Anda di halaman 1dari 29

Kewajiban Penyusunan

Laporan Keuangan Korporasi

Group F
Nama Anggota
● (041811333093) Farel Ivan Hutama Putra
● (041911333032) Putri Waqiah Mulya M.S.
● (041911333045) Adelia Putri A.
● (041911333150) Salsabila Qotrunnada
● (041911333226) Haura Mahirah
01 02 03
UU PT NOMOR 40 PP NOMOR 24 PP NOMOR 64
TAHUN 2007 TAHUN 1998 TAHUN 1999

04
Kepmenperindag
05
UU Nomor 3
121/2002 Tahun 1982
01
UU PT NOMOR 40 TAHUN 2007
BAB IV BAGIAN KEDUA
LAPORAN TAHUNAN
Pasal 66
(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan
Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
sekurang-kurangnya:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang
baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi
dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,
serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris
selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Pasal 66
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang
wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk
diaudit apabila:
a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai
paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
f. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan
keuangan tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan
dalam 1 (satu) surat kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
Dengan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Publik (AP) atau Kantor
Auditor Publik (KAP) berarti telah melakukan pengujian apakah laporan
keuangan sudah tepat atau belum. Auditor Publik akan memberikan opini
dari hasil audit laporan keuangan dengan klasifikasi berikut:
a. Wajar tanpa pengecualian (Laporan keuangan sudah sesuai dengan
standar akuntansi)
b. Wajar dengan pengecualian (Laporan keuangan masih terdapat
kesalahan penyajian tetapi bisa diandalkan kewajarannya)
c. Tidak wajar (Laporan keuangan tidak sesuai standar akuntansi dan
terdapat kesalahan)
d. Menolak memberikan opini (Tidak memberikan pendapat karena
informasi dan bukti yang terbatas dalam proses audit)
02
PP NOMOR 24 TAHUN 1998
1. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
melakukan kegiatan secara tetap dan terus
menerus dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba, baik yang
diselenggarakan oleh orang perorangan
maupun badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum, yang di
dirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
2. Menteri adalah Menteri yang bertanggung
jawab dalam bidang perdagangan
1. Semua perusahaan wajib menyampaikan
Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri.
2. Laporan Keuangan Tahunan merupakan
dokumen umum yang dapat diketahui oleh
masyarakat.
1. Menteri atau pejabat yang ditunjuk
memberikan pelayanan informasi keuangan
perusahaan kepada masyarakat.
2. Pemberian pelayanan informasi keuangan
perusahaan dikenakan biaya yang besarnya
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri, dan merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).
03
PP NOMOR 64 TAHUN 1999
PASAL I
Mengubah beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi
Keuangan Tahunan Perusahaan sebagai berikut :

1. Mengubah ketentuan Pasal 3, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 3

1) Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) meliputi:
a) Neraca;
b) Laporan laba-rugi;
c) Laporan perubahan ekuitas;
d) Laporan arus kas, dan
e) Catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk
kredit bank dan daftar penyertaan modal.
2) Uraian dan rincian Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri
Keuangan."
PASAL I
1. j

2. Mengubah ketentuan Pasal 4 sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 4

(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berlaku bagi perusahaan yang berbentuk:
a. Perseroan Terbatas yang memenuhi salah satu kriteria:
1) merupakan Perseroan Terbuka;
2) bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
3) mengeluarkan surat pengakuan utang;
4) memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah);
5) merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya diwajibkan oleh bank untuk
diaudit.
b. Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik
Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di
dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari
perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Daerah.
(2) Laporan Keuangan Tahunan bagi perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah laporan
yang telah diaudit oleh Akuntan Publik."
PASAL I
1. j
2. j

3. Menambah ketentuan baru diantara Pasal 4 dan Pasal 5 yang dijadikan Pasal 4A, sebagai
berikut:

“Pasal 4A

Ketentuan mengenai besarnya aktiva atau kekayaan perusahaan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 4 diturunkan menjadi paling sedikit
Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) mulia tahun buku 2000."
PASAL II

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


04
Kepmenperindag No. 121/MPP/Kep/2/2002
Menurut Pasal 1 angka 1 jo
Pasal 2 ayat (1) Kepmenperindag 121/2002
Instansi yang menerima pelaporan LKTP adalah
Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan,
yang merupakan unit kerja pada Direktorat Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.
Menurut Pasal 2 ayat [2]
Kepmenperindag 121/2002

Perusahaan yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan


LKTP antara lain:

● Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria:


○ Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk)
○ Memiliki bidang usaha yang berkaitan dengan
pengerahan dana masyarakat
○ Mengeluarkan surat pengakuan utang
○ Memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp
25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah)
○ Merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya
diwajibkan oleh Bank untuk diaudit
● Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta berwenang untuk
mengadakan perjanjian;
● Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum
(PERUM) dan Perusahaan Daerah.
Menurut Pasal 2 ayat [3]
Kepmenperindag 121/2002

Sebelum dilaporkan, LKTP diaudit terlebih dahulu oleh akuntan publik,


dan khusus untuk PERSERO, PERUM, dan Perusahaan Daerah
LKTP-nya diaudit oleh instansi pemerintah atau Lembaga Tinggi
Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan laporan akuntan
khusus
Menurut Pasal 13
Kepmenperindagi 121/2002

Disebutkan bahwa perusahaan yang tidak menyampaikan LKTP


dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU
No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU WDP”).
05
UU Nomor 3 Tahun 1982
Latar Belakang
Pertimbangan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan adalah:
1. bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional dan
perkembangan kegiatan ekonomi, memerlukan adanya Daftar
Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua
pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang
menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia;
2. bahwa adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna
melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan
iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan
usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian
berusaha bagi dunia usaha;
3. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya
Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan;
Penjelasan Umum UU Wajib Daftar Perusahaan
Perlindungan kepada perusahaan-perusahaan yang
menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka merupakan
salah satu tujuan utama dari Undang-undang tentang
Wajib Daftar Perusahaan. Undang-undang tentang Wajib
Daftar Perusahaan adalah sebagai upaya dalam
Mewujudkan pemberian perlindungan, serta juga
pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan,
khususnya golongan ekonomi lemah.

Dengan adanya Daftar Perusahaan dapat dicegah atau


dihindarkan timbulnya perusahaan-perusahaan dan
badan-badan usaha yang tidak bertanggungjawab serta
dapat merugikan masyarakat
Perusahaan yang Wajib Didaftar Dalam Daftar Perusahaan
Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah
setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya
di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,termasuk di dalamnya kantor
cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan
perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk
mengadakan perjanjian.

Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini


berbentuk :
1. Badan Hukum, termasuk di dalamnya Koperasi;
2. Persekutuan;
3. Perorangan;
4. Perusahaan lainnya di luar yang tersebut pada huruf-huruf a,
b, dan c.
Perusahaan yang Dikecualikan Wajib Dalam Daftar Perusahaan
1. Dikecualikan dari wajib daftar ialah :
1. Setiap Perusahaan Negara yang berbentuk Perusahaan
Jawatan (PERJAN) seperti diatur dalam Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 40) jo. Indische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun
1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah dan
ditambah;
2. Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh
pribadi pengusahanya sendiri atau dengan
mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang
terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak
merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
2. Perusahaan Kecil Perorangan yang dimaksud dalam huruf b
selanjutnya diatur oleh Menteri dengan memperhatikan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Ancaman Sanksi

Perusahaan yang tidak menyampaikan LKTP dikenakan sanksi sesuai


dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan (“UU WDP”).

Menurut Pasal 34 ayat (1) jo. Pasal 35 UUWDP, ancaman sanksi untuk
pengurus perusahaan yang tidak melaporkan LKTP diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 2 bulan atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp1 juta.
Thanks

Anda mungkin juga menyukai