Oleh Kelompok 7 :
Dayu Lantika (202211101028)
Umi Zahrotun Ni'mah (202211101030)
Dosen Pengampu :
apt. Lestyo Wulandari, S.Si.,M.Farm.
Kelarutan Tidak larut dalam toluene, aseton, kloroform, etanol, dan eter.
Tidak larut dalam air, namun mengembang menjadi suspensi.
Bobot Molekul 263,2 g/mol
Titik Didih -
Titik Leleh 227°C
Log P -
Kelarutan pada suhu 25°C 1 g asam benzoate larut dalam 1,8 mL air, 75 ml
alcohol; 50 mL campuran alkohol:air (46,3 : 3,7).
Bobot Molekul 144,1 g/mol
Titik Didih 450-475°C
Titik Leleh 436°C
Log P -2,27
Panjang 225,6 nm
gelombang max
Sukrosa (Handbook of excipients, 2015)
Pemerian Masa serbuk hablur berwarna putih; memiliki rasa manis; tidak
berbau
Struktur kimia
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dan tidak
larut dalam kloroform dan eter
Bobot Molekul 342,30 g/mol
Titik Leleh 185-186°C
Log P -3,7
4. Preparasi Sampel
Pada formula sampel sediaan suspensi amoksisilin dapat dilihat kadar atau
konsentrasinya sebesar 5% atau 5 gram amoksisilin dalam 100 mL sediaan suspensi.
Dalam Farmakope Indonesia V tahun 2014, untuk analisis amoksisilin dalam sediaan
suspensi konsentrasi yang digunakan yakni 1 mg amoksisilin anhidrat dalam 1 mL.
kesetaraan antara amoksisilin dengan amoksisilin anhidrat yakni 500 mg amoksisilin
setara dengan 575 mg amoksisilin anhidrat. Sehingga untuk preparasi sampel perlu
dihitung kesetaraannya dengan amoksisilin anhidrat.
Karena bentuk sediaannya suspensi dan tidak memungkinkan untuk dipipet, makan
konsentrasi sampel diubah dari b/v menjadi b/b, untuk sediaan suspensi nilai bojot jenis
(BJ) dianggap 1,2. Sehingga konsentrasi 5% b/v setara dengan 5 gram amoksisilin dalam
120 gram sediaan (5g/120g).
Diambil sejumlah tertentu sampel untuk membuat konsentrasi uji sampel yakni 1
mg/mL amoksisilin anhidrat atau 1000 ppm amoksisilin anhidrat kemudian diencerkan
dengan buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5. Perhitungan lebih jelas dapat dilihat pada
poin 6.b.5. Sebelum dianalisis, larutan sampel perlu disaring dengan membran filter 0,45
µm (Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014).
5. Kondisi Analisis
Fase diam (kolom) : RPC-18 (Reversed Phase Column) (250 mm x 4 mm, 5µm)
Fase gerak (eluen) : Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5 : asetonitril P (96:4)
Detektor : Diode Array Detectore (DAD)
Panjang gelombang : 230 nm
Suhu kolom : suhu ruang (25oC)
Kecepatan eluen : 1,0 mL/menit
Volume injeksi : 10 µL
Pelarut : Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5
Konsentrasi uji : ditentukan dari hasil percobaan (1 mg/mL) (Ashnagar dan
Naseri, 2007; Anonim, 2014)
Dipilih fase diam berupa kolom RPC-18 yaitu kolom fase terbalik yang bersifat lebih
non polar daripada fase gerak (eluen) sedangkan eluen yang digunakan berupa campuran
buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 dengan asetonitril P (96:4) yang bersifat lebih polar
daripada fase diam. Alas an dipilihnya kolom fase terbalik yakni dikarenakan analit yang akan
dianalisis yaitu amoksisilin bersifat lebih non polar dibandingkan matriks dalam sediaan
suspens sampel tersebut, sehingga nantinya matriks akan ikut terelusi bersama eluen
sedangkan analit akan tertahan pada kolom (fase diam) sehingga terjadilakn pemisahan antara
analit dengan matriks.
Kolom C18 dipilih sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Batrawi dkk.
(2017) yang mencoba tiga jenis kolom yakni C4, C8, dan C18. hasilnya dilaporkan bahwa
analisis dengan kolom C18 menunjukkan hasil pemisahan analit (amoksisilin) dengan matriks
yang paling bagus (pada kromatogramnya). Sistem eluasi yang digunakan yaitu isokratik
karena eluen yang digunakan memiliki perbandingan yang tetap dari awal sampai akhir
analisis karena analit yang dipisahkan tunggal.
Pelarut yang digunakan yaitu buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 sesuai dalam FI V,
selain itu dikarenakan kelarutan amoksisilin (analit) lebih tinggi dalam buffer fosfat tersebut
daripada pelarut lain seperti aquades, alkohol, dan etanol. Fase gerak yang digunakan berupa
campuran buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5 dengan asetonitril P (96:4) sesuai dengan FI
V dan penelitian sebelumnya (Ashnagar dan Naseri, 2007) selain itu juga karena dapar fosfat
memiliki kemurnian yang tinggi, murah, dan paling umum digunakan karena menghasilkan
pemisahan yang baik.
Menurut FI V, dalam penetapan kadar amoksisilin laju alir yang digunakan kurang
lebih 1,5 mL/menit (Anonim, 2014). Pada prosedur ini, laju alir yang digunakan 1,0 mL/menit
karena menurut penelitian sebelumnya dengan laju alir tersebut dirasa sudah cukup optimal
untuk menghasilkan bentuk puncak yang tajam dan pemisahan yang baik. Tidak dilakukan
laju alir yang lebih tinggi dari 1,0 mL/menit karena pada kondisi ini tekanan kolom sudah
sangat tinggi sehingga dikhawatirkan dapat merusak kolom (Harianto dan Transitawuri,
2006).
Selain itu, pada penelitian lain dikatakan bahwa mengenai pH buffer yang digunakan
sebagai pelarut dan campuran eluen, menyatakan bahwa pH 5 adalah yang terbaik karena
memberikan pemisahan yang lebih baik antara analit dan matriks. Suhu kolom selama
penelitian mengikuti suhu ruang karena bagus untuk pemisahan dan tidak berpotensi merusak
analit (Batrawi dkk., 2017). Untuk volume injeksinya dapat dipilih 10 µL, akan tetapi jika
respon yang dihasilkan kecil dapat dinaikkan menjadi 20 µL(Anonim, 2014).
Detektor yang digunakan adalah DAD (Diode Array Detectore) karena selain analit,
terdapat matriks yang juga memiliki gugus kromofor yakni Na Benzoate sehingga dipilih
detektor DAD ini yang mampu bekerja pada panjang gelombang yang sangat lebar pada area
UV-Vis. Kemudian dipilih panjang gelombang 230 nm karena merupakan panjang gelombang
maksimal dari analit (amoksisilin) sehingga pada panjang gelombang ini analit menghasilkan
area puncak yang tinggi sedangkan pelarut dan matriks tidak menyerap radiasi sehingga tidak
menganggu respon analit (Harianto dan Transitawuri, 2006; Ashnagar dan Naseri, 2007;
Anonim, 2014).
Konsentrasi uji yang dipilih yaitu 1 mg/mL (1.000 ppm, mg amoksisilin anhidrat per
liter) karena memiliki efisiensi dalam preparasi standar dan sampel yang baik dan mudah,
selain itu menurut beberapa literatur mengenai analisis suspensi amoksisilin, pada konsentrasi
tersebut dapat menghasilkan % akurasi yang lebih besar di dalam rentang persyaratan serta
nilai N yang dihasilkan lebih besar dan nilai H lebih kecil dan resolusi (Rs) ≥ 1,5 sehingga
dianggap memberikan respon yang paling baik oleh karena itu dipilih sebagai konsentrasi uji
(Harianto dan Transitawuri, 2006; Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014).
6. Prosedur Analisis dan Validasi Sediaan Suspensi Amoksisilin dengan Metode HPLC
a. Alat dan Bahan
Alat : -Labu ukur
-Mikropipet
-Pipet volume
-Ball filler
-Ultrasonik
-HPLC solvent filtration + pompa vakum
-Microsyringe 20 µL
-Instrumen HPLC
b. Cara Kerja
1. Pembuatan Buffer Kalium Dihidrogen Fosfat pH 5
Ditimbang sebanyak 680 mg kalium dihidrogen fosfat secara seksama dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Dilarutkan dengan akuades kurang lebih 80
mL hingga homogen kemudian dilakukan adjust pH hingga didapat pH 5±0,1
menggunakan HCl dan NaOH. Ketika telah didapat pH 5 ± 0,1, ditambahkan
akuades hingga tanda batas. Buffer fosfat digunakan sebagai pelarut/pengencer
standar dan sampel (Harianto dan Transitawuri, 2006; Anonim, 2014).
2. Preparasi Eluen
Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen fosfat pH 5
dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian campuran disaring dengan
penyaring solven HPLC menggunakan membran filter nilon 0,45 µm (Harianto
dan Transitawuri, 2006; Anonim, 2014).
5. Preparasi Sampel
Sampel sediaan suspensi amoksisilin memiliki konsentrasi 5% b/v (5 gram
amoksisilin dalam 100 mL) kemudian diubah menjadi konsentrasi dalam b/b
menjadi 5g/120mL (bj sediaan suspensi dianggap 1,2 g/mL). Konsentrasi uji yang
digunakan sesuai dengan literatur yaitu 1 mg amoksisilin anhidrat per mL atau
1000 ppm (mg amoksisilin anhidrat per liter). Sebelum dianalisis, larutan sampel
perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm (Harianto dan Transitawuri, 2006;
Ashnagar dan Naseri, 2007; Anonim, 2014). Jika ingin membuat larutan sampel
konsentrasi 1 mg amoksisilin anhidrat per mL (1.000 ppm) sebanyak 100 mL
maka perhitungannya sebagai berikut:
- Prevalidasi
Penentuan panjang gelombang: Dibuat larutan standar amoksisilin anhidrat
dengan konsentrasi 10 µg/ml dan diukur serapannya dengan spektrofotometer
UVVis pada panjang gelombang 200–300 nm. Dari hasil pengukuran serapan
standar amoksisilin anhidrat 10 µg/ml tersebut diperoleh panjang gelombang
maksimum pada 230 nm. Panjang gelombang tersebut yang digunakan untuk
analisis amoksisilin pada HPLC (Harianto dan Transitawuri, 2006).
- Validasi
a. Selektifitas dan speksifisitas
Selektifitas atau biasa disebut dengan uji purity merupakan salah satu
metode validasi dengan membandingkan respon analit dengan
matriks.Pada uji purity dilakukan dengan membandingkan spektra puncak
kromatogram posisi awal (s), tengah (m), dan akhir (e). Spesifisitas atau
biasa disebut dengan uji identity merupakan metode validasi yang
dilakukan dengan cara membandingkan puncak spektra kromatogram
analit dengan standar serta menghitung nilai resolusi (Rs) antara puncak
analit terhadap puncak matrik. Metode validasi selektivitas dan spesifisitas
dapat dilakukan dengan sekali running uji dengan tahapan:
1. Dibuat larutan uji standar dengan konsentrasi 1000 ppm dengan cara
memipet 1 mL larutan induk standar (konsentrasi 10.000 ppm),
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan buffer
kalium dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya
diultrasonik selama 15 menit kemudian diadkan dengan buffer kalium
dihidrogen fosfat pH 5 sampai tanda batas. Sebelum dianalisis, larutan
perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
2. Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum
dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
3. Preparasi eluen atau fase gerak
Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen
fosfat pH 5 dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian
campuran disaring dengan penyaring solven HPLC menggunakan
membran filter nilon 0,45 µm
4. Dilakukan analisis dengan HPLC
5. Analisis Kualitatif puncak analit dengan detektor DAD
b. Linieritas dan rentang
Linearitas merupakan kemampuan metode untuk memberikan hasil
pengukuran yang secara proporsional terhadap konsentrasi analit atau
secara langsung proporsional setelah beberapa tipe transformasi
matematika.Linearitas ditentukan dengan membuat satu seri konsentrasi
analit dari sampel dengan rentang 10-200%. Beberapa parameter yang
digunakan yaitu nilai standar deviasi relatif (Vxo), nilai Xp, dan analisis
statistika lain (ANNOVA). Metode validasi linieritas dilakukan dengan
tahapan:
1. Dibuat seri larutan standar rentang 10-200% dengan memipet 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4; 1,6 mL larutan baku standar kemudian masing-
masing dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan buffer
kalium dihidrogen fosfat pH 5 sebanyak ± 6 mL, selanjutnya
diultrasonik selama 15 menit kemudian diadkan dengan buffer kalium
dihidrogen fosfat pH 5 sampai tanda batas sehingga didapatkan
konsentrasi 200; 400; 600; 800; 1000; 1200; 1400; dan 1600 ppm.
Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45
µm.
2. Dibuat eluen dengan mencampurkan 96 mL buffer kalium dihidrogen
fosfat pH 5 dengan 4 mL asetonitril hingga homogen. Kemudian
campuran disaring dengan penyaring solven HPLC menggunakan
membran filter nilon 0,45 µm
3. Dilakukan analisis menggunakan HPLC
4. Menghitung nilai parameter Vxo dan Xp dari data hasil scanning
kemudian dicocokkan dengan persyaratan linieritasnya.
d. Presisi
Presisi adalah parameter yang menunjukkan tingkat kesesuaian antar
hasil uji individual (Harmita, 2004).
1) Pada prosedur ini kami tuliskan prosedur uji presisi repeatibility, yaitu
uji presisi dengan mengukur kepresisian respon kromatogram secara
berulang kali pada kondisi yang sama dan interval waktu yang singkat
(Harmita, 2004).
2) Digunakan 5 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan
konsentrasi antara 70-130% dari konsentrasi uji yaitu 800, 1.000,
1.100, 1.200, dan 1.300 ppm. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
3) Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum
dianalisis, larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
4) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
5) Disuntikkan masing-masing larutan standar amoksisilin anhidrat dan
sampel sebanyak 10 µL menggunakan microsyringe pada instrument
HPLC. Dilakukan 6 kali penyuntikan/replikasi untuk tiap konsentrasi
baik standar maupun sampel.
6) Diamati spektra standar dan sampel.
7) Diamati kromatogram standardan sampel.
8) Dihitung nilai parameter kepresisian yaitu nilai RSD dari hasil
scanning dan dicocokkan dengan pesyaratan presisi.
9) Untuk analit dengan konsentrasi ≥1% (sampel yang digunakan adalah
suspensi amoksisilin 5%), maka pesyaratan penerimaan presisi yaitu
nilai RSD ≤ 2,8% (Huber, 2007).
e. Akurasi
Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan antara
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2004).
1) Digunakan 5 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan
konsentrasi antara 80-180% dari konsentrasi uji yaitu 800, 1.000,
1.400, 1.600, dan 1.800 ppm.
2) Preparasi sampel adisi (30, 45, dan 60%), masing-masing dibuat
sebanyak 50 mL.
Sampel adisi 30%
Dihitung kadar sampel %b/v sesuai yang digunakan pada uji
presisi. Dimisalkan hasil uji presisi didapatkan kadar sesuai pada
formula yakni 5% (5 g amoksisilin dalam 100 mL) atau setara
dengan 5,75% (5,75 g amoksisilin anhidrat dalam 100 mL).
digunakan yang 5,75% karena yang dihitung kadar amoksisilit
anhidrat, maka:
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (30%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,3
=172,5 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 172,5 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
Sampel adisi 45%
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (45%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,45
=258,8 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 258,8 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45 µm.
Sampel adisi 60%
Jumlah standar amoksisilin anhidrat yang ditambahkan (30%):
50 mL sampel x 5,75 gram x 0,6
=345 mg
100 mL
Jadi, ditimbang 345 mg standar amoksisilin anhidrat, dimasukkan
dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan larutan sampel ± 25 mL dan
diultrasonik hingga larut ± 5 menit. Kemudian di adkan dengan
larutan sampel sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
Simpan dalam botol. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring
dengan membran filter 0,45.
3) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
4) Disuntikkan masing-masing larutan standar amoksisilin anhidrat dan
sampel sebanyak 10 µL menggunakan microsyringe pada instrument
HPLC. Masing-masing sampel adisi dilakukan 3 kali replikasi.
5) Diamati spektra standar dan sampel.
6) Diamati kromatogram standar dan sampel.
7) Dihitung nilai parameter kepresisian yaitu nilai % recovery dari hasil
scanning dan dicocokkan dengan pesyaratan presisi.
8) Untuk analit dengan konsentrasi ≥1% (sampel yang digunakan adalah
suspensi amoksisilin 5%), maka pesyaratan penerimaan presisi yaitu
nilai % recovery adalah sekitar 97-103% (Huber, 2007).
f. Ruggedness (ketangguhan) dan Robustness (kekuatan)
Ruggedness (ketangguhan) metode adalah derajat ketertiruan hasil uji
yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji
seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang
berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya
pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Harmita,
2004).
Untuk memvalidasi Robustness (kekuatan) suatu metode perlu dibuat
perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi
respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan
yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan metode HPLC yaitu
dilakukan perubahan komposisi fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2
unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2-3°C) (Harmita, 2004).
Uji ruggednessdan robustness
- Preparasi eluen diubah komposisinya menjadi Buffer Kalium
Dihidrogen Fosfat pH 5 : asetonitril P (95:5 dan 97:3).
- Laju alir diubah menjadi 0,9 dan 1,1 mL/menit.
- Analisis dilakukan pada panjang gelombang 228 dan 232 nm.
- Dilakukan uji presisi dengan 3 perubahan kondisi analisis di atas.
- Dilakukan uji akurasi dengan 3 perubahan kondisi analisis di atas.
- Diamati spektra standar dan sampel.
- Diamati kromatogram standar dan sampel.
- Dilihat nilai kepresisian (RSD) dan keakurasian (% recovery)
yang didapat dari kedua kondisi analisis yang diubah tersebut.
Dengan syarat RSD ≤ 2,8% dan % recovery 97-103% sesuai
criteria penerimaan presisi dan akurasi untuk konsentrasi analit
≥1% (sampel yang digunakan adalah suspensi amoksisilin 5%).
- Penetapan kadar
1) Digunakan 8 konsentrasi standar amoksisilin anhidrat dengan konsentrasi
antara 10-200% dari konsentrasi uji yaitu 200, 400, 600, 800, 1.000, 1.200,
1.400 dan 1.600 ppm. Sebelum dianalisis, larutan perlu disaring dengan
membran filter 0,45 µm.
2) Preparasi sampel dilakukan seperti pada poin 6.b.5. Sebelum dianalisis,
larutan perlu disaring dengan membran filter 0,45 µm.
3) Preparasi eluen (seperti pada poin 6.b.2).
4) Disuntikkan larutan standar amoksisilin anhidrat dan sampel sebanyak 10
µL menggunakan microsyringe pada instrument HPLC. Dilakukan 3 kali
penyuntikan/replikasi.
5) Diamati spektra standar dan sampel.
6) Diamati kromatogram standar dan sampel.
7) Dibuat persamaan regresi dari nilai konsentrasi (x) dengan nilai area (y)
yang didapat dari hasil scanning.
8) Kemudian dihitung nilai % akurasi kadar sampel ((kadar hasil
percobaa/kadar teoritis)x100%)).
9) Kemudian dihitung nilai SD dan RSDnya
10) Menurut FIV, amoksisilin untuk sediaan suspensi oral mengandung tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% C16H19N3O5S (amoksisilin)
dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 2014).
DAFTAR PUSTAKA