Anda di halaman 1dari 21

OPERATIONAL SUSTAINABILITY

PENDAHULUAN
1.latar belakang
Di masa pandemi Covid-19 melanda dunia, hampir seluruh industri terkena
dampaknya. Tak terkecuali industri kesehatan, khususnya rumah sakit. Di sisi lain,
industri rumah sakit pun harus menghadapi berbagai tantangan untuk tetap
dapat memberikan pelayanan kesehatan, baik pada penderita Covid-19 maupun
pasien umum. Secara logika, kebutuhan akan pelayanan kesehatan seharusnya
meningkat di era pandemic covid19, namun yang terjadi justru sebaliknya ,jumlah
kunjungan ke rumah sakit menurun, angka rawat inap menurun namun terjadi
peningkatan dalam kunjungan pasien dengan morbiditas keparahan tinggi dan
kritis, sehingga angka kematian meningkat. Hal tersebut menyebabkan
penurunan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan rumah sakit dalam
menghadapi kasus covid19 yang lebih meningkatkan ketakutan berkunjung ke
rumah sakit walaupun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan esensial. Di sisi
lain, rumah sakit harus segera memampukan dirinya menghadapi era paska
covid19 dengan tuntutan perubahan struktur, design konstruksi , lingkungan serta
perilaku dan budaya organisasi rumah sakit yang tentu saja membutuhkan banyak
kebutuhan finansial dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Kebutuhan akan
berbagai sumber daya dalam menghadapi pandemic dan era paska pandemic
menuntut rumah sakit harus melakukan upaya perubahan dalam rencana
startegik dan manajemen operasional yang diharapkan mampu
berkesinambungan dan tidak lagi terkesan “tergagap” dalam menghadapi
pandemic apapun nantinya.
Konsep strategi dalam pengembangan terkait evolusi rumah sakit yang timbul
akibat tantangan pandemic covid19 merupakan hal yang relatif baru atau lebih
tepatnya merupakan strategi yang harus diperbarui dalam pemahamannya.
Referensi konsep strategi banyak bersumber pada materi mengenai ilmu ekonomi
manajemen perusahaan. Sebelum pandemic ini rumah sakit kurang memfokuskan
diri pada sisi ekonomi yang merencanakan kehidupan bisnis rumah sakit yang
berkelanjutan dan lebih cenderung kea rah manajemen konvensional, berbasis
social dan berakibat timbulnya “keterkejutan dan kegagapan” saat harus
menghadpi era pandemic yang seharusnya sudah dapat diantisipasi oleh rumah
sakit . ironisnya keterkejutan tidak hanya melanda klinisi tetapi juga melanda
manajemen rumah sakit dan banyak menyebabkan kebangkrutan dan kematian
rumah sakit .
Apakah tindakan mengacu pada konsep manajemen lembaga usaha merupakan
suatu hal yang tidak sepantasnya ataukah memang layak dilakukan? …hal ini
merupakan pertanyaan klasik yang menyebabkan rumah sakit tidak dapat
berkembang dengan baik dan mutu layanan kesehatan dan keselamatan pasien
dan sumber daya manusia di rumah sakit dapat menjadi terancam.
Dalam lingkungan pelayanan rumah sakit yang dipengaruhi oleh mekanisme pasar
maka penyusunan strategi berdasarkan konsep lembaga usaha layak
dipergunakan dengan modifikasi untuk strategi yang mendukung misi sosial.
Dengan demikian akan ada dua kelompok besar strategi rumah sakit. Strategi
kelompok pertama adalah strategi untuk mengembangkan kegiatan dengan
pengguna kelompok masyarakat yang membeli. Mereka dapat berupa pasien
yang membeli pelayanan langsung, atau melalui perusahaan asuransi
kesehatan,Jaminan kesehatan nasional atau melalui perusahaan tempat bekerja.
Strategi ini bertumpu pada mekanisme pasar. Strategi kelompok kedua adalah
untuk mendapatkan subsidi dan dana-dana Kesehatan yang berasal dari Lembaga-
lembaga negara, pemerintah daerah dan pusat , CSR sector swasta maupun
filantropi.
Sampai saat ini, kementerian kesehatan Bersama Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) dan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) beserta banyak
organisasi profesi dan perhimpunan terkait perumahsakitan masih terus berupaya
“membangunkan” rumah sakit untuk memperbarui strategi dan manajemen
operasionalnya agar mampu bangkit dan bersaing dalam dunia bisnis
perumahsakitan dalam fungsinya di bidang social dan ekonomi ,sebagai bentuk
peningkatan ketahanan negara melalui bidang kesehatan. Lembaga dalam hal ini
rumah sakit tanpa strategi yang tepat atau strategi yang tidak sesuai dengan
perkembangan zaman tentu mempunyai risiko memberikan pelayanan seadanya.
Rumah sakit tersebut menjadi tidak memiliki daya yang menarik masyarakat
menjatuhkan pilihan menggunakan jasa -rumah sakit tersebut. Bagaimanapun
juga, rumah sakit harus mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap pentingnya menjaga kesehatan secara preventif, promotive ,kuratif dan
rehabilitative agar mampu menggerakkan kembali roda perekonomian negara
dengan lebih cepat. Strategi dapat merupakan rangkaian kegiatan untuk menarik
masyarakat agar menggunakan atau berpartisipasi terhadaprumah sakit. Oleh
karena itu, dalam penyusunan strategi harus dikaitkan berbagai aspek dalam
pemasaran. Aspek-aspek seperti, siapa pengguna pelayanan kita,
Dalam sebuah survei yang dilakukan MarkPlus pada 110 responden
mengungkapkan adanya perubahan perilaku konsumen dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan fasiltas atau institusi kesehatan selama pandemi
terjadi. Jika sebelum pandemi, setidaknya mengunjungi institusi kesehatan
setidaknya satu kali dalam satu tahun sebanyak 31,8 persen. Namun, pada masa
pandemi, kunjungan ke instutsi kesehatan, seperti klinik dan rumah sakit turun
drastis. Organisasi ,dalam hal ini rumah sakit ,dituntut cepat dan tanggap
terhadap berbagai perubahan yang ada. Bagi sebuah organisasi modern,
mengikuti paradigma baru dan perkembangan kekinian dalam hal produksi
barang atau jasa menjadi sebuah keharusan.
Manajemen operasi pada prinsipnya memiliki tiga ruang lingkup, yaitu : Produksi
atau operasional (Operation function), Pemasaran (Marketing function)  dan
Keuangan (Finance function). Lingkup ini juga harus kita bawa dalam pengelolaan
rumah sakit saat ini,untuk keberlangsungannya.
Pada saat ini kita berada pada empat zaman sekaligus yang terjadi secara
bersamaan, yaitu : zaman globalisasi ekonomi, zaman teknologi informasi, zaman
strategic quality management, dan zaman revolusi manajemen. Pendiri Microsoft,
Bill Gates membagi tiga zaman perubahan yang terjadi akhir-akhir ini . Ketiga
zaman tersebut adalah zaman strategic quality management (tahun 1980-an),
zaman reengineering (tahun 1990-an) dan zaman kecepatan (tahun 2000-an).
Dalam setiap zaman tersebut terjadi perubahan yang luar biasa besarnya
terhadap kehidupan manusia. Perbedaannya, pada zaman dahulu, untuk
terjadinya perubahan besar memerlukan waktu yang cukup panjang. Kini, dalam
zama kecepatan ini maka perubahan-perubahan besar akan semakin radikal,
semakin pesat, semakin serentak, semakin pervasive dan semakin sering
terjadinya. Konsekuensi bagi setiap organisasi adalah bagaimana, meningkatkan
kemampuan untuk beradaptasi, seirama dengan semakin konstan, pesat,
serentak dan pervasifnya perubahan lingkungan yang dihadapi (Mulyadi, 2007).
Dan era pandemic covid19,memaksa manusia merasakan perubahan cepat
transformasi zaman yang muncul bersamaan.
Keadaan ini akan menjadi tantangan bagi semua organisasi termasuk organisasi
pelayanan kesehatan semisal rumah sakit. Karena itu, organisasi, manajemen
pelayanan kesehatan juga harus mampu dan tanggap lalu menyiapkan diri untuk
maju dan berkembang bersama berbagai perubahan itu. Langkah terbaik untuk
itu adalah melalui penataan manajemen operasi yang dilakukan oleh institusi
pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit.
Organisasi sendiri memiliki pengertian sebagai kumpulan orang yang memiliki
kompetensi yang berbeda-beda, yang membangun saling ketergantungan
diantara mereka untuk mewujudkan tujuan bersama, dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya (Mulyadi, 2007)
Pada lingkungan bisnis yang telah berubah saat ini, memerlukan paradigm baru
untuk menghadapinya. Paradigma yang merupakan lensa yang dipergunakan
untuk memandang dunia akan menentukan sikap dan tindakan kita / organisasi
terhadap sesuatu. Diperlukan berbagai inovasi dalam menentukan strateginya.
Bagi perusahaan di semua sector industry termasuk rumah sakit akan mengakui
bahwa inovasi sangat penting. Namun, dalam banyak kasus, inovasi hanya
dikaitkan dengan produk baru yang inovatif atau pembaruan teknis. Namun
sebenarnya , inovasi model bisnis secara signifikan lebih menguntungkan.
Perubahan perilaku pelanggan, globalisasi, dan inovasi teknologi saat ini
menciptakan "jendela peluang" untuk model bisnis baru. (https://www.lead-
innovation.com/english-blog/what-is-a-business-model-innovation).
Model bisnis tidak lebih dari model, deskripsi holistik dari konteks logis
bagaimana perusahaan menghasilkan nilai bagi pelanggannya dan dirinya sendiri.
Ilustrasi terperinci dari logika ini membuat model bisnis terlihat, dapat dinilai, dan
kemudian dapat diubah. Model bisnis perusahaan dengan demikian merupakan
unit analitik untuk secara sistematis mengidentifikasi untuk melakukan inovasi
model bisnis sebagai perubahan secara sadar model bisnis yang ada atau
penciptaan model bisnis baru yang lebih memenuhi kebutuhan pelanggan
daripada model bisnis yang ada. Bisnis model inovation adalah salah satu cara
paling efektif bagi perusahaan untuk menonjol dari persaingan dan dengan
demikian mengamankan keberadaan perusahaan, terutama di zaman yang tidak
stabil. Pada akhirnya, ini adalah masalah memecah perusahaan ke dalam blok
bangunannya, menganalisisnya dan mengevaluasinya, menciptakannya kembali,
dan, dalam kombinasi dengan blok bangunan baru lainnya, untuk mengatur
mereka kembali bersama secara sistematis.

2.fokus review
1.2.1.abstrak
Tulisan yang akan dikaji di bawah ini akan ditinjau dari sudut pandang
perumahsakitan , sebagai salah satu bisnis yang terdampak akibat covid19.

Sistem produksi dan rantai pasokan global sebagian besar terganggu karena
meluasnya pandemi virus corona (COVID-19). Sebagian besar manajer industri
dan pembuat kebijakan mencari strategi dan kebijakan yang memadai untuk
pembenahan pola produksi dan memenuhi permintaan konsumen. Bentuk
perspektif rantai pasokan global, mayoritas bahan baku diimpor dari Cina dan
negara-negara berkembang Asia lainnya. Pandemi COVID-19 telah merusak
sebagian besar jaringan transportasi dan mekanisme distribusi antara pemasok,
fasilitas produksi, dan pelanggan. Oleh karena itu, sangat penting untuk
membahas pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan di era pasca pandemi
COVID-19. Sebagian besar ekonomi terkemuka di seluruh dunia memberlakukan
penguncian total pada barang selain kebutuhan primer dan pengelolaan covid19.,
dan fokusnya telah bergeser ke lonjakan permintaan untuk produk dan layanan
penting. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan untuk beberapa produk dan
layanan nonessential. Tantangan manajemen produksi dan operasi dari situasi
pandemi dibahas dan secara memadai mengusulkan strategi kebijakan untuk
meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan sistem. Makalah ini juga membahas
berbagai operasi dan perspektif rantai pasokan untuk menangani gangguan
tersebut di masa depan.
1.2.2.pendahuluan
Dalam pendahuluannya, penulis menyatakan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) meluncurkan agenda pembangunan berkelanjutan untuk tahun 2030, yang
membahas berbagai tantangan berkelanjutan terkait degradasi lingkungan,
perubahan iklim, kelaparan nol, dan konsekuensi negatif lainnya dari berbagai
proses produksi .Agenda PBB 2030 untuk pembangunan berkelanjutan membahas
"perkembangan kehidupan sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk
segala usia". Situasi pandemi ini akan membuka dimensi baru bagi keberlanjutan
sosial orang dan organisasi manufaktur. Saat ini, sebagian besar organisasi
manufaktur dan rantai pasokan berjuang untuk mengantisipasi konsekuensi
negatif COVID-19. Sebagian besar pasar global menyusut, dan manajer industri
mencari bahan baru dan metode proses untuk mempertahankan produksi [2].
Terutama, wabah COVID-19 secara signifikan meningkatkan keberlanjutan
lingkungan organisasi, meskipun mengurangi ekonomi konsumen dan
meningkatkan tantangan bagi manajemen tenaga kerja industri.
Implikasi pandemi COVID pada tren produksi dan konsumsi yang
berkelanjutanperlu diperhatikan, dan karenanya, perubahan yang cukup besar
kemungkinan akan terlihat dalam beberapa bulan dan tahun mendatang. Haleem
et al. (2020) menyoroti berbagai bidang penelitian akademik untuk memerangi
pandemi COVID-19; peran manufaktur berkelanjutan adalah salah satunya.
Wabah COVID-19 saat ini mempengaruhi sistem produksi global dan nasional dan
perdagangan dalam skala yang lebih besar. Ketersediaan dan produksi banyak
barang penting seperti makanan, bahan makanan, dan produk farmasi berkurang
secara drastis, dan ketidakcocokan besar antara penawaran dan permintaan
diamati. Sementara itu, pandemi virus corona berdampak positif pada sisi
lingkungan produksi, karena menutup banyak unit manufaktur dan pengurangan
signifikan dalam operasi logistik dan distribusi. Namun, jaringan rantai pasokan
menunjukkan ketahanan yang buruk terhadap pandemi ini, dan hampir 35%
produsen melaporkan kegagalan jaringan rantai pasokannya karena pandemi
global coronavirus (NAM, 2020).
Jaringan produksi dan rantai pasokan global banyak terdampak akibat
penyebaran COVID-19. Pabrik manufaktur ditutup atau bekerja dengan kapasitas
berkurang. Selain rantai pasokan barang mentah dan jadi ini juga terganggu
karena pembatasan perdagangan dan transportasi. Sebagian besar COVID-19
berfokus pada perspektif ilmu kedokteran, sedangkan perspektif manajemen
produksi dan operasi yang jelas tentang COVID-19 tidak ada. Untuk mengatasi
tantangan di atas dan mengedepankan untuk mengelola produksi dan operasi
jaringan rantai pasokan. Tujuan utama dari makalah pendapat ini adalah untuk
mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh organisasi manufaktur dan
layanan, dan dimensi penelitian prospektif untuk menangani situasi pasca-
pandemi. Kontribusi utama dari makalah ini adalah untuk memberikan gagasan
yang melanggar jalur kepada para peneliti manajemen untuk menangani situasi
pandemi dalam pengaturan bisnis saat ini serta untuk membuat rencana
kontinjensi untuk mengendalikan dan merombak dalam peristiwa di masa depan.
Makalah ini juga merekomendasikan berbagai sistem pengendalian pandemi
untuk meningkatkan ketahanan dan keberlanjutan sistem produksi. Makalah ini
juga membahas perspektif keberlanjutan produksi dan konsumsi berbagai barang
dan jasa selama dan situasi pasca pandemi. Pada bagian berikut, pengendalian
pandemi dan kebutuhan akan sistem produksi dibahas bersama dengan berbagai
tahapan pandemi.
1.2.3. kontrol produksi menghadapi pandemi
Situasi pandemi mengakibatkan c muncul permintaan barang-barang produksi
langka seperti ventilator, sarung tangan, face shield, masker, dan sanitizer dengan
tarif tinggi. Selama era pandemi ini, beberapa raksasa manufaktur seperti General
Motors dan Ford Motors mengubah sistem produksi mereka untuk mendukung
kebutuhan masyarakat dalam hal memproduksi ventilator. Oleh karena itu, sistem
manufaktur yang fleksibel diperlukan untuk memenuhi persyaratan untuk barang-
barang yang diperlukan tersebut. Lembaga pemerintah nasional, organisasi
manufaktur, lembaga kesehatan harus dipersiapkan terlebih dahulu untuk
mengatasi situasi pandemi untuk mengendalikan produksi barang-barang penting
dan tidak penting selama pandemi. Ini berarti bahwa mereka harus memiliki
rencana penyangga yang cukup untuk mengatasi ketersediaan stok penyelamat
kehidupan seperti ventilator, vaksin, sanitizer, masker, dan pelindung wajah.
Era pasca COVID membuka peluang untuk transisi bisnis berkelanjutan [2], dan
perlu membuat sistem pasokan dan produksi lebih tangguh [19]. Situasi COVID-19
menciptakan ruang untuk mengembangkan sistem manufaktur yang fleksibel dan
tangguh untuk menjaga keberlanjutan ekonomi dan sosial dari proses produksi.
Tan et al. [22] membahas berbagai sistem pendukung keputusan untuk
mengembangkan sistem produksi yang tangguh. Ivanov [7] mengusulkan model
prediksi untuk mengukur dampak pandemi pada jaringan rantai pasokan dan
ketahanan manufaktur. Ketahanan jaringan rantai pasokan dan ketahanan
manufaktur perusahaan diperlukan untuk mengatasi epidemi atau peristiwa yang
mengganggu seperti [6]. Karena peristiwa yang mengganggu tersebut,
kekurangan material dan keterlambatan pengiriman terlihat pada rantai pasokan
hilir, menyebabkan efek riak dan mengakibatkan penurunan kinerja dalam hal
tingkat layanan, pendapatan, dan produktivitas proses [8,3].
Tantangan signifikan berikutnya di antara negara-negara adalah terkait dengan
penjadwalan tenaga medis terlatih, alokasi kerja, dan penjadwalan kendaraan
untuk tenaga medis serta orang-orang yang terinfeksi. Di dunia nyata, cukup
menantang untuk menghasilkan barang-barang yang diperlukan sebelum wabah
pandemi [25]. COVID-19 juga menempatkan ketakutan pada tenaga kerja untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi baru. Rumah sakit dilengkapi dengan berbagai
perubahan seperti perubahan dalam proses dan metode produksi, dan prosedur
operasi standar untuk menjaga jarak sosial di tempat kerja. Ini mengakibatkan
permasalahan tambahan pada pencapaian target produktivitas karyawan, karena
waktu tambahan diperlukan untuk mengikuti rezim baru. Oleh karena itu,
diperlukan inventaris dan alokasi kerja yang optimal dan nyata untuk berbagai
fase pandemi berupa :
• Kesiapsiagaan untuk mengatasi pandemi
• Alam dan dampak pandemi
• Langkah-langkah respons terhadap pandemi
• Evaluasi pandemi Langkah-langkah di atas perlu fokus lebih lanjut untuk
mengembangkan sistem produksi dan rantai pasokan yang lebih baik.
1.2.4. Kesiapsiagaan untuk mengatasi pandemi
Banyak organisasi produksi dan layanan yang menetapkan rencana kesiapsiagaan
untuk menghadapi situasi pandemi dengan melakukan penimbunan barang dan
bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan selama pandemi.
Dengan keterbatasannya Organisasi/rumah sakit harus lebih fokus pada
kebutuhan produksi barang-barang penting dan memastikan pasokan mereka
untuk yang tidak terduga. WHO juga merilis berbagai pedoman kesiapsiagaan,
selama COVID-19 menyebar di China. WHO mengembangkan kerangka kerja
untuk kesiapsiagaan dan respons COVID-19, yang lebih menekankan pada potensi
kasus baru dan mengurangi tingkat morbiditas dan kematian COVID-19.
Kebutuhan pelindung diri (APD) diperlukan, dan sebagian besar negara
menghadapi kekurangan APD selama wabah pandemi [17]. Swaminathan dkk[21]
melaporkan bahwakondisi , transmissibilitas, dan tingkat serangan dari pandemi
memberikan pengaruh tidak pasti. Selama penyebaran infeksi awal pandemi,
tersangka dirujuk ke rumah sakit untuk isolasi, diagnosis, dan untuk mengukur
tingkat infeksi epidemi. Strategi produksi utama diperlukan untuk mendapatkan
jumlah APD, ventilator, dan peralatan bedah lainnya yang memadai untuk
penanganan situasi pandemi [24] yang cukup. Juga, infrastruktur transportasi dan
logistik yang bertanggung jawab diperlukan untuk memenuhi permintaan
konsumen. Hale dan Moberg [5] merekomendasikan bahwa pertimbangan ulang
kebijakan yang terkait dengan sumber, perencanaan persediaan, perencanaan
transportasi, dan perencanaan produksi untuk mengurangi dampak pandemi
tersebut sangat penting. Berbagai strategi mitigasi yang harus dilakukan rumah
sakit Bersama profesi dan Lembaga pemerintah maupun swasta juga diperlukan.
1.2.5. Alam dan dampak pandemi
Penyebaran COVID-19 telah mengganggu rantai pasokan secara global dalam
beberapa hal, antara lain:
1. Melemahnya permintaan beberapa jenis produk (Produk otomotif,
transportasi umum, dan produk tekstil) 2. Meroketnya permintaan untuk
perusahaan tertentu atau produk mereka (thermal scanner, ventilator, masker
wajah, sanitizer, APD, dan barang makanan penting)
3. Kegagalan pasokan dan ketidakpastian pasokan bahan baku
4. Mempengaruhi kemampuan untuk mengirim dan menerima produk tepat
waktu karena kekurangan dan hambatan logistik
5. Memastikan kapasitas tenaga kerja untuk merakit dan mengirimkan produk
Untuk menangani masalah yang disebutkan di atas, diperlukan rencana strategi
mendapatkan pasokan barang produksi yang lancar untuk masa pandemi. Ini
melibatkan bahwa perusahaan manufaktur harus lebih tangguh dan fleksibel
untuk menghasilkan barang-barang penting untuk memenuhi permintaan
pelanggan. Teknologi produksi berbasis kecerdasan buatan (AI) direkomendasikan
untuk menghasilkan peta COVID-19 yang memungkinkan individu untuk
memutuskan tempat apa yang harus dihindari, perusahaan untuk mengelola
risiko, dan pemerintah untuk mengerahkan sumber daya. Manufaktur berbasis AI
adalah pilihan yang sangat baik untuk mempromosikan produksi digital selama
pandemi [9]. Bermitra dengan lembaga pemerintah diperlukan untuk
mengembangkan obat-obatan untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit
COVID-19 dan mengobati infeksi, mungkin mengarah ke vaksin. Penerapan
teknologi canggih seperti AI, pencetakan 3D, Analitik data, Robot, sistem fisik
cyber dapat membantu dalam mengembangkan sistem produksi yang
desentralisasi. Manufaktur digital akan membantu menjaga jarak sosial selama
proses produksi, dan akibatnya mengendalikan pergerakan pekerja.
1.2.6. Langkah-langkah respons terhadap pandemi
Pengendalian wabah Penyakit Menular Muncul (EID) didasarkan pada langkah-
langkah yang diusulkan yang diadopsi di tingkat global, nasional, regional, atau
bahkan masyarakat. Mengurangi tingkat infeksi dan reproduksi penyebaran,
tingkat kematian, dan meningkatkan kapasitas imunisasi adalah fokus utama dari
setiap upaya penahanan. Penyebaran COVID19 dapat dikendalikan dengan
memberlakukan program lockdown atau karantina di seluruh negeri. Respon
langsung terhadap setiap pandemi membutuhkan rantai pasokan medis yang kuat
dan tangguh. Produsen medis dan farmasi harus fokus pada pengembangan
vaksin, obat antiretroviral, dan pasokan medis pelengkap. Pasokan obat-obatan
dan peralatan medis juga membutuhkan manajemen rantai dingin yang tangguh.
Situasi pandemi menciptakan limbah perawatan kesehatan menular dan
membutuhkan pembuangan yang tepat [12]. Pemilihan lokasi transportasi dan
pembuangan adalah masalah khas dalam situasi pasca-pandemi. Perusahaan
logistik terbalik harus menangani limbah medis berbahaya dengan hati-hati dan
membuang dengan cara agar mereka tidak menimbulkan risiko infeksi pada
personel penanganan limbah. Pembuangan limbah medis membutuhkan sistem
penanganan dan pembuangan yang tepat untuk mengurangi kemungkinan infeksi
dan meningkatkan keberlanjutan sosial wabah pandemi [15].
Situasi pandemi secara signifikan meningkatkan emisi karbon, polusi lingkungan;
sementara sekaligus menimbulkan tantangan yang signifikan bagi kelangsungan
hidup sosial dan ekonomi kegiatan usaha. Oleh karena itu, diperlukan untuk
menilai dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari pandemi pada proses bisnis.
1.2.7. Dampak COVID-19 terhadap manajemen tenaga kerja organisasi untuk
keberlanjutan yang lebih baik
COVID-19 berdampak penting pada bergabungnya kembali para pekerja industri.
Organisasi manufaktur dan layanan harus bersiap menghadapi dampak jangka
panjang dari COVID-19. Situasi pandemi memaksa bekerja dengan tenaga kerja
yang berkurang atau tenaga kerja terbatas, yang mengurangi produktivitas proses
manufaktur. Oleh karena itu, untuk meningkatkan sisi manusia dari proses
manufaktur, diperlukan langkah-langkah keamanan yang memadai. Sistem
produksi pasca pandemi mengharuskan mempertimbangkan jarak sosial di
tempat kerja dan mengadopsi pemantauan kesehatan rutin untuk tenaga kerja.
1.2.8. Mengadopsi program pembangunan kapabilitas virtual
Meningkatkan kemampuan virtual tenaga kerja dapat menyebabkan kebugaran
digital dari pola kerja. Organisasi apakah manufaktur atau layanan harus fokus
pada pelatihan dan pembinaan bagi staf untuk menjadi tangguh.
1.2.9. Segera kaji kebijakan sumber daya manusia untuk keberlanjutan sosial
Organisasi manufaktur dan layanan harus fokus pada peninjauan kebijakan SDM
untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada, mempekerjakan pekerjaan baru ,
pemberian kompensasi & manfaat, serta kebijakan pembelajaran dan
pengembangan untuk mendukung situasi saat ini serta mengurangi dampak
pandemi pada pelatihan tenaga kerja dan pola pengembangan di masa depan.
1.2.10. Kesehatan dan kesejahteraan karyawan
Organisasi harus fokus pada kesejahteraan tenaga kerja, kesehatan mental, dan
praktik pemantauan kesehatan. Pemindaian suhu rutin dan pemeriksaan
kesehatan rutin mengurangi dampak dampak COVID-19 .
1.2.11. Berbagi pengetahuan
Organisasi harus terus mengkomunikasikan langkah-langkah organisasi dan
tindakan yang diambil terhadap COVID-19.

Bab 2.
Kajian Teori
Manajemen operasi berkelanjutan (SOM) ialah strategi menyangkut prosedur,
proses, praktik, dan sistem di mana perusahaan — secara individual atau
terorganisir dalam struktur antar-organisasi yang lebih luas — memulai,
membuat, dan memberikan output yang menguntungkan dari perspektif bisnis,
menggunakan sumber daya yang mereka miliki sambil pada saat yang sama
mengambil pelestarian atau bahkan peningkatan lingkungan alam dan / atau
sosial ke dalam program dan strateginya. Ini dibangun berdasarkan pengakuan,
bahwa perusahaan juga harus memperhitungkan masalah keberlanjutan untuk
memastikan kesuksesan dan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka panjang
(Hart, 2005; Starik, Kanashiro, & Collins, 2017). Dengan demikian, dalam konteks
bisnis yang berkelanjutan, penelitian strategi dan manajemen dibangun pada
wawasan yang lebih umum dan luas lebih dari sekedar satu disiplin ilmu I, tetapi
berusaha untuk menerapkannya secara terintegtrasi dalam konteks
keberlanjutan. Sustainable operational management / SOM memberikan
konteks yang menarik untuk mengeksplorasi lebih jauh sifat strategi. Namun,
konsep dan wawasan yang berasal dari fokus keberlanjutan juga dapat
memberikan wawasan penting tentang strategi dan disiplin manajemen.
(https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-93212-5_2) .
Indikator keberlanjutan telah diusulkan, dikembangkan, dan digunakan oleh
berbagai perusahaan yang berbeda. Ada organisasi mengaitkan keberlanjutan
dengan mengintegrasikan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Meskipun,
kenyataan ini bagi rumah sakit perlu dikonsolidasikan, dipertanyakan seberapa
berkelanjutan operasi perusahaan/rumah sakit dan bagaimana konsep ini secara
efektif dimasukkan ke produk dan layanan mereka. Model organisasi yang
menggabungkan prinsip keberlanjutan memiliki dasar teoritis dasar awal yang
sama: 'Triple Bottom Line – 3BL'; mencakup aspek-aspek yang terkait dengan
perilaku ekonomi, lingkungan, dan sosialnya. Perilaku perusahaan ditandai
dengan memproduksi barang dan jasa yang layak ekonomi menggunakan proses
produksi yang tidak berpolusi, menghemat energi dan sumber daya alam;
diproduksi, dikembangkan, dan disampaikan dalam kondisi keselamatan dan
sehat oleh semua karyawan, kolaborator, dan pelanggan; menggunakan tindakan
kreatif dan diterima secara sosial untuk menghadiri tuntutan pemangku
kepentingan (Krajnc dan Glavič, 2005, Veleva dan Ellenbecker, 2001), hal ini
sangat merupakan tantangan dengan adanya era pandemic dengan kemungkinan
melimpahnya limbah rumah sakit yang infeksius dengan materi yang mungkin
sulit untuk dimusnahkan secara alami dan memakan waktu yang cukup lama.
Teori tentang . Sustainable operational Frohlich e Dixon (2001) mempelajari
evolusi dan konsolidasi model strategi manufaktur dan berpendapat bahwa
proses ini mengikuti aturan siklus hidup, yang sebenarnya mendefinisikan
perubahan dan perkembangan mereka. Strategi operasional diubah untuk
mengintegrasikan rekomendasi keberlanjutan dalam konten dan prosesnya.
Veleva di Lowell Center for Sustainable Production (University of Massachusetts
at Lowell) melakukan studi tentang Sustainable operational dan menghasilkan
beberapa hasil yang dapat diringkas sebagai: • Keberlanjutan adalah fenomena
sistemik dan harus didekati oleh seluruh hubungan yang muncul dalam sistem
operasi. Perusahaan melaksanakannya melalui perusahaan yang diperluas
wawasan kerjanya. • Untuk model strategi operasi dan sistem aspeknya,
perspektif ekonomi adalah masalah yang matang, lingkungan sedang
dikonsolidasikan, tetapi aspek sosial sedang dikembangkan. • Diperlukan revisi
definisi nilai untuk jaringan hubungan. • Menerapkan dan mengintegrasikan
pandangan berkelanjutan untuk strategi operasi dapat dilakukan melalui siklus
hidup dan model berbasis kedewasaan.
Apa yang telah berhasil kami lakukan di Unleash & Engage adalah menemukan
Keunggulan Operasional, model 12 minggu capacity improvement, diikuti oleh
fase tiga bulan di mana kebiasaan baru capacity improvement dilaksanakan
sebagai bagian dari model Sustainable operational.
2.1.model Sustainable Operational
2.1.1.Model Sustainable operational ini terdiri dari 12 langkah dalam 12 minggu
dan dijamin akan memberikan peningkatan kapasitas 20%. Kunci utama dari
metode ini ialah kerja sama tim dengan manfaat yang terlihat adalah bahwa
tingkat keterlibatan meningkat. Diawali dengan penentuan target capacity
improvement, pada akhir sesi penerapan 12 langkah peningkatan capacity
improvement ini yaitu The 12 Steps to Sustainable Operational Excellence pada
minggu 12 akan dilakukan evaluasi dan selanjutnya melakukan pengawasan untuk
kesinambungan program ini.
Sebagai anggota tim The 12 Steps to Sustainable Operational Excellence
,sebagian besar klien mengatakan "Saya telah terlibat dalam proyek ramping dan
hal-hal perbaikan lainnya, tetapi ini adalah pertama kalinya saya melihat sesuatu
yang benar-benar transformasional. Apa yang telah kita capai dalam waktu
singkat seperti itu luar biasa".
Model The 12 Steps to Sustainable Operational Excellence berisi sejumlah tools
dan cara sederhana, yang ketika dikombinasikan bersama dengan pembinaan
kepemimpinan, dan dikerahkan dengan cara yang benar, menghasilkan hasil yang
sangat menakjubkan.
kunci keberhasilan The 12 Steps to Sustainable Operational Excellence ialah
komitmen yang dibangun bersama-sama, dengan keterlibatan tim, dan waktu dan
komitmen dari Manajer lini depan.
The 12 Steps to Sustainable Operational Excellence
1, Launch Event – Membangun pemahaman dan harapan melalui pengalaman
2, Team Vision – Membawa kebersamaan dalam tujuan untuk kegiatan sehari-
hari tim
3, Daily Stand Up Meetings – Mendorong akuntabilitas dan kinerja di seluruh tim
4, Visual Management – Membuat pekerjaan menjadi jelas, menciptakan
lingkungan berkinerja tinggi
5, Standards – Menetapkan fondasi yang kuat untuk melakukan perbaikan
6, Process Confirmation – Mengambil kesempatan untuk melihat dan melatih tim
7, The Standard Diary – Membuat/mengadakan waktu untuk hal-hal yang benar-
benar penting, setiap hari
8, Problem Solving – Meningkatkan kinerja setiap hari dengan membuat
segalanya lebih baik
9, Workload Levelling – Mendistribusikan pekerjaan secara adil dan merata di
seluruh kapasitas yang tersedia
10,Skills & Versatility – Membangun rangkaian keterampilan yang seimbang di
seluruh tim
11, Coaching & Reinforcement – Menyesuaikan gaya/manajemen untuk setiap
individu
12, Sustainment Planning – Transisi kepemilikan, mempersiapkan perbaikan lebih
lanjut
Sustainable Operational Excellence Model adalah proses yang telah dilakukan
selama beberapa tahun.
 (Greig Walker, Director at Unleash & Engage.
https://www.unleashandengage.com/uk/2018/09/07/12-steps-to-achieving-
sustainable-operational-excellence/)

2.1.2. Kleindorfer et al. (2005) juga mengadaptasi kerangka kerja empat tahap
yang diusulkan oleh Wheelwright dan Hayes (1985) untuk menilai manfaat
strategi operational sustainable dengan produksi yang berkelanjutan.
Tahapan dapat digambarkan sebagai:
1. Strategi internal saat ini adalah meningkatkan operasi internal dengan
perbaikan proses berkelanjutan yang terkait dengan keberlanjutan, seperti,
keterlibatan karyawan, pengurangan limbah, konservasi energi, dan kontrol emisi.
Di rumah sakit ,strategi internal ini perlu dikembangkan dengan inovasi
mengingat banyaknya sumber daya manusia yang juga terdampak pandemic
covid19.
2. Strategi eksternal saat ini adalah meningkatkan rantai pasokan yang
diperpanjang dengan menganalisis rantai pasokan hulu untuk melakukan trade-
off dalam pilihan bahan dan proses dan mengejar rantai pasokan loop tertutup
untuk remanufacturing dan pembuangan yang aman. Termasuk dalam usaha ini
ialah manajemen asset dan pasokan di rumah sakit agar tidak terjadi
penumpukan yang mengakibatkan timbulnya risiko kerusakan, hilang ataupun
kadaluwarsa.
3. Strategi internal untuk masa depan termasuk berinvestasi dalam kemampuan
untuk memulihkan bahan kimia penyebab polusi selama manufaktur, untuk
mengembangkan pengganti input yang tidak dapat direnewakan, dan untuk
mendesain ulang produk untuk mengurangi konten material mereka dan
konsumsi energi mereka selama manufaktur dan penggunaan. Pentingnya high
technology assessment di rumah sakit dan komite mutu rumah sakit sebagai
bagian dari sustainable operation tampak dari teori ini.
4. Strategi eksternal untuk masa depan termasuk mengembangkan kemampuan
inti dalam produk, proses, dan rantai pasokan untuk keberlanjutan jangka panjang
dan mengejar strategi untuk memfasilitasinya. Rumah sakit dalam memperbaiki
rencana strateginya perlu sangat membayangkan dan memikirkan masa depan
rumah sakit dan layanannya. Dalam era yang bercampur antara kolaboratif ,
persaingan dan VUCA ini maka rumah sakit sangat perlu melakukan segmentasi
pasar berdasarkan Analisa kinerja keuangan yang baik dan melakukan balance
score card dengan benar kemudian melakukan pemilihan pelayanan prioritas dan
unggulannya.
2.1.3. Refleksi Lamberton (2005) tentang akuntansi keberlanjutan mengikuti
pendekatan siklus hidup produk dan proses.
Dikatakan bahwa masyarakat membutuhkan informasi, yang membuat dampak
operasi organisasi harus transparan. Aspek penting dari sustainable operational
adalah memungkinkan pemangku kepentingan untuk menilai tingkat
keberlanjutan organisasi. Pemberian informasi akuntansi keberlanjutan kepada
pengguna internal akan berfokus pada penyediaan informasi yang relevan dan
bermanfaat bagi keputusan.( Lamberton, G. (2005), “Sustainability accounting - a
brief history and conceptual framework”, Accounting Forum, Vol. 29, No. 1, pp. 7-
26)
2.1.4. O'Connor (2006) mengusulkan kerangka kerja empat bidang untuk
keberlanjutan, menunjukkan bahwa ada kausalitas antara lingkup sosial,
lingkungan dan ekonomi, yang harus diorkestrasi dengan mengkoordinasikan
kegiatan dalam istilah politik atau pemerintahan. Mencapai keberlanjutan akan
berarti proses ko-evolusi menghormati 3BL, yaitu, kepuasan simultan dari tujuan
kinerja yang berkaitan dengan masing-masing dari tiga bidang. (O’Connor, M.
(2006), “The “Four Spheres” framework for sustainability”, Ecological Complexity,
Vol. 3, No. 4, pp. 285-292)
2.1.5.Hutchins dan Sutherland (2008) mengembangkan dan kerangka kerja
berbasis siklus hidup untuk menilai dimensi sosial keberlanjutan dalam rantai
pasokan. Dimensi sosial dapat ditandai dengan aspek pemerataan tenaga kerja,
kesehatan, aman, dan filantropi. Mereka mengusulkan metode dan teknik untuk
membentuk satu metrik keberlanjutan sosial untuk sebuah perusahaan. Langkah
ini didasarkan pada nilai yang disumbangkan oleh setiap mitra rantai pasokan
terhadap produk yang diminati.( Hutchins, M. and Sutherland, J. (2008), “An
exploration of measures of social sustainability and their application to supply
chain decisions”, Journal of Cleaner Production, Vol. 16, No. 15, pp. 1688-1698)
2.1.6. Tinjauan literatur Seuring dan Müller (2008), terbukti bahwa sustainable
operation terutama berfokus pada isu-isu hijau. Aspek sosial dan juga integrasi
tiga dimensi keberlanjutan masih jarang terjadi. Pengembangan kematangan
keberlanjutan didekati oleh model siklus hidup. Proses produksi tersebar di
seluruh dunia. Pelaku rantai pasokan dihubungkan oleh informasi, material, dan
aliran modal. Terintegrasi pada penciptaan nilai produk dan proses ekonomi,
beban lingkungan dan sosial yang timbul selama berbagai tahap produksi. Bahkan,
perusahaan fokus harus bertanggung jawab atas kinerja lingkungan dan sosial
pemasok mereka. Manajer operasi telah melihat masalah lingkungan dan sosial
yang terintegrasi ke dalam kegiatan sehari-hari mereka.( Seuring, S. and Müller,
M. (2008), “From a literature review to a conceptual framework for sustainable
supply chain management”, Journal of Cleaner Production, Vol. 16, No. 15, pp.
1699-1710.)
Dapat dituliskan tentang Rekomendasi strategi operasi berkelanjutan untuk
strategi operasi berkelanjutan dirumuskan berdasarkan
ọ konten dan perspektif proses
: • Sistem aspek yang menata ruang lingkup konten strategi operasi dan aspek-
aspek ini didefinisikan oleh pandangan 3BL yang diperluas. Aspek-aspeknya
mencakup: dimensi ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola.
o Kinerja atau tujuan kompetitif dapat dikategorikan dan didefinisikan menurut
tampilan Extended 3BL.
o Tujuan kinerja klasik yang didefinisikan dalam hal: biaya, kualitas, konsistensi
pengiriman, fleksibilitas, kecepatan, waktu, inovasi; mendefinisikan dimensi
ekonomi.
o Pembuatan nilai didefinisikan oleh integrasi 3BL. Yaitu :
• Perusahaan yang diperluas mendefinisikan model organisasi dan jaringan
operasi milik definisi ini.
o Model transaksional mendukung interaksi perusahaan yang diperluas dengan
pemangku kepentingannya.
• Konten strategi operasi berkelanjutan dilengkapi dengan kebijakan, proses, dan
proyek area keputusan.
o Konten area keputusan dibatasi oleh unsur struktural dan infra-struktural.
o Nilai 3BL en Extended 3BL mendefinisikan kontribusi area keputusan untuk
strategi operasi yang berkelanjutan
dalam rumusan di atas tampak dibutuhkannya actor-aktor dalam pelaksanaan
sustainable operation.
• Definisi proses strategi operasi berkelanjutan dicirikan oleh fitur inovatif dan
integratif.
o Inovasi adalah mekanisme untuk evolusi sistem dan pengembangan
kematangan.
o Integrasi membentuk dasar untuk pembuatan nilai.
o Model siklus hidup mengatur rantai nilai perusahaan yang diperluas dan juga
mengkontekstualisasikan jatuh tempo operasi yang berkelanjutan.
• keberhasilan sustainable operation dapat didefinisikan oleh lima tahap:
kepatuhan, netralitas internal, manajemen proses, manajemen jaringan operasi,
dan integrasi strategis.( SUSTOM_EurOMA_2012_full.pdf,
https://www.researchgate.net/publication/260507971 Sustainable operations
strategy: theoretical frameworks evolution Conference Paper · July 2012)

Bab 4
Pembahasan
Pengelolaan produksi dan konsumsi barang dan jasa yang penting dan tidak
penting adalah masalah keputusan yang kompleks bagi manajer industri dan
pembuat kebijakan selama situasi pandemic sehingga dibutuhkan rencana yang
strategis berbeda dari masa sebelum pandemi. Beberapa hal yang dapat
dilakukan ialah :
Rekomendasi untuk pembuat kebijakan dan praktisi
4.1. Dalam domain produksi
• Kebijakan produksi global dan nasional harus direvisi. Pemerintah perlu
mendukung sistem produksi dengan memberikan insentif yang memadai dalam
kebijakan ke depan ,hal ini akan sangat bermanfaat untuk industry
perumahsakitan yang juga merupakan amanah dari rakyat kepada pemerintah.
• Fasilitas produksi saat ini harus beralih ke manufaktur digital (atau manufaktur
berbasis industri 4.0), dan mempromosikan teknologi digital seperti AI,
pencetakan 3D, Robot, sistem cyber-fisik, Manufaktur digital, Blockchain, dll
untuk produksi barang.
• Mekanisme koordinasi yang kuat diperlukan di antara dan antara pemangku
kepentingan seperti pemerintah, produsen, lembaga medis, LSM, dan mungkin
lembaga militer untuk mengendalikan tingkat infeksi pandemi tersebut dengan
lebih baik.
• Situasi pandemi saat ini akan meningkatkan penerapan manufaktur digital di
sektor kesehatan.
• Kontrol pandemi dapat ditangani dengan adopsi sistem manajemen teknologi
informasi yang kuat untuk berbagi pola produksi dan konsumsi real-time.
4.2. Domain konsumsi
• Situasi COVID-19 menciptakan variasi besar dalam konsumsi barang-barang
penting. Oleh karena itu manajer industri harus mempertimbangkan permintaan
barang-barang penting selama pandemi.
• Penguncian /PSBB di berbagai belahan dunia memicu permintaan pengiriman
produk secara online, terutama makanan dan barang-barang kelontong, yang
menjadi penyebab tambahan limbah makanan dalam pandemi tersebut. Ini
menyerukan perlunya mengevaluasi kebijakan untuk pengelolaan sampah.
• Karena pergerakan yang dibatasi, konsumsi bahan bakar fosil berkurang secara
signifikan. Hal ini mengakibatkan peningkatan kelestarian lingkungan.
• Periode COVID-19 juga meningkatkan adopsi media sosial, yang dapat menjadi
penting bagi bisnis untuk mengevaluasi tren perilaku dan konsumsi pelanggan.
• Karena ketidakpastian, konsumen juga menumpuk komoditas penting selama
pandemi, yang dapat memberikan tekanan tambahan pada pengelolaan
permintaan pelanggan. Oleh karena itu, organisasi bisnis perlu merencanakan
keputusan pasokan dalam hal kapasitas, tenaga kerja, inventaris, dll. Akhirnya,
dampak gangguan rantai pasokan harus dianalisis dari perspektif orang.
4.3. Rantai pasokan dan domain logistik
• Selain meminimalkan biaya, persediaan, dan peningkatan pemanfaatan aset, ini
adalah kesempatan bagi manajer untuk bertransformasi dari jaringan rantai
pasokan ke Jaringan Pasokan Digital yang akan sangat membantu
mengembangkan visibilitas end-to-end, kolaborasi, responsif, kelincahan, dan
rantai pasokan dan logistik yang tangguh.
• Penyertaan DSN tidak hanya terbatas pada industri atau sektor apa pun tetapi
bahkan diperluas ke perusahaan untuk perusahaan dengan formulasi strategi
yang tangguh dan fleksibel. Tujuan khusus digitalisasi termasuk mengurangi risiko
rantai pasokan dan mempersiapkan organisasi untuk dengan cepat menyesuaikan
dan memulihkan dari gangguan tersebut.
• Pusat distribusi dan gudang dapat dilengkapi dengan robot dan kendaraan
berpemandu otomatis untuk bongkar muat barang, untuk menjaga jarak sosial.
• Mengembangkan strategi jaringan manufaktur yang cocok untuk opsi sumber
alternatif untuk bahan baku, pemasok dan penyedia layanan logistik dll untuk
mengurangi gangguan tersebut.
• Mengembangkan sistem transportasi dan distribusi yang lebih tangguh (proaktif
dan reaktif) untuk memenuhi peningkatan permintaan produksi dan konsumsi.
• COVID-19 membantu dalam meningkatkan kelestarian lingkungan dari rantai
pasokan. Namun, kelestarian lingkungan tidak cukup untuk mengatasi skenario
bisnis pasca pandemi. Para peneliti dan pembuat kebijakan harus fokus pada
pengembangan rantai pasokan ekonomi-sosial yang berkelanjutan dan tangguh.
Rantai pasokan yang tangguh harus mempertimbangkan kesejahteraan sosial
(jaminan kerja) dan praktik kesehatan dan keselamatan selama dan pasca COVID-
19

Anda mungkin juga menyukai