MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Dr. Syaiful Bahri, M.si
Disusun Oleh :
Nama : Aisyatul Luthfiyah
NIM : 1903016142
PEMBAHASAN
A. RUU KUHP
1. Korupsi (Pasal 604)
Dalam pasal 604, korupsi di RKUHP justru dilengkapi hukuman
yang lebih ringan dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. Dalam Pasal 604 RKUHP,
disebutkan seorang koruptor dihukum minimal penjara dua tahun dan
minimal denda Rp10 juta. Sementara dalam Pasal 2 UU Tipikor yang
memiliki rumusan sama persis, hukuman penjara itu minimal empat
tahun dan denda minimal Rp1 miliar.
2. Alat Kontrasepsi (Pasal 414 dan 416)
Pasal tersebut memuat terkait pemidanaan kegiatan promosi atau
mempertunjukkan tanpa diminta alat pencegahan
kehamilan/kontrasepsi (PDF). Aturan ini tertera dalam Pasal 414
RKUHP yang berbunyi: “setiap orang yang secara terang-terangan
mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau
menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan
kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I
(maksimal Rp1 juta).” Aturan ini dianggap kontradiktif dengan upaya
penanggulangan HIV. Sedangkan Pasal 416 RKUHP menyebutkan,
pidana tersebut dikecualikan bagi: petugas yang berwenang, mereka
yang melakukannya untuk kepentingan ilmu pengetahuan/pendidikan,
dan relawan yang kompeten yang ditugaskan pejabat yang berwenang.
3. Perzinaan (pasal 418)
Dalam draf RKUHP, Pasal tersebut mengatur tentang perzinaan
yang mana ayat 1 menyebutkan laki-laki yang bersetubuh dengan
seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan
perempuan tersebut karena janji akan dikawini kemudian mengingkari
janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling
banyak Kategori 3. Sementara ayat 2 disebutkan, dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kehamilan
dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan
untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-
undangan di bidang perkawinan di pidana penjara paling lama 5 tahun
atau denda paling banyak kategori 4.
4. Penghinaan Presiden (Pasal 218-220)
Pasal ini juga dianggap bermasalah. Dalam draf RKUHP tercantum
Pasal 218 dan 219 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan
Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 218 mengatakan setiap
orang yang dianggap "menyerang kehormatan" presiden dan wakil
presiden bisa dipidana maksimal 3,5 tahun atau denda Rp150 juta.
Sementara Pasal 219 menyebut setiap orang yang menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang
dianggap menyerang kehormatan dan martabat presiden dan wakil
presiden di depan publik, terancam hukuman paling lama empat tahun
enam bulan atau denda paling banyak kategori IV, yakni maksimal
Rp150 juta. Sedangkan Pasal 220 menegaskan perbuatan itu baru
menjadi delik apabila ada aduan dari presiden atau wakil presiden.
Hukuman lebih berat diberikan bagi yang menyiarkan hinaan tersebut.
Pada Pasal 219, disebutkan ancamannya adalah 4,5 tahun penjara.
5. Santet (Pasal 252)
Seseorang dapat diancaman pidana terkait santet. Meaki dinilai
sulit dibuktikan, penjelasan soal pasal tersebut dimaksudkan untuk
mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu
hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan
dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk
mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang
dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh
sebagai dukun teluh (santet).
6. Aborsi (pasal 251, 470-472)
Pasal 251, 470-472 RKUPH tentang tindakan pidana aborsi dengan
tanpa pengecualian, juga dinilai dapat mengkriminalisasi perempuan
korban pemerkosaan. Selain itu, petugas medis yang membantu aborsi
juga terancam dipidana.
7. Gelandangan (Pasal 432)
Pasal 432 RKUHP tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang
bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu
ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak
Kategori I atau denda Rp1 juta. Hal ini dianggap berseberangan
dengan UUD 1945 yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara.
8. Unggas (pasal 278-279)
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 548-549 KUHP dan
dimasukkan dalam draft RKUHP dalam Pasal 278-279. Bedanya
hewan ternak pada KUHP diubah menjadi unggas pada RKUHP.
"Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di
kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang
lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II," bunyi
Pasal 278 KUHP.
B. RUU PERTAHANAN
Salah satu tuntutan massa saat demonstrasi adalah menolak
pengesahan RUU Pertanahan. Menurut Sekretaris jenderal konsorsium
Pembaruan Agraria Dewi Kartika, setidaknya ada delapan persoalan dalam
RUU ini. Persoalan pertama, RUU Pertanahan dinilai bertentangan dengan
UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Baca juga: Berpakaian Serba
Hitam, Mahasiswa Protes UU KPK hingga Tolak RUU Pertanahan Meski
dalam konsiderannya dinyatakan bahwa RUU ini menyempurnakan hal-
hal yang belum diatur dalam UUPA, namun Dewi menyatakan,
substansinya semakin menjauh dan saling bertentangan. Kemudian kedua
mengenai hak pengelolaan dan penyimpangan hak menguasai negara.
Dewi mengatakan, HPL selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan
tanah serta menghidupkan kembali domain verklaring. Domain verklaring
adalah suatu pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik
negara jika seseorang tidak dapat membuktikan kepemilikannya. Lebih
lanjut, anggota Fraksi PDI-P, Arif Wibowo mengatakan, domain
verklaring merupakan konsepsi kolonial yang rentan menjerat masyarakat
hukum adat. "Mereka masih rentan terkena prinsip domain verklaring,
sebagaimana terlihat dalam Pasal 20 RUU Pertanahan," ucap Arief.
Sementara Dewi menilai, hak menguasai dari negara yang ditetapkan
melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003
dinilai diterjemahkan secara menyimpang dalam RUU ini. Hal ini
kemudian melahirkan jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan. RUU
ini juga dinilai tidak memiliki langkah konkret dalam administrasi dan
perlindungan hak ulayat masyarakat adat. Persoalan selanjutnya adalah
hak guna usaha (HGU). Menurut Dewi, di dalam RUU Pertanahan, HGU
diprioritaskan bagi pemodal skala besar. Bahkan, RUU tersebut juga tidak
mengatur keterbukaan informasi HGU seperti yang diamanatkan dalam
UU Keterbukaan Informasi Publik. Adapun, RUU ini juga mengatur
mengenai Hak Pakai yang diatur dalam Pasal 34. Hak Pakai digunakan
untuk memberikan konsesi pada usaha perkebunan, peternakan, perikanan,
dan pergaraman yang berdasar pada penggunaan tanah. Baca juga:
Masalah-masalah dalam RUU Pertanahan yang Bakal Rugikan Warga
Sipil Arief menilai, aturan ini ambigu dengan ketentuan Hak Guna Usaha.
"Jika hak pakai dapat diberikan untuk konsesi perkebunan, peternakan,
penggaraman, lantas untuk apa diatur adanya hak guna usaha?" tutur Arif.
Selain itu, pembatasan maksimum perkebunan tidak mempertimbangkan
luas wilayah, kepadatan penduduk, dan daya dukung lingkungan. Dewi
juga mengungkapkan, RUU Pertanahan mengatur impunitas penguasaan
tanah skala besar atau perkebunan apabila melanggar ketentuan luas alas
hak. Kemudian RUU Pertanahan dianggap menyamakan konflik agraria
dengan sengketa pertanahan biasa. Bahkan dalam RUU, penyelesaian
konflik diselesaikan melalui mekanisme win-win solution atau mediasi
dan pengadilan pertanahan. Lalu kemudian terdapat kontroversi mengenai
pendaftaran tanah. Dewi menerangkan, RUU Pertanahan semata-mata
hanya mempercepat sertifikasi tanah. Terakhir, RUU Pertanahan akan
membentuk bank tanah yang dinilai hanya menjawab kelhan investor soal
hambatan pengadaan dan pembebasan tanah untuk pembangunan
infrastruktur. "Jika dibentuk, bank tanah berisiko memperparah
ketimpangan, konflik, dan melancarkan proses-proses perampasan tanah
atas nama pengadaan tanah dan meneruskan praktik spekulan.
C. RUU KPK
1. Independen
Revisi UU KPK mengatur kedudukan berada pada cabang
eksekutif, KPK akan menjadi lembaga pemerintah. Meski dinyatakan
KPK tetap independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
tetapi dengan berstatus ASN dan tunduk pada UU ASN.
2. Dewan Pengawas
Revisi UU KPK memasukkan poin tentang pembuatan dewan
pengawas KPK. Dewan pengawas KPK terdiri dari lima orang,
mengawasi pelaksanaan tugasdan wewenang KPK dipilih DPR
berdasarkan usulan presiden.
3. Izin Penyadapan
Revisi UU KPK mengatur bahwa KPK harus dapat izin tertulis
Dewan Pengawas KPK sebelum menyadap. Setelah dapat izin, KPK
dapat melaksanakan penyadapan maksimal selama tiga bulan setelah
izin diberikan.
4. Kewenangan Terkait SP3
Reviisi UU KPK juga mengatur soal kewenangan KPK
menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). SP3
diterbitkan untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan
penuntutannya tidak selesa dalam jangka waktu setahun. Hal itu di atur
dalam pasal 40 Ayat 1 yang berbunyi, “ Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap
perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya
tidak selesai dalam jangka wkatu paling lama satu tahun.”
5. Asal Penyelidikan dan Penyidikan
Revisi UU pasal 43 menyebutkan, penyelidik dari Polri. Mengenai
penyidik, pasal 45 UU yang berlaku saat ini menyebutkan, penyidik
KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Revisi UU KPK mengatur
penyidik diangkat dari Polri, Kejaksaan Agung RI, dan penyidik PNS
yang diberi kewenangan khusus oleh UU.
D. RUU Pesantren
Dalam Bab Ketentuan Umum Pasal 1, dijelaskan soal definisi pendidikan
pesantren. Pendidikan pesantren mengembangkan kurikulum berbasis
kitab kuning. Pasal ini jadi kontroversi, karena tak semua pesantren
mengajarkan kitab kuning kepada santrinya.
Begini bunyi Pasal 1 ayat (2) dan (3):
Pasal 1
(2) Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh
dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum
sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau
dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
(3) Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab
keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan
Islam di Pesantren.
PENUTUP
A. Simpulan
Menurut berbagai pihak, revisi undang-undang di berbagai bidang
sangatlah tidak tepat. Disisi lain, ada pihak yang merasa dirugikan dan
dilemahkan. Disisi lainnya, ada pihak yang merasakan keuntungan dan
seakan memiliki tempat yang sangat strategis dalam pemerintahan.
Daftar Pustaka
https://palu.tribunnews.com/2019/09/07/dinilai-lemahkan-lembaga-anti-
rasuah-ini-5-poin-kontroversial-dalam-revisi-uu-kpk
https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/25/205135965/selain-
rkuhp-ini-isi-ruu-lain-yang-dianggap-kontroversial?page=all
https://news.detik.com/berita/d-4719881/kontroversi-uu-pesantren-
kitab-kuning-dan-dana-abadi/3
https://tirto.id/isi-ruu-kuhp-dan-pasal-kontroversial-penyebab-demo-
mahasiswa-meluas-eiFu
https://palu.tribunnews.com/2019/09/07/dinilai-lemahkan-lembaga-anti-
rasuah-ini-5-poin-kontroversial-dalam-revisi-uu-kpk