Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH VALIDASI

MEMBUAT PROSEDUR ANALISIS DAN VALIDASI SEDIAAN FARMASI


SUSPENSI AMOKSISILIN DENGAN METODE HPLC

Oleh Kelompok 7 :
Dayu Lantika (202211101028)
Umi Zahrotun Ni'mah (202211101030)

Dosen Pengampu :
apt. Lestyo Wulandari, S.Si.,M.Farm.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1. Formula
Nama Bahan Fungsi Persentase
Amoksisilin Bahan aktif 5%
PVP Pengikat granul dan pembasah 2%
CMC-Na Suspending agent 1%
Na-benzoat Pengawet 0,5%
Sukrosa Pemanis 0,5%
Essens Pengaroma dan perasa 0,05%
Aquadest Pelarut ad 100 ml

2. Sifat Fisika Kimia Analit dan Matriks


Analit : Amoksisilin
Matriks : PVP, CMC-Na, Na-benzoat, Sukrosa.

 Amoksisilin (FI edisi V, 2014)(HSBD)


Amoksisilin mengandung tidak kurang dari 900 µg dan tidak lebih dari 1050 µg per
mg C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat.
Pemerian Serbuk hablur; putih; praktis tidak berbau; memiliki rasa pahit.
Struktur kimia

Kelarutan 1 g amoksisilin larut dalam 390 mL air; 2000 mL alcohol; 290


mL dapar fosfat (1%); dan 330 mL etanol
Bobot Molekul 419,45 g/mol
Titik Didih -
Titik Leleh 194oC
Log P 0,87
Panjang 230 nm (Harianto dan Transitawuri, 2006; Ashnagar dan Naseri,
gelombang max 2007; Anonim, 2014)

 PVP (Handbook of excipients, 2015)


Pemerian Serbuk putih; tidak berbau;
Struktur kimia
Kelarutan Mudah larut dalam air, etanol, keton, metanol, kloroform. Tidak
larut dalam eter, hidrokarbon, dan mineral oil.
Bobot Molekul 111,14 g/mol
Titik Didih 90-93°C
Titik Leleh 150°C
Log P 0,37

 CMC-Na (Handbook of excipients, 2015)


Pemerian Padatan berwarna putih.
Struktur kimia

Kelarutan Tidak larut dalam toluene, aseton, kloroform, etanol, dan eter.
Tidak larut dalam air, namun mengembang menjadi suspensi.
Bobot Molekul 263,2 g/mol
Titik Didih -
Titik Leleh 227°C
Log P -

 Na-benzoate (Handbook of excipients, 2015)


Pemerian berbentuk bubuk kering, cairan, pellet kristal, berwarna putih
atau hampir tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki rasa
manis.
Struktur kimia

Kelarutan pada suhu 25°C 1 g asam benzoate larut dalam 1,8 mL air, 75 ml
alcohol; 50 mL campuran alkohol:air (46,3 : 3,7).
Bobot Molekul 144,1 g/mol
Titik Didih 450-475°C
Titik Leleh 436°C
Log P -2,27
Panjang 225,6 nm
gelombang max
 Sukrosa (Handbook of excipients, 2015)
Pemerian Masa serbuk hablur berwarna putih; memiliki rasa manis; tidak
berbau
Struktur kimia

Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dan tidak
larut dalam kloroform dan eter
Bobot Molekul 342,30 g/mol
Titik Leleh 185-186°C
Log P -3,7

3. Metode analisis : KCKT fase terbalik (HPLC Reversed Phase)


Alasan : Menurut Farmakope Indonesia Edisi V tahun 2014, penetapan kadar amoksisilin
di dalam sediaan tablet, kapsul, sirup, dan suspensi dilakukan dengan metode KCKT atau
HPLC. Amoksisilin memiliki sifat kelarutan 1 g amoksisilin larut dalam 390 mL air;
2000 mL alcohol; 290 mL dapar fosfat (1%); dan 330 mL etanol. Pada analisis validasi
amoksisilin digunakan fase gerak dari campuran Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5 :
asetonitril P (96:4). Pemilihan metode analisis menggunakan HPLC atau KCKT
dikarenakan metode ini memiliki daya separasi yang lebih baik dibandingkan metode lain
seperti KLT dan spektrofotometri UV-Vis mengingat bahwa sediaan yang akan diuji
berupa sediaan suspensi dimana memiliki bahan tambahan atau eksipien yang banyak.

4. Preparasi Sampel
Pada formula sampel sediaan suspensi amoksisilin dapat dilihat kadar atau
konsentrasinya sebesar 5% atau 5 gram amoksisilin dalam 100 mL sediaan suspensi.
Dalam Farmakope Indonesia V tahun 2014, untuk analisis amoksisilin dalam sediaan
suspensi konsentrasi yang digunakan yakni 1 mg amoksisilin anhidrat dalam 1 mL.
kesetaraan antara amoksisilin dengan amoksisilin anhidrat yakni 500 mg amoksisilin
setara dengan 575 mg amoksisilin anhidrat. Sehingga untuk preparasi sampel perlu
dihitung kesetaraannya dengan amoksisilin anhidrat.
Karena bentuk sediaannya suspensi dan tidak memungkinkan untuk dipipet, makan
konsentrasi sampel diubah dari b/v menjadi b/b, untuk sediaan suspensi nilai bojot jenis
(BJ) dianggap 1,2. Sehingga konsentrasi 5% b/v setara dengan 5 gram amoksisilin dalam
120 gram sediaan (5g/120g).
Diambil sejumlah tertentu sampel untuk membuat konsentrasi uji sampel yakni 1
mg/mL amoksisilin anhidrat atau 1000 ppm amoksisilin anhidrat kemudian diencerkan
dengan buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5. Perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada
poin 6.b.5. Sebelum dianalisis, larutan sampel perlu disaring dengan membran filter 0,45
µm (Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014).

5. Kondisi Analisis
 Fase diam (kolom) : RPC-18 (Reversed Phase Column) (250 mm x 4 mm, 5µm)
 Fase gerak (eluen) : Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5 : asetonitril P (96:4)
 Detektor : Diode Array Detectore (DAD)
 Panjang gelombang : 230 nm
 Suhu kolom : suhu ruang (25oC)
 Kecepatan eluen : 1,0 mL/menit
 Volume injeksi : 10 µL
 Pelarut : Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5
 Konsentrasi uji : ditentukan dari hasil percobaan (1 mg/mL) (Ashnagar dan
Naseri, 2007; Anonim, 2014)
Dipilih fase diam berupa kolom RPC-18 yaitu kolom fase terbalik yang bersifat lebih
non polar daripada fase gerak (eluen) sedangkan eluen yang digunakan berupa campuran
buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 dengan asetonitril P (96:4) yang bersifat lebih polar
daripada fase diam. Alas an dipilihnya kolom fase terbalik yakni dikarenakan analit yang akan
dianalisis yaitu amoksisilin bersifat lebih non polar dibandingkan matriks dalam sediaan
suspens sampel tersebut, sehingga nantinya matriks akan ikut terelusi bersama eluen
sedangkan analit akan tertahan pada kolom (fase diam) sehingga terjadilakn pemisahan antara
analit dengan matriks.
Kolom C18 dipilih sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Batrawi dkk.
(2017) yang mencoba tiga jenis kolom yakni C4, C8, dan C18. hasilnya dilaporkan bahwa
analisis dengan kolom C18 menunjukkan hasil pemisahan analit (amoksisilin) dengan matriks
yang paling bagus (pada kromatogramnya). Sistem eluasi yang digunakan yaitu isokratik
karena eluen yang digunakan memiliki perbandingan yang tetap dari awal sampai akhir
analisis karena analit yang dipisahkan tunggal.
Pelarut yang digunakan yaitu buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 sesuai dalam FI V,
selain itu dikarenakan kelarutan amoksisilin (analit) lebih tinggi dalam buffer fosfat tersebut
daripada pelarut lain seperti aquades, alkohol, dan etanol. Fase gerak yang digunakan berupa
campuran buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 dengan asetonitril P (96:4) sesuai dengan FI
V dan penelitian sebelumnya (Ashnagar dan Naseri, 2007) selain itu juga karena dapar fosfat
memiliki kemurnian yang tinggi, murah, dan paling umum digunakan karena menghasilkan
pemisahan yang baik.
Menurut FI V, dalam penetapan kadar amoksisilin laju alir yang digunakan kurang
lebih 1,5 mL/menit (Anonim, 2014). Pada prosedur ini, laju alir yang digunakan 1,0 mL/menit
karena menurut penelitian sebelumnya dengan laju alir tersebut dirasa sudah cukup optimal
untuk menghasilkan bentuk puncak yang tajam dan pemisahan yang baik. Tidak dilakukan
laju alir yang lebih tinggi dari 1,0 mL/menit karena pada kondisi ini tekanan kolom sudah
sangat tinggi sehingga dikhawatirkan dapat merusak kolom (Harianto dan Transitawuri,
2006).
Selain itu, pada penelitian lain dikatakan bahwa mengenai pH buffer yang digunakan
sebagai pelarut dan campuran eluen, menyatakan bahwa pH 5 adalah yang terbaik karena
memberikan pemisahan yang lebih baik antara analit dan matriks. Suhu kolom selama
penelitian mengikuti suhu ruang karena bagus untuk pemisahan dan tidak berpotensi merusak
analit (Batrawi dkk., 2017). Untuk volume injeksinya dapat dipilih 10 µL, akan tetapi jika
respon yang dihasilkan kecil dapat dinaikkan menjadi 20 µL(Anonim, 2014).
Detektor yang digunakan adalah DAD (Diode Array Detectore) karena selain analit,
terdapat matriks yang juga memiliki gugus kromofor yakni Na Benzoate sehingga dipilih
detektor DAD ini yang mampu bekerja pada panjang gelombang yang sangat lebar pada area
UV-Vis. Kemudian dipilih panjang gelombang 230 nm karena merupakan panjang gelombang
maksimal dari analit (amoksisilin) sehingga pada panjang gelombang ini analit menghasilkan
area puncak yang tinggi sedangkan pelarut dan matriks tidak menyerap radiasi sehingga tidak
menganggu respon analit (Harianto dan Transitawuri, 2006; Ashnagar dan Naseri, 2007;
Anonim, 2014).
Konsentrasi uji yang dipilih yaitu 1 mg/mL (1.000 ppm, mg amoksisilin anhidrat per
liter) karena memiliki efisiensi dalam preparasi standar dan sampel yang baik dan mudah,
selain itu menurut beberapa literatur mengenai analisis suspensi amoksisilin, pada konsentrasi
tersebut dapat menghasilkan % akurasi yang lebih besar di dalam rentang persyaratan serta
nilai N yang dihasilkan lebih besar dan nilai H lebih kecil dan resolusi (Rs) ≥ 1,5 sehingga
dianggap memberikan respon yang paling baik oleh karena itu dipilih sebagai konsentrasi uji
(Harianto dan Transitawuri, 2006; Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014).

6. Prosedur Analisis dan Validasi Sediaan Suspensi Amoksisilin dengan Metode HPLC
a. Alat dan Bahan
 Alat : -Labu ukur
-Mikropipet
-Pipet volume
-Ball filler
-Ultrasonik
-HPLC solvent filtration + pompa vakum
-Microsyringe 20 µL
-Instrumen HPLC

 Bahan : -Standar Amoksisilin anhidrat


-Sampel Sediaan Suspensi Amoksisilin 5% (sesuai Formula)
-Kalium dihidrogen fosfat
-HCl 0,01M
-NaOH 0,01M
-Membran filter nilon
-Akuades bidestilata steril

b. Cara Kerja
1. Pembuatan Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5
Ditimbang sebanyak 680 mg kalium dihidrogen fosfat secara seksama dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Dilarutkan dengan akuades kurang lebih 80
mL hingga homogen kemudian dilakukan adjust pH hingga didapat pH 5±0,1
menggunakan HCl dan NaOH. Ketika telah didapat pH 5 ± 0,1, ditambahkan
akuades hingga tanda batas. Buffer fosfat digunakan sebagai pelarut/pengencer
standar dan sampel (Harianto dan Transitawuri, 2006; Anonim, 2014).

2. Preparasi Eluen
Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5
dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian campuran disaring dengan
penyaring solven HPLC menggunakan membran filter nilon 0,45 µm (Harianto
dan Transitawuri, 2006; Anonim, 2014).

3. Preparasi Larutan Baku Induk Standar


Ditimbang sebanyak 100 mg serbuk standar amoksisilin anhidrat secara seksama,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan buffer kalium
dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya diultrasonik selama 15
menit kemudian diadkan dengan buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 sampai
tanda batas (didapat kosentrasi 10.000 ppm atau 10 mg/mL).
100 mg 1.000mL
× =10.000 ppm atau 10 mg/mL
10 ml 1L

4. Preparasi Larutan Baku Kerja Standar


Dipipet larutan baku induk standar sebanyak 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1;1,1; 1,2; 1,3;
1,4; 1,5 dan 1,6 mL, masing-masing dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya
diultrasonik selama 15 menit kemudian diadkan dengan buffer kalium dihidrogen
fosfat pH 5 sampai tanda batas (didapat konsentrasi 100, 200, 400, 600, 800,
1.000, 1.100, 1.200, 1.300, 1.400, 1.500 dan 1.600 ppm). Sebelum dianalisis, tiap
konsentrasi larutan tersebut perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm
(Harianto dan Transitawuri, 2006).

5. Preparasi Sampel
Sampel sediaan suspensi amoksisilin memiliki konsentrasi 5% b/v (5 gram
amoksisilin dalam 100 mL) kemudian diubah menjadi konsentrasi dalam b/b
menjadi 5g/120mL (bj sediaan suspensi dianggap 1,2 g/mL). Konsentrasi uji yang
digunakan sesuai dengan literatur yaitu 1 mg amoksisilin anhidrat per mL atau
1000 ppm (mg amoksisilin anhidrat per liter). Sebelum dianalisis, larutan sampel
perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm (Harianto dan Transitawuri, 2006;
Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014). Jika ingin membuat larutan sampel
konsentrasi 1 mg amoksisilin anhidrat per mL (1.000 ppm) sebanyak 100 mL
maka perhitungannya sebagai berikut:

Kesetaraan : 500 mg amoksisilin setara dengan 575 mg amoksisilin anhidrat


1.000 ppm atau 1.000 mg/L amoksisilin anhidrat sebanyak 100 mL mengandung:
x mg 1.000 mL
× =1.000 mg/ L → x = 100 mg amoksisilin anhidrat
100 mL 1L

Amoksisilin dalam sampel yang perlu diambil untuk mendapatkan 100 mg


amoksisilin anhidrat:
x mg 500 mg
= → x =86,956 mg amoksisilin dalam sampel
100 mg 575 mg

Sampel yang harus ditimbang ditimbang untuk mendapatkan 86,956 mg


amoksisilin :
5g 86,956 mg
= → x=2,087 g sampel suspensi amoksisilin
120 g x mg
Jadi untuk membuat konsentrasi uji 1 mg amoksisilin anhidrat per mL sebanyak
100 mL dilakukan dengan menimbang sampel suspensi amoksisilin (formula)
sebanyak 2,087 g, dimasukkan dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan
buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 ± 70 mL, kemudia diultrasonik 5 menit, di
adkan dengan buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 sampai tanda batas dan
dihomogenkan. Sebelum dianalisis, larutan sampel perlu disaring dengan
membran filter 0,45 µm.
Jika ingin dilakukan optimasi konsentrasi uji, dibuat larutan sampel dengan
konsentrasi 100, 1.000, dan 10.000 ppm (µg amoksisilin anhidrat per mL) dengan
perhitungan menyesuaikan seperti diatas.

6. Analisis dengan HPLC


- Kualifikasi Instrumen
Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilakukan menggunakan HPLC
(JASCO, Jepang) dengan Pompa Cair 880-PU; detektor DAD (Diode
Array Detectore); dan software ECW2000 versi 2.05 (Ashnagar dan Naseri,
2007).

- Prevalidasi
Penentuan panjang gelombang: Dibuat larutan standar amoksisilin anhidrat
dengan konsentrasi 10 µg/ml dan diukur serapannya dengan spektrofotometer
UVVis pada panjang gelombang 200–300 nm. Dari hasil pengukuran serapan
standar amoksisilin anhidrat 10 µg/ml tersebut diperoleh panjang gelombang
maksimum pada 230 nm. Panjang gelombang tersebut yang digunakan untuk
analisis amoksisilin pada HPLC (Harianto dan Transitawuri, 2006).

- Optimasi Konsentrasi Uji


Optimasi konsentrasi uji bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi
larutan uji yang efisien preparasinya yakni, mudah, cepat, dan tidak banyak
pengenceran sehingga diharapkan dapat memperkecil kesalahan yang terjadi.
Optimasi konsentrasi uji dapat dilakukan menggunakan baku kerja standar dan
sampel konsentrasi 100, 1.000, dan 10.000 ppm (mg amoksisilinin anhidrat
per Liter). Sebelum dianalisis, larutan sampel perlu disaring dengan membran
filter 0,45 µm. Konsentrasi tersebut dibuat berdasarkan penelitian sebelumnya
yang melakukan analisis sediaan suspensi amoksisilin dengan metode HPLC
dan konsentrasi uji yang dipilih adalah 1 mg/L atau 1.000 ppm (mg
amoksisilin anhidrat per Liter) (Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014).
Analisis dengan HPLC:
a. Dinyalakan komputer dan instrumen HPLC.
b. Kolom dicuci menggunakan akuades bidestilata (dipilih program mencuci
pada instrumen HPLC) hingga tekanan konstran.
c. Kolom dicuci menggunakan eluen sampai tenakan konstan.
d. Diatur kondisi analisis pada computer, metode perhitungan, dan batch
proses.
e. Disuntikkan masing-masing larutan standar dan larutan sampel.
f. Diamati hasil kromatogram.
g. Dihitung nilai N dan H puncak larutan standar amoksisilin anhidrat dan
dihitung resolusi puncak amoksisilin larutan sampel terhadap puncak
penganggu.
Jadi dengan menggunakan 3 seri konsentrasi tersebut dapat digunakan
sebagai crosscheck apakah pada hasil pengamatan juga didapatkan konsentrasi
1.000 ppm sebagai konsentrasi uji yang dapat dilihat dari cara preparasinya
yang efesien dan mampu menghasilkan nilai N yang dihasilkan lebih besar
dan nilai H lebih kecil serta resolusi yang baik ≥ 1,5.

- Validasi
a. Selektifitas dan speksifisitas
Selektifitas atau biasa disebut dengan uji purity merupakan salah satu
metode validasi dengan membandingkan respon analit dengan
matriks.Pada uji purity dilakukan dengan membandingkan spektra puncak
kromatogram posisi awal (s), tengah (m), dan akhir (e). Spesifisitas atau
biasa disebut dengan uji identity merupakan metode validasi yang
dilakukan dengan cara membandingkan puncak spektra kromatogram
analit dengan standar serta menghitung nilai resolusi (Rs) antara puncak
analit terhadap puncak matrik. Metode validasi selektivitas dan spesifisitas
dapat dilakukan dengan sekali running uji dengan tahapan:
1. Dibuat larutan uji standar dengan konsentrasi 1000 ppm dengan cara
memipet 1 mL larutan induk standar (konsentrasi 10.000 ppm),
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan buffer
kalium dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya
diultrasonik selama 15 menit kemudian diadkan dengan buffer kalium
dihidrogen fosfat pH 5 sampai tanda batas. Sebelum dianalisis, larutan
perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
2. Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum
dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
3. Preparasi eluen atau fase gerak
Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen
fosfat pH 5 dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian
campuran disaring dengan penyaring solven HPLC menggunakan
membran filter nilon 0,45 µm
4. Dilakukan analisis dengan HPLC
5. Analisis Kualitatif puncak analit dengan detektor DAD
b. Linieritas dan rentang
Linearitas merupakan kemampuan metode untuk memberikan hasil
pengukuran yang secara proporsional terhadap konsentrasi analit atau
secara langsung proporsional setelah beberapa tipe transformasi
matematika.Linearitas ditentukan dengan membuat satu seri konsentrasi
analit dari sampel dengan rentang 10-200%. Beberapa parameter yang
digunakan yaitu nilai standar deviasi relatif (Vxo), nilai Xp, dan analisis
statistika lain (ANNOVA). Metode validasi linieritas dilakukan dengan
tahapan:
1. Dibuat seri larutan standar rentang 10-200% dengan memipet 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4; 1,6 mL larutan baku standar kemudian masing-
masing dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan buffer
kalium dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya
diultrasonik selama 15 menit kemudian diadkan dengan buffer kalium
dihidrogen fosfat pH 5 sampai tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi 200; 400; 600; 800; 1000; 1200; 1400; dan 1600 ppm.
Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45
µm.
2. Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen
fosfat pH 5 dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian
campuran disaring dengan penyaring solven HPLC menggunakan
membran filter nilon 0,45 µm
3. Dilakukan analisis menggunakan HPLC
4. Menghitung nilai parameter Vxo dan Xp dari data hasil scanning
kemudian dicocokkan dengan persyaratan linieritasnya.

c. LOD dan LOQ


Batas deteksi didefinisikan sebagai jumlah terkecil dari analit yang
masih dapat dideteksi dan memberikan respon yang signifikan
dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi adalah parameter yang
menunjukkan kuantitas terkecil dari analit yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
1) Dibuat 8 konsentrasi larutan standar amoksisilin anhidrat dalam pelarut
buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 dengan konsentrasi di bawah
konsentrasi linieritas, yaitu 10, 20, 40, 50, 60, 80, 90, dan 100 ppm.
Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45
µm.
2) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
3) Disuntikkan masing-masing larutan standar amoksisilin anhidrat
sebanyak 10 µL menggunakan microsyringe pada instrument HPLC.
Dilakukan 3 kali penyuntikan/replikasi untuk tiap konsentrasi.
4) Diamati spektra standar dan sampel.
5) Diamati kromatogram standardan sampel.
6) Dihitung nilai parameter batas deteksi (LOD) dan kuantitasi (LOQ)
dengan mengukur rasio signal to noise dan dari hasil scanning dengan
program validasi. Batas deteksi adalah konsentrasi yang mampu
memberikan rasio signal to noise ≥3. Sedangkan batas kuantitasi
dalam sampel dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima dengan rasio signal to noise ≥10 (Batrawi dkk., 2017).Pada
program Validation Method of Analysis akan didapat nilai Xp yang
menunjukkan nilai LOD berdasarkan persamaan regresi. Sedangkan
nilai LOQ dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
10
LOQ ¿ × LOD
3

d. Presisi
Presisi adalah parameter yang menunjukkan tingkat kesesuaian antar
hasil uji individual (Harmita, 2004).
1) Pada prosedur ini kami tuliskan prosedur uji presisi repeatibility, yaitu
uji presisi dengan mengukur kepresisian respon kromatogram secara
berulang kali pada kondisi yang sama dan interval waktu yang singkat
(Harmita, 2004).
2) Digunakan 5 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan
konsentrasi antara 70-130% dari konsentrasi uji yaitu 800, 1.000,
1.100, 1.200, dan 1.300 ppm. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
3) Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum
dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
4) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
5) Disuntikkan masing-masing larutan standar amoksisilin anhidrat dan
sampel sebanyak 10 µL menggunakan microsyringe pada instrument
HPLC. Dilakukan 6 kali penyuntikan/replikasi untuk tiap konsentrasi
baik standar maupun sampel.
6) Diamati spektra standar dan sampel.
7) Diamati kromatogram standardan sampel.
8) Dihitung nilai parameter kepresisian yaitu nilai RSD dari hasil
scanning dan dicocokkan dengan pesyaratan presisi.
9) Untuk analit dengan konsentrasi ≥1% (sampel yang digunakan adalah
suspensi amoksisilin 5%), maka pesyaratan penerimaan presisi yaitu
nilai RSD ≤ 2,8% (Huber, 2007).

e. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan antara
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2004).
1) Digunakan 5 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan
konsentrasi antara 80-180% dari konsentrasi uji yaitu 800, 1.000,
1.400, 1.600, dan 1.800 ppm.
2) Preparasi sampel adisi (30, 45, dan 60%), masing-masing dibuat
sebanyak 50 mL.
 Sampel adisi 30%
Dihitung kadar sampel %b/v sesuai yang digunakan pada uji
presisi. Dimisalkan hasil uji presisi didapatkan kadar sesuai pada
formula yakni 5% (5 g amoksisilin dalam 100 mL) atau setara
dengan 5,75% (5,75 g amoksisilin anhidrat dalam 100 mL).
digunakan yang 5,75% karena yang dihitung kadar amoksisilit
anhidrat, maka:
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (30%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,3
=172,5 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 172,5 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
 Sampel adisi 45%
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (45%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,45
=258,8 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 258,8 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
 Sampel adisi 60%
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (30%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,6
=345 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 345 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45.
3) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
4) Disuntikkan masing-masing larutan standar amoksisilin anhidrat dan
sampel sebanyak 10 µL menggunakan microsyringe pada instrument
HPLC. Masing-masing sampel adisi dilakukan 3 kali replikasi.
5) Diamati spektra standar dan sampel.
6) Diamati kromatogram standar dan sampel.
7) Dihitung nilai parameter kepresisian yaitu nilai % recovery dari hasil
scanning dan dicocokkan dengan pesyaratan presisi.
8) Untuk analit dengan konsentrasi ≥1% (sampel yang digunakan adalah
suspensi amoksisilin 5%), maka pesyaratan penerimaan presisi yaitu
nilai % recovery adalah sekitar 97-103% (Huber, 2007).
f. Ruggedness (ketangguhan) dan Robustness (kekuatan)
Ruggedness (ketangguhan) metode adalah derajat ketertiruan hasil uji
yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji
seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang
berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya
pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Harmita,
2004).
Untuk memvalidasi Robustness (kekuatan) suatu metode perlu dibuat
perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi
respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan
yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan metode HPLC yaitu
dilakukan perubahan komposisi fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2
unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2-3°C) (Harmita, 2004).
 Uji ruggednessdan robustness
- Preparasi eluen diubah komposisinya menjadi Buffer Kalium
Dihidrogen Fosfat pH 5 : asetonitril P (95:5 dan 97:3).
- Laju alir diubah menjadi 0,9 dan 1,1 mL/menit.
- Analisis dilakukan pada panjang gelombang 228 dan 232 nm.
- Dilakukan uji presisi dengan 3 perubahan kondisi analisis di atas.
- Dilakukan uji akurasi dengan 3 perubahan kondisi analisis di atas.
- Diamati spektra standar dan sampel.
- Diamati kromatogram standar dan sampel.
- Dilihat nilai kepresisian (RSD) dan keakurasian (% recovery)
yang didapat dari kedua kondisi analisis yang diubah tersebut.
Dengan syarat RSD ≤ 2,8% dan % recovery 97-103% sesuai
criteria penerimaan presisi dan akurasi untuk konsentrasi analit
≥1% (sampel yang digunakan adalah suspensi amoksisilin 5%).

- Penetapan kadar
1) Digunakan 8 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan konsentrasi
antara 10-200% dari konsentrasi uji yaitu 200, 400, 600, 800, 1.000, 1.200,
1.400 dan 1.600 ppm. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring dengan
membran filter 0,45 µm.
2) Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum dianalisis,
larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
3) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
4) Disuntikkan larutan standar amoksisilin anhidrat dan sampel sebanyak 10
µL menggunakan microsyringe pada instrument HPLC. Dilakukan 3 kali
penyuntikan/replikasi.
5) Diamati spektra standar dan sampel.
6) Diamati kromatogram standar dan sampel.
7) Dibuat persamaan regresi dari nilai konsentrasi (x) dengan nilai area (y)
yang didapat dari hasil scanning.
8) Kemudian dihitung nilai % akurasi kadar sampel ((kadar hasil
percobaa/kadar teoritis)x100%)).
9) Kemudian dihitung nilai SD dan RSDnya
10) Menurut FIV, amoksisilin untuk sediaan suspensi oral mengandung tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% C16H19N3O5S (amoksisilin)
dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. FARMAKOPE INDONESIA. Edisi V. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.


Ashnagar, A. dan N. G. Naseri. 2007. Analysis of three penicillin antibiotics (ampicillin,
amoxicillin and cloxacillin) of several iranian pharmaceutical companies by hplc. E-
Journal of Chemistry. 4(4):536–545.
Batrawi, N., S. Wahdan, dan F. Al-Rimawi. 2017. A validated stability indicating hplc
method for simultaneous determination of amoxicillin and enrofloxacin combination in
an injectable suspension. Scientia Pharmaceutica. 85(6)
Giannopoulou, I., F. Saïs, dan R. Thomopoulos. 2015. Linked data annotation and fusion
driven by data quality evaluation. Revue Des Nouvelles Technologies de l’Information.
E.28:257–262.
Harianto, S. W. dan F. Transitawuri. 2006. Perbandingan mutu dan harga tablet amoksisilin
500 mg generik dengan non generik yang beredar di pasaran. Pharmaceutical Sciences
and Research (PSR). 3(3):127–142.
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 1(3):117–135.
Huber, L. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories. CRC Press.
RI, D. P. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Edisi V. KemenKes RI.
Tim Dosen. 2019. Buku Panduan Praktikum Validasi Metode Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Jember. Jember ; Fakultas Farmasi Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai