PPT Materi 4 Kata Dan Peristilahan - Tata Bentuk Kata
PPT Materi 4 Kata Dan Peristilahan - Tata Bentuk Kata
Oleh
Dr. Agus Nero Sofyan, M.Hum.
Definisi
Bentuk
KATA
Pembentukan
Konjungsi
Problematik
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
1. Definisi Kata
Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, baik dilafalkan
maupun ditulis dan bermakna leksikal (makna kata dalam kamus), misalnya, teliti,
baca, presentasi, dan aktif.
2. Bentuk Kata
Bentuk kata dapat diartikan wujud, tampilan, keberadaan, atau rupa dari suatu kata
yang dapat diamati.
Dalam menulis karya ilmiah, kita kerap kali harus memahami bentuk kata berikut.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
BENTUK KATA
Kata Dasar Kata Berimbuhan
4
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Kata Dasar
Kata Berimbuhan
Kata berimbuhan dapat diartikan kata dasar yang sudah dilekati imbuhan.
Imbuhan yang dilekatkan pada kata dasar itu dapat berupa awalan
(prefiks), sisispan (infiks), akhiran (sufiks), awalan-akhiran serempak
(konfiks), dan awalan-akhiran tidak serempak (kombinasi afiks).
Misalnya:
bermain, gerigi, lemparkan, kecantikan, permainan, mencintai,
mengharapkan, bergaris bawah, lipat gandakan, melipatgandakan
PENGGUNAAN KATA
Kata Ulang DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Kata ulang dapat diartikan kata yang mengalami pengulangan baik itu (pengulangan)
utuh maupun sebagian. Kata ulang terdiri atas berikut:
a. (i) kata ulang dwilingga (pengulangan secara murni atau utuh), misalnya, rumah-
rumah, satu-satu, dan cantik-cantik;
b. (ii) kata ulang dwilingga salin suara (pengulangan berubah bunyi), misalnya, sayur-
mayur, bola-balik, dan gerak-gerik;
c. (v) kata ulang semu (pengulangan yang tidak mengenal bentuk asalnya), misalnya,
kura-kura, lobi-lobi, paru-paru, dan kupu-kupu;
d. (iv) kata ulang berimbuhan (pengulangan yang disertai imbuhan), misalnya, tusuk-
menusuk, memukul-mukul, dan bertatap-tatapan;
e. (iii) kata ulang dwipurwa (pengulangan suku pertama suatu kata ), misalnya, tetamu
(tamu), leluhur (luhur), dan tetangga (tangga).
PENGGUNAAN KATA
Kata Majemuk DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Kata majemuk atau gabungan kata dapat diartikan paduan dua kata atau lebih. Paduan
dua kata itu dapat ditulis terpisah atau disatukan. Untuk mengenalinya mana yang
disatukan dan mana yang dipisahkan dapat kita hafalkan atau kita lihat dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Kata majemuk umumnya memiliki ciri-ciri berikut:
a. ketaktersisipan: rumah sakit (*rumah yang sakit),
b. ketakterbalikan: meja makan (*makan meja),
c. ketakterluasan: setiap unsur tidak dapat diperluas, harus diperluas secara utuh
(Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung), dan
d. kebaruan makna: rumah sakit ( rumah itu tidak sakit, tetapi tempat orang berobat/
dirawat).
3. Pembentukan Kata PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
A. Kata Berimbuhan
Dalam penulisan kata berimbuhan, kerap kali kita mengalami kesulitan atau kebingungan. Oleh karena itu, perhatikan kaidah
pembentukan kata berikut!
(1) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi me- dan pe- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /r, l, m,
n, w, y, ng, ny/, misalnya, merawat-perawat, melamar-pelamar, meminum-peminum, menamai-penama, mewarisi-pewaris,
meyakinkan-peyakin, menganga-penganga, dan menyanyi-penyanyi.
(2) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi mem- dan pem- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /p,
b, f, v/, misalnya, membawakan-pembawa, memandu-pemandu, memfitnah- pemfitnah, memvonis-pemvonis, dan membumbui-
pembumbu.
(3) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi men- dan pen- jika dirangkaikan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /
t, d, c, j, z, sy /, misalnya, menuduh-penuduh, mendakwa-pendakwa, mencuri-pencuri, menjualkan-penjual, menziarahi-penziarah,
dan mensyukuri-pensyukur.
(4) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi meng- dan peng- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /
k, g, h, kh, dan vokal/, misalnya, mengarang-pengarang, mengganggu-pengganggu, menghasut-penghasut, mengkhitan-pengkhitan,
mengantarkan-pengantar, mengekor-pengekor, dan mengobati-pengobat.
(5) Imbuhan me(N) kan/-i- dan pe(N)- berubah menjadi meny- dan peny- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem
/s/, misalnya, menyapa-penyapa, menyayangi-penyayang, dan menyatukan-penyatu.
(6) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi menge- dan penge- jika dilekatkan pada kata dasar yang hanya terdiri atas
satu suku kata, misalnya, mengebom-pengebom, mengegolkan-pengegol, dan mengecatkan-pengecat.
(7) Jika kata dasar berfonem awal/ k/, /t/, /p/, /s/ dilekati imbuhan me(N)-kan/-i atau pe(N)- dan setelah fonem-fonem tersebut diikuti
vokal, fonem /k/, /t/, /p/, /s/ itu harus luluh atau lesap, misalnya, mengeraskan-pengeras, memercayakan-pemercaya, meninjui-peninju,
dan menyuruh-penyuruh.
(8) Jika kata dasar berawal gugus konsonan /pr/, /st/, /sk/,/ tr/, /sp/, /kl/ dilekati imbuhan me(N)-kan/-i atau pe(N)- gugus-gugus
konsonan itu tidak luluh, misalnya, menstabilkan-penstabil, menskemakan-penskema, mentradisikan-pentradisi, mensponsori-
pensponsor, mengklasifikasikan-pengklasifikasi, dan memprotes-pemrotes (bukan pemprotes karena konsonan /p/ harus luluh jika
dilekati imbuhan pe(N)-, tidak dibenarkan ada dua fonem /p/ secara berdekatan atau berurutan.
Selain itu, perhatikan pula pengaidahan berikut: awalah be(R)- dan te(R)- memiliki tiga variasi bentuk, yaitu ber-, be-, dan bel- dan
ter-, te-, dan tel-. Imbuhan be(R)- berubah menjadi bel- jika dilekatkan kata dasar ajar dan unjur, yaitu belajar dan belunjur;
imbuhan te(R)- berubah menjadi tel- jika dilekatkan kata dasar anjur dan antar, yaitu telanjur, dan telantar; imbuhan be(R)- dan
te(R)- berubah be- dan te- bila dilekatkan pada kata dasar berawal fonem /r/ atau kata bersuku awal /-er-/, misalnya, berencana-
terencana becermin-tecermin, dan bekerja-tekerjakan.
(9) Imbuhan yang berasal dari bahasa asing, misalnya, -wan, dan -wati dilekatkan pada kata dasar yang berakhir fonem /a/ dan
/u/, misalnya, wartawan, dramawan, ilmuwan, karyawati, negarawati; imbuhan man - dilekatkan pada kata dasar berakhir fonem /i/,
misalnya, budiman, seniman, rohaniman, geologiman; imbuhan -wi dan -isasi dilekatkan pada kata dasar berakhir fonem vokal,
misalnya, surgawi, duniawi, pompanisasi, turinisasi, dan imbuhan -i dilekatkan pada kata dasar yang berakhir vokal konsonan,
misalnya, insani, alami, hewani.
B. Kata Ulang
Pembentukan kata ulang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan kata berimbuhan. Untuk lebih jelasnya perhatikan hal-hal
berikut:
(1) kata ulang utuh: kaji ------- kaji-kaji,
(2) Kata ulang berubah bunyi: sayur------ sayur-mayur, panting----pontang-panting; kata sayur dan panting merupakan
bentuk yang dapat berdiri sendiri; perubahan bunyi tampak pada fonem (/s/---/m/ dan /a/ dan /i/---/o/ dan /a/,
(3) kata ulang berimbuhan: pukul-----berpukul-pukulan, pukul-memukul, memukul-mukul, memukul-mukuli,
(4) kata ulang dwipurwa (perulangan suku pertama): tetamu (tamu), lelaki (laki), leluhur (luhur), jejaring (jaring),
(5) kata ulang semu: kupu-kupu, paru-paru, lobi-lobi (bukan dari bentuk asal (*kupu, *paru, dan *lobi).
Yang harus diperhatikan dalam penulisan kata ulang adalah bahwa tanda hubung (-) itu harus rapat dengan fonem
sebelah kiri dan kanan dari kata itu (bukan: memukul - mukul, memukul- memukul, memukul -mukul, atau memukul—mukul).
C. Gabungan Kata
Dalam penulisan kata majemuk/gabungan kata, haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Jika unsur yang satu terikat pada unsur yang lain, penulisan unsur (terikat) itu harus digabungkan dengan unsur yang
adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi,
dwiwarna, ekawarna, ekstrakulikuler, elektroteknik, infrastruktur, inkonvensional, introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara,
multilateral, narapidana, nonkolaborasi, pancasila, panteisme, paripurna, poligami, pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida,
semiprofesional, subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, trinunggal, ultramoderen
Catatan:
(a) Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu disisipkan
(b) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis
duta besar, kambing hitam, kereta api ,cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua,
persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
3. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat disisipkan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan, misalnya, alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku
4. Gabungan kata berikut ditulis disatukan, yaitu adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana,
barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, darmawisata,
dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka,
mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga,
saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
JENIS KONJUNGSI
KONJUNGSI KOORDINATIF
Konjungsi koordinatif dapat diartikan penghubung (kata hubung) yang menghubungkan dua
klausa yang memiliki status yang sama atau sederajat. Konjungsi jenis ini biasanya terdapat
dalam kalimat majemuk setara (koordinatif). Konjungsi yang dimaksud adalah berikut:
• dan → penanda hubungan penjumlahan/penambahan,
• atau → penanda hubungan pemilihan,
• tetapi, sedangkan, melainkan, padahal → penanda hubungan pertentangan/ perlawanan, dan
• lalu, kemudian → penanda hubungan kelanjutan.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
CONTOH
KONJUNGSI KOORDINATIF
KONJUNGSI SUBORDINATIF
CONTOH
KONJUNGSI SUBORDINATIF
menyatakan kelanjutan : sesudah itu, Situasi sudah mulai membaik. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada.
selanjutnya, berikutnya
Contoh: Mereka menonton film di bioskop.
Sesudah itu, mereka makan bersama di
restoran. 19
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
PROBLEMATIK
TERIMA KASIH