ada persamaan lain
untuk mewakili daya yang mampu diekstrak oleh turbin angin. Persamaan itu
adalah hukum konservasi momentum. Andaikan udara bergerak dan mengenai
turbin ,dapat dikatakan udara ini memberikan gaya pada turbin angin. Gaya yang
mengenai sudu turbin dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
𝐹𝐹 = 𝑚𝑚̇ (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ) (N) (2.9)
Besarnya daya yang dibutuhkan untuk mendorong massa udara dengan
kecepatan v’ dengan menggunakan hukum aksi-reaksi, adalah ,
𝑃𝑃 = 𝐹𝐹. 𝑣𝑣 ′ = 𝑚𝑚̇. (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ). 𝑣𝑣 ′ (W) (2.10)
Dengan menggunakan hukum kelestarian energi, persamaan (2.8) dan
(2.10),
1
. 𝑚𝑚.̇ (𝑣𝑣1 2 − 𝑣𝑣2 2 ) = 𝑚𝑚.̇ (𝑣𝑣1 − 𝑣𝑣2 ). 𝑣𝑣 ′ (W) (2.11)
2

Maka kecepatan udara yang melewati converter adalah sebagai berikut :


𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2
𝑣𝑣 ′ = (m/s) (2.12)
2

Universitas Sumatera Utara


Massa udara yang mengalir menjadi:
1
𝑚𝑚̇ = 𝜌𝜌. 𝑣𝑣 ′ . 𝐴𝐴 = 𝜌𝜌. 𝐴𝐴. (𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 ) (kg/s) (2.13)
2

Daya mekanikal yang dihasilkan oleh turbin angin dapar dituliskan sebagai
berikut:
1
𝑃𝑃 = . 𝜌𝜌. 𝐴𝐴(𝑣𝑣1 2 − 𝑣𝑣2 2 )(𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 ) (W) (2.14)
4

Untuk membandingkan efisiensi daya yang dimiliki oleh turbin angin, daya
keluaran yang dihasilkan oleh turbin angin ini dibandingkan dengan daya yang
dimiliki angin sebelum memasuki peralatan turbin angin. Daya angin yang
tersedia sebelum memasuki turbin angin ditulisan sebagai berikut:
1
𝑃𝑃𝑜𝑜 = . 𝜌𝜌. 𝑣𝑣1 3 . 𝐴𝐴
2
Nilai perbandingan antara daya mekanikal yang dapat diekstrak turbin angin
dibandingkan daya yang tersedia oleh angin bebas disebut sebagai koefisien daya,
𝑐𝑐𝑝𝑝 yang dituliskan sebagai berikut ini:
1
𝑃𝑃 .𝜌𝜌.𝐴𝐴(𝑣𝑣1 2 −𝑣𝑣2 2 )(𝑣𝑣1 + 𝑣𝑣2 )
𝑐𝑐𝑝𝑝 = = 4
1 (2.14)
𝑃𝑃𝑜𝑜 .𝜌𝜌.𝑣𝑣1 3 .𝐴𝐴
2

𝑃𝑃 1 𝑣𝑣 2 𝑣𝑣
𝑐𝑐𝑝𝑝 = = . �1 − �𝑣𝑣2 � � �1 + 𝑣𝑣2 � (2.15)
𝑃𝑃𝑜𝑜 2 1 1

Bila dihitung berdasarkan persamaan diatas, nilai cp dapat ditentukan dari


rasio antara kecepatan angin setelah melewati turbin dengan kecepatan angin
sebelum melewati turbin dan dapat diplot sebagai berikut:
0,7
0,6
0,5
Cp

0,4
0,3
0,2
0,1
0

V2/V1

Gambar 2.20 Koefisien daya vs rasio kecepatan angin sesudah dan sebelum
melewati turbin angin

Universitas Sumatera Utara


Nilai ini yang disebut sebagai “factor Betz”. Nilai ini menunjukkan bahwa
efisiensi paling maksimal yang dapat di ekstrak oleh turbin angin adalah ketika
1
nilai v2 = v1.
3

2.4 Tip speed ratio

Tip speed ratio merupakan bilangan tanpa dimensi yang menunjukkan


perbandingan antara kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas[8].
Tip speed ratio dapat dikatakan pembeda antara turbin angin diameter kecil
dengan turbin angin dengan diameter besar. Untuk kecepatan sudut yang sama
dan kecepatan angin yang sama akan sulit membedakan turbin angin kecil dengan
turbin angin besar. Walaupun kecepatan sudutnya sama namun nilai tip speed
ratio bisa berbeda. Besarnya tip speed ratio dapat ditentukan dengan rumus
berikut ini:
𝜔𝜔 . 𝑅𝑅
λ =
𝑣𝑣
𝜋𝜋 . 𝐷𝐷 . 𝑛𝑛
λ =
60. 𝑣𝑣
dimana :
λ = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 (m/s)
𝜔𝜔 = 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ( 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟/𝑠𝑠)
D = diameter turbin (m)
v = kecepatan angin (m/s)
n = putaran turbin (rpm)

2.5 Solidity

Solidity diartikan sebagai perbandingan total luas area sudu pada bagian
depan terhadap luas sapuan turbin angin[8]. Luas area sudu tergantung terhadap
panjang chord sudu dan jumlah sudu. Luas sapuan turbin tergantung kepada
diameter ataupun radius turbin angin. Besarnya nilai solidity dapat dihitung dari
persamaan berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑁𝑁.𝑐𝑐.𝐿𝐿 𝑁𝑁 .𝑐𝑐
σ = = =
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 2.𝜋𝜋.𝑅𝑅.𝐿𝐿 2 .𝜋𝜋 .𝑅𝑅

dimana :
σ = solidity turbin angin
N = jumlah sudu
c = panjang sudu (m)
R = jari jari turbin angin (m)
Semakin kecil nilai solidity dari suatu turbin angin, maka putaran dari turbin
angin tersebut akan semakin tinggi namun torsi yang dimilikinya rendah. Hal
sebaliknya berlaku semakin besar nilai solidity maka putaran turbin akan semakin
rendah namun memiliki torsi yang besar.

2.6 Airfoil

2.6.1 Pengertian Airfoil


Airfoil merupakan penampang sayap pesawat terbang. Airfoil digunakan
untuk mendapatkan gaya lift yang besar sehingga pesawat mampu untuk
terbang[4]. Airfoil sangat penting dalam keberhasilan Wright bersaudara dalam
menerbangkan pesawat mereka yang pertama dan menjadi keberhasilan pertama
kali di dunia dalam hal pesawat terbang. Ada beberapa lembaga di dunia yang
mempublikasikan airfoil yang mereka hasilkan dimana variasi dari airfoil ini
mencapai ribuan jumlahnya. Namun, sebuah lembaga yang melakukan penelitian
tentang airfoil secara lebih baik dan lebih sitematis adalah NACA. NACA
merupakan singkatan National Advisory Committee for Aeronautics yang
dibentuk sekitar tahun 1930 an. NACA merupakan cikal bakal dari lembaga
NASA milik Amerika Serikat yang ada sekarang ini.
NACA telah mengeluarkan beberapa variasi dari airfoil yang
dikelompokkan berdasarkan NACA 4 digit, NACA 5 digit, NACA 6 seri, NACA 7
seri, NACA 8 seri dan NACA 16 seri. Airfoil yang dihasilkan oleh NACA ini telah
dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia.

Universitas Sumatera Utara


2.6.2 Geometri airfoil
Geometri dari airfoil ditunjukkan oleh gambar berikut:

Sisi depan
Garis bagi sisi atas
Ketebalan
dan sisi bawah

Garis chord

Sisi belakang
Kelengkungan,camber
Gambar 2.21 Geometri airfoil
(Sumber : Eric Hau, 2006)

2.6.3 Airfoil NACA 4 digit


Airfoil jenis ini merupakan keluaran pertama dari seri seri lain yang telah
dihasilkan oleh NACA. Angka yang terdapat pada seri ini mewakili dari
komponen dari pembentuk airfoil itu sendiri. Penulis menggunakan airfoil NACA
4415 dan penjelasan dari angka ini ditampilkan oleh gambar berikut:

4 4 15

Camber maksimum dari airfoil Posisi camber dari ‘kepala’ Ketebalan maksimum airfoil
tersebut (dalam persen) dari airfoil tersebut (dalam dari panjang chord (dalam
panjang chord persepuluh) dari panjang chord persen)
4
= 4% x panjang chord = 10 x panjang chord = 15% x panjang chord

Gambar 2.22 Penjelasan NACA 4 digit

Secara teoritis, penentuan koordinat airfoil dapat dilakukan dengan


melakukan langkah langkah berikut ini:
1. menentukan panjang chord(c), ketebalan maksimum(camber = m), posisi
camber maksimum dari sisi bagian depan ( p) dan ketebalan maksimum (t)

Universitas Sumatera Utara


2. mentukan nilai dari x = 0 sampai x = c.
3. menentukan koordinat garis bagi antara sisi atas dan sisi bawah dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
𝑚𝑚
𝑦𝑦𝑐𝑐 = ( 2. 𝑝𝑝. 𝑥𝑥 − 𝑥𝑥 2 ) (2.16)
𝑝𝑝 2

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑥𝑥 = 0 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑥𝑥 = 𝑝𝑝
𝑚𝑚
𝑦𝑦𝑐𝑐 = [( 1 − 2𝑝𝑝 ) + 2. 𝑝𝑝. 𝑥𝑥 − 𝑥𝑥 2 ] (2.17)
(1−𝑝𝑝)2

𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑥𝑥 = 𝑝𝑝 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑥𝑥 = 𝑐𝑐
4. menghitung distribusi ketebalan diatas garis bagi antara sisi atas dan sisi
bawah dengan memasukkan kooerdinat sepanjang sumbu x dengan rumus
berikut ini:
𝑡𝑡
±𝑦𝑦𝑡𝑡 = 0.2
( 0.2969√𝑥𝑥 − 0.126 𝑥𝑥 − 0.3516 𝑥𝑥 2 + 0.2843 𝑥𝑥 3 − 0.1015 𝑥𝑥 4 (2.18)
5. langkah terakhir adalah menentukan koordinat airfoil dengan sisi
atas(xa,ya) dan sisi bawah (xb,yb) ddengan rumus berikut:
𝑥𝑥𝑎𝑎 = 𝑥𝑥 − 𝑦𝑦𝑡𝑡 . sin 𝜃𝜃 (2.19)
𝑦𝑦𝑎𝑎 = 𝑦𝑦𝑐𝑐 + 𝑦𝑦𝑡𝑡 . cos 𝜃𝜃 (2.20)
𝑥𝑥𝑏𝑏 = 𝑥𝑥 + 𝑦𝑦𝑡𝑡 . cos 𝜃𝜃 (2.21)
𝑦𝑦𝑏𝑏 = 𝑦𝑦𝑐𝑐 − 𝑦𝑦𝑡𝑡 . cos 𝜃𝜃 (2.22)
𝑑𝑑 𝑦𝑦
dimana 𝜃𝜃 = arctan � 𝑑𝑑 𝑐𝑐 � (2.23)
𝑥𝑥

Selain cara diatas , untuk mendapatkan koordinat airfoil yang lebih praktis
dapat langsung diunduh di situs pendidikan milik Universitas Illinois yang
menyediakan berbagai macam koordinat airfoil .

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.23 Tampilan situs pendidikan milik Universitas Illinois
(Sumber : http://aerospace.illinois.edu/m-selig/ads/coord_database.html )

2.6.4 Gaya aerodinamis yang terjadi pada turbin angin

Turbin angin merupakan mesin yang mengekstrak energi dengan


memanfaatkan prinsip aerodinamis dari gaya lift dan gaya drag. Gaya lift dan
gaya drag ini lah yang menggerakkan sudu turbin yang mengkonversikan energi
kinetik angin menjadi energi rotasi. Energi rotasi ini lah yang akan digunakan
turbin angin untuk membuat rotor berputar.
Gaya lift dan gaya drag diukur secara eksperimental di wind tunnel untuk
setiap airfoil sebagai fungsi sudut serang (angle of attack ), α. Su d tu serang
merupakan sudut antara garis chord airfoil dengan arah kecepatan angin relatif.
Tujuan dari perancangan sudu turbin angin adalah untuk memaksimalkan gaya
lift pada sudu dan mengurangi gaya drag pada sudu. Penjelasan tentang sudut
serang, gaya lift dan gaya drag ditunjukkan oleh gambar berikut.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24 Gaya aerodinamis yang terjadi pada sudu turbin
(Sumber : Anderson, 2001)

Besarnya gaya angkat dan gaya drag sama dengan persamaan berikut ini
1
𝐹𝐹𝐿𝐿 = 𝑐𝑐𝐿𝐿 . . 𝜌𝜌 . 𝑤𝑤 2 . ( 𝑅𝑅. 𝑐𝑐 ) . 𝐵𝐵 (2.24)
2
1
𝐹𝐹𝐷𝐷 = 𝑐𝑐𝐷𝐷 . . 𝜌𝜌 . 𝑤𝑤 2 . ( 𝑅𝑅. 𝑐𝑐 ) . 𝐵𝐵 (2.25)
2

dimana CL adalah koefisien lift , CD adalah koefisien gaya drag , ρ adalah


massa jenis udara , w adalah kecepatan angin relative , R adalah panjang sudu(jari
jari kincir) c adalah panjang chord sudu dan B adalah jumlah sudu.

2.7 Computational Fluid Dynamics

2.7.1 Pengertian CFD

CFD merupakan singkatan dari Computational fluid dynamics(CFD) yang


berarti perhitungan dinamika fluida. CFD merupakan salah satu cabang dari

Universitas Sumatera Utara


mekanika fluida. CFD merupakan seperangkat cara untuk menganalisa dinamika
fluida yang terjadi pada suatu benda termasuk aliran udara, perpindahan panas,
dan fenomena lain yang terkait seperti reaksi kimia berdasarkan simulasi
komputer.
Penggunaan CFD dalam penelitian ini adalah untuk menguji beberapa tipe
airfoil secara 2D untuk diketahui besarnya koefisien lift dan koefisien drag yang
dimiliki oleh suatu airfoil untuk selanjutnya melakukan simulasi turbin angin
dengan memilih sudut pitch yang lebih mampu mengekstrak energi angin.
CFD memungkinkan para peneliti untuk menganalisa berbagai jenis
bentuk, khususnya airfoil untuk mendapatkan perbandingan koefisien lift dan
koefisien drag yang maksimal dengan cara yang optimal dengan bantuan
komputer. Pemakaian terowongan angin yang besar dan mahal bisa digantikan
hanya dengan menggunakan seperangkat komputer.

2.7.2 CFD dan Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang umum digunakan dalam


bidang penerbangan. Airfoil bekerja berdasarkan prinsip Bernoulli yang berkaitan
antara kecepatan dan tekanan. Sejarah mencatat proses penemuan pesawat terbang
oleh Wright bersaudara tidak terlepas oleh penelitian tentang airfoil. Penggunaan
mesin pesawat sebagai penggerak utamanya belum mampu untuk membuat
pesawat untuk bisa terbang. Beragam bentuk airfoil telah diuji oleh mereka
sampai akhirnya didapatkan bentuk airfoil yang maksimal[4].
Pengujian yang dilakukan oleh mereka dilakukan dengan bantuan
terowongan angin hasil buatan mereka sendiri dengan mesin penggerak yang
berbahan bakar bensin. Berikut ini ditampilkan foto terowongan angin yang
dibuat oleh kedua orang tersebut yang memiliki dimensi panjang 6 kaki dengan
luas penampang 16 inchi2.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.25 Terowongan angin yang dibuat wright bersaudara tahun 1901-1902
di Dayton, Ohio
(Sumber : www.google.com )

CFD memungkinkan untuk digunakan oleh peneliti sebagai pengganti


terowongan angin dengan cara memodelkan bentuk sesuai aslinya dan dilakukan
analisa secara numerik. Penggunaan supercomputer dengan spesifikasi tinggi
mampu mengerjakan pemodelan hampir sesuai dengan bentuk aslinya dengan
ukuran yang relatif besar.
Analisis airfoil dapat dilakukan secara teoritis ,secara eksperimental
maupun dengan bantuan CFD. Penggunaan salah satu metode tersebut bisa berdiri
sendiri atau juga mengkombinasikan antar metode tersebut untuk menganalisa
masalah tentang aerodinamis. Gambaran antar metode tersebut digambarkan
sebagai berikut .

Eksperimen
teori

CFD

Gambar 2.26 Metode yang sering digunakan dalam menganalisa aerodinamis


(Sumber : Anderson, 2001)

Universitas Sumatera Utara


2.8 Persamaan Umum Untuk Aliran Fluida

Persamaan pembentuk aliran fluida dikenal dengan istilah governing


equations. Untuk dapat membangun persamaan aliran fluida ini, maka fluida
harus dibagi atas sejumlah elemen elemen kecil yang pergerakkannya harus
memenuhi hukum hukum fisika[3]
Hukum hukum fisika yang menjelaskan aliran fluida dan distribusi
temperature ada 3 yaitu:
1. Hukum kelestarian massa
2. Hukum kelestarian momentum
3. Hukum kelestarian energi
Penjelasan dari masing masing hukum ini akan diuraikan sebaga berikut:
1. Hukum kelestarian massa
Pada prinsipnya fluida dan aliran fluida dapat dianggap tersusun atas elemen
elemen kecil. Misalkan dari fluida,satu elemen yang ukurannya δx dan δy (pada
kasus 2 dimensi δz = 1) diambil untuk dianalisis dan ditampilkan pada gambar
2.27. Jika massa jenis fluida adalah ρ(kg/m3) dan kecepatan fluida sejajar sumbu-
x adalah u, maka massa fluida yang masuk pada permukaan elemen disebelah kiri
dapat dituliskan: ρuδy. Sementara yang keluar dari permukaan kanan menjadi:
(ρu + ( 𝜕𝜕ρu/ 𝜕𝜕x) δy . Hal yang sama juga dapat dibuat untuk permukaan sebelah
bawah dan atas elemen. Selengkapnya ditunjukkan pada gambar 2.27

𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
�ρ𝑣𝑣 + . 𝛿𝛿𝛿𝛿� 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝜕𝜕𝜕𝜕
ρuδy ρδx δy
δy 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
δx �ρ𝑢𝑢 + . 𝛿𝛿𝛿𝛿� 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝜕𝜕𝜕𝜕

ρvδx

Gambar 2.27 Kelestarian massa pada elemen dua dimensi


(Sumber : Himsar Ambarita, 2011)

Universitas Sumatera Utara


Hukum kelestarian massa dapat didefenisikan sebagai berikut :
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘
� � = � �– � �
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒

Hukum ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


𝜕𝜕𝜕𝜕
= ∑𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑚𝑚̇ − ∑𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑚𝑚̇ (2.26)
𝜕𝜕𝜕𝜕

Jika masing masing dijabarkan menurut symbol yang ditampilkan pada


gambar, maka akan didapat:
𝜕𝜕
(𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌) = (𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌 + 𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌)
𝜕𝜕𝜕𝜕
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
– ( �ρ𝑢𝑢 + . 𝛿𝛿𝛿𝛿� 𝛿𝛿𝛿𝛿 + �ρ𝑣𝑣 + . 𝛿𝛿𝛿𝛿� 𝛿𝛿𝛿𝛿 ) (2.27)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

Penyederhanaan persamaan ini akan menjadi :


𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 (𝜌𝜌𝜌𝜌 ) 𝜕𝜕 (𝜌𝜌𝜌𝜌 )
+ + =0 (2.28)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

Persamaan ini masih dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan


asumsi. Asumsi pertama adalah kondisi aliran yang dibahas apakah steadi atau
transien. Jika aliran masih berubah terhadap perubahan waktu akan disebut
sebagai aliran transien sementara jika sudah tidak berubah lagi akan disebut
sebagai aliran steadi. Dengan kata lain parameter tidak berubah lagi terhadap
𝜕𝜕𝜕𝜕
waktu, = 0 . Asumsi berikutnya yang biasa digunakan adalah fluida
𝜕𝜕𝜕𝜕

inkompressibel yaitu massa jenisnya tidak berubah didalam fluida. Untuk kasus
steadi dan incompressible, persamaan ini akan menjadi :
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕
+ =0 (2.29)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

2. Hukum kelestarian momentum

Hukum ini sering juga disebut dengan hukum kedua newton dan untuk kasus 2
dimensi harus dijabarkan pada masing masing sumbu-x dan sumbu –y. Hukum
kedua Newton pada arah sumbu-x dapat dituliskan dengan persamaan:

Universitas Sumatera Utara


∑ 𝐹𝐹𝑥𝑥 = 𝑚𝑚. 𝑎𝑎𝑥𝑥 (2.30)
dimana 𝐹𝐹𝑥𝑥 dan 𝑎𝑎𝑥𝑥 masing masing adalah resultan gaya gaya dan
percepatan yang sejajar sumbu x. Untuk kasus dua dimensi, gaya gaya yang
terdapat pada eleemn fluida antara lain akibat tegangan normal, tegangan geser,
tekanan dan gaya badan(body force), ditampilkan pada gambar 2. 28.

𝜕𝜕 τ𝑦𝑦𝑦𝑦
( τyx + δ𝑦𝑦)δx
𝜕𝜕𝜕𝜕

𝜕𝜕𝜕𝜕
pδy (p + 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝛿𝛿𝛿𝛿)δy
δy fx
y
σxδy δx (σx +
𝜕𝜕 𝜎𝜎𝑥𝑥
𝛿𝛿𝛿𝛿)δy
𝜕𝜕𝜕𝜕
x
τyxδx
Gambar 2.28 Komponen gaya sejajar sumbu-x pada elemen 2 dimensi
(Sumber : Himsar Ambarita, 2011)

Dengan mensubstitusi semua gaya pada gambar dan menggunakan


𝐷𝐷𝑢𝑢
defenisi percepatan 𝑎𝑎 = , persamaan (2.30) dapat dijabarkan menjadi:
𝐷𝐷𝑡𝑡

𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜎𝜎𝑥𝑥
�𝑝𝑝 − �𝑝𝑝 + 𝑝𝑝 𝛿𝛿𝛿𝛿�� 𝛿𝛿𝛿𝛿 + �𝜎𝜎𝑥𝑥 + 𝛿𝛿𝛿𝛿 − 𝜎𝜎𝑥𝑥 � 𝛿𝛿𝛿𝛿 +
𝜕𝜕 𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕

𝜕𝜕𝜏𝜏 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐷𝐷𝐷𝐷


�𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝛿𝛿𝛿𝛿 − 𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 � + 𝑓𝑓𝑥𝑥 𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌 = 𝑚𝑚 (2.31)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝐷𝐷𝐷𝐷

Persamaan ini dapat disederhanakan lagi dan massa dapat diganti dengan
persamaan 𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌𝜌 , dan hasilnya adalah:
𝐷𝐷𝐷𝐷 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝜎𝜎𝑥𝑥 𝜕𝜕 𝜏𝜏 𝑦𝑦𝑦𝑦
𝜌𝜌 = − + + + 𝜌𝜌𝑓𝑓𝑥𝑥 (2.32)
𝐷𝐷𝐷𝐷 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

Untuk fluida Newtonian , persamaan (11) dapat disederhanakan menjadi:


𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 2 𝑣𝑣 𝜕𝜕 2 𝑢𝑢
+ + = − + 𝜇𝜇( + ) (2.33)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝑥𝑥 2 𝜕𝜕𝑦𝑦 2

Jika fluida yang dianalisis dalam kondisi steadi dan sifat fisik konstan,
persamaan momentum ini dapat ditulis lebih sederhana lagi:

Universitas Sumatera Utara


𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 1 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜇𝜇 𝜕𝜕 2 𝑢𝑢 𝜕𝜕 2 𝑢𝑢
𝑢𝑢 + 𝑣𝑣 = − + ( 2 + ) (2.34)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜌𝜌 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜌𝜌 𝜕𝜕 𝑥𝑥 𝜕𝜕 𝑦𝑦 2

Dan dengan cara yang sama untuk sumbu y, dapat diturunkan dan hasilnya
adalah:
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 1 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜇𝜇 𝜕𝜕 2 𝑣𝑣 𝜕𝜕 2 𝑣𝑣
𝑢𝑢 + 𝑣𝑣 = − + ( + ) (2.35)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜌𝜌 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜌𝜌 𝜕𝜕𝑥𝑥 2 𝜕𝜕 𝑦𝑦 2

Pada persamaan ini , p adalah tekanan , µ adalah viskositas dinamik


(Biasanya disebut hanya viskositas).

3. Hukum kelestarian energi

Defenisi hukum kelestarian energi dituliskan sebagai berikut:


𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠ℎ 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
� � = � �+ � �
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒

Bentuk matematis dari hukum kelestarian energi ditunjukkan sebagai berikut :


𝐸𝐸̇ = 𝑄𝑄̇ + 𝑊𝑊̇ (2.36)

Dimana 𝐸𝐸̇ disebut laju perubahan energi , 𝑄𝑄̇ adalah selisih laju perpindahan
panas , dan 𝑊𝑊̇ adalah kerja . Komponen komponen kerja dan panas pada satu
elemen fluida ditampilkan pada gambar berikut ini.

𝜕𝜕 τ𝑦𝑦𝑦𝑦
(uτyx + 𝛿𝛿𝛿𝛿)δx 𝜕𝜕 𝑞𝑞̇ 𝑦𝑦
𝜕𝜕𝜕𝜕 ( 𝑞𝑞̇ 𝑦𝑦 + 𝜕𝜕𝜕𝜕
δ𝑦𝑦)δx
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕
(up + 𝛿𝛿𝛿𝛿)δy
upδy 𝜕𝜕𝜕𝜕

δy ufx ∂q̇ x
𝑞𝑞̇ 𝑥𝑥 δy (𝑞𝑞̇ 𝑥𝑥 + δx )𝛿𝛿𝛿𝛿
∂x
uσxxδy δx 𝜕𝜕 𝜎𝜎𝑥𝑥
(uσxx + 𝛿𝛿𝛿𝛿)δy
y 𝜕𝜕𝜕𝜕

𝑞𝑞̇ 𝑦𝑦 δx uτyxδx
x
Gambar 2.29 Komponen kerja dan panas pada sebuah elemen
(Sumber : Himsar Ambarita, 2011)
Pada gambar , hanya gaya gaya sejajar sumbu x yang digambarkan . Gaya
gaya tersebut adalah : tekanan(p) , tegangan normal(σ) , tegangan geser (τ) dan

Universitas Sumatera Utara


gaya badan/body force(fx). Dengan cara yang sama, gaya gaya yang sejajar sumbu
y dapat digambarkan. Tetapi untuk menyederhanakan penampilan, gaya gaya ini
tidak digambarkan. Sementara, semua aliran perpindahan panas yang sejajar
sumbu x dan sumbu y digmbarkan secara lengkap pada gambar tersebut.
Dengan menggunakan defenisi bahwa laju kerja adalah gaya dikalikan
dengan kecepatan , 𝑊𝑊̇𝑥𝑥 = ∑ 𝐹𝐹𝑥𝑥 𝑢𝑢 , maka akan didapat:
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥
𝑊𝑊̇𝑥𝑥 = �𝑢𝑢𝑢𝑢 − (𝑢𝑢𝑢𝑢 + 𝛿𝛿𝛿𝛿)� 𝛿𝛿𝛿𝛿 + �𝑢𝑢𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 + 𝛿𝛿𝛿𝛿 − 𝑢𝑢𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 � 𝛿𝛿𝛿𝛿 +
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝑥𝑥

𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜏𝜏 𝑦𝑦𝑦𝑦
�𝑢𝑢𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝛿𝛿𝛿𝛿 − 𝑢𝑢𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 � 𝛿𝛿𝛿𝛿 + 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑓𝑓𝑥𝑥 𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.37)
𝜕𝜕 𝑦𝑦

Volume dari elemen tersebut dapat dirumuskan dengan 𝑉𝑉 = 𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿 . Jika


dioperasikan dan disederhanakan , akan didapat:
𝜕𝜕 (𝑢𝑢𝑢𝑢 ) 𝜕𝜕 (𝑢𝑢𝜎𝜎𝑥𝑥𝑥𝑥 ) 𝜕𝜕(𝑢𝑢 𝜏𝜏 𝑦𝑦𝑦𝑦 )
𝑊𝑊̇𝑥𝑥 = �− + + + 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑓𝑓𝑥𝑥 � 𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.38a)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝑥𝑥 𝜕𝜕 𝑦𝑦

Dengan cara yang sama , laju kerja oleh gaya gaya yang sejajar dengan
sumbu y dapat dirumuskan dengan:
𝜕𝜕 (𝑣𝑣𝑣𝑣) 𝜕𝜕 (𝑣𝑣𝜏𝜏 𝑥𝑥𝑥𝑥 ) 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜎𝜎𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑊𝑊̇𝑦𝑦 = �− + + + 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑓𝑓𝑦𝑦 � 𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.38b)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝑥𝑥 𝜕𝜕 𝑦𝑦

Langkah selanjutnya adalah mendefenisikan aliran panas pada masing


masing permukaan elemen. Ada dua sumber panas yang mungkin pada elemen
fluida, yaitu pertama, panas yang dibangkitkan di dalam elemen, misalnya jika
ada pemanas listrik atau reaksi kimia di dalam elemen dan kedua perpindahan
panas akibat konduksi dari masing masing permukaan. Jika dijabarkan, maka akan
didapat:
𝜕𝜕𝑞𝑞̇ 𝜕𝜕 𝑞𝑞̇
𝑄𝑄̇ = �𝜌𝜌𝑞𝑞̇ − ( 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝜕𝜕𝜕𝜕𝑦𝑦 )� 𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.39)

Perpindahan panas konduksi di permukaan dapat dijabarkan dengan


menggunakan persamaan Fourier. Untuk masing masing sumbu adalah: 𝑞𝑞̇ 𝑥𝑥 =
−𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘/𝜕𝜕𝜕𝜕 dan 𝑞𝑞̇ 𝑦𝑦 = −𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘/𝜕𝜕𝜕𝜕. Dengan menggunakan defenisi ini, persamaan
(2.39) menjadi:
𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕
𝑄𝑄̇ = �𝜌𝜌𝑞𝑞̇ − ( �𝑘𝑘 � + �𝑘𝑘 �)� 𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.40)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

Universitas Sumatera Utara


Komponen terakhir dari persamaan (2.36) yang harus dijabarkan adalah
perubahan energi didalam elemen atau 𝐸𝐸̇ . Energi disini adalah penjumlahan energi
dalam dan energi kinetik. Menurut Termodinamika, energi dalam elemen adalah
penjumlahan energi kinetik translasi ditambah rotasi dan energi listrik dari
molekul molekulnya. Pada tulisan ini, semua komponen energi dalam diwakili
oleh i dan energi akibat kecepatan diwakili oleh V2/2 dimana V2 = u2 + v2 . Maka
energi dalam dapat dirumuskan menjadi:
𝐷𝐷 𝑉𝑉 2
𝐸𝐸̇ = 𝜌𝜌 �𝑖𝑖 + � 𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿𝛿 (2.41)
𝐷𝐷𝐷𝐷 2

Dengan menggabungkan semua komponen enrgi ini dan defenisi energi


dalam fluida dapat dinyatakan dengan i = CT, maka persamaan energi atau
persamaan(15) dapat disederhanakan menjadi
𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕
+ + = 𝑘𝑘 + 𝑘𝑘
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕

+ 𝜌𝜌𝑞𝑞̇ − 𝑝𝑝(∇. 𝑉𝑉 ) + 𝜇𝜇Φ (2.42)

Dimana C(J/kgK) adalah panas jenis fluida yang dibahas dan Φ adalah
fungsi disipasi , yang dirumuskan dengan persamaan:
∂u 2 ∂v 2 ∂u ∂v 2
Φ = 2 �� � + � � � + � + � (2.43)
∂x ∂y ∂x ∂y

Persamaan (2.41) masih berlaku umum dan dapat disederhanakan dengan


menggunakan beberapa asumsi. Misalnya asumsi yang umum digunakan adalah
aliran yang terjadi steadi, tidak ada sumber panas, pengaruh disipasi dan kerja
akibat tekanan diabaikan dan sifat fisik konstan, maka persamaan energi akan
menjadi sangat sederhana:
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑘𝑘 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇
𝑢𝑢 + 𝑣𝑣 = � + � (2.44)
𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜌𝜌𝜌𝜌 𝜕𝜕𝑥𝑥 2 𝜕𝜕𝑦𝑦 2

Persamaan inilah yang sering dipakai untuk mendapatkan distribusi


temperatur pada aliran fluida .Dari semua persamaan pembentuk ini, persamaan
(2.29), persamaan (2.34), persamaan (2.35) dan persamaan (2.43) inilah yang
disebut governing equations.

Universitas Sumatera Utara


2.9 Model aliran turbulen yang terdapat di CFD

Aliran turbulen, biasa juga disebut aliran chaos,adalah aliran yang sudah
diikuti oleh gerakan acak dari molekul fluida[3]. Pemodelan aliran turbulen
merupakan cara yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah beragam jenis
aliran fluida secara numerik, biasanya dilakukan oleh software CFD. Untuk
kebanyakan kasus engineering, penyelesaian fluktuasi dari aliran turbulen secara
rinci tidak diperlukan melainkan hanya efek dari turbulensi yang akan
diperhitungkan[15].
Secara garis besar, model turbulen dapat didekati dengan menggunakan dua
pendekatan,yaitu:
a. Berdasarkan Reynold averaged-Navier stokes (RANS)
Cara ini merupakan model klasik
b. Berdasarkan Large Eddy simulation(LES)

Tabel 2.1 Model penyelesaian aliran turbulen


Model klasik Berdasarkan persamaan Reynold(time averaged)
1. Zero equatuion model – mixing length model
2. one equation model- spallart allmaras
3. two-equation model – k-ε
4. Reynold stress equation model
5. algebratic stress model
Large Eddy simulation Base on space-filtered equations

Aliran turbulen dikenali dengan adanya medan kecepatan yang berfluktuasi.


Fluktuasi kecepatan tersebut membawa berbagai besaran seperti momentum,
energi, konsentrasi partikel sehingga besaran tersebut juga ikut berfluktuasi.
Fluktuasi tersebut dapat terjadi pada skala kecil dan mempunyai frekuensi yang
tinggi sehingga terlalu rumit untuk dihitung secara langsung pada perhitungan
rekayasa praktis (practical engineering). Oleh karena itu, persamaan yang
berhubungan dapat dirata ratakan(time averaged,ensemble averaged) atau
dimanipulasi untuk menghilangkan fluktuasi skala kecil.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa penjelasan[14] dari model turbulen dijelaskan sebagi berikut:
- Model Spallart Allmaras merupakan model turbulensi dengan satu persamaan
yang menyelesaikan model persamaan transport untuk viskositas kinematik
turbulen. Model ini sengaja dibuat untuk aplikasi di bidang penerbangan.
- Model k-ε merupakan model dengan dua persamaan yang memungkinkan
kecepatan turbulen(turbulent velocity) dan skala panjang (length scale). Model ini
merupakan model yang sering digunakan untuk simulasi aliran fluida dan
perpindahan panas.
- Model Reynold stress merupakan model turbulensi yang paling teliti pada
Fluent. Model ini mendekati persamaan Navier stokes(Reynold averaged) dengan
menyelesaikan persamaan transport untuk tegangan Reynold bersama sama
dengan persamaan laju disipasi .
- Model Large Eddy simulation merupakan model aliran turbulen yang dicirikan
dengan adanya vortex/eddies dengan berbagai skala panjang dan waktu.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai