Anda di halaman 1dari 51

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN GERONTIK

“Yang dibimbing oleh Ibu


Dwi Sulistyowati, S.Kep., Ns., M.Kes”

Disusun Oleh:

Nama : Andi Safutra Suraya

NIM : 20210109345

Kelas : A

PROGRAM PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENEKS SURAKARTA
2020
1. Permasalahan yang ditemukan pada lansia:
a. Pada Tn. A yang berumur 73 tahun diketahui memiliki Dimensia
b. Pada Ny. L yang berumur 69 tahun diketahui memiliki Hipertensi
c. Pada Tn. N yang berumur 80 tahun diketahui memiliki Diabetes
d. Pada Ny. W yang berumur 78 tahun diketahui memiliki Insomnia
e. Pada Ny. J yang berumur 76 tahun diketahui memiliki Hipertensi
2.
No Identitas Usia BB TB IMT Status Komorbid
Gizi
1 Tn. A 73 49 164 18,22 Kurus Dimensia
2 Ny. L 69 56 140 28,57 Obesitas Hipertensi
3 Tn. N 80 40 153 17,09 Kurus Diabetes
4 Ny. W 78 53 156 21,78 Normal Insomnia
5 Ny. J 76 59 148 26,93 Gemuk Hipertensi
3. Analisa Jurnal:
a. Pada Tn. A yang berumur 67 tahun diketahui memiliki Dimensia.
“Pengaruh Senam Otak Terhadap Perubahan Daya Ingat (Fungsi
Kognitif) Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia
Dharma Kubu Raya”
Pertanyaan PICOT
P Seluruh lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif di Panti
Sosial Tresna Werdha

I Pemberian Senam Otak

C -

O Rerata skor fungsi kognitif sebelum dan sesudah dilakukan senam otak
adalah 15,038 (pretest), 19,92 (Posttest 1), 21,73 (Posttest 2), 24,12
(Posttest 3), 26,04 (Posttest 4). Terdapat peningkatan bermakna skor
fungsi kognitif antara sebelum dan sesudah senam otak (p<0,05).
Senam otak dapat meningkatakan daya ingat (fungsi kognitif) pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya

T Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2016 di Panti Sosial


Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya

b. Pada Ny. L yang berumur 69 tahun diketahui memiliki Hipertensi


“Pengaruh Senam Hipertensi Lansia Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi Di Panti
Wreda Darma Bhakti Kelurahan Pajang Surakarta”
P Populasi penelitian adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti Wredha
Kelurahan Pajang Surakarta berjumlah 82 orang dan sample sebanyak
28 lansia yang mengalami hipertensi dengan teknik sampling jenuh

I Menggunakan senam hipertensi sebagai intervensi penelitian untuk


menurunkan tekanan darah lansia hipertensi

C -

O Hasil dari penelitian ini adalah tekanan darah sebelum pemberian


intervensi sebagian besar adalah prehypertension (39%), tekanan darah
setelah pemberian intervensi senam hipertensi sebagian besar adalah
normal (56%), danterdapat pengaruh senam hipertensi terhadap tekanan
darah lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Pajang Surakarta (p-value
= 0,001).

T Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di Panti


Wreda Darma Bhakti Kelurahan Pajang Surakarta

c. Pada Tn. N yang berumur 80 tahun diketahui memiliki Diabetes


“Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan
Kadar Gula Darah Pada Aggregat Lansia Diabetes
Melitus Di Magelang”

P 125 responden di Magelang (62 kelompok intervensi)

I Diberikan Senam Kaki pada lansia

C 63 kelompok kontrol yang tanpa dilakukan intervensi

O Hasil penelitian kadar gula darah lebih baik pada lansia sesudah
diberikan senam kaki (p value 0,000). Sensitivitas kaki lebih baik pada
lansia sesudah diberikan latihan senam kaki (p value 0,000).

T Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013 di Magelang oleh PPNI


Jawa Tengah

d. Pada Ny. W yang berumur 78 tahun diketahui memiliki Insomnia


“Pengaruh Aromaterapi Terhadap Insomnia Pada Lansia
Di Pstw Unit Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta”
P 30 lansia

I Diberikan Aromaterapi pada lansia

C 15 orang lansia sebagai kelompok .kontrol tanpa intervensi

O terjadi penurunan derajat insomnia pada kelompok perlakuan dengan


hasil statistik uji Paired Sample t Test diperoleh nilai t=2,702 dengan
nilai probabilitas Sig.(2 tailed)=0,017

T Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010

e. Pada Ny. J yang berumur 76 tahun diketahui memiliki Hipertensi


“Pengaruh Pemberian Meditasi Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Unit Sosial
Rehabilitasi Pucang Gading Semarang”
P 30 lansia di Unit Sosial Rehabilitasi Pucang Gading Semarang

I Diberikan Meditasi pada lansia

C 15 orang lansia sebagai kelompok .kontrol tanpa intervensi

O Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian meditasi


terhadap penurunan sistolik dan diastolic tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi di Puskesmas Pucang Gading Semarang Unit
Rehabilitasi (p-value 0,000 dan p-value 0,004).

T Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2014


Pengaruh Senam Otak Terhadap Perubahan Daya Ingat (Fungsi Kognitif) Pada Lansia Di
Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya
Agus martini1, Agus Fitriangga2, Faisal Kholid Fahdi3
(1Mahasiswa Program Studi Keperaawatan, 2Program Studi Pendidikan Dokter FK UNTAN,
3
Program Studi Keperawatan FK UNTAN)

Skripsi, April 2016


Agus Martini
XI + 82 Halaman + 9 Tabel + 3 Skema + 7 Gambar + 10 Lampiran

ABSTRAK
Latar belakang : Pertambahan penduduk lansia di Kalimantan Barat, menurut Badan Pusat
Statistika (BPS) Provinsi Kalimantan barat, pada tahun 2015, mengalami peningkatan yaitu 325,
506 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini menimbulkan berbagai masalah sosial,
ekonomi dan kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada usia lanjut antara
lain gangguan fungsi kognitif dan keseimbangan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan,
didapatkan bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma merupakan panti sosial yang
memiliki jumlah lansia terbanyak di Kubu Raya. Lansia yang mengalami penurunan fungsi
kognitif, diperlukan suatu cara guna mencegah penurunan fungsi kognitif tersebut, satu
diantaranya dengan menggunakan terapi senam otak.
Tujuan : Mengetahui pengaruh senam otak terhadap perubahan daya ingat (fungsi kognitif) pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya.
Metodelogi : Penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan quasy experiment dengan time
series design. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.Sampel
penelitian berjumlah 26 responden. Penilaian skor fungsi kognitif menggunakan kuesioner
Montreal Cognitife Assesment Versi Indonesia (Mo-CA-Ina) untuk membandingkan skor fungsi
kognitif sebelum dan sesudah dilakukan senam otak. Analisis Data diambil menggunakan uji
Repeated ANOVA.
Hasil : Rerata skor fungsi kognitif sebelum dan sesudah dilakukan senam otak adalah 15,038
(pretest), 19,92 (Posttest 1), 21,73 (Posttest 2), 24,12 (Posttest 3), 26,04 (Posttest 4). Terdapat
peningkatan bermakna skor fungsi kognitif antara sebelum dan sesudah senam otak (p<0,05).
Kesimpulan : Senam otak dapat meningkatakan daya ingat (fungsi kognitif) pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya.

Kata Kunci : Lansia, fungsi kognitif, senam otak.


Referensi : 51 (2001-2015)

1
PENDAHULUAN diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%)
dengan usia harapan hidup 71,1 tahun .
Lansia adalah seseorang yang
Jumlah tersebut termasuk terbesar
berusia ≥ 60 tahun, baik pria maupun
keempat setelah China, India dan
wanita, yang masih aktif beraktifitas dan
Jepang(3).
bekerja ataupun mereka yang tidak
berdaya untuk mencari nafkah sendiri Fenomena pertambahan penduduk
sehingga bergantung kepada orang lain lansia juga tampak di Kalimantan Barat.
untuk menghidupi dirinya. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS)
provinsi Kalimantan Barat, pada tahun
Saat ini di dunia, diperkirakan
2006 jumlah penduduk lansia di
lebih dari 625 juta jiwa (satu dari 10 orang
Kalimantan Barat adalah 227.739 jiwa,
berusia lebih dari 60 tahun). Sedangkan
kemudian bertambah sebanyak 38.893
menurut WHO (World Health
jiwa menjadi 266.632 jiwa pada tahun
Organization), di kawasan Asia Tenggara
2007 dan tahun 2010 bertambah lagi
populasi lansia sebesar 8% atau sekitar
menjadi 290.400 jiwa. Penduduk lansia ini
142 juta jiwa. Pada tahun 2050
tersebar di 4 Kabupaten/Kota. Proporsi
diperkirakan populasi lansia meningkat 3
terbesar ( >10% ) berada di Kabupaten
kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000
Pontianak (14,75%), Kota Pontianak
jumlah lansia sekitar 5.300.000 (7,4%)
(13,36%), Kabupaten Sambas (12,19%),
dari total populasi sedangkan pada tahun
dan Kabupaten Kubu Raya (10,61%). Pada
2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%)
tahun 2015, diketahui jumlah penduduk
dari total populasi dan tahun 2020
lansia di Kalimantan Barat kembali
diperkirakan jumlah lansia mencapai
mengalami peningkatan yaitu 139.421
28.800.000 (11,34%) dari total
jiwa (60-64 tahun), 102.834 jiwa (65-69
populasi(1,2).
tahun), 70.954 jiwa (70-74 tahun) dan
Di Indonesia, jumlah penduduk 75.297 jiwa (>75 tahun)(4). Peningkatan
lansia pada tahun 2006 sebesar kurang jumlah penduduk lansia ini menimbulkan
lebih 19 juta (8,9%) dengan usia harapan berbagai masalah sosial, ekonomi dan
hidup 66,2 tahun, tahun 2010 sebesar 23,9 kesehatan. Beberapa masalah kesehatan
juta (9,77%) dengan usia harapan hidup yang sering terjadi pada usia lanjut antara
67, 4 tahun dan pada tahun 2020

2
lain gangguan fungsi kognitif dan kognitif) pada lansia belum pernah
keseimbangan(5). dilakukan di Panti tersebut.

Berdasarkan studi literatur Wilson Menurunnya fungsi kognitif, gejala


et all.,(2001) angka lansia yang mengalami dalam tingkat ringan seperti mudah lupa
penurunan fungsi kognitif meningkat dan dalam kondisi parah akan
seiring dengan angka peningkatan orang menyebabkan demensia, sering kali
usia lanjut. Organisasi kesehatan dunia dianggap sebagai masalah yang biasa dan
(WHO) pada tahun 2012 melaporkan merupakan hal yang wajar terjadi pada
bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif mereka yang berusia lanjut. padahal,
lansia diperkirakan 121 juta manusia, menurunnya fungsi kognitif ini juga akan
dengan komposisi 5,8% laki laki dan 9,5% mempengaruhi quality of life pada lansia
perempuan(6). tersebut.

Dari hasil studi pendahuluan yang Menurut ahli senam otak sekaligus
dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna penemu senam otak dari lembaga
Werdha Puspa Mulia Dharma Pontianak Educational Kinesiology Amerika Serikat
terdapat jumlah lansia 70 orang. Panti Paul E, denisson Ph. D., meski sederhana,
tresna werdha ini merupakan panti tresna senam otak mampu memudahkan kegiatan
werdha yang memiliki jumlah lansia belajar dan melakukan penyesuaian
terbanyak di Kabupaten Pontianak. Dari terhadap ketegangan, tantang dan tuntutan
hasil wawancara dengan petugas panti di hidup sehari- hari. Selain itu senam otak
Panti Sosial Tresna Werdha Puspa Mulia juga akan meningkatkan kemampuan
Dharma Pontianak, mengatakan berbahasa dan daya ingat. Pada lansia,
keluhanyang sering dirasakan lansia penurunan kemampuan otak dan tubuh
adalah sering lupa menaruh barang, mudah akan membuat tubuh mudah terserang
lupa dengan nama sesama lansia, dan penyakit, pikun dan frustasi. Meski
sering kebingungan saat ditanya demikian, penurunan ini, bisa diperbaiki
seseorang. Petugas panti juga mengatakan dengan melakukan senam otak, dengan
penelitian tentang pengaruh senam otak tujuan untuk memperlancar aliran darah
terhadap peningkatan daya ingat (fungsi dan oksigen ke otak serta merangsang
kedua belah otak bekerja(7,8).

3
Berdasarkan hasil penelitian yang lansia di Panti Sosial Graha Werdha Puspa
dilakukan oleh Rochmad Agus Setiawan, Mulia Dharma Pontianak .
2014, didapatkan hasil bahwa terjadi
Penelitian ini diharapkan
peningkatan skor fungsi kognitif secara
bermanfaat bagi Panti Sosial Tresna
bermakna, setelah diberikan senam otak
Werdha untuk dijadikan sebagai olahraga
terbanyak adalah skor nilai kognitif
dari jadwal mingguan secara berkala yang
ringan, di Panti Werdha Darma Bakti
dapat diberikan oleh petugas kesehatan di
Kasih Surakarta adalah sebanyak 8
Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma
responden (53%)(9).
Kubu Raya dalam mencegah gangguan
Dalam penelitian lainnya, yang fungsi kognitif pada lansia. Hasil
dilakukan oleh Guslinda, dkk. 2013, penelitian tentang terapi senam otak ini
membuktikan bahwa gerakan senam otak juga dapat digunakan sebagai sumbangan
(Brain gym) dapat bermanfaat dalam pemikiran bagi penentu kebijakan, dalam
melancarkan aliran darah dan oksigen hal ini pihak Dinas Kesehatan Kubu Raya
keotak sehingga dapat meningkatkan untuk mengambil keputusan, merumuskan
koordinasi dan konsentrasi, menjernihkan kebijakan dan membuat perencanaan
fikiran, menjaga badan tetap rileks dan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
mengurangi kelelahan mental (stress) pada para lansia khususnya mengenai
sehingga fungsi kognitif dapat dijaga dan informasi dan sosialisasi tentang senam
dipertahankan(10). otak, sehingga dapat dipakai dalam
pembuatan kebijakan baru bagi program
Berdasarkan keterangan di atas,
lansia. Bagi Keperawatan Gerontik, hasil
peneliti merasa penting untuk melakukan
penelitian ini dapat memberikan masukan
penelitian dengan judul pengaruh senam
kepada kesehatan komunitas khususnya
otak terhadap peningkatan daya ingat
keperawatan gerontik untuk dapat
(fungsi kognitif) lansia di Panti Sosial
dijadikan sebagai upaya mengembangkan
Tresna Werdha Puspa Mulia Dharma
program dalam rangka meningkatkan
Pontianak. Tujuan penelitian ini adalah
kesehatan lansia dengan senam otak
untuk mengetahui pengaruh senam otak
sebagai salah satu kegiatan olahraga untuk
terhadap peningkatan daya ingat pada
mengoptimalkan fungsi kognitif lansia.
Bagi penelitian selanjutnya, hasil

4
penelitian ini dapat mendorong dan Pengumpulan data dilakukan
membantu penelitian lebih lanjut dalam dengan penilaian skor fungsi kognitif
hal pengembangan metode penelitian. menggunakan kuesioner Montreal
Cognitife Assesment Versi Indonesia (Mo-
METODE
CA-Ina) untuk membandingkan skor
Penelitian ini bersifat kuantitatif fungsi kognitif sebelum dan sesudah
menggunakan quasy experiment dengan dilakukan senam otak.
time series design. Populasi target dalam
Analisia statistik yang digunakan
penelitian ini adalah lansia yang
melalui dua tahapan yaitu analisa univariat
mengalami gangguan fungsi kognitif
dan analisa bivariat. Adapun analisa
ringan, sedangkan populasi terjangkaunya
bivariat yang digunakan adalah uji
adalah lansia di Panti Sosial Tresna
Repeated ANOVA.
Werdha Mulia Dharma Kubu Raya yang
mengalami ganggguan fungsi kognitif HASIL
ringan. Sampel penelitian berjumlah 26
1. Analisa Univariat
orang responden. Metode pengambilan
Tabel 1. Karakteristik lansia di Panti
sampel yang digunakan adalah purposive
Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma
sampling. Adapun kriteria inklusi dalam
Kubu Raya pada bulan Pebruari 2016
penelitian ini adalah lansia yang berusia
60-85 tahun, lansia yang mengalami Karakteristik
Responden (n=26)
penurunan daya ingat (fungsi kognitif) Frekuensi Persentas
(F) e (%)
ringan, lansia yang mampu berkomunikasi Umur
60-74 14 53,8%
dengan baik, dan dapat melakukan 75-85 12 46,2%
aktifitas fisik seperti senam. Jenis Kelamin
Laki-laki 14 53,8%
Perempuan 12 46,2%
Penelitian ini dilakukan di Panti Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 13 50%
Sosial Tresna Werdha Mulia Dharma SD 8 30,8%
SMP 2 7,7%
Kubu Raya. Intervensi senam otak SMA 3 11,5%
diberikan tiga kali dalam satu bulan yaitu Sumber : Data Primer, Pebruari 2016
dari tanggal 5-28 Pebruari 2016. Berdasarkan tabel 1. dapat
diketahui bahwa sebagian besar umur
responden adalah kelompok umur 60-74

5
tahun sebanyak 14 orang (53,8%) dan senam otak menunjukkan bahwa 26
umur responden yang berumur antara 75- responden (100%) mengalami
85 tahun sebanyak 12 orang (46,2%). ketidaknormalan atau gangguan pada fungsi
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin kognitifnya. Sedangkan setelah dilakukan
dapat diketahui bahwa responden laki-laki senam otak pada posttest 1 didapatkan hasil
sebanyak 14 orang (53,8%) dan responden bahwa 6 responden (23,1%) dari 26
perempuan sebanyak 12 orang (46,2%). responden menunjukkan fungsi kognitif
Pada tingkat pendidikan, responden yang normal. Pada posttest ke 2 yag berarti
tidak bersekolah sebanyak 13 orang intervensi senam otak telah diberikan
(50,0%), SD sebanyak 8 orang (30,8%), selama dua minggu, didapatkan hasil yang
SMP sebanyak 2 orang (7,7%) dan SMA menunjukkan 7 responden (27,0%) dari 26
sebanyak 3 orang (11,5%). responden memiliki fungsi kognitif normal.
Pada posttest ke 3, 11 responden (42,3%)
Tabel 2. Distribusi fungsi kognitif lansia memiliki skor fungsi kognitif normal dan
di panti Sosial Tresna Werdha pada posttest ke 4 (posttest terakhir),
Mulia Dharma Kubu Raya didapatkan hasil bahwa >50% yaitu 61,54%
pada bulan Pebruari 2016 (16 responden) memilki skor fungsi kognitif
normal. Hal ini menunjukkan bahwa
Karakteristik Responden (n=26)
Frekuensi (F) Persentase semakin lama intervensi diberikan, semakin
(%)
Pretest meningkatkan skor fungsi kognitif pada
Normal 0 0%
Tidak Normal 100 100% responden.
Posttest 1
Normal 6 23,1%
Tidak Normal 20 76,9% 2. Analisa Bivariat
Posttest 2
Normal 7 27% Tabel 2.1 Hasil uji repeated anova
Tidak Normal 19 73
Posttest 3 Variabel Mean SD Min- p
Normal 11 42,3% Max
Tidak Normal 15 57,7% Prestest 15,038 6,089 4-24 <0,01
Posttest 4 Posttest 1 19,92 5,440 10-28 <0,01
Normal 16 61,54% Posttest 2 21,73 5,235 12-29 <0,01
Tidak Normal 10 38,46% Posttest 3 24,12 4,625 13-30 <0,01
Posttest 4 26,04 3,177 19-30 <0,01
Sumber : Data Primer, Pebruari 2016
Sumber : Data Primer, Pebruari 2016
Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui
bahwa pada saat dilakukan pretest skor
fungsi kognitif sebelum diberikan intervensi
6
Tabel 2.2 Hasil uji repeated anova kesimpulan bahwa ada pengaruh yang
(pairwise comparison) didapatkan pada semua pengukuran.
Variabel Mean p
Awal vs minggu 1 4,885 <0,001 PEMBAHASAN
Awal vs minggu 2 6,692 <0,001
Awal vs minggu 3 9,077 <0,001
Awal vs minggu 4 11,000 <0,001 5.1. Skor Fungsi Kognitif Pada Lansia
Minggu 1 vs minggu 2 1,808 <0,001
Minggu 1 vs minggu 3 4,192 <0,001 Sebelum Diberikan Senam Otak
Minggu 1 vs minggu 4 5,692 <0,001
Minggu 2 vs minggu 3 2,385 <0,001 Di Panti Sosial Tresna Werdha
Minggu 2 vs minggu 4 4,308 <0,001 Mulia Dharma Kubu Raya
Minggu 3 vs minggu 4 1,923 <0,001
Sumber : Data Primer, Pebruari 2016 Sebelum dilakukan senam otak, dapat
Pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 dilihat pada tabel 2 dan pada tabel 2.1
menyajikan hasil analisis uji repeated menunjukkan bahwa skor fungsi kognitif
anova yang dilanjutkan dengan post hoc pada 26 lansia, semuanya mengalami
paired wise comparasion. Pada tabel 2.1 gangguan pada fungsi kognitif. Nilai rata-
hasil uji repeated anova, rerata skor fungsi rata pada skor fungsi kognitif pada saat
kognitif sebelum diberikan intervensi pretest sebesar 15,038 (95%CI : 12,58-
adalah 15,038, sedangkan rerata skor 17,50), dengan nilai minimum pada
fungsi kognitif sesudah dilakukan pengukuran pretest adalah 4 dan nilai
pengukuran dilihat sampai pada tertinggi adalah 24. Hal ini dikarenakan
pengukuran terakhir adalah 26, 04. Nilai adanya beberapa faktor yang dapat
significancy yang diperoleh <0,05. mempengaruhi skor fungsi kognitif pada
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan lansia. Faktor yang paling berpengaruh
bahwa H0 ditolak yang berarti ada adalah perubahan sel yang dialami lansia
pengaruh senam otak terhadap perubahan akibat dari proses degeneratif, dimana
daya ingat (fungsi kognitif) pada lansia . adanya perubahan genetika yang
Pada tabel 2.2 hasil uji paired wise mengakibatkan terjadi penurunan protein
comparasion, dilakukan untuk mengetahui beta amyloid pada ekstraseluler sel neuron
pengukuran mana yang berpengaruh pada dan abnormalitas protein tau pada
semua pengukuran. Nilai significancy intraneuron sehingga impuls saraf ke otak
untuk setiap pengukuran adalah <0,001 mengalami gangguan. Pada lansia, otak
(p<0,05), dengan demikian dapat ditarik juga mengalami atrofi, dimana berat otak
menurun 5-10%, jumlah neuron dan

7
neurotransmitter (seperti asetilkolin, Berdasarkan uji Repeated ANOVA juga
glutamat, neurotropil, dan endorfin) juga didapatkan hasil p<0,05 yang mengandung
mengalami penurunan sehingga arti ada pengaruh senam otak terhadap
mengakibatkan penurunan sinapsis antar perubahan daya ingat (fungsi kognitif)
sel dan otak tidak mampu menyampaikan pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
dan menyimpan informasi. Selain dari Mulia Dharma Kubu Raya.
faktor proses degeneratif, kurangnya Peningkatan skor fungsi kognitif
stimulus pada otak juga menyebabkan yang didapat setelah dilakukan intervensi
penurunan fungsi kognitif pada lansia(21). senam otak adalah karena pemberian
5.2. Skor Fungsi Kognitif Pada Lansia stimulus pada otak yang dilakukan dengan
Sesudah Diberikan Senam Otak menggunakan gerakan-gerakan senam
Di Panti Sosial Tresna Werdha otak. Otak bukanlah organ yang statis,
Mulia Dharma Kubu Raya melainkan dinamis yang senantiasa
Dari hasil pengolahan data yang dibuat tumbuh dan berkembang membentuk
dalam bentuk tabel 4.4. dan tabel 4.5, jaringan antar sel saraf. Pembentukan dan
dapat dijelaskan bahwa terdapat pertumbuhan jaringan ini dipengaruhi oleh
peningkatan skor fungsi kognitif yang stimulasi dari lingkungan. Otak
signifikan pada lansia di Panti Sosial beradaptasi terhadap stimulasi lingkungan,
Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu Raya dimana semakin banyak dan semakin
sesudah dilakukan intervensi senam otak. sering otak diberikan stimulus, maka
Sebelum dilakukan intervensi senam otak semakin banyak dan kuat jalinan antar sel
rerata skor fungsi kognitif lansia adalah saraf(20).
15,083, sedangkan setelah diberikan Penelitian Greenough (2006),
senam otak skor rerata fungsi kognitif menyebutkan bahwa saat ada stimulasi
lansia meningkat menjadi 26,04 pada maka struktur otak akan berubah secara
posttest terakhir. Dilihat dari jumlah signifikan, hubungan antar neuron lebih
responden juga didapatkan bahwa dari 26 banyak, sel glia yang menyongkong fungsi
lansia (100%) yang awalnya memiliki neuron bertambah dan kapiler-kapiler
fungsi kognitif tidak normal, setelah darah yang menyuplai darah dan oksigen
dilakukan senam otak, 16 lansia (61,54%) ke otak menjadi lebih padat. Stimulasi
memiliki fungsi kognitif normal. otak mempunyai banyak efek positif pada

8
struktur dan fungsi otak, termasuk pernafasan perut (dimensi pemusatan).
menambah jumlah cabang-cabang dendrit, Guslinda pada penelitiannya juga
memperbanyak sinapsis (hubungan antar menggunakan gerakan khusus untuk
sel saraf), meningkatkan jumlah sel meningkatkan fungsi kognitif pada lansia
penyongkong saraf, dan kemamapuan dengan demensia(12).
memperbaiki memori(22). Menurut Brown Gerakan- gerakan yang dilakukan
(2003), stimulasi disertai aktifitas fisik akan menstimulasi otak untuk bekerja.
dapat meningkatkan neurogenesis sel-sel Pada dimensi lateralis, gerakan yang
di gyrus dentata hipocampus, dan digunakan adalah gerakan delapan tidur
meningkatkan peran hipocampus pada dan putaran leher. Gerakan delapan tidur
proses belajar sehingga dapat adalah gerakan menyeberangi garis
meningkatkan kemampuan memori(23). tengah visual tanpa henti, gerakan ini
Intervensi yang digunakan dalam dilakukan dengan cara menggerakkan
penelitian ini adalah senam otak. Senam tangan seperti membuat angka delapan
otak (brain gym) adalah rangkaian latihan tidur di udara, sehingga dapat
berbasis gerakan tubuh sederhana. Senam mengaktifkan mata kanan dan mata kiri,
otak merupakan stimulasi yang baik dalam meningkatkan kinerja otak kanan dan kiri
mengoptimalkan fungsi otak, dimana serta meningkatkan kemampuan
gerakan pada senam otak cenderung memori(9). Gunadi juga menjelaskan
ritmenya lambat dan mempunyai tujuan bahwa gerakan delapan tidur bermanfaat
tertentu. Senam otak diakui sebagai teknik meningkatkan konsentrasi dan
belajar yang paling baik oleh National meningkatkan kemampuan visual(20).
Learning Foundation USA(9). Gerakan lain yang dilakukan pada
Aplikasi gerakan-gerakan senam dimensi lateralis adalah gerakan putaran
otak dalam kehidupan sehari-hari leher, dimana gerakan ini dilakukan
tergantung dari kebutuhan seseorang. dengan memutar leher ke kanan, ke kiri
Gerakan yang dipilih dalam penelitian ini dan kebawah. Gerakan ini dapat
adalah delapan tidur dan putaran leher mempengaruhi kemampuan memori
(dimensi lateralis), burung hantu dan jangka pendek karena kemampuan
mengaktifkan tangan (dimensi memori yang rendah dapat disebabkan
pemfokusan), dan pasang telinga dan oleh ketegangan pada leher sehingga

9
gerakan putar leher yang nantinya dapat meningkatkan kelancaran pembuluh
meningkatkan kemampuan memori(9). darah arteri ke otak, meningkatkan
Gerakan yang dilakukan pada energi ke mata, dan mengaktifkan kedua
dimensi pemfokusan adalah gerakan belah otak bagian depan. Gerakan saklar
mengaktifkan tangan dan gerakan burung otak ini dilakukan dengan melakukan
hantu. Gerakan mengaktifkan tangan pemijatan pada daerah saklar otak yaitu
adalah gerakan yang dilakukan dengan terletak di dada dan merupakan jaringan
meluruskan satu tangan ke atas, ke lunak di bawah tulang selangka di kiri
samping telinga dan sambil mengatur dan kanan tulang dada menggunakan jari
napas. Tujuan dilakukan gerakan pada salah satu tangan dan tangan
mengaktifkan tangan ini adalah untuk lainnya berada di pusar(9).
memperbaiki kelenturan dan fleksibilitas Peningkatan skor fungsi kognitif
lengan dan tangan, mengkoordinasi yang terjadi setelah dilakukan penelitian
kemampuan mata dan tangan untuk tentang pengaruh senam otak ini juga
menggunakan alat tertentu serta telah dibuktikan pada penelitian yang
meningkatkan energi di tangan. telah dilakukan oleh Rochmad Agus
Sedangkan gerakan burung hantu adalah Setiawan pada tahun 2014 di Panti
gerakan memijat bahu kiri dan kanan Werdha Dharma Kasih Surakarta,
yang dapat bermanfaat untuk mengasah didapatkan hasil bahwa terjadi
indra penglihatan dan pendengaran(9). peningkatan skor fungsi kognitif secara
Gerakan senam otak pada dimensi bermakna setelah diberikan senam otak,
pemusatan yang dipilih adalah gerakan terbanyak adalah skor nilai kognitif
pasang telingga dan gerakan saklar otak. ringan yaitu delapan resonden (53%)(11).
Pada gerakan pasang telingga ini Pada penelitian lain yaitu Verany yang
dilakukan dengan cara memijat daun memberikan senam otak empat kali
telinga dari atas ke bawah dengan seminggu selama dua minggu pada 32
lembut. Gerakan ini dapat memusatkan orang di Panti Sosial Tresna Werdha
perhatian dan indra pendengaran dengan Warga Tama indralaya, didapatkan hasil
mengaktifkan 400 titik akupuntur yang terdapat peningkatan fungsi kognitif
ada di telinga(9). Sedangkan gerakan sebelum dan sesudah dilakukan senam
saklar otak dilakukan untuk otak, yang menyatakan bahwa ada

10
pengaruh senam otak dengan fungsi terhadap daya ingat dalam kemampuan
kognitif lansia demensia(15). menghafal ayat Al Quran(18).
Penelitian yang dilakukan pada 24 Peningkatan skor fungsi kognitif
pasien Alzheimer di Clinic for ini didapatkan karena kedua belah
Neurology and for Medical hemisfer dapat berfungsi optimal secara
Rehabilitation and Geriatric di Jerman bersamaan sehingga akan mencapai
oleh Draabben-Thiemana, menunjukan kemampuan berpikir dan kreatifitas yang
terdapat peningkatan skor fungsi tinggi. Satu diantaranya cara untuk
kognitif, dari 24 pasien, 16 pasien mengoptimalkan hemisfer adalah dengan
mengalami peningkatan skor fungsi gerakan-gerakan fisik, seperti senam
kognitif(16). Pada penelitian Cancela yang otak(21). Senam otak memberi manfaat
memberikan senam otak kepada lansia dalam meningkatkan keterampilan
yang berusia 65-80 tahun di Spanyol khusus dalam hal berpikir dan
sebanyak satu kali dalam seminggu koordinasi, memudahkan kegiatan
selama 16 minggu, didapatkan hasil belajar dan melindungi sel saraf dari
terdapat peningkatan fungsi kognitif proses neurodegeneratif(9, 21)
. Meskipun
pada semua responden(17). rata-rata skor fungsi kognitif pada lansia
Penelitian Guslinda di Panti Sosial mengalami peningkatan setelah
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin dilakukan senam otak, namun pada
Padang Pariaman, hasil penelitian penelitan ini juga ditemukan beberapa
menunjukan ada pengaruh yang lansia yang memiliki skor fungsi kognitif
bermakna antara fungsi kognitif yang tidak mengalami peningkatan pada
kelompok yang diberikan senam otak posttest ke dua hingga posttest ke empat,
yaitu selisih 4,41 poin(12). Penelitian yang hal ini dikarenakan lansia kesulitan
dilakukan oleh Ari Mei Leni terhadap dalam menjawab pertanyaan kuesioner
pengaruh senam otak terhadap daya ingat MoCA-Ina pada bagian A2 yaitu
pada 14 wanita post menopause juga kemampuan visokontruksional
menunjukkan ada perbedaan pengaruh (menggambar kubus). Lansia sulit
yang signifikan antara kelompok mengintegrasikan garis yang saling
intervensi dan kelompok kontrol terhubung untuk membuat sebuah
bangun ruang. Selain itu faktor tingkat

11
pendidikan lansia yang kebanyakan tidak Rerata skor fungsi kognitif
bersekolah menyebabkan lansia belum lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
mengenal pembelajaran mengenai Mulia Dharma Kubu Raya sebelum
bangun ruang. diberikan senam otak adalah
Berdasarkan pembahasan di atas, 15,038.Sedangkan erata skor fungsi
dapat disimpulkan bahwa dengan latihan kognitif lansia di Panti Sosial Tresna
senam otak tiga kali dalam seminggu Werdha Mulia Dharma Kubu Raya
selama satu bulan dapat meningkatkan setelah diberikan senam otak dalam
fungsi kognitif pada lansia di Panti empat kali pengukuran yang dilakukan
Sosial Tresna werdha Mulia Dharma setiap minggu,dari post test 1 sampai
Kubu Raya. post test 4 masing-masing adalah
(19,923), (21,731), (24,115), dan
PENUTUP (25,615).
1. Kesimpulan
Pada uji repeated ANOVA
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan hasil yaitu p<0,05 yang
yang telah dilakukan pada 26
mengandung arti bahwa terdapat
responden yang mengikuti senam otak
peningkatan yang bermakna antara
di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia
skor fungsi kognitif sebelum dan
Dharma Kubu Raya dapat diambil
sesudah pemeberian senam otak tiga
simpulan yaitu, gambaran karakteristik
kali seminggu selama satu bulan pada
lansia otak di Panti Sosial Tresna
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Werdha Mulia Dharma Kubu Raya,
Mulia Dharma Kubu Raya.
yaitu sebagian besar adalah kelompok
umur 60-74 tahun (53,8%). 2. Saran
Berdasarkan jenis kelamin diketahui Untuk menghambat penurunan
bahwa lansia laki-laki lebih banyak fungsi kognitif pada lansia disarankan
dari pada lansia perempuan yaitu tenaga kesehatan di Panti Sosial
sebanyak 14 orang (53,8%). Tresna Werdha Mulia Dharma Kubu
Sedangkan berdasarkan tingkat Raya secara rutin seminggu tiga kali
pendidikan sebagian besar lansia tidak melakukan senam otak pada lansia dan
sekolah yaitu sebesar (50%). mengingat pentingnya senam otak,

12
Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Kemenkes RI. 2013.
3. Badan Pusat Statistik. Data
Dharma Kubu Raya dapat mendorong
Statistik Indonesia : Jumlah
segera menunjuk instruktur senam otak Penduduk Menurut Kelompok
Umur, Jenis Kelamin, Provinsi,
dengan memberikan pelatihan senam
dan Kabupaten/Kota. 2010.
otak terhadap petugas kesehatan panti. 4. BKKBN, 2010. Potret Penduduk
Lansia Di Kalimantan Barat.
Dinas Kesehatan Kubu raya Diperoleh:www.bkkbn.go.id/.../Pot
ret%20Penduduk%20Lansia%20di
sebagai institusi penentu kebijakan %20Kalimant. Diakses 14 Oktober
termasuk program lansia diharapkan 2015.
5. Hesti. Pengaruh Gangguan
dapat merumuskan kebijakan yang Kognitif Terhadap Gangguan
berkenaan dengan terlaksananya Keseimbangan Pada Lanjut Usia.
2004. Diperoleh dari
senam otak di setiap panti werdha http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/
maupun pusat kesehatan masyarakat Search.html?act=tampil&id=54416
&idc=24. Diakses 15 November
lainnya yang terdapat di Kabupaten 2015.
Kubu Raya, dengan merencanakan 6. Willson B, Emsile H, Quirk K,
Evans J. 2001. Journal of
anggaran bagi kegiatan dan pelatihan neurology, neurosurgery, and
instruktur senam otak. psychiatry, volume: 70(4),pp.477-
82. Diperoleh dari at:
http:www.pubmedcentral.nih.go/ar
Bagi penelitian selanjutnya,
ticlerender.fcgi?artid=1737370&to
perlunya dilakukan penelitian yang ol=p mcentrez &r endertypa.
Diakses 14 Oktober 2015.
memiliki kelompok kontrol, penelitian
7. Denisson. Brain gym (Senam
yang bisa menggambarkan faktor- Otak). Jakarta : Grasindo. 2009.
8. Yanuarita, Franc Andri.
faktor yang mempengaruhi fungsi
Memaksimalkan Otak Melalui
kognitif, mengetahui hubungan Senam Otak (BrainGym).
Sukoharjo.Teranova Books. 2012.
kualitas tidur dengan fungsi kognitif
9. Rochmad Agus Setiawan.
dan mengukur lama efek senam otak Pengaruh Senam Otak Dengan
Fungsi Kognitif Lansia Demensia
dapat bertahan.
Di Panti Werdha Dharma Bakti
Kasih Surakarta. 2014. Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Keperawatan Surakarta : Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
1. Nugroho W. Keperawatan Diperoleh dari RA Setiawan, W
Gerontik dan Geratrik. Jakarta: Safitri, A Setiyaja digilib.
EGC. 2008. stikeskusumahusada.ac.id. Diakses
2. Kemenkes RI. Survei Demografi 28 Oktober 2015. (Skripsi).
dan Kesehatan Indonesia Jakarta :
13
10. Guslinda,Yola Yolanda, Delvi ofAlzheimer’s patients. Brain Gym
Hamdayani. Pengaruh Senam Otak Journal 2002;16 (1): 10.
Terhadap Fungsi Kognitif Pada 17. Cancela JM, Suarez HV,
Lansia Dengan Dimensia Di Panti Vasconcelos J, Lima A, Ayan C.
Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Efficacy of Brain Gym Training on
Aluih Sicincin Padang Pariaman The Cognitive Performance and
Tahun 2013. Jurnal Keperawatan Fitness Level of Active Older
Padang : STIKes Mercubaktijaya Adult : A Pliminary Study, J Aging
Padang. Diperoleh dari journal. Phys Act 2015; 23 (4); 653-8.
mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.p 18. Ari Sapti Mei Leni, Isbaini
hp?file=1e.pdf. Diakses tanggal 20 Herawati, Agus Widodo. 2012.
Oktober 2015. (Skripsi). Pengaruh Senam Otak Terhadap
11. Keliat, 1999 dalam Maryam, Daya Ingat Pada Wanita Post
Fatma, Rosidawati, Juabed, Menopause. Surakarta : Aisyiyah
Batubara. Mengenal Usia Lanjut Surakarta.
DanPerawatannya. Jakarta: 19. Sularyo TS, Handryastuti S. Senam
Salemba Medika. 2011. otak. Sari Pediatri, Juni 2002; 4(1):
12. Maryam, Fatma, Rosidawati, 37.
Juabed, Batubara. 2011. Mengenal 20. Macias M, Nowicka D, Czupryn
Usia Lanjut DanPerawatannya. A, Sulejczak D, Skup M, Skangiel-
Jakarta: Salemba Medika. . 2011. Kramska J. Exercise-induced
13. Darmajo B. Teori Proses Menua. motor improvement after complete
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. spinal cord transection and its
2009. relation to expression of brain-
14. Lanawati. Hubungan Antara derived neurotrophic factor and
Senam Kesegaran Jasmani Lansia presynaptic markers. BMC
Dengan Fungsi Kognitif Dan Neuroscience 2009; 10:144.
Keseimbangan Tubuh Di Posyandu 21. Dince Setianingsih. Pengaruh
Lansia Desa Dauh Puri Kauh Senam Otak Terhadap
Denpasar. 2015. Universitas Kemampuan Memori Jangka
Udayana. Diperoleh dari : Pendek Pada Anak Tuna Drahita
www.pps.unud.ac.id/.../unud-1458- Ringan Di SDLB Negeri Patrang
1595108714-. Diakses 10 Kabupaten Jember; 2012. Jember:
November 2015. (Tesis). Program Studi Ilmu Keperawatan
Jember. (Diakses tanggal 9April
15. Verany R, Santoso B, Fanada M. 2016).
2013. Pengaruh Brain Gym 22. Greenough, W. Perspective: Rich
Terhadap Tingkat Kognitif Lansia Experience, Physical Activity
di Panti Sosial Tresna Werdha Healthy Brains; 2006. National
Warga Tama Indralaya. Palembang Scientific Council on the
: Universitas Sriwijaya. (Skripsi) Developing Child. (Diakses
16. Drabben-Thiemann G, Hedwig D, tanggal 9April 2016).
Kenklies M, Von Blumberg A, 23. Brown & Jason. Enriched
Marahrens A, Marahrens G, Hager Environment and Physical Activity
K. The Effect of Brain Gym on Stimulate Hippocampal but not
The Cognitive Performance Olfactory Bulb Neurogenesis;

14
2003. Eureopean Journal of
Neurosciences, Vol.7. pp2042-
2046. (Diakses tanggal 9April
2016).

15
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

PENGARUH SENAM HIPERTENSI LANSIA TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI WREDA
DARMA BHAKTI KELURAHAN PAJANG SURAKARTA

Totok Hernawan1, Fahrun Nur Rosyid2


1,2
Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Jl. A. Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta.
Email: 1totok.hernawan@gmail.com, 2fnr100@ums.ac.id

ABSTRAK
Masalah kesehatan yang terjadi pada lansia umumnya adalah
penurunan fungsi organ yang memicu terjadinya berbagai penyakit
degeneratif termasuk hipertensi. Penyakit degeneratif pada lansia jika
tidak ditangani dengan baik maka menurunkan kualitas hidup lansia.
Hipertensi merupakan suatu gejala penyakit degeneratif
kardiovaskuler yang paling banyak di alami oleh lansia dan belum
dapat diketahui dengan pasti penyebabnya. Penatalaksanaan hipertensi
pada lansia selain dengan farmakologi dapat pula dilakukan dengan
non farmakologi seperti senam hipertensi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh senam hipertensi lansia terhadap
penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi di Panti Wredha
Darma Bhakti Kelurahan Pajang Surakarta. Penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan rancangan preexperiment design One
Group Pre test-post test. Pengumpulan data menggunakan
Sphygmomanometer air raksa, sedangkan analisis data menggunakan
uji Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil dari penelitian ini adalah
tekanan darah sebelum pemberian intervensi sebagian besar adalah
prehypertension (39%), tekanan darah setelah pemberian intervensi
senam hipertensi sebagian besar adalah normal (56%), danterdapat
pengaruh senam hipertensi terhadap tekanan darah lansia di Panti
Wredha Dharma Bhakti Pajang Surakarta (p-value = 0,001).

Kata kunci: Lansia, senam hipertensi, tekanan darah

ABSTRACT
Health problems that occur in the elderly generally are the decline in
organ function that triggers the occurrence of various degenerative
diseases including hypertension. Degenerative disease in elderly if not
handled properly hence decrease the quality of life of elderly.
Hypertension is a symptom of the cardiovascular degenerative disease
that has not been known the cause, which many experienced by the
elderly. Management of hypertension in the elderly in addition to
pharmacology can also be done with non-pharmacology such as
hypertension gymnastics. The purpose of the study was to determine
the influence of elderly hypertensive gymnastics on decreased blood
pressure elderly with hypertension in Panti Wredha Darma Bhakti
Pajang, Surakarta. This research was a quantitative research with the

26
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

pre-experiment design with One Group Pretest-posttest. Data


collection using mercury sphygmomanometer, while data analysis
using Wilcoxon Signed Rank Test. The results revealed that the blood
pressure before the intervention was mostly prehypertension (39%),
while the blood pressure after hypertensive gymnastics intervention
was largely normal (56%). There was the influence of hypertensive
gymnastics to elderly blood pressure in Panti Wredha Dharma Bhakti
Pajang Surakarta (p-value = 0.001).

Keywords: Elderly, hypertension gymnastic, blood pressure

PENDAHULUAN Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar


Depkes (Riskesdas) 2013, sekitar 76%
Meningkatnya penduduk lanjut usia kasus hipertensi di masyarakat belum
dibutuhkan perhatian dari semua pihak terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
dalam mengantisipasi berbagai pengukuran tekanan darah pada usia 18
permasalahan yang ada. Penuaan tahun ke atas ditemukan prevalensi
penduduk membawa berbagai implikasi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%
baik dari aspek social, ekonomi, hukum, (Depkes RI, 2013). Hipertensi seringkali
politik dan terutama kesehatan (Komnas ditemukan pada lansia. Dari hasil studi
Lansia 2010). tentang kondisi sosial ekonomi dan
Meningkatnya populasi lansia ini kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan
tidak dapat dipisahkan dari masalah Komnas Lansia di 10 Provinsi tahun 2012,
kesehatan yang terjadi pada lansia, diketahui bahwa penyakit terbanyak yang
menurunnya fungsi organ memicu diderita lansia adalah penyakit sendi
terjadinya berbagai penyakit degeneratif (52,3%) dan Hipertensi (38,8%), penyakit
(Azizah, 2011). Penyakit degeneratif pada tersebut merupakan penyebab utama
lansia ini jika tidak ditangani dengan baik disabilitas pada lansia (Kemenkes RI,
maka akan menambah beban finansial 2013).
negara yang tidak sedikit dan akan Olahraga seperti senam hipertensi
menurunkan kualitas hidup lansia karena mampu mendorong jantung bekerja secara
meningkatkan angka morbiditas bahkan optimal, dimana olahraga mampu
dapat menyebabkan kematian (Depkes, meningkatkan kebutuhan energi oleh sel,
2013). Beberapa penyakit degeneratif jaringan dan organ tubuh, dimana
yang paling banyak diderita oleh lansia akibatnya dapat meningkatkan aliran balik
antara lain, gangguan sendi, hipertensi, vena sehingga menyebabkan volume
katarak, stroke, gangguan mental sekuncup yang akan langsung
emosional, penyakit jantung dan diabetes meningkatkan curah jantung sehingga
melitus (Riskesdas, 2013). menyebabkan tekanan darah arteri
Prevalensi hipertensi di dunia meningkat, setelah tekanan darah arteri
diperkirakan sebesar 1 milyar jiwa dan meningkat akan terlebih dahulu, dampak
hampir 7,1 juta kematian setiap tahunnya dari fase ini mampu menurunkan aktivitas
akibat hipertensi, atau sekitar 13% dari pernafasan dan otot rangka yang
total kematian (Gusmira, 2012). menyebabkan aktivitas saraf simpatis
Prevalensi hipertensi di Indonesia untuk menurun, setelah itu akan menyebabkan
penduduk berumur diatas 25 tahun adalah kecepatan denyut jantung menurun,
8,3%, dengan prevalensi laki-laki sebesar volume sekuncup menurun, vasodilatasi
12,2% dan perempuan 15,5%. arteriol vena, karena menurunan ini

27
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

mengakibatkan penurunan curah jantung Oktober 2016 di Panti Wredha Darma


dan penurunan resistensi perifer total, Bhakti Pajang Surakarta, didapatkan hasil
sehingga terjadinya penurunan tekanan jumlah penduduk lansia yang tinggal di
darah (Sherwood, 2005). panti tersebut ada 78 lansia. Catatan hasil
Hubungan senam hipertensi pemeriksaan rutin dari panti menujukan
terhadap pengendalian tekanan darah dari jumlah keseluruhan lansia yang
lansia sebagaimana disimpulkan dalam tinggal di panti, diantaranya 20 lansia
penelitian Wahyuni (2015). Penelitian termasuk hipertensi ringan, 15 lansia
menunjukkan terjadinya perbaikan termasuk hipertensi sedang, 10 lansia
tekanan darah pada lansia namun tidak hipertensi berat dan sisanya normotensi
mencapai taraf signifikansi yang atau tekanan darah normal. Upaya yang
diinginkan. Tidak tercapinya perbaikan dilakukan petugas Panti Wredha Darma
tekanan darah yang diinginkan disebabkan Bhakti Pajang Surakarta dalam menangani
adanya faktor perancu yang berhubungan masalah ini adalah memberikan obat anti
dengan tekanan darah lansia antara lain hipertensi dan senam lansia pada
pola makan, stress, aktivitas fisik, genetik umumnya, sedangkan kemampuan gerak
serta farmakologi dalam penelitian yang atau mobilitas lansia terbatas tidak sesuai
tidak dapat dikendalikan. kalau gerakan senam yang dilakukan
Senam hipertensi merupakan olah adalah senam lansia secara umum perlu
raga yang salah satunya bertujuan untuk gerakan gerakan senam yang disesuaikan
meningkatkan aliran darah dan pasokan dengan kemampuan gerak lansia yaitu
oksigen kedalam otot-otot dan rangka pada senam hipertensi. Sedangkan
yang aktif khususnya terhadap otot selanjutnya pemakaian obat antihipertensi
jantung. Mahardani (2010) mengatakan dalam jangka panjang dapat
dengan senam atau berolah raga mengakibatkan ketergantungan akan obat,
kebutuhan oksigen dalam sel akan penurunan metabolisme pada lansia,
meningkat untuk proses pembentukan penurunan fungsi ginjal, penurunan
energi, sehingga terjadi peningkatan kemampuan jantung dan pembuluh darah,
denyut jantung, sehingga curah jantung menyebabkan kerusakan fungsi kognitif
dan isi sekuncup bertambah. Dengan yang tidak baik bagi kesehatan lansia.
demikian tekanan darah akan meningkat. Berdasarkan uraian diatas, proses
Setelah berisitirahat pembuluh darah akan penuaan atau lanjut usia merupakan suatu
berdilatasi atau meregang, dan aliran hal yang alamiah dan tidak dapat
darah akan turun sementara waktu, sekitar dihentikan. Menurut data yang diperoleh
30-120 menit kemudian akan kembali jumlah lanjut usia serta angka harapan
pada tekanan darah sebelum senam. Jika hidup mengalami peningkatan yang cukup
melakukan olahraga secara rutin dan terus signifikan setiap tahun nya. Untuk
menerus, maka penurunan tekanan darah mencegah penurunan fungsional tubuh
akan berlangsung lebih lama dan pada lansia terutama tekanan darah tinggi
pembuluh darah akan lebih elastis. dapat dilakukan dengan melakukan latihan
Mekanisnme penurunan tekanan darah fisik. Akan tetapi tidak semua latihan fisik
setelah berolah raga adalah karena sesuai dengan lansia mengingat
olahraga dapat merilekskan pembuluh- kemampuan mobilisasi lansia terbatas.
pembuluh darah. Sehingga dengan Oleh karena itu peneliti menggunakan
melebarnya pembuluh darah tekanan senam hipertensi sebagai intervensi
darah akan turun. penelitian untuk menurunkan tekanan
Hasil studi pendahuluan yang telah darah lansia hipertensi yang tinggal di
di lakukan oleh peneliti pada tanggal 7 Panti Wredha Kelurahan Pajang

28
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

Kabupaten Surakarta, sehingga peneliti prekuensi 4 kali dalam 2 minggu. Senam


tertarik untuk melakukan penelitian ini bertujuan untuk melestarikan
dengan judul, “Pengaruh senam hipertensi peredaran darah dan meregangkan otot
terhadap penurunan tekanan darah lansia kaku pada lansia hipertensi. Pengumpulan
dengan hipertensi di Panti Wredha data menggunakan Sphygmomanometer
Kelurahan Pajang Surakarta”. terkalibrasi, sedangkan analisis data
menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank
METODE PENELITIAN Test.

Penelitian ini adalah penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN


kuantitatif dengan rancangan pre
experiment design One Group Pre test- Karakteristik Responden
post test dimana pada desain ini peneliti
membandingkan nilai pre test yaitu Tabel 1. Karakteristik Responden
sebelum dilakukan intevensi dan nilai post
test yaitu setelah dilakukan intervensi. No Karakteristik Frekuensi Persentase
Populasi penelitian adalah seluruh lansia (%)
yang tinggal di Panti Wredha Kelurahan 1. Jenis kelamin
a. Laki-laki 10 36
Pajang Surakarta berjumlah 82 orang dan b. Perempuan 18 64
sample sebanyak 28 lansia yang 2. Umur
mengalami hipertensi dengan teknik a. 60 – 75 tahun 19 64
sampling jenuh. Senam hipertensi b. >75 tahun 9 36
merupakan aktifitas fisik yang dilakukan
berupa gerakan senam khusus penderita Tekanan Darah Lansia
hipertensi yang dilakukan selama 30 Hasil pengumpulan data tekanan
menit dengan tahapan 5 menit latihan darah sistol dan diastol responden
pemanasan, 20 menit gerakan peralihan diperoleh tendensi statistik sebagai
dan 5 menit gerakan pendinginan dengan berikut.

Tabel 2. Tendensi Statistik Tekanan Darah


Pre test Post test
No Nilai Statistik
Sistol Diastole Sistol Diastole
1 Terendah 140,00 80,00 110,00 70,00
2 Tertinggi 180,00 100,00 160,00 100,00
3 Rata-rata 151,43 95,36 130,36 82,14
4 Median 150,00 95,00 130,00 80,00
5 Standar Deviasi 11,46 8,81 14,52 8,33

Nilai tendensi statistik tekanan Nilai tendensi statistik tekanan


darah responden pada awal pengukuran darah responden pada setelah intevensi
(pre test) diperoleh rata-rata tekanan darah (post test) diperoleh rata-rata tekanan
sistol sebesar 151,43, mmHg, tekanan darah sistol sebesar 130,36, mmHg,
terendah 140 mmHg, tertinggi 180 tekanan terendah 110 mmHg, tertinggi
mmHg, median 150 mmHg dan standar 160 mmHg, median 130 mmHg dan
deviasi 11,46 mmHg. Selanjutnya rata- standar deviasi 14,52 mmHg. Selanjutnya
rata pre test tekanan darah diastole sebesar pre test tekanan darah diastole sebesar
95,36 mmHg, tekanan terendah 80 mmHg, 82,14 mmHg, tekanan terendah 70 mmHg,
tertinggi 110 mmHg, median 95 mmHg tertinggi 100 mmHg, median 80 mmHg
dan standar deviasi 8,81 mmHg. dan standar deviasi 8,33 mmHg.

29
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

Selanjutnya tekanan darah responden JNC 7 yang ditampilkan pada Tabel 3.


dibagi dalam empat kategori berdasarkan

Tabel 3. Kategori Tekanan Darah Responden


Pre test Post test
No Kategori
Frekuensi % Frekuensi %
1 Normal 0 0 5 18
2 Prehypertension 0 0 13 46
3 Stage 1 hypertension 17 61 8 29
4 Stage 2 hypertension 11 39 2 7
Total 28 100 28 100

Distribusi frekuensi kategori responden (29%), normal sebanyak 5


tekanan darah responden menunjukkan responden (18%) dan stage 2 hypertension
pada pretest sebagian besar responden sebanyak 2 responden (7%).
mengalami stage 1 hypertension sebanyak
17 responden (61%) dan sisanya stage 2 Pengaruh Senam Hipertensi terhadap
hypertension sebanyak 11 responden Penurunan Tekanan Darah Lansia
(39%). Selanjutnya distribusi frekuensi Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test
tekanan darah responden pada post test pengaruh pemberian senam hipertensi
menunjukkan sebagian besar adalah terhadap tekanan darah lansia adalah
prehypertension sebanyak 13 responden sebagai berikut.
(46%), stage 1 hypertension sebanyak 8

Tabel 4. Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test


Tekanan X ± SD
p-value Keputusan
Darah Pre Post
Sistol 151,43 ± 11,46 130,36 ± 14,52 0,001 H0 ditolak
Diastole 95,36 ± 8,81 82,14 ± 8,33 0,001 H0 ditolak

Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test Selanjutnya penurunan rata-rata


pre test dan post test tekanan darah sistol tekanan darah sistol dan diastole pre test
diperoleh nilai Z hitung sebesar 4,370 ke post test responden ditampilkan pada
dengan nilai signifikansi (p-value) sebesar Grafik 1.
0,001. Nilai signifikansi uji (p-value)
lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05)
sehingga diputuskan H0 ditolak yang
bermakna bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata tekanan darah sistol
pre test dan post test.
Hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test
pre test dan post test tekanan darah
diastole diperoleh nilai Z hitung sebesar
4,311 dengan nilai signifikansi (p-value)
sebesar 0,001. Nilai signifikansi uji (p-
value) lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05)
sehingga diputuskan H0 ditolak yang
bermakna bahwa terdapat perbedaan yang
Gambar 1. Grafik Penurunan Rata-rata
signifikan rata-rata tekanan darah diastole
Tekanan darah
pre test dan post test.

30
JURNAL KESEHATAN, ISSN 1979-7621, Vol. 10, No. 1. Juni 2017

Nilai rata-rata tekanan darah sistol


pre test (151,463) lebih tinggi KESIMPULAN
dibandingkan rata-rata tekanan darah
sistol post test (130,36) sehingga Tekanan darah responden sebelum
disimpulkan pemberian intervensi senam pemberian intervensi sebagian besar
hipertensi berpengaruh terhadap adalah prehypertension (39%). Tekanan
penurunan tekanan darah sistol responden. darah responden setelah pemberian
Nilai rata-rata tekanan darah diastol pre intervensi senam hipertensi sebagian besar
test (95,36) lebih tinggi dibandingkan adalah prehypertension (46%). Terdapat
rata-rata tekanan darah diastole post test pengaruh senam hipertensi terhadap
(82,14) sehingga disimpulkan pemberian tekanan darah lansia di Panti Wredha
intervensi senam hipertensi berpengaruh Panjang Surakarta.
terhadap penurunan tekanan darah diastol
responden.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah., 2011, Keperawatan lanjut usia, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 2013, Profil Kesehatan Indonesia 2013,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gusmira, S., 2012, Evaluasi Penggunaan Antihipertensi Konvensional dan Kombinasi


Konvensional Bahan Alam pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Wilayah
Depok, Makara, Kesehatan, Vol. 16, NO. 2. 77-83.

Kemenkes RI, 2013, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Kemenkes RI,
Jakarta.

Komnas Lansia., 2010, Profil Penduduk Lanjut Usia 2009, Jakarta.

Mahardani, N.M.A.F., 2010, Pengaruh Senam Jantung Sehat terhadap Penurunan


Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di klub Jantung Sehat Klinik
Kardiovaskuler Rumah Sakit Hospital Cinere tahun 2010.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)., 2013, Kementrian Kesehatan RI, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Sherwood, L., 2005, Fisiologi kedokteran:dari Sel ke Sistem, EGC, Jakarta.

Wahyuni, S., 2015, Pengaruh Senam Hipertensi Terhadap Tekanan Darah ansia di
Posyandu Lansia Desa Krandegan Kabupaten Wonogiri, Skripsi, Program
Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta, Surakarta.

31
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP SENSITIVITAS KAKI DAN


KADAR GULA DARAH PADA AGGREGAT LANSIA DIABETES
MELITUS DI MAGELANG
Sigit Priyanto¹, Junaiti Sahar², Widyatuti³
1)
Keperawatan Kmunitas FIKES UNIV. MUHAMMADIYAH MAGELANG JL. Mayjend Bambang Soegeng
Mertoyudan Magelang Email: masigit_fikes@yahoo.com
2)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3)
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Abstrak

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada
aggregate lansia diabetes melitus di Magelang. Penelitian eksperimen semu desain pre and post test group
design with control group. Sampel secara aksidental atau convenience sampling, 125 responden (62 lansia
kelompok intervensi dan 63 kelompok kontrol). Instrumen penilaian menggunakan skala sensitivitas dan nilai
kadar gula darah. Senam kaki dilakukan 3 kali seminggu selama 4 minggu. Hasil penelitian kadar gula darah
lebih baik pada lansia sesudah diberikan senam kaki (p value 0,000). Sensitivitas kaki lebih baik pada lansia
sesudah diberikan latihan senam kaki (p value 0,000).

Kata kunci: senam kaki, sensitivitas kaki, kadar gula darah

76 . Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

PENDAHULUAN ditangani secara tepat dapat /berkembang


Proses menua menjadikan lanjut usia (lansia) menjadi suatu tindakan pemotongan amputasi
sebagai populasi yang rentan terhadap masalah, kaki. Adanya luka dan masalah lain pada kaki
baik fisik, psikologis, dan sosial, khususnya merupakan penyebab utama kesakitan
yang terkait dengan proses menua. Kerentanan morbiditas, ketidakmampuan disabilitas, dan
mengacu pada kondisi individu yang lebih kematian mortalitas pada seseorang yang
sensitif terhadap faktor risiko daripada yang menderita diabetes melitus (Soegondo, 2009).
lain (O’Connor, 1994 dalam Stanhope & Peran perawat komunitas dalam
Lancaster, 2000). memberdayakan individu, keluarga, dan
masyarakat sangat diperlukan dalam mengelola
Kelompok beresiko (population risk) dapat permasalahan kesehatan yang terjadi.
menyebabkan terjadinya diabetes melitus.
Population risk meliputi kelompok tertentu di Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
komunitas atau masyarakat yang mengalami gambaran mengenai pengaruh senam kaki
keterbatasan fisik, sosial, ekonomi, gaya hidup terhadap sensitivitas dan kadar gula darah pada
dan kejadian hidup atau pengalaman hidup aggregate lansia di Magelang.
dapat sebagai penyebab terjadinya masalah
kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004). Suatu METODOLOGI
kelompok yang memiliki risiko atau kombinasi Penelitian ini merupakan jenis penelitian
risiko salah satunya misalnya kemiskinan atau kuantitatif dengan desain penelitian yaitu quasi
status sosial ekonomi rendah (DHHS, 2000, eksperimental. Kelompok subyek yang
2008 dalam Lundy & Janes, 2009), yang dapat diobservasi sebelum dilakukan intervensi,
mempengaruhi kesehatan, biasanya menjadi kemudian diobservasi kembali segera setelah
lebih lebih mudah atau rentan terserang dilaksanakan intervensi (Sastroasmoro &
penyakit. Kelompok sosial yang mempunyai Ismael, 2010).
peningkatan risiko atau kerentanan terhadap
kesehatan yang buruk (Fkaskerud and Winslow, Menggunakan rancangan pre and post test
1998 dalam Stanhope & Lancaster, 2004), group design with control group. Pengamatan
terjadinya penurunan kadar gula darah dan
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit peningkatan sensitivitas ujung telapak kaki
metabolik yang ditandai dengan timbulnya sesudah dilakukan senam kaki diabet. Hal ini
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dilakukan pada responden penelitian untuk
dan atau peningkatan resistensi insulin seluler melihat pengaruh senam kaki diabet terhadap
terhadap insulin. Hiperglikemia kronik dan penurunan kadar gula darah dan peningkatan
gangguan metabolik diabetik melitus lainnya sensitivitas ujung telapak kaki pada lansia
akan menyebabkan kerusakan jaringan dan diabetes melitus di Desa Pasuruhan Kecamatan
organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan sistem Mertoyudan Kabupaten Magelang. Rancangan
vaskular. Ulkus diabetikum merupakan salah tersebut diatas dapat dilihat pada gambar
satu komplikasi diabetes melitus pada sistem sebagai berikut menurut Burn dan Grove,
integumen, diawali dengan adanya rasa baal (2005).
atau kesemutan.

Kebiasaan maupun perilaku masyarakat seperti HASIL


kurang menjaga kebersihan kaki dan tidak Analisis Kadar Gula Darah Sebelum dan
menggunakan alas kaki saat beraktivitas akan Sesudah Perlakuan Senam Kaki Pada Lansia di
beresiko terjadi perlukaan pada daerah kaki. Magelang tahun 2012 (n=125)
Keadaan kaki diabetik lanjut yang tidak

Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi t p value


Kelompok
Mean SD Mean SD
Intervensi 271,94 60,53 243,23 49,73 7,59 0,000
Kontrol 264,08 52,64 273,35 50,85 3,18 0.02
Catatan: *) sampel sebelum dan sesudah intervensi sama

. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah 77
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

Menunjukkan rata-rata kadar gula darah Catatan: *) sampel sebelum dan sesudah
sebelum perlakuan pada kelompok intervensi intervensi sama
sebesar 271,94 (SD= 60,53) dan pada kelompok Menunjukkan ada perbedaan secara bermakna
kontrol rata-rata kadar gula darah sebesar rata-rata kadar gula darah sebelum dilakukan
264,08 (SD= 52,64). senam kaki dengan kadar gula darah sesudah
dilakukan senam kaki pada kelompok intervensi
Rata-rata kadar gula darah sesudah perlakuan (t= 7,59; p value = 0,000).
pada kelompok intervensi sebesar 243,73 (SD=
49,73) dan pada kelompok kontrol rata-rata Ada perbedaan secara bermakna rata-rata kadar
kadar gula darah sebesar 273,35 (SD= 50,85). gula darah sebelum dilakukan senam kaki
dengan kadar gula darah sesudah dilakukan
Analisis Sensitivitas Kaki Sebelum dan senam kaki pada kelompok kontrol (t= 3,18; p
Sesudah Perlakuan Senam Kaki Pada Lansia di value= 0,02).
Magelang tahun 2012 (n=125)
Analisis Perbedaan Sensitivitas Kaki Sebelum
Tabel 5.2 menunjukkan rata-rata sensitivitas kaki dengan Sesudah Perlakuan Senam Kaki Pada
sebelum perlakuan pada kelompok intervensi sebesar Lansia di Magelang tahun 2012 (n=125)
1,81 (SD= 0,72) dan pada kelompok kontrol rata-rata
sensitivitas kaki sebesar 1,92 (SD= 0,75). Sebelum Sesudah
Kelompok Intervensi Intervensi Selisih mean
Sebelum Sesudah
Selisih Mean SD Mean SD
Kelompok Intervensi Intervensi
mean Intervensi 271,94 60,53 243,23 49,73 28,71
Mean SD Mean SD
Intervensi 1,81 0,72 2,68 0,47 0,87 Kontrol 264,08 52,64 273,35 50,85 9,27
Kontrol 1,92 0,75 1,87 0,73 0,48
Catatan: *) sampel sebelum dan sesudah intervensi sama
Catatan: *) sampel sebelum dan sesudah intervensi sama
Menunjukkan ada perbedaan secara bermakna
Rata-rata sensitivitas kaki sesudah perlakuan rata-rata sensitivitas kaki sebelum dilakukan
pada kelompok intervensi sebesar 2,68 (SD= senam kaki dengan sensitivitas kaki sesudah
0,47) dan pada kelompok kontrol rata-rata dilakukan senam kaki pada kelompok intervensi
sensitivitas kaki sebesar 1,87 (SD= 0,73). (t= 14,87; p value= 0,000).
Selisih mean sensitivitas kaki sebelum dengan Tidak ada perbedaan secara bermakna rata-rata
sesudah pada kelompok intervensi sebesar sensitivitas kaki sebelum dilakukan senam kaki
28,71 sedangkan pada kelompok kontrol dengan sensitivitas kaki sesudah dilakukan
sebesar 9,27. senam kaki pada kelompok kontrol (t= 1,76; p
value= 0,083).
Analisis Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum Analisis Perbedaan Kadar Gula Darah Sesudah
dengan Sesudah Perlakuan Senam Kaki Pada Perlakuan Senam Kaki Kelompok Intervensi
Lansia di Magelang tahun 2012 (n=125) dengan Kelompok Kontrol Pada Lansia di
Magelang tahun 2012 (n=125)

Sebelum Sesudah
t p value t p value
Kelompok Intervensi Intervensi
Mean SD Mean SD
Intervensi 60,5 243,2
271,94 0,56 0,581 49,73 6,34 0,000
3 3
Kontrol 52,6 273,3
264,08 50,85
4 5

Catatan: *) sampel sebelum dan sesudah intervensi sama

Menunjukkan tidak ada perbedaan secara Ada perbedaan secara bermakna rata-rata kadar
bermakna rata-rata kadar gula darah sebelum gula darah sesudah dilakukan senam kaki pada
dilakukan senam kaki pada kelompok intervensi kelompok intervensi dengan kadar gula darah
dengan kadar gula darah sebelum dilakukan sesudah dilakukan senam kaki pada kelompok
senam kaki pada kelompok kontrol (t= 0,56; p kontrol (t= 6,34; p value= 0,000)
value= 0,581)

78 . Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

Analisis Perbedaan Sensitivitas Kaki Sesudah Perlakuan Senam Kaki Kelompok Intervensi dengan
Kelompok Kontrol Pada Lansia di Magelang tahun 2012 (n=125)
Sebelum Sesudah
t p value t p value
Kelompok Intervensi Intervensi
Mean SD Mean SD
Intervensi
1,81 0,72 1,93 0,059 2,68 0,47 10,64 0,000
Kontrol
1,92 0,75 1,87 0,73

Menunjukkan tidak ada perbedaan secara Hal tersebut sejalan pernyataan dari WHO,
bermakna rata-rata kadar gula darah sebelum 2008, diabetes melitus merupakan keadaan
dilakukan senam kaki pada kelompok intervensi hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh
dengan kadar gula darah sebelum dilakukan faktor lingkungan dan keturunan secara
senam kaki pada kelompok kontrol (t= 1,93; p bersama-sama, dan mempunyai karakteristik
value= 0,059). hiperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol. Faktor utama yang harus
Ada perbedaan secara bermakna rata-rata kadar dikendalikan adalah nilai kadar gula darah,
gula darah sesudah dilakukan senam kaki pada diupayakan dalam rentang normal atau
kelompok intervensi dengan kadar gula darah mendekati rentang normal. Tingginya angka
sesudah dilakukan senam kaki pada kelompok atau kadar gula darah menunjukkan tingkat
kontrol (t= 10,636; p value= 0,000) kesakitan yang terjadi. Tanda-tanda awal yang
Sensitivitas kaki lebih baik pada lansia sesudah biasanya dirasakan lansia seperti banyak
diberikan senam kaki pada kelompok intervensi makan, banyak kencing, banyak minum
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini seandainya dilakukan pemeriksaan gula darah
menunjukkan bahwa ada pengaruh senam kaki lebih lanjut akan menunjukkan adanya
terhadap sensitivitas kaki. peningkatan.

PEMBAHASAN/ DISKUSI Pendapat Stanhope & Lancaster, 2004 yang


Perubahan nilai kadar gula darah sebelum dan menyatakan bahwa lansia termasuk suatu
sesudah lansia diberikan intervensi di kelompok rentan (vulnerable population) yang
Kabupaten Magelang. lebih mudah untuk mengalami masalah
Berdasar hasil penelitian yang dilakukan kesehatan sebagai akibat terpajan resiko atau
menunjukkan perbedaan selisih mean rata-rata akibat buruk dari masalah kesehatan. Salah satu
kadar gula darah sebelum dengan sesudah masalah yang berkaitan dengan bertambahnya
intervensi pada kelompok intervensi lebih usia yaitu diabetes melitus. Lansia yang kadar
tinggi dibanding selisih mean rata-rata gula darahnya tinggi, akan menjadikan
sensitivitas kaki sebelum dengan sesudah viskositas atau kekentalan darah tinggi,
intervensi pada kelompok kontrol. Hal ini sehingga akan menghambat sirkulasi darah dan
menggambarkan bahwa lansia yang diberikan persyarafan terutama daerah atau ujung kaki
intervensi atau perlakuan senam kaki relatif sebagai tumpuan tubuh utama. Viskositas yang
memiliki nilai kadar gula darah yang rendah tinggi ini juga akan meningkatkan kemampuan
darah. Nilai kadar gula darah yang rendah ini bakteri untuk merusak sel-sel tubuh, sehingga
menggambarkan terjadinya perbaikan nilai kalau terjadi luka cenderung sulit atau lama
kadar gula darah setelah dilakukan senam kaki. proses penyembuhannya. Salah satu upaya yang
Penurunan kadar gula darah menunjukkan dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah
terjadinya penurunan tingkat gangguan yaitu melakukan aktivitas atau latihan. Hal
diabetes, karena tingkat keparahan diabetes tersebut sejalan dengan pendapat Miller, 2004,
melitus lansia akan ditunjukkan dengan adanya dengan teori aktivitasnya yang menyatakan
kadar gula darah yang semakin tinggi, melebihi bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
nilai ambang batas normal. bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan dan mempertahankan aktivitas. Hal
ini berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan lansia di lingkungannya sehingga
kehilangan peran akan menghilangkan
kepuasan seorang lansia. Pendapat itu juga
diperkuat oleh Barnedh 2006 yang menyatakan
bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan

. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah 79
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

bermakna dengan gangguan ekstremitas dimana yang tidak mendapatkan perlakunan senam
aktivitas fisik yang rendah, salah satunya tidak kaki.
teratur berolahraga berisiko untuk terjadinya
gangguan gerak. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian
sebelumnya yaitu penelitian di Spanyol yang
Masalah lain yang sering terjadi pada lansia dilakukan oleh Calle dkk. Pada 318 diabetisi
berkaitan pengendalian gula darah adalah sering dengan neuropati dilakukan perawatan kaki
terjadinya kebosanan, tidak adanya motivasi diabet yang dilakukan dengan menjaga sirkulasi
dan keputusasaan pada lansia. Kondisi tersebut darah kaki dihasilkan kelompok yang tidak
menurut teori Health Promotion Model perlu melakukan perawatan kaki 13 kali berisiko
diberikan intervensi melalui edukasi, supporting terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok
dari perawat, dengan juga menerapkan prinsip- yang melakukan perawatan kaki secara teratur
prinsip teori psikososial, sehingga (Calle, Pascual, Duran, 2001).
permasalahan kurangnya motivasi untuk
menjaga kesehatan pada lansia dapat diatasi. Senam kaki merupakan salah satu bentuk
keterampilan dimana untuk mencapai
Penulis berpendapat, kalau akan mengatasi atau peningkatannya diperlukan waktu yang lama
mengelola diabetes melitus, harus diikuti dan teratur serta harus dipraktekkan. Hal ini
dengan mengendalikan kadar gula darah. sesuai dengan penelitian Sahar (2002) yang
Kondisi ini mutlak harus dilakukan karena menyebutkan bahwa ada peningkatan
tingkat kesakitan yang terjadi disebabkan atau keterampilan secara signifikan setelah 6 bulan
ditunjukkan seberapa tinggi terjadinya latihan. Begitu pula penelitian Barnett, et al.
penyimpangan kadar gula darah dari ambang (2003, dalam Anonim, 2007) yang mendapati
normal. Upaya mengendalikan gula darah tidak bahwa latihan fisik yang dilakukan 1 jam per
efektif hanya dilakukan dengan pengobatan minggu selama satu tahun dapat menurunkan
saja. Hal tersebut dikarenakan lansia yang angka kerusakan sebesar 40 %. Oleh karena itu,
mengalami diabetes melitus disebabkan oleh senam kaki yang dilakukan secara teratur dan
kerusakan pancreas dalam memproduksi seimbang dapat berdampak positif bagi lansia.
insulin, dimana insulin ini berfungsi dalam
mengendalikan kadar gula darah. Untuk Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2008)
menunjang peran pankreas yang mengalami didapatkan proporsi perawatan kaki diabetisi
kerusakan tadi, perlu didukung faktor lain yang tidak teratur pada kasus sebesar 88,9% dan
mempunyai fungsi yang sama yaitu dalam kontrol 52,8%. Sedang menurut Perkeni, 2006,
mempengaruhi produksi gula darah. Faktor perawatan kaki diabetisi yang teratur akan
penting lain yang mempengaruhi produksi mencegah atau mengurangi terjadinya
insulin adalah diit dan latihan. Diit berkaitan komplikasi kronik pada kaki. Menurut penulis,
pemilihan dan kepatuhan dalam mengkonsumsi aktivitas fisik khususnya senam kaki akan
makanan yang mengandung kadar gula yang membantu meningkatkan aliran darah di daerah
dianjurkan. Terutama makan makanan yang kaki sehingga akan membantu menstimuli
rendah gula. Sedang latihan yang dianjurkan syaraf-syarat kaki dalam menerima rangsang.
adalah aktivitas yang dapat membantu Hal ini akan meningkatkan sensitivitas kaki
menurunkan kadar gula darah seperti jala-jalan, terutama pada penderita diabetes melitus.
senam tubuh dan senam kaki sesuai kebutuhan. Kondisi tersebut didukung hasil penelitian yang
dilakukan di Magelang yang menunjukkan
Perubahan nilai sensitivitas kaki sebelum dan peningkatan rata-rata sensitivitas kaki pada
sesudah lansia diberikan intervensi di kelompok intervensi yang dilakukan senam
Kabupaten Magelang. kaki dibanding kelompok yang tidak dilakukan
Berdasar hasil penelitian yang dilakukan senam kaki. Lansia yang melakukan senam kaki
menunjukkan perbedaan selisih mean rata-rata mempunyai sensitivitas lebih baik
sensitivitas kaki sebelum dengan sesudah dibandingkan lansia yang tidak melakukan
intervensi pada kelompok intervensi lebih senam kaki.
tinggi dibanding selisih mean rata-rata
sensitivitas kaki sebelum dengan sesudah Pada kelompok kontrol, responden tidak
intervensi pada kelompok kontrol. Hal ini dilakukan intervensi berupa senam kaki ataupun
menggambarkan bahwa lansia yang diberikan pergerakan daerah kaki, hasil penelitian
intervensi atau perlakuan relatif memiliki didapatkan ada perbedaan sensitivitas kaki
sensitivitas lebih tinggi dibandingkan lansia sebelum dan sesudah, tetapi perubahan rata-rata

80 . Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013
mean nya lebih kecil daripada perubahan rata- terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma
rata mean kelompok intervensi. Hasil penelitian darah penderita diabetes yang tidak terkontrol
ini senada dengan penelitian di Swiss oleh dengan baik, mempunyai kekentalan
Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah
diabetes melitus dengan neuropati, hasil menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan
penelitian olah raga tidak teratur akan beresiko oksigen jaringan tidak cukup. Hal ini
terjadi ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman
dibandingkan dengan olah raga yang teratur. anaerob berkembang biak.

Komplikasi menahun dari diabetes melitus, SIMPULAN


salah satunya adalah kelainan pada kaki diawali Rata-rata kadar gula darah sebelum dilakukan
dengan terjadinya gangguan sensitivitas yang senam kaki pada kelompok intervensi lebih
disebut sebagai kaki diabetik. Komplikasi yang tinggi daripada kelompok kontrol.
paling sering dialami pengidap diabetes adalah Rata-rata kadar gula darah sesudah dilakukan
komplikasi pada kaki 15% yang kini disebut senam kaki pada kelompok intervensi lebih
kaki diabetes (Hendratmo, 2004, Wibowo, rendah daripada kelompok kontrol.
2004, Cunha, 2005). Menurut Misnadiarly, Rata-rata sensitivitas kaki sebelum dilakukan
2007, di negara berkembang prevalensi kaki senam kaki pada kelompok intervensi lebih
diabetik didapatkan jauh lebih besar rendah daripada kelompok kontrol.
dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, Rata-rata sensitivitas kaki sesudah dilakukan
prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang senam kaki pada kelompok intervensi lebih
pengetahuan penderita akan penyakitnya, tinggi daripada kelompok kontrol.
kurangnya perhatian tenaga kesehatan terhadap Rata-rata kadar gula darah sebelum dengan
komplikasi serta rumitnya cara pemeriksaan sesudah dilakukan senam kaki kelompok
yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan intervensi menurun sedang pada kelompok
tersebut secara dini kontrol meningkat.
Rata-rata sensitivitas kaki sebelum dengan
Pengelolaan kaki diabetes mencakup sesudah dilakukan senam kaki kelompok
pengendalian gula darah, debridemen/ intervensi meningkat sedang pada kelompok
membuang jaringan yang rusak, pemberian kontrol menurun.
antibiotik, dan obat-obat Rata-rata kadar gula darah sesudah dilakukan
vaskularisasi.. Komplikasi kaki diabetik adalah intervensi pada kelompok intervensi lebih
penyebab amputasi ekstremitas bawah rendah daripada kelompok kontrol.
nontraumatik yang paling sering terjadi di dunia Rata-rata sensitivitas sesudah dilakukan
industri. Sebagian besar komplikasi kaki intervensi pada kelompok intervensi lebih
diabetik mengakibat kan amputasi yang dimulai tinggi daripada kelompok kontrol
dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko Ada pengaruh kadar gula darah dan sensitivitas
amputasi ekstremitas bawah 15-46 kali lebih kaki sebelum dengan sesudah dilakukan senam
tinggi pada penderita diabetik dibandingkan kaki pada aggregat lansia diabetes melitus di
dengan orang yang tidak menderita diabetes Magelang pada kelompok intervensi dan
melitus. Selain daripada itu menurut Amstrong kelompok kontrol.
& Lawrence, 1998, komplikasi kaki merupakan
alasan tersering seseorang harus dirawat dengan SARAN
diabetes, berjumlah 25% dari seluruh rujukan Puskesmas dan dinas kesehatan, perlu adanya
diabetes di Amerika Serikat dan Inggris. pelatihan senam kaki oleh puskesmas pada
lansia di wilayah kerjanya, melalui kegiatan
Gangguan sensitivitas akan menyebabkan posbindu. Sedangkan kader kesehatan posbindu
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen ikut memotivasi dan memonitor kegiatan
pada serabut saraf yang kemudian selanjutnya yang dilakukan secara teratur dan
menyebabkan degenerasi dari serabut saraf. kontinu. Dinas kesehatan berperan serta
Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di meregulasi dan mensupport kegiatan melalui
samping itu, dari kasus ulkus/ gangren diabetes dukungan kebijakan dan penyediaan sumber
kaki diabetes melitus, 50% akan mengalami daya, sumber dana dan fasilitas yang
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah diperlukan.
yang subur untuk berkembangnya bakteri
patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, Institusi Pendidikan Keperawatan, menerapkan
bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur praktik keperawatan berdasarkan peran perawat

. Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah 81
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PPNI JAWA TENGAH 2013

salah satunya dalam memberikan asuhan dan and Utilization. (4th edition).
merancang suatu model pelatihan yang efektif Philadelphia: W.B. Saunders Company.
berdasar hasil-hasil penelitian yang dapat Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic
diterapkan petugas puskesmas dalam melatih Nursing. (2nd Edition). St. Louis,
senam kaki. Perlunya pemberian informasi Missouri: Mosby, Inc.
kepada pihak puskesmas khususnya dalam Meiner, S.E., & Lueckenotte, A.G. (2006).
meningkatkan pemahaman mengenai perubahan Gerontologic Nursing. (3rd Edition). St.
yang terjadi pada lansia dan cara mencegah Louis, Missouri: Mosby Elsevier.
serta mengatasinya melalui kegiatan workshop Miller, C.A. (2004). Nursing for Wellness in
maupun pertemuan ilmiah lainnya. Older Adults. Theory and Practice. (4th
Penelitian berikutnya, perlu diteliti lebih lanjut Edition). Philadelphia: Lippincott
dengan menggunakan variabel perancu lain Williams & Wilkins.
yang dapat mempengaruhi sensitivitas kaki dan Nies, M.A., & McEwen, M. (2007).
kadar gula darah seperti faktor obat-obatan, Community/ Public Health Nursing:
penyakit yang diderita, makanan dan minuman Promoting the Health of Populations. St.
serta kekuatan otot. Perlu dikembangkan untuk Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
penelitian yang akan datang mengenai lamanya Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010). Dasar-
intervensi, waktu latihan senam kaki, pagi atau dasar metodologi penelitian klinis. Edisi
sore. ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Soegondo, (2008), Melawan diabetes dengan
KEPUSTAKAAN banyak beraktivitas, diakses dari
Allender, & Spradley. 2001. Community Health http://www.indodiabetes.com, 12
Nursing: Concepts and Practice, fifth Pebruari 2012.
edition. Philadelphia: Lippincott. Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004).
Berg Balance Test oleh Berg, K., Dauphinee, Community & public health nursing.
W., Williams, J.I., & Maki, Sixth edition. St Louis Missouri: Mosby.
B.,(1992,http://www.fallspreventiontaskf Stanley, M., & Beare, P.G. (1999).
orce.org/pdf/BergbalanceScale.pdf, Gerontological Nursing. (2nd Edition).
diperolah 23 Februari 2012). Philadelphia: F.A. Davis Company.
Burn, N., & Grove, S.K. (2005). The Practice WHO (2008), Technical brief for Policy Maker,
of Nursing Research Conduct, Critique, Geneva, Switzerland
.

82 . Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki Dan Kadar Gula Darah
Pada Aggregat Lansia Diabetes Melitus Di Magelang
Sigit Priyanto, Junaiti Sahar, Widyatuti
PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA
DI PSTW UNIT BUDI LUHUR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA

Sri Adiyati
Prodi Keperawatan Magelang Politeknik Kesehatan Semarang

ABSTRAK

Insomnia merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi


pada lansia. Terdapat beberapa terapi yang dapat digunakan
dalam menurunkan derajat insomnia pada lansia, aromaterapi
merupakan terapi non farmakologi yang dapat digunakan dalam
menurunkan derajat insomnia pada lansia.
Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
aromaterapi terhadap insomnia pada lansia.
Penelitian ini adalah penelitian experimental, menggunakan
desain penelitian Quasy-experiment dengan 15 orang lansia
sebagai kelompok perlakuan dan 15 orang lansia sebagai
kelompok .kontrol, analisa data menggunakan uji statistik t test.
Pengumpulan sampel menggunakan metode Purposive sampling
diperoleh 30 sampel.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan derajat insomnia
pada kelompok perlakuan dengan hasil statistik uji Paired Sample
t Test diperoleh nilai t=2,702 dengan nilai probabilitas Sig.(2
tailed)=0,017 dan tidak terjadi penurunan derajat insomnia pada
kelompok kontrol diperoleh nilai t=0,535 dengan nilai probabilitas
Sig.(2 tailed)=0,601, tidak ada perbedaan derajat insomnia post-
test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan
hasil uji statistik Independent Sample t Test nilai t=-2,024 dengan
probabilitas Sig. (2-tailed)=0,053.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah terapi komplementer
aromaterapi dapat digunakan untuk menurunkan derajat
insomnia pada lansia.

Kata kunci: Lansia, Insomnia, Aromaterapi

PENDAHULUAN harapan hidup penduduk Indonesia


Peningkatan pembangunan pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun,
disegala bidang memberikan tahun 1980: 55,30 tahun, pada tahun
kontribusi yang sangat penting bagi 1985: 58,19 tahun, pada tahun 1990:
penduduk dunia. Hasil pembangunan 61,12 tahun, tahun 1995: 60,05 tahun,
tersebut dibuktikan dengan dan pada tahun 2000: 64,05 tahun.
meningkatnya umur harapan hidup, Penduduk lanjut usia di Indonesia
semakin meningkatnya umur harapan pada tahun 1980 baru berjumlah 7,7
hidup berarti mempengaruhi langsung juta jiwa atau setara dengan 5,2% dari
pada pertambahan jumlah penduduk seluruh jumlah penduduk, tahun 1990
lansia (lanjut usia). jumlah lansia meningkat menjadi 11,3
Usia harapan hidup di dunia juta jiwa atau setara dengan 8.2% dari
yaitu di negara berkembang usia jumlah penduduk, tahun 2000
harapan hidup 50 sampai 60 tahun meningkat menjadi 15,1 juta jiwa atau
dan di negara maju usia harapan setara dengan 7,2% jumlah penduduk,
hidup mencapai usia 70 sampai 80 dan diperkirakan pada tahun 2020
tahun. Di Indonesia usia harapan akan terus meningkat menjadi 29 juta
hidup terus meningkat, berdasarkan jiwa atau setara dengan 11,4%,
data Biro Pusat Statistik (BPS) angka diperkirakan jumlah lansia di Indonesia

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 21


pada tahun 2007 mencapai 17 juta tidak dipandang pada keadaan fisik
jiwa. saja tetapi juga memperhatikan aspek
Pertambahan umur pada lainnya yang bertujuan untuk
individu merupakan suatu proses yang penekanan dalam penyembuhan,
fisiologi yang akan terjadi pada setiap pengakuan bahwa penyedian
manusia, pada proses penuaan hubungan klien sebagai partner, dan
seseorang akan mengalami berbagai berfokus terhadap promosi kesehatan
masalah tersendiri baik secara fisik, dan pencegahan penyakit.
mental, maupun sosioekonomi. Teori keperawatan sunrise model
Gangguan tidur atau insomnia yang mempunyai tujuan dasar yaitu
merupakan salah satu gangguan yang menggunakan pengetahuan relevan
terjadi pada lansia. Gangguan tidur dalam menyediakan kultur spesifik dan
menyerang 50% orang yang berusia 65 kultur yang kongruen untuk
tahun atau lebih yang tinggal dirumah memberikan asuhan keperawatan
dan 66% lansia yang tinggal di fasilitas kepada pasien. Perspektif diatas
jangka panjang. menggambarkan pemberian asuhan
Lansia mengalami penurunan keperawatan yang memandang
efektifitas tidur pada malam hari 70% aspek psikososial dan peran budaya
sampai 80% dibandingkan dengan seorang individu untuk mndapatkan
usia muda. Prosentase penderita hasil yang maksimal dan berkualitas
insomnia lebih tinggi dialami oleh Dari gambaran diatas peneliti
orang yang lebih tua, dimana 1 dari 4 ingin mengetahui apakah aromaterapi
pada usia 60 tahun atau lebih memiliki pengaruh terhadap insomnia
mengalami sulit tidur yang serius. pada lansia.
Setelah dilakukan skrining dari 42 orang
lansia yang tinggal di PSTW (Panti Sosial METODOLOGI PENELITIAN
Tresna Werdha) unit Budi Luhur Penelitaian ini menggunakan
Kasongan Bantul didapatkan 32 lansia desain penelitian Quasi Eksperimen
mengalami insomnia. (penelitian eksperimen semu) dengan
Lansia beresiko mengalami menggunakan kelompok perlakuan
gangguan tidur yang disebabkan oleh dan kelompok kontrol. Rancangan ini,
banyak faktor misalnya pensiunan dan kelompok perlakuan dilakukan
perubahan pola sosial, kematian pemberian aromaterapi sedangkan
pasangan hidup atau teman dekat, kelompok kontrol tidak dilakukan
peningkatan penggunaan obat- intervensi. Kedua kelompok penelitian
obatan, penyakit yang dialami, dan diawali dengan pra-test
perubahan irama sirkadian3. menggunakan KSPBJ (Kelompok Studi
Gangguan mood, ansietas, Psikologi Biologik Jakarta) insomnia
kepercayaan terhadap tidur, dan rating scale dan setelah perlakuan
perasaan negatif merupakan indikator dilakukan post-test menggunakan
terjadinya insomnia. kuesioner yang sama.
Aromaterapi merupakan salah Analisa data penelitian ini
satu terapi komplementer yang dapat menggunakan komputerisasi dengan
digunakan untuk mengatasi insomnia. program SPSS. 15,0. diawali dengan uji
Aromaterapi memiliki efek normalitas dengan menggunakan uji
menenangkan atau rileks untuk Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk,
beberapa gangguan misalnya untuk membandingkan derajat
mengurangi kecemasan, ketegangan insomnia antara kelompok intervensi
dan insomnia. Terapi komplementer dan kelompok kontrol digunakan uji
dan Alternatif mempunyai hubungan Sample Paired t Test, dan untuk
dengan nilai praktek keperawatan, hal mengetahui perbedaan rata-rata
tersebut dimasukkan dalam derajat insomnia post-test pada
kepercayaan holistik manusia yaitu kelompok perlakuan dan kelompok
keperawatan secara menyeluruh bio, kontrol digunakan uji t Independen.
psiko, sosial, spiritual, dan kultural yang

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 22


HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Hasil Analisis Paired Sample t Test Derajat Insomnia kelompok perlakuan pada Lansia
yang Mengalami Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha unit Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta April
2009.
Mean Mean
Std. Dev t Sig. (2tailed)
pre-test Post-test
12,27 8,53 5,351 2,702 0,017

Berdasarkan tabel 1 pada post-test sebesar 3,73 dan nilai t = 2,702


kelompok perlakuan terjadi penurunan dengan nilai probabilitas Sig.(2-
derajat insomnia yang signifikan, selisih tailed)=0,017.
Mean derajat insomnia pre-test dan

Tabel 2. Distribusi Hasil Analisis Paired Sample t Test Derajat Insomnia kelompok kontrol pada Lansia yang
Mengalami Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha unit Budi Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta.
Mean Mean
Std. Dev t Sig. (2tailed)
pre-test Post-test
12,07 11,67 2,898 0,535 0,601

Berdsarkan tabel 2 pada pre-test dan post-test sebesar 0,400


kelompok kontrol tidak terjadi dan nilai t = 0,535 dengan nilai
penurunan derajat insomnia yang probabilitas Sig.(2-tailed)=0,601.
signifikan, selisih Mean derajat insomnia

Tabel 3. Distribusi Hasil Analisis Independent Sample t Test Derajat Insomnia post-test Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol pada Lansia yang Mengalami Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha unit Budi
Luhur Kasongan Bantul Yogyakarta April 2009
Post-test F Sig. t Sig. (2-tailed)
Perlakuan
0,865 0,360 -2,024 0,053
kontrol

Berdasarkan tabel 3 derajat responden dengan insomnia derajat


insomnia post-test antara kelompok berat yaitu sebanyak 7 orang (46,7%),
perlakuan dan kontrol tidak ada insomnia derajat sedang 5 orang
perbedaan yang signifikan, (33,3%), insomnia derajat ringan 3
didapatkan nilai t = -2,024 dengan nilai orang (20,0%).
probabilitas Sig.(2-tailed)=0,053. Pada penelitian ini kelompok
perlakuan dilakukan pemberian
PEMBAHASAN aromaterapi lavender diketahui selisih
Keluhan insomnia mencakup Mean derajat insomnia pre-test dan
ketidakmampuan untuk tidur, sering post-test sebesar 3,733, yaitu Mean
terbangun pada malam hari, ketidak derajat insomnia pre-test sebesar 12,27
mampuan untuk kembali tidur, dan dan Mean derajat insomnia post-test
terbangun pada dini hari. Beberapa 8,53. Hasil uji statistik dengan
gejala tersebut dapat ditentukan menggunakan uji Sample Paired t Test
derajat insomnia yang terjadi pada didapatkan nilai t sebesar 2,702
lansia. Responden kelompok perlakuan dengan nilai probabilitas Sig (2 tailed)
saat dilakukan pre-test diketahui sebesar 0,017 yang kurang dari 0,05
responden dengan derajat Insomnia berarti adanya perbedaan derajat
berat paling dominan yaitu sebanyak 7 insomnia antara pre-test dan post-test
orang (46,7%), Insomnia derajat derajat insomnia yaitu, terjadi
sedang 6 orang (40,0%), Insomnia penurunan derajat insomnia yang
derajat ringan 2 orang (13,3%), signifikan.
sedangkan pada kelompok kontrol Menunjukan bahwa aromaterapi
setelah dilakukan pre-test didapatkan mempunyai pengaruh menurunkan

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 23


derajat insomnia pada lansia. saraf otonom berfungsi
Aromaterapi lavender mempunyai mengendalikan gerakan-gerakan
pengaruh terhadap pola tidur pada yang otomatis, misalnya fungsi digestif,
lansia dimensia. lansia yang diberikan proses kardiovaskuler dan gairah
aromaterapi lavender memiliki seksual. Sistem saraf otonom ini terdiri
peningkatan durasi tidur malam yang dari dua subsistem yaitu sistem saraf
lebih lama dari pada sebelum simpatetis dan sistem saraf
pemberian aromaterapi8. parasimpatetis yang kerjanya saling
Proses tidur individu dipengaruhi berlawanan. Jika sistem saraf
Sistem Aktivasi Retikuler (RAS) yang simpatetis meningkatkan rangsangan
terletak di batang otak bagian atas. atau memacu organ-organ tubuh,
Fungsi dari bagian ini adalah sebaliknya sistem saraf parasimpatetis
mempengaruhi proses tidur seperti menstimulasi turunnya semua fungsi
kewaspadaan atau keterjagaan, yang dinaikkan oleh sistem saraf
fungsi tersebut dipengaruhi oleh simpatetis dan menaikkan semua
stimulus sensori, taktil, auditorius, dan fungsi yang diturunkan oleh sistem
aktivitas korteks serebri seperti proses saraf simpatetis, pada saat individu
emosi, kecemasan, dan ketakutan mengalami ketegangan dan
juga ikut menstimulasi fungsi dari RAS, kecemasan yang bekerja adalah
apabila adanya stimulasi tersebut sistem saraf simpatetis, sedangkan saat
dapat menyebabkan terjaga sampai rileks yang bekerja adalah sistem saraf
pada gangguan tidur. Perlu adanya para simpatetis. Relaksasi dapat
aroma wangi yang ditimbulkan menekan rasa tegang dan cemas
dipercaya mempunyai efek yang dengan cara resiprok, yang mana
sensitive terhadap sistem limbik di otak, rasa tegang dan kecemasan
dimana bagian tersebut berhubungan merupakan penyebab dari insomnia
dengan emosional dan memori pada sehingga timbul counter conditioning
manusia. Molekul yang dilepaskan ke dan penghilangan.10
udara adalah sebagai uap air. Ketika Keadaan insomnia yang
uap air yang mengandung komponen berhubungan dengan depresi,
kimia tersebut dihirup, akan diserap kecemasan, dan keadaan emosional
tubuh melalui hidung dan paru-paru dapat diatasi dengan aromaterapi
yang kemudian masuk ke aliran darah. minyak esensial lavender. Menghirup
Uap aromaterapi dihirup, molekul uap uap minyak esensial aromaterapi
tersebut akan berjalan mempengaruhi lavender dapat menurunkan
sistem limbik otak yang bertanggung electroshok yang dipengaruhi oleh
jawab dalam sistem integrasi dan tambahan dari y-amiobutyric acid
ekspresi perasaan, belajar, ingatan, (GABA), fakta lebih lanjut dari
emosi, rangsangan fisik, serta mekanisme tersebut ditemukannya
memberikan perasaan rilek sehingga potensi dari GABA reseptor didalam
memberikan lingkungan tidur yang Xenopus oocytes yang terkandung
nyaman9. didalam komponen minyak esensial
Insomnia dapat diatasi dengan aromaterapi lavender sehingga
terapi relaksasi, menurut Kaina (2006) memberikan perasaan rileks dan
aromaterapi merupakan slah satu memberikan kemudahan untuk tidur8.
terapi relaksasi yang dapat digunakan Keadaan nyeri dapat
untuk mengatasi insomnia, hal tersebut menyebabkan terjadinya insomnia
dikarenakan aroma wangi dari pada lansia, Sistem aktivasi retikular
aromaterapi memberikan efek rileks. menghambat stimulus yang
Sistem saraf manusia terdapat sistem menyakitkan jika seseorang menerima
saraf pusat dan sistem saraf otonom. masukan sensori yang cukup atau
Sistem saraf pusat berfungsi berlebihan. Stimulus sensori yang
mengendalikan gerakan-gerakan menyenangkan menyebabkan
yang dikehendaki, misalnya gerakan pelepasan endhorphine. Penurunan
tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem tingkat nyeri dapat dilakukan dengan

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 24


teknik relaksasi aromaterapi yang sirkadian yang fungsinya untuk
mana dapat merangsang kelenjar mengatur kontrol rutinitas tidur oleh
pituitari untuk melepasakan perubahan cahaya terang atau gelap
Endhorphine11. Endhorphine dan memberikan kontribusi terhadap
merupakan subtansi dalam tubuh proses tidur yang lebih baik13.
berfungsi sebagai inhibitor terhadap Tipe insomnia yang dialami lansia
transmisi nyeri yaitu suatu subtansi yaitu Transient insomnia dan Chronic
seperti morfin yang dapat diproduksi insomnia. Transient insomnia adalah
oleh tubuh. Endhorphine merupakan insomnia sementara terjadi 5 sampai 7
salah satu contoh dari subtansi hari yang disebabkan oleh masa
penghambat transimisi nyeri, apabila perawatan di rumah sakit, berduka,
tubuh mengeluarkan subtansi ini dan penurunan kualitas dan
efeknya adalah pereda nyeri. kemampuan lansia. Chronic insomnia
Kelompok kontrol diketahui selisih adalah gangguan insomnia yang
nilai Mean derajat insomnia sebeasar terjadi lebih dari 1 bulan, insomnia ini
0,400, yaitu Mean derajat insomnia terjadi akibat oleh gejala kecemasan,
pre-test sebesar 12,07, dan Mean iritabilitas, gangguan mental, dan
derajat insomnia post-test sebesar akibat komplikasi obat-obatan sedatif
11,67.. Hasil uji statistik dengan dan hipnotik. Penurunan derajat
menggunakan uji Sample Paired t Test insomnia pada responden kelompok
didapatkan nilai t sebesar 0,535 kontrol dapat dipengaruhi dari terjadi
dengan nilai probabilitas Sig (2 tailed) insomnia yang dialami misalnya,
sebesar 0,601 yang lebih besar dari responden yang mengalami Transient
0,05 yang berarti tidak ada perbedaan insomnia yang hanya terjadi 5 sampai
derajat insomnia yang signifikan antara 7 hari saja sedangkan penelitian ini
pre-test dan post-test. dilakukan selama 1 minggu.
Mean derajat insomnia pada Kecemasan dan depresi
kelompok kontrol juga terjadi merupakan beberapa keadaan yang
penurunan, meskipun penurunannya menyebabkan insomnia, saat
tidak signifikan. Kelompok kontrol kecemasan dan depresi pada lansia
maupun kelompok perlakuan di PSTW mengalami penurunan secara tidak
unit Budi Luhur keseharian menjalani langsung mempengaruhi derajat
semua kegiatan yang diprogramkan insomnia pada lansia tanpa dilakukan
oleh PSTW unit Budi Luhur. Kegiatan terapi sebelumnya. Kecemasan dan
seperti keterampilan, kesenian, dan depresi biasanya diikuti oleh kejadian
senam lansia merupakan kegiatan insomnia, dengan mengatasi keadaan
relaksasi yang dapat menurunkan cemas dan depresi dapat
ketegangan dan kecemasan pada menurunkan kejadian insomnia.
lansia. Gerakan-gerakan dalam senam Keadaan cemas dan depresi menurun
dapat memberikan relaksasi yang atau hilang mempengaruhi derajat
dapat mengatasi ketegangan, stres, insomnia.
dan insomnia. Aromaterapi merupakan salah
Kegiatan seperti keterampilan satu terapi pelengkap yang
kesenian, dan senam selain menggunakan aroma wangi tumbuh-
memberikan efek relaksasi pada lansia tumbuhan yang digunakan untuk
juga dapat meningkatkan lansia untuk mengatasi insomnia, terapi ini tidak
beraktifitas, dengan sering melakukan memberikan efek menurunkan derajat
aktifitas dapat mempengaruhi derajat insomnia seluruhnya, dari hasil uji
insomnia pada lansia. Lansia yang Independent sample t Test dengan
lebih banyak melakukan latihan nilai t -2,024 dengan nilai probabilitas
mempunyai kejadian insomnia lebih Sig.(2-tailed) 0,053. Hasil uji tersebut
rendah daripada lansia yang jarang menunjukkan bahwa tidak ada
atau tidak pernah melakukan latihan perbedaan yang signifikan antara
fisik, hal tersebut disebabkan latihan derajat insomnia post-test pada
fisik dapat memperkuat kontrol kelompok perlakuan dan kelompok

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 25


kontrol. Aromaterapi lavender dapat penggunaan terapi pelengkap
digunakan sebagai terapi pelengkap aromaterapi untuk mengatasi
yang memberikan efek mengatasi insomnia pada lansia yang
gangguan tidur pada lansia. tinggal di panti.
Penggunaan aromaterapi sebagai 2. Bagi Perawat, dapat
terapi pelengkap harus diikuti mempertimbangkan
penggunaan terapi utama yang telah penggunaan terapi
diberikan atau menggabungkan nonfarmakologi seperti terapi
dengan terapi pelengkap lainnya, pelengkap aromaterapi dalam
sedangkan pada penelitian ini hanya mengatasi insomnia pada lansia
menggunakan aromaterapi saja yang tinggal di panti.
sebagai terapi. 3. Bagi Peneliti, diharapkan dapat
menggunakan sampel yang
PENUTUP lebih banyak dan menggunakan
Kesimpulan metode True experiment.
1. Terjadi penurunan derajat
insomnia yang signifikan pada DAFTAR PUSTAKA
kelompok perlakuan, selisih Rambulangi. (2005). Tantangan
Mean derajat insomnia pre-test Harapan dan Pengobatan
dan post-test pada responden Alternatif Dalam Meningkatkan
kelompok perlakuan sebesar Produktifitas dan Kualitas Hidup
3,733, dari Mean derajat Wanita Monopause. Artikel.
insomnia pre-test sebesar 12,27 Suplement vol.26 no.3 Juli-
dan Mean derajat insomnia post- September 2005.
test sebesar 8,53. Nilai t sebesar Silver college. (2007). Kerangka Acuan
2,701 dengan nilai probabilitas Seminar: Sarana Meraih
Sig(2 tailed) sebesar 0,017. Kesempatan Kedua Bagi Lansia
2. Kelompok kontrol tidak terjadi Dalam Kehidupan
penurunan derajat insomnia Bermasyarakat. (Brosur
yang signifikan, selisih Mean Stanley, M & Bare, P.G. (2006). Buku
derajat insomnia pre-test dan Ajar Keperawatan Gerontik (2nd
post-test pada kelompok kontrol ed.). Jakarta: EGC.
sebesar 0,400, dari Mean derajat Roach, sally. (2001). Introductory
insomnia pre-test sebesar 12,07 Gerontological Nursing.
dan Mean derajat insomnia post- Philadelphia: Lippincot Williams &
test sebesar 11,67. Nilai t sebesar Wilkins
0,535 dengan nilai probablitas Sig Suryadi, S. (2008). Perbedaan Insomnia
(2 tailed) 0,601. Pada Mahasiswa yang Sedang
3. Derajat insomnia post-test antara Mengerjakan Skripsi dan Belum
kelompok perlakuan dan Mengerjakan Skripsi. Skripsi Strata
kelompok kontrol tidak terdapat Satu, Universitas Gajah Mada,
perbedaan yang signifikan, Yogyakarta.
dengan hasil uji statistik Galea, M. (2008). Subjective Sleep
Independent Sample t Test Quality in The Eldery: Relationship
didapatkan nilai t sebesar -2,024 To Anxiety, Depressed Mood,
dengan nilai probabilitas Sig. (2 Sleep Beliefs, Quality Of Live, and
tailed) 0,053. Hipnotic Use. Jurnal, School Of
Psychology, Victoria University
Saran Kaina. (2006). Pengaruh Aromaterapi
Berdasarkan kesimpulan diatas, Dalam Kehidupan Anda.
peneliti dapat mengajukan saran Yogyakarta: Grafindo Litera
sebagai berikut: Media.
1. Bagi Instansi Panti Sosial Tresna Holmes, C. & Ballard. (2004).
Werdha, dapat Aromatherapy In Dementia.
mempertimbangkan Advances In Psychiatric Journal.

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 26


Diakses 06 Maret 2009, dari Bedah Burner & Suddart (8th ed.)
http://apt.repsych.org/ Jakarta: EGC.
Taylor, C., Lilis, C., & More, P. (2005). Galea, M. (2008). Subjective Sleep
Fundamental of Nursing. Quality in The Eldery: Relationship
Philadelphia: Lippincot William & To Anxiety, Depressed Mood,
Wilkins. Sleep Beliefs, Quality Of Live, and
Utami. (2000). Pelatihan Relaksasi. Studi Hipnotic Use. Jurnal, School Of
Pendahuluan Multemedia Psychology, Victoria University
Interaktif. Roach, sally. (2001). Introductory
Chambell, D., (2002), Efek Mozart Gerontological Nursing.
memanfaatkan kekuatan musik Philadelphia: Lippincot Williams &
untuk mempertajam pikiran, Wilkins.
meningkatkan kreativitas, dan Rho, K.H., Han, S.N., Kim, K.S., Lee, M.S.
menyehatkan tubuh, PT (2005). Effects of Aromatherapy
Gramedia Pustaka Utama, Massage on Anxiety and Self
Jakarta. Esteem in Korean Eldery Woman:
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Pilot Study. Intern Neuroscience
Ajar Keperawatan Medikal Journal Informa Health Care.

Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 27


Jurnal Kebidanan, Vol. II, No. 02, Desember 2010 28
Jurnal Keperawatan

PENGARUH PEMBERIAN MEDITASI TERHADAP PENURUNAN


TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI UNIT SOSIAL REHABILITASI
PUCANG GADING SEMARANG

Jeri Hermanto
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2014

ABSTRCT
Hypertension is health problems experienced by many elderly. One of the complementary
therapies that can be used to lower blood pressure is meditation therapy. Meditation can make
arrangements and manage emotions and stress in patients with hypertension, so that will help the
management of hypertension.

The purpose of this study is to determine the effect of therapy meditation toward blood pressure
on elderly with hypertention at Pucang Gading Semarang Social Rehabilitation Unit
Rehabilitation Unit . This research used a quantitative approach, was quasy experiments non
equivalent control group design . The population is elderly with which history of hypertension at
Pucang Gading Semarang Social Rehabilitation Unit wich amount to 90 people. The sampling
method used accidental sampling with a sample of 30 people divided in two groups, 15
intervention group and 15 control group.
The result show that there is effect of giving meditation to decrease systolic and diastolic
blood pressure in the elderly with hypertension at Pucang Gading Semarang Social
Rehabilitation Unit (p-value 0.000 and p-value 0.004). Based on the results of this study,
meditation may be an hypertension alternative therapy for the elderl. For health professionals,
therapeutic meditation can be used as a complementary therapy for the treatment of lowering
blood pressure in elderly with hypertension.

Keywords ; meditation therapy, blood pressure, hypertension, geriatric

PENDAHULUAN

Seiring meningkatnya drajat diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (


kesehatan dan kesejahteraan penduduk dengan persentase populasi lansia 2045
akan berpengaruh pada peningkatan UHH adalah 28,68%), begitu pula dengan
di Indonesia. Berdasarkan laporan laporan Badan Pusat Statistik (BPS)
perserikatan Bangsa – Bangsa 2011, pada terjadi peningkatan UHH. Pada tahun
tahun 2000 – 2005 UHH adalah 66,4 2000 UHH di Indonesia adalah di
tahun (dengan persentase populasi lansia Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
tahun 2000 adalah 7,74 %), angka ini akan persentase populasi lansia adalah 7,18%).
meningkat pada tahun 2045 – 2050 yang Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun

1
Jurnal Keperawatan

pada tahun 2010 ( dengan persentase menciptakan keadaan rileks seperti


populasi lansia adalah 7,56%) dan pada meditasi, yoga, atau hypnosis yang
tahun 2011 menjadi 69,65 (dengan mengeontrol sisttem syaraf untuk
persentase lansia adalah 7, 58%). mengendalikan tekanan darah, melakukan
olah raga secara rutin, berhenti merokok,
Prevalensi hipertensi diperkirakan dan berhenti mengkonsumsi alkohol.
akan terus meningkat, dan diprediksi pada
tahun 2025 sebanyak 2025 sebanyak 29% Meditasi adalah latihan olah jiwa
orang dewasa diseluruh dunia menderita yang dapat menyeimbangkan fisik, emosi,
hipertensi, sedangkan di Indonesia mental, dan spiritual seseorang (Iskandar,
angkanya mencapai 31,7%. Hipertensi 2008). Meditasi adalah pemfokusan
dikenal dengan tekanan darah tinggi dan pikiran menuju status kesadaran yang
sering disebut sebagai “sillent killer” membawa status ketenangan, kejelasan,
karena terjadi tanpa tanda dan gejala, dan kebahagiaan yang merupakan media
sehingga penderita tidak mengetahui jika dari NSR (Sukmono, 2009). Dari
dirinya terkena hipertensi, dari hasil pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
penelitian mengungkapkan sebanyak meditasi adalah latihan olah jiwa yang
76,1% tidak mengetahui dirinya terkena dapat menyeimbangkan fisik, emosi,
hipertensi.(KEMENKES, 2013) mental, dan spiritual seseorang yang dapat
menagarahkan pikiran menuju status
Jika dilihat dari sebaran penduduk kesadaran yang membawa ketenangan,
lansia menurut provinsi, persentase kejelasan, dan kebahagiaan.
penduduk lansia di atas 10% sekaligus
paling tinggi ada di provinsi DI Berdasarkan penelitian Anderson,
Yogyakarta (13, 04%), Jawa Timur Liu & Kryscio (2007) yang diterbitkan
(10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%). oleh American Journal Of Hypertension
(Suesenas Tahun 2012,). Hipertensi dapat yang berjudul Blood Pressure Response
didefinisikan sebagai tekanan darah To Trancedental Meditation, berdasarkan
persisten dimana tekanan sistoliknya di ppenelitian tersebut dapat disimpulkan
atas 140 mmHG dan tekanan diastolic bahwa dengan latihan meditasi
diatas 90 mmHG. Pada populasi manula, transedental dengan teratur memiliki
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan potensi untuk mengurangi tekanan darah
systolic 160 mmHG dan tekanan diastolic systole dan diastole 4,7 mmHg dan 3,2
90 mmHg. (Smeltzer & suzanne, 2002). mmHg.

Selain terapi farmakologis juga Tujuan umum dari penelitian ini


terdapat terapi non farmakologis untuk adalah untuk mengetahui pengaruh
pengobatan hipertensi. Susilo & wulandari meditasi terhadap penurunan tekanan
(2011) menyatakan pengobatan non darah pada lansia dengan hipertensi di
farmakologis hipertensi adalah mengatasi Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading
obesitas atau menurunkan berat badan, Semarang”
mengurangi asupan garam ke dalam darah,
2
Jurnal Keperawatan

ini adalah : 1).Lansia dengan hipertensi di


Unit Rehabilitsi Sosial Pucang Gading
METODE PENELITIAN Semarang. 2).Lansia yang memiliki
Jenis penelitian ini adalah riwayat hipertensi. 3). Lansia yang tidak
penelitian dengan menggunakan desain mengonsumsi obat anti hipertensi . 4).
quasi-eksperiment Design yaitu suatu Sadar dan dapat berkomunikasi dengan
desain penelitian yang tidak mempunyai baik. 5). Bersedia menjadi responden. 6).
pembatasan yang ketat terhadap Mampu melakukan posisi duduk selama
randomisi, pada saat yang saat yang sama latihan meditasi. 7). Tidak mempunyai
dapat mengontrol ancaman- ancaman komplikasi penyakit penyerta lainnya.
validitas dan tidak memiliki ciri – ciri Sedangkan Kriteria ekslusi dalam
rancangan yang sebenarnya karena penelitian ini adalah sebagai berikut : 1).
variable – variable yang seharusnya Penderita hipertensi yang rajin melakukan
dikontrol (Notoatmodjo 2010). Rancangan olah raga ( olah raga kardio seperti
penelitian yang digunakan Non Equivalent aerobik), 2). Penderita hipertensi yang
Control Group. Penelitian dilakukan di sedang mengkonsumsi obat hipertensi.
Unit Sosial Rehabilitasii Pucang Gading 3).Batas tekanan darah lansia TDS > 190
Semarang. Populasi dalam penelitian ini dan TDD > 110.
adalah lansia dengan riwayat hipertensi
yang ada di Unit Sosial Rehabilitasii Pengolahan data dilakukan dengan
Pucang Gading Semarang. Adapun menggunakan program komputer dan
tekhnik pengambilan sampelnya dengan untuk analisa data menggunakan uji
menggunakan purposive sampling yaitu statistik parametris yaitu analisa compare
tehnik yang digunakan dengan means dengan uji paired sample T test atau
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh uji T dependen untuk menguji perbedaan
peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat- hasil pre test dan pos tet tekanan darah.
sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmojo, 2010). Penelitian ini merupakan salah satu upaya
Berdasarkan hasil perhitungan di untuk menurunkan tekanan darah pada
atas, maka didapatkan jumlah sampel lansia dengan riwayat hipertensi
untuk kelompok kontrol dan kelompok menggunakan tekhnik meditasi yang
intervensi sebanyak 15 responden, dilakukan selama satu minggu dengan
sehingga total seluruh sampel adalah lama latihan 2 x 15 menit dengan
sejumlah 30 orang, dalam pelaksanaan frekuensi 3 kali/seminggu. Eksperimen
penelitian tidak ada responden yang masuk penelitian ini dilakukan mulai tanggal 13
dalam kategori drop out. Pebruari sampai 15 Pebruari 2014 di Unit
Rehabilitsi Sosial Pucang Gading
Kriteria insklusi adalah karakteristik Semarang. Dallam waktu tersebut
umum subjek penelitian dari suatu diperoleh sebanyak 30 respponden yang
populasi target yang terjangkau yang akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 15 orang
diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian kelompok eksperimen dan 15 orang
3
Jurnal Keperawatan

kelompok kontrol (tidak diberi perlakuan). Proses menua merupakan suatu proses
Oleh karena itu dalam dalam analisa hasil menghilangnya secara perlahan-perlahan
penelitian ini didasarkan dari jumlah kemampuan jaringan untuk memperbaiki
responden yang mengikuti perlakuan yaitu diri (mengganti ) diri dan mempertahankan
n = 15 responden kelomppok eksperimen. struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (
HASIL DAN BAHASAN termasuk infeksi ) dan memperbaiki
Gambaran Umum Responden kerusakan yang diderita “.
Responden dalam penelitian ini adalah (Constantinides, 1994).
lansia yang berada di Unit Rehabilitsi Proses menua sudah mulai berlangsung
Sosial Pucang Gading Semarang dengan sejak seseorang mencapai dewasa,
kriteria usia antara 60 – 76 tahun, misalnya dengan terjadinya kehilangan
mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, jaringan pada otot, susunan syaraf dan
mengikuti terapi meditasi dengan durasi 2 jaringan lain sehingga tubuh „mati‟ sedikit
kali sehari pagi dan soore hari selama 15 demi sedikit. Proses menua merupakan
menit dalam 1 mainggu, jumlah responden proses sepanjang hidup, yang ditandai
yang diteliti sebesar 15 orang, dimana dengan kegagalan tubuh dalam
responden yang diteliti rata – rata berumur mempertahankan homeostasis tubuh
68,8 ttahun dengan umur yang paling terhadap tekanan fisiologis yang
muda 60 tahun dan tertua 76 tahun. menyebabkan terjadinya perubahan
Lansia merupakan fenomena baru struktur tubuh dan perubahan fungsional
dinegara yang sedang berkkembang yang sehingga menyebabkan adanya gangguan,
mau menuju kearah proses kemajuan pada ketidakmampuan, dan sering menjadi
berbagai bidang, sungguhpun indonesia penyakit. Lanjut usia diharapkan dapat
masih banyak masalah akibat krisis yang menyesuaikan diri terhadap penurunan
berkepanjangan, namun fenomena yang kekuatan dan kesehatan secara bertahap.
tampak untuk lansia justru berbeda, Mereka diharapkan mencari kegiatan
dimana kemajuan dalam bidang pelayanan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu
kesehatan, ekonomi justru memicu yang menghabiskan sebagian besar waktu
permasalahan baru dimana angka harapan mereka saat mereka masih muda ( Wahit
hidup meningkat, terutama untuk wanita Iqbal Mubarak, 2006). Salah satu
yang jauh dibandingkan dengan laki – laki, perubahan yang menonjol pada adalah
rata – rata umur lansia berkisar 60 – pada sistem kardiovaskuler dimana massa
sampai 76 tahun dengan rata – rata 68,8 jantung bertambah, ventrikel kiri
tahun, usia termasuk kategori lanjut usia mengalami hipertrhofi dan kemampuan
(WHO dalam Azizah, 2011), dengan peregangan jantung berkurang karena
demikian berdasarkan kategori ini maka perubahan jaringan ikat dan penumpukan
konsekuensi kesehatan, psikologi dan lipofusin, hal ini akan mempengaruhi
sosial juga harus dipertimbangkan dalam elastisitas dan permeabilitas, sehingga
proses pembinaannya. menyebabkan peningkatan tekanan sistolik

4
Jurnal Keperawatan

dan perfusi jaringan (Pudjiastuti & Utomo, prevalensi hipertensi meningkat (Hayens
2003), dengan demikian tekanan darah et all, 2006).
akan meningkat, inilah yang menyebabkan
Pengaruh Terapi Meditasi Terhadap Tekanan Darah

Tabel 1. Perbedaan Tekanan Darah pada lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi
Meditasi pada Kelompok Intervensi pada Lansia Penderita Hipertensi

Mean SD
Variabel Intevensi N t p-value
(mmHg) (mmHg)

TD Sebelum 15 158,93 11,78 7,899 0,000


Sistole
Setelah 15 146,00 9,31

TD Sebelum 15 88,67 9,41 1,726 0,106


Diastole
Setelah 15 84,87 6,98

Berdasarkan tabel 5.3, <  (0,005) maka ada perbedaan yang


menunjukkan bahwa pada kelompok signifikan tentang tekanan darah sistole
intervensi, sebelum melakukan meditasi, sebelum dan sesudah pemberian terapi
rata-rata tekanan darah sistole responden meditasi. Terlihat pada tekanan darah
sebesar 158,93 mmHg, kemudian turun diastole p-value (0,106) >  (0,005) maka
menjadi 146,00 mmHg setelah melakukan tidak ada perbedaan yang signifikan
meditasi, sedangkan tekanan darah tentang tekanan darah diastole pada
diastolenya juga mengalami penurunan kelompok intervensi sebelum dan sesudah
dari 88,67 mmHg sebelum melakukan pemberian terapi meditasi
meditasi menjadi 84,87 setelah melakukan Pada kelompok intervensi
meditasi. menunjukkan adanya penurunan tekanan
Berdasarkan uji t, didapatkan nilai t darah sistole yang signifikan karena
hitung untuk TD sistole 7,899 dengan p- meditasi akan menekan sistem saraf
value sebesar 0,000 dan untuk TD diastole otonom. Dengan meditasi akan
t hitung sebesar 1,726 dengan p-value menstimulus sistem parasimpatik sehigga
0,106. Terlihat pada tekanan darah sistole menimbulkan keadaan tenang (rileks).
pada kelompok intervensi p-value (0,000) Dengan terstimulusnya saraf parasympatik

5
Jurnal Keperawatan

dapat memperlambat denyut jantung Kelemahan pada penelitian ini


memperlebar diameter pembuluh arteri anatara lain adalah tidak dilakukan
sehingga dalam keadaan rileks atau tenang pemeriksaan responden sebelum perlakuan
dapat menurunkan tekanan darah, guna mengetahui adanya ada tidaknya
sedangkan pada diastole mengalami aterosklerosis pada sistem kardiovaskuler
penurunan yang tidak begitu yang mempengaruhi tekanan darah. Proses
signifikan.Tekanan darah sistole intervensi pada penelitian ini, para perawat
merupakan tekanan darah yang terukur guna membantu jalannya penelitian.
pada saat ventrikel kiri jantung Sedangkan responden juga dilakukan
berkontraksi (sistole). Darah mengalir dari beberapa kali pelatihan terapi meditasi
jantung ke pembuluh darah sehingga sebelum perlakuan dengan harapan sudah
pembuluh darah teregang maksimal. menegrti dan bisa melakukan dengan
Tekanan darah diastole merupakan benar tekhnik meditasi yang akan
tekanan darah yang terjadi pada saat dilakukan pada penelitian ini. Namun hal
jantung berelaksasi (diastole). Pada saat itu tidak bisa menjamin para responden
diastole, tidak ada darah mengalir dari dapat melakukan meditasi dengan
jantung ke pembuluh darah sehingga sempurna karena tidak diamati secara
pembuluh darah dapat kembali ukuran khusus dalam proses meditasi tersebut,
normalnya sementara darah didorong apakah responden melakukan dengan
kebagian arteri yang lebih distal. Mengapa benar atau tidak.
tekanan darah diastole tidak mengalami
penurunan secara signifikan, menurut SIMPULAN DAN SARAN
Hayens, (2006), tekanan sistolik salah Rata – rata tekanan darah sistolik
satunya dipengaruhi oleh psikologis sebelum meditasi sebesar 158,93 mmHg,
sehingga dengan relaksasi akan sedangkan diatoliknya 88,67 mmHg,
mendapatkan ketenangan dan tekanan setelah melakukan meditasi sistoliknya
sistolik akan turun, selain itu tekanan 146,00 mmHg dan diastoliknya
darah sistolik juga dipengaruhi sirkulasi 84,87mmHg setelah melakukan meditasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal sehingga sistoliknya dapat diturunkan sebesar 12,93
dengan relaksasi meditasi yang berfokus mmHg, sedangkan diastoliknya 3,8
pada pengaturan pernapasan akan terjadi mmHg. Karakteristik lansia dengan rata –
penurunan nadi dan penurunan tekanan rata umur 68,8 tahun sebanyak 15
darah sistolik. Sedangkan tekanan darah responden. Ada perbedaan secara statistik
diastolik terkait dengan sirkulasi koroner, pada penurunan tekanan darah sistolik
jika arteri koroner mengalami sebesar 12,23 mmHg dengan nilai P
aterosklerosis akan mempengaruhi tekanan (0,000), setelah melakukan terapi meditasi.
darah diastolik, sehingga dengan meditasi Untuk tekanan darah diastolik setelah
tidak mengalami penurunan tekanan darah melakukan terapi meditasi pada penurunan
diastolik yang berarti. sebesar 3,8 mmHg dengan nilai P (0,161)

6
Jurnal Keperawatan

yang berarti lebih besar dari nilai  hipertensi. 3). Bagi Unit Rehabilitasi
(0,005). Sosial Pucang Gading Semarang, terapi
Berdasarkan hasil penelitian yang meditasi dapat dignakan sebagai sebagai
telah dilakukan dan mengingat salah satu pengobatan alternatif yaitu
keterbatasan peneliti dalam penelitian ini, sebagai terapi nonfarmakologi atau
maka ada beberap saran yang perlu sebagai piñatalaksanaan pada lansia untuk
disampaikan peneliti sebagai berikut: menurunkan tekanan darah bagi penderita
1).Bagi Perawat, terapi meditasi dapat hipertensi. Diharapkan dapat membantu
dijadikan sebagai salah satu alternative dan membimbing penderita penderita
intervensi yang dapat dimanfaatkan oleh hipertensi dan menerapkan dengan benar
tenaga kesehatan, khususnya perawat terapi meditasi. 4). Bagi Peniliti Lain,
dipanti werda untuk digunakan sebagai untuk memperkuat validitas internal
terapi komplementer atau pelaksanaan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
nonfarmakologi untuk menurunkan pemberian meditasi terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan riwayat tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi. 2). Bagi Lansia dan hipertensi, sebaiknya dilakukan dengan
Masyarakat, terapi meditasi dapat menjadi sistem continue dengan sesi yang lebih
bahan pertimbangan untuk pada lansia dan intens, serta melakukan kontrol terhadap
masyarakat yang menderita hipertensi. faktor yang dapat mempengaruhi tekanan
Mengingat manfaat terapi meditasi yang darah.
dapat digunakan sebagai untuk
menurunkan tekanan darah, maka
diharapkan pada lansia dan masyarakat
dapat memanfaatkan terapi meditasi untuk
menurunkan tekanan darah bagi penderita

7
Jurnal Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, I. (2010). Hipertensi Pengenalan,
Pengenalan, Pencegahan, dan
Arikunto, S.(2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pengobatan. Jakarta; PT. Bhuana Ilmu
Pendekatan Praktek . Jakarta : PT. Rineka Populer
Cipta
Kemenkes Ri.(2013). Data Dan Informasi
Azizah, Lilik Ma‟rifatul. (2011). Keperawatan Kesehatan, Gambaran Kesehatan Lanjut
Lanjut Usia ed. Pertama. Yogayakarta : Usia Di Indonesia Jakarta: kementrian
Graha Ilmu kesehatan RI

Aziz, A. H. (2008). Riset keperawatan dan teknik Kemenkes RI. (2013). Panduan Hari
penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Peringatan Hari Kesehatan Sedunia :
Waspadai Hipertensi Kendaikan
Bob Losyk, (2005). Cara Mengatasi Stress Dan Tekanan Darah. Jakarta : Kementrian
Sukses di Temppat Kerja. Jakarta PT Kesehatan RI
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Margono. (2004). Metodologi Penelitian
Casey & Benson.(2011). Panduan Harvard Untuk Pendidikan. Jakarta. P.T Rineka
Medical School Menurunkan Tekanan Cipta
Darah. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.
Mary Baradero. (2008). Klien Gangguan
Dalimartha, et. al. (2008). Care Your Sakfe Kardiovaskular: seri asuhan
Hipertensi; Penebar Plus. keperawatan / Mary Baradero, Mary
Baradero, Mary Wilfrid Dayrit,
Darmodjo, et al.2006. Buku Ajar: Geriatrik (Ilmu Yakobus Siswadi, editor , Monica Ester
Kesehatan Usia Lnajut). Jakarta: FKUI – Jakarta : EGC

Handoyo. (2004). Meditasi dan Muara Hati. Iskandar Munadjad.(2010). Health Triad
Jakarta: P.T Jakarta (Body, Mind, And System) Sehat,
Antusias, Energik Melalui Sinkronisasi
Hayens, B. dkk.(2003). Buku Pintar Menaklukkan Tubuh, Jakarta. Gramedia
Hipertensi. Alih bahasa: anugrah, P Jakarta ;
Lading Pustaka Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Indriana, Yeniar.(2012).Gerontology & Progeria. Jakarta: Rineka Cipta
Yogyakarta: Putaka Pelajar.
. (2005). Metodologi
Iskandar, alex et al Endi Novianto. (2008). Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.
Mediated And Growrich, Sehat, Kaya, Dan Jakarta: Rineka Cipta
Bahagia Duniawi Spiritual. Jakarta :
PT.Elex Media Komputindo Nugroho, W.2007. Keperawatan gerontik.
Jakarta: EGC
Joko Sukmono, et al.Rizki. (2009) Training
Meditasi “NSR‟ Natural Stress Reduction Prawita Sari,et al.E Johana. (2002).
ed.1 Jakarta: Muri Kencana Psikoterapi Pendekatan Konvensional

8
Jurnal Keperawatan

Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Sugiyono. (2008). Metode Penelitian


Pelajar Kualitatif Dan Kuantitatif dan R &
D.Bandung : Alfabeta W
Price, Silvia Anderson. Patofisiologi: Konsep
Klinisi Proses – Proses Penyakit / Silvia Susilo & Wulandari. (2011). Cara Jitu
Anderson Price, Lorraine Maccarty Mengatasi Hipertensi.Yogyakarta.: CV
Wilson. Alih bahasa, Brahm U. Pendit. Andi Offset
Editor bahasa Indonesia, huriiawati
Hartanto. Ed 6. Jakarta : EGC. Sustrany, Lan, dkk. (2009). Hipertensi Dan
Diabetes Mellitus. Jakarta: PT.
Potter. P. A. at al Perry, A.G.(2006). Fundamental Gramedia Jakarta Utama
of nursing: concept, process,and practice.
4/E (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta: EGC
Tjiptadinata Effendi. (2007). Meditasi Jalan
Ronny, Setiawan,. (2009). Fisiologi Meningkatkan Kehidupan Anda.
Kardiovaskuler: Berbasis Masalah Jakarta: Gramedia
Keperawatan. Jakarta : EGC
Wijaya Kusuma, H & Dalimartha, S. (2008).
Sheps. (2005). Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Ramuan Tradisional Untuk Pemgobatan
Alih bahasa: Hartono, Jakarta: Intisari Darah Tinggi. Jakarta : Niaga Swadaya
Mediatama
Yugiantoro Muhammad. (2006). Hipertensi
Smeltzer C Suzanne & Bare G. (2002). Buku Ajar Esensial, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Keperawatan Medical Bedah ed.8 vol 3. Dalam, Jilid I Edisi: 4. Jakarta: Pusat
Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC. Penerbit Ilmu Peenyakit Dalam FKUI

. (2002). Buku Ajar Yuliatri, N. (2009). A to Z food Supplement.


Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Ed.1 yogyakarta : ANDI
volume 2. Jakarta: EGC

Soeharto Imam (2004). Penyakit Jantung Koroner


Dan Serangan Jantung ed. 2 Jakarta.
Gramedia Jakarta

Stanley, M at al Beare, P.G.(2006). Buku Ajar


Keperawatan Gerontik Edisis 2. Jakarta :
EGC.

Suhardjono. 2006. Hipertensi Pada Usia Lanjut,


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III
Edisi: 4. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu
Peenyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai