Anda di halaman 1dari 30

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN

PENGAMBIL KEPUTUSAN

Pokok Pembahasan :
A. Proses Pengambilan Keputusan
B. Cara Pengambilan Keputusan dalam Organisasi
C. Teknik Pengambilan Keputusan
D. Asumsi Keperilakuan dalam Pengambilan Keputusan Organisasi
E. Pengambilan Keputusan oleh Pendatang Baru Versus Para Pakar
F. Peran Kepribadian dan Gaya Kognitif dalam Pengambilan Keputusan.

A. PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN


PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan merupakan proses yang selalu dihadapi dan dijalani oleh setiap
manusia dalam hidup bermasyarakat. Didalam dunia modern dewasa ini, kehidupan
manusia menuntut banyak sekali keputusan yang harus dibuat. Keputusan dapat dibuat
oleh individu, kelompok individu, organisasi, atau dapat pula keputusan yang dibuat oleh
pemerintah atau negara. Keputusan itu dibuat dengan satu tujuan yang hendak dicapai.
Dalam pengertian yang sangat popular, mengambil atau membuat suatu keputusan berarti
memilih satu dari sekian banyak alternatif.
Proses pengambilan keputusan adalah salah satu mekanisme pemikiran manusia yang
paling kompleks karena berbagai faktor dan tindakan campur tangan di dalamnya, dengan
hasil yang berbeda. Orasanu dan Connolly (1993) mendefinisikan sebagai serangkaian
operasi kognitif yang dilakukan secara sadar yang mencakup unsur-unsur lingkungan pada
waktu dan tempat tertentu. Narayan dan Corcoran-Perry (1997) mempertimbangkan
pengambilan keputusan sebagai interaksi antara masalah yang perlu dipecahkan dan
seseorang yang ingin menyelesaikannya dalam lingkungan tertentu.
Seperti banyak aktivitas sosial lainnya, proses pengambilan keputusan dapat dijabarkan
dalam langkah-langkah yang berurutan, yaitu:
1. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau peluang
Langkah ini dapat berupa respons terhadap suatu kejadian yang problematis, suatu
ancaman, atau peluang. Untuk mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang,
para pengambil keputusan memerlukan informasi mengenai lingkungan, keuangan, dan
operasi.
Sekali suatu masalah atau peluang telah ditentukan sebagai pokok perhatian, maka
masalah tersebut harus didefinisikan dengan hati-hati. Pada situasi yang kompleks,
aktivitas ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang anggota-anggotanya mempunyai latar
belakang pendidikan dan keahlian yang berbeda. Pendekatan ini membantu mengatasi
keterbatasan yang ada dalam persepsi seseorang mengenai suatu masalah.
2. Pencarian tindakan alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya
Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian tindakan
alternatif dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahapan ini, sebanyak
mungkin alternatif yang praktis didefinisikan dan dievaluasi. Pencarian tersebut sering
kali dimulai dengan melihat persamaan masalah yang terjadi dimasa lalu dan tindakan
yang dipilih pada waktu itu. Jika tindakan yang dipilih berhasil, maka kemungkinan
tindakan tersebut akan diulang. Jika tidak, pencarian terhadap alternatif tambahan akan
diperluas.
Alternatif-alternatif tersebut akan dievaluasi terkait kemampuannya untuk mecapai
tujuan organisasi tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Tujuan atau kriteria keputusan
bervariasi dari satu kondisi ke kondisi lainnya.
3. Pemilihan alternatif yang optimal atau memuaskan
Tahapan yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah memilih satu
dari beberapa alternatif. Walaupun tahapan ini tampaknya rasional, tetapi keputusan
akhir sering kali didasarkan pada pertimbangan politik dan psikologis dibandingkan pada
fakta-fakta ekonomi.
4. Penerapan dan tindak lanjut
Kesuksesan atau kegagalan atas keputusan akhir bergantung pada efisiensi dari
penerapannya. Penerapan tersebut hanya berhasil jika orang-orang yang menguasai
sumber daya organisasi (misalnya uang, orang, dan informasi) benar-benar
berkomitmen untuk melaksanakannya.

MOTIF KESADARAN
Motif kesadaran menjadi sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena
merupakan sumber dari proses berfikir. Terdapat dua faktor penting dari motif kesadaran
dalam konteks pengambilan keputusan, yaitu: (1) keinginan terhadap kestabilan atau
kepastian, serta (2) keinginan terhadap kompleksitas dan keragaman.

Keinginan terhadap kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk memprediksi hal ini
akan memenuhi keinginan individu untuk membangun bagian-bagian konsep yang sesuai
satu sama lain secara konsisten. Motif ini mengaktifkan, baik pikiran sadar maupun bawah
sadar untuk menghindari ketidakstabilan, ketidakjelasan, atau ketidakpastian informasi.

Motif kompleksitas menimbulkan keinginan terhadap suatu stimulus dan ekspolarasi, serta
mengaktifkan fikiran sadar dan bawah sadar untuk memperoleh data baru dari ingatan
atau lingkungan, untuk kemudian menyeimbangkannya dan mengaturnya dengan sejumlah
motif. Dua faktor penting dari proses pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan
prediksinya (pasti atau tidak pasti).

Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk membuat


prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model keputusan, yaitu:

1. Model keputusan yang direncanakan secara sederhana


2. Model keputusan yang tidak direncanakan secara sederhana
3. Model keputusan yang direncanakan secara kompleks
4. Model keputusan yang tidak direncanakan secara kompleks
JENIS-JENIS DARI MODEL PROSES
Motif-motif yang berada dibelakang keputusan yang bersifat kompleks. Tiga model utama
dalam pengambilan keputusan berusaha untuk mengidentifikasi motif dari seorang
pengambil keputusan dalam suatu organisasi. Model-model tersebut adalah model
ekonomi, model sosial, dan model kepuasan simon.

1. Model ekonomi
Model ekonomi tradisional ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan keputusan
manusia adalah rasional sempurna dan bahwa dalam suatu organisasi ada konsistensi
diantara beragam motif dan tujuan. Terdapat asumsi bahwa semua alternatif yang
mungkin diketahui dan bahwa probabilitas yang terkait dengan alternatif-alternatif
tersebut dapat dihitung dengan pasti. Keputusan tidak bergantung pada preferensi
pribadi, melainkan didikte oleh tujuan organisasi yang konsisten.
Berkaitan dengan aktivitas pengambilan keputusan, terdapat asumsi:
a. Keputusan akan sepenuhnya rasional terkait rencana-tujuan.
b. System pilihan yang lengkap dan konsisten yang memungkinkan adanya pemilihan
alternatif.
c. Kesadaran penuh terhadap semua kemungkinan alternatif.
d. Tidak ada batasan pada kompleksitas komputasi yang dapat ditampilkan untuk
menentukan alternatif terbaik.
e. Probabilitas kalkulasi tidak menakutkan maupun misterius.
2. Model sosial
Model ini adalah kebalikan dari model ekonomi yang ekstrim. Model ini mengasumsikan
bahwa manusia pada dasarnya irasional dan keputusan yang dihasilkan terutama
didasarkan pada interaksi sosial. Dalam hal ini terasa bahwa tekanan dan harapan rekan
kerja merupakan kekuatan utama yang memotivasi. Pada sisi yang berlawanan dengan
model rasionalitas ekonomi ada model sosial yang digambarkan secara psikologi.
Sigmun freud memandang manusia sebagai sekumpulan perasaan, emosi, dan naluri
dengan perilaku yang dipandu oleh keinginan yang tidak disadari. Jelas jika hal ini
merupakan deskripsi yang lengkap, maka orang tidak dapat membuat keputusan yang
efektif.
3. Model simon
Model ini adalah model yang lebih berguna dan praktis. Model ini didasarkan pada
konsep simon tentang manusia administratif, yang mana manusia dipandang sebagai
makluk yang rasional karena mereka memiliki kemampuan untuk berfikir mengolah
informasi, membuat pilihan, dan belajar. Akan tetapi, terdapat batasan rasionalitas
mereka. Manusia dibatasi oleh kemampuan mereka untuk memproses informasi secara
berurutan. Mereka tidak pernah memiliki informasi penuh dan memiliki kemampuan
terbatas untuk mengevaluasi data dalam jumlah besar. Dengan demikian, sikap manusia
dalam kondisi ini adalah perilaku yang berusaha memuaskan dan bukan untuk
melakukan optimalisasi. Orang menganggap suatu masalah telah selesai setelah solusi
yang layak dan “dapat diterima” ditemukan.

B. CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI


Berbagai pendekatan dalam pengambilan keputusan, seperti menggunakan pendekatan
rasional dengan menganalisis variable-variabel terkait, menggunakan metode tertentu
dengan tahapan yang jelas, dan dikerjakan oleh tenaga professional. Tenaga professional
adalah mereka yang memiliki kompetensi bidang yang diteliti dan mampu memilih metode
penelitian yang tepat dan menggunakannya.

Metode pengambilan keputusan yang rasional memang merupakan metode yang


diunggulkan oleh berbagai pihak, tetapi hasil keputusan yang dihasilkan tidak selamanya
benar dalam artian tidak dapat mengubah situasi menjadi lebih baik atau memberikan
keuntungan sebagaimana yang diharapkan, bahkan mungkin terdapat keputusan yang
sifatnya merugikan. Ketidakberhasilan dalam pengambilan keputusan rasional tersebut
disebabkan adanya prakondisi yang tidak dapat dipenuhi. Prakondisi tersebut adalah
bahwa: (1) analisis harus dilakukan oleh para professional; (2) menggunakan metode
analisis yang tepat (3) didukung dengan data yang lengkap, akurat, dan terkini; serta (4)
tersedianya cukup waktu.
RASIONAL TERBATAS
Rasionabilitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang memiliki
keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu yang sangat
kompleks dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses informasi
dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Oleh karena pemimpin tidak
memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang lengkap
mengenai keputusan yang kompleks, mereka harus satisfice. Satisfaceing berarti bahwa
pembuat keputusan memilih alternative solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan
minimal.

INTUISI
Terdapat berbagai pandangan tentang intuisi, yaitu intuisi sebagai suatu pengetahuan,
sebagai pendekatan untuk merespons suatu fenomena, dan sebagai suatu proses berfikir.
Group Taylor and Francis (2010), mendefinisikan intuisi sebagai suatu proses berfikir.

Intuisi juga dapat didefinisikan sebagai perasaan untuk mengenali sesuatu tanpa penjelasan
tetapi intuisi bukan sesuatu yang misterius. Berdasarkan pengertian tersebut, maka intuisi
dibentuk dari proses yang panjang, otomatis, tidak menggunakan pikiran sadar, dan tidak
dapat dijelaskan asal usulnya. Intuisi dikembangkan dari pengetahuan yang telah lama
diperoleh dan diakumulasikan di dalam memori.

Dalam Weil Kakabadse dinyatakan bahwa intuisi merupakan metode yang sah
(terlegitimasi) untuk proses pengambilan keputusan. Selanjutnya, Kakabadse juga
berpendapat bahwa pengambilan keputusan dengan intuisi digunakan dalam situasi
ambigu, tidak stabil, atau pada waktu terdapat informasi yang berlebihan. Senada dengan
hal tersebut, Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa pengambilan keputusan dengan
intuisi dapat dilakukan pada kondisi: (1) ketidakpastian yang tinggi, (2)
keterbatasan/ketidaklengkapan bukti,(3) tidak dapat diprediksinya variabel secara
rasional/ilmiah, (4) keterbatasan fakta-fakta, (5) tidak sepenuhnya fakta terkait dengan
permasalahan, (6) keterbatasan data untuk analisis, (7) terdapat beberapa alternatif
penyelesaian yang baik dan argumentatif, dan (8) keterbatasan waktu.

Untuk meningkatkan kemampuan intuitif, perlu diperhatikan kiat-kiat berikut:

1. Menyiapkan kondisi fisik.


Intuisi akan dapat bekerja manakala badan sehat/fit dengan perasaan tenang, senang,
dan situasi yang nyaman. Sebaliknya, intuisi sulit timbul pada kondisi sakit, lelah, sedih,
galau, takut, dan perasaan negative lainnya.
2. Mengembangkan pengalaman
Pengalaman dapat dikembangkan dengan mencatat dan mengevaluasi kejadian penting
yang telah dialami, selanjutnya merenungkan dan menginternalisasi makna kejadian
tersebut pada suasana yang tentang.
3. Belajar
Belajar dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan, seminar, dan membaca buku, dan
lain sebagainya. Dengan belajar, maka pengetahuan dan wawasan seseorang akan
bertambah, dan selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan intuisi untuk memberikan
penilaian atas situasi yang terjadi.
4. Mengamati momen timbulnya intuisi
Momen timbulnyan intuisi pada setiap orang tidak sama. Untuk itu setiap orang perlu
mengobservasi momen-momen yang tepat bagi dirinya yang dapat memunculkan
intuisi. Dalam psikologi, intuisi timbul dari pikiran bawah sadar, yang mana pikiran
bawah sadar mengalirkan gelombang theta yang dibarengi dengan munculnya
kecerdasan diri.
5. Melatih diri
Melatih diri untuk berintuisi dengan memprediksi kemungkinan yang akan terjadi. Para
pakar tidak lagi mengasumsikan bahwa pengambilan keputusan intuitif merupakan
sesuatu yang tidak rasional atau tidak efektif. Terdapat pengakuan yang semakin
berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus
tertentu, kita dapat mengandalkan pada intuisi yang sekiranya dapat memperbaiki
proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan intuitif merupakan suatu
proses tidak sadar yang diciptakan dari pengalaman yang tersaring. Intuitif ini tidak
harus berjalan secara independen dari analisis rasional. Lebih tepatnya, keduanya saling
melengkapi.

IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan dipilih yang lebih tinggi
daripada masalah yang penting. Pernyataan ini didasarkan setidaknya pada dua alasan.
Pertama, cukup mudah untuk mengenali masalah-masalah yang tampak (visible). Kedua,
perlu diingat bahwa semua orang menaruh perhatianyang besar terhadap pengambilan
keputusan dalam organisasi. Para pengambil keputusan ingin terlihat kompeten dan
menguasai masalah. Hal ini memotivasi mereka untuk memusatkan perhatian pada masalah
yang tampak bagi orang lain.

PEMBUATAN PILIHAN
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil keputusan mengandalkan
heuristis atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Heuristis adalah strategi
yang disederhanakan dalam pengambilan keputusan, yang mana para manajer dihadapkan
pada lingkungan yang kompleks, informasi yang terbatas, dan keterbatasan kognitif.
Terdapat dua kategori umum heuristis, yaitu ketersediaan dan keterwakilan.

a. Availability Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika para manajer menggunakan informasi yang telah
tersedia sebagai dasar penilaian atas peristiwa yang sedang berlangsung.
b. Representstiveness Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seseorang manajer menilai kemiripan sesuatu
berdasarkan peristiwa yang sama.
c. Anchoring and Adjustment Heuristic
Heuristis penilaian ini terjadi ketika seseorang manajer membuat keputusan
berdasarkan penyesuaian nilai yang telah ada sebelumnya.
PERBEDAAN INDIVIDUAL: GAYA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi setiap pendekatan dari
keempat pendekatan yang berbeda atas proses pengambilan keputusan. Model ini dirancang
agar dapat digunakan oleh para manajer dan memberi aspirasi bagi manajer, tetapi kerangka
kerja umumnya dapat digunakan pada setiap pengambilan keputusan apapun. Pondasi dasar
yang menjadi modal adalah pengakuan bahwa orang-orang itu berbeda pada dua dimensi.
Pertama, cara mereka berpikir. Ada orang yang memang logis dan rasional. Mereka
mengolah informasi secara berurutan (serial). Sebaliknya, ada orang yang intuitif dan kreatif.
Mereka memahami segala sesuatu secara keseluruhan. Hal yang perlu dicatat bahwa
perbedaan ini melampaui batas-batas manusiawi umumnya sebagaimana yang digambarkan
terkait rasionalitas yang terbatas. Dimensi yang kedua, toleransi pribadi terhadap
ambiguitas. Ada orang yang mempunyai kebutuhan yang tinggi untuk menyusun informasi
dengan meminimalkan ambiguitas, sementara yang lain mampu memproses banyak
pemikiran pada saat yang sama.

Orang yang menggunakan gaya direktur memiliki toleransi yang rendah atas ambiguitas dan
mencari rasionalitas. Mereka bekerja secara efisien dan logis, tetapi efisien mereka
memperhatikan hasil terkait keputusan yang diambil dengan informasi yang minimal dan
dengan beberapa alternative. Tipe direktif mengambil keputusan secara tepat dan
berorientasi jangka pendek.

Tipe analitis memiliki toleransi yang jauh lebih besar terhadap ambiguitas daripada para
pengambil keputusan yang direktif. Hal ini karena tioe analitis memiliki keinginan
mendapatkan lebih banyak informasi dan mempertimbangkan lebih banyak alternatif
daripada alternatif yang dianggap lebih benar bagi tipe direktif.
Para individu dengan gaya konseptual cenderung memiliki pandangan yang sangat luas dan
mempertimbangkan banyak alternatif. Orientasi mereka pada jangka panjang, yang mana
mereka sangat baik dalam menemukan solusi yang kreatif bagi setiap masalah.

Kategori terakhir adalah gaya perilaku yang dikarakteristikkan oleh pengambil keputusan
yang bisa bekerja baik dengan pihak-pihak lain. Mereka memperhatikan kinerja rekan kerja
dan bawahan, reseptif terhadap usulan-usulan dari orang lain, dan sangat mengandalkan
pertemuan langsung untuk menjalin komunikasi. Gaya manajer ini mencoba menghindari
konflik dan mengupayakan penerimaan.

KETERBATASAN ORGANISASI
Organisasi itu sendiri merupakan penghambat bagi para pengambil keputusan. Para
manajer, misalnya, mengambil keputusan-keputusannya untuk mencerminkan sistem
penilaian kinerja dan pemberian imbalan dengan mematuhi peraturan formal, dan
memenuhi batas waktu yang ditetapkan organisasi. Keputusan di masa lalu juga merupakan
presiden yang memaksa atas diambilnya keputusan saat ini.

C. TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN


TEKNIK PARTISIPATIF
Sebagai teknik pengambilan keputusan, partisipatif mencakup individu atau kelompok
dalam proses yang dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan memerlukan
keterlibatan intelektual, emosional, dan fisik. Sejumlah partisipasi dalam pengambilan
keputusan berkisar dari tidak adanya partisipasi pada satu sisi, yang mana manajer
mengambil keputusan dan tidak meminta bantuan atau ide dari siapapun sampai partisipasi
penuh pada sisi lainnya, yang mana setiap orang yang berkaitan akan terpengaruh oleh
keputusan menjadi sepenuhnya terlibat.

Teknik partisipasi individu adalah saat di mana karyawan mempengaruhi pengambilan


keputusan manajer. Partisipasi kelompok menggunakan teknik konsultasi dan demokrasi.
Manajer meminta dan menerima keterlibatan karyawan dalam partisipasi, tetapi manajer
mempertahankan hak untuk membuat keputusan. Dalam bentuk demokrasi, terjadi
partisipasi total dan kelompok, bukan per individu, yang mana pembuatan keputusan akhir
dilakukan dengan konsensus atau suara terbanyak.

TEKNIK KEPUTUSAN KELOMPOK


Sejauh ini, kemajuan yang terjadi dalam pengambilan keputusan beberapa tahun
belakangan ini dikarenakan teknologi informasi. Pendekatan yang didasarkan pada
informasi berdampak terhadap besarnya kesuksesan. Namun, beberapa kesimpulan
penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa teknologi informasi, mungkin bukan solusi
akhir untuk pengambilan keputusan. Kunci untuk proses pengambilan keputusan yang
efektif adalah bukan menjadi seorang ahli teknologi informasi, tetapi menjadi pembuat
keputusan yang dapat menggunakan teknologi informasi secara efisien dan efektif agar
dapat mengambil keputusan yang lebih baik.

Selain dampak teknologi informasi yang semakin maju dalam pengambilan keputusan,
terdapat kebutuhan penting di dalam teknik pengambilan keputusan yang berorientasi pada
perilaku. Namun sayangnya, hanya teknik perilaku partisipatif yang sejauh ini dibahas yang
tersedia bagi manajer. Tidak banyak usaha untuk mengembangkan teknik yang dapat
membantu membuat keputusan terkait pemecahan masalah yang lebih kreatif.

Kreativitas pengambilan keputusan dapat diterapkan pada individu atau kelompok karena
pengambilan keputusan individu membantu pengambilan keputusan dalam organisasi saat
ini, sehingga pemahaman mengenai dinamika kelompok dan tim menjadi relevan dengan
pengambilan keputusan.

TEKNIK DELPHI
Teknik Delphi dipopulerkan belakangan ini sebagai teknik pengambilan keputusan kelompok
untuk prediksi jangka panjang. Teknik ini memiliki beberapa variasi, tetapi umumnya
berkinerja sebagai berikut:
a. Sebuah kelompok (biasanya terdiri dari pada ahli, tetapi dalam kasus ini bukan para ahli
pun mungkin senagaja menggunakannya) dibentuk, tetapi anggota tidak berinteraksi
langsung (tatap muka) satu sama lain. Dengan demikian, biaya pengeluaran untuk
mempertemukan kelompok dapat dikurangi.
b. Setiap anggota diminta membuat prediksi atau input tanpa mencantumkan nama untuk
setiap keputusan kelompok.
c. Setiap anggota kemudian menerima umpan balik gabungan dari orang lain. Dalam
beberapa variasi, alasan dicantumkan (tanpa nama), tetapi kebanyakan hanya berupa
data dan daftar gabungan yang digunakan.
d. Pada umpan balik, dilakukan babak lain dari input anonim. Pengulangan terjadi pada
sejumlah waktu yang telah ditetapkan atau sampai umpan balik gabungan tetap sama,
yang berarti setiap orang masuk dalam posisinya.
Kunci utama keberhasilan teknik ini adalah anonimitasnya. Kaberlanjutan respons anggota
kelompok Delphi yang tanpa nama menghapus masalah “menjaga gengsi” dan mendorong
para ahli untuk lebih fleksibel dan merasa diuntungkan dari penilaian orang lain.

TEKNIK KELOMPOK NOMINAL


Teknik kelompok nominal hamper serupa dengan teknik Dephi dalam proses pengambilan
keputusan kemlompok. Kelompok nominal telah digunakan oleh ahli psikologi social dalam
penelitiannya selama bertahun-tahun. Kelompok nominal hanyalah “kelompok diatas
kertas.” Hal ini hanya nama kelompok karena tidak ada interaksi verbal antar anggota. Dalam
kaitannya dengan jumlah ide, keunikan ide, dan kualitas ide, penelitian menemukan bahwa
kelompok nominal lebih unggul dibandingkan kelompok riil. Kesimpulan umum adalah
kelompok yang berinteraksi mempunyai disfungsi tertentu yang menghalangi kreativitas.

Saat pendekatan kelompok murni dikembangkan menjadi teknik khusus untuk pengambilan
keputusan dalam organisasi, pendekatan ini dinamakan Nominal Group Technique (NGT) dan
terdiri dari langkah-langkah berikut,

a. Munculah gagasan yang tidak dapat dinyatakan melalui tulisan.


b. Umpan balik round-robin dari anggota kelompok yang mencatat setiap ide dalam
frasa pendek pada flip chart atau papan tulis.
c. Pembahasan dari setiap gagasan yang tercatat untuk melakukan klarifikasi dan
evaluasi.
d. Voting individu mengenai gagasan yang menjad prioritas dengan keputusan
kelompok yang diambil secara matematis berdasarkan peringkat.

D. ASUMSI KEPERILAKUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI


PERUSAHAAN SEBAGAI UNIT PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Perusahaan dapat dianggap senagai unit pengambilan keputusan yang serupa dalam banyak
hal dengan seorang individu. Masalah keputusan yang dihadapi perusahaan begitu banyak
dan kompleks. Masalah tersebut sering kali melibatkan lebih dari satu departemen atas
aktivitas tertentu. Keputusan yang bersifat rutin atau berulang muncul secara regular,
sementara keputusan lainnya biasanya bersifat unik dan tidak berulang.

Untuk mengatasi kelebihan beban dalam pengambilan keputusan, organisasi


mengembangkan “prosedur operasi standar” yang formal atau tidak formal untuk masalah-
masalah yang sifatnya berulang. Prosedur operasi standar ini menjadi “aturan pengambilan
keputusan” untuk keputusan rutin dalam bidang-bidang, seperti manajemen persediaan,
perhitungan biaya, penetapan harga, dan pemrosesan pesanan. Keputusan dibuat
berdasarkan aturan pengambilan keputusan yang telah ditentukan sebelumnya yang
disebut dengan keputusan yang direncanakan. Cybert dan March (1963) menggambarkan
empat konsep dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis, yakni: (1)
resolusi semu dari konflik, (2) menghindari ketidakpastian, (3) pencarian masalah, dan (4)
pembelajaran organisasi.

RESOLUSI SEMU DARI KONFLIK


Organisasi adalah konflik dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda yang sering kali
dapat menimbulkan konflik. Oleh karena pengambilan keputusan melibatkan pemilihan atas
satu alternatif yang sesuai dengan tujuan dan harapan secara keseluruhan, maka diperlukan
suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik agar dapat mencapai tujuan.

MENGHINDARI KETIDAKPASTIAN
Ketika mengambil keputusan, organisasi secara terus-menerus akan dihantui oleh
ketidakpastian dalam lingkungan internal maupun eksternalnya. Oleh karena itu, tidak
mengherankan bahwa teori pengambilan keputusan modern telah mendedikasikan banyak
dari usahanya untuk masalah-masalah pengambilan keputusan dengan sejumlah risiko dan
ketidakpastian. Solusi yang ditawarkan sebafian besae bersifat kuantitatif dan melibatkan
prosedur pengambilan keputusan secara statistic guna mendapatkan angka ekuivalen dari
kepastian (misalnya nilai yan diharapkan, dan lain sebagainya), serta alat untuk hidup
berdampingan dengan ketidakpastian (misalnya teori permainan/game theory, simulasi,
dan model-model pengambilan keputusan probabilistic lainnya). Akan tetapi, dalam studi
mereka, Chybert dan March (1963) menemukan bahwa para pengambil keputusan dalam
organisasi sering Grringmenggunakan strategi yang kurang rumit ketika berhadapan dengan
risiko dan ketidakpastian. Mereka menggambarkan perilaku dari para pengambil keputusan
tersebut sebagai berikut.

1. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka harus dengan benar mengantisipasi


kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dengan menggunakan
aturan-aturan pengambilan keputusan yang menekankan pada reaksi jangka pendek
dan bukan pada antisipasi terhadap kejadian jangka panjang yang sifatnya tidak pasti.
2. Mereka menghindari persyaratan bahwa mereka mengantisipasi reaksi masa depan atas
bagian-bagian lain dari lingkungannya dengan mengatur lingkungan yang
dinegosiasikan. Mereka melaksanakan rencana, prosedur operasi standar, tradisi
industry, dan kontrak yang menyerap ketidakpastian dalam lingkungan itu. Singkatnya,
mereka berusaha mencapai situasi pengambilan keputusan yang dapat dikelola secara
wajar dengan menghindari beberapa rencana ketika rencana tersebut bergantung pada
prediksi atau kejadian masa depan yang sifatnya tidak pasti dan dengan memberikan
penekanan pada rencana ketika rencana tersebut dapat dibuat sedemikian rupa,
sehingga dapat mengonfirmasikan dirinya sendiri melalui berbagai alat pengendalian.

PENCARIAN MASALAH
Elemen yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah penelurusan
tindakan-tindakan alternatif dan kuantitatif atas konsekuennya. Cybert dan March (1963)
mengembangkan suatu teori pencarian organsasi untuk melengkapi konsep
mendefinisikannya sebagai proses menemukan solusi atas suatu masalah tertentu atau
sebagai suatu cara untuk bereaksi terhadap sejumlah peluang.

Pencarian organisasi mempunyai empat karakteristik. Pertama, pencarian tersebut


dimotivasi oleh adanya masalah atau peluang dan tidak akan berhenti sampaimasalah itu
terpecahkan atau peluang tersebut ditindaklanjuti. Kedua, pencarian tersebut bersifat
sederhana karena pada awalnya hanya berkonsentrasi pada lingkungan atas gejala-gejala
masalah dan alternative-alternatif yang paling jelas. Ketiga, setiap pencarian bersifat bias.
Bias itu mungkin merupakan hasil dari pelatihan atau pengalamankhisisdari si pengambil
keputusan di bidang-bidang tertentu dari organisasi. Pada akhirnya, perncarian tersebut
dapat rusak ole bias komunikasi yang mencerminkan konflik yang tidak terselesaikan di
suatu bagian dalam organisasi dan dengan sendirinya memerlukan perhatian segera.

PEMBELAJARAN ORGANISASI

Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajaran sebagaimana yang dialami oleh
individu, organisasi memperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya. Mereka
belajaruntuk mengurusi bagian tertentu dari lingkungan tersebut dan bukan bagian lainnya,
atau untuk menggunakan suatu kriteria dan mengabaikan kriteria lainnya. Ketika
pendekatan pencarian tertentu menemukan solusi yang layak atas suatu masalah,
kemungkinan besar organisasi akan menulangi pendekatan yang sama dalam memecahkan
masalahyang serupa di masa depan. Hal yang sama berlaku pada urutan yang mana
alternative tersebut dipertimbangkan. Hal tersebut juga akan berubah ketika organisasi
mengalami kegagalan dengan preferensi tertentu.

MANUSIA – PARA PENGAMBIL KEPUTUSAN ORGANISASI


Penting untuk diingat bahwa manusialah dan bukannya organisasi yang dapat mengenali
dan mendefinisikan masalah atau peluang dan mencari sejumlah tindakan alternatif.
Manusialah yang memilih kriteria pengambilan keputusan, memilih alternatif yang optimal,
dan menerapkannya. Lingkungan organisasi di mana manusia berada bergantung pada jenis
masalah pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi. Masalah pengambilan
keputusan berkisar dari yang sederhana sampai yang rumit. Masalah dianggap rumit jika
tidak dapat didefinisikan dengan baik dan tidak terstruktur atau jika proses pencarian untuk
suatu solusi itu sendiri kompleks. Manusia bergantung pada jenis-jenis pengambilan
keputusan terhadap masalah atau peluang yang ditemui. Masalah-masalah keputusan
tersebut bervariasi, dari yang sederhana sampai yang kompleks.

KEPUTUSAN DAN KELEMAHAN INDIVIDU SEBAFAI PENGAMBIL KEPUTUSAN


Manusia merupakan makhluk yang rasional karena mereka memiliki kapasitas untuk
berpikir, memilih, dan belajar. Akan tetapi, rasionalitas manusia sangat terbatas karena
mereka hamper tidak pernah memperoleh informasi yang penuh dan hanya mampu
memproses informasi yang tersedia secara berurutan.

Batasan pengambilan keputusan secara rasional dari individu bervariasi menurut:

1. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh kemungkinan


alternatif dan konsekuennya.
2. Gaya kognitifnya (misalnya kemampuan untuk berpikir secara kritis dan analitis,
ketergantungan pada orang lain, kemampuan asosiatif, dan lain sebagainya)
berdasarkan asumsi bahwa tidak ada satu pun gaya kognitif yang unggul karena dalam
situasi masalah tertentu dapat lebih dari satu pendekatan yang mengarah pada hasil
yang diinginkan.
3. Struktur nilainya yang berubah.
4. Tendensinya yang lebih cenderung untuk “memuaskan” daripada untuk melakukan
optimalisasi.

PERAN KELOMPOK SEBAGAI PEMBUAT KEPUTUSAN DAN PEMECAH MASALAH


Komite menyatukan orang-orang dengan karakteristik yang heterogen. Dalam situasi
pengambilan keputusan, komite tersebut menawarkan keunggulan dari keragaman terkait
pengalaman, pengetahuan, dan keahlian serta luasnya gagasan dan dukungan yang
menguntungkan. Pengelompokan pengetahuan, gagasan, dan keahlian dapat menghasilkan
pembahasan yang lebih baik, pemahaman terhadap masalah, dan tindakan alternatif yang
lebih kreatif. Meskipun terdapat fakta bahwa komite lebih banyak mengalami konflik dan
lebih lamban daripada individu, komite dapat memiliki kinerja yang lebih baik. Kelompok
juga dianggap sebagai faktor yang menyebabkan ide-ide diinvestigasi dengan lebih teliti dan
meningkatkannya kemungkinan bahwa keputusan tersebut akan dapat diterapkan secara
efektif.

FENOMENA PEMIKIRAN KELOMPOK


Pemikiran kelompok menggambarkan situasi di mana tekanan untuk mematuhi mencegah
anggota-anggota kelompok untuk mempresentasikan ide atau pandangan yang tidak
popular. Individu yang memiliki pandangan yang berbeda dari mayoritas yang dominan
berada dalam tekanan untuk menyembunyikan atau memodifikasi keyakinan dan perasaan
mereka yang sebenarnya. Mereka akan mematuhi tekanan kelompok kareka mereka ingin
menjadi bagian yang positif dari kelompok tersebut dan bukan sebagai kekuatan yang
disruptif. Mereka mungkin tidak memiliki cukup keberanian untuk melawan pandangan
yang popular, meskipun oposisi dan disrupsi mereka akan meningkatkan pertimbangan
kelompok.
FENOMENA ERUBAHAN YANG BERISIKO (PENGARUH DARI DISKUSI KELOMPOK)
Fenomena perubahan yang berisiko atau pengaruh dari diskusi kelompok merupakan
produk sampingan dari interaksi manusia.

Kehati-hatian yang dirasakan oleh para anggota secara pribadi mungkin tidak dikomunikasikan di
dalam kelompok dan kemudian muncul anggapan bahwa aka nada partisipasi lain yang lebih berani
mengutarakannya. Sekali lagi, ada kelompok di mana partisipasi dapat mengarah pada peningkatan
dan bukannya pada penajaman perbedaan antaraanggota.

Dalam hal ini ada empat penjelasan yang ditawarkan, yakni: hipotesis familiarisasi, hipotesis
kepemimpinan, hipotesis risiko sebagai nilai, dan hipotesis difusi tanggung jawab.

Hipotesis familiarisasi menjelaskan bahwa diskusi kelompok dimulai dengan periode


“perasaan asing” atau “mulai perlahan-lahan,” tetapi ketika individu-individu tersebut
sudah lebih mengenal situasi yang dibahas dan mengenal satu sama lain, maka mereka
menjadi lebih berani dan lebih rela mengambil lebih banyak risiko. Hipotesis kepemimpinan,
para pengambil risiko dikagumi dan dipandangan oleh anggota-anggota kelompok sebagai
pemimpin karena biasanya juga dominan dalam diskusi kelompok, sehingga dapat
memengaruhi partisipan lain untuk memilih alternatif yang lebih berisiko. Hipotesis
risikosebagai nilai mengamati bahwa dalam kondisi masyarakat saat ini, risiko moderat
memiliki nilai budaya yang lebih kuat daripada konservatisme dan bahwa orang yang mau
mengambil risiko akan dikagumi. Menurut hipotesis difusi tanggung jawab, keputusan
kelompok membebaskan individu dari tanggung jawab langsung terhadap pilihan akhir
kelompok. Jika keputusan itu gagal, tidak ada seorang individu pun yang dapat dianggap
bertanggung jawab secara penuh.

KESATUAN KELOMPOK
Kesatuan kelompok didefinisikan sebagai tingkatan, yang mana anggota-anggota kelompok
tertarik satu sama lain dan memiliki tujuan kelompok yang sama. Kelompok dengan tingkat
kesatuan yang kuat umumnya lebih efektif dalam situasi pengambilan keputusan daripada
kelompok yang mana terdapat banyak konflik internal dan kurangnya semangat kerja sama
di anatara para anggotanya. Tingkat kesatuan kelompok dipengaruhi oleh jumlah waktu
yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan
anggota baru kedalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan
sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di masa lalu.

Faktor lainnya yang memengaruhi kesatuan kelompok secara menguntungkan adalah


riwayat dari kelompok tersebut. Sejarah pengambilan keputusan yang sukses menyatukan
para anggota (semangat kelompok) dan meningkatkan kesatuan, sementara kegagalan
memiliki dampak yang buruk. Kesatuan kelompok juga akan meningkat ketika kelompok
tersebut diserang oleh sumber eksternal.

Kesatuan yang kuat meningkatkan kepuasan dan mengurangi sikap tidak menyatakan
pendapat (abstain), dan tingkat pergantian karyawan. Akan tetapi, pengaruhnya pada
efektivitas dan efesiensi terkait proses pengambilan keputusan bergantung pada
keselarasab sikap kelompok terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi di masa
kelompok tersebut menjadi bagiannya.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN KONSENSUS VERSUS ATURAN MAYORITAS


Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan sebafai “kesepakatan
semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan.” Dalam sejumlah situasi, consensus
hanya bisa dicapai setelah pertimbangan yang matang, serta evaluasi yang kritis atas
keuntungan dan kelemahannya. Selain mengimplikasikan akurasi, consensus juga dianggap
mendorong individu untuk membagi pengetahuan dan keahlian mereka secara lebih bebas
dan menginspirasi mereka untuk mengomunikasikan seluruh informasi yang relevan.

Pengambilan keputusan dengan consensus membutuhkan lebih banyak waktu daripada


pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas. Oleh karenanya, consensus menjadi
kurang sesuai untuk diterapkan jika berada di waktu-waktu kritis. Walaupun consensus
memiliki keunggulan yang terbukti, pengambilan keputusan dengan aturan mayoritas
(dengan pandangan yang berlawanan dan pembenarannya dinyatakan secara tertulis) harus
disubsitusikan dan diterima pada banyak situasi pengambilan keputusan sebagai satu-
satunya aternatif yang memungkinkan.

KONTROVERSI YANG DISEBABKAN OLEH HUBUNGAN ATASAN-BAWAHAN


Ketika kelompok pengambil keputusan terdiri dari atasan dan bawahan, kontroversi tidak
bisa dihindari. Atasan memiliki akses terhadap informasi yang berbeda, sehingga memiliki
pendapat yang berbeda pula dengan bawahannya. Kualitas dari pilihan keputusan akan
sangat bergantung bagaimana atasan menangani kontroversi. Kontroversi dikatakan cukup
sehat jika ditangani dengan bijaksana dan konstruktif oleh atasan, dan hal ini dapat
mengarah pada pengambilan keputusan secara lebih baik.

Menurut Vroom dan Yetton (1973), atasan sebagai pemimpin memiliki pilihan-pilihan
keperilakuan sebagai berikut.

1. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri menggunakan informasi


yang tersedia pada saat itu.
2. Memperole informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian menggunakannya untuk
memutuskan suatu penyelesaian atas permasalahan tersebut.
3. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi,
memperoleh ide-ide dan saran-saran dari mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai
satu kelompok.
4. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahannya sebagai suatu kelompok
memperoleh ide-ide serta saran-saran dari mereka.
5. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok,
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang ada, serta mencoba untuk mencapai
suatu kesepakatan (dengan consensus maupun aturan mayoritas) atas suatu
solusi/penyelesaian.
PENGARUH DASAR KEKUASAAN
Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu memengaruhi hasil keputusan
karena wewenang atau kekuasaan yang diberikan oleh organisasi. Elemen kekuasaan yang
paling sering disebutkan adalah kekuasaan posisi, kekuasaan keahlian, kekuasaan informasi,
kekuasaan sumber daya, atau kekuasaan politik. Seseorang bisa memiliki lebih dari satu
elemen kekuasaan dan menggunakannya pada tingkatan yang berbeda dalam situasi
pengambilan keputusan tertentu.

Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil dari posisi orang
tersebut dalam organisasi, wewennag yang diberikan, serta tugas, tanggung jawab, dan
fungsi yang tergantung di dalamnya.

Kekuasaan keahlian memengaruhi keputusan ketika hasil dari keputusan itu merupakan
hasil dari pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang diinvestigasi, keterampilan
atau keahlian teknis khusus, pengalaman dalam menangani situasi yang serupa, dan
penilaian ahli yang ditunjukkan. Kekuasaan informasi dapat dipandang baik sebagai bagian
dari kekuasaan keahlian maupun sebagai elemen dari kekuasaan sumber daya karena
karyawan tingkat bawah dapat dan sering kali mengendalikan dan memanipulasi informasi
yang digunakan oleh para pakar dalam pengambilan keputusannya.

Kekuasaan sumber daya ada ketika seseorang mengendalikan sumber daya organisasi atau
sumber daya yang diperlukan untuk menerapkan suatu keputusan dan menggunakannya
sebagai alat untuk memengaruhi hasil keputusan.

Kekuasaan politik dapat digambarkan sebagai keunggulan kepemimpinan pribadi seseorang


dan keterampilannya dalam membujuk, melakukan negosiasim membentuk koalisi, dan
berbagai strategi politik lainnya. Pengaruhnya paling jelas terlihat pada situasi pengambilan
keputusan yang kompleks dan tidak pasti di mana terdapat ambiguitas terkait pilihan-
pilihan keputusan dari para partisipan.

DAMPAK DARI TEKANAN WAKTU


Salah satu alasan yang sering kali dikemukakan untuk kinerja yang buruk adalah tekanan
waktu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika seseorang harus berjuang untuk
memastikan bagaimana individu, kelompok, dan organisasi merespons tekanan waktu dan
bagaimana hal itu memengaruhi akurasi dan efisiensi dari keputusan.

Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering setuju untuk
mencapai consensus kelompok; lebih kurang menuntut dan lebih bersifat mendamaikan
dalam situasi tawar-menawar; lebih membatasi partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan hanya pada relatif sedikit anggota; dan lebih menyukai aturan mayoritas.
Tekanan waktu juga mendorong perilaku pengambilan keputusan yang otokratis. Kelompok
yang mencoba untuk menyatukan pendapat-pendapat yang berlawanan akan memperoleh
pengembalian bersama yang lebih rendah dalam situasi tekanan waktu dibandingkan
dengan kelompok yang bebas dari tekanan waktu.

E. PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH PENDATANG BARU VERSUS PARA


PAKAR
Proses pengambilan keputusan selanjutnya dipengaruhi oleh tingkat pengalaman
sebelumnya dari individu yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Studi yang dilakukan
para ilmuwan mengungkapkan bahwa ada sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi
dan pendekatan yang digunakan, serta data spesifik yang dipilih oleh para pakar dan
pendatang baru ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi atau
informasi keuangan lainnya.

Studi atas sikap pengambilan keputusan secara keseluruhan menunjukkan bahwa


pendatang baru mengumpulkan data tanpa melakukan diskriminasi dan menunggu untuk
melihat apa yang akan terjadi. Sebaliknya, para pakar mengumpulkan data secara
diskriminatif untuk menindaklanjuti observasi tertentu; mereka secara teratur
mengikhtisarkan data tersebut dan merumuskan hipotesis. Meskipun lebih kompleks,
pendekatan ini kurang memiliki karakter pengulangan sebagaimana yang terdapat dalam
pendekatan kelompok pendatang baru. Untuk menggambarkan perbedaan dalam
penggunaan data, peneliti membagi tugas analisis keuangan tersebut ke dalam tiga
komponen, aykni (1) pengujian informasi, (2) integrasi pengamatan dan temuan, dan (3)
pertimbangan.

PENGUJIAN INFORMASI

Pengujian didefinisikan sebagai kegiatan menganalisis informasi yang disajikan dan yang
dipertimbangkan lebih lanjut hanya informasi yang terlihat sangat relevan dengan tugas,
yang mana keputusan tersebut yang harus dilaksanakan. Studi itu menunjukkan bahwa baik
para pakar maupun para pendatang baru menerjemahkan informasi keuangan ke dalam
istilah kualitatif dan menggunakan metode yang serupa (misalnya perhitungan rasio,
perkembangan trend, dan laporan arus kas.

INTEGRASI PENGAMATAN DAN TEMUAN

Dalam konteks ini, integrasi melibatkan pengelompokan atas pengamatan baik berdasarkan
hubungan sebab akibat maupun berdasarkan komponen fungsional dari perusahaan. Ketika
mengintegrasikan pengamatan dan tumuan, para pendatang baru menghubungkan
pengamata dan temuan yang dapat menjelaskan satu sama lain dan mengabaikan yang
tidak. Sebaliknya, para pakar menempatkan penekanan khusus pada kontradiksi yang
potensial terkait pengamatan dan temuan sebagai alat untuk mendeteksi masalah yang
mendasarinya.

PERTIMBANGAN
Para pendatang baru tampaknya menyetarakan pertimbangan dengan memustuskan
“kapan waktu yang tepat untuk memilih mana dari fakta-fakta yang diamati merupakan
masalah utama.” Bagi para ahli, pertimbangan adalah suatu upaya untuk mengembangkan
dalam pikirannya terkait” suatu gambaran dari apa yang sebenarnya terjadi.” Mereka
mencapai hal ini melalui penggunaan teknik-teknik yang sistematis yang menghasilkan jalan
pintas tanpa mengorbankan urutan logis dalam analisis yang dilakukan. Para pakar tidak
menyimpan catatan atas setiap temuan individual, tetapi mengikhtisarkannya ke dalam
kelomok-kelompok terkait dan kemudianmerumuskan hipotesis yang akan diuji.

F. PERAN KEPRIBADIAN DAN GAYA KOGNITIF DALAM PENGAMBILAN


KEPUTUSAN

Oleh karena manusia membuat keputusan, maka banyak riset telah diarahkan pada
bagaimana perbedaan psikologis dapat memengaruhi keputusan. Perbedaan psikologis
individu dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni: kepribadian dan gaya kognitif.
Kepribadian mengacu pada sikap atau keyakinan individu, sementara gaya kognitif mengacu
pada cara atau metode yang mana seseorang menerima, menyimpan, memproses, serta
meneruskan informasi. Dalam suatu situasi pengambilan keputusan kepribadian dan gaya
kognitif saling berinteraksi dan memengaruhi (menambah atau mengurangi) dampak dari
informasi akuntansi yang ada.

Toleransi terhadap ambiguitas mengukur sampai pada tingkat yang mana individu merasa
terancam oleh ambiguitas dalam situasi pengambilan keputusan dan bagaimana ambiguitas
memengaruhi keyakinannya dalam keputusan tersebut.

Kebebasan wilayah adalah kemampuan individu untuk sampai pada persepsi yang benar
dengan mengabaikan konteks-konteks yang mengintervensi. Ketergantungan wilayah
adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengesampingkan informasi yang tidak relevan
dan menyesatkan saat berusaha membentuk suatu pendapat. Individu yang mengalami
ketergantungan wilayah bersikap lebih meneruima dibandingkan individu yang mengalami
kebebasan wilayah terhadap informasi dan situasi masalah yang bersifat ambigu. Akan
tetapi, ketika mereka telah mencapai suatu keputusan, mereka akan lebih yakin dalam
penilaian mereka daripada rekannya yang mengalami kebebasan wilayah. Kesimpulan yang
diperoleh sejauh ini menyarankan bahwa “ketergantungan wilayah dapat dengan sendirinya
menjadi dimensi yang berguna dalam memprediksi perilaku” dalam situasi penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan, serta dapat memungkinkan seseorang untuk
“menyentuk dimensi tertentu dari setiap perbedaan kognitif yang sensitive terhadap
informasi akuntansi.”

PERAN INFORMASI AKUNTANSI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Untuk meningkatkan relevansi informasi akuntansi, para akuntan semakin tertarik


memahami peranan yang dimainkan oleh akuntansi dalam proses pengambilan keputusan
atas seluruh organisasi.

Berdasarkan definisinya, keputusan manajemen memengaruhi kejadian atau tindakan masa


depan. Keputusan tersebut dapat memengaruhi hanya satu peristiwa masa depan atau
memengaruhi semua kejadian atau tindakan setelah keputusan itu dibuat. Tidak ada
kejadian atau tindakan yang dapat diubah oleh suatu keputusan ketika kejadian atau
tindakan tersebut telah selesai. Informasi akuntansi yang focus pada peristiwa di masa lalu
tidak dengan sendirinya dapat mengubah kejadianatau dampaknya, kecuali jika hal itu
dilakukan melalui proses pengambilan keputusan yang mana kejadian masa depan beserta
konsekuensinya ditentukan.

Menurut Hopwood, informasi akuntansi dapat “menyediakan beberapa stimulus yang mana
masalah (dan peluang) dikenali dan didefinisikan, tindakan alternatif diisolasi, dan
konsekuensinya dijelaskan” dan “memainkan peranan dalam analisis serta penilaian
alternatif”

DATA AKUNTANSI SEBAGAI STIMULUS DALAM PENGENALAN MASALAH

Akuntansi dapat berfungsi sebagai stimulus dalam pengenalan masalah melalui pelaporan
pembagian kinerja actual dari sasaran standar atau anggaran atau melalui pemberian
informasi kepada manajer bahwa mereka gagal untuk mencapai target output atau laba
yang ditentukan sebelumnya. Rasio akuntansi periodic, laporan kinerja, dan data akuntansi
lainnya yang mengarah pada focus sebenarnya mendorong munculnya solusi yang
bergantung atas sejumlah faktor. Pertama, hal tersebut akan bergantung pada seberapa
cepat kondisi lingkungan internal dan eksternal memungkinkan adanya suatu stimulus.

Tingkat stimulus juga bergantung pada kapabilitas manajemen (para pengambil keputusan)
untuk mengelola serta menggunakan informasi akuntansi dan pada preferensi pribadi
mereka atas informasi kualitatif atau kuantitatif. Manajer yang cenderung untuk mengikuti
perasaannya (dan bukan menggunakan dokumentasi kuantitatif saat mengamati gejala
defisiensi) jarang sekali menggunakan informasi akuntansi. Sementara, manajer yang
cenderung kuantitatif kemungkinan besar akan memandang informasi akuntansi sebagai
alat pengarah focus yang cukup penting. Tingkat manfaat penggunaannya akan sangat
bervariasi. Analisis rasio dan penggunaan yang berarti dari laporan kinerja atau data
komparatif lainnya memerlukan keterampilan dan pemahaman khusus mengenai prinsip-
prinsip dan pendekatan akuntansi. Ketika salah digunakan, informasi tersebut akan
mengarah pada kesimpulan dan pemahaman yang salah dengan konsekuensi yang mahal
terhadap masalah yang dihadapi.

DAMPAK DATA AKUNTANSI DALAM PILIHAN KEPUTUSAN


Tidak semua manajer menggunakan data akuntansi untuk menganalisis profitabilitas
relative. Bobot yang diberikan atas informasi akuntansi dalam pilihan akhir sangat
bervariasi. Hal itu bergantung pada sampai sejauh mana hal itu dinilai mengurangi
ketidakpastian yang mengelilingi proses pengambilan keputusan jika tingkat ketidakpastian
sangat tinggi dan informasi nonakuntansi dan indormasi eksternal cukup langka dan mahal,
maka perusahaan harus menggunakan informasi akuntansi sebagai pengganti hanya karena
informasi tersebut tersedia dan menyediakan suatu alat yang dapat digunakan untuk
menurunkan tingkat ketidakpastian.
HIPOTESIS KEPERILAKUAN DARI DAMPAK DATA AKUNTANSI

Selama lebih dari dua decade yang lalu, para peneliti telah membuat hipotesis mengenai
kondisi yang mana informasi akuntansi memengaruhi pengambilan keputusan.
Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, informasi akuntansi adalah salah satu
input dalam model pengambilan keputusan. Input tersebut dapat bersifat keuangan,
nonkeuangan, atau bahkan tidak dapat dikuantifikasi tergantung pada keputusan para
pengambil keputusan, apakah input tertentu tersebut relevan atau tidak. Hanya jika
pengambil keputusan memandang infromasi akuntansi sebagai informasi yang relevan atas
jenis keputusan yang akan diambil, maka informasi tersebut akan memengaruhi hasil
keputusan.

Tingkat pengaruh informasi akuntansi juga bervariasi berdasarkan tipe pengambil


keputusan. Para ahli mengelompokkan para pengambil keputusan ke dalam tiga kelompok,
yaitu:

1. Para pembuat keputusan dalam perusahaan yang mengambil keputusan mengenai


operasi dan sistem akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan (manajemen
puncak).
2. Para pengambil keputusan dalam perusahaan yang hanya dapat membuat keputusan
mengenai operasi (manajemen operasi)
3. Mereka berada diluar perusahaan yang membuat keputusan mengenai perusahaan
tersebut yang daoat memengaruhi lingkungan dan operasi perusahaan atau aktivitas
apapun yang dilakukan perusahaan tersebut.

Studi baru-baru ini mengonfirmasikan pernyataan bahwa penggunaan eksternal atas


informasi akuntansi yang dilaporkan dapat memengaruhi pengambilan keputusan
manajerial internal. Semakin manajemen memandang para pengambil keputusan eksternal
menggunakan informasi akuntansi keuangan dalam proses pengambilan keputusan mereka,
maka semakin besar informasi tersebut cenderung memenagruhi proses pengambilan
keputusan manajemen.
Bruns merangkum beragam hipotesis yang disusunnya dalam model dampak sebagai
berikut.

1. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan mengenai sistem akuntansi, jika:


a. Informasi akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut,
b. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai tujuan, dan
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang memiliki peran untuk
mengendalikan selesksi dan operasi dari sistem akuntansi.
2. Informasi akuntansi akan memengaruhi keputusan, jika:
a. Informasi akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut,
b. Pengambilan keputusan memandang akuntansi sebagian tujuan,
c. Pengambil keputusan adalah anggota perusahaan yang tidak memiliki peran untuk
mengendalikan seleksi dan operasi sistem akuntansi,
d. Pengambil keputusan adalah orang-orang dari luar perusahaan,
e. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna, dan
f. Informasi non akuntansi tidak relevan terhadap keputusan tersebut.
3. Informasi akuntansi mungkin memengaruhi keputusan, jika:
a. Informasi akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut,
b. Pengambilan keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang sempurna,
c. Informasi non akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut,
d. Pengambil keputusan memandang akuntansi sebagai ukuran yang tidak sempurna,
dan
e. Informasi akuntansi tidak relevan terhadap keputusan tersebut.
4. Informasi akuntansi tidak akan memengaruhi keputusan, jika:
a. Informasi akuntansi tidak relevan terhadap keputusan tersebut,
b. Informasi akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut, tetapi pengambil
keputusan memandang informasi akuntansi sebagai ukuran yang tidak sempurna,
dan
c. Informasi non akuntansi relevan terhadap keputusan tersebut.
UMPAN BALIK
Untuk memahami perubahan dalam metode atau istilah akuntansi dan untuk menyesuaikan
aturan pengambilan keputusan yang sesuai dengan hal itu, maka pengambil keputusan harus
menerima informasi mengenai perubahan tersebut atau memiliki umpan balik secara tidak
langsung atas perubahan tersebut. Penggunaan audit internal dan esternal untuk memeriksa
setiap signifikansi perubahan dalam metode atau terminology akuntansi merupakan salah
satu cara untuk mengetahui apakah sistem akuntansi berjalan secara berbeda dengan apa
yang seharusnya atau yang dimaksud.

Untuk membayangkan suatu situasi di mana seorang pengambil keputusan sama sekali tidak
memiliki umpan balik apapn atas perubahan tersebut adalah mustahil. Jika seseorang
mengabaikan dampak jangka pendek yang mungkin muncul akibat selang waktu antara
peubahan dan indikasinya, maka kecil kemungkinannya tidak ada umpan balik sama sekali.

FIKSASI FUNGSIONAL

Hal ini merupakan fenomena keperilakuan yang mengimplikasikan ketidakmampuan dari


pihak pengguna informasi akuntansi untuk memahami hal-hal yang tersirat di balik label
yang diberikan kepada suatu angka. Ketika mereka menerima suatu istilah atau pendekatan
pengukuran akuntansi sebagai alat untuk mengelola proses pengambilan keputusan nya,
maka perilaku mereka jarang sekali akan dipengaruhi oleh perubahan dalam metode atau
terminology akuntansi yang digunakan. Jika output dari metode akuntansi yang berbeda
memiliki nama yang sama (misalnya laba, biaya, dan lain-lain), orang yang tidak memahami
akuntansi akan cenderung untuk mengabaikan fakta bahwa metode alternatif yang
digunakan dalam menghasilkan output tersebut.

Referensi :

1. Lubis, Arfan Ikhsan., Akuntansi Keperilakuan : Akuntansi Multiparadigma, Salemba


Empat, 2017
2. Suartana, I Wayan., Akuntansi Keperilakuan : Teori dan Implementasi, Andi Offset,
Yogyakarta, 2010
3. Siegel, Gary. dan Ramanaukas-Marconi, Helena, Behavioral Accounting, South-Western
Publishing Co, Cincinnati Ohio, 1989

Anda mungkin juga menyukai