Dosen Pembimbing:
Dr. Eng. Muhammad Zikra, S.T., M.Sc.
Disusun oleh:
Akabrito Amsal Dewa S 04311840000095
Adinusa Gibran M 04311840000104
Bella Rosa Aliyani 04311840000097
Kevin Fadila Zahra 04311840000089
M. Yusuf Nur Prasetyo Wibowo 04311840000085
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-NYA, sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami panjatkan shalawat serta
salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya,para sahabatnya, dan
seluruh insan yang dikehendaki-Nya.
Laporan ini berbentuk tulisan yang bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Struktur Perlindungan Pantai bimbingan Pak Dr. Eng. Muhammad Zikra, S.T., M.Sc.. Laporan
ini mencoba menjelaskan proses dalam pengerjaan Desain Breakwater. Sehingga pada proses
pembelajaran, laporan ini dapat digunakan oleh orang lain sebagai modul atau referensi dalam
pengerjaan breakwater.
Kami cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah di penyusunan
laporan yang lebih baik kedepanya. Harapan kami semoga laporan ini bermanfaat dan memenuhi
harapan berbagai pihak. Amiin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………...2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………..2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pantai…………………………………………………………………………………………3
2.2 Angin…………………………………………………………………………………………3
2.3 Fetch………………………………………………………………………………………….9
2.4 Gelombang……………………………………………………………………………….....10
2.5 Pasang Surut…………………………………………………………………………………11
2.6 Return Period………………………………………………………………………………...15
2.7 Batimetri……………………………………………………………………………………..18
2.8 Refraksi……………………………………………………………………………………...18
2.9 Shoaling……………………………………………………………………………………..18
2.10 Difraksi Gelombang………………………………………………………………………..19
2.11 Refreksi Gelombang………………………………………………………………………..21
2.12 Breaking Wave……………………………………………………………………………...21
2.13 Faktor Erosi Pantai………………………………………………………………………….22
2.14 Breakwater………………………………………………………………………………….25
BAB III METODOLOGI………………………………………………………………………28
BAB IV ANALISIS DATA
4.1 Wave Set Up…………………………………………………………………………………32
4.2 Kenaikan Muka Air Laut Dalam……………………………………………………………..34
4.3 Pemanasan Global……………………………………………………………………………35
4.4 Analisis Gelombang Air Laut Dalam………………………………………………………..35
4.5 Desain Breakwater…………………………………………………………………………...37
BAB V PENTUP………………………………………………………………………………..44
BAB I
1.1 Latar Belakang
Abrasi pantai dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar dengan rusaknya beberapa
struktur pelindung pantai seperti breakwater. Sehingga dengan menghubungkan kausalitas
dari abrasi tersebut, maka gelombang yang datang dari offshore menuju shoreline memiliki
energi yang terlalu besar. Dalam mencari solusi dari masalah tersebut, diperlukan ilmu yang
mendalam untuk menentukan struktur apa-apa saja yang tepat dalam memberikan solusi. Pada
masalah ini struktur yang ditanjau berupa pemecah gelombang (breakwater) yang berfungsi
untuk meredam energi gelombang yang datang dari laut lepas.
Sebenarnya breakwater atau pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu pemecah gelombang “sambung pantai” dan “lepas pantai”. Tipe pertama banyak
digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk perlindungan
pantai terhadap erosi. Secara umum kondisi perencanaan kedua tipe adalah sama, hanya pada
tipe pertama perlu ditinjau karakteristik gelombang di beberapa lokasi di sepanjang pemecah
gelombang, seperti halnya pada perencanaan jetty.
Breakwater atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang
dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Pemecah gelombang
dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai terhadap erosi dengan menghancurkan
energi gelombang sebelum sampai ke pantai, sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan.
Endapan ini dapat menghalangi transport sedimen sepanjang pantai.
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari beberapa aspek seperti berikut ini:
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari Tugas ini adalah :
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pantai
Definisi dari pantai adalah suatu daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang
tertinggi dan air surut terendah. Daerah yang berada di sekitar pantai dinamakan pesisir, yakni
suatu daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut, seperti pasang surut, angin laut
dan rembesan air laut.
Pantai
Perairan pantai
Daratan
Laut
2.2 Angin
Angin merupakan udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan udara
dengan arah aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah atau dari daerah yang memiliki suhu atau temperature rendah ke wilyah bersuhu tinggi.
Hal ini merupakan dampak dari adanya rotasi bumi. Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara
yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan.
3
Udara yang dingin mengalir ke tempat bertekanan rendah tadi. Selanjutnya udara menyusut
menjadi lebih berat lalu turun ke tanak. Di atas permukaan tanah, udara menjadi panas sehingga
naik Kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dikarenakan konveksi
(proses merambatnya kalor melalui medium udara dan air).
Angin memiliki relasi yang erat dengan sinar matahari karena daerah yang terkena
banyak paparan sinar matahari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta tekanan udara udara
yang lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan terjadinya aliran udara.
Hal ini terbukti saat siang hari angin akan bergerak lebih cepat daripada malam hari dan juga pada
daerah khatulistiwa angin akan bergerak lebih cepat dikarenakan daerah sekitar khatulistiwa, yaitu
pada busur nol derajat, merupakan daerah yang mengalami pemanasan lebih banyak daripada
daerah lainnya di bumi.
Menurut Campbell (1986), sifat angin yang dapat dirasakan langsung oleh setiap
manusia adalah sebagai berikut:
1. Angin menyebabkan tekanan terhadap permukaan yang menentang arah angin tersebut.
3. Angin memiliki kecepatan yang beragam antar tempat dan antar waktu.
4
Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di permukaan
laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas
permukaan laut (menggunakan kapal yang sedang berlayar) atau pengukuran di darat (di lapangan
terbang) di dekat lokasi peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin laut.
Data angin yang diperlukan merupakan hasil pengamatan beberapa tahun yang
disajikan dalam bentuk tabel dengan jumlah data yang sangat besar. Kemudian diolah dan
disajikan dalam bentuk diagram yang disebut dengan mawar angin. Gambar 2.3 adalah contoh
mawar angin yang dibuat berdasarkan pengolahan data angin yang tercatat oleh Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang terdapat di sekitar daerah pantai yang direncanakan.
Gambar tersebut menunjukan presentasi kejadian angin dengan kecepatan tertentu dari
berbagai arah dalam periode waktu pencatatan. Dalam gambar tersebut garis – garis radial adalah
arah angin dan tiap lingkaran menunjukan presentasi kejadian angin dalam periode waktu
pengukuran.
Data angin dari pengukuran dengan kapal perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan
berikut (Triatmodjo, 1999) :
5
Dimana :
Kecepatan angin yang akan dipergunakan untuk peramalan gelombang adalah (Yuwono,
1992) :
Dimana :
RT = Koreksi akibat perbedaan temperatur antara udara dan air (Gb. 2.6)
6
Gambar 2.4 Koefisien koreksi kecepatan terhadap perbedaan temperatur
Untuk menggunakan grafik yang ada pada buku Shore Protection Manual (1984),
kecepatan angin tersebut masih harus dirubah ke faktor tegangan angin U A (wind-stress factor)
yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Yuwono, 1992) :
7
Dimana :
Peramalan tinggi gelombang signifikan Hs dan periode gelombang signifikan Ts, dapat
dilakukan dengan cara memasukkan nilai Wind Stress U A; panjang fetch F; dan lama hembus t D
pada Grafik SPM, 1984 . Selain dengan cara grafik, tinggi dan periode tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut :
Dimana :
Ho = tinggi gelombang
To = periode gelombang
T = durasi gelombang
8
Ts = ∑ n x To ……………………………………………. (2.9)
Dimana:
Hs = Hsignifikan
Ts = Tsignifikan
Ho = tinggi gelombang
To = periode gelombang
2.3 Fetch
Feff = i cos
Σ cos α
Dengan :
9
pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari
arah angin.
2.4 Gelombang
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh
angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit,
dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang.
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya
pembangkitnya. Diantaranya adalah:
b) gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda – benda langit
terutama matahari dan bulan,
c) gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut,
gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak, dan sebagainya.
Gelombang dapat menimbulkan energi yang dapat mempengaruhi profil pantai. Selain itu
gelombang juga menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus maupun
sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya – gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Peramalan gelombang berdasarkan data angin sebagai pembangkit utama gelombang dan
daerah pembentukan gelombang (fetch). Dari data angin dan fetch gelombang akan didapatkan
jenis, tinggi dan periode gelombang yang ada di daerah pantai. Dengan menggunakan rumus –
rumus seperti berikut :
10
START
2 / .3
gt gF
Non Fully Developed 68.8. 2 7.1
UA UA
Fully Developed
Fetch Limited
1 /2
U gF
2
2
H mo 0 .0016 . A . 2 U
g UA
H mo 0 . 2433 . A
g
1/ 3
U gF
Tmo 0.2857. A . UA
g UA 2 T mo 8 . 134 .
g
Finish
Finish
Dimana :
Pasang surut air laut adalah peristiwa naik turunnya muka air laut sebagai akibat adanya gaya
tarik-menarik antara planet-planet yang mempunyai suatu gerakan periodik, sehingga gaya yang
11
akan terjadi pada bumi akibat gaya tarik tersebut besarnya berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak dan berbanding langsung dengan massa-masssanya.
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya tarik
benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut dibumi. Meskipun
massa dibulan jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari
pada pengaruh gaya tarik matahari.
Pengetahuan pasang surut sangat penting di dalam perencanaan pelabuhan. Elevasi muka
air tertinggi (pasang) dan terendah (surut) sangat penting untuk merencanakan baengunan-
bangunan pelabuhan. Sebagai contoh, elevasi puncak bangunan pemecah gelombang, dermaga,
dsb. Ditentukan oleh elevasi muka air pasang, sementara kedalaman alur pelayaran/pelabuhan
ditentukan oleh muka air surut. Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tertinggi
(puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut
adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi yang sama
berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam 50 menit, yang tergantung
pada tipe pasang surut. Periode pada muka air naik disebut pasang, sedang pada saat sir turun
disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut dengan arus pasang surut, yang
mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang
dan arus surut terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat dimana arus berbalik
antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka
air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol.
12
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di sutau daerah dalam satu hari dapat
terjadi satu kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan empat
tipe, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis
campuran.
Mengingat elevasi di laut selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang
ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan
bangunan panatai. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang
dalam satu siklus pasang surut.
2. Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut
dalam satu siklus pasang surut.
3. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air tinggi
selama periode 19 tahun.
4. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata dari muka air rendah
selama periode 19 tahun.
5. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air tinggi
rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referansi untuk elevasi di
daratan.
6. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati.
7. Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat
pasang surut purnama atau bulan mati.
8. Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti
dalam pasang surut tipe campuran.
9. Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.
Pada umumnya sifat pasang surut di perairan ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl,
yang berbentuk :
13
K O
F 1 1
M2 S2 ………………………………………. (2.1)
F = 0.26 – 1.50 ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol (mixed,
mainly semi diurnal)
O1 = unsur pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
M2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2 = unsur pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
Metode yang digunakan adalah metode Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonik pada
melalui persamaan pasang surut :
nk
A
S A .
cos(
WG
)
t n n
n
1 n
…………………………. (2.2)
dimana :
A(t) = Amplitudo
14
t = waktu
Perkiraan interval keyakinan adalah penting dalam analisis gelombang ekstrim. Hal ini
mengingat bahwa biasanya periode pencatatan gelombang adalah pendek, dan tingkat
ketidakpastian yang tinggi dalam perkiraan gelombang ekstrim. Batas keyakinan sangat
dipengaruhi oleh penyebaran data, sehingga nilainya tergantung pada deviasi standar. Dalam
laporan ini digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Gumbel (1958) dan Goda (1988)(dalam
CERC, 1992) untuk perkiraan deviasi standar dari nilai ulang. Deviasi standar yang dinormalkan
dihitung dengan persamaan berikut :
15
1
N
1
y
nr
c
ln
v r
1
22
................... (2.3)
1
e 2
N
1.3
kln
v
......................................... (2.4)
Dimana :
Distribusi α1 α2 K c
Weibull
1.65 11.4 -0.63 0.0 1.15
(k=0.75)
Weibull
1.92 11.4 0.00 0.3 0.90
(k=1.0)
Weibull
2.05 11.4 0.69 0.4 0.72
(k=1.4)
Weibull
2.24 11.4 1.34 0.5 0.54
(k=2.0)
16
Besaran absolut dari deviasi standar dari tinggi gelombang signifikan dihitung dengan rumus
berikut :
dimana :
Interval keyakinan dihitung dengan anggapan bahwa perkiraan tinggi gelombang signifikan pada
periode ulang tertentu terdistribusi normal terhadap fungsi distribusi yang diperkirakan. Batas
interval keyakinan terhadap Hsr dengan berbagai tingkat keyakinan diberikan dalam tabel 2.2.
80 1.28 σr 10.0
85 1.44 σr 7.5
90 1.65 σr 5.0
95 1.96 σr 2.5
99 2.58 σr 0.5
17
2.7 Batimetri
Pembuatan peta batimetri merupakan salah satu bidang kajian hidrografi. Batimetri adalah
ukuran dari tinggi rendahnya dasar iaut yang merupakan sumber informasi utama mengenai dasar
laut. Perubahan kondisi hidrografi di wiiayah perairan laut dan pantai, disamping disebabkan oleh
faktor alam, juga disebabkan oleh fenomena perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut dan
proses-proses yang terjadi di wilayah hulu sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan
kandungan padatan tersuspensi oleh aliran sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di
perairan pantai. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pengkajian yang berkaitan
dengan faktor-faktor keselamatan pelayaran, salah satunya adalah pengukuran kedalaman
perairan. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi kondisi hidro oseanografi secara cepat dengan cakupan wilayah yang luas.
2.8 Refraksi
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut dalam
ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak mengalami refraksi.
Pemakaian gelombang ini bertujuan untuk menetapkan tinggi gelombang yang mengalami
refraksi, difraksi dan transformasi lainnya, sehingga perkiraan transformasi dan deformasi
gelombang dapat dilakukan dengan lebih mudah. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan
oleh bentuk :
H’0 = K’ Kr H0 ............................................................................. (2.6)
dimana :
H’0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
H0 = tinggi gelombang laut dalam
K’ = koefesien difraksi
Kr = koefesien refraksi
Konsep tinggi gelombang laut dalam ekivalen ini digunakan dalam analisis gelombang
pecah, limpasan gelombang dan proses lain.
2.9 Shoaling
18
Jika suatu gelombang menuju perairan dangkal, maka terjadi perubahan karakteristik gelombang
yang meliputi perubahan tinggi, panjang dan kecepatan gelombang. Dengan menganggap bahwa
kemiringan perairan dapat diabaikan (Pratikto dkk, 1996). Proses pendangkalan gelombang
(shoaling) adalah proses berkurangnya tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman. Kecepatan
gerak gelombang juga berkurang seiring dengan pengurangan kedalaman dasar laut, sehingga
menyebabkan puncak gelombang yang ada di air dangkal bergerak lebih lambat dibandingkan
puncak gelombang yang berada di perairan yang lebih dalam.
Koefisien Shoaling dapat dituliskan dalam bentuk :
1
/4
C 1L L
o
0
0, 4o
4464
2gh8
nh h
Ks = Atau
n o Lo
Ks = n.L …………………………………………… (2.7)
dimana :
no = 0,5 (di dalam laut)
Ks = koefesien shoaling (diperoleh dari tabel L-1 buku Teknik Pantai – Triatmodjo
1999).
Maka tinggi gelombang pada kedalaman H o akibat adanya refraksi dan shoaling adalah
H = Ks . Kr . Ho …………………………………………… (2.8)
dimana :
Ks = koefisien Shoaling
Kr = koefisien Refraksi
Ho = tinggi gelombang di laut dalam.
19
jauh dari penghalang akan memiliki energi lebih banyak (energi gelombang awal) dibandingkan
perairan di belakang penghalang yang semula tenang (tidak ada energi karena tidak ada
gelombang), terjadilah proses pemindahan energi di panjang puncak gelombang tersebut ke arah
daerah yang terlindung bangunan pantai.
Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah
tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di luar daerah terlindung. Garis puncak gelombang di
belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk busur linngkaran dengan pusatnya pada
ujung rintangan. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain
difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang
puncak gelombang menuju daerah terlindung.
Ketika gelombang berjalan melewati sebuah struktur maka akan terjadi transfer energi
gelombang sejalan dengan puncak gelombang ke balik struktur gambar (2.1). Konsentrasi densitas
energi akan menuju periode gelombang yang lebih tinggi dari spektrum. Dengan menentukan KD
untuk jarak dari periode gelombang dan arah, salah satu dapat mengevaluasi karakteristik dari
spektrum gelombang di suatu titik di daerah yang telindung oleh struktur pantai guna perencanaan
bangunan peredam gelombang.
ArahGelombang
L
Rintangan
r
A
Titikyangditinjau
Tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut
terhadap ujung rintangan r, sudut antar rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut
dengan ujung rintangan , dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan , dan
20
perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi
gelombang datang (r/L) disebut koefisien difraksi Kd.
HA = Kd . HP........................................................................... (2.9)
21
Hb 1
H0' 1
H '
0
3 ; db = 1.28 Hb ............................................ (2.11)
3.3
L0
dimana :
db = kedalaman gelombang pecah
Hb = Tinggi gelombang pecah
22
sebab, secara umum sebab erosi tersebut dapat dikelompokan menjadi dua hal, yaitu sebab alami
dan sebab buatan (disebabkan oleh manusia).
1. Sebab-sebab alami erosi pantai meliputi :
a. Naiknya muka air laut
Naiknya muka air laut dalam jangka panjang banyak terjadi di banyak tempat di dunia.
Kenaikan muka air laut relatif terjadi karena turunnya muka tanah (Land Subsidence) atau
karena muka air laut yang naik secara absolute. Akibat dari naiknya muka air laut tersebut,
garis pantai dapat mundur secara perlahan ke arah daratan
b. Perubahan suplai sedimen
Suplai sedimen ke daerah pantai dapat berasal dari daratan (blastic sediment) ataupun dari
laut (biogenic sediment). Berubahnya sumber sediment tersebut bias disebabkan oleh
proses alami pelapukan batuan di daratan ataupun karena berkurangnya debit sungai yang
mengangkut sediment. Berkurangya suplai sediment dari laut dapat disebabkan karena
daerah karang yang rusak ataupun terhambatnya pertumbuhan karang.
c. Gelombang Badai
Gelombang badai dapat menyebabkan erosi pantai, hal ini disebabkan oleh pada saat badai
terjadi arus tegak lurus pantai yang cukup besar mengangkut material pantai. Umumnya
proses erosi yang terjadi akibat gelombang badai iniberlangsung dalam waktu yang singkat
dan bersifat termporer, karena material yang tererosi akan tertinggal di surf zone dan akan
kembali ke pantai pada saait gelombang tenang (swell). Namun apabila batimetri pantau
tersebut terjal dan memiliki palung-palung pantai maka sediment yang terbawa tidak bias
kembali lagi ke pantai.
d. Overwash (limpasan)
Overwash terjadi apabila pasang tinggi yang disertai gelombang tinggi membentur pantai
melimpas diatas lidah pasir (dune). Akibat Overwash tersebut lidah pasir pantai akan
tererosi dan diendapkan di sisi dalam lidah pasir.
e. Angkutan sejajar pantai
Pemilihan (sorting) material pantai dapat berubah sesuai dengan gradasi butiran dan
keadaan lingkungan gelombangnya hal ini diakibatkan karena aktivitas gelombang.
Perbubahan tersebut dapat mengakibatkan berubahnya garis pantai ataupun erosi dan
akresi pantai.
23
f. Angkutan oleh angin
Erosi pantai dapat disebabkan karena terangkutnya sedimen oleh angin darat. Angin
berberan dalam mendistribusikan pasir pantai ke arah sejajar pantai, apabila suplai pasir
lebih kecil daripada kapasitas angkutan angin maka erosi pantai dapat terjadi.
24
2.14 Breakwater
Pemecah gelombang atau breakwater adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan gelombang
atau ombak dengan cara menyerap sebagian energi gelombang. Pemecah gelombang digunakan untuk
mengendalikan abrasi yang dapat menggerus garis pantai dan juga untuk menenangkan gelombang
dipelabuhan sehingga kapal dapat merapat dipelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
a) Reef Breakwater
Reef Breakwater Reef Breakwater adalah struktur paralel setengah tenggelam, yang
dibangun di daerah pantai guna mengurangi kekuatan gelombang ketika mencapai daerah pantai.
Hal ini dilakukan dengan menghilangkan sebagian energi gelombang ketika melewati karang.
Biasanya struktur ini dibangun dengan menggunakan struktur homogen seperti penggunaan tiang,
menggunakan armor. Struktur ini dapat didesain dengan dua jenis yaitu :
1. Dapat didesain dengan kokoh sehingga tidak dapat bergerak jika terkena ombak.
2. Juga dapat didesain secara fleksibel agar posisinya dapat ber reposisi jika terkena hantaman
gelombanng.
25
Gambar 2.11 Reef Breakwater
b) Detached Breakwater
KEUNGGULAN :
• Tidak dibangun sepanjang garis pantai yang akan di lindungi sehingga volume bahan yang
lebih sedikit..
KELEMAHAN
• Proses pembuatan relatif lebih sulit dikarenakan pembangunan dilakukan terpisah dari pantai sehingga
membutuhkan teknik khusus guna menempatkan peralatan konstruksi.
• Membutuhkan waktu agar dapat bekerja sesuai dengan fungsi karena harus menunggu terjadinya
tombolo.
26
Gambar 2.12 Detached Breakwater
c) Offshore Breakwater
27
BAB III
METODOLOGI
3.1 Parameter pada Lokasi
28
3.2 Fungsi dari bangunan breakwater
Pengurangan tenaga gelombang yang menghantam pantai dapat dilakukan dengan membuat
bangunan pemecah gelombang sejajar pantai (Offshore Breakwater). dengan adanya breakwater
gelombang yang datang akan menghantam pantai sudah pecah pada suatu tempat yang agak jauh
dari pantai, sehingga energi gelombang yang sampai di pantai cukup kecil. Breakwater juga
digunakan untuk menahan sedimen yang kembali ke laut yang disebabkan oleh arus laut (onshore-
offshore transport). Lama-kelamaan sedimen yang tertahan tersebut menumpuk dan membentuk
tombolo, tombolo ini nantinya berfungsi sebagai penahan sedimen sejajar pantai, tapi
pembentukan tombolo ini memakan waktu yang lama.
Data angin.
Jika tidak diperoleh data pengukuran langsung, data angin dapat pula
dipergunakan untuk menaksir tinggi gelombang lepas pantai, menggunakan berbagai
persamaan empiris. Untuk tujuan perancangan, suatu prosedur yang disederhanakan adalah
sbb. :
1. Pilih periode ulang yang terkait dengan usia layan struktur;
2. Analisislah data angin untuk menentukan rerata kecepatan angin setiap jam menurut
periode ulangnya;
3. Tentukan fetch efektif untuk setiap arah kompas;
4. Dapatkan kondisi-kondisi gelombang lepas pantai (Hso, Ts).
Dua efek modifikasi ini adalah refraksi gelombang dan ‘shoaling’ gelombang. Kedua efek
tersebut menjadikan ekspresi Hs efektif sbb. :
29
Hs = Kr.Ks.Hso
30
3.4 Flow Chart
31
BAB 4
ANALISIS DATA
Dengan Formula ;
L0 = 1.56 x T2 (m)
C0 = L0 / T (m/s)
C = L/T (m/s)
Ks = (n0 x L0 / n x L)0.5
H = Ks x Kr x H0 (m)
Dengan keterangan ;
d : kedalaman (m)
32
Periode
T : (s)
gelombang
panjang gelombang
L0 : (m)
laut dalam
cepat rambat
C0 : (m/s)
gelombang laut dalam
koefisien
Kr :
refraksi
koefisien shoaling
Ks :
(pendangkalan)
33
Kemudian didapatkan perhitungan sebagai berikut ini ;
d H0 T a0 n0 sin a0
(m) (m) (s) (°)
0,40 8,80 9,70 45 0,50 0,71
a H'0
cos a Kr Ks
(°) (m)
43 0,73 0,986 1,583 8,67
Keterangan ;
Periode
T = (s)
gelombang
34
Percepatan
g = (m/s2)
gravitasi
𝐇𝐛 𝟏
=
𝐇′𝟎 𝟑. 𝟑 × √𝐇′𝟎 /𝐋𝟎
𝟑
(Eq. 2-90) (m)
𝐝𝐛
= 𝟏. 𝟐𝟖
(Eq. 2-91) 𝐇𝐛 (m)
𝐇′𝟎 = 𝐊 𝐫 × 𝐇𝟎
(Section III.A) (m)
Dengan,
Hb = Tinggi gelombang saat pecah (m)
H'0 = Tinggi gelombang refracted (m)
L0 = Panjang gelombang laut dalam (m)
db = Kedalaman saat gelombang pecah (m)
H0 = Tinggi gelombang laut dalam (m)
Kr = Koefisien refraksi
35
Slope Pantai 1:50 = 0,02
H0 T H'0
m Kr H'0/gT2 Hb/H'0
(m) (s) (m)
0,02 8,80 9,70 0,986 8,6768 0,00941 0,777897
Hb db Cb
Hb/gT2 a b db/Hb
(m) (m) (m/s)
6,749652 0,00732 13,83106 4,934545 0,206898 8,639555 9,206196
4.5 Run Up
Bilangan
Irribaren
Ir = tan θ / (H'0/L0)0,5
dimana
Ir = Irribaren number
Sudut kemiringan sisi pemecah
θ = (°)
gelombang
H'0 = Tinggi gelombang di lokasi bangunan (m)
L0 = Panjang gelombang di laut dalam (m)
Bilangan
Irribaren
Ir = 2,06
36
4.6 Desain Breakwater
Penentuan struktur breakwater berdasarkan kedalaamn air dan data surt, run-up dan elevasi puncak
gelombang.
Ir Ru/H Ru
2,06 0,71 6,2
37
Sb Sw
Hb(m) T(s) db (m) (m)
6,750 9,700 8,600 -0,063 0,973
Mencari DWL
HHWL Sw SLR DWL
1,10 0,973 0,5 2,57
Mencari ELP
DWL Ru Hu ELP
2,57 6,2 0,5 9,27
Ho H Hb Lo T g Zo
8,80 8,68 6,750 146,78 9,70 9,81
MSL db MLWL LLWL HHWL MHWL
0,65 8,600 0,40 0,10 1,10 0,80
Jenis Batuan
38
Spesifikasi Tetrapod
39
Perhitungan Primary Layer.
40
Didapatkan Data sebagai berikut :
HEAD LEE
Berat butir (W) Berat butir (W)
= 6,05 m = 5,34 m
Tebal Layer Tebal Layer
= 6,05 m = 5,34 m
Jum. Butir per Jum. Butir per
10m2 10m2
= 1 butir = 2 butir
41
Secondary Layer
HEAD LEE
Berat butir (W) Berat butir (W)
= 2,81 m = 2,10 m
Jum. Butir per Jum. Butir per
10m2 10m2
= 6 butir = 7 butir
Dimensi kubus (W/Yr)^1/3 1,350444
Core Layer
Berat butir (W) Berat butir (W)
= 42 butir = 54 butir
Dimensi batuan (W/Yr)^1/3 0,497508
42
Toe Layer
HEAD LEE
Berat butir (W) Berat butir (W)
= 4,21 m = 3,72 m
Jum. Butir per Jum. Butir per
10m2 10m2
= 6 butir = 7 butir
Tinggi Berm Tinggi Berm
= 2,70 m = 2,38 m
43
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengerjaan perancangan bangunan pelindung pantai
breakwater ini adalah, telah didapatkan data dimensi Breakwater yang dirancang, yaitu
sebagai berikut ;
Tinggi breakwater 18,37318
Lebar Alas Head 74
Lebar Alas Lee 72,5
Lebar puncak 6,051643
Head
Lebar Puncak Lee 5,341102
Panjang 150
Breakwater
44
DAFTAR PUSTAKA
Pratikno, W. A., Suntoyo, Sholihin, & Kriyo S. 2013. Struktur Perlindungan Pantai. Surabaya.
Surabaya: Medisa.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Cetakan 5. Yogyakarta: Beta Offset.
45
HEAD
6.0503
PRIMARY LAYER
SECONDARY
MSL 18.3700
74.0000
LENGAN
5.3400
Primary Layer
MSL
Secondary
18.3000
5.3400
72.5000