Anda di halaman 1dari 3

Asam urat (Gout) adalah hasil akhir dari metabolisme purin yaitu merupakan penyakit

progresif akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU) di sendi, ginjal, dan jaringan ikat
lainnya sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung kronik. Tanpa penanganan yang
efektif kondisi ini dapat berkembang menjadi gout kronis, terbentuknya tofus, dan bahkan
dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal berat, serta penurunan kualitas hidup. Sekitar
90% penyakit asam urat disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal membuang asam urat
secara tuntas dari tubuh melalui air seni. Sebagian kecil lainnya, asam urat bisa terjadi
akibat peningkatan asupan makanan yang tinggi purin. Konsumsi purin yang terdapat dalam
seafood berhubungan terhadap resiko peningkatan kadar asam urat. Asupan purin dari
makanan akan menambah jumlah purin yang beredar di dalam tubuh, semakin banyak
mengkonsumsi purin, semakin tinggi kadar asam urat (produk akhir metabolisme purin)
dalam tubuh. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung jumlah purin yang tidak
sama. Penderita asam urat harus menjalani diet rendah protein karena protein dapat
meningkatkan asam urat, terutama protein hewani (contoh; seafood). Protein diberikan 50‐
70 g per hari. Sedangkan sumber protein yang dianjurkan adalah sumber protein nabati dan
protein yang berasal dari susu, keju dan telur. Sangat disarankan untuk membatasi
konsumsi lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Batasi
makanan yang digoreng, penggunaan margarin, mentega dan santan. Ambang batas lemak
yang boleh dikonsumsi adalah 15% total kalori/hari. Pasien juga disarankan untuk banyak
minum air putih, minimal 2.5 liter/hari. Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu
mengeluarkan asam urat melalui urin. Pilihan terapi gout akut adalah NSAID, COX‐ 2
inhibitor, colchicines, dan kortikosteroid sitemik atau intraartikular. Pada kebanyakan pasien
tanpa komplikasi atau penyakit penyerta, NSAID merupakan obat pilihan. Faktor terpenting
untuk keberhasilan terapi adalah kecepatan pemberian NSAID, harus segera digunakan pada
saat timbul gejala serangan. Kolkisin merupakan alternatif, tapi sifat toksiknya
menyebabkan obat ini kurang populer. Untuk kontrol jangka lama hiperurisemia dan
penatalaksaan secara farmakologis gout kronik, penting diperhatikan untuk mencegah
sequelae yang berkaitan dengan tingginya kadar urat, terutama pada pasien yang
mengalami serangan arthritis gout akut lebih dari 2 kali dalam setahun. Allopurinol
merupakan obat pilihan untuk menurunkan kadar urat, febuxostat mungkin merupakan
alternatif.

Allopurinol merupakan obat keras golongan urikostatik. Allopurinol bekerja menurunkan


kadar asam urat dalam darah dengan cara menghambat kerja enzim xantin oksidase, yaitu
enzim berperan dalam pembentukan, sehingga pembentukan asam urat terganggu.
Allopurinol tersedia dalam 2 dosis, yaitu 100 mg dan 300 mg dalam satu tablet.

Allopurinol mudah didapatkan di apotek terdekat dengan membawa resep dari dokter dan
tersedia dalam bentuk obat bermerek dan obat generik, sehingga harganya tergolong
terjangkau (Rp. 500 – Rp. 6000 per tablet). Disamping harganya yang terjangkau, allopurinol
memiliki efek samping berupa kulit kemerahan (skin rash), reaksi alergi (hipersensitif), mual
dan muntah. Apabila Allopurinol akan digunakan dalam jangka panjang (>2 minggu), pasien
diminta untuk rutin mengecek fungsi hati dan ginjal minimal sejak penggunaan pertama
untuk meminimalisir terjadinya kerusakan organ yang parah. Pasien harus segera
menghentikan penggunaan Allopurinol dan berkonsultasi ulang kepada dokter dan apoteker
apabila muncul reaksi alergi yang berlebihan, seperti sesak napas, kulit gatal dan
kemerahan, serta reaksi alergi lainnya.

Selain Allopurinol, obat lain yang juga bekerja menghambat xanthine oksidase adalah
febuxostat. Febuxostat tersedia dalam 2 dosis, yaitu dosis 40 mg dan 80 mg. Walaupun
febuxostat memiliki kerja yang sama dengan allopurinol, pada beberapa penelitian,
febuxostat dinilai lebih cost-effective dibandingkan dengan allopurinol. Selain itu, pada
penelitian lain yang dilakukan terhadap pasien di ASIA, efek samping reaksi alergi pada kulit
yang disebabkan oleh febuxostat lebih rendah dibandingkan dengan allopurinol dan
penggunaan febuxostat 80 mg atau 120 mg lebih efektif menurunkan kadar asam urat
serum dibandingkan dengan penggunaan allopurinol 300 mg. Efek samping lain febuxostat
yang perlu diperhatikan adalah diare dan mual. Efek samping seriusnya bisa berupa penyakit
kardiovaskular dan reaksi alergi parah (rhabdomyolysis). Sama seperti penggunaan
allopurinol, pasien yang menggunakan febuxostat dalam jangka waktu panjang memerlukan
pemeriksaan fungsi hati dan ginjal secara rutin.

Sumber :
Salluy, Priscillia. 2019. Analisis Perbandingan Asam Urat Berdasarkan Pola Makan Pada
Vegetarian dan Non Vegetarian di Minahasa. Vol.5, No.1.
Anggraini, Tiara, dkk. 2016. Treatment of Gout Arthritis and Hypertension in 70 Years Old
Grnny Through Family Medicine Approach.Vol 5, No.2.
Perhimpunan Rheumatologi Indonesia. 2018. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.
ISBN: 978-979-3730-31-8.
IBM Micromedex Drug Reference (diakses tanggal 17 oktober 2020 pukul 01.00 WIB).
Becker, M.A., dkk. 2006. Febuxistat Compared with Allopurinol in Patients wuth
Hyperuricemia and Gout. New England Journal of Medicine.
Liu, Cheng-Wei, dkk. 2019. The Net Clinical Benefits of Febuxostat Versus Allopurinol in
Patients with Gout or Asymptomatic Hyperuricemia – A Systematic Review and Meta-
Analysis. Elsevier.
Rezapour, Aziz., dkk. 2020. Cost-effectiveness of Allopurinol Versus Febuxistat in the
Treatment of Gout Patients: A Systematic Review.

Anda mungkin juga menyukai