Anda di halaman 1dari 86

SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI MINYAK IKAN PADA TIKUS


PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENIN

Penelitian Eksperimental Laboratoris

LEDY LAILA PALESTIN


2014.04.3.0027

PRODI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018
ii
SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI MINYAK IKAN PADA TIKUS


PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENIN

Penelitian Eksperimental Laboratoris

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah

LEDY LAILA PALESTIN


2014.04.3.0027

PRODI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018

i
KATA PENGANTAR

‫يم‬
ِ ‫من ال َّر ِح‬
ِ ‫هللا ال َّر ْح‬
ِ ‫س ِم‬
ْ ِ‫ب‬

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang senantiasa


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
penelitian skripsi ini dengan judul
“UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI MINYAK IKAN PADA TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (RATTUS NORVEGICUS L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENIN”
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Farmasi
(S.Farm) pada Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, untuk itu Penulis menyampaikan rasa
hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Ir. Sudirman, S.IP., SE., M.AP selaku Rektor
Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
program Sarjana di Universitas Hang Tuah Surabaya.
2. Sakti Hoetama, dr., Sp.U. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya.
3. Dian Ardiana, dr., Sp.KK selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya.
4. Suwarno, dr., Sp.PD., FINASIM selaku Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya.
5. Prajogo Wibowo, dr., M.Kes. selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya.
6. Ana Khusnul Faizah., S.Farm., M.Farm.Klin., Apt. selaku Ketua Program Studi
Farmasi sekaligus Pembimbing Utama yang telah memberikan motivasi serta
dorongan selama perkuliahan di Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah.

ii
7. Angelica Kresnamurti, S.Si., M.Farm., Apt. selaku Pembimbing Kedua serta
atas perhatiannya selama penelitian untuk memberikan bimbingan, dan saran
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Liza Yudistira Y. S.Farm., M.Farm.Klin., Apt selaku Dosen Penguji atas kritik
dan saran yang diberikan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
9. Karma Budiman M.M.,Apt dan Bambang Widjaja M.Si.,Apt selaku dosen wali
yang selalu memberikan dukungan, doa dan bimbinganya selama ini.
10. Bapak Sudibyo dan Bapak Kukuh, Laboran Ruang Praktikum Fitokimia, yang
selalu membantu dalam menyiapkan alat dan bahan selama penelitian.
11. Para dosen yang telah mendidik dan membimbing selama perkuliahan di Prodi
Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah.
12. Terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik yang banyak
memberikan doa dan dorongan sehingga dapat menyelesaikan skripsi.
13. Terimakasih kepada Ersanda Nurma P. atas dukungan, semangat dan
bantuannya selama saya mengerjakan skripsi ini.
14. Gundala Rangga W. (Guntils) atas dukungan, doa dan bantuannya selama saya
mengerjakan skripsi ini.
15. Pihak-pihak lain yang belum disebutkan, terima kasih semuanya, Penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam menyusun skripsi
ini, untuk itu segala kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi
perbaikan pada nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pengembangan obat.

Surabaya, 12 Juli 2018

Penulis

iii
ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI MINYAK IKAN PADA TIKUS


PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG
DIINDUKSI KARAGENIN

LEDY LAILA PALESTIN

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan


yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia atau mikrobiologi. Salah satu obat
antiinflamasi yang beredar dipasaran dan banyak diresepkan yaitu natrium
diklofenak. Efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kurang lebih 20% pasien
meliputi pendarahan gastrointestinal dan ulserasi lambung. Indonesia dikenal
sebagai negara kepulauan terbanyak di dunia yang kaya akan sumber daya alam
bahari. Minyak ikan salmon dapat dengan mudah diperoleh dari hasil laut yang
beragam dan melimpah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
antiinflamasi akut minyak ikan salmon dengan alat pletismometer air raksa.
Penelitian ini dilakukan secara in vivo menggunakan hewan uji tikus putih jantan
galur Wistar (Rattus norvegicus L.). Efek antiinflamasi dilihat dari perhitungan
volume edema kaki tikus dilakukan sebelum dan 30 menit sesudah pemberian
induksi karagenin 1 % secara subplantar. Pengamatan dilakukan pada menit ke-
30, 60, 90, 120, 150 dan 180, penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
dari bulan Mei 2018 hingga Juli 2018. Dua puluh empat ekor tikus dibagi secara
acak menjadi enam kelompok uji yaitu kelompok kontrol, kontrol negatif, kontrol
positif, dan kelompok minyak ikan salmon (dosis 40mg/kg BB, 50mg/kg BB dan
60mg/kg BB) secara oral. Hasil perhitungan % hambatan inflamasi kontrol positif
(Emulsi natrium diklofenak Dosis 5mg/kg BB), dan kelompok minyak ikan
salmon (Dosis 40mg/kg BB, 50mg/kg BB dan 60 mg/kg BB) sebesar 49,97%;
22,22%; 33,28% dan 44,35%. Hasil penelitian menunjukkan nilai ED 50 minyak
ikan salmon sebesar 65.3280 mg/kgBB. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak
ikan salmon mempunyai aktivitas antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar
(Rattus norvegicus L.).

Kata Kunci : Minyak ikan salmon, Antiinflamasi, Pletismometer air raksa


Karagenin, Omega-3, Nutrasetikal.

iv
ABSTRACT

THE INFLAMMATORY ACTIVITY TEST OF FISH OIL IN WISTAR


STRAIN MALE WHITE RATS (Rattus norvegicus L.) INDUCED
CARRAGEENAN

LEDY LAILA PALESTIN

Inflammation is a normal response to protect tissue from damage caused


by the trauma of the physical, chemical or microbiological. Sodium diclofenac is
major drug prescribed. Prevalence of side effect are ± 20% include
gastroinstestinal bleeding & peptic ulcer. Indonesia has many natural marine
resources such as fish oil. This study aims to determine the activity of anti-
inflammatory fish oil by a the mercury plethysmometer. The research was carried
out in vivo use of test animals a white male strains Wistar (Rattus norvegicus L.).
The effects of anti-inflammatory can be seen from the calculation of the volume
of edema feet pre and 30 minutes after the induction karagenin 1 % in subplantar.
The observation was made on the 30th minute, 60, 90, 120, 150 and 180, research
was hold at the Phytochemistry Laboratory at the Pharmacy of the Faculty of
Medicine, University of Hang Tuah, Surabaya on May 2018 to July 2018. Twenty
four rats were divided randomly into six groups of the control group, the control
of the negative, positive, and the oil of salmon (dose 40mg/kg weight' 50mg/kg
weight and 60mg/kg'weight) orally. The calculation % of the inflammatory the
control of the positive (Emulsion diclofenac with dose 5mg/kg '), and the oil of
salmon (The dose 40mg/kg weight ' 50mg/kg weight and 60mg/kg weight) of 49,
97 % ; 22, 22 % ; 33, 28 % and 44, 35 %. The results showed the value of ED 50 of
salmon by 65.3280 mg/kgBB. It indicates that salmon oil have anti-inflammatory
activity on a white male strains Wistar (Rattus norvegicus L.).

Keywords : Salmon oil, Antiinflammation, Mercury pletismometer, carrageenan,


Omega-3, Nutraceutical.

v
vi
vii
viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
ABSTRAK........................................................................................................ vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ............................................................ 3
1.3 Tujuan........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
2.1 Inflamasi................................................................................... 5
2.1.1 Tanda-Tanda Inflamasi.................................................... 5
2.1.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi.................................... 6
2.2 AntiInflamasi Non Steroid (AINS)........................................... 8
2.3 Minyak Ikan.............................................................................. 11
2.3.1 Definisi Minyak Ikan....................................................... 11
2.3.2 Jenis Asam Lemak dalam Minyak Ikan........................... 11
2.3.3 Komponen Minyak Ikan.................................................. 13
2.3.4 Peran Minyak Ikan Dalam Kesehatan............................. 13
2.4 Metode Pengujian Aktivitas Antiinflamasi.............................. 14
2.4.1 Model Inflasi Akut........................................................... 15

ix
2.4.2 Model Inflamasi Kronik.................................................. 16
2.5 Karagenin.................................................................................. 16
2.6 Pletismometer Air Raksa.......................................................... 17
2.7 Tikus (Rattus norvegicus L. ).................................................... 17
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS........................... 20
3.1 Kerangka Konseptual................................................................ 20
3.2 Hipotesis................................................................................... 22
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 23
4.1 Rancangan Penelitian …........................................................... 23
4.1.1 Desain Penelitian............................................................ 23
4.1.2 Metode Penelitian............................................................ 23
4.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................... 23
4.2 Populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan
sampel ..................................................................................... 23
4.2.1 Populasi........................................................................... 23
4.2.2 Sampel............................................................................. 23
4.2.3 Besar Sampel................................................................... 24
4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel........................................... 24
4.3 Alat dan Bahan Penelitian …................................................... 26
4.3.1 Alat.................................................................................. 25
4.3.2 Bahan............................................................................... 26
4.4 Variabel Penelitian…................................................................ 26
4.4.1 Pengertian....................................................................... 26
4.4.2 Definisi Opersional (DO)................................................ 27
4.5 Tahap Persiapan Hewan Coba….............................................. 27
4.6 Pengambilan Data…................................................................. 28
4.7 Prosedur Pelaksanaan…........................................................... 28
4.7.1 Pengajuan Ethical Clearance.......................................... 28
4.7.2 Persiapan Hewan Uji....................................................... 28
4.7.3 Pengelompokan Hewan Uji............................................. 30
4.7.4 Prosedur Uji Antiinflamasi.............................................. 30

x
4.8 Alur Penelitian…...................................................................... 32
4.8.1 Pembuatan emulsi kombinasi Tween 80 dan Span 80.... 33
4.8.2 Dosis Minyak Ikan........................................................... 33
4.8.3 Pembuatan Sediaan Karagenin........................................ 33
4.8.4 Perhitungan dan Pembuatan Emulsi Na-Diklofenak....... 33
4.9 Analisis Data …........................................................................ 34
4.9.1 Uji ANOVA..................................................................... 34
4.9.2 Penentuan ED50................................................................ 35
BAB V HASIL PENELITIAN....................................................................... 36
5.1 Volume Edema Kaki Tiap Kelompok Perlakuan..................... 36
5.2 Persentase Hambatan Inflamasi................................................ 41
5.3 Penentuan ED50......................................................................... 42
5.4 Hasil Analisis Statistik.............................................................. 42
BAB VI PEMBAHASAN................................................................................ 44
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 49
5.2 Kesimpulan............................................................................... 49
5.3 Saran. ....................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 50
JADWAL PELAKSANAAN........................................................................... 53
ANGGARAN PENELITIAN........................................................................... 54

xi
xii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia atau mikrobiologi. Inflamasi adalah
mekanisme tubuh untuk menginaktivasi organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan berperan dalam perbaikan jaringan (Mycek, 2001).
Ditinjau dari waktu terjadinya, inflamasi dibagi menjadi dua yaitu inflamasi akut
dan inflamasi kronis. Inflamasi akut adalah inflamasi yang disebabkan oleh
rangsangan yang berlangsung sesaat/mendadak (akut). Inflamasi akut ditandai
dengan perubahan makroskopik lokal yaitu tumor (pembengkakan), rubor
(kemerahan), calor (panas), dolor (nyeri) dan functiolaesa (hilangan fungsi)
(Sander, 2010).
Inflamasi kronis ialah inflamasi yang disebabkan oleh luka yang berlangsung
beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari
inflamasi akut. Tipe ini disebut juga inflamasi fibroblastik karena selalu diikuti
dengan proliferasi fibroblast (jaringan ikat).
Salah satu obat antiinflamasi yang beredar dipasaran dan banyak diresepkan
yaitu natrium diklofenak. Natrium diklofenak merupakan antiinflamasi yang
cepat diabsorbsi sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavaibilitas sistemiknya
rendah antara 30-70% sebagai efek metabolisme lintas pertama di hati. Efek-efek
yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kurang lebih 20% pasien meliputi
pendarahan gastrointestinal, dan ulserasi lambung (Katzung, 2002). Maka dari itu,
untuk menghindari efek samping tersebut dicari efek antiinflamasi dari minyak
ikan salmon.
Minyak ikan salmon dapat dengan mudah diperoleh dari hasil laut yang
beragam dan melimpah. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbanyak di
dunia yang kaya akan sumber daya alam bahari. Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil ikan laut terbesar di dunia. Tahun 2008, Indonesia menduduki
peringkat ketiga dunia setelah Cina dan Peru sebagai negara penghasil ikan laut

1
tangkapan (FAO, 2010). Hasil tangkapan ikan di Indonesia yang tinggi dapat
dimanfaatkan dalam bidang pangan dan bidang kesehatan, salah satunya
dimanfaatkan sebagai minyak ikan yang baik untuk kesehatan.
Laut Indonesia memiliki sekitar 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut
dan 950 spesies biota terumbu karang. Sumber daya ikan di laut meliputi 37% dari
spesies ikan di dunia. Beberapa jenis diantaranya mempunyai nilai ekonomis
tinggi, seperti tuna, udang, lobster, ikan karang, berbagai jenis ikan hias, kerang,
dan rumput laut (KKP, 2016).
Ikan laut yang dihasilkan dapat dimanfaatkan langsung atau diolah menjadi
beberapa bentuk seperti abon, ikan kaleng, ikan kering, ikan bakar dan minyak
ikan. Minyak ikan merupakan lemak ikan yang berwarna kuning muda sampai
kuning emas dan berbentuk cair. Minyak ikan dapat dihasilkan dari perebusan
ikan atau sisa pembuatan tepung. Minyak ikan yang berkualitas adalah minyak
ikan yang kaya akan asam lemak yang bermanfaat bagi kesehatan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh. Omega-3 merupakan salah satu asam lemak tak
jenuh yang esensial bagi tubuh dan dibutuhkan terutama bagi penderita kolesterol
tinggi. Minyak ikan mengandung PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) atau asam
lemak tak jenuh khususnya omega-3 yaitu EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan
DHA (Docosahexaenoic Acid) (Sahena, 2010).
EPA dan DHA ini tidak diproduksi oleh ikan, melainkan oleh tumbuhan laut
seperti alga. Kandungan EPA dan DHA dalam ikan disebabkan karena ikan
tersebut mengkonsumsi alga yang mengandung kedua asam lemak tersebut (Haris,
2004). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa EPA merupakan komponen
penyusun minyak ikan yang berasal dari laut. Didalam tubuh manusia, EPA
merupakan senyawa metabolit ALA yang dihasilkan melalui proses reaksi
enzimatik desaturasi. EPA memiliki banyak manfaat diantaranya adalah
menurunkan resiko penyakit jantung koroner, anti agregasi platelet, antiinflamasi,
menurunkan kolesterol dalam darah khususnya LDL (Low Density Lipoprotein)
(Maulana, 2013). Sedangkan DHA baik untuk membantu proses tumbuh-kembang
otak (kecerdasan) dan perkembangan indera penglihatan (Sahena, 2010).

2
Pada awalnya minyak ikan mendapat perhatian khusus karena kadar vitamin A
dan vitamin D yang tinggi. Perkembangan selanjutnya, minyak ikan diketahui
mengandung asam lemak omega-3 yang mempunyai peran penting bagi
kesehatan. Asam lemak dalam tubuh mengalami metabolisme yang bergantung
pada kejenuhannya. Metabolisme asam lemak, yaitu deret asam lemak omega-9,
omega-6 dan omega-3. Perubahan jenis asam lemak pada minyak ikan dalam satu
deret terjadi karena proses elongasi dan denaturasi (Estiasih, 2009).
Minyak ikan memiliki banyak manfaat dan dapat diaplikasikan dalam industri
makanan, farmasi, kosmetik, dan produk cat. Pemanfaatan minyak ikan di dalam
industri pangan bertujuan sebagai pengganti fungsi minyak nabati, lemak hewani
dan memperkaya nilai gizi makanan untuk mendapatkan makanan sehat. Minyak
ikan juga mengandung vitamin A dan D dalam jumlah tinggi. Manfaat vitamin A
membantu proses perkembangan mata, sementara vitamin D untuk proses
pertumbuhan dan pembentukan tulang yang kuat (Sahena, 2010).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan pada 25 ekor mencit putih Mus
musculus yang diinduksi termal dengan metode hot plate disimpulkan bahwa
omega 3 memiliki efek analgesik (Haris, 2004). Selain itu, efek penurunan kadar
trigliserida serum tikus Sparague dawley dislipidemia setelah pemberian
intervensi minyak ikan yang mengandung omega 3 dan omega 6 pada 24 ekor
tikus selama 14 hari (Marta, 2016).
Tikus merupakan binatang yang bisa digunakan untuk pengujian antiinflamasi
dengan berbagai stimulan kimia sehingga timbul edema. Salah satu zat yang dapat
digunakan sebagai induktor edema adalah karagenin. Karagenin adalah ekstrak
Chondrus, yaitu suatu polisakarida sulfat dengan molekul besar yang bisa
menyebabkan inflamasi jika diinjeksikan subplantar pada tikus, sehingga bisa
digunakan sebagai induktor inflamasi (Corsini et al., 2005). Tujuan dari
penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data ilmiah mengenai efek
antiinflamasi ekstrak minyak ikan, sehingga perlu dilakukan uji aktivitas
antiinflamasi minyak ikan pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi
karagenin.

3
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah minyak ikan salmon memiliki efek antiinflamasi pada tikus putih
jantan galur Wistar ?
b. Berapa besar persentase hambatan inflamasi minyak ikan salmon pada tikus
putih jantan galur Wistar ?
c. Berapa besar nilai ED50 yang dimiliki pada minyak ikan salmon sebagai
antiinflamasi ?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Mengetahui kemampuan minyak ikan salmon sebagai antiinflamasi pada
tikus jantan galur Wistar.
b. Mengetahui % hambatan inflamasi minyak ikan salmon pada tikus putih
jantan galur Wistar.
c. Mengetahui besarnya nilai ED50 minyak ikan salmon sebagai antiinflamasi.

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan adanya penelitian tentang aktivitas antiinflamasi pada minyak ikan
salmon diharapkan akan diperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai adanya aktivitas
antiinflamasi minyak ikan pada tikus putih jantan galur Wistar.
b. Sebagai dasar penelitian selanjutnya pada hewan dengan tingkat lebih tinggi.
c. Meningkatkan nilai ekonomis minyak ikan yang berasal dari sumber daya
alam bahari.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tubuh
untuk melawan agen asing yang masuk ke tubuh, tidak hanya itu inflamasi juga
bisa disebabkan oleh cedera jaringan karena trauma, bahan kimia, panas, atau
fenomena lainnya. Jaringan yang mengalami inflamasi tersebut melepaskan
berbagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis disekeliling
jaringan yang normal (Guyton dan Hall, 2013).

2.1.1 Tanda-Tanda Inflamasi


Inflamasi ditandai dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah lokal yang
mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Inflamasi menyebabkan pembekuan cairan di dalam ruang
interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari
kapiler dalam jumlah yang besar. Inflamasi juga menyebabkan migrasi sejumlah
besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, serta terjadinya pembengkakan
sel jaringan (Guyton dan Hall, 2013).
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme
yang berbeda (Wilmana, 2007) :
a. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis.
Tanda klasik umum yang terjadi pada proses inflamasi yaitu rubor
(kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (panas setempat yang berlebihan),
dolor (rasa nyeri), dan functiolaesa (gangguan fungsi/kehilangan fungsi jaringan
yang terkena).

5
Tanda dan gejala pada reaksi inflamasi yang dapat muncul yaitu (Price dan
Wilson, 2006) :
1. Rubor terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang terjadi karena
darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari pelepasan
mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin). Ketika reaksi radang
timbul maka pembuluh darah melebar (vasodilatasi pembuluh darah)
sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam jaringan yang cedera.
2. Tumor (pembengkakan) merupakan tahap kedua dari inflamasi yang ditandai
adanya aliran plasma ke daerah jaringan yang cedera.
3. Calor (panas) berjalan sejajar dengan kemerahan karena disebabkan oleh
bertambahnya pengumpulan darah (banyaknya darah yang disalurkan) atau
karena pirogen yang menggangu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
4. Dolor (nyeri) disebabkan karena perubahan lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung saraf, timbulnya keadaan hiperalgesia akibat pengeluaran
zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal juga dapat merangsang saraf.
5. Functiolaesa, kenyataan adanya perubahan, gangguan, kegagalan fungsi telah
diketahui, pada daerah yang bengkak dan sakit disertai adanya sirkulasi yang
abnormal akibat penumpukan dan aliran darah yang meningkat juga
menghasilkan peradangan disekitar jaringan yang abnormal sehingga tentu
saja jaringan yang terinflamasi tersebut tidak berfungsi secara normal.

2.1.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi


Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun
infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis
tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk (Ikawati, 2011). Proses
inflamasi dimediatori oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid, leukotrien, sitokin,
nitrit oksida, dan lain-lain. Proses terjadinya inflamasi dimulai dengan kerusakan
jaringan akibat stimulus yang menyebabkan pecahnya sel mast diikuti dengan

6
pelepasan mediator inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang
kemudian menyebabkan migrasi sel leukosit (Roman, 2009).

Gambar 2.1 Proses terjadinya Inflamasi (Kumar Et al., 2014)

Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis. Pada
inflamasi akut terjadi dalam waktu yang lebih singkat yang melibatkan sistem
vaskular lokal, sistem imun dan beberapa sel. Sedangkan pada inflamasi kronis
berlangsung pada waktu yang lebih lama (beberapa bulan bahkan bertahun). Pada
inflamasi kronis melibatkan sel darah putih terutama pada sel mononuklear pada
prosesnya (Nugroho, 2012). Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak
mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-
hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan
prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis
membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah lisozim.

Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat


kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik
protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar
dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk,
membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan
(Corwin, 2008).

7
2.2 Antiinflamasi Non Steroid (AINS)
Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama aktivitas antiinflamasinya. Obat-obat ini bekerja
dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak menghambat enzim
lipooksigenase (Mycek et al., 2011). Walaupun demikian obat-obat ini memiliki
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping (Wilmana, 2005).

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Jalur Asam Arakidonat

Antiinflamasi nonsteroid menghambat siklooksigenase yang mengubah


asam arakidonat (AA) menjadi Prostaglandin G2 (PGG2) dan Prostaglandin H2
(PGH2) (Nogrady, 2012). Asam arakidonat dibentuk karena adanya suatu respon
dari rusaknya membran fosfolipid, yang diinduksi oleh enzim fosfolipase. Asam
arakidonat ini adalah awal dari terbentuknya prostaglandin (Kumar, 2007).
Penghambatan enzim siklooksigenase (COX) dapat menyebabkan perubahan
asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Peran asam arakidonat dalam
respon inflamasi adalah pencetus terbentuknya prostaglandin dan leukotrien yang
akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda inflamasi. Sebagai tambahan terhadap
COX, 5-lipoksigenase (5-LO) adalah enzim lainnya yang terlibat dalam
pembentukan asam arakidonat. Salah satu obat AINS adalah natrium diklofenak.
Natrium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang
menyerupai flurbiprofen dan melofenamat, natrium diklofenak menghambat

8
siklooksigenase yang relatif nonselektif dan kuat serta mengurangi aktivitas asam
arakidonat. Siklooksigenase terdapat dalam dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2.
COX-1 penting dalam pemeliharaan berbagai organ dan jaringan khususnya
ginjal, saluran cerna dan trombosit. Jika aktivitas COX-1 dihambat oleh AINS
maka akan timbul efek samping pada berbagai organ dan jaringan tersebut.
Sedangkan jika aktivitas COX-2 dihambat oleh AINS maka inflamasi akan
berkurang (Wilmana, 2007; Fitzgerald Garret & Carlo, 2001).

Gambar 2.3 Peran Prostaglandin Pada Siklooksigenase

Berdasarkan mekanisme penghambatan siklooksigenase, AINS


dikelompokkan menjadi AINS non-selektif dan AINS selektif penghambat COX-
2. AINS selektif penghambat COX-2 antara lain selekoksib, rofekoksib, dan
etorikoksib. Sedangkan AINS non-selektif antara lain aspirin, indometasin,
naproksen dan natrium diklofenak. AINS selektif penghambat COX-2 terbukti
kurang menyebabkan gangguan saluran cerna dibanding AINS non-selektif tetapi
tidak ada yang secara klinis terbukti lebih efektif dari AINS-non selektif
(Wilmana, 2007). Satu diantara obat golongan AINS yang sering digunakan
untuk mengatasi inflamasi dan nyeri adalah natrium diklofenak. Natrium
diklofenak tersedia di pasaran sebagai garam natrium dan kalium (Castillo and
Bruzzone, 2006). Natrium diklofenak adalah golongan antiinflamasi non streroid
yang mempunyai stuktur kimia seperti Gambar 2.4

9
Gambar 2.4 Struktur Kimia Natrium Diklofenak (Takahashi et al., 2001)
Efek samping yang paling sering terjadi dari pemberian natrium
diklofenak per oral adalah gastritis, peptik ulcer, dan gangguan fungsi renal
(Demarel et al., 2009; Hinz et al., 2009). Waktu paruh biologis natrium diklofenak
juga singkat, sekitar 120 menit (Chandy et al., 2010). Oleh karena waktu paruh
biologisnya singkat, natrium diklofenak harus sering diberikan (Nokhodci et al.,
2011) dan untuk pemberian per oral seringkali diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi sehingga dapat memperparah efek samping di saluran pencernaan. Maka
dari itu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pemberian antiinflamasi
minyak ikan untuk mengurangi efek samping pada saluran cerna jika efek yang
merugikan terjadi. Pemberian natrium diklofenak secara intramuskular
menyebabkan rasa sakit dan seringkali menimbulkan kerusakan jaringan pada
tempat injeksi (Sweetman et al., 2009).

Gambar 2.5 Prevalensi Peresepan Dengan NSAID

10
NSAID paling sering diresepakan adalah natrium diklofenak (49.21%),
diikuti oleh ibuprofen (28.6%) dan naproxen (8%) (Gambar 2.5). Data
menunjukkan bahwa obat antiinflamasi dengan rute administrasi oral sebesar 77%
dan rute administrasi suppositoria sebesar 16% adalah jalur yang paling sering
dipakai untuk resep dengan NSAID (Zeinali et al., 2017). Natrium diklofenak
diabsorpsi cepat dan sempurna setelah pemberian peroral. Konsentrasi plasma
obat ini tercapai dalam 2-3 jam. Pemberian bersama makanan akan memperlambat
laju absorpsi tetapi tidak mengubah jumlah yang diabsorpsi. Bioavailabilitasnya
sekitar 50% akibat metabolisme lintas pertama yang cukup besar. Obat ini 97%
terikat pada protein plasma dan diakumulasi di cairan sinovial setelah pemberian
oral (Health Professions Division, 1996; Wilmana, 2007).

2.3 Minyak Ikan


2.3.1 Definisi Minyak Ikan
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang
telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Minyak/lemak atau lipid sebagai senyawa
yang mengandung asam lemak atau senyawa yang hampir mirip dengan asam
lemak seperti alkohol dan sfingosin. Minyak dalam ikan terdapat dalam daging
ikan. Kebanyakan daging ikan yang berwarna merah mengandung minyak lebih
tinggi dibandingkan daging putih. Selain dalam daging ikan, minyak juga terdapat
dalam bagian tubuh ikan yang lain yaitu hati ikan (Estiasih, 2009).

2.3.2 Jenis Asam Lemak dalam Minyak Ikan


Asam lemak dikelompokkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak
tak jenuh. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang terdapat di alam dan
rantai karbon bersifat jenuh atau tidak mempunyai ikatan rangkap. Minyak ikan
mempunyai jenis asam lemak yang lebih beragam dibandingkan jenis minyak
yang lain, dengan asam lemak dominan adalah asam lemak omega-3 terutama
asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) (Estiasih, 2009).

11
Gambar 2.6 Struktur EPA

Gambar 2.7 Struktur DHA


Minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh jamak (Poli-
Unsaturated Fatty Acid/PUFA) lebih banyak sehingga cenderung berbentuk cair
dan mudah mengalami kerusakan oksidatif. Minyak ikan teroksidasi tidak hanya
berasal dari oksidasi asam lemak tetapi juga dapat berasal dari hasil oksidasi
fosfolipid. Minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh dalam kadar tinggi.
Peningkatan kadar asam lemak tak jenuh menyebabkan peningkatan kerentanan
minyak terhadap oksidasi (Estiasih, 2009).

Gambar 2.8 Mekanisme Omega-3 Dalam Mengatasi Nyeri (Carlos,


2017)

Meskipun mekanisme yang tepat dimana omega-3 PUFA dapat


mengurangi rasa nyeri masih belum sepenuhnya diketahui, studi terbaru
mengungkapkan bahwa efek antinociceptive dari omega-3 PUFA terjadi melalui
mekanisme penghambatan produksi mediator lipid dari asam arakidonat, yang

12
memberikan kontribusi untuk rasa nyeri dan inflamasi (PGE 2) dan hiperalgesia
(LTB 4) (Carlos, 2017).
2.3.3 Komponen Minyak Ikan
Komposisi minyak ikan sangat beragam bergantung pada musim, kawasan
penangkapan, jenis makanan, kematangan seksual, umur, dan jenis ikan. Oleh
karena itu, mutu minyak ikan terutama komposisi asam lemaknya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Sebagian besar minyak ikan terdiri atas
trigliserida dan sebagian kecil terdiri atas fosfolipid. Semua ikan memiliki
sejumlah kecil lipid dalam selnya dalam bentuk fosfolipid. Sebagian besar
fosfolipid dalam ikan laut adalah fosfatidilkolin (lesitin) atau fosfatidiletanolamin
(sefalin). Hampir setengah dari jumlah kecil fosfolipid dalam ikan adalah inositol
fosfatida, serebrosida, dan sfingomielin. Pada beberapa jenis ikan, minyaknya
mengandung lilin atau malam (wax) terutama minyak hati ikan. Senyawa lain
yang terdapat dalam minyak ikan adalah hidrokarbon, sterol, vitamin dan pigmen
(Estiasih, 2009).
Faktor yang mempengaruhi kadar asam lemak omega-3 dalam ikan selain
jenis makanan dan jenis ikan adalah tahap perkembangan dan pertumbuhan ikan.
Perbedaan spesies ikan menyebabkan perbedaan kadar asam lemak omega-3. Ikan
dari perairan tropis mempunyai kadar asam lemak omega-3 yang cenderung lebih
rendah dibandingkan perairan subtropis atau dingin. Demikian pula ikan yang
berasal dari perairan dalam cenderung mempunyai kadar asam lemak omega-3
yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang hidup di permukaan laut atau ikan
pelagis (Estiasih, 2009).

2.3.4 Peran Minyak Ikan Dalam Kesehatan


Pada awalnya minyak ikan mendapat perhatian khusus dalam bidang
kesehatan karena kadar vitamin A dan vitamin D yang tinggi. Perkembangan
selanjutnya, minyak ikan diketahui mengandung asam lemak omega-3 yang
mempunyai peran penting bagi kesehatan. Asam lemak dalam tubuh mengalami
metabolisme yang bergantung pada kejenuhannya. Metabolisme asam lemak,
yaitu deret asam lemak omega-9, omega-6 dan omega-3. Perubahan jenis asam

13
lemak dalam satu deret terjadi karena proses elongasi dan denaturasi (Estiasih,
2009).
Fungsi utama asam lemak essensial dalam tubuh sebagai prekursor
eikosanoid, yaitu prostaglandin, tromboksan, prostasiklin, leukotrien, dan
lipoksin. Eikosanoid disintesis oleh sejumlah jaringan sebagai respon atas
stimulus dan mempunyai peran fisiologis yang luas. Eikosanoid yang disintesis
dari asam arakidonat (asam lemak omega-6) berbeda dengan EPA (asam lemak
omega-3) dan mempunyai aktivitas biologis yang berbeda. Eikosanoid yang
disintesis dari EPA berperan dalam pencegahan penyakit (Estiasih, 2009).
Mekanisme yang diduga berperan pada penghambatan perkembangan
kanker oleh asam lemak omega-3 adalah perubahan sintesis eikosanoid,
penghambatan proses mitosis, apoptosis, induksi diferensiasi, penekanan
angiogenesis, dan perubahan metabolisme estrogen (Estiasih, 2009).
Asam lemak omega-3 berperan dalam pencegahan penyakit jantung
melalui penurunan risiko trombosis dan aterosklerosis akibat perubahan profil
lipid plasma dan sintesis eikosanoid. Sintesis eikosanoid dari asam lemak omega-
3 berperan dalam mencegah agregasi platelet pada proses trombosis dan berperan
dalam vasodilator pembuluh darah. Asam lemak omega-3 menurunkan
pembentukan LDL dan VLDL kolesterol yang berisiko terhadap penyakit jantung.
Hubungan antara konsumsi minyak ikan yang kaya dengan asam lemak
omega-3 dan inflamasi adalah perubahan jumlah leukotrien dan jenis
prostaglandin. Leukotrien merupakan mediator inflamasi. Konsumsi asam lemak
omega-3 menurunkan produksi leukotrien B4 dan senyawa-senyawa pro-inflamasi
lain (Estiasih, 2009).

2.4 Metode Pengujian Aktivitas Antiinflamasi


Aktivitas antiinflamasi suatu bahan obat adalah kemampuan obat dalam
mengurangi atau menekan derajat edema yang dihasilkan oleh induksi hewan uji.
Ada beberapa macam teknik pengujian yang telah diperkenalkan untuk
mengevaluasi efek antiinflamasi. Perbedaannya terletak pada bahan
penginduksinya, baik kimia, fisika, maupun dengan menggunakan adjuvant

14
Freund, yaitu larutan yang berisi mycobacterium yang telah mati. Metode yang
telah diketahui hingga saat ini terdiri dari dua model, yaitu model inflamasi akut
dan model inflamasi kronik.

2.4.1 Model Inflamasi Akut


Beberapa metode yang dapat digunakan untuk uji model inflamasi akut,
diantaranya (Suralkar, 2008):
A. Induksi karagenin
Induksi edema dilakukan pada kaki hewan uji, dalam hal ini tikus
disuntikkan suspensi karagenin secara subplantar. Obat uji diberikan
secara oral. Volume edema kaki diukur dengan alat plestismometer.
Aktivitas inflamasi obat uji ditunjukkan oleh kemampuan obat uji
mengurangi edema yang diinduksi pada telapak kaki hewan uji.
B. Induksi histamin
Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi karagenin,
hanya saja penginduksi yang digunakan adalah larutan histamin 1%.
C. Induksi asam asetat
Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas inhibisi obat terhadap
peningkatan permeabilitas vaskular yang diinduksi oleh asam asetat secara
intraperitoneal. Sejumlah pewarna (Evan’s Blue 10%) disuntikkan secara
intravena. Aktivitas inhibisi obat uji terhadap peningkatan permeabilitas
vaskular ditunjukkan oleh kemampuan obat uji dalam mengurangi
konsentrasi pewarna yang menempel dalam ruang abdomen, yang
disuntikkan sesaat setelah induksi asam asetat.
D. Induksi xylene pada edema daun telinga
Hewan uji diinduksi xylene dengan mikropipet pada kedua permukaan
daun telinga kanannya. Telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Terdapat
dua parameter yang diukur dalam metode ini, yaitu ketebalan dan bobot
dari daun telinga hewan uji. Ketebalan daun telinga hewan uji yang telah
diinduksi diukur dengan menggunakan jangka sorong digital, lalu
dibandingkan dengan telinga kiri. Jika menggunakan parameter bobot

15
daun telinga, maka daun telinga hewan uji dipotong dan ditimbang.
Kemudian beratnya dibandingkan dengan telinga kirinya.
E. Induksi asam arakidonat pada edema daun telinga
Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi xylene,
hanya saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakidonat yang
diberikan secara topikal pada kedua permukaan daun telinga kanan hewan
uji.

2.4.2 Model Inflamasi Kronik


Model ini didesain untuk menemukan obat-obat yang dapat memodulasi
proses penyakit dan termasuk didalamnya sponge dan pellets implants serta
granuloma pouches yang terdeposit dalam jaringan granulasi. Selain itu, adjuvant
induced arthritis juga termasuk dalam model inflamasi kronik (Singh et al., 2008).

2.5 Karagenin
Iritan yang digunakan untuk pengujian efek antiinflamasi beragam jenisnya,
satu diantaranya adalah karagenin. Karagenin merupakan polisakarida hasil
ekstraksi rumput laut dari family Eucheuma, Chondrus, dan Gigartina. Bentuknya
berupa serbuk berwarna putih hingga kuning kecoklatan, ada yang berbentuk
butiran kasar hingga serbuk halus, tidak berbau, serta memberi rasa berlendir di
lidah. Berdasarkan kandungan sulfat dan potensi pembentukan gelnya, karagenin
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu lamda karagenin, iota karagenin, dan kappa
karagenin. Ketiga karagenin ini memiliki sifat larut dalam air bersuhu 80ºC
(Rowe et al., 2009).
Karagenin berperan dalam pembentukan edema dalam model inflamasi akut
(Singh et al., 2008). Jenis karagenin yang digunakan adalah iota karagenin (ι-
karagenin) karena mudah larut dalam air dan masih dapat menimbulkan edema
yang berarti. Pembentukan radang oleh karagenin menghasilkan peradangan akut dan
tidak menyebabkan kerusakan jaringan, meskipun radang dapat bertahan selama 5
jam dan berangsur-angsur berkurang setelah 24 jam (Juheni, 1990). Karagenin juga
dipilih karena dapat melepaskan prostaglandin setelah disuntikkan ke hewan uji.

16
Oleh karena itu, karagenin dapat digunakan sebagai iritan dalam metode uji yang
bertujuan untuk mencari obat-obat antiinflamasi, tepatnya yang bekerja dengan
menghambat sintesis prostaglandin.
Ada tiga fase pembentukan edema yang diinduksi oleh karagenin. Fase
pertama adalah pelepasan histamin dan serotonin yang berlangsung hingga 90
menit. Fase kedua adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5 hingga 2,5
jam setelah induksi. Pada fase ketiga, terjadi pelepasan prostaglandin pada 3 jam
setelah induksi, kemudian edema berkembang cepat dan bertahan pada volume
maksimal sekitar 5 jam setelah induksi (Morris, 2003). Berdasarkan penelitian
terdahulu, yang berperan dalam proses pembentukan edema adalah prostaglandin
intermediet yang terbentuk melalui proses biosintesis prostaglandin. Senyawa ini
dilepaskan lalu bereaksi dengan jaringan di sekitarnya dan menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang merupakan awal mula terjadinya edema.

2.6 Pletismometer Air Raksa


Pengujian efek antiinflamasi dilakukan dengan mengunakan alat pletismometer air
raksa (Ugo Basile) dengan prinsip pengukuran berdasarkan hukum Archimedes yaitu
benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan memberi gaya atau tekanan ke atas
sebesar volume yang dipindahkan. Induksi radang dilakukan secara kimia dengan
menggunakan larutan karagenin (b/v) yang disuntikkan secara subplantar pada
telapak kaki tikus. Metode dengan alat pletismometer ini dipilih karena memiliki
kelebihan dalam hal pelaksanaan yang lebih mudah dan sederhana (Juheni, 1990).

2.7 Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L. )

Gambar 2.9 Tikus (Rattus norvegicus L.) (Budhi, 2010)

17
Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah
tikus. Tikus (Rattus norvegicus L.) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna,
mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk
berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus L. antara lain memiliki
berat 125-150 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm,
kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak
lebih dari 20-23 mm (DepKes 2011). Pada tikus galur Wistar ditandai dengan
kepala besar dan ekor yang lebih pendek. Menurut Besselsen (2004) dan Depkes
(2011) taksonomi tikus adalah :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.
Kondisi ruang untuk pemeliharaan Rattus norvegicus L. harus senantiasa
bersih, kering dan jauh dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus
dijaga kisarannya antara 18-19ºC serta kelembaban udara antara 30-70% (Akbar,
2010). Adapun data biologis tikus di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Data Biologis Rattus norvegicus L. di Laboratorium
Kriteria Jumlah
Jantan (gram) 110-150
Lama hidup (tahun) 2,5-3
Temperatur tubuh (℃) 37,5
Kebutuhan air (ml/100g BB) 8-11
Kebutuhan makanan (g/100g BB) 5
Kolesterol (mg/dL) 100,0-54,0

18
Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim
pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga mempermudah
proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung, dan tidak
mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo., 2008). Selain itu,
tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi
bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Mekanisme
perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi
bulunya dengan ludah tersebut (Sirois, 2005). Untuk prosedur pemusnahan hewan
coba setelah penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (KemenKes,
2016) :
A. Anastesi tikus
Senyawa yang dapat digunakan untuk anestesi adalah eter. Eter dapat
digunakan untuk anestesi waktu singkat. Eter diletakkan diatas kapas dan
dimasukkan dalam suatu wadah tertutup kedap, kemudian hewan ditempatkan
dalam wadah terebut dan ditutup. Saat hewan sudah kehilangan kesadaran, hewan
dikeluarkan dan siap dibedah.
B. Euthanasia dengan cara fisik
Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi dilakukan dengan
cara:
1. Ekor tikus dipegang dan kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa
dijangkaunya, biarkan tikus meregangkan badannya.
2. Saat tikus meregangkan badannya, pada tengkuk ditempatkan suatu penahan,
misalnya pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri.
3. Ekornya ditarik dengan tangan kanan dengan keras, sehingga lehernya akan
terdislokasi dan tikus akan terbunuh.

19
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

c.1 Kerangka Konseptual


Inflamasi merupakan suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh tubuh
untuk melawan agen asing yang masuk ke tubuh, inflamasi juga bisa disebabkan
oleh cedera jaringan oleh karena trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena
lainnya. Jaringan yang mengalami inflamasi tersebut melepaskan berbagai
mediator yang menimbulkan perubahan sekunder yang dramatis disekeliling
jaringan yang normal (Guyton dan Hall, 2013).
Antiinflamasi nonsteroid menghambat siklooksigenase yang merubah asam
arakidonat menjadi Prostaglandin G2 (PGG2) dan Prostaglandin H2 (PGH2)
(Nogrady, 2012). Salah satu obat AINS adalah natrium diklofenak. Natrium
diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenilasetat yang menyerupai
flurbiprofen dan melofenamat. Obat ini adalah penghambat cyclooxygenase yang
relatif nonselektif dan kuat serta mengurangi aktivitas asam arakidonat. Obat ini
dilaporkan dapat mengurangi sistesis prostaglandin dan leukotrien (Katzung,
2014).
Minyak ikan yang mengandung EPA dan DHA diharapkan dalam
penggunaannya memiliki efek antiinflamasi dan dapat mengurangi risiko
terjadinya iritasi pada lambung dan gangguan fungsi trombosit sebagai salah satu
efek samping penggunaan natrium diklofenak. Minyak ikan mempunyai
mekanisme kerja yang sama dengan natrium diklofenak yaitu dengan
penghambatan produksi mediator lipid dari asam arakidonat, yang memberikan
kontribusi untuk rasa nyeri, inflamasi (PGE 2) dan hiperalgesia (LTB 4) (Carlos,
2017).
Suplemen minyak ikan salmon yang diproduksi dari salah satu industri
nutrasetikal laut akan diuji efek antiinflamasinya dengan metode induksi
karagenin 1% dengan dosis bertingkat (40 mg/kg BB; 50 mg/kg BB dan 60 mg/kg
BB) pada tikus putih jantan galur Wistar dengan menggunakan pembanding
natrium diklofenak. Data yang diambil berupa volume edema pada kaki belakang

20
sebelum pemberian induksi dengan karagenin 1% dan dihitung % edema serta
nilai ED50.

Trauma
Pengaruh kimia Trauma fisika
mekanis

Terjadi kerusakan jaringan

Pembentukan asam arakhidonat

Mediator Inflamasi :
Dihambat Histamin
Pelepasan mediator inflamasi 5 HT
NSAID
Bradikinin
Leukotrien
Prostaglandin
Terjadi inflamasi yang
ditandai dengan :
Rubor
Tumor
Kalor
Dolor
Functiolaesa

Minyak ikan salmon

Na Diklofenak

EPADHA

ESO : Peptic ulcer

Volume edema tikus (↓) Uji Antiinflamasi Volume edema tikus (?)
metode Winter

Statistika

21
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

3.2 Hipotesis
Hipotesis terhadap analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah minyak
ikan salmon memiliki efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar yang
diinduksi karagenin.
Ho = Tidak ada perbedaan aktivitas antiinflamasi yang bermakna antar
kelompok uji, kelompok pembanding, dan kelompok kontrol.
H1 = Ada perbedaan aktivitas antiinflamasi yang bermakna antar kelompok uji,
kelompok pembanding, dan kelompok kontrol.

22
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


4.1.1 Desain Penelitian
Uji aktivitas antiinflamasi minyak ikan pada penelitian ini bersifat true
eksperimental laboratorium.

4.1.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dengan metode rancangan pre-test post-
test dengan kelompok kontrol (pre-test post-test only control group design) karena
pengukuran dilakukan pada waktu tertentu yaitu sebelum pemberian perlakuan
dan setelah pemberian perlakuan pada hewan uji. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat aktivitas antiinflamasi yang bersifat akut.

4.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya dari bulan Mei 2018
sampai bulan Juli 2018.

4.2 Populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan sampel


4.2.1 Populasi
Populasi berupa tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus L.)
sebagai hewan coba yang diperoleh dari peternakan tikus Drh Rachmad Priyadi,
peternakan tikus Surabaya.

4.2.2 Sampel
Sampel berupa tikus putih jantan galur Wistar (Rattus norvegicus L.) dan
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

23
4.2.2.1 Kriteria Inklusi
a. Tikus jantan galur Wistar (Rattus norvegicus L.)
b. Usia 2-3 bulan
c. Berat 110-150 gram
d. Tikus tidak cacat fisik

4.2.2.2 Kriteria Eksklusi


a. Tikus tidak terluka fisik
b. Tikus mati selama penelitian
c. Bobot tikus menurun >10% selama penelitian

4.2.3 Besar Sampel


Besar sampel diperoleh melalui rumus Federer, yaitu:
(t-1) (n-1) ≥ 15
Dimana t= kelompok perlakuan = 6
n= jumlah sampel per kelompok perlakuan
Maka (t-1) (n-1) ≥ 15
(6-1) (n-1) ≥ 15
5n – 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4 ekor
Total jumlah tikus yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 24 ekor
tikus jantan, masing-masing untuk 6 kelompok perlakuan.

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel menggunakan metode sampling secara
random (Simple Random Sampling).

24
KK

KN

KP

Populasi Aklimatisasi Randomisasi Pengelompokan


Tikus P1

P2

P3

Gambar 4.1 Cara Sampling ( Simple Random Sampling)


Keterangan :
KK : Kelompok Kontrol (Emulsi kombinasi tween 80 dan span 80 5% tanpa
induksi)
KN : Kontrol Negatif (Emulsi kombinasi tween 80 dan span 80 5%)
KP : Kontrol Positif (Emulsi natrium diklofenak Dosis 5mg/kg BB)
P1 : Perlakuan I (Minyak ikan Dosis 40mg/kg BB)
P2 : Perlakuan II (Minyak ikan Dosis 50mg/kg BB)
P3 : Perlakuan III (Minyak ikan Dosis 60mg/kg BB)

4.3 Alat dan Bahan Penelitian


4.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kandang tikus,
alat-alat gelas, timbangan hewan, timbangan analitik, penangas air, jarum suntik,
spuite 1 ml, sonde, spidol, stopwatch, pletismometer air raksa (Ugo Basile).

25
4.3.2 Bahan
4.3.2.1 Bahan Uji
Pada penelitian ini digunakan bahan uji minyak ikan salmon (Industri
Nutrasetikal Laut) dengan dosis 40, 50 dan 60mg/kg BB.

4.3.2.2 Bahan Kimia


Pada penelitian ini digunakan natrium diklofenak 50 mg GENERIK,
aquadestilata, karagenin SIGMA (P.A) dan pengemulsi tween 80 (P.A)
dan span 80 (P.Q).

4.4 Variabel Penelitian


4.4.1 Pengertian
4.4.1.1 Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam
penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah dosis minyak ikan
salmon.

4.4.1.2 Variabel terikat


Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
terikat yang digunakan adalah induksi karagenin 1% dan hewan coba
(usia, jenis kelamin, berat badan).

4.4.1.3 Variabel tergantung


Variabel tergantung merupakan variabel yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh dari variabel lain. Dalam
penelitian ini variabel tergantung yang digunakan ini adalah persentase
aktivitas antiinflamasi dan ED50.

26
4.2.2 Definisi Operasional (DO)
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Nama
No. Deskripsi Cara Mengukur Skala
Variabel
Minyak ikan berasal
1. Minyak Ikan - -
dari ikan salmon
Pemberian minyak ikan
dengan dosis bertingkat
Dosis Minyak Spuite Nominal
2. (40 mg/kg BB; 50
Ikan
mg/kg BB dan 60
mg/kg BB)
Kemampuan karagenin
Induksi Pletismometer Nominal
3. dalam dalam
Karagenin 1%
menimbulkan inflamasi
Angka yang
Xt −X 0
ditunjukkan pada % Edema =
Xo Nominal
4. Volume Edema skala pletismometer air
X 100%
raksa

Perhitungan Kemampuan minyak


% DAI = AUCk-
5. Daya ikan dalam Nominal
AUCp)/AUCk x 100
Antiinflamasi menghambat inflamasi

4.5 Tahap Persiapan Hewan Coba


Tikus diadaptasikan dalam kandang kurang lebih selama 1 minggu untuk
proses aklimatisasi. Selama proses tersebut, dijaga agar kebutuhan makan dan
minum tetap terpenuhi. Lalu tikus dipuasakan selama (12-18) jam sebelum
perlakuan, namun air minum tetap diberikan (ad libitum) (Parveen et al., 2007;
Rajavel et al., 2007). Selanjutnya setiap tikus ditandai dengan spidol pada sendi
kaki belakang kanan agar pemasukan kaki ke dalam pletismometer air raksa setiap
kali selalu sama. Kemudian berat badan tiap tikus ditimbang dan dikelompokkan
menjadi 6 kelompok secara acak, masing-masing kelompok terdiri atas 4 ekor
tikus.

27
4.6 Pengambilan Data
Data yang diperoleh dari pengukuran volume edema telapak kaki tikus setiap
waktu pengamatan pada semua kelompok ditabulasi. Ada tidaknya efek
antiinflamasi dilihat dengan cara menghitung presentase edema setelah perlakuan.
Xt −X 0
% Edema = X 100%
Xo
Keterangan :
Xt : volume edema pada waktu t
Xo : volume edema sebelum diberi perlakuan
Dari hasil perhitungan tersebut data dibandingkan dengan uji statistik. Sebelum
dilakukan uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas Kolmogorov-
Smirnov untuk mengetahui data tersebut berdistribusi normal atau tidak, serta uji
homogenitas Levene test untuk mengetahui apakah data memiliki varian yang
homogen dan berasal dari varian yang sama. Data terdistribusi normal dan
homogen ( P>0,05) maka dilanjutkan dengan uji statistik parametrik One Way
Anova dengan tingkat kepercayaan (95%), dan dilanjutkan dengan uji LSD untuk
mengetahui manakah di antara rata-rata perlakuan tersebut yang berbeda nyata
satu dengan yang lain.

4.7 Prosedur Pelaksanaan


4.7.1 Pengajuan Ethical Clearance
Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya untuk mendapatkan etchical
clearance, dengan menerapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:
1) Replacement, adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan
oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.
2) Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin,
tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel

28
dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu (n-1) (t-1) ≥ 15, dengan n adalah
jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.
3) Refinement, adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi,
dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam beberapa kondisi:
A. Bebas dari rasa lapar dan haus, pada penelitian ini hewan coba diberikan
pakan standar dan minum secara ad libitum.
B. Bebas dari ketidak-nyamanan, pada penelitian hewan coba ditempatkan di
animal house dengan suhu terjaga 20-25°C, kemudian hewan coba terbagi
menjadi 5 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan
bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya sehingga,
mengurangi stress pada hewan coba.
C. Bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan,
pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan percobaan
jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan
menggunakan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri
sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman
terdahulu maupun literatur yang telah ada.
Prosedur pengambilan sampel pada akhir penelitian telah dijelaskan
dengan mempertimbangkan tindakan manusiawi dan anesthesia serta euthanasia
dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi
atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba sesuai dengan IACUC (Ridwan,
2013).

4.7.2 Persiapan Hewan Uji


Sebelum digunakan, hewan uji terlebih dahulu diaklimatisasi selama 1
(satu) minggu dengan cara hewan dimasukkan di kandang dan diletakkan di
lingkungan penelitian dengan tujuan mengadaptasikan hewan uji dengan
lingkungan yang baru. Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap keadaan
umum hewan uji, meliputi berat badan dan keadaan fisiknya. Tikus yang sehat
memiliki ciri-ciri bulu bersih dan tidak berdiri dan mata jernih bersinar, dan berat

29
badan bertambah atau tidak berkurang setiap hari. Tikus yang dinyatakan sehat
dikelompokkan secara acak dengan jumlah empat ekor untuk tiap kelompok.

4.7.3 Pengelompokan Hewan Uji


Pada penelitian ini pengelompokan hewan uji dibagi menjadi empat yaitu
kelompok kontrol, kontrol positif, kontrol negatif, dan perlakuan. Tabel
pengelompokan hewan uji dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.2 Pengelompokan Hewan uji

Induksi
Kelompo Jumlah
Perlakuan Secara Oral karagenin Keterangan
k Uji (ekor)
1%
Emulsi kombinasi tween 80 dan
KK - 4 Kelompok Kontrol
span 80 5%
Emulsi kombinasi tween 80 dan
KN  4 Kontrol Negatif
span 80 5%
Natrium diklofenak Dosis
KP  4 Kontrol Positif
5mg/kg BB
PI Minyak ikan Dosis 40 mg/kgBB  4 Perlakuan I
P II Minyak ikan Dosis 50 mg/kgBB  4 Perlakuan II
P III Minyak ikan Dosis 60 mg/kgBB  4 Perlakuan III

4.7.4 Prosedur Uji Antiinflamasi


Uji antiinflamasi pada penelitian ini menggunakan metode Winter yang
dimodifikasi (Turner, 1965). Pada metode ini tikus diinduksi karagenin secara
subplantar. Uji antiinflamasi minyak ikan terhadap hewan coba akan dilakukan
dengan prosedur dibawah ini:
Langkah pertama tikus dipuasakan ± 12 jam sebelum pengujian, air
minum tetap diberikan. Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan
dikelompokkan secara acak menjadi enam kelompok tikus, masing-masing
kelompok terdiri dari empat ekor tikus. Sebelum diberikan perlakuan, terlebih

30
dahulu dilakukan pengukuran volume kaki kanan belakang masing-masing tikus
dengan plestismometer. Hasil pengukuran dicatat sebagai volume awal.
Tikus pada masing-masing kelompok diberi perlakuan sebagai berikut :
Pada Kelompok KK : 4 ekor tikus diberi ekor tikus diberi larutan Tween 80 dan
Span 80 5% sebanyak 1 mL/200g BB secara peroral tanpa pemberian induksi
karagenin 1% sebagai kontrol. Kelompok KN : 4 ekor tikus diberi larutan Tween
80 dan Span 80 5% sebanyak 1 mL/200 g BB secara peroral sebagai kontrol
negatif. Kelompok KP : 4 ekor tikus diberi suspensi natrium diklofenak secara
peroral dengan dosis 5 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Kelompok P1 : 4 ekor
tikus diberi minyak ikan dosis 40mg/kg BB secara peroral. Kelompok P2 : 4 ekor
tikus diberi minyak ikan dosis 50mg/kg BB secara peroral. Kelompok P3 : 4 ekor
tikus diberi minyak ikan dosis 60mg/kg BB secara peroral. Pada menit ke-30
disuntikkan sediaan karagenin 1% pada telapak kaki kanan belakang tikus secara
subplantar sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya pada menit ke-60, 90, 120, 150 dan 180
setelah penyuntikan karagenin 1%, volume kaki kanan belakang tikus diukur
menggunakan plestismometer air raksa dengan cara mencelupkan telapak kaki
kanan belakang tikus ke dalam alat tersebut sampai tanda yang telah dibuat dan
hasilnya dicatat. Semua data yang diperoleh ditabulasikan.
4.7.5 Prosedur Eliminasi Hewan Coba
Setelah dilakukan uji antiinflamasi, hewan coba tidak dieliminasi
melainkan di pelihara untuk penelitian lanjutan dengan pengamatan yang
berbeda. Hewan coba ditempakan pada Laboratorium Fitokima Prodi Farmasi FK
UHT dengan kandang khusus yang telah disesuaikan. Pemeliharaan pada suhu
ruang kurang lebih antara 20-25 derajat Celsius (°C) dengan sirkulasi udara yang
baik dan pembuangan limbah hewan coba yang cukup memadai. Hewan coba
diberikan air minum dan pakan yang sesuai (PUR 521) dan ditempatkan di
ruangan yang sejuk dan kering.

31
4.8 Alur Penelitian

24 Ekor tikus putih jantan

Tikus dipuasakan selama 12-16 jam lalu ditimbang

Di ukur volume awal kaki kanan belakang

Kontrol Emulsi Kontrol Kontrol (P1)Minyak (P2)Minyak (P3)Minyak


Tween 80 dan (-)Emulsi (+)Emulsi Ikan dosis Ikan dosis Ikan dosis
span 80 tanpa
Tween 80 natrium 40mg/kg BB 50mg/kg BB 60mg/kg BB
induksi
dan span 80 diklofenak

Ditunggu 30 menit
(jeda waktu 60 menit untuk melihat onset obat yang memberikan efek antiinflamasi)

Disuntik karagenin 1% secara subplantar

Pengukuran volume kaki kanan pada menit ke 60, 90,120,150,180


setelah induksi karagenin

Analisis Data
Gambar 4.2 Skema Uji Antiinflamasi

32
Skema Uji Antiinflamasi

4.8.1 Pembuatan emulsi kombinasi Tween 80 dan Span 80 5%


Sejumlah Tween 80 ditambahkan pada aquadest ad 10 mL, kemudian
dipanaskan dengan suhu 70°C. Span 80 5% dipanaskan dengan suhu 70°C.
Dituangkan perlahan-lahan fase minyak kedalam fase air pada suhu 70°C. Diaduk
selama 10 menit, dan didinginkan sampai suhu kamar ± 25℃ (Juheini, 1990).
Prosedur pembuatan emulsi kontrol negatif dapat dilihat pada lampiran 1.

4.8.2 Dosis Minyak Ikan


Minyak ikan salmon yang digunakan adalah dosis 40 mg/kg BB; 50 mg/kg
BB; dan 60 mg /kg BB. Berat tikus yang akan digunakan adalah 110-150 gram.
Jika menggunakan bobot tikus 150 gram maka perhitungan dosisnya adalah:
1. 40 mg/kg BB x 0,15 kg (BB tikus) = 6 mg
2. 50 mg/kg BB x 0,15 kg (BB tikus) = 7,5 mg
3. 60 mg/kg BB x 0,15 kg (BB tikus) = 9 mg
Volume minyak ikan diberikan peroral sebanyak 1 ml yang merupakan
volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus
yaitu 3-5 ml. Jika volume minyak ikan melebihi volume lambung, dapat berakibat
dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna
(Ngatidjan, 2006).

4.8.3 Pembuatan Sediaan Karagenin


Sediaan karagenin yang akan digunakan yaitu karagenin 1% yang dibuat
dengan cara mencampurkan sejumlah 0,05 gram karagenin ditimbang seksama
lalu disuspensikan dalam 5,0 ml aquadestilata, (Morris, 2003).

4.8.4 Perhitungan dan Pembuatan Emulsi Na-Diklofenak


Dosis Na-diklofenak yang diberikan kepada setiap tikus disesuaikan
dengan bobot masing-masing tikus. Pemberian dosis pada masing-masing tikus
dihitung berdasarkan berat badan tikus dan Human Effective Dose (HED).

33
Tabel 4.3 Konversi dosis hewan coba ke HED berdasarkan BSA (Reagen-Shaw et
al, 2007)
Spesies Berat (kg) BSA (m²) Kₘ Faktor
Dewasa 60 1,6 37
Manusia
Anak 20 0,8 25
Babon 12 0,6 20
Anjing 10 0,5 20
Monyet 2 0,24 12
Kelinci 1,8 0,15 12
Tikus 0,15 0,025 6
Hamster 0,08 0,02 5
Mencit 0,02 0,07 3

Pertama dilakukan perhitungan HED natrium diklofenak :


50 mg
HED natrium diklofenak = = 0,83 mg/kgBB
60 kg BB
Kemudian dosis pada tikus dihitung menggunakan rumus:
Km padamanusia
HED ( mg/kg BB ) = Dosis pada hewan x
Km pada hewan coba
Dosis pada tikus :
Km padamanusia
=HED ( mg/kg BB ) x
Km pada hewan coba
37
=0,83 ( mg/kg BB ) x = 5,11 mg/kg BB
6
Didapatkan hasil 5,11 mg/kg, maka dibulatkan menjadi 5mg/kg BB untuk
memudahkan perhitungan dosisnya.

4.9 Analisis Data


4.9.1 Uji ANOVA
Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan % MPE
yang bermakna antara kelompok uji, kelompok pembanding, dan kelompok
kontrol.
Kesimpulan dapat diambil dari harga probabilitas (p) pada α=0,05, bila
nilai p>0,05 maka Ho diterima sedangkan H1 ditolak, begitu pula sebaliknya.

34
Data yang diperoleh dari uji aktivitas antiinflamasi dengan tiga dosis berbeda dari
bahan uji minyak ikan salmon, bahan pembanding natrium diklofenak, dan
kontrol (kombinasi Tween 80 dan Span 80 5%). Kemudian diolah secara statistik
dengan bantuan program komputer SPSS 22.0. Apabila terdapat perbedaan yang
bermakna maka uji statistik dilanjutkan dengan Post Hoc Test LSD untuk
mengetahui dari masing-masing perlakuan mana yang berbeda bermakna. Dari
data penelitian kemudian dihitung persentase hambatan antiinflamasi dari tiap-tiap
dosis. Persen hambatan antiinflamasi minyak ikan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Xt −X 0
% Edema = X 100%
Xo
Keterangan :
Xt : volume edema pada waktu t
Xo : volume edema sebelum diberi perlakuan

4.9.2 Penentuan ED50


Aktivitas antiinflamasi untuk tiap senyawa dinyatakan dalam ED 50. ED50
adalah dosis efektif yang menghasilkan hambatan nyeri sebesar 50% pada
populasi, kemudian digambar dengan kurva hubungan antara dosis dan %
hambatan antiinflamasi yang dihasilkan. Kurva tersebut diperoleh dari analisis
regresi dosis sebagai sumbu “x” yang merupakan variabel bebas yaitu log dosis
dan % hambatan antiinflamasi sebagai “ y” yang merupakan variabel tergantung
(Lien, 1987).
Persamaan regresi antara dosis (x) dengan % hambatan nyeri:
y = bx + a
ED50. dapat dihitung dengan rumus :
50 = b (ED50 ) + a
50−a
ED50 =
b

35
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Volume Edema Kaki Tiap Kelompok Perlakuan

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian efek antiinflamasi pada minyak


ikan salmon. Dosis minyak ikan salmon dibuat bervariasi untuk mengetahui dosis
yang dapat memberikan efek optimal sebagai antiinflamasi. Parameter yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu volume kaki tikus pada tiap kelompok
perlakuan, volume edema pada tiap kelompok perlakuan, rata-rata volume edema
pada tiap kelompok perlakuan, % hambatan inflamasi dan nilai ED 50. Data yang
didapatkan dari pengamatan dimasukkan ke dalam suatu tabel kemudian dihitung
perubahan volume edema setiap waktu pengamatan dan dihitung persentase
edema setiap kelompok perlakuan pada setiap waktu pengamatan. Aktivitas
antiinflamasi dapat dilihat dengan waktu pengamatan pada menit ke- 30, 60, 90,
120, 150 dan 180 setelah pemberian induksi karagenin 1% sebanyak 0,1 ml.
Pengamatan volume kaki terjadi karena edema yang dihasilkan oleh pemberian
induksi karagenin 1 % pada telapak kaki belakang hewan coba dengan metode
subplantar yaitu pemberian injeksi melalui telapak kaki hewan coba 30 menit
sebelum pemberian kontrol negatif, kontrol positif, dan minyak ikan salmon
dengan dosis 40mg/kgBB, 50mg/kgBB dan 60mg/kgBB pada tikus putih jantan
galur Wistar (Rattus norvegicus L.)

Setelah didapatkan data volume kaki tikus pada masing-masing kelompok


perlakuan, maka dapat dihitung volume edema kaki tikus pada kelompok
perlakuan yang didapatkan dari selisih antara waktu 0 dengan hasil dari masing-
masing perlakuan pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 secara berurutan.
Hasil pengamatan volume kaki tikus pada masing-masing kelompok dapat dilihat
pada lampiran 7 sedangkan hasil volume edema kaki tikus pada tiap kelompok
perlakuan dapat dilihat pada tabel 5.1

36
Tabel 5.1. Hasil Volume Edema Kelompok Kontrol (Kombinasi Tween 80 dan
Span 80 5 % tanpa Induksi Karagenin 1%).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu


Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.1 kelompok kontrol yang mendapatkan kombinasi Tween 80 dan
Span 80 5% tanpa pemberian induksi karagenin 1% menujukkan hasil volume
edema yang sama ketika sebelum pemberian kombinasi Tween 80 dan Span 80
5% menunjukkan tidak adanya edema pada kaki tikus.

Tabel 5.2. Hasil Volume Edema Kontrol Negatif (Kombinasi Tween 80 dan Span
80 5 % dengan Induksi Karagenin 1%).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu


Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 11,2 22,9 34,4 34,4 45,8 57,3
2 22,9 34,4 45,8 45,8 57,3 67,3
3 22,9 45,8 34,4 34,4 45,8 45,8
4 11,6 22,9 22,9 34,4 45,8 45,8
Rata-rata 17,15 31,5 34,375 37,25 48,675 54,05

Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.2 menunjukkan hasil pemberian kontrol negatif berupa kombinasi
Tween 80 dan Span 80 5% dengan pemberian induksi karagenin 1% menunjukkan
hasil volume edema yang lebih tinggi dibandingkan dengan seluruh kelompok
perlakuan.

37
Tabel 5.3. Hasil Volume Edema Kontrol Positif (Natrium Diklofenak Dosis
5mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu


Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 0 22,9 22,9 11,5 22,9 34,4
2 0 22,9 22,9 11,5 11,6 34,4
3 0 22,9 22,9 11,5 22,9 22,9
4 22,9 22,9 34,4 11,5 22,9 22,9
Rata-rata 5,725 22,9 22,9 11,5 20,075 28,65

Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.3 menunjukkan hasil pemberian kontrol positif (natrium diklofenak
5mg/kg BB yang diemulsikan kedalam kombinasi Tween 80 dan Span 80 5%)
terlihat efek antiinflamasi natrium diklofenak mulai bekerja dari menit ke-90 dan
mencapai efek maksimalnya pada menit ke-120.

Tabel 5.4. Hasil Volume Edema Minyak Ikan Salmon (Dosis 40 mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu


Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 34,4 34,4 22,9 34,3 34,3 45,8
2 34,4 22,9 11,6 22,9 34,3 22,9
3 22,9 11,6 11,6 22,9 22,9 45,8
4 34,4 22,9 11,6 11,6 22,9 45,8
Rata-rata 31,525 22,95 14,425 22,925 28,6 40,075

Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa pemberian emulsi minyak ikan salmon
dengan dosis 40mg/kg BB terlihat efek antiinflamasinya mulai dari menit ke-90
yang ditandai dengan menurunnya volume edema pada kaki tikus. Pada menit ke-
150 hingga menit ke-180 mulai mengalami penurunan efek antiinflamsi yang
ditandai dengan kenaikan volume edema.

38
Tabel 5.5. Hasil Volume Edema Minyak Ikan Salmon (Dosis 50mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu


Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 22,9 22,9 11,6 22,9 11,6 22,9
2 22,9 11,6 11,6 22,9 34,4 45,8
3 34,4 34,4 22,9 22,9 34,4 34,4
4 34,4 22,9 11,6 22,9 34,4 34,4
Rata-rata 28,65 22,95 14,425 22,9 28,7 34,375

Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemberian emulsi minyak ikan salmon
dengan dosis 5mg/kg BB mencapai waktu puncak yang sama dengan dosis 40
mg/kgBB yaitu pada menit ke-90 dan pada menit ke-150 hingga menit ke-180
mulai mengalami penurunan efek antiinflamasi yang dapat dilihat dari kenaikan
volume edema.

Tabel 5.6. Hasil Volume Edema Minyak Ikan Salmon (Dosis 60mg/kg BB).
Volume Edema Tiap Satuan Waktu
Tikus X1 X2 X3 X4 X5 X6
1 0 22,9 0 22,9 22,9 22,9
2 22,9 45,8 22,3 22,9 34,4 34,4
3 0 22,9 0 22,9 22,9 22,9
4 22,9 45,8 22,3 22,9 34,4 34,4
Rata-rata 11,45 28,65 11,2 22,9 28,65 28,65

Keterangan : X1 = Volume edema pada menit ke-30, X2 = Volume edema pada menit ke-60, X3 =
Volume edema pada menit ke-90, X 4 = Volume edema pada menit ke-120, X 5 = Volume edema
pada menit ke-150, X6 = Volume edema pada menit ke-180

Pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa pemberian emulsi minyak ikan salmon
dengan dosis 60 mg/kg BB terlihat efek antiinflamasi mulai dari menit ke-60 serta
mencapai puncak pada menit ke-90. Pada menit ke-120 minyak ikan salmon
dengan dosis 60 mg/kg BB masih memperlihatkan efek antiinflamasi. Hambatan
inflamasi kelompok minyak ikan salmon dosis 60mg/kg BB lebih tinggi jika

39
dibandingkan dengan kelompok minyak ikan salmon dosis 40mg/kg BB dan
50mg/kg BB.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengamatan dari nilai


rata-rata volume edema kaki tikus untuk setiap kelompok kontrol ditunjukkan
oleh perbandingan grafik yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.

60
Volume Edema Per
Satuan Waktu
Kontrol Negatif
50
Volume Edema Per
Satuan Waktu
Kontrol Positif

40 Volume Edema Per


Rata-rata volume edema

Satuan Waktu
Kelompok Kontrol

30 Volume Edema Per


Satuan Waktu
Minyak Ikan Dosis
40mg/kgBB

20 Volume Edema Per


Satuan Waktu
Minyak Ikan Dosis
50 mg/kgBB
10
Volume Edema Per
Satuan Waktu
Minyak Ikan Dosis
60 mg/kgBB
0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Menit ke-

Gambar 5.1 Rata-rata Volume Edema Per Satuan Waktu

Gambar 5.1. menunjukkan terjadi kenaikan pesentase edema pada setiap


waktu pengamatan pada kelompok kontrol negatif (-). Pada kelompok perlakuan
minyak ikan dosis 40mg/kg BB dan 50mg/kg BB terdapat penurunan volume
edema pada menit ke 90 sedangkan pada kelompok perlakuan minyak ikan dosis
60mg/kg BB, mengalami penurunan di mulai pada menit ke 60 sampai menit ke
90. Pada menit 120 kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol (+)

40
sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perubahan yang terjadi karena pada
kelompok kontrol tidak diberikan induksi karagenin 1 % pada hewan coba. Hal
tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan karagenin yang diberikan dalam
membentuk edema pada telapak kaki hewan coba yang digunakan. Pada
pengamatan menit ke 120 hingga 180 terjadi kenaikan volume edema pada
kelompok kontrol (+). Sedangkan pada pengamatan menit 180 penghambatan
paling rendah terjadi pada kelompok kontrol negatif karena tidak ada pemberian
obat pada penelitian ini. Pemberian minyak ikan salmon dengan dosis sebesar
60mg/kg BB merupakan dosis yang berpotensi paling tinggi dalam menghambat
edema. Hal ini dapat diartikan bahwa dosis 60mg/kg BB merupakan dosis yang
paling efektif jika di bandingkan dengan dosis lainya dalam mengurangi edema.

5.2 Persentase Hambatan Inflamasi

Tabel 5.7. Rata-rata persentase hambatan inflamasi pada kaki tikus putih jantan
galur Wistar pada tiap waktu pengamatan.

Kelompok percobaan % Hambatan Inflamasi


49,97 %
Kontrol positif
22,22 %
Minyak ikan dosis 40mg/kg BB
33,28 %
Minyak ikan dosis 50mg/kg BB
44,35 %
Minyak ikan dosis 60mg/kg BB

Tabel 5.7. menunjukkan bahwa kelompok kontrol (+) mampu


menghambat edema terbesar pada pengamatan menit ke 120 sebesar 49,97%.
Pada kelompok perlakuan minyak ikan salmon dosis 40 mg/kgBB kemampuan
hambatan edema paling besar terjadi pada pengamatan menit 90 dan paling kecil
pada pengamatan menit ke 180. Pada kelompok perlakuan minyak ikan salmon
dosis 50mg/kg BB kemampuan hambatan edema terbesar pada pengamatan menit
ke 90 yaitu 33,28 % dan mengalami penurunan mulai menit 120 sampai terendah

41
pada menit 180. Pada kelompok perlakuan 60mg/kg BB hambatan radang paling
tinggi terjadi pada menit 90 sebesar 44,35 %.

42
5.3 Penentuan ED50

Untuk memperoleh ED50 aktivitas antiinflamasi suatu senyawa diperlukan


persamaan regresi linier hubungan antara log dosis vs % hambatan inflamasi
seperti yang tampak pada Gambar 5.2.

50
45
f(x) = 130.03 x − 186.03
40
R² = 1
35
% hambatan inflamasi

30
25
20
15
10
5
0
1.58 1.6 1.62 1.64 1.66 1.68 1.7 1.72 1.74 1.76 1.78

Log Dosis

Gambar 5.2 Kurva Hubungan Antara Log Dosis vs % Hambatan Inflamasi


Minyak Ikan Salmon

Selanjutnya, persamaan diatas digunakan untuk menentukan ED50. Hasil


perhitungan ED50 dapat dilihat pada Tabel 5.8. dan perhitungannya dapat dilihat
pada lampiran 11.
Tabel 5.8. ED50 Aktivitas Antiinflamasi Minyak Ikan Salmon.

Kelompok ED50 (mg/kg BB)


Minyak ikan salmon 65,3280 mg/kgBB

5.4 Hasil Analisis Statistik


Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna % hambatan
inflamasi dari keenam kelompok perlakuan yaitu kelompok uji minyak ikan
salmon (dosis 40mg/kg BB; 50mg/kg BB dan 60mg/kg BB), kelompok kontrol
positif (Natrium diklofenak 5mg/kg BB) dan kelompok kontrol dan kontrol

43
negatif (kombinasi Tween 80 dan Span 80), maka dilakukan uji One Way ANOVA
post hoc LSD menggunakan program SPSS 22.0. Hasil uji LSD dapat dilihat pada
lampiran 14 dan ditunjukkan pada Tabel 5.9.

Minyak Minyak Minyak


Kelompok Kontrol Kontrol ikan dosis ikan dosis ikan dosis
Kelompok
Kontrol Negatif Positif 40 50 60
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB

Kelompok
- -225.90000* -113.00000* -175.70000* -150.75000* -125.65000*
Kontrol

Kontrol
225.90000* - 112.90000* 50.20000* 75.15000* 100.25000*
Negatif

Kontrol
113.00000* -112.90000* - -62.700000* -37.750000 -12.65000
Positif

Minyak
ikan dosis
175.70000* -50.20000* 62.70000* - 24.95000 50.050000*
40
mg/kgBB

Minyak
ikan dosis
150.75000* -75.150000* 37.75000 -24.95000 - 25.10000
50
mg/kgBB

Minyak
ikan dosis
125.65000* -100.25000* 12.65000 -50.05000* -25.10000 -
60
mg/kgBB

Tabel 5.9. Hasil Mean Difference Uji LSD Persentase edema pada Kelompok
Kontrol, Kontrol Negatif, Kontrol Positif dan Kelompok Uji Minyak
Ikan Salmon (dosis 40mg/kg BB, 50mg/kg BB dan 50mg/kg BB).
Keterangan: * = ada perbedaan bermakna pada α=0,05

44
BAB VI
PEMBAHASAN

Laut Indonesia memiliki sekitar 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput
laut dan 950 spesies biota terumbu karang. Sumber daya ikan di laut meliputi 37%
dari spesies ikan di dunia. Beberapa jenis diantaranya mempunyai nilai ekonomis
tinggi, seperti tuna, udang, lobster, ikan karang, berbagai jenis ikan hias, kerang,
dan rumput laut (KKP, 2016). Ikan laut yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
langsung atau diolah menjadi beberapa bentuk seperti abon, ikan kaleng, ikan
kering, ikan bakar dan minyak ikan. Minyak ikan merupakan lemak ikan yang
berwarna kuning muda sampai kuning emas dan berbentuk cair. Minyak ikan
dapat dihasilkan dari perebusan ikan atau sisa pembuatan tepung. Minyak ikan
mengandung PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) atau asam lemak tak jenuh
khususnya omega-3 yaitu EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA
(Docosahexaenoic Acid) (Sahena, 2010). Kandungan omega-3 pada minyak ikan
salmon lebih tinggi daripada minyak ikan yang lainnya. Studi lanjutan tentang
inflamasi diperlukan karena efek samping dari obat antiinflamasi yang tersedia
menimbulkan masalah besar untuk penggunaan klinis. Pengembangan obat
antiinflamasi yang lebih baru dan lebih efektif dengan efek samping yang rendah
sangat diperlukan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antiinflamasi dari
minyak ikan salmon dan melihat seberapa besar persen penghambatan inflamasi
yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
induksi edema pada kaki belakang hewan uji menggunakan induksi karagenin 1%.
Edema yang terbentuk kemudian akan diukur ketebalannya menggunakan
pletismometer air raksa. Alasan pemilihan metode induksi edema dengan
karagenin 1% karena pengukurannya yang cepat, akurat, objektif, serta mudah
dilakukan karena pengamatannya yang visible atau mudah diamati (Ma dkk.,
2013). Karagenin dipilih sebagai zat inflamatogen karena memiliki manfaat
khusus sebagai senyawa iritan yang digunakan pada pengujian obat antiinflamasi
dan merupakan senyawa penginduksi inflamasi akut pada hewan uji tanpa

45
menyebabkan kerusakan pada kaki hewan uji yang meradang (Necas dan
Bartosikova, 2013).
Karagenin berperan dalam pembentukan edema dalam model inflamasi
akut (Singh et al., 2008). Mekanisme aksi karagenin sebagai senyawa penginduksi
inflamasi sinergis dengan beberapa mediator inflamasi seperti histamin, 5 HT,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Karagenin menginduksi edema dengan
tiga fase. Fase pertama adalah pelepasan histamin dan serotonin yang berlangsung
hingga 90 menit. Fase kedua adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5
hingga 2,5 jam setelah induksi. Pada fase ketiga, terjadi pelepasan prostaglandin
pada 3 jam setelah induksi, kemudian edema berkembang cepat dan bertahan pada
volume maksimal sekitar 5 jam setelah induksi (Morris, 2003). Pada saat
penelitian berlangsung, pembuatan sediaan karagenin 1% ditambahkan dengan
gom arab/PGA sebagai suspending agent sebanyak 1:1. Hal tersebut bertujuan
untuk mengikat sediaan karagenin yang telah diinjeksikan secara subplantar pada
hewan uji agar tidak diabsorbsi ke dalam pembuluh darah di kaki dan
mempertahankan edema yang dihasilkan.
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus. Tikus
merupakan hewan mamalia yang memiliki kesamaan secara fisiologis dan
terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia. Dipilih tikus jantan
supaya tidak dipengaruhi oleh siklus estrus yang tampak pada tikus betina. Tikus
yang digunakan dalam penelitian ini adalah galur Wistar dengan nama latin
Rattus norvegicus L. dimana jenis ini sering digunakan untuk pengujian aktivitas
antiinflamasi pada penelitian sebelumnya.
Pertama-tama hewan coba dibagi menjadi enam kelompok (n=4).
Pengamatan dilakukan pada waktu tikus sebelum dan 30, 60, 90, 120, 150, dan
180 setelah pemberian sediaan yang berupa kelompok kontrol (kombinasi Tween
80 dan Span 80 5%) tanpa induksi, kontrol negatif (kombinasi Tween 80 dan Span
80 5%) dengan induksi, kontrol positif (Natrium diklofenak 50 mg/kg BB), dan
minyak ikan salmon (dosis 40 mg/kg BB, 50 mg/kg BB serta 60 mg/kg BB)
secara per oral. Hasil terlihat pada kurva hubungan volume edema rata-rata
terhadap waktu (Gambar 5.1). Pada kurva tersebut terlihat bahwa peningkatan

46
dosis minyak ikan salmon (40mg/kg BB, 50mg/kg BB serta 60mg/kg BB) akan
berpengaruh terhadap presentase hambatan inflamasi, kadar puncak (T Max) pada
minyak ikan salmon dosis 40mg/kg BB, 50mg/kg BB dan 60mg/kg BB adalah
sama, yaitu terdapat di menit ke-90 setelah pemberian emulsi minyak ikan secara
peroral dengan persen hambatan inflamasi masing-masing sebesar 22,22%;
33,28% dan 44,35%.
Dimana semakin meningkatnya dosis minyak ikan salmon, maka akan
terjadi penurunan volume edema dan persen hambatan inflamasi yang terbentuk.
Penurunan volume edema menunjukkan efek antiinflamasi yang cukup signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa omega-3 (EPA dan DHA) mempunyai efek
antiinflamasi dan antinociceptive pada hewan pengerat dengan dosis rendah pada
suplemen omega-3 dimana setiap kapsul 1000 mg mengandung 180 mg EPA, 120
mg DHA, dan 2 mg tokoferol (Nobre, 2013). Omega-3 mempunyai efek
antinociceptive perifer melalui mekanisme penghambatan produksi mediator lipid
dari asam arakidonat, yang memberikan kontribusi untuk rasa nyeri dan inflamasi
(PGE 2) dan hiperalgesia (LTB 4) (Carlos, 2017).
ED50 merupakan dosis efektif yang dapat menghasilkan hambatan
inflamasi sebesar 50% pada populasi hewan coba. Penentuan ED50 dapat dihitung
berdasarkan data dosis dan persentase edema melalui analisis regresi linier antara
dosis terhadap persentase hambatan inflamasi. Dengan dosis 65,3280 mg/kg BB
minyak ikan salmon dapat dikatakan mampu menghambat inflamasi sebesar 50%
populasi pada hewan coba. Itu artinya, kemampuan minyak ikan dalam
menghambat inflamasi dapat dikategorikan sebagai antiinflamasi sedang atau
moderate. ED50 pada minyak ikan adalah 18mg/L atau 54µM menggunakan rata-
rata berat molekul dari asam lemak (Sophie, 2018)
Data %Edema pada masing-masing kelompok terlebih dahulu diuji
normalitasnya. Hasil statistik uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov
didapatkan probabilitas sebesar 0,58 (P≥0,05) menunjukkan data %Edema seluruh
kelompok hewan uji terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas
untuk melihat data %Edema pada tiap kelompok homogen atau tidak. Hasil

47
statistik uji homogenitas Levene dengan probabilitas sebesar 0,9 (P≥0,05) yang
menunjukkan bahwa data bervariasi homogen.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna %Edema dari
keenam kelompok digunakan analisis statistik One Way ANOVA yang hasilnya
dapat dilihat pada lampiran 14. Probabilitas kelima kelompok tersebut sebesar
0,00 (P<0,05) dan nilai F sebesar 21,262 (F>F tabel) menunjukkan bahwa ada
perbedaan bermakna %Edema kelompok uji minyak ikan (dosis 40mg/kg BB;
50mg/kg BB dan 60mg/kg BB), kelompok kontrol positif (natrium diklofenak
5mg/kg BB) dan kelompok kontrol negatif (kombinasi Tween 80 dan Span 80
5%) dengan induksi. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Nurul (2017)
yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan data rata-rata volume edema
terhadap waktu pengamatan antar kelompok kontrol, minyak ikan gabus dengan
kombinasi ekstrak lempuyang gajah (dosis 150mg/kg BB, 300mg/kg BB dan
600mg/kg BB) dengan pembanding natrium diklofenak. Hasil penelitian juga
menunjukkan hasil pemberian DHA dosis 25 mmol/kg terdapat perbedaan secara
bermakna dengan kelompok kontrol (Nakamoto, 2010).
Untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda bermakna maka
dilakukan uji Post Hoc yakni LSD. Hasil uji LSD dapat dilihat pada tabel 5.10.
Hasil uji LSD menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna %Edema antara
kelompok kontrol positif (natrium diklofenak 5mg/kg BB) dan kelompok uji
(minyak ikan salmon dosis 40 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 60 mg/kg BB) yang
lebih besar terhadap kontrol negatif (kombinasi Tween 80 dan Span 80 5%).
Sehingga dapat disimpulkan keempat senyawa tersebut mempunyai aktivitas
antiinflamasi.
Dari hasil penelitian diatas, baik perbandingan %Edema rata-rata pada
tiap-tiap kelompok (dapat dilihat pada gambar 5.1) maupun perbandingan jumlah
respon tikus pada enam kelompok perlakuan (pada gambar 5.7) dapat terlihat
bahwa cara kerja dari minyak ikan salmon dan natrium diklofenak memiliki
mekanisme penghambatan inflamasi yang hampir sama. Pada kelompok kontrol
pemberian minyak ikan salmon dan natrium diklofenak terlihat efek
antiinflamasinya mulai bekerja dari menit ke 60. Memasuki menit ke- 120 terjadi

48
kenaikan kembali volume edema pada telapak kaki hewan coba. Hal ini
membuktikan bahwa karagenin yang digunakan dapat menimbulkan edema yang
sinergis dengan mekanisme pelepasan prostaglandin pada 3 jam setelah pemberian
induksi serta edema masih berkembang dan bertahan pada volume maksimal
sekitar 5 jam setelah pemberian induksi. Dan dapat dikarenakan natrium
diklofenak memiliki waktu paruh yang cukup singkat sehingga natrium
diklofenak harus diberikan dalam beberapa dosis perhari dan kadar obat ini 97%
terikat pada protein plasma dan diakumulasi di cairan sinovial setelah pemberian
pada hewan coba.
Keterbatasan penelitian selama penelitian berlangsung yakni penelitian
harus dilakukan oleh minimal dua orang peneliti dan variasi dari kepekaan setiap
tikus yang berbeda dan berat tikus menurun pada saat penelitian berlangsung,
serta tikus terluka pada saat pemberian sediaan penginduksi pada telapak kaki
tikus putih jantan Galur Wistar.
Suatu obat atau bahan obat dapat dikatakan memiliki daya antiinflamsi
apabila mampu menurunkan volume edema kaki hewan coba dengan presentase
penurunan volume edema kaki lebih dari atau sama dengan 50% (Ratna, 2008).
Minyak ikan salmon dengan dosis 60mg/kgBB terbukti memiliki efek
antiinflamasi cukup baik namun persentase hambatan yang dihasilkan sebesar
44,25%. Kemampuan minyak ikan dalam menurunkan edema pada kaki hewan
coba terjadi karena kemampuan penghambatan enzim siklooksigenase dan
lipooksigenase sehingga asam arakidonat tidak dirubah menjadi prostaglandin dan
leukotrien. Penghambatan ini kemungkinan terjadi karena mekanisme dari minyak
ikan tersebut yang di dalamnya terkandung 2 jenis asam lemak esensial, yaitu
omega-6 dan omega-3 yang berisi EPA dan DHA. Penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa zat yang terkandung dalam minyak ikan memiliki efek
sebagai antiinflamasi, antitrombotik, antiaritmik, dan antiatherogenik
(Martiningsih, 2012).

49
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Minyak ikan salmon mempunyai potensi antiinflamasi pada dosis 60mg/kg


BB.
2. Persentase hambatan inflamasi oleh minyak ikan salmon pada dosis
40mg/kg BB, 50mg/kg BB dan dosis 60 mg/kg BB masing-masing adalah
22,22%; 33,28% dan 44,35%.
3. ED50 yang dimiliki oleh oleh minyak ikan salmon sebagai antiinflamasi
sebesar 65,3280mg/kg BB.

7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa minyak ikan


salmon memiliki efek antiinflamasi dalam kategori sedang. Perlu dilaksanakan
penelitian lebih lanjut mengenai efek antiinflamasi dengan hewan coba yang
berbeda, dosis yang lebih tinggi dan metode yang lebih beragam serta dilakukan
uji toksisitas minyak ikan salmon secara menyeluruh.

50
JADWAL PELAKSANAAN

Bulan
No. Rencana Kegiatan

Mei Juni Juli

                 
1. Persiapan

                 
a. Pengajuan Ethical Clearance

                 
b.Pengadaan alat dan bahan

                 
c.Persiapan laboratorium

                 
2 Pelaksanaan penelitian

                 
3 Pengelolahan dan analisa data

Pembuatan laporan dan studi                  


4
pustaka

51
ANGGARAN PENELITIAN

Rencana Biaya Penelitian

No. Anggaran Biaya Sumber biaya

Pengadaan dan kandang hewan


1 Rp 2.200.000 Penelitian Dosen
coba
Internal Prodi
Farmasi FK UHT
2 Minyak ikan Rp 150.000

3 Pengajuan ethical clearance Rp 50.000

4 Pakan hewan coba Rp 180.000

5 Sonde dan spuite injeksi Rp 125. 000


Pribadi Mahasiswa

6 Penginduksi karagenin Rp. 25. 000

7 Penggandaan laporan @30.000 Rp. 120.000

Total biaya Rp 2.850.000

52
Lampiran 1
Cara Pembuatan Emulsi Kontrol Negatif
(Kombinasi Tween 80 dan Span 80 5%)

Formula yang digunakan :

Bahan Kadar yang digunakan Pengukuran langsung

Span 80 1,4 % 1,4 mL


Tween 80 3,6 % 3,6 mL
Aquadestilata - Ad 100 mL

Pembuatan Emulsi Kontrol Negatif

Ukur secara seksama bahan yang akan digunakan

Tween
Span 80 Aquadest
80

Dipanaskan 70℃

Dituangkan perlahan-lahan fasa minyak kedalam fasa air pada suhu 70°C

Diaduk selama 10 menit, kemudian didinginkan sampai suhu kamar ± 25℃

53
Lampiran 2
Cara Pembuatan Emulsi Kontrol Positif
(Natrium Diklofenak 5mg/kg BB)

Formula yang digunakan :


Kadar yang Pengukuran Penimbangan
Bahan
digunakan langsung (mg)
Natrium Dikofenak - - 5 mg
Span 80 1,4 % 1,4 mL -
Tween 80 3,6 % 3,6 mL -
Aquadestilata - Ad 100 mL -

Pembuatan Emulsi Kontrol Positif

Ukur secara seksama bahan yang akan digunakan

Tween
Span 80 Aquadest
80

Dipanaskan 70℃

Dituangkan perlahan-lahan fasa minyak kedalam fasa air pada suhu 70°C

Diaduk selama 10 menit

Ditambahkan Natrium Diklofenak 5 mg

54
Diaduk ad homogen

Lampiran 3
Cara Pembuatan Emulsi Minyak Ikan Salmon

Perhitungan harga HLB butuh dengan metode aligasi

HLB butuh minyak ikan salmon : 12


HLB Span 80 : 4,3
HLB Tween 80 : 15
Metode aligasi :

Span 4,3
3 = 3 / 10,7 x 5% = 1,4 %
12

Tween 15 7,7
10,7 = 7,7 / 10,7 x 5% = 3,6 %

Formula yang digunakan :

Kadar yang Pengukuran


Bahan
digunakan langsung

6% 6 mL

Minyak ikan salmon 7,5 % 7,5 mL

9% 9,5 mL

Span 80 1,4 % 1,4 mL

Tween 80 3,6 % 3,6 mL


Aquadestilata - Ad 100 mL

55
Pembuatan Emulsi Kontrol Negatif

Ukur secara seksama bahan yang akan digunakan

Tween
Span 80 Aquadest
80

Dipanaskan 70℃

Dituangkan perlahan-lahan fasa minyak kedalam fasa air pada suhu 70°C

Diaduk selama 10 menit, kemudian didinginkan sampai suhu kamar ± 25℃


Lampiran 4

56
Lampiran 4
Perhitungan Kadar Pemberian Minyak Ikan Salmon

Perhitungan Volume Pemberian Minyak Ikan Salmon Dosis 40 mg / kg BB


Contoh perhitungan kadar pemberian minyak ikan salmon dosis 40 mg/kg BB
dengan berat tikus sebesar 150 gram.
Dosis 40mg/kg BB x 0,15 = 6 mg

= dosis / volume pemberian


Kadar
= 6 mg / 1 mL = 6 %

Perhitungan Volume Pemberian Minyak Ikan Salmon Dosis 50 mg / kg BB


Contoh perhitungan kadar pemberian minyak ikan salmon dosis 50 mg/kg BB
dengan berat tikus sebesar 150 gram.
Dosis 50mg/kg BB x 0,15 = 7,5 mg

= dosis / volume pemberian


Kadar
= 7,5 mg / 1 mL = 7,5 %

Perhitungan Volume Pemberian Minyak Ikan Salmon Dosis 60 mg / kg BB


Contoh perhitungan kadar pemberian minyak ikan salmon dosis 60 mg/kg BB
dengan berat tikus sebesar 150 gram.
Dosis 60mg/kg BB x 0,15 = 9 mg

= dosis / volume pemberian


Kadar
= 9 mg / 1 mL = 9 %

57
Lampiran 5
Volume Kaki Tikus Tiap Kelompok Perlakuan

 Hasil Volume Kaki Kelompok Kontrol (Kombinasi Tween 80 dan Span 80


5 % tanpa Induksi Karagenin 1%).
Volume Edema Tiap Satuan Waktu
Tikus X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema
1 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 0
2 34,3 34,3 34,3 34,3 34,3 34,3 34,3 0
3 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 0
4 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 0
% Kumulatif Edema 1 %

 Hasil Volume Kaki Kontrol Negatif (Kombinasi Tween 80 dan Span 80 5


% dengan Induksi Karagenin 1%).
Volume Edema Tiap Satuan Waktu

Tikus Xo X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema

1 22,8 34 45,7 57,2 57,2 68,6 80,1 251%

2 22,8 45,7 57,2 68,6 68,6 80,1 90,1 251%

3 22,8 45,7 68,6 57,2 57,2 68,6 68,6 200,80%

4 22,8 34,3 45,7 45,7 57,2 68,6 68,6 200,80%


% Kumulatif Edema 225,90 %

 Hasil Volume Kaki Kontrol Positif (Natrium Diklofenak Dosis 5mg/kg


BB).
Volume Edema Tiap Satuan Waktu
Tikus X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema
1 22,8 22,8 45,7 45,7 34,3 45,7 57,2 150,8 %
2 22,8 22,8 45,7 45,7 34,3 34,3 57,2 100,40%

58
3 22,8 22,8 45,7 45,7 34,3 45,7 45,7 100,40%
4 22,8 45,7 45,7 57,2 34,3 45,7 45,7 100,40%
% Kumulatif Edema 113,00 %
 Hasil Volume Kaki Minyak Ikan Salmon (Dosis 40mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu

Tikus X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema

57,2 45,7 57,2 57,2 68,6 200,80%


1 22,8 57,2
45,7 34,3 45,7 57,2 45,7 100,40%
2 22,8 57,2
34,3 34,3 45,7 45,7 68,6 200,80%
3 22,8 45,7
45,7 34,3 34,3 45,7 68,6 200,80%
4 22,8 57,2
% Kumulatif Edema 175,70 %

 Hasil Volume Kaki Minyak Ikan Salmon (Dosis 50mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu

Tikus X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema

1 22,8 45,7 45,7 34,3 45,7 34,3 45,7 100,40%

2 22,8 45,7 34,3 34,3 45,7 57,2 68,6 200,80%

3 22,8 57,2 57,2 45,7 45,7 57,2 57,2 150,90%

4 22,8 57,2 45,7 34,3 45,7 57,2 57,2 150,90%

% Kumulatif Edema 150,90%

 Hasil Volume Kaki Minyak Ikan Salmon ( Dosis 60mg/kg BB).

Volume Edema Tiap Satuan Waktu

Tikus X0 X1 X2 X3 X4 X5 X6 % Edema

1 22,8 22,8 45,7 22,8 45,7 45,7 45,7 100,40%

2 22,8 45,7 68,6 45,7 45,7 57,2 57,2 150,90%

3 22,8 22,8 45,7 22,8 45,7 45,7 45,7 100,40%

59
4 22,8 45,7 68,6 45,7 45,7 57,2 57,2 150,90%

% Kumulatif Edema 125,70%


Lampiran 6
Berat Tikus
Teknik pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling (Sampel
secara Acak Sederhana. Kemudian hewan uji tersebut ditimbang (110–150 g)

Kelompok Nomor tikus Berat (g)


7 112 g
Kelompok kontrol non 8 120 g
induksi 18 121 g
21 138 g
3 119 g
11 128 g
Kontrol negatif
9 114 g
23 138 g
14 126 g
22 136 g
Kontrol positif
10 142 g
19 123 g
17 140 g
Minyak ikan dosis 40 16 150 g
mg/kgBB 1 145 g
6 148 g
13 137 g
Minyak ikan dosis 2 115 g
50mg/kgBB 20 118 g
24 139 g
4 123 g
Minyak ikan dosis 12 142 g
60mg/kgBB 15 146 g
5 131 g

60
Lampiran 7

Pelaksanaan Uji Aktivitas Antiinflamasi

Penimbangan tikus

Pelaksanaan sonde

Penyuntikan karagenin 1% pada


telapak kaki kanan tikus

61
Pengukuran volume edema dengan
pletismometer air raksa

Lampiran 8
Cara Perhitungan %Edema

Xt −X 0
% Edema= X 100%
X0
Keterangan :
Xt : volume edema pada waktu t
Xo : volume edema sebelum diberi perlakuan
Perhitungan % edema tikus dari kelompok kontrol positif (natrium diklofenak
5mg/kg BB) pada menit ke 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 setelah pemberian
obat.

% Edema Jumlah

Kelompok kontrol 0%

Kontrol negatif 225,9 %

Kontrol positif 113 %

Minyak ikan dosis 40mg/kg BB 175,7 %

Minyak ikan dosis 50mg/kg BB 150,7 %

Minyak ikan dosis 60mg/kg BB 125,7 %

Kelompok Percobaan % Hambatan Inflamasi


Kontrol positif 49,97 %
Minyak ikan dosis 40 mg/kg BB 22,22 %

Minyak ikan dosis 50 mg/kg BB 33,28 %


Minyak ikan dosis 60 mg/kg BB 44,35 %

62
63
Lampiran 9

Bahan yang digunakan

Komposisi minyak ikan salmon

Komposisi karagenin

64
Lampiran 10

Cara Perhitungan ED50

ED50 = dosis efektif yang dapat menghambat inflamasi sebesar 50% pada
populasi.

 Minyak ikan salmon


y = 130,03x - 186,03

50 = 130,03x – 186,03

50+186,03
x=
130,03

x = 1, 8151

ED50 = 101,8151 = 65,3280mg/kg BB

65
Lampiran 11

Keterangan Determinasi Hewan Coba

Lampiran 12

66
Keterangan Kelaikan Etik

Lampiran 13

67
Hasil Statistik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Uji Homogenitas
Levene terhadap %Edema pada Tiap Kelompok Perlakuan

 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov


Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANOVA
Hipotesis :
 Ho : Data %Edema yang terdistribusi normal
 H1 : Data %Edema yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
 Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima
 Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak
Hasil :

Kesimpulan :

Ho diterima artinya uji normalitas %Edema seluruh kelompok hewan uji


terdistribusi normal.

 Uji Homogenitas Levene

68
Tujuan : Untuk melihat data %Edema homogen atau tidak.
Hipotesis :

 Ho : Data % Edema bervariasi homogen


 H1 : Data % Edema bervariasi tidak homogen
Pengambilan keputusan :
 Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima

 Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak

Hasil :

Kesimpulan :
Ho diterima sehingga data bervariasi homogen.

69
Lampiran 14

Hasil Uji One Way ANOVA dan Post Hoc LSD %Edema antara
Kelompok Kontrol, Kelompok Kontrol Negatif, Kelompok Kontrol
Positif, Kelompok Uji (Minyak Ikan Dosis 40mg/kg BB, 50mg/kg BB
dan 60mg/kg BB) pada Hewan Uji

 One Way ANOVA


Tujuan : Untuk Mengetahui Apakah Ada Perbedaan Yang Bermakna
%Edema Dari Keenam Kelompok Perlakuan.
Hipotesis :
 Ho : Tidak ada perbedaan bermakna %Edema pada tiap kelompok
perlakuan.
 H1 : Ada perbedaan bermakna %Edema pada tiap kelompok perlakuan.

Pengambilan keputusan :
 Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima

 Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak


Hasil :

Kesimpulan :

Nilai sig. 0,00 ≤ 0,05 (H1 diterima dan Ho ditolak). Hal ini menunjukkan
adanya perbedaan pada kelompok uji minyak ikan salmon, kelompok
kontrol, kontrol positif, dan kontrol negatif. Untuk mengetahui ada tidaknya

70
perbedaan antar perlakuan, dan antar perlakuan dengan kontrol, maka uji
statistik dilanjutkan dengan menggunakan LSD test.

 Post Hoc LSD

Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan, dan


antar perlakuan dengan kontrol.
Hipotesis :
 Ho : Tidak ada perbedaan %Edema antar perlakuan, dan antar perlakuan
dengan kontrol

 H1 : Ada perbedaan %Edema antar perlakuan, dan antar perlakuan dengan


kontrol

Pengambilan Keputusan :
 Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima

 Jika nilai signifikan 0,05 maka Ho ditolak

71
Hasil :

72

Anda mungkin juga menyukai