DISUSUN OLEH :
PETRUS KANISIUS EKO KRISTANTO
E0019333
0
DAFTAR ISI
1
BAB I
HUKUM PERIKATAN
2
1.4 DASAR HUKUM PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat
dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
2. Wewenang Berbuat dalam perikatan harus ada wewenang berbuat menurut hukum
yang biasanya disebut ijab-qobul, persetujuan adalah pernyataan saling memberi dan
menerima secara riil yang mengikat kedua pihak yang telah memenuhi syarat.
3. Objek Perikatan Atau Prestasi objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa
benda, terdapat beberapa syarat benda dijadikan objek perikatan. Syarat tersebut
adalah benda dalam perdagangan benda tertentu atau dapat ditentukan, benda
bergerak atau tidak bergerak berwujud atau tidak berwujud, benda itu tidak dilarang
oleh Undang-Undang atau benda halal benda itu ada pemiliknya dan dalam
penguasaan pemiliknya, benda itu dapat diserahkan oleh pemiliknya, benda itu dalam
penguasaan pihak lain berdasarkan hak yang sah.
4. Tujuan Perikatan adalah untuk terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak.
3
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban
tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
1. Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang
termasuk urusan itu sampai selesai, dengan memberikan pertanggungjawaban.
2. Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan
berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti
rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu
Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut:
ada perbuatan melawan hukum;
ada kesalahan;
ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;
ada kerugian.
4
2. Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 – 1271 KUHPer)
Perikatan ini tidak menangguhkan lahirnya perikatan, hanya menangguhkan pelaksanaannya,
ataupun menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan itu.
Contoh : saya akan menyewakan rumah saya per 1 Januari 2012 atau sampai 1 Januari 2012,
maka perjanjian itu adalah suatu perjanjian dengan ketetapan waktu.
Contoh lainnya: saya akan menjual rumah saya dengan ketentuan bahwa penghuni yang
sekarang meninggal dunia. Memang hampir sama dengan perjanjian bersyarat tetapi
perjanjian tadi adalah perjanjian dengan ketetapan waktu karena hal orang meninggal adalah
sesuatu yang pasti akan terjadi di masa depan. Sementara perjanjian bersyarat adalah sesuatu
yang belum pasti akan terjadi di masa depan.
Apabila 1 dari 2 barang itu musnah atau tidak dapat lagi diserahkan, maka perikatan itu
menjadi perikatan murni atau perikatan bersahaja.
Jika semua barang itu hilang atau musnah akibat si berutang, maka si berutang wajib
membayar harga barang yang hilang terakhir
Jika hak pilih ada pada si berutang, dan salah satu barang hilang atau musnah bukan akibat
salahnya si berutang, si berpiutang wajib mendapat barang yang satu lagi.
Jika salah satu barang hilang akibat salahnya si berutang, maka si berpiutang boleh memilih
barang yang satu lagi atau harga barang yang sudah hilang.
Jika kedua barang hilang atau salah satu hilang akibat kesalahan si berutang, maka si
berpiutang boleh memilih sesuai pilihannya.
Asas-asas di atas berlaku juga jika barang lebih dari dua ataupun perikatan untuk melakukan
suatu perbuatan.
5
4. Perikatan tanggung-menanggung atau solider (Pasal 1278 – Pasal 1295
KUHPer)
Adalah perikatan yang terdapat beberapa orang di salah satu pihak (lebih dari satu debitur
atau lebih dari satu kreditur).
Dalam hal terdapat lebih dari satu debitur maka tiap-tiap debitur itu dapat dituntut untuk
memenuhi seluruh utang. Dengan sendirinya pembayaran yang dilakukan oleh salah seorang
debitur, membebaskan debitur lainnya.
Dalam hal beberapa orang di pihak kreditur, maka tiap-tiap kreditur berhak menuntut
pembayaran seluruh utang. Pembayaran yang dilakukan kepada seorang kreditur,
membebaskan si berutang terhadap kreditur-kreditur lainnya.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296-1303
KUHPer)
Dapat atau tidak dapat dibaginya suatu perikatan adalah tergantung dari apakah barang nya
dapat dibagi atau tidak serta penyerahannya dapat dibagi atau tidak.
Meskipun barang atau perbuatan yang dimaksudkan sifatnya dapat dibagi, tetapi jika
penyerahan atau pelaksanaan perbuatan itu tidak dapat dilakukan sebagian-sebagian, maka
perikatan itu harus dianggap tidak dapat dibagi.
6
1.7 PERBUATAN LALAI (INGEBREKKESTELLINGS)
Debitur dinyatakan lalai ketika : tidak memenuhi prestasi, terlambat berprestasi, berprestasi
tapi tidak sebagaimana mestinya.
Pada umumnya wanprestasi dinyatakan baru terjadi apabila ada pernyataan lalai dari pihak
debitur dan kreditur.
Pernyataaan lalai bertujuan untuk menetapkan tenggang waktu kepada debitur untuk
memenuhi prestasinya dengan sanksi tanggung gugat atas kerugian yang dialami kreditur.
Debitur perlu diberi peringatan tertulis yang isinya peringatan untuk memenuhi prestasi
dalam waktu yang ditentukan jika debitur tidak memenuhinya maka debitur dianggap lalai
peringatan ini dapat bersifat resmi ataupun tidak resmi peringatan resmi dapat dilakukan
melalui pengadilan yang biasanya disebut somasi, sementara peringatan yang tidak resmi
biasanya melalui telegram maksimal atau disa mpaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur
dengan tanda terima atau biasa disebut ingebrekestelling. Contoh bentuk pernyataan lalai
adalah akte, eksploit dsb.
1.8 WANPRESTASI
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Tidak
dipenuhinya kewajiban oleh debitur karena dua kemungkinan yaitu karena kesalahan debitur
baik sengaja ataupun lalai dan karena keadaan memaksa yaitu diluar kemampuan debitur jadi
debitur tidak bersalah.
a. Kewajiban debitur : adalah memenuhi dan melakukan prestasi dengan baik dan tepat
waktu.
b. Bentuk wanprestasi : debitur sama sekali tidak berprestasi, keliru berprestasi,
terlambat berprestasi.
c. Macam-macam wanprestasi : debitur sama sekali tidak menyanggupi prestasi,
melaksanakan prestasi namun tidak sempurna, melaksanakan prestasi tapi terlambat
memenuhi, serta melaksanakan suatu pelanggaran dalam perjanjian.
d. Akibat hukum wanprestasi : membayar ganti rugi, membatalkan perjanjian,
pengalihan risiko, membayar biaya perkara jika sampai di pengadilan.
e. Hak kreditur dalam wanprestasi : melakukan pemenuhan , ganti rugi, pembubaran
pemutusan, pembatalan, pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap, dan pembubaran
ditambah ganti rugi pelengkap.
f. Hak-hak debitur dalam wanprestasi : adanya Overmacht, adanya wanprestasi dari
kreditur, kreditur melepaskan haknya dalam waktu tertentu.
7
1.9 HAPUSNYA PERIKATAN
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
1. Pembayaran (Pasal 1382-1403 KUHPerdata)
Yaitu pelunasan utang (uang, jasa, barang) atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur
kepada kreditur.
Misalnya perjanjian jual beli sepeda. A membeli sepeda milik B, maka saat A membayar
harga sepeda dan sepeda tersebut diserahkan B kepada A yang berarti lunas semua kewajiban
masing-masing pihak (A dan B) maka perjanjian jual beli antara A dan B dianggap
berakhir/hapus.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/konsinyasi (Pasal
1404-14012 KUHPerdata)
Yaitu suatu cara hapusnya perikatan dimana debitur hendak membayar utangnya namun
pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka kreditur bisa menitipkan pembayaran melalui
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
Misalnya, A punya utang kepada B. Akhirnya A membayar utang tersebut kepada B tapi B
menolak menerimanya. Dalam kondisi demikian, A bisa menitipkan pembayaran utangnya
tersebut melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat nanti pengadilan yang akan
meneruskannya kepada B.
Jika menitipkan melalui pengadilan ini sudah dilakukan, maka utang-piutang antara A dan B
dianggap sudah berakhir.
3. Novasi/pembaharuan utang (Pasal 1425-1435 KUHPerdata)
Adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada
dihapuskan dan kemudian suatu perikatan yang baru.
Misalnya, A punya utang Rp. 1.000.000,- kepada B, tapi A tidak sanggup bayar utangnya
tersebut. Lalu B mengatakan bahwa B tidak perlu lagi membayar utangnya sebesar Rp.
1.000.000,- tersebut, melainkan cukup bayar Rp. 500.000,- saja, dan utang dianggap lunas.
Dalam hal ini perjanjian utang piutang antara A dan B yang sebesar Rp. 1.000.000,-
dihapuskan dan diganti perjanjian utang piutang yang sebesar Rp. 500.000, – saja.
4. Perjumpaan utang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUHPerdata).
Yaitu penghapusan utang masing-masing dengan jalan saling memperhitungkan utang yang
sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan kreditur.
Misalnya A punya utang kepada B sebesar Rp. 500.000,- tapi pada saat yang sama B juga
ternyata punya utang kepada A sebesar Rp. 500.000,-. Dalam hal demikian maka utang
masing-masing sudah dianggap lunas karena “impas”, dan perjanjian utang-piutang dianggap
berakhir.
5. Konfisio/percampuran utang (Pasal 1436-1437 KUHPerdata).
Adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai
kreditur menjadi satu.
8
Misalnya, A punya utang kepada B. Ternyata karena berjodoh A akhirnya menikah dengan B.
Dalam kondisi demikian maka terjadilah percampuran utang karena antara A dan B telah
terjadi suatu persatuan harta kawin akibat perkawinan. Padahal dulunya A mempunyai utang
kepada B.
6. Pembebasan utang (Pasal 1438-1443 KUHPerdata).
Yaitu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari utang-
tangnya.
Misal, A punya utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari utangnya tersebut.
7. Musnahnya barang terutang (Pasal 1444-1445 KUHPerdata)
Yaitu perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi
prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur. Musnahnya
barang yang terutang ini digantungkan pada dua syarat (Miru dan Pati, 2011: 150):
Musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur;
Debitur belum lalai menyerahkan kepada kreditor.
8. Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUHPerdata)
Yang dimaksud “batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah “dapat
dibatalkan”. (Komandoko dan Raharjo, 2009: 11).
Misalnya, suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa (belum cakap
hukum) perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya melalui pengadilan. Dan saat
dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian tersebut pun berakhir.
9. Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUHPerdata)
Artinya syarat-syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala
sesuatu pada keadaan semula yaitu seolah-olah tidak ada suatu perjanjian. Misalnya
perjanjian yang dibuat bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban
umum (Pasal 1337 KUHPerdata) adalah batal demi hukum.
10. Lewatnya waktu/daluwarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV KUHPerdata)
Menurut Pasal 1946 KUHPerdata, daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu
atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
9
BAB II
HUKUM PERJANJIAN
10
Sementara hukum Jerman, mengenal istilah perjanjian riil dan perjanjian formal. Disebut
perjanjian riil apabila perjanjian tersebut dibuat dan dilaksanakan secara kontan dan disebut
perjanjian formal apabila perjanjian tersebut dalam bentuk tertulis.
3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Asas ini memandang bahwa suatu perjanjian memiliki kepastian hukum berkaitan dengan
akibat dari perjanjian tersebut, pihak ketiga (hakim, dll.) harus menghormati substansi
perjanjian dan tidak boleh melakukan intervensi. Asas kepastian hukum tersebut termaktub
dalam pasal 1338 ayat (1) KUHP.
4. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas ini memandang bahwa pelaksanaan substansi perjanjian antara kedua belah pihak
didasarkan pada kepercayaan dan itikad baik. Itikad baik tersebut dibedakan menjadi dua,
yaitu nisbi dan mutlak.
Itikad baik nisbi berkaitan dengan sikap dan tingkah laku subjek perjanjian secara nyata,
sedangkan itikad baik mutlak memandang bahwa penilaian itikad baik menyangkut ukuran
objektif dan tidak memihak berdasarkan norma-norma yang ada. Asas ini termasuk dalam
pasal 1338 ayat (3) KUHP.
5. Asas Kepribadian (Personality)
Asas ini memandang bahwa setiap pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan kepentingan
diri sendiri. Sebagaimana termaktub dalam pasal 1315 KUHP yang berbunyi: “Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri,” dan ditegaskan dalam pasal 1340: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang
membuatnya.”
Dengan demikian, sebuah perjanjian hanya mengikat kedua belah pihak. Kecuali, ada kasus
khusus sebagaimana disebutkan dalam pasal 1317 KUHP: “Dapat pula perjanjian diadakan
untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
11
Keempat syarat tersebut dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :
a) Syarat Subjektif
Syarat subjektif yaitu suatu syarat yang menyangkut subjek-subjek perjanjian itu, dengan kata
lain syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah
sepakat mereka mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat
perjanjian.
b) Syarat objektif
Syarat objektif adalah syarat yang menyangkut objek perjanjian itu, meliputi suatu hal
tertentu dan suatu sebab yang halal. Syarat yang ketiga dan syarat yang keempat merupakan
syarat objektif, syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu akibatnya batal demi
hukum.
12
3) Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintah.
Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara
2. Badan hukum privat, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan
pemerintah)
Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan.
13
BAB III
PENGERTIAN KONTRAK
14
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak hal ini telah diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 bw yaitu semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya
Namun perlu diingat kembali bahwa kebebasan berkontrak ini tidak boleh menyalahi aturan
seperti aturan dalam undang-undang ataupun aturan dalam kesepakatan yang telah dibuat,
pembatasan dalam.
Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa para pihak yang berkontraksi memiliki
posisi bergaining position yang seimbang
b. Asas konsensualisme
Dalam hukum perjanjian berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme. Asas
konsensualisme ini tersirat dalam ketentuan Pasal 1320 Ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, perikatan ini berasal dari kata latin “Consensus” yang berarti untuk suatu
perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan. Arti asas konsensualisme adalah pada dasarnya
perjanjian sudah lahir sejak dari terciptanya kesepakatan.
c. Asas kepastian hukum
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang menerangkan : “Segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh Pasal tersebut,
tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.
d. Asas Itikad Baik
Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak adalah berarti kepatuhan, yaitu penilaian terhadap
tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah dijanjikan dan bertujuan
untuk mencegah kelakuan yang tidak patut dan sewenang-wenang dari salah satu pihak.
e. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan ini mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan
perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.
f. Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim
diikuti. Diatur dalam Pasal 1339 jo. Pasal 1347 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
g. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak
menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur.
15
h. Asas Kepribadian
Diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata “Dalam perjanjian pada umumnya hanya mengikat
para pihak yang mengadakanperjanjian” pengecualian pada Pasal 1317 KUHPdt dan Pasal
1318 KUHPdt.
16
3.4 UNSUR BERKONTRAK
Terdapat tiga unsur terpenting dalam berkontrak, yaitu:
a. Essentialia : hal yang sangat penting dalam kontrak. contohnya seperti harga
dalamjual beli.
b. Naturalia : hal yang mengatur/ hal yang sudah diatur dalam Undang-undang.
c. Accidentalia: hal yang ditambahkan oleh pihak yang bersangkutan dalam kontrak.
17
d. Menafsirkan maksud para pihak yang melakukan perjanjian harus memperhatikan
itikad baik
18
3.9 AKIBAT SUATU PERJANJIAN
Menurut Pasal 1338 KUH Perdata
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Subekti, R. 1994. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bogor: Politeia.
Muhammad, A. Kadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Projodikoro, W. 1993. Azas-azas Hukum Perjanjian. Bandung: Sumur
INTERNET :
http://blogmharyanto.blogspot.com
http://rima-suryani.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hukum-perikatan.html
http://berbagai-ilmuku.blogspot.com/2016/03/makalah-hukum-perjanjian.html
http://hukumperjanjiandankontrak.blogspot.com/
https://www.kajianpustaka.com/2019/02/pengertian-asas-dan-jenis-perjanjian.html
http://alyaza26.blogspot.com
20