Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDEKATAN SYSTEM THINKING DALAM KESEHATAN

MASYARAKAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem
Kesehatan Masyarakat

OLEH KELOMPOK 2

1. ANNISA FITRI NUGRAHENI 25000119130180

2. LAELA WIJAYANTI EDININGSIH 25000119130181

3. RIFA ARISKA 25000119130182

4. AMALIA SOLIKHATI 25000119130183

5. FAUZAN NUR IHSAN 25000119130185

6. HIDAYATUL AMALIA 25000119130186

7. AMANDA WILDAN FAUZAN 25000119130187

8. DINA ZULFA LAILA 25000119130188

C 2019

S-1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2021
PENDEKATAN SYSTEM THINKING DALAM KESEHATAN MASYARAKAT

A. Konsep Berpikir Sistem (System Thinking)

System thinking merupakan pemikiran yang melibatkan seluruh elemen dalam


suat sistem biasa . Berfikir sistem diterapkan untuk menggantikan pemikiran reduksionis
yang sudah lama berkembang sebelum abad 20. Terdapat perbedaan prinsipantara
pemikiran reduksionis dengan berfikir sistem yaitu :

Berfikir sistem pertama kali diperkenalkan oleh Barry Richmond padatahun 1994 dan
mendefinisikan berfikir sistem sebagai ilmu dan senitentang bagaimana
menginterpretasikan perilaku secara reliabel denganmengembangkan pemahaman yang
mendalam terhadap struktur yang melandasi perilaku tersebut. 

Berfikir sistem yang mulai dikembangkan pada awal abad 20, pertama kalidiaplikasikan
pada bidang teknik, ekonomi, dan ekologi. Masalah padabidang kesehatan juga lambat
laun disadari memiliki karakteristik yangkompleks dan seperti fenomena gunung es
sehingga diperlukan berfikirsistem untuk menanganinya.

Konsep tentang berfikir sistem hadir berdasarkan pepatah yang menyatakan bahwa “the
whole is greater than the sum of its parts” Artinya ketika elemen-elemen dalam
organisasi/sistem digabungkan maka akan menghasilkan penjumlahan yang lebih besar.
B. Pengertian Berfikir Sistem (System Thinking)

Menurut Arnold & Wade (2015) melalui studi literature dari para ahli
mendefinisikan berfikir sistem atau system thinking sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi dan memahami sistem, memprediksi perilaku sistem, dan merancang
modifikasi sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Sebelum terjun jauh dari definisi Arnold & Wade, berfikir sistem (system
thinking) pertama kali digagaskan oleh Barry Richmond (1994) dalam Arnold & Wade
(2015) mendefinisikan berfikir sistem sebagai ilmu dan seni tentang bagaimana
menginterpretasikan perilaku secara reliabel dengan mengembangkan pemahaman yang
mendalam terhadap struktur yang melandasi perilaku tersebut. Richmond berpendapat
bahwa seseorang yang melakukan berfikir sistem (system thinking) itu diibaratkan
seperti individu yang dapat melihat hutan dan pohon secara bersamaan.

Berfikir sistem (system thinking) pada tahun 1990-an digunakan sebagai


pendekatan teknis dalam pengelolaan kompleksitas dan kecepatan sebuah perubahan.
Pendekatan ini digunakan untuk memahami pola gerak alam semesta dan makhluk hidup
di dalamnya. Menurut Chapra (2001), system thinking itu muncul dari para ahli biologi
yang berpandangan bahwa makhluk hidup itu suatu keseluruhan dan sifat-sifatnya tidak
dapat dipisahkan atau direduksi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sedangkan
pada tahun 2000-an, berfikir sistem diaplikasikan pada bidang teknik, ekonomi, dan
ekologi. Seiring berjalannya waktu masalah kesehatan merupakan masalah yang
kompleks dan kejadiannya seperti fenomena gunung es sehingga diperlukan berfikir
sistem untuk memecahkan permasalahannya.

C. Aplikasi System Thinking dalam Kesehatan Masyarakat

1. System Thinking dan Leader dalam Kesehatan Massyarakat

Ada silo atau "subsistem" di tempat kerja yang mewakili fungsi-fungsi seperti
manajemen keuangan, kesehatan penduduk, manajemen strategis, pemasaran, HRM, dan
peningkatan kualitas. Mengidentifikasi hubungan, faktor, dan pengaruh antara fungsi-
fungsi ini mungkin tidak sejelas yang berkaitan dengan menghasilkan nilai yang lebih
baik.

Tantangannya adalah menyadari bahwa untuk setiap organisasi resmi, ada


organisasi atau budaya yang tidak terlihat. Organisasi yang tidak terlihat adalah tempat
semua politik, kepercayaan, harapan, ambisi, keserakahan, bantuan, dan perebutan
kekuasaan berada. Sistem dapat membingungkan, mengalahkan, memblokir, dan
membuat gagal administrator kesehatan. Misalnya, konflik organisasi diperiksa dengan
menggunakan pola yang mungkin, urutan yang terjalin, peran, hubungan, dan
pemrosesan informasi — pendekatan pemikiran sistem. Kejadian seperti ini
menimbulkan perubahan yang cukup besar, sehingga menimbulkan konflik.

HRM adalah sebuah fungsi, tanggung jawab mereka menyebar ke seluruh


organisasi dan tidak membebaskan supervisor dari tanggung jawab mereka. Sistem
HRM terdiri dari subsistem (perekrutan, orientasi, promosi, disiplin, dan gaji) yang
terdiri dari beberapa masukan (misalnya, kebijakan, proses, praktik, pelatihan,
supervisor, dan karyawan) dan dapat dipecah menjadi subsistem tambahan. Perspektif
sistem terbuka — kepemimpinan yang tepat, budaya yang mendukung, dan pendekatan
kolaboratif — harus lebih akrab dan realistis. Dalam contoh ketidaksopanan,
administrator kesehatan yang mahir dalam berpikir sistem akan mulai memeriksa
budaya organisasi (dinamika manusia dan organisasi di tempat kerja), mencari titik atau
pola gesekan antara sistem manajemen, dan mengenali bagaimana mereka sendiri
berkontribusi pada ketidaksopanan. Dalam kasus ketidaksopanan, pemikir sistem akan
melihat organisasi dalam konteks lingkungan diikuti dengan memahami, menganalisis,
dan berbicara tentang desain. Untuk mengimplementasikan program hubungan kerja
yang efektif, diperlukan kesiapan organisasi — keterbukaan, visibilitas, dan
transparansi. Administrator kesehatan yang mengambil pendekatan "holistik" untuk
mengurangi tindakan HRM yang merugikan dan meningkatkan hubungan
antardepartemen dengan menyelesaikan krisis dengan solusi peluru perak seperti surat
peringatan jangka pendek.

2. System Thinking sebagai Budaya Organisasi

Suatu organisasi sebagai suatu entitas dapat mengalami kegagalan sistemik.


Sistem administratif beroperasi berdampingan satu sama lain dalam hierarki formal.
HRM mencakup pengawasan, pembayaran, dan dokumentasi. Namun, dinamika budaya
seperti pengawasan yang tidak efektif dapat berdampak pada ketidaksopanan. Kegagalan
terjadi jika seluruh elemen sistem tidak bekerja sama untuk kesuksesan secara
keseluruhan. Faktor yang berkontribusi terhadap ketidaksopanan antara lain :

1. Pemahaman yang lemah di seluruh sistem tentang tujuan,


2. Desain proses yang salah,
3. Umpan balik yang tidak memadai,
4. Kerja sama yang buruk, dan
5. Kurangnya akuntabilitas.

Mengurangi kesopanan sama dengan pendekatan sistem terapan yang selaras


dengan tujuan organisasi. Contohnya termasuk penetapan tujuan tingkat kelompok atau
tim di seluruh silo departemen, pengembangan pemimpin, insentif, komunikasi, ulasan,
penghargaan, dan akuntabilitas. Sebagai sebuah sistem, tujuannya adalah untuk fokus
pada apa yang mengikat sistem individu daripada kinerja fungsional atau departemen.
Menerapkan dan menegakkan kebijakan, melakukan pelatihan "hubungan kerja" dan
survei iklim organisasi, dan membangun sistem pelaporan anonim untuk mendeteksi
perilaku tidak profesional adalah contoh dari subsistem budaya di tempat kerja.
Intervensi harus dilakukan dalam konteks kesejahteraan staf dengan sumber daya yang
memadai untuk mendukung individu yang perilakunya disebabkan atau dipengaruhi oleh
patologi fisik atau mental.

Sebagai pendekatan pencegahan dan pemeliharaan, mengurangi ketidaksopanan


juga harus mencakup sistem pemantauan dengan survei rutin, kelompok fokus, evaluasi
rekan dan anggota tim, atau metode lain yang akan membantu mengungkap kantong dan
pola perilaku yang berpotensi mengintimidasi atau mengganggu. Sebagai pengurus
sistem , kesehatan administrator bertanggung jawab untuk memikirkan dampak
perubahan yang diusulkan pada sistem, pasien, keluarga, dan pengambilalihan lainnya
saat ini dan di masa depan. Berpikir sistem adalah pusat untuk mengungkap disfungsi,
mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan, mengembangkan dan menguji solusi,
dan menerapkan perubahan ke seluruh sistem.

3. System Thinking dan Upaya Peningkatan Kinerja Karyawan


System thinking memungkinkan kinerja sistem secara keseluruhan dalam
konteks inisiatif peningkatan kinerja. Jika sistem didefinisikan secara informal sebagai
kumpulan subsistem yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil, maka
pendekatan sistem menyediakan kerangka kerja dan system thinking yang terdiri dari
penilaian interkoneksi, interdependensi, dan hubungan antar subsistem. Peningkatan
kinerja adalah interaksi dari bagian-bagian sistem untuk menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi. Sementara itu, system thinking memperluas potensi untuk
menghasilkan keandalan dan kepuasan staf yang lebih tinggi. System thinking dan
peningkatan kinerja harus saling melengkapi agar efektif.

Perspektif lain pada pendekatan sistem melibatkan riset operasi. Riset operasi
menggunakan proses ilmiah dalam pengambilan keputusan. Pendekatan sistem mengacu
pada bagaimana riset operasi mempelajari perilaku dan struktur yang mendasari sistem.
Hal ini kemudian akan menjelaskan penyebab sebagian besar masalah yang muncul.
System thinking dan pendekatan riset operasi dapat mengenali hubungan yang ada
antara lingkungan dan proses internal dan bertujuan untuk menganalisis dan
mengembangkan model untuk pilihan simulasi. Ketika sistem dimodelkan, sistem
kemudian dapat dimanipulasi dengan berbagai cara untuk memperkirakan efek dari
perubahan kebijakan atau keputusan. Oleh karena itu, ketika diterapkan pada
manajemen, kombinasi riset operasi dan pendekatan sistem dapat menjadi sarana yang
ampuh untuk meningkatkan hasil atau membuat keputusan yang lebih tepat.

Penggabungan antara peningkatan kinerja dan riset operasi dengan system


thinking menghasilkan pendekatan yang sangat efektif untuk mengelola organisasi.
Berbagai komponen dari organisasi berinteraksi dengan lebih efektif. Administrator
kesehatan perlu mempertahankan perspektif keseluruhan sistem jika mereka bertujuan
untuk memaksimalkan kinerja organisasi. Solusi berkelanjutan bergantung pada systems
thinking atau pengenalan organisasi sebagai sistem untuk menghasilkan outcome.
Administrator kesehatan yang mampu berpikir sistem akan memahami lingkungan dan
bagaimana budaya berdampak pada kinerja sistem.

D. Pentingnya Pendekatan System Thinking dalam Kesehatan Masyarakat


Suatu sistem merupakan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk tujuan
tertentu. Dalam setiap elemen-elemennya saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama
lainnya yang terorganisir membentuk suatu kumpulan yang menunjukkan sifat secara
keseluruan. Di dalam sistem kesehatan pada umumnya terdapat sub sistem-sub sistem
atau elemen-elemen yang saling bekerja sama sistem kesehatan yaitu derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Sistem kesehatan masyarakat dapat berjalan dengan baik
apabila sebagai petugas kesehatan masyarakat mampu menerapkan prinsip berpikir
sistem pula.

Sistem kesehatan seharusnya memandang lebih holistik yang tidak hanya fokus
pada analisa satu bagian sistem, tetapi lebih ke arah bagaimana menyatukan seluruh
komponen subsistem dan saling menghubungkannya satu sama lain. Hal ini disebabkan
jika hanya menganalisis dan melakukan perbaikan pada satu sektor saja, dapat
mengakibatkan gangguan terhadap keseimbangan keseluruhan sistem yang sudah
dibangun sejak awal dan menyebabkan bagian sistem yang lain menjadi menolak
terhadap aksi perbaikan tersebut. Oleh karena itu, pendekatan masalah yang paling
memungkinkan adalah pendekatan system thinking.

Pendekatan sistem ini memiliki peran yang penting dalam kesehatan masyarakat
karena pada pendekatan sistem berpikir ini petugas atau pihak yang berwenang dapat
memandang persoalan-persoalan kesehatan dengan lebih menyeluruh dan dengan
demikian pengambilan keputusan dan pilihan aksi dapat dibuat lebih terarah kepada
sumber-sumber persoalan yang akan mengubah sistem secara efektif. Selain itu, berfikir
sistem dalam kesehatan masyarakat merupakan hal terpenting yang harus dimiliki setiap
individu untuk melakukan kegiatan yang ada di dalam organisasi kesehatan masyarakat
karena sistem memiliki prinsip bersama dan saling berkaitan tidak dapat berdiri sendiri-
sendiri.

Misalnya pada program PSN sebagai upaya pemberantasan DBD. Kepala Dinkes
harus bisa mengatur antara kegiatan program dengan ketersediaan petugas pelaksana
program. Kepala Dinkes juga perlu memikirkan apakah jika program dilaksanakan
petugas mampu untuk melaksanakannya dengan baik. Hal ini terkait dengan sistem yang
terdiri dari input, proses, output, dan feedback. Dalam program PSN yang akan
dilaksanakan di sebuah puskesmas, seorang kepala puskesmas yang menjadi tonggak
pusat kesehatan masyarakat harus berpikir dari awal hingga akhir apakah sumber daya
(man, money, method, material, machine) tersedia dan apabila belum bagaimana
penindakannya. System thinking membantu pemimpin untuk mengelola segala sumber
daya yang ada sehingga tidak berantakan dan tidak terkontrol, namun menjadi teratur
dan dapat dikendalikan.

Lalu setelah memikirkan sumber daya sebagai input program PSN seperti
petugas kesehatan (man), kepala Dinkes seharusnya juga memikirkan proses apa yang
akan dilaksanakannya untuk menyelenggarakan program tersebut dan bagaimana sistem
memonitoring dalam setiap tahap dari keberjalan program tersebut sehingga outputnya
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari program tersebut.

Keberhasilan program data dilihat melalui perbandingan ketercapaian antara


output dengan indikator yang sudah ditetapkann bersama sebelum program dilaksanakan
dan setelah program dilaksanakan. Melalui hal tersebut berhasil atau tidaknya program
PSN dalam upaya pemberantasan DBD di suatu kecamatan atau daerah. Hasil ini juga
bisa menjadi feedback yang nantinya akan menjadi input kembali atau sebagai bahan
evaluasi, pertimbangan, dan indikator dalam menentukkan suatu program di masa
mendatang.

Masalah pada bidang kesehatan juga lambat laun disadari memiliki karakteristik
yang kompleks dan seperti fenomena gunung es sehingga diperlukan berfikir sistem
untuk menanganinya. Berpikir sistem mampu memfasilitasi proses yang lebih baik
dalam memahami masalah dan menyelesaikan masalah yang kompleks. Pemahaman
sebagai sistem akan mengembangkan fokus kita kepada adanya hubungan antara apa
yang rusak dengan komponen lainnya. Hubungan ini bisa menimbulkan keterkaitan, dan
keterkaitan bisa berujung kepada ketergantungan, sehingga kita bisa melihat peluang
baru dan lebih baik dalam menyelesaikan masalah.

Beberapa penggunaan berfikir sistem pada bidang kesehatan masyarakat antara


lain:

1. Pada pemberantasan penyakit yaitu awal tahun 2000-an diaplikasikan pada


masalah-masalah kesehatan seperti tobacco control, obesitas, dan TBC,
digunakan untuk membantu menimimalisir penyebaran virus H5N1 atau flu
burung, menghentikan wabah scabies di bangsal perawatan di Taiwan
menggunakan tools Root Cause Analysis atau RCA.
2. Pada bidang K3 yaitu dalam proses safety inspection di lokasi konstruksi
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil, dan dalam mengevaluasi
penerapan K3 pada tingkat mikro, meso dan makro. Penerapan berfikir
sistem cenderung mendapat perhatian yang tinggi dalam K3, dan bersinergi
dengan konsep budaya keselamatan, iklim keselamatan, rekayasa ketahanan
kerja, makro ergonomic, sistem sosio-teknik, dan sistem manajemen
keselamatan.
3. Pada manajemen bencana yaitu dalam menganalisis ketahanan terhadap
bencana pada masyarakat pedesaan di Zimbabwe.
4. Pada peningkatan penerapan patient safety dengan melakukan intervensi
program pendidikan berfikir sistem (System Thinking Education
Program/STEP) pada perawat di rumah sakit.

Manfaat dari system thinking antara lain:

1. Memberi pemahaman atas keterkaitan elemen-elemen/ sumber daya yang


ada yang mempengaruhi kinerja di bidang kesehatan.
2. Menjadi bahasa bersama untuk dialog tentang struktur dan proses sistem
3. Memetakan dan simulasi apa yang dipahami bersama.
4. Fenomena dasar yang berkembang dengan memerhatikan interaksi dari
berbagai yang berkaitan.
5. Penyelesaian masalah dengan pendekatan antar disiplin yang bekerja sama
secara sinergis sebagai pemecah masalah kesehatan
6. Keterbukaan menerima hal-hal baru yang berkembang cepat, untuk
meningkatkan efektivitas dalam menyelesaikan masalah kesehatan.

Administrator mempunyai peranan sangat menentukan keberhasilan dan


kegagalan suatu kebijakan yang dibuatnya. Kecenderungan terjadinya tarik ulur suatu
kebijakan mulai dari perumusan, implementasi sampai dengan evaluasi kebijakan
merupakan proses yang wajar dan ini merupakan suatu proses yang baik dalam arti
semua kepentingan peduli terhadap kebijakan yang akan dibuat. Di dalam administrasi
kesehatan perlu juga adanya suatu administrator Kesehatan yang berarti orang yang
diberi tugas wewenang dan tanggung jawab secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan analisis kebijakan di bidang administrasi pelayanan, perijinan,
akreditasi dan sertifikasi program-program pembangunan kesehatan

Dalam hal ini, kita tahu bahwa masalah kesehatan di Indonesia masih menjadi
masalah yang cukup besar karena terbatasnya sumber daya yang ada. Oleh sebab itu
seorang admistratir kesehatan perlu adanya system thinking agar tujuan dapat tercapai.
Dengan menerapkan pendekatan berpikir sistem, administrator dapat memandang lebih
luas mengenai masalah kebijakan kesehatan sehingga mempermudah dalam
menganalisis.

E. Tantangan dan Kendala Aplikasi Pendekatan System Thinking dalam Kesehatan


Masyarakat

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sudah berjalan sejak tahun2014
lalu ternyata dalam implementasinya banyak mengalami hambatan. Hambatan bukan
hanya dari sisi internal, melainkan juga dari factor eksternal. Sebagai suatu sistem yang
mengintegrasikan pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan kepesertaan
(masyarakat), SJSN melibatkan berbagai pihak baik dari bidang kesehatan, keuangan,
sosial,dan sebagainya. Sukses pelaksanaan SJSN membutuhkan pemimpin yang
mengerti keseluruhan aspek yang terkait pelayanan dan pembiayaan kesehatan. Dalam
memutuskan dan menangani permasalahan, pemimpin tersebut tidak hanya mampu
menganalisis bagian-bagian dari masalah (berfikir secara reduksionis) namun juga
secara holistik, atau disebut dengan Berfikir Sistem. Pertanyaan yang muncul kemudian
adalah mengapa sebagai tenaga kesehatan (atau calon tenaga kesehatan) perlu
mempelajari kepemimpinan padahal sebenarnya sudah dinyatakan kompeten di
bidangnya? Mengutip pendapat Frank J. Lexa dalam bukunya “Leadership Lessons for
Health Care Providers” bahwa terdapat beberapa alasan bagi tenaga kesehatan untuk
mempelajari kepemimpinan (Lexa,2017):

1. Industri kesehatan mengalami perubahan yang cepat meliputi aspekpelayanan,


cara pembayaran, teknologi, dan kebijakan. Kondisi ini tentu membutuhkan
kemampuan memimpin yang kuat untuk membawa organisasi dalam beradaptasi
dengan perubahan.
2. Industri kesehatan memiliki pelayanan yang kompleks dengan tingkat tekanan
dari masyarakat yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan pemimpin yang memiliki
strategi dan taktik untuk terus berkembang dalam kondisi seperti ini.
3. Kepemimpinan memiliki daya magis dalam menghasilkan kinerja organisasi
atau kelompok yang baik. Lalu bagaimana dengan tenaga kesehatan masyarakat?
Memimpin dan berfikir sistem merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki para ahli kesehatan masyarakat saat ini.

Ada beberapa konsep dalam mempelajari system yang saling berhubungan.


Konsep-konsep tersebut adalah konsep sistem,berfikir sistem, pendekatan sistem dan
rekayasa sistem. Keempat konsep ini berbeda namun memiliki keterkaitan satu sama
lain. Konsep sistem merupakan sarana untuk mengidentifikasikan masalah kompleks.
Berfikir sistem menggunakan Konsep Sistem untuk memaham isu-isu atau entitas yang
kompleks. Lalu Pendekatan Sistem menggunakan teknik Berfikir Sistem untuk
memecahkan permasalahan yang kompleks.Akhirnya Rekayasa Sistem menggunakan
Pendekatan Sistem untuk menangani kompleksitas dengan pendekatan rekayasa
(Aslaksen, 2013). Rekayasa sistem merupakan salah satu kemampuan yang harus
dimiliki seorang pemimpin dengan karakter berfikir sistem. Seringkali ketidakmampuan
pemimpin dalam memahami rekayasa sistem meyebabkan kegagalan organisasi dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan. Misalnya panjangnya antrian pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang berakibat pada penurunan kepuasan pasien disebabkan
lemahnya manajemen dalam merekayasa sistem untuk mempercepat waktu pelayanan.
Pengurangan waktu pelayanan merupakan salah satu solusi untuk memperpendek
antrian,misalnya dengan penambahan petugas atau penerapan teknologi. Namun
dikhawatirkan dengan penambahan sumberdaya akan terjadi inefisiensi. Rekayasa
sistem mendorong manajemen untuk menghasilkan system pelayanan kesehatan yang
efisien dengan merekomendasikan alokasi sumberdaya berdasarkan analisis sistem yang
terukur. Berbagai studi tentang optimalisasi sistem memberikan rekomendasi alokasi
sumberdaya(manusia dan alat) untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Aripin, Soffian, Muhammad Daud. 2014. Jurnal Academica Fisip. Peran Administrator
Publik Dalam Formulasi Dan Implementasi Kebijakan (Analisis Kurikulum
2013), Vol.06 No. 01 1158-1169.

Arnold, R. D., & Wade, J. P. (2015). A Definition of System Thinking: A System


Approach. In 2015 Conference on System Engineering Research (pp. 669-678).
New Jersey: Elsevier.

Aslaksen, E.W. (2013). The System Concept and Its Application to Engineering. New
York : Springer.

Chapra, Fritjof. (2001). Jaring-Jaring Kehidupan: Visi Baru Epistomologi dan


Kehidupan (diterjemahkan oleh Saut Pasaribu). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.

Hasibuan, Rapotan. 2020. Admistrasi Dan Kebijakan Kesehatan. Medan : Universitas


Islam Negeri Sumatera Utara.

Heryana, A. 2019. Kepemimpinan Berfikir Sistem: Aplikasi pada Bidang Kesehatan.


Jakarta: e-book tidak dipublikasikan.

Heryana, Ade. 2019. Kepemimpinan Berfikir Sistem Aplikasi pada Bidang Kesehatan.
Jakarta: e-book.

Hidayatno, Akhmad. 2016. Berpikir Sistem: Pola Berpikir untuk Pemahaman Masalah
yang Lebih Baik. Diakses melalui situs:
https://www.researchgate.net/publication/302412744

Lexa, F. J. (2017). Leadership lesson for health Care Providers. London : Elsevier Ltd.

Anda mungkin juga menyukai