Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

“Asuhan Keperawatan pada Kasus Hipospadia”

Dosen Pengampu : Novi Enis Rosuliana, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An.

Disusun oleh :

Annisa Nurul Sabilla Achmad (P2.06.20.1.19.044)

Deden Miftahul Hidayat (P2.06.20.1.19.047)

Hanip Dinamara (P2.06.20.1.19.055)

Risma (P2.06.20.1.19.068)

Wanda Mardiyana Putri (P2.06.20.1.19.077)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

PRODI D III KEPERAWATAN

2020/2021
LEMBAR PEGESAHAN

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

“Asuhan Keperawatan pada Kasus Hipospadia”


Prodi D3 Keperawatan
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

Tahun Pelajaran 2020/2021

Disusun Oleh :

Annisa Nurul Sabilla Achmad (P2.06.20.1.19.044)

Deden Miftahul Hidayat (P2.06.20.1.19.047)

Hanip Dinamara (P2.06.20.1.19.055)

Risma (P2.06.20.1.19.068)

Wanda Mardiyana Putri (P2.06.20.1.19.077)

Disetujui dan disahkan oleh:

Dosen Pembimbing

Novi Enis Rosuliana, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An.

NIP. 198711302020122002
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang atas izin dan kuasaNya
makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan pada Kasus Hipospadia” dapat
diselesaikan.

Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak Penyusunan makalah terlaksana dengan baik berkat dukungan dari
banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang bersangkutan.

Kesalahan bukan untuk dibiarkan tetapi kesalahan untuk diperbaiki. Walaupun


demikian, dalam makalah ini kami menyadari masih belum sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan tugas makalah ini sehingga
dapat memberikan manfaat bagi kami dan dapat dijadikan acuan bagi pembaca terutama
bagi ilmu keperawatan.

Tasikmalaya, 03 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................2
1.4 Lingkup Bahasan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Konsep Penyakit........................................................................................3
2.1 Definisi Hipospadia..............................................................................3
2.2 Klasifikasi Hipospadia.........................................................................4
2.3 Etiologi Hipospadia.............................................................................5
2.4 Patofisiologi Hipospadia......................................................................7
2.5 Manifestasi Klinis Hipospadia............................................................11
2.6 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................11
2.7 Komplikasi Hipospadia......................................................................12
2.8 Penatalaksanaan Hipospadia..............................................................14

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................16

3.1 Pengakajian..........................................................................................16
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................18
3.3 Intervensi.............................................................................................18
3.4 Implementasi.......................................................................................24
3.5 Evaluasi...............................................................................................24
BAB III PENUTUP.............................................................................................25

4.1 Simpulan..............................................................................................25

ii
4.2 Saran....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting,
karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat
seksual yang pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu
kelainan konginetal terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu
hipospadia. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang
terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Penyebab terjadinya kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.
Namun diyakini bahwa hal ini terjadi karena adanya gangguan pada pembentukan
urethral plate secara genetik yang dipengaruhi secara hormonal dan enzimatik.
Sebagian menyebutkan ada kaitannya dengan abnormalitas pada metabolisme
androgen, dan disrupsi endokrin (Baskin dan Ebbers, 2006). Insidennya yang
cenderung meningkat dimungkinkan karena pengaruh polusi lingkungan yang
makin tinggi, dalam hal ini banyaknya paparan zat-zat yang mengandung estrogen
seperti jenis pestisida tertentu, obat-obatan herbal dan lain sebagainya (Djakovic et
al, 2008; Kalfa et al, 2011).
Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah
pengaruh terhadap psikologis dan sosial anak. Penyebab dari hiposapadia ini sangat
multifaktorial antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidakseimbangan
hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan keseimbangan hormon yang dimaksud
adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan
dari faktor genetika, dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Uuntuk faktor lingkungan adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Insiden hipospadia sekitar 3,8 dari 1000 kelahiran hidup anak laki-laki, hal
itu berarti sekitar 1 dari 300 anak laki-laki menderita kelainan hipospadia (Hadidi,
2004).Prevalensi hipospadia di negara barat sebanyak 18,6 banding 10.000
kelahiranhidup dan dilaporkan mengalami peningkatan disetiap tahunnya (Bergman
et al, 2015; Springer et al, 2016).Sebuah penelitian di Amerika Serikat melaporkan

1
bahwa hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering pada orang
kulit putih. Di Nigeria dilaporkan insiden hipospadia sebesar 1,1% diantara anak-
anak yang dalam tingkat pendidikan Sekolah Dasar. Penelitianpenelitian terbaru
juga melaporkan insiden hipospadia terus meningkat pada negara-negara industri
(Hadidi, 2004; Aisuodionoe-Shadrach et al, 2015; Springer et al, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa Definisi Hipospadia?
2) Apa Klasifikasi Hipospadia?
3) Apa Etiologi dari Hipospadia?
4) Bagaimana Manifestasi klinik Hipospadia?
5) Bagaimana Patofisiologi dari Hipospadia?
6) Bagaimana Pemeriksaan diagnostik Hipospadia?
7) Bagaimana Penatalaksanaan Hipospadia?
8) Apa Komplikasi dari Hipospadia?
9) Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipospadia?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Menjelaskan Definisi Hipospadia
2) Menjelaskan Klasifikasi Hipospadia
3) Menjelaskan Etiologi dari Hipospadia
4) Menjelaskan Manifestasi Hipospadia
5) Menjelaskan Patofisiologi dari Hipospadia
6) Menjelaskan Pemeriksaan diagnostik Hipospadia
7) Menjelaskan Penatalaksanaan Hipospadia
8) Menjelaskan Komplikasi dari Hipospadia
9) Menjelaskan Asuhan Keperawatan Hipospadia

1.4 Lingkup Bahasan


Pada Pembahasan ini terfokus pada :

1. Menjelaskan mengenai penyakit Hipospadia, meliputi : Pengertian, Klasifikasi,


Etiologi, Manifestasi, Patofisiologi, Pemeriksaan penunjang, Penatalaksanaan,
dan komplikasi.
2. Menjelaskan Asuhan Keperawatan untuk pasien dengan kasus Hipospadia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
2.1 Definisi Hipospadia
Galen (130-199 AD) adalah seorang dokter gladiator di Roma,
merupakan orang pertama yang menyebutkan kata hipospadia.Kata hipospadia
berasal dari bahasa Yunani "hypo" yang berarti dibawah dan "spadon" yang
berarti celah. Hipospadia adalah salah satu kelainan kongenital yang paling
sering terjadi pada laki-laki dan merupakan kelainan yang paling sering terjadi
pada perkembangan penis (Smith, 1997;Hadidi, 2004;Örtqvist L et al,2016).
Hipospadia didefinisikan sebagai suatu defek dalam pembentukan aspek
ventral dari penis yang disertai dengan abnormalitas dari meatus uretra dimana
meatus uretra berada di proksimal dari ujung penis dan letaknya di bagian
ventral dengan bentuk penis yang melengkung ke arah ventral (dengan atau
tanpa chordae) serta adanya defisiensi dari kulit preputium bagian ventral atau
disebut pula dorsal hood (Lambert et al, 2011). Merupakan kelainan kongenital
yang sering terjadi pada bayi laki-laki, dengan angka kejadian mencapai 1 dari
300 kelahiran (Snodgrass dan Bush, 2014).
Hipospadia adalah kelainan letak uretra dan merupakan kelainan bawaan
pada anak laki-laki, ditandai dengan posisi anatomi pembukaan saluran kemih di
bagian ventral atau bagian anterior penis, biasanya disertai lengkung penis yang
tidak normal dan ukurannya lebih pendek daripada laki-laki normal. Letaknya
bervariasi sepanjang bagian ventral dari penis atau di perineum sebagai akibat
gagalnya penyatuan dari lempeng uretra, hipospadia berat didefinisikan sebagai
sebagai suatu kondisi hipospadia yang disertai dengan letak muara uretra
eksterna diantara proximal penis sampai dengan di perbatasan penis dan skrotum
dan mempunyai chordee (Saleem et al, 2012; Arnaud et al, 2011, Hadidi 2004,
Örtqvist L et al,2016; Keays and Sunit, 2017)
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/614f6f126ab3566e694306a50bad5
46a.pdf

3
2.2 Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.


Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra
yaitu tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal.
Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan
semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana
meatus terletak diujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10%
terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum.
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown
membagi hipospadia dalam 3 bagian :
1) Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal. 
2) Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal.

4
3) Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.
https://www.scribd.com/doc/313892047/Konsep-Dasar-Hipospadia

2.3 Etiologi Hipospadia


Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain:
1. Faktor Endokrin
Penyebab hipospadia yang paling potensial adalah dari faktor
endokrin karena pembentukan uretra pada laki-laki sangat dipengaruhi oleh
androgen sehingga sangat memungkinkan penjelasan dari penyebab
hipospadia adalah dari abnormalitas dari metabolisme androgen.Androgen
Receptor (AR) bertempat di kromosom Xq12 dan berperan penting
pembentukan genetalia laki-laki melalui interaksinya dengan testosteron dan
5-dihydrotestosteron (DHT). Konversi testosteron menjadi DHT
dikatalisasi oleh enzim 5-reduktase. AR mempengaruhi ekspresi androgen
dalam regulasi gen yang penting dalam perkembangan fenotip seksual laki-
laki dengan cara mengenali Androgen Response Elements (AREs) pada
DNA yang telah membentuk suatu ikatan dengan testosteron atau DHT di
dalam sitoplasma. Mutasi AR dapat mempengaruhi fungsi reseptor yang
berakibat tingkat kepekaan atau sensitivitas androgen berkurang secara
parsial maupun komplit (Örtqvist L et al,2016; Adamovic dan
Nordenskjold, 2012).

2. Faktor Genetik
Insiden pasien hipospadia pada pasien yang mempunyai ayah yang
menderita hipospadia adalah sebanyak 7%.Insiden pasien hipospadia yang
tidak mempunyai riwayat saudara kandung maupun keluarga yang
menderita hipospadia adalah sebanyak 12%.Jika dalam satu keluarga
terdapat 2 penderita hipospadia dan salah satunya adalah ayahnya maka
risiko terjadi lahirnya anak yang menderita hipospadia meningkat menjadi
26%. Insiden hipospadia didapatkan 8,5 kali lebih sering pada kembar

5
monozigot. Mayoritas mutasi yang teridentifikasi ditemukan pada
individudengan hipospadia proksimal, hal ini menunjukkan bahwa
hipospadia proksimal memiliki lebih banyaketiologi monogenik atau
poligenik sedangkan hipospadia distal lebih merupakan etiologi
multifaktorial.Kandidat gen yang jelas untuk hipospadia adalah gen yang
terlibat dalam pengembangangenitalia eksternal laki-laki, dan mutasi
ditemukan pada lebih dari 60 gen yang terlibatperkembangan genital. Gen
tersebut adalah WT1 (Wilms Tumor 1), SF1 (NR5A1 atauFaktor
steroidogenik 1) dan FSHR (Follicle Stimulating Hormone Receptor)
yangterlibat dalam pengembangan genitalia internal dan LHCGR
(Luteinizing Hormon Reseptor Choriogonadotropin), sebuah gen yang
bertanggung jawab untuk bagian selanjutnya dari perkembangan.Yang
terpenting adalah gen reseptor androgen (AR) dan gen untuk enzim
dalamproses mengubah kolesterol menjadi testosteron (misalnya 17β-HSD
(17 beta steroid dehidrogenase) dan testosteron terhadap dihidrotestosteron
(DHT), SRD5A2 (5-alfa reduktase) (Örtqvist L et al,2016; Duarsa dan
Nugroho, 2016).

3. Faktor Lingkungan
Beberapa penelitian melaporkan hubungan hipospadia dengan bayi
berat lahir rendah (BBLR), bayi prematur, usia ibu saat hamil dan riwayat
hipertensi pada ibu.Hubungan kejadian hipospadia dengan BBLR dan
prematuritas, dari analisis univariat BBLR dan prematuritas, memberikan
pengaruh terhadap kejadian hipospadia. Bayi dengan berat badan lahir
rendah dapat menjadi penanda bahwa telah terjadi hambatan pertumbuhan
janin karena plasenta ibu kurang dalam memberikan nutrisi dan
berkurangnya pula produksi hCG sehingga memengaruhi sintesis
androgen.Usia ibu saat hamil memiliki keterkaitan kejadian dengan
hipospadia, usia ibu di atas 35 tahun cenderung akan mengakibatkan
hipospadia 4,17 kali lebih tinggi. Carmichael dkk melaporkan seorang ibu
yang hamil pada usia di atas 35 tahun memiliki risiko aliran darah plasenta
yang tidak baik dikarenakan kekakuan pembuluh darah. Dengan demikian,

6
asupan nutrisi ke janin terganggu sehingga mengakibatkan hambatan
pertumbuhan dan proses metabolisme janin. Diet vegetarian yang dilakukan
selama masa kehamilan, menunjukkan hasil statistik yang tidak
berhubungan dengan kejadian hipospadia. Sementara itu, North melaporkan
bahwa pada ibu hamil yang hanya mengonsumsi sayuran hijau saja atau
sedang menjalani pola makan vegetarian, dapat terjadi penurunan vitamin B
12, choline, methionine yang akan memengaruhi sintesis estrogen dengan
pembentukan efek phytoestrogen. North mendapatkan bahwa diet
vegetarian memberikan pengaruh terhadap kejadian hipospadia 4,6 kali lipat
dibandingkan dengan ibu hamil yang menjalani diet normal.Hal ini
disebabkan fungsi plasenta yang terganggu mengakibatkan regulasi
hormonal dan penyediaan nutrisi pada janin terganggu sehingga
memengaruhi pembentukan saluran uretra. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara kejadian hipospadia dengan paparan
lingkungan yang berhubungan dengan bahan kimiawi, yaitu pestisida, zat
kimia dapat mempengaruhi perkembangan dan maturasi seksual dan fungsi
reproduksi janin (ShekharYadav, 2011). Pestisida adalah kontaminan atau
bahan yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.Paparan
pestisida terhadap ibu yang sedang mengandung dapat berakibat terjadinya
kelainan seperti malformasi urogenital, memburuknya kualitas sperma dan
kanker payudara.Terdapat penelitian yang menunjukkan peningkatan
insiden hipospadia pada keluarga yang tinggal di dekat tempat pembuangan
limbah di Eropa dan ibu yang mempunyai riwayat pekerjaan dengan
paparan pestisida mempunyai risiko yang lebih besar melahirkan anak
dengan kelainan hipospadia. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian lain
yang menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat konsumsi sayuran organik
tidak mempunyai anak dengan kelainan hipospadia (Örtqvist L et al,2016;
Shekhar Yadav, 2011).
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/614f6f126ab3566e694306a50bad5
46a.pdf

2.4 Patofisiologi Hipospadia

7
Sekitar minggu ke-6 gestasi, tuberkulum genital berkembang ke arah anterior
menuju ke arah sinus urogenital.Pada minggu ke-8 terjadi maskulanisasi
genetalia eksterna laki-laki karena pengaruh dari sintesis testosteron oleh testis
fetus. Sintesis testosteron dilakukan oleh sel leydig dari testis fetus, dimana sel
16 Leydig tersebut dirangsang oleh hCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Testosteron diubah menjadi bentuk yang lebih poten oleh enzim 5-reduktase
tipe II menjadi dihidrotestosteron. Untuk dihidrotestosteron menjadi lebih efektif,
dihidrotestosteron harus berikatan dengan reseptor androgen yang berada di
jaringan genital. Salah satu tanda pertama dari maskulanisasi adalah menjauhnya
jarak antara anus dengan genital diikuti dengan pemanjangan dari phallus,
pembentukan uretra dan pembentukan preputium.Uretra dibentuk dari gabungan
tepi medial lipatan endodermal uretra.Peristiwa penggabungan tepi medial lipatan
endodermal uretra ini dimulai dari arah proksimal ke distal dan berakhir pada
akhir trimester pertama.Tepi ektodermal uretra bergabung menjadi
preputium.Kegagalan menyatunya lipatan endodermal uretra ini yang memicu
terjadinya hipospadia (Örtqvist L et al,2016; Kalfa et al, 2013).
Terhentinya perkembangan kanalisasi menyebabkan abnormalitas
cakupan ventral dari mesenkim perineal midline sepanjang uretral plate pada saat
kanalisasi, menghasilkan pembukaan uretral ektopik. Pembukaan uretral
umumnya terhenti saat mendekati coronal groove dari glans. Penghentian ini
terjadi selama minggu 14 dan 15 massa perkembangan. Semakin lambat
penghentian terjadi maka semakin distal hipospadia terjadi (Örtqvist L et
al,2016).
Penghentian dini perkembangan menghentikan fusi dari lipatan luar
genital menghasilkan dua hemiskrotal.Kulit prepusium yang terbelah atau
abnormal juga merupakan konsekuensi dari penghentian perkembangan uretra.
Pada usia kehamilan delapan minggu, lipatan preputial muncul di kedua sisi
batang penis dan bergabung pada dorsum penis. Karena tidak lengkapnya
perkembangan uretra, 17 lipatan preputial tidak bisa melingkar di sisi ventral.
Konsekuensinya adalahpreputiumtidak terdapat pada sisi ventral, danjaringan
preputial yang berlebihan pada dorsum. Raphe median dari phallus juga
berkembang secara tidak normal. Kekurangan pertumbuhan mesenkimal dapat

8
menyebabkan rangkaian raphe zig-zag yang berakhir dan terbagi menjadi
duacabang, satu pada setiap sisi distal menuju "dog ears" atau sudut dari
preputium yang terbelah. Area segitiga antara dua cabang yang tidak memiliki
fasia Buck dan jaringan subkutan,merupakan aspek penting selama operasi.
Kelengkungan penis abnormal yang diamati pada saat ereksi terjadi pada banyak
pasien dengan hipospadia, namun lebih sering terjadi danlebih berat pada pasien
dengan hipospadia tipe proksimal. Pada kasus yang lebih proksimal,
kelengkungan penis disebabkan oleh apoptosis plat uretra / korpus spongiosum
karena tidak adanyastimulasi androgenik menghasilkan lengkungan pada corpus
cavernosa. Jaringan fibrosa, yang dipotong selama koreksi kelengkungan, disebut
chordee.Kelengkungan penis pada pasien dengan hipospadia distal lebih banyak
disebabkan oleh kurangnya panjang kulit atau pertumbuhan periurethral (Örtqvist
L et al,2016).
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/614f6f126ab3566e694306a50bad5
46a.pdf

Pathway :

Embrio Usia 2

Terbentuk 2 lapisan : ektoderm & endoderm

Terbentuk lekukan di tengahnya mesoderm

Mesoderm bermigrasi ke perifer memisahkan ektoderm & endoder

Bagian kandal ektoderm & endoderm bersatu membentuk kloaka

Struktur genital Bagian anterior


kekurangan reseptor kloaka membentuk
androgen organ orogenital

Kekurangan sintesis
9 Ruptur
hormon androgen

Membentuk sinus
Uretra pras
Tumberkel genital Gangguan pembentukkan prostatika
membentuk lipatan lekukan dibawahnya berpoliferasi
uretra dibagian bagian lateral seharusnya
anterior menjadi genital fold Membentuk sel
uretra
Tonjol genetal Genetalia fold gagal
bersatu diatas sinus Perkembangan
Bergerak ke orogenital uretra tidak
kandal sempurna
Hipospadia
Membentuk Atropi uretra
skortum
Aliran urin tidak
memancar Muara uretra tidak
Dipisahkan oleh di gland penis
sekat skortum
BAK jongkok Indikasi operasi Penis memendek

Malu dengan Kulit pada


teman sebaya permukaan vental
penis pendek
MK : Gangguan
citra tubuh Chorde

MK : Perubahan
eliminasi urin

https://id.scribd.com/document/369577864/Pathway-Hipospadia

10
2.5 Manifestasi Klinis Hipospadia
Manifestasi klinis pada hipospadia, antara lain:
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang
akan tampak lebih jelas pada saat ereksi.
3. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
4. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
5. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
6. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
7. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
8. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah
bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh
adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus
yang letaknya abnormal ke glands penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk
rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya
chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu
diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.
https://www.scribd.com/doc/313892047/Konsep-Dasar-Hipospadia

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan
jenis kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain
dicurigai. Namun dapat dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari

11
meatus uretra secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami
kelainan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.
Untuk menilai beratnya Hipospadia, dilakukan pemeriksaan berikut :
a. Radiologis (IVP)
b. USG sistem kemih-kelamin.
c. Hipospadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.
https://www.scribd.com/doc/313892047/Konsep-Dasar-Hipospadia

2.7 Komplikasi Hipospadia


Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada
sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau
fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi hipospadi secara garis besar dibagi
menjadi dua, yaitu
1. Komplikasi segera
2. Komplikasi ini dapat terjadi segera setelah operasi atau beberapa hari
kemudian. Yang termasuk dalam komplikasi segera diantaranya adalah:
iskemia jaringan, perdarahan dan hematoma, infeksi luka operasi dan
terbukanya luka operasi (wound dehiscence). Pencegahan untuk terjadinya 7
komplikasi ini adalah dengan penanganan jaringan yang hati-hati saat
operasi dengan memperhitungkan pasokan darah untuk flap yang dibuat.
Apabila komplikasi ini muncul biasanya penanganannya secara konservatif,
bila tidak membaik mungkin diperlukan operasi berikutnya untuk
debridement luka atau bila perlu dilakukan revisi (Bayne dan Jones, 2010).
3. Komplikasi lambat

12
Komplikasi ini muncul dalam hitungan hari, bulan bahkan tahun. Yang
termasuk dalam komplikasi lambat ini adalah:
- Urethrocutaneus fistula
Merupakan komplikasi yang paling terjadi, dan semakin komplek tipe
hipospadia dan operasinya resiko terjadinya fistula semakin tinggi.
Komplikasi ini dapat terjadi oleh berbagai macam sebab diantaranya
karena edema yang mengganggu suplai darah, adanya infeksi dan
hematoma yang mengganggu penyembuhan luka pada uretra baru,
adanya obstruksi di distal sehingga menyebabkan tekanan yang tinggi
saat kencing yang mengakibatkan lepasnya jahitan di bagian proksimal.
Penanganannya tergantung pada ukuran dan letak fistulanya. Bila
fistulanya kecil biasanya dapat menutup sendiri, namun bila ukurannya
besar kemungkinan akan membutuhkan tindakan operasi untuk
menutupnya.
- Striktur uretra
Merupakan komplikasi kedua tersering. Umumnya striktur ini terjadi
pada tempat anastomose jahitan seperti di meatus, kamudian di akhir
penutupan glans, ataupun juga pada bagian proksimal jahitan uretra
baru. Striktur ini 8 biasanya nampak jelas kurang dari 3 bulan setelah
operasi yang ditandai dengan lemahnya pancaran urin, anak harus
mengedan saat kencing, pancaran urin yang menyebar atau adanya
infeksi pada traktus urinarius. Keluhan ini apabila masih ringan
seringkali tidak terlalu diperhatikan dan sering terlewatkan. Dan bila
terus dibiarkan dapat menimbulkan komplikasi yang lebih serius seperti
pyelonefritis bahkan gagal ginjal. Penyebab terjadinya striktur
diantaranya adalah desain uretra baru yang kurang baik, jahitan yang
terlalu tegang, spatulasi pada lokasi anastomosis yang kurang adekuat.
Penatalaksanaannya dapat dengan konservatif yaitu dengan dilatasi atau
endoskopi, bila tidak berhasil atau apabila strikturnya panjang maka
perlu dilakukan revisi urethroplasti

13
- Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah divertikulum uretra,
persisten chordae, komplikasi meatal dan komplikasi lain dalam uretra
serta masalah psikiatri (Bayne dan Jones, 2010).
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/614f6f126ab3566e694306a50
bad546a.pdf

2.8 Penatalaksanaan Hipospadia


Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi,
dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu:
1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini
dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis.
Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan tetapi meatus
uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi
dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke
dalam korpus kavernosum.
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari
kulit penis bagian ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua
sisi.
3. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang
dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada
hipospadia tipe distal dengan ukuran penis yang cukup besar.
Tujuan pembedahan :
a. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.
b. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap :
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2

14
tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal
dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra
terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang
ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah
matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).
Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis
dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia,
maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan
dengan operasi hipospadi.

Penatalaksanaan satu-satunya untuk hipospadia adalah dengan operasi.


Tujuan dari prosedur ini secara ringkas ada 5, yaitu: untuk mendapatkan
bentuk penis yang lurus, memposisikan muara uretra di ujung penis,
menormalkan kembali fungsi ejakulasi dan berkemih, membuat uretra yang
adekuat dengan kaliber yang sama serta bentuk kosmetik dari penis dan
glans penis yang simetris. Di mana langkah-langkah prosedurnya dapat
disusun sebagai berikut: 4
1. Chodectomy - Orthoplasty (meluruskan penis),
2. Urethroplasty,
3. Meathoplasty dan Glanuloplasty,
4. Scrotoplasty dan
5. Skin coverage
(Baskin dan Ebbers, 2006; Snodgrass dan Bush, 2014).

15
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/614f6f126ab3566e694306a50b
ad546a.pdf

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas
1. Usia
Ditemukan saat lahir
2. Jenis kelamin
Hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada
laki- laki dengan angka kemunculan 1 : 250 dari kelahiran hidup.
B. Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau
didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti
berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih
anak harus duduk.
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang
kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui
dengan pasti penyebabnya.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang
melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak
lahir.
3. Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan si!at genetik.
b. Lingkungan polutan teratogenik.
D. Riwayat Kehamilan lan dan Kelahiran

16
Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke- 10 sampai minggu ke- 14.

E. Activity Daily Life


1. Nutrisi
Tidak ada gangguan
2. Fliminasi
Anak laki:laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam
mengarahkan aliran urinenya, bergantung pada keparahan anomali,
penderita mungkin perlu mengeluarkan urine dalam posisi duduk.
konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urine parsial dan
disertai oleh peningkatan insiden ISK.
3. Hygiene Personal
Di bantu oleh perawat dan keluarga
4. Istirahat dan Tidur
Tidak ada gangguan.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem kardiovaskuler (Tidak ditemukan kelainan)
2. Sistem neurologi (Tidak ditemukan kelainan)
3. Sistem pernapasan (Tidak ditemukan kelainan)
4. Sistem integumen (Tidak ditemukan kelainan)
5. Sistem muskuloskletal (Tidak ditemukan kelainan)
6. Sistem Perkemihan
a. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
b. Kaji fungsi perkemihan
c. Dysuria setelah operasi
G. Sistem Reproduksi
a. Adanya lekukan pada ujung penis
b. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
c. Terbukanya uretra pada ventral

17
d. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
drinage.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa,
prosedur pembedahn dan perawatan setelah operasi
2. Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan
kateter menetap
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Resiko injuri berhubungan dengan pemesangan kateter atau
pengangkatan kateter
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan penampilan penis anak
setelah pembedahan

3.3 Intervensi
Diagnosa 1
NOC :
- Kowlwdge : disease process
- Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit yang
dideritanya
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

18
Rasional : supaya klien mengetahui proses terjadinya penyakit yang
dialaminya
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
Rasional : supaya klien mengetahui tanda dan gejala penyakit yang
dialaminya
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Rasional : supaya klien mengetahui proses penyakit yang dialaminya
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Rasional : mengetahui penyebab penyakit yang dialami klien
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Rasional : supaya klien tahu tentang kondisi penyakitnya, menyampaikan
dengan cara yang tepat supaya tidak tersinggung
7. Hindari harapan yang kosong
Rasional : menghindari klien dari ketidaksesuaian dengan ekspektasi
terhadap penyakit yang dideritanya
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
Rasional : supaya keluarga tau tentang kemajuan terhadap penyakit pasien
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Rasional : supaya klien dan keluarga tahu tentang pencegahan terjadinya
komplikasi atau pengontrolan penyakit
10.Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Rasional : memberika kesempatan kepada pihak klien untuk memilih terapi
atau penanganan teradap penyakit yang dialami
11.Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
Rasional : supaya penyakit cepat ditangani oleh pemberi perawatan
kesehatan
Diagnosa 2

19
NOC
- Immune Status
- Knowledge : Infection control
- Risk control

Kriteria Hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC
Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Rasional : upaya pencegahan infeksi
2. Pertahankan teknik isolasi
Rasional : upaya pencegahan menularan infeksi
3. Batasi pengunjung bila perlu
Rasional : upaya pencegahan penularan infeksi
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
Rasional : mrncrgah infeksi dan supaya tidak membawa mikroorganisme ke
luar RS rumah pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Rasinal : Mikroorganisme akan mati dengan cuci tangan manggunakan
sabun
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : mencegah penularan infeksi kepada perawat
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Rasional : supaya mikroorganisme tidak langsung ke tangan perawat
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

20
Rasional : terhindar dari infeksi
9. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Rasional : menurunkan resiko infeksi kandung kencing
10. Tingktkan intake nutrisi
Rasional : membantu menurunkan resiko ingeksi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasinal : antibiotik dapat mencegah infeksi
12. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Rasional : mengetahui adanya gejala infeksi
13. Monitor hitung granulosit, WBC
Rasional : granulosit dapat membantu melawan infeksi,
14. Monitor kerentangan terhadap infeksi
Rasional : mengetahui kerentangan terhadap infeksi klien
15. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Rasional : teknik asepsis mengurangi terjadinya infeksi
16. Berikan perawatan kulit pada area epidema
Rasional : perawatan kulit membantu menghilangkan mikroorganisme pada
area epidema sehingga mencegah terjadinya infeksi
17. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Rasional : mengetahui adanya kemerahan, panas , dan drainase
18. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
Rasional : mengetahui keadaan luka terutama luka terbuka
19. Dorong istirahat
Rasional : istirahatn yang cukup dapat meningkatkan imunitas tubuh
20. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Rasional : membantu mencegah infeksi dengan obat farmakologi
21. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : supaya keluarga dan klien mengetahuia gejala infeksi sehingga
cepat ditangani
22. Ajarkan cara menghindari infeksi
Rasional : supaya klien dan keluarga menerapkan cara menghindari ifeksi
23. Laporkan kecurigaan infeksi

21
Rasional : supaya infeksi diketahui secepat mungkin

Diagnosa 3
NOC
- Pain Level,
- Pain control
- Comfort level

Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan faktor
presipitasi nyeri
2. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Rasional : mengetahui ekspresi terhadap nyeri yang dirasakan klien
3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Rasinal : mengetahui pengalaman nyeri klien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Rasional : supaya klien tenang dalam penaganan nyeri
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
Rasional : penanganan nyeri dapat mengurangi atau menghilangkan rasa
nyeri

22
7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Rasional : mengetahui intervensi nyeri
8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Rasional : mengurangi rasa nyeri dengan tindakan keperawatan mandiri
9. Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
Rasional : analgetik membantu menghilangkan atau meringankan rasa nyeri
menggunakan farmakologi berkolaborasi dengan dokter
10. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Rasional : mengetahaui rasa nyeri yang dirasakan oleh klien apakah sudah
berkurang, hilang, atau tetap.
11. Tingkatkan istirahat
Rasional : istirahat biasanya bisa meredakan rasa nyeri
12. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Rasional : mengetahui feedback klien setelah dilakukan tindakan
manajemen nyeri

Diagnosa 4
NOC
Risk Kontrol

Kriteria Hasil :

- Klien terbebas dari cedera

- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera

- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal

- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury

- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

- Mampu mengenali perubahan status kesehatan

NIC
Environment Management (Manajemen lingkungan)
1. Sediakan Iingkungan yang aman untuk pasien
Rasional : membantu mencegah terjadinya cidera

23
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Rasional : mengetahui kebutuhan keamanan pasien sesuai kondisi fisik
pasien
3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
Rasional : mengurangi resiko cidera
4. Memasang side rail tempat tidur
Rasional : menghidari jatuh dari tempat tidur
5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional : menyediakan tempat tidur yang ada side rail dupaua klien tidak
jatuh
6. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Rasional : supaya klien tidak perlu gerak lebih yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya cidera ( jatuh )
7. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Rasional : apabila pasien ingin ke toiltet atau dll bisa dibantu oleh keluarga
8. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Rasional : menghindari terjadinya cidera
Diagnosa 5
NOC :
- Anxiety Control Anxiety Control
- Coping
- Impulse Control
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
- mengidentifikasi, mengungkapkan dana menunjukan teknik untuk
mengontrol cemas
- tanda-tanda vital dalam batas normal
- postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukan beerkurangnya kecemasan
NIC :

24
Anxiety Reduction
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional : mengurangi rasa cemas/klien percaya kepada perawat
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Rasional : mengetahui perasaan klien terhadap prosedur yang telah
dilakukan
3. Pahami prepektif pasien terhadap situasi stress
Rasional : mengetahui prespektif pasien terhadap stres
4. Temani pasien untuk memberikan keamanandan mengurangi takut
Rasioal : memberi rasa aman dan takut terhadap penyakit atau prosedur
yang akan dilaksanakan klien
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Rasional : supaya klien dan keluarga
6. Dorong keluarga untuk menemani anak
Rasional : membantu mengurangi kecemasan anak
7. Lakukan back atau neck rub
Rasional : memberikan sensasi rileks
8. Identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui tingkat kecemasan klien
9. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Rasional : supaya klien tidak kaget ketika mengalami situasi yang
menimbulkan cemas
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, Ketakutan, persepsi
Rasional : membantu meningkatkan perasaan tenang/sedikit tenang
11. Instruksi pasien untuk melakukan relaksasi nafas dalam
Rasinal : memberikan perasaan rileks
12. Brikan obat untuk mengurangi kecemasan
Rasional : megurangi atau menhilangkan rasa cemas dengn berkolaborasi
dengan dokter
3.4 Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi.
3.5 Evaluasi

25
1. Orang tua memahami tentang hipospadi dan alasan pembedahn, serta orang
tua akan aktif dalam perwatatn setelah operasi
2. Anak tidak mengalami infeksi yang di tandai oleh hasil urinalisis normal dan
suhu tubuh kurang dari 37,8 ◦c
3. Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang di tandai dengan
tidak ada tangisan, kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri
4. Anak tidak mengalami injuri yang di tandai oleh anak dapat
mempertahankan penempatan kateter urin yang benar sampai di angkat oleh
perawat atau dokter
5. Rasa cemas orang tua menurun yang di tandai dengan pengungkapan
perasaan mereka tentang adanya kecacatan pada genitalia anak

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika


atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainnya yaitu adanya kelainan pada
muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan
tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk
kebawah

Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan


penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan
sampai bayi berusia 1-2 th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang
layak di operasi. Komplikasi potensial meliputi infeksi dan obstruksi uretra.

4.2 Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Hipospadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki
oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta
berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan
mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat
sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan
Keperawatan secara komprehensif

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. Makalah Hipospadia. Diakses pada 17 Oktober 2014 jam 04.34
http://tririzkiperuri.blogspot.com/2012/11/makalah-hypospadia.html
Berhman, Kliegman, Arvin. . Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
Http://www.medicastore.com Diakses pada 18 Oktober 2014 jam 21.23
Mansjoer, Arif. . Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI
Muscari, Mary E. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Pillitteri, Adele.. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC
Speer, Kathleen Morgan.. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Suriadi, Yuliani.. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI: Katalog
dalam Terbitan
Wicaksono, Emirza nur. 2013. Epispadia. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014 jam
20.15 http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/20/epispadia/

28

Anda mungkin juga menyukai