Anda di halaman 1dari 3

Ketika Nino Sakit

Sehabis bermain di taman bunga Dandelion, Nino kurcaci merasa hidungnya


gatal. Cuaca tadi siang memang agak gerimis dan berangin, padahal beberapa saat
sebelumnya panas terik.

Hatsyiii...! Nino mulai bersin-bersin. Kepalanya pening dan badannya demam.

“Wah, kamu sakit ya?” tanya Nodi kurcaci, kakak Nino.

“Aku baik-baik saja, Kak!” Nino mengelak. Ia tak mau disuruh minum ramuan
pahit kalau mengaku sakit.

“Kamu pasti habis main di taman bunga Dandelion. Padahal sudah tau kalau
alergi serbuk bunga. Hindari bermain di taman saat cuaca berangin. Dasar
bandel!” kata Nodi.

“Siapa bilang aku sakit!” Nino masuk ke kamarnya.

“Lihat saja besok!” ujar Nodi yakin.

Huh, Kak Nodi cerewet! Gerutu Nino. Ia menutup pintu kamar lalu berbaring di
tempat tidurnya. Matanya pegal, dibuka tidak enak, dipejamkan pun tidak enak.
Badannya terasa lemas dan dingin. Nino mulai menggigil. Dirapatkannya selimut
sampai menutupi dadanya.

Esoknya, Nino benar-benar tidak bisa bangun dari tempat tidur.

“Nah, aku bilang juga apa?” Nodi meraba kening Nino. “Kalau begini kamu harus
istirahat dan minum obat!”

Oh, Nino sedih sekali. Ia tidak bisa bersekolah. Padahal hari ini ada kelas
membuat mainan. Nino sudah menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kapal-
kapalan. Membuat mainan adalah pelajaran yang paling ditunggunya setiap pekan.

“Sebentar aku buatkan bubur hangat!” Nodi beranjak meninggalkan kamar Nino.

Nino pasrah. Saat kembali nanti, Kak Nodi pasti tidak hanya membawa bubur
hangat, tapi juga obat yang pahit. Tetapi kalau sudah terbukti sakit, tentu saja
Nino tidak bisa mengelak lagi.

“Nah, ini buburnya sudah jadi. Makanlah!” Nodi datang membawa nampan.
“Minum ramuan ini juga. Hanya jahe, jeruk dan madu, tidak pahit. Kalau kamu
sudah membaik, tidak perlu berobat ke Pak Gobi kan?” bujuk Nodi.
“Iya Kak, aku minum sekarang,” mendengar nama Pak Gobi dokter kurcaci
disebut, Nino tak berkutik. Memang Nino selalu cocok dengan obat Pak Gobi,
tapi pahitnya itu, luar biasa.

“Baguslah, aku berangkat kerja dulu!”

“Ya Kak,” kata Nino lemah.

“Tetap istirahat! Jangan keluar kamar. Aku akan mampir ke sekolahmu untuk
meminta ijin karena kamu sakit,” kata Nodi sebelum pergi.

Iya, siapa juga yang mau keluar, badan lemas begini, keluh Nino dalam hati.

Setelah Nodi pergi, Nino merasa amat kesepian. Tiba-tiba ia ingin kakaknya yang
cerewet itu tidak usah pergi bekerja, tetapi menemaninya saja di rumah. Ia
mencoba memakan bubur hangat buatan Nodi, tetapi mulutnya terasa pahit. Ia
kehilangan selera makan.

Nino memandang keluar jendela. Matahari bersinar cerah. Bunga-bunga kecil di


pot gantung depan jendela sedang mekar. Berwarna-warni indah sekali. Tetapi
kepala Nino terasa pening bila memandang keluar jendela terlalu lama. Cahaya
matahari membuat mata pegalnya silau.

Terpaksa Nino memalingkan badannya dari jendela. Diam-diam, dua bulir air
mata menetes di pipinya. Ia ingat hari kemarin, saat bermain di taman
bunga Dandelion. Memang cuaca berangin, tapi ada pelangi di langit ketika
gerimis turun. Nino jadi enggan pulang, padahal badannya sudah terasa tidak
enak.

Kalau sudah begini, baru terasa pentingnya menuruti nasihat Kak Nodi dan Pak
Gobi. Hindari bermain di taman bunga saat cuaca berangin. Nino kan alergi
serbuk bunga.

Ah, betapa Nino membenci sakit. Pertama, badannya terasa tidak karuan. Kepala
pening, badan panas dingin, hidung mampet dan mata pegal. Kedua, ia tidak bisa
bersekolah dan bermain. Ketiga, harus berbaring di tempat tidur, sendirian di
rumah. Bosan dan kesepian. Bahkan untuk membaca buku cerita pun, kepala Nino
pening dan pandangannya berkunang-kunang. Oh, alangkah tidak enaknya.

Hari sudah siang ketika Nino mendengar suara beberapa kurcaci di rumahnya.
Rupanya Nodi datang bersama teman sekolah Nino yang ingin menjenguk.
Bahkan Bu Libi guru kurcaci juga datang.

“Hari ini sekolah sepi karena tidak ada kamu, Nino. Cepat sembuh ya!” kata
teman-teman Nino. Mereka membawakan mainan kapal-kapalan yang tadi dibuat
di sekolah.
Bu Libi membawa banyak buah-buahan segar. “Saat sakit, kamu harus makan
banyak vitamin agar cepat sembuh,” kata Bu Libi lembut.

“Terima kasih, Bu!” kata Nino lemah.

“Oh ya, Ibu juga membawa buku cerita yang baru datang di perpustakaan sekolah.
Mau Ibu bacakan?”

“Mau, Bu!” tidak hanya Nino yang menjawab, tetapi teman-temannya juga. Bu
Libi membacakan cerita tentang peri yang bersabar ketika sakit. Bagus sekali, peri
itu tidak mengeluh sehingga saat sakit pun ia tetap bisa berbahagia.

Hari menjelang sore, Bu Libi dan teman-teman Nino pamit pulang. Nino
tersenyum melepas kepergian mereka. Sakit memang tidak enak, tetapi ternyata
Nino bisa tetap berbahagia ketika sakit. Pertama, dengan sakitNino jadi tahu
betapa enaknya sehat. Kedua, mendapat pelajaran berharga agar tidak bandel lagi.
Ketiga, merasakan perhatian yang besar dari Kak Nodi, Bu Libi dan semua teman-
temannya.

Tiga kerugian dan tiga keuntungan. Impas kan?

Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Ruri Ummu Zayyan

http://bobo.grid.id/read/08961146/dongeng-anak-ketika-nino-sakit?page=all

Diakses pukul 19.00 tanggal 15 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai