Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN KARAKTER
(Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Telaah Kurikulum Pembelajaran
Matematika SMP)

Dosen Pengampu : Luvy Sylviana Zhanty, M.Pd.

Disusun Oleh:

Eko Hendi Prabowo (18510092)

Nirwanty Angela Al Ghani (18510125)

Nia Kurnia (18510096)

Adelia Tasya Ardhianty (18510074)

KELAS A2 2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

INSTITUT ILMU PENDIDIKAN DAN KEGURUAN (IKIP) SILIWANGI

2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat, taufik serta hidayahnya kepada kami sehingga penulisan
makalah ini dapat berlangsung dengan lancar. Kami selesaikan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Telaah Kurikulum Pembelajaran Matematika SMP, Semoga
laporan ini memenuhi syarat seperti yang diharapkan. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, oleh
karena itu demi kesempurnaannya kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi perbaikan untuk masa mendatang.

Cimahi, 27 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................5
C. Tujuan..........................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
A. Pengertian Karakter...................................................................................7
B. Pendidikan Karakter..................................................................................7
C. Strategi Pendidikan Karakter....................................................................8
D. Prinsip Pengembangan Karakter..............................................................9
E. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika........................9
F. Implementasi Penanaman Karakter Melalui Matematika Pada
Kurikulum 2013................................................................................................11
G. Problematika Implementasi Nilai Karakter Dan Budaya Bangsa......15
BAB III PENUTUP..............................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu system  yang teratur dan mengemban
misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg
perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan,
kemauan, sosial sampai kepada masalah kepercayaan atau keimanan.
Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan
formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam
melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan
dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat
berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfikir, bersikap dan
berperilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap
perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia
sangat memerlukan SDM (sumber daya manusia) yang besar dan
bermutu untuk mendukung terlaksananya program pembangunan
dengan baik. Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang
dapat mendukung tercapainya cita-cita bangsa dalam memiliki sumber
daya yang bermutu, dan dalam membahas tentang SDM  yang
berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan, maka yang dinilai
pertama kali adalah seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya,
dengan kata lain kualitas diukur dengan angka-angka, sehingga tidak
mengherankan  apabila dalam rangka mengejar target yang ditetapkan
sebuah lembaga pendidikan terkadang melakukan kecurangan dan
manipulasi.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

4
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang.. Hal tersebut berkaitan dengan
pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,
beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen
oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-
orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat
penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan
yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak
(kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan
dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan
anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul
tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya.
Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala
persoalan dan tantangan dalam hidupnya.  Ia juga akan menjadi
seseorang yang lifelong learner (belajar sepanjang hayat). Pada saat
menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan
kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani
pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin
mewujudkan karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka
sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik
sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan karakter?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
3. Bagaimanakah strategi pendidikan karakter yang baik?
4. Apa sajakah prinsip dari pendidikan karakter itu?
5. Bagaimanakah pengaplikasian dari pendidikan karakter dalam
pembelajaran matematika?
6. Bagaimana pengimplementasi penanaman karakter melalui
matematika pada Kurikulum 2013?

5
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan karakter
2. Untuk mengetahui definisi dari pendidikan karakter
3. Untuk mengetahui strategi pendidikan karakter yang baik itu
bagaimana
4. Untuk mengetahui prinsip dari pendidikan karakter
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian pendidikan karakter
dalam pembelajaran matematika
7. Untuk mengetahui pengimplementasi penanaman karakter melalui
matematika pada Kurikulum 2013?

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter
Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan. Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti, tabiat dan watak. Karakter inilah yang membedakan antara
individu satu dengan individu lain di dunia ini. Karakter merupakan nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat
(Timothy Wibowo). Meskipun individu tersebut lahir bersama, waktu
hampir bersamaan, wajah hampir sama, dan sebagainya. Pasti antar
individu tersebut memiliki karakter yang berbeda. Namun, secara garis
besar, karakter dibagi menjadi dua, karakter yang baik dan karakter yang
buruk.
Karakter menurut Alwisol (2008: 8) diartikan sebagai gambaran
tentang tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik
secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian,
karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meski demikian, baik
kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta
menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu. Jadi
istilah karakter berkenaan dengan personality (kepribadian) seseorang.
Seseorang bisa disebut orang berkarakter (a person of character) apabila
perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

B. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.
Pendidikan karakter adalah salah satu jawaban untuk
menyeimbangkan dampak buruk globalisasi yang telah menggerus
nilainilai tradisional yang sudah lama kita sepakati sebagai norma dan tata
susila.
Menurut dokumen Desain Induk Pendidikan Karakter terbitan
kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter didefinisikan
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,

7
pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk mengambil keputusan yang baik, memelihara apa yang baik,
dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati. Dalam pendidikan karakter di sekolah semua komponen
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah.

C. Strategi Pendidikan Karakter


Guru adalah manusia yang paling tepat dan selalu mempunyai
kesempatan untuk melakukan perubahan perilaku dan cara berpikir anak
manusia (murid), baik secara gradual maupun secara radikal, melalui
aktivitas pendidikan. Guru diamanatkan bukan hanya oleh orang tua
murid, tetapi juga oleh undang-undang untuk melakukan upaya upaya
yang terbaik bagi perkembangan kognetif, afektif dan psikomotorik
peserta didik. Di tangan gurulah harapan perubahan tingkah laku manusia
kearah yang lebih baik diselamatkan.
Menurut Amka Abdul Aziz (2012, 197), strategi pendidikan karakter
yang paling sederhana adalah :
a. Melalui figure Pendidikan karakter membutuhkan contoh berupa figur
(sosok) berupa manusia sempurna. Manusia yang sempurna dengan
seluruh potensi kemanusiaannya.
b. Melalui keteladanan Pendidikan karakter melalui keteladanan berupa
orang-orang yang katakatanya sesuai dengan perbuatannya.
c. Melalui Pendidikan Berkesinambungan Proses pendidikan kita bukan
hanya sekedar tranformasi nilai-nilai, bukan pula transfer pengetahuan,
tetapi lebih merupakan proses panjang yang semua elemen bangsa
harus ikut terlibat secara aktif dalam aktivitas pendidikan.
d. Melalui Kegiatan Intrakurikuler Pendidkan karakter di sekolah melalui
kegiatan intrakurikuler artinya setiap bidang pelajaran harus selalu
bermuatan pendidikan karakter.
e. Melalui kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan karakter dapat juga
diselipkan melalui ekstrakurikuler dengan mengambil nilai-nlai
karakter seperti kejujuran, disiplin, kasih sayang, kerja keras,kerja
cerdas dan sebagainya.

8
D. Prinsip Pengembangan Karakter
Menurut Lickona (2010), bahwa pendidikan karakter harus didasarkan
pada sebelas prinsip berikut:
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan dan perilaku.
c. Menggunakan pendekatan tajam, proaktif dan efektif untuk
membangun karakter.
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
perilaku yang baik.
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka
dan membantu mereka untuk meraih sukses.
g. Mengusahakan tumbuhnya motovasi diri pada peserta didik.
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama.
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter, dan Mengevaluasi karakter sekolah,
fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan menifestasi
karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

E. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika


Secara umum tujuan pendidikan digolongkan ke dalam tiga
domain, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif
menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah pada kemampuan
kemampuan intelektual, kemampuan berfikir maupun kecerdasan yang
dicapai.
Domain afektif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah
kepada kemampuankemampuan bersikap dalam menghadapi realitas atau
masalah-masalah yang muncul disekitarnya. Domain psikomotor
menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada keterampilan-
keterampilan, khusus untuk pembelajaran matematika pengertian
keterampilan dapat diartikan keterampilan bersifat fisik, misalnya melukis
suatu bangun, juga termasuk keterampilan melakukan algoritma-algoritma
tertentu yang hanya terdapat dalam pikiran.

9
Dalam pelaksanaan pembelajaran, ketiga domain tersebut
sebenarnya tidak berdiri sendiri melainkan menyatu. Namun, apabila tidak
benar-benar dirancang atau tidak masuk dalam rancangan pembelajaran,
dapat saja dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi
terabaikan.
Apabila kita merujuk kembali tujuan pembelajaran matematika
(Sumarmo, 2011), yaitu:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Dapat dikatakan bahwa butir-butir (1) sampai dengan (4) dalam
rumusan tujuan pembelajaran matematika di atas menggambarkan
kompetensi atau kemampuan berpikir matematik (ranah kognitif),
sedang butir (5) menggambarkan ranah afektif yang harus dimiliki
siswa yang belajar matematika.
Kenyataannya dalam praktek pendidikan kita, justru tujuan kognitif
inilah yang sangat diutamakan. Kiranya mudah dimengerti kalau hasil
pendidikan di Indonesia sangat mungkin mencapai kecerdasan yang
tinggi, tetapi tidak menunjukkan sikap-sikap (karakter) yang
diharapkan dalam pergaulan sehari-hari.
Menurut Bishop (dalam Nyimas Aisyah, 2011), ada tiga kategori
nilai dalam pembelajaran matematika, yaitu;
a. Nilai pendidikan umum, yaitu nilainilai yang terkait dengan
akhlak, agama, budaya, disiplin, ekonomi, etika, moral, pribadi,
sosial, kemasyarakatan, kerohanian, manajemen, administrasi,
hukum, kesehatan, dan lingkungan.
b. Nilai matematika, yaitu nilai-nilai yang terkait dengan
rasionalisme/objektifitas, control/kemajuan, dan keterbukaan.
c. Nilai pendidikan matematika. Yaitu nilai-nilai yang berkaitan
dengan ketepatan, kejelasan, hipotesis, konsisten, kreatif,
sistematis, bekerja efisien, fleksibel, terbuka, persisten, dan
bekerja efektif.

10
Nilai nilai tersebut dapat menumbuhkembangkan melalui
pelaksanaan proses belajar mengajar matematika dan disampaikan oleh
guru melalui interaksi guru serta siswa.

Matematika merupakan suatu studi yang dimulai dari pengkajian


bagian-bagian yang sangat dikenal (sederhana) menuju ke arah yang tak
dikenal. Arah yang lebih dikenal itu tersusun baik, secara bertahap menuju
ke arah yang rumit (kompleks), dari bilangan bulat ke bilangan pecahan,
dari bilangan real ke bilangan kompleks; dari penjumlahan dan perkalian
ke diferensial dan integral, serta menuju ke matematika yang lebih tinggi.

Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang


berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Dengan bernalar anak bisa
bisa membedakan ini baik atau buruk, bermanfaat atau tidak. Bahkan
dengan bernalar anak bisa mengambil tindakan dari permasalahan yang
ada. Dengan demikian tahap demi tahap perkembangan karakter anak
mulai terbentuk. Dan matematika berguna untuk kehidupan sehari-hari,
bagi sains, perdagangan, dan industri. Karena itu, ia (matematika)
memberikan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius
dan alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi. Serta matematika
adalah dasar untuk memudahkan belajar bidang studi lain. Dengan kata
lain, orang yang mahir dengan matematika akan mudah mempelajari
pelajaran lain.

Matematika yang selama ini hanya dimaknai sebagai mata


pelajaran biasa disekolah, sebenarnya bisa jadi sarana membangun
karakter siswa, selain itu dalam pembelajaran metematika mengandung
nilainilai pendidikan karakter yakni konsistensi.

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat merubah seseorang


yang sebelumnya menjadi beban masyarakat menjadi individu yang lebih
berguna untuk masyarakat disekitarnya. Dengan kata lain, jika kita ingin
berubah suatu negeri, ubahlah karakter manusianya terlebih dahulu.
Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan
mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan,
dan sukses diraih.

F. Implementasi Penanaman Karakter Melalui Matematika Pada


Kurikulum 2013
Berbagai alternatif solusi telah ditawarkan untuk kembali kepada
khitah budaya dan karakter bangsa. Pemerintah sudah berupaya untuk
mengarusutamakan pembangunan karakter bangsa. Hal ini secara eksplisit
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

11
2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama
dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional.

Pembentukan karakter menjadi perhatian utama dalam pendidikan


nasional. Secara eksplisit pendidikan nasional memiliki fungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Secara teknis, pengembangan karakter dilaksanakan melalui empat
kegiatan, yakni melalui kegiatan belajar mengajar di kelas, melalui
kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan
pendidikan, melalui kegiatan kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta
melalui kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.

12
Pendidikan matematika dapat dipandang sebagai suatu keadaan
atau sifat atau bahkan nilai yang bersinergis dengan pengembangan
karakter. Perpaduan atau sinergi antara pengembangan karakter dan
pendidikan matematika merupakan keadaan unik sebagai suatu proses
pembelajaran yang dinamis yang merentang dalam ruang dan waktunya
pembelajaran matematika yang berkarakter konteks ekonomi, sosial,
politik, dan budaya bangsa. Dengan demikian, pengembangan karakter
dalam pendidikan matematika merupakan potensi sekaligus fakta yang
harus menjadi bagian tidak terpisahkan bagi setiap insan pengembang
pendidikan, baik pendidik, tenaga pendidik maupun pengambil kebijakan
pendidikan
Nilai budaya dan karakter bangsa di Indonesia bersumber pada
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Terdapat 18
nilai budaya dan karakter bangsa yang berasal dari keempat sumber
tersebut, yaitu:
1. religius (sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain).
2. jujur (perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan).
3. toleransi (sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya).

13
4. disiplin(tindakan yang menunjukkan perilakutertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan).
5. kerja keras (perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya).
6. kreatif (berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. mandiri (sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. demokratis (cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain).
9. rasa ingin tahu (sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar).
10. semangat kebangsaan (cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya).
11. cinta tanah air (cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa).
12. menghargai prestasi (sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain).
13. bersahabat/komunikatif (tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain).
14. cinta damai (sikap, perkataan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya).
15. gemar membaca (kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. peduli lingkungan (sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
17. peduli sosial (sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan).
18. tanggung-jawab (sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia

14
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara
dan Tuhan Yang Maha Esa).

Seiring dengan tuntutan dan perkembangan zaman, pada tahun


2013 terjadi perubahan kurikulum pendidikan dari kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 (K13). Terdapat tiga
alasan utama perlunya pengembangan dan pemberlakuan Kurikulum 2013.
Pertama, perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi
siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi
berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran.
Kedua, kecenderungan banyak negara lain yang menambah jam pelajaran.
Ketiga, perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam
pelajaran di Indonesia dengan Negara lain relatif lebih singkat.

Penanaman karakter pada K13 tetap menjadi prioritas. Hanya saja,


pada kurikulum 2013 tidak secara eksplisit menyebutkan secara
keseluruhan 18 nilai karakter. Sebagai gantinya, dimunculkan kompetensi
inti 1 yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan kompetensi inti 2 yang
berkenaan dengan sikap sosial. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching).

G. Problematika Implementasi Nilai Karakter Dan Budaya Bangsa


Problematika yang terjadi dalam penanaman nilai budaya dan
karakter bangsa tidak terlepas dari problematika implementasi kurikulum
2013. Problematika dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 yang
dirasakan Guru adalah padatnya materi yang harus dipelajari siswa.
Diketahui bahwa materi matematika pada kurikulum 2013 cukup
banyak dan pada beberapa materi dirasakan terlalu tinggi untuk ukuran
siswa SMP. Pada dasarnya Guru diberikan keleluasaan untuk membuat
skenario pembelajaran tersendiri, agar semua dapat tercapai. Namun, tugas
Guru dalam manajemen waktu dirasa berat. Misalnya, tuntutan
pembelajaran pada suatu tema adalah dua hingga tiga jam pertemuan.
Padahal, jikalau dilaksanakan dengan mengutamakan proses, diperkirakan
empat hingga lima jam pertemuan baru selesai. Hal ini yang membutuhkan
waktu untuk Guru belajar dan beradaptasi dengan kurikulum 2013.
Tingginya materi yang dipelajari, membuat disparitas antara siswa yang
pandai dan kurang pandai. Siswa pandai cenderung lebih cepat untuk bisa
memahami, namun sebagian siswa lain yang kurang pandai lebih lama
memahaminya. Pembelajaran yang dibuat pendekatan ilmiah (Scientific

15
methode) belum mampu menyelesaikan permasalahan ini. Belum mampu
menjadi katalisator disparitas pemahaman matematika siswa.
Tuntutan penilaian pada ketiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan
psikomotor dirasakan memberatkan Guru. Di satu sisi Guru masih harus
beradaptasi dalam membuat ‘scenario’ pembelajaran yang sesuai dengan
kurikulum 2013, di sisi lain Guru juga harus mampu memberikan
penilaian yang autentik. Sehingga hal ini akan menjadi problematika juga
dalam mengintegrasikan karakter pada mata pelajaran matematika.
Penilaian nilai budaya dan karakter terlalu rumit dan menyita waktu
banyak,
karena dilakukan setiap hari. Mengingat penilaian karakter, merupakan
penilaian
sikap dan perilaku. Keduanya bersifat nisbi, yang dapat berubah sewaktu-
waktu dan
dapat berubah menurut pengamatan oleh orang yang berbeda. Selain itu,
pengamatan guru terhadap siswa juga terbatas. Terbatas oleh ruang dan
waktu. Pengamatan sebagai dasar penilaian hanya sebatas pada sikap dan
perilaku siswa di sekolah. Sementara waktu terpanjang siswa adalah di
rumah atau keluarga masing-masing. Sehingga tidak menutup
kemungkinan terdapat beberapa siswa yang bersifat kamuflase. Di depan
Bapak/Ibu Guru tampil baik, namun apabila di luar sekolah, atau di luar
jangkauan Bapak/Ibu guru tidak demikian. Problematika lainnya adalah
ketika Guru harus mengamati aktivitas seluruh
siswa selama proses belajar mengajar. Tentu pengamatan tersebut harus
secara proporsional dan lebih intens. Karena kesalahan dalam pengamatan,
akan berakibat pada kesalahan dalam pemberian penilaian. Banyaknya
anecdotal record akan membuat Guru semakin lebih sulit lagi dalam
memaknainya. Di samping itu, penilaian terhadap karakter seorang peserta
didik tidak bersifat mutlak. Bisa jadi, sebelum diberikan penilaian, seorang
siswa itu memiliki karakter yang baik, namun setelah diberi penilaian tiba-
tiba berubah karakternya menjadi tidak baik.
Terlebih lagi, banyaknya nilai karakter yang harus diamati
sekaligus diberikan penilaian, juga menjadi kendala tersendiri. Guru
membutuhkan waktu untuk dapat mengamati sekaligus memberikan
penilaian. Akan lebih rumit lagi apabila seorang guru mengampu lebih dari
satu kelas. Dengan siswa yang lebih banyak, tentu Guru akan bekerja lebih
rumit. Karena untuk bisa memberikan penilaian, prasyarat utamanya
adalah Guru harus mampu mengenal nama seluruh siswa. Akibatnya,
semakin banyak kelas, semakin banyak nama siswa yang harus
diketahuinya. Hal ini membuat beban guru sebagai fasilitator, motivator,
dan salah satu sumber belajar di kelas semakin tinggi.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya dan adat istiadat (Timothy Wibowo). Menurut dokumen Desain
Induk Pendidikan Karakter terbitan kementerian Pendidikan Nasional,
pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk mengambil keputusan
yang baik, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Menurut Amka Abdul Aziz (2012, 197), strategi pendidikan


karakter yang paling sederhana berupa fogur pendidikan karakter,
keteladanan pendidikan karakter, pendidikan berkesinambungan, kegiatan
intrakulikuler pendidikan dan kegiatan ekstrakulikuler pendidikan. Prinsip
pengembangan karakter menurut Lickona (2010) harus didasrakan pada
sebelas prinsip. Secara umum tujuan pendidikan digolongkan ke dalam
tiga domain, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
pelaksanaan pembelajaran, ketiga domain tersebut sebenarnya tidak berdiri
sendiri melainkan menyatu. Namun, apabila tidak benar-benar dirancang
atau tidak masuk dalam rancangan pembelajaran, dapat saja dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi terabaikan.
Penanaman karakter pada K13 tetap menjadi prioritas. Hanya saja,
pada kurikulum 2013 tidak secara eksplisit menyebutkan secara
keseluruhan 18 nilai karakter. Sebagai gantinya, dimunculkan kompetensi
inti 1 yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan kompetensi inti 2 yang
berkenaan dengan sikap sosial. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching). Banyaknya nilai karakter yang harus diamati sekaligus
diberikan penilaian, juga menjadi kendala tersendiri. Guru membutuhkan
waktu untuk dapat mengamati sekaligus memberikan penilaian. Akan
lebih rumit lagi apabila seorang guru mengampu lebih dari satu kelas.
Akibatnya, semakin banyak kelas, semakin banyak nama siswa yang harus
diketahuinya. Hal ini membuat beban guru sebagai fasilitator, motivator,
dan salah satu sumber belajar di kelas semakin tinggi.

17
B. Saran
Melihat kurangnya pemahaman kebanyakan orang mengenai
pendidikan karakter. Maka saran yang dapat diberikan Ialah menigkatkan
minat membaca bagi semua kalangan khususnya bahan bacaan mengenai
pendidikan karakter agar tidak terjadi kesalahan lagi.
Dalam penulisan makalah ini tentunya belum sempurna, hingga
penulis mengharapkan saran - saran yang dapat membantu untuk penulisan
makalah yang lebih baik lagi untuk kedepanya.

18
DAFTAR PUSTAKA
Irawan Edi,2016,”Implementasi Penanaman karakter melalui
matematika pada kurikulum 2013”,jurnal pendidikan islam dasar
berbasis Sains Volume.1 nomor.1
Kumala Dewi Yusfita,2015, “pendidikan karakter dalam
pembelajaran matematika”,jurnal Math Directic:Jurnal pendidikan
matematika vol.1 no.2
Jailani,2011,”Pendidikan karakter pada pembelajaran
matematika”, dikutip dalam prosisding seminar nasional penelitian :
pendidikan dan penerapan MIPA.
Edhakimdam,2015, “Makalah pentingnya pendidikan
karakter”, diambil dari blogspot.com

19

Anda mungkin juga menyukai