Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Perkembangan Tasry Setelah Khulafaurrasyidin

Di Susun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Dr. Sanawiah, S. Ag, M.H.

Di Susun Oleh :
1. HALIM PERDANA SIREGAR : 19.42.021996

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu bagi
kita semua agar bermanfaat untuk kita semua. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
LATAR BELAKANG.............................................................................................. 1
RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... 1
TUJUAN.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 2
1. Pengertian Sahabat......................................................................................... 2
2. Kelebihan Para Sahabat Dalam Memahami Syari’at..................................... 2
3. Perbedaan dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat........................... 2
4. Sumber Tasyri’ pada Masa Sahabat............................................................... 2
5. Faktor Kondisional dan Situasional yang Mempengaruhi Tasyri’ Islam masa
Khulafaur Rasyidin........................................................................................ 3
6. Keputusan-keputusan yang Ditetapkan pada Masa Khulafaur Rasyidin....... 4
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 7
1. Kesimpulan.................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perundang-undangan pada zaman khulafaurrasyidin dibentuk dengan metode yang
unik dan kaedah yang khas, yang sumbernya dari kitab Allah dan sunnah Rasul yang terdiri
dari kaidah kulliyah (global) dan dasar-dasar  yang kokoh sehinggan bisa membuka peluang
dan memudahkan para mujtahid untuk memunculkan masalah-masalah furu’iyah sesuai
dengan aturan yang ada dapat dijalankan dengan baik , serasi untuk setiap waktu dan keadaan
yang pada akhirnya memudahkan jalan bagi kaum muslimin untuk menghadapi semua
problematika yang muncul, memberikan terapi, dan menjelaskan hukumnya.
Fase pembinaan dan penyempurnaan syari’at secara umumnya dihiasi dengan
berbagai bentuk ijtihad, mengistinbath hukum dari nash. Jika tidak ada nash mereka
menggunakan pendapat kolektif ketika ada kesempatan untuk bermusyawarah, atau kembali
kepada  pendapat pribadi jika memang tidak bias.
Di dalam maklah ini akan dijelaskan pembentukan-pembentukan hukum pada masa
khulafaurrasyidin setelah pembentukan hukum pada masa Rasulullah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembentukan hukum pada masa khulafaurrasyidin?
2.      Bagaimana perkembangan hukum pada masa khulafaurrasyidin?
3.      Apa sebab-sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan sahabat?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pembentukan hukum pada masa khulafaurrasyidin.
2.      Untuk mengetahiu perkembangan hukum pada masa khulafaurrasyidin.
3.      Untuk mengetahui seba-sebab terjadi perbedaan pendapat dikalangan sahabat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Sahabat
Sahabat menurut terminology ulama fiqh dan ushul fiqh adalah setiap orang yang
pernah bertemu dengan Rasulullah dalam status iman kepadanya, dan meninggal dalam
keadaan beriman pula.
2.      Kelebihan Para Sahabat Dalam Memahami Syari’at
            Para sahabat memiliki keistimewaan tersendiri dalam memahami syari’at Islam
dibandingkan orang lain, disebabkan beberapa faktor berikut:
a.       Mereka sangat dekat dan bertemu langsung dengan Rasulullah sehungga memudahkan
mereka untuk mengetahui asbabun nuzul ayat dan asbabul wurud hadits. Mereka juga
mengetahui penafsiran Rasulullah tentang beberapa ayat selain juga mengetahui illat hukum
dan hikmahnya yang hasilnya dapat memudahkan mereka untuk melakukan qiyas nash-nash
yang ada kemiripan lalu menetapkan hukumnya.
b.      Mereka memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap bahasa Arab yang
merupakan bahasa Al-Quran sehingga memudahkan untuk memahami makna Al-Quran
sebab diturunkan dalam bahasa Arab.
c.       Mereka menghafal Al-Quran dan Sunnah Rasul, mereka menjadi orang yang pertama
mempelajari ilmu syariat dan hukumnya.

3.      Perbedaan dalam Memahami Syariat di Kalangan Sahabat


Perbedaan pendapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya sebagai berikut:
a.       Perbedaan tingkat pemahaman terhadap bahasa.
b.      Perbedaan dalam hal pergaulan dengan Rasulullah, sebab bergaul dengan rasulullah
berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang asbabun nuzul ayat dan asbabul wurud
hadits.
c.       Kemampuan dan kapasitas individu yang berbeda-beda, diantaranya perbedaan dalam
hal tingkat pemahaman, hafalan, mengistinbatkan hokum, dan kemampuan menerjemahkan
isyarat dari nash-nash syariat.
d.      Timbulnya perbedaan pandangan terhadap otoritas kepemimpinan umat Islam.

4.      Sumber Tasyri’ pada Masa Sahabat


Sahabat Rasulullah merupakan orang yang pertama kali memikul beban setelah
Rasulullah wafat untuk menjelaskan tentang syariat Islam dan mengaplikasikannya terhadap
segala permasalahan yang muncul. Diantara maslah yang muncul ada yang sudah disebutkan
dalam nash dan ada yang belum disebutkan hukumnya. Oleh karena itu, para sahabat dituntut
untuk mengeluarkan hukum dengan metode yang jelas sesuai dengan petunjuk Nabi
sehinggan hokum yang ditetapkan tidak kontradiktif. Sumber pensyariatan (perundang-
undangan) pada masa sahabat adalah,  Al-Quaran, As-Sunnah, Ijma’,Logika (ra’yu).
Dalam aplikasinya, sumber-sumber hukum perundang-undangan ini dapat di urutkan dalam
langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Meneliti dalam kitab Allah untuk mengetahui hukumnya.
b)      Meneliti dalam sunnah Rasulullah jika tidak ada nash dalam kitab Allah
c)      Ijma’, yaitu jika todak ada nash dalam kitab Allah atau sunnah Rasulullah atau
ditemukannya namun bersifat global, atau nashnya banyak dan setiap naas memberikan
hukum yang berbeda, atau berupa khabar ahad. Dan ketika itu khalifah mengundang para
sahabat untuk melakukan ijma’. Jika mereka sepakat dan menyetujui suatu pendapat maka
itulah yang akan mereka putuskan dan menjadi sebuah hokum yang pasti dan mengikat.
2
d)      Ra’yu (pendapat pribadi), yaitu setiap hokum yang ditetapkan bukan berdasarkan
petunjuk nash termasuk qiyas, istihsan, masalih mursalah, bara’ah adz-dzimmah, dan sad
adz-dzari’ah.

5.      Faktor Kondisional dan Situasional yang Mempengaruhi Tasyri’ Islam masa


Khulafaur Rasyidin

a.       Akar masalah yang terjadi dalam pengambilan tasyri’


1.       Luasnya wilayah islam masa khulafaurrasyidin
Periode kekuasaan pemerintahan nabi Muhammad SAW hanya meliputi semenanjung
Arabia tetapi periode khulafaur Rasyidin meliputi wilayah arab dan non arab sehingga
masalah yang muncul semakin kompleks sementara ketetapan hukum yang rinci di dalam
alquran dan alhadis terbatas jumlahnya. Oleh karena itu khulafaurrasyidin mengahadapi
banyak masalah yang tadinya tidak terdapat di masyarakat Arab. Misalnya masalah
pengairan, keuangan, cara menetapkan hukum di pengadilan dan budaya hukum di
Damaskus, Mesir, Irak, Iran, Maroko, Samarkand, Andalusia.
2.      Sahabat khawatir akan kehilangan Alquran karena banyaknya sahabat yang hafal
alquran meninggal dunia dalam perang melawan orang-orang murtad.
1. Sahabat mengkhawatirkan terjadinya ikhtilaf sahabat terhadap alquran akan
seperti ikhtilaf Yahudi dan Nasrani yang terjadi sebelumnya.
2. Sahabat takut akan terjadi pembohongan terhadap sunnah Rasulullah SAW.
3. Sahabat khawatir umat Islam akan menyimpang dari hukum Islam.
4. Sahabat menghadapi perkembangan kehidupan yang memerlukan ketentuan syariat
kerena islam petunjuk bagi mereka tetapi belum ditetapkan ketentuannya dalam Alquran
b.      Pendapat sahabat dalam pengistimbatan tasyri’
Pengistimbatan pada masa ini sebatas kasus-kasus yang terjadi saja. Mereka tidak
memprediksikan masalah-masalah yang belum terjadi dan tidak mengira-ngira bahwa hal itu
akan terjadi lalu meneliti hukumnya sebagaimana ulama mutaakhirin. Sahabat membatasi
pada kasus-kasus yang perlu difatwakan saja. Mereka tidak menyenangi hal itu dan mereka
tidak menampakkan pendapat tentang sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi, jika sesuatu itu
terjadi mereka ijtihad untuk mengistimabtkan hukumnya.  Mereka berpendapat bahwa:
1)      Sesungguhnya menyibukkan diri selain dengan kasus-kasus yang terjadi adalah sia-sia,
membuang-buang waktu untuk perbuatan baik dan bajik serta menyia-nyiakan waktu yang
berharga.
2)      Mereka memelihara berfatwa dan sebagian mereka melarangkan yang lain untuk
berfatwa karena takut meleset dan salah. Oleh karena itu mereka menjauhi perluasan fatwa
terhadap kasus-kasus yang belum terjadi. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwasanya
apabila ia apabila dimintai  fatwa dalam masalah yang ditanyakan. Bila kasusnya telah
terjadi, maka Zaid memberikan fatwanya, namun bila kasusnya belum terjadi ia berkata,
“biarkanlah sampai kasusnya terjadi.“
3)      Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa para sahabat yang mengeluarkan fatwa dan
ra’yu (pendapat) pada masa ini adalah khalifah dan para pembantunya. Disamping kesibukan
mengatur negara Islam dan politik kaum muslimin, baik keagamaan maupun keduniaan.
Inilah yang membuat mereka sibuk sehingga menjauhi menentukan dan mengira-ngira.
Para ulama shahabat mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kebenaran
riwayat diantaranya;
1. Para sahabat, termasuk sahabat Abu Bakar tidak menerima hadist  yang tidak
disaksikan lebih dari satu orang.
2. Para sahabat tidak membukukan hadist sehingga terbagilah hadist-hadist berdasarkan
perawi-perawinya.
3
3. Para sahabat tidak membukukan hasil ijtihad mereka. Sehingga sulit sekali bagi
generasi seterusnya kesulitan untuk mengetahui pendapat mereka.[3]
6.      Keputusan-keputusan yang Ditetapkan pada Masa Khulafaur Rasyidin
1.      Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Khalifah Abu Bakar  adalah seorang ahli hukum yang tinggi mutunya dan dikenal
sebagai orang yang jujur dan disegani. Ia memerintah dari tahun 632 sampai 634 M. sebelum
masuk Islam, dia terkenal sebagai orang yang jujur dan disegani. Ikut aktif mengembangkan
dan menyiarkan islam. Atas usaha dan seruannya banyak orang-orang terkemuka yang
memeluk agama Islam dan kemudian terkenal sebagai pahlawan-pahlawan Islam yang
ternama. Dan kerena hubungannya yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad, beliau
mempunyai pengertian yang dalam tentang isalm dibanding yang lain. Karena itu pula
pemilihannya sebagai khalifa pertama tepat sekali.

  Tindakan-tindakan Penting yang Dilakukan Abu Bakar:


a.       Pidatonya pada waktu pelantikan yang berbunyi:
“Aku telah kalian pilih sebagai khalifah, kepala Negara. Tetapi aku bukanlah orang yang
terbaik diantara kalian. Kerena itu, jika aku melakukan sesuatu yang benar, ikutilah, dan
bantulah aku. Tetapi jika aku melakukan kesalahan, perbaikilah. Sebab menurut pendapatku,
menyatakan yang benar adalah amanat, membohongi rakyat adalah pengkhianat.”
Selanjutnya beliau berkata, “Ikutilah perintahku selama aku mengikuti perintah Allah dan
Rasulnya. Kalian berhak untuk tidak patuh kepadaku dan akupun tidak akan menuntut
kepatuhan kalian.”
Kata-katanya itu sangat penting artinya dipandang dari sudut hukum ketatanegaraan dan
pemikiran politik islam. Sebab, kata-katanya itu dapat dijadikan dasar dalam menentukan
hubungan antara rakyat dengan penguasa, antara pemerintah dan warga negara.
b.      Cara yang dilakukan dalam memecahkan persoalan yang timbul di masyarakat.
Mula-mula pemecahan masalah itu dicarinya dalam wahyu tuhan. Kalu dalam wakyu tuhan
tidak ada, dicarinya dalam wahyu nabi. Kalau dalam sunnah nabi tidak diperoleh pemecahan
masalah, Abu bakar bertanya kepada para sahabat nabi yang dikumpulkan dalam majelis.
Mejelis ini melakukan ijtihad lalu timbullah konsesus bersama yang disebut ijma’ mengenai
masalah tertentu. Dalam masa abu bakar inilah apa yang disebut dalam kepustakaan sebagai
ijma’ sahabat.
c.       Pembentukan panitia khusus yang bertugas mengumpulkan catatan ayat-ayat Alquran
yang telah ditulis pada zaman Nabi pada bahan-bahan darurat seperti pelepah-pelepah kurma,
tulang-tulang unta, kemudian dihimpun dalam satu naskah yang dipimpin oleh Zaid bin
Tsabit yang merupakan sekretaris Nabi Muhammad.
d.      Berkenaan dengan bagian harta warisan seorang nenek, Abu Bakar tidak menemukan
ketentuannya dalam Al-Quran, ia kemudian bertanya kepada sahabat. Mugirah seorang
sahabat member tanggapan, ia berkata bahwa Nabi memebrikan seper enam harta bagi nenek.

4
2.      Masa Khalifah Umar bin Khattab
Setelah khalifah Abu bakar meninggal dunia, Umar bin Khattab menjadi khalifah
tahun 13 H/634 M. Dalam masanya daerah islam berkembang dan meluas antara lain : Mesir,
Iraq, Adjebijan, Parsi, Siria. Umar telah mengusir orang-orang Yahudi dan Jazirah Arab. Dan
Umarlah yang pertama kali menyusun adsministrasi pemerintahan, menetapkan peradilan dan
perkantoran, serta kalender penanggalan.
Umar dkenal sebagai Imam Mujtahiddin. Pada masanya ia berijtihad antara lain tidak
menghukum pencuri dengan potong tangan karena tidak ada illat untuk memotongnya.
Pencuri itu merupakan pegawai dari majikannya yang kaya raya yang tidak memberikan gaji
secara wajar. Maka umar menjalankan istislah, yang kemudian dinamai almaslahatul
mursalah. Umat tidak memberikan zakat kepada almullafatu qulubuhum karena tidak ada illat
untuk memberikannya, maqashid yang terdapat dalam ayat ma’qulun-nash itu tidak terdapat.
Yang kemudian dianamai dengan al-ihtihsaan dan lain-lain.
  Tindakan-tindakan Khalifah Umar
a.       Turut aktif menyiarkan agama Islam sampai ke Palestina, Syiria, Irak, danPersiaserta ke
Mesir.
b.      Menentukan tahun Hijriyah sebagai tahun islam yang terkenal berdasarkan peredaran bulan
(qamariyah). Dibandingkan dengan tahun Masehi yang didasarkan pada peredaran matahari
(syamsiyahh), tahun Huijriyah lebih pendek. Perbedaan pergeserannya 11 hari lebih dahulu
dari tahun sebelumnya. Penetapan tahun hijriyah ini dilakukan pada tahun 638 M dengan
bantuan para ahli hisab (hitung) pada waktu itu.
c.       Menetapkan kebiasaan shalat tarawih., yaitu salat sunnah malam yang dilakukan sesudah
shalat isya’, selama bulan Ramadlan dan dilakukannya secra berjamaah yang dipimpin oleh
seorang imam. Umar berpendapat bahwa shalat tarawih berkamaah hukumnya sunat.
3.      Masa Pemerintahan Khalifah  Utsman bin Affan
Panitia pemilihan khalifah memilih Utsman menjadi khalifah ketiga menggantikan Umar
bin khattab. Pemerintahan Utsman ini berlangsung dari tahun 644 sampai 655 M. Ketika
dipilih, Utsman telah berusia 70 tahun. Ia seorang yang mempunyai kepribadian yang lemah.
Kelemahan ini dipergunakan oleh  orang-orang di sekitarnya untuk mengejar keuntungan
pribadi, kekayaan dan kemewahan. Hal ini  dimanfaatkan utamanya oleh keluarganya sendiri
dan golongan Umayyah. Banyak pangkat-pangkat tinggi dan jabatan-jabatan penting dikuasai
oleh familinya. Pelaksanaan pemerintahan seperti ini dalam bahas orang-orang sekarang
disebut nepotisme(kecendrungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara/
keluarga sendiri). Timbullah klik system dalam pemerintahan.

  Tindakan-tindakan  Khalifah Utsman


a.       Membentuk kembali panitia yang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Zubair,
Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harrits menyalin kembali naskah-naskah Alquran
kedalam lima mushaf (kumpulan lembaran-lembaran yang ditulis, dan alquran itu sendiri juga
disebut mushaf), kemudian dikirim ke ibukota provinsi (Makkah, Kairo, Damaskus, Bagdad).
Naskah itu disimpan di masjid besarnya masing-masing seperti umat Indonesia menyimpan
Alquran pusakanya di masjid Baiturrahim di komplek Istana Merdeka Jakarta. Satu naskah
disimpan di Madinah untuk mengenang jasa Utsman. Hal itu terjadi pada tahun 30 H/ 650 M.
5
Naskah mushaf Usmany adalah naskah yang dikirim pada masanya. Sebagai kenang-
kenangan atas jasa-jasanya, Utsman disebut juga Al-imam. Mushaf Usmany di salin dan
diberi tanda-tanda bacaan di Mesir seperti yang kita liat sekarang ini.
b.      Menyalin dan membuat Alquran standar yang disebut dengan kodifikasi Alquran.
Standarisasi Alquran ini perlu diadakan. Karena, pada masa itu, wilayah Islam sangat luas
dan didiami oleh berbagai suku bangsa dan dialek yang tidak sama. Karena itu, di kalangan
pemeluk agama islam terjadi perbedaan ungkapan dan ucapan tentang ayat-ayat alquran yang
disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara mengungkapakan itu menimbulkan perbedaan
arti.
c.       Umar berijtihad bahwa istri yang dicerai suaminya yang sedang sakit dan suaminya itu
meninggal dunia, maka istri tersebut mendapat harta pusaka jika suaminya meninggal dalam
masa tunggu (iddah), apabila suaminya meninggal setelam masa iddah, maka istri tersebut
tidak mendapat harta warisan.
d.      Meluaskan daerah pemerintahan sampai ke baros, Maroko, India dan Konstantinopel.
4.      Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman meninggal dunia, orang-orang terkemuka memilih Ali bin Abi Thalib
menjadi khalifah keempat. Ia memerintah dari tahun 656 sampai tahun 662 M. Sejak kecil ia
diasuh dan didik oleh Nabi Muhammad, oleh karena itu, hubungannya rapat sekali dengan
Nabi.  Ali adalah keponakan dan menantu Nabi SAW, setelah ia menikah dengan putri Nabi,
Fathimah Az-zahra. Ketika Nabi Muhammad masih hidup, Ali sering ditunjuk oleh Nabi
menggantikan beliau menyelesaikan masalah-masalah penting. Nabi Muhammad sendiri
pernah menyatakan bahwa hubungan Nabi dengan Ali dapat dimisalkan seperti Nabi Musa
dan Harun. Dan karena itu pula, orang berkata bahwa Ali telah mengambil suri teladan, ilmu
pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan hati Nabi Muhammad Saw. Karena itu banyak
orang yang berpendapat bahwa ia lebih berhak menjadi khalifah daripada yang lainnya. Yang
berpendapat demikian terkenal dengan golongan syi’ah.
Diantara ijtihad Ali adalah tentang seorang yang menikah dengan seorang perempuan.
Ketika ia bermaksud melakukan perjalanan tanpa membawa isterinya, keluarga istrinya
mengancam bahwa pernikahan dengan isterinya talah berakhirr, istri itu belum memperoleh
kiriman. Hal itu kemudian diadukan ke Ali, Ali berkata bertindaklah bijaksana sampai
suaminya menyataka talak, Ali menolaknya, Ali bermaksu bahwa sumpah atau akad talak
yang debarengi denga syarat tidak sah.
Semasa pemerintahan Ali, tidak banyak yang diperbuat untuk mengembangkan hukum
islam. Hal ini dikarenakan keadaan Negara tidak stabil. Di sana sini timbul bibit-bibit
perpecahan yang serius dalam tubuh umat Islam yang bermuara pada perang saudara dan
timbulnya kelompok-kelompok besar umat islam sekarang ini, antara lain :
1. Kelompok Ahlussunnah waljamaah (suni), yaitu kelompok atau jamaah yang
berpegang teguh pada sunnah Nabi Muhammad;
2. Kelompok syiah yaitu pengikut Ali bin Abi Thalib.
Dasar perpecahan adalah perbedaan pendapat mengenai masalah politik, yakni siapa saja
yang berhak menjadi khalifah, masalah pemahaman akidah, pelaksanaan ibadah, system
hukum dan kekeluargaan. Golongan syiah banyak terdapat di Lebanon, Irak, Pakistan, dan
India. Bekas pengaruhnya terdapat di Indonesia, tepatnya di Tanjung Priok, di Pasar Koja.
6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
         Sumber pensyariatan (perundang-undangan) pada masa sahabat adalah
a.       Al-Quaran
b.      As-Sunnah
c.       Ijma’
d.      Logika (ra’yu)
         Pengistimbatan pada masa khulafaurrasyidin sebatas kasus-kasus yang terjadi saja.
Mereka tidak memprediksikan masalah-masalah yang belum terjadi dan tidak mengira-ngira
bahwa hal itu akan terjadi lalu meneliti hukumnya sebagaimana ulama mutaakhirin. Sahabat
membatasi pada kasus-kasus yang perlu difatwakan saja. Mereka tidak menyenangi hal itu
dan mereka tidak menampakkan pendapat tentang sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi, jika
sesuatu itu terjadi mereka ijtihad untuk mengistimabtkan hukumnya.
         Perkembangan tasyrik pada masa khulafaurrasyidin itu disesuakan dengan masa
kekhalifahannya, karena semakin berkembangnya zaman semakin benyak masalah baru yang
ditimbulkan, sehingga khlalifah atau para mijtahid memerlukan untuk berijtihad memenumak
jalan keluar dari sebuah masalah. Masing-masing khlalifah memiliki kebijakan sendiri dalam
memnyelasaikan sebuah masalah yang muncul.

7
DAFTAR PUSTAKA

Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Rosda Karya, 2000.
Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, Semarang: Darul Ikhya, 1980.
Ra

syad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, Jakarta: Amzah, 2011.


Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001.
www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.

[1] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2011), hal 57-63.


[2] Muhammad Zuhri, Terjemahan Tarikh Tasyrik Al-Islam, (Semarang: Darul Ikhya, 1980),
hal 256.
[3] www.TARIKH TASYRI’ MASA KHULAFAUR RASYIDIN _ lailynurarifa site's.htm.
[4] Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Bandung: Rosda Karya, 2000),
hal 45.

[6]  Supiana dan Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), hal 289.

Anda mungkin juga menyukai