Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM IMUNISASI

TATA CARA (PROSEDUR) PEMBERIAN IMUNISASI

1. Pengkajian: Kaji status kesehatan anak, pemahaman/keyakinan orangtua, serta


riwayat imunisasi
a. Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau sakit.
b. Penyakit yg dialami dimasa lalu dan sekarang.
c. Mengkaji kepercayaan dan keyakinan keluarga mengenai Imunisasi
d. Pemahaman orang tua mengenai hal-hal yg berkaitan dgn penyakit yg dapat
dicegah dgn imunisasi (pengertian, jenis imunisasi, alasan imunisasi, manfaat
imunisasi dan efek sampingnya, pentingnya menjaga kesehatan melallui tindakan
imunisasi).
e. Catatan imunisasi yg lalu (apabila sudah pernah mendpt imunisasi sebelumnya)
f. Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yg pernah di dapat sebelumnya.
g. Orang tua atau pengantar bayi / anak diajurkan memberi tahu secara lisan tentang
hal-hal di bawah ini:
– Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin
– Sedang mendapat pengobatan steroid, radioterapi, atau kemoterapi
– Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukemia,
kanker, HIV/AIDS)
– Tinggal serumah dengan orang lain yang dalam pengobatan yang
menurunkan imunitas (radioterapi, kemoterapi atau terapisteroid)
– Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin hidup (vaksin campak,
poliomelitis, rubela)
– Pada 3 bulan yang lalu mendapat terapi imunosupresan tranfusi darah

2. Berikan penjelasan mengenai tujuan dan Resiko: Memberitahukan secara rinci


tentang tujuan dan risiko vaksinasi dan risiko apabila tidak diimunisasi. Jangan lupa
untuk meminta persetujuan orang tua untuk memberikan vaksin pada anak
(informed consent).

1
3. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi
reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
4. Periksa kembali persiapan untuk pemberian vaksinasi:
Hal ini meliputi persiapan alat, ketersediaan vaksin, rute dan lokasi, jadwal, merk/
produsen vaksin, prosedur dan teknis pemberian.
Alat yang dipersiapkan:
- Vaksin
- Baki & bak instrument
- Sarung tangan bersih
- Spuit injeksi
- Alcohol swab
- Bengkok
Catatan: dalam persiapan alat, sarung tangan mungkin tidak diperlukan dalam
vaksinasi kecuali jika perawat atau tim kesehatan yang akan memberikan vaksin
memiliki resiko terinfeksi cairan tubuh infeksius dari klien yang akan diimunisasi
atau terdapat luka terbuka.
5. Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan
6. Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi terhadap vaksin yang akan diberikan
7. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut tidak rusak dan tidak
kadaluarsa.
Pengecekan vaksin dapat digunakan/ tidak yaitu dengan melihat:
- Tanggal kadaluarsa
- Indikator pada VVM (untuk vaksin hidup) dan Freeze tag (untuk vaksin inaktif)
- Tanda-tanda perubahan dari warna dan kejernihan
(Lihat Identifikasi vaksin dapat digunakan)
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal.
9. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan
10. Periksa persiapan anak untuk dilakukan vaksinasi meliputi mencatat tingkat
kecemasan anak dan orang tua, pertimbangan aplikasi pendekatan atraumatic care
dan distraksi
11. Berikan vaksin kepada anak sesuai jadual (lihat pedoman dosis & rute pemberian
imunisasi serta SOP medikasi)
12. Tulislah waktu (tanggal, jam) pemberian vaksin. Jika terdapat sisa vaksin, maka

2
simpan dengan penyimpanan yang tepat (lihat penyimpanan vaksin)
13. Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
14. Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis
15. Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
16. Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan, bila diperlukan

Penyimpanan Vaksin
1. Semua vaksin disimpan pada suhu 2 C sampai dengan 8 C
0 0

- Diatas suhu 8 C, vaksin hidup akan mati (contoh vaksin hidup yaitu polio oral,
BCG, Campak, MMR, varicella, dan hepatitis)
- Dibawah suhu 2 C, vaksin mati akan cepat rusak (contoh vaksin mati yaitu
DPT, Hib, Pneumokokus, influenza, polioinaktif, meningokokus)
2. Bagian bawah lemari es diletakkan cool pack sebagai penahan dingin dan
kestabilan suhu
3. Peletakan dus vaksin mempunyai jarak antara minimal 1 - 2 cm atau satu jari tangan
4. Vaksin BCG, Campak, Polio diletakkan dekat dengan evaporator
5. Vaksin yang peka pembekuan (seperti DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT) diletakkan
jauh dengan evaporator
6. Vaksin dalam lemari es harus diletakkan dalam kotak vaksin

3
IDENTIFIKASI VAKSIN DAPAT DIGUNAKAN
(MEMILIKI POTENSI YANG BAIK)

1. Pengecekan Tanggal kadaluarsa


Selain melihat tanggal kadaluarsa yang tertera, Pengecekan kadaluarsa dapat juga
dilakukan dengan mengidentifikasi masa simpan vaksin dan maksimal pemakaian
vaksin.

Jangka waktu maksimal vaksin yang sudah dibuka (di pelayanan statis seperti
puskesmas, poliklinik) yaitu sebagai berikut:

4
Jika masih ada sisa vaksin dari pemberian vaksinasi di lapangan (misal. Posyandu,
sekolah), maka:
a. Yang belum dibuka harus segera dipakai pada pelayanan berikutnya
b. Yang sudah dibuka harus dibuang

2. Indikator pada VVM dan Freeze watch/ Tag

a. VVM (untuk vaksin hidup) : Indikator paparan suhu panas


Vaksin hidup memiliki sifat yang sensitive terhadap panas yaitu vaksin akan rusak
bila terpapar dengan suhu panas yang berlebihan. Contoh vaksin hidup yaitu polio
oral, BCG, Campak, MMR, varicella, dan hepatitis

5
6
b. Freeze tag (untuk vaksin inaktif): Indikator paparan suhu dingin
Vaksin inaktif atau vaksin mati memiliki sifat yang sensitive terhadap beku yaitu
vaksin akan rusak bila terpapar dengan suhu dingin yang berlebihan atau
pembekuan. Contoh vaksin mati yaitu DPT, Hib, Pneumokokus, influenza,
polioinaktif, meningokokus

c. Warna dan kejernihan

7
DOSIS DAN RUTE/ CARA PEMBERIAN IMUNISASI

8
JADUAL IMUNISASI

Jadual Imunisasi Menurut Kemenkes RI (MTBS/ Majemen Terbaru Balita Sakit)

9
Jadual Imunisasi Rekomendasi IDAI Tahun 2017

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun


Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan

Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertama tidak diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatitis B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

10

Anda mungkin juga menyukai