Anda di halaman 1dari 21

PENGGUNAAN KATA DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

disampaikan pada perkuliahan Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah

Oleh
Dr. Agus Nero Sofyan, M.Hum.

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Definisi
Bentuk
KATA
Pembentukan
Konjungsi
Problematik
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

1. Definisi Kata

Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, baik dilafalkan
maupun ditulis dan bermakna leksikal (makna kata dalam kamus), misalnya, teliti,
baca, presentasi, dan aktif.

2. Bentuk Kata

Bentuk kata dapat diartikan wujud, tampilan, keberadaan, atau rupa dari suatu kata
yang dapat diamati.
Dalam menulis karya ilmiah, kita kerap kali harus memahami bentuk kata berikut.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

BENTUK KATA
Kata Dasar Kata Berimbuhan

Kata Ulang Kata Majemuk

4
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Kata Dasar

Kata dasar dapat diartikan kata yang belum mengalami proses


morfologis (pengimbuhan, pengulangan, dan penggabungan),
misalnya, makan, mobil, cantik, dapat, dan lima. Dalam
penulisannya, kata dasar harus ditulis terpisah dengan kata yang
lainnya.
Misalnya:
Mereka yakin bahwa saya benar dalam peristiwa itu.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Kata Berimbuhan

Kata berimbuhan dapat diartikan kata dasar yang sudah dilekati imbuhan.
Imbuhan yang dilekatkan pada kata dasar itu dapat berupa awalan
(prefiks), sisispan (infiks), akhiran (sufiks), awalan-akhiran serempak
(konfiks), dan awalan-akhiran tidak serempak (kombinasi afiks).

Misalnya:
bermain, gerigi, lemparkan, kecantikan, permainan, mencintai,
mengharapkan, bergaris bawah, lipat gandakan, melipatgandakan
PENGGUNAAN KATA
Kata Ulang DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Kata ulang dapat diartikan kata yang mengalami pengulangan baik itu (pengulangan)
utuh maupun sebagian. Kata ulang terdiri atas berikut:
a. (i) kata ulang dwilingga (pengulangan secara murni atau utuh), misalnya, rumah-
rumah, satu-satu, dan cantik-cantik;
b. (ii) kata ulang dwilingga salin suara (pengulangan berubah bunyi), misalnya, sayur-
mayur, bola-balik, dan gerak-gerik;
c. (v) kata ulang semu (pengulangan yang tidak mengenal bentuk asalnya), misalnya,
kura-kura, lobi-lobi, paru-paru, dan kupu-kupu;
d. (iv) kata ulang berimbuhan (pengulangan yang disertai imbuhan), misalnya, tusuk-
menusuk, memukul-mukul, dan bertatap-tatapan;
e. (iii) kata ulang dwipurwa (pengulangan suku pertama suatu kata ), misalnya, tetamu
(tamu), leluhur (luhur), dan tetangga (tangga).
PENGGUNAAN KATA
Kata Majemuk DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Kata majemuk atau gabungan kata dapat diartikan paduan dua kata atau lebih. Paduan
dua kata itu dapat ditulis terpisah atau disatukan. Untuk mengenalinya mana yang
disatukan dan mana yang dipisahkan dapat kita hafalkan atau kita lihat dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Kata majemuk umumnya memiliki ciri-ciri berikut:
a. ketaktersisipan: rumah sakit (*rumah yang sakit),
b. ketakterbalikan: meja makan (*makan meja),
c. ketakterluasan: setiap unsur tidak dapat diperluas, harus diperluas secara utuh
(Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung), dan
d. kebaruan makna: rumah sakit ( rumah itu tidak sakit, tetapi tempat orang berobat/
dirawat).
3. Pembentukan Kata PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

A. Kata Berimbuhan
Dalam penulisan kata berimbuhan, kerap kali kita mengalami kesulitan atau kebingungan. Oleh karena itu, perhatikan kaidah
pembentukan kata berikut!
(1) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi me- dan pe- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /r, l, m,
n, w, y, ng, ny/, misalnya, merawat-perawat, melamar-pelamar, meminum-peminum, menamai-penama, mewarisi-pewaris,
meyakinkan-peyakin, menganga-penganga, dan menyanyi-penyanyi.
(2) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi mem- dan pem- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /p,
b, f, v/, misalnya, membawakan-pembawa, memandu-pemandu, memfitnah- pemfitnah, memvonis-pemvonis, dan membumbui-
pembumbu.
(3) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi men- dan pen- jika dirangkaikan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /
t, d, c, j, z, sy /, misalnya, menuduh-penuduh, mendakwa-pendakwa, mencuri-pencuri, menjualkan-penjual, menziarahi-penziarah,
dan mensyukuri-pensyukur.
(4) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi meng- dan peng- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem /
k, g, h, kh, dan vokal/, misalnya, mengarang-pengarang, mengganggu-pengganggu, menghasut-penghasut, mengkhitan-pengkhitan,
mengantarkan-pengantar, mengekor-pengekor, dan mengobati-pengobat.
(5) Imbuhan me(N) kan/-i- dan pe(N)- berubah menjadi meny- dan peny- jika dilekatkan pada kata dasar yang berawal dengan fonem
/s/, misalnya, menyapa-penyapa, menyayangi-penyayang, dan menyatukan-penyatu.
(6) Imbuhan me(N)-kan/-i dan pe(N)- berubah menjadi menge- dan penge- jika dilekatkan pada kata dasar yang hanya terdiri atas
satu suku kata, misalnya, mengebom-pengebom, mengegolkan-pengegol, dan mengecatkan-pengecat.
(7) Jika kata dasar berfonem awal/ k/, /t/, /p/, /s/ dilekati imbuhan me(N)-kan/-i atau pe(N)- dan setelah fonem-fonem tersebut diikuti
vokal, fonem /k/, /t/, /p/, /s/ itu harus luluh atau lesap, misalnya, mengeraskan-pengeras, memercayakan-pemercaya, meninjui-peninju,
dan menyuruh-penyuruh.
(8) Jika kata dasar berawal gugus konsonan /pr/, /st/, /sk/,/ tr/, /sp/, /kl/ dilekati imbuhan me(N)-kan/-i atau pe(N)- gugus-gugus
konsonan itu tidak luluh, misalnya, menstabilkan-penstabil, menskemakan-penskema, mentradisikan-pentradisi, mensponsori-
pensponsor, mengklasifikasikan-pengklasifikasi, dan memprotes-pemrotes (bukan pemprotes karena konsonan /p/ harus luluh jika
dilekati imbuhan pe(N)-, tidak dibenarkan ada dua fonem /p/ secara berdekatan atau berurutan.

Selain itu, perhatikan pula pengaidahan berikut: awalah be(R)- dan te(R)- memiliki tiga variasi bentuk, yaitu ber-, be-, dan bel- dan
ter-, te-, dan tel-. Imbuhan be(R)- berubah menjadi bel- jika dilekatkan kata dasar ajar dan unjur, yaitu belajar dan belunjur;
imbuhan te(R)- berubah menjadi tel- jika dilekatkan kata dasar anjur dan antar, yaitu telanjur, dan telantar; imbuhan be(R)- dan
te(R)- berubah be- dan te- bila dilekatkan pada kata dasar berawal fonem /r/ atau kata bersuku awal /-er-/, misalnya, berencana-
terencana becermin-tecermin, dan bekerja-tekerjakan.

(9) Imbuhan yang berasal dari bahasa asing, misalnya, -wan, dan -wati dilekatkan pada kata dasar yang berakhir fonem /a/ dan
/u/, misalnya, wartawan, dramawan, ilmuwan, karyawati, negarawati; imbuhan man - dilekatkan pada kata dasar berakhir fonem /i/,
misalnya, budiman, seniman, rohaniman, geologiman; imbuhan -wi dan -isasi dilekatkan pada kata dasar berakhir fonem vokal,
misalnya, surgawi, duniawi, pompanisasi, turinisasi, dan imbuhan -i dilekatkan pada kata dasar yang berakhir vokal konsonan,
misalnya, insani, alami, hewani.

B. Kata Ulang
Pembentukan kata ulang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan kata berimbuhan. Untuk lebih jelasnya perhatikan hal-hal
berikut:
(1) kata ulang utuh: kaji ------- kaji-kaji,
(2) Kata ulang berubah bunyi: sayur------ sayur-mayur, panting----pontang-panting; kata sayur dan panting merupakan
bentuk yang dapat berdiri sendiri; perubahan bunyi tampak pada fonem (/s/---/m/ dan /a/ dan /i/---/o/ dan /a/,
(3) kata ulang berimbuhan: pukul-----berpukul-pukulan, pukul-memukul, memukul-mukul, memukul-mukuli,
(4) kata ulang dwipurwa (perulangan suku pertama): tetamu (tamu), lelaki (laki), leluhur (luhur), jejaring (jaring),
(5) kata ulang semu: kupu-kupu, paru-paru, lobi-lobi (bukan dari bentuk asal (*kupu, *paru, dan *lobi).

Yang harus diperhatikan dalam penulisan kata ulang adalah bahwa tanda hubung (-) itu harus rapat dengan fonem
sebelah kiri dan kanan dari kata itu (bukan: memukul - mukul, memukul- memukul, memukul -mukul, atau memukul—mukul).
C. Gabungan Kata
Dalam penulisan kata majemuk/gabungan kata, haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Jika unsur yang satu terikat pada unsur yang lain, penulisan unsur (terikat) itu harus digabungkan dengan unsur yang

dapat berdiri sendiri.


Misalnya:

adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter, demoralisasi,
dwiwarna, ekawarna, ekstrakulikuler, elektroteknik, infrastruktur, inkonvensional, introspeksi, kolonialisme, kosponsor, mahasiswa, mancanegara,
multilateral, narapidana, nonkolaborasi, pancasila, panteisme, paripurna, poligami, pramuniaga, prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida,
semiprofesional, subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, trinunggal, ultramoderen

Catatan:

(a) Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu disisipkan

tanda hubung (-), misalnya, non-Amerika.

(b) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis

terpisah, misalnya, Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.


2. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah, misalnya,

duta besar, kambing hitam, kereta api ,cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua,
persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.

3. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat disisipkan tanda hubung

untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan, misalnya, alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku

sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-jam, orang-tua muda.

4. Gabungan kata berikut ditulis disatukan, yaitu adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana,
barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, darmawisata,
dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka,
mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga,
saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

JENIS KONJUNGSI

KONJUNGSI KONJUNGSI KONJUNGSI


KOORDINATIF SUBORDINATIF ANTARKALIMAT
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

KONJUNGSI KOORDINATIF

Konjungsi koordinatif dapat diartikan penghubung (kata hubung) yang menghubungkan dua
klausa yang memiliki status yang sama atau sederajat. Konjungsi jenis ini biasanya terdapat
dalam kalimat majemuk setara (koordinatif). Konjungsi yang dimaksud adalah berikut:
• dan → penanda hubungan penjumlahan/penambahan,
• atau → penanda hubungan pemilihan,
• tetapi, sedangkan, melainkan, padahal → penanda hubungan pertentangan/ perlawanan, dan
• lalu, kemudian → penanda hubungan kelanjutan.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

CONTOH
KONJUNGSI KOORDINATIF

1. Dosen itu memberi saya dan Rano buku sejarah bahasa.


2. Saudara akan tinggal di sini atau ikut dengan kami.
3. Pandu anak yang pintar, tetapi agak sombong.
4. Ibunya pura-pura tidak tahu, padahal mengetahui
persembunyian anaknya.
5. Kami datang ke desa binaan itu, lalu bermalam dua hari.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

KONJUNGSI SUBORDINATIF

Konjungsi subordinatif dapat diartikan penghubung (kata hubung) yang


menghubungkan dua klausa atau lebih yang tidak sama status atau derajatnya.
Konjungsi jenis ini terdapat dalam kalimat majemuk bertingkat (subordinatif). Konjungsi
yang dimaksud, antara lain,
• ketika, sejak, saat, setelah, sambil, seraya → penanda hubungan waktu,
• kalau, jika, asal, bila → penanda hubungan syarat,
• supaya, agar, guna, untuk→ penanda hubungan tujuan,
• seperti, laksana, sebagaimana, bagai, ibarat → penanda hubungan perbandingan,
• sehingga, maka, sampai → penanda hubungan akibat/hasil,
• sebab (karena) → penanda hubungan sebab,
• walaupun, meskipun, biarpun, kendatipun → penanda hubungan konsesif
(berlawanan dengan klausa utama), dan
• yang (bahwa) → penanda hubungan perluasan.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

CONTOH
KONJUNGSI SUBORDINATIF

1. Pesawat itu meledak setelah dua menit lepas landas.


2. Pertandingan akan dilanjutkan jika situasi penonton
sudah kondusif.
3. Rian bangun terlambat sehingga telat sampai di
sekolah.
4. Rafli berceramah seperti dai kondang.
5. Ersat tetap pergi berkuliah walaupun kesehatannya
kurang baik.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

MENGENAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT

Konjungsi (kata hubung) antarkalimat dapat diartikan


konjungsi yang menghubungkan satu kalimat dengan
kalimat sebelumnya dalam suatu paragraf atau alinea.
Karena fungsinya yang demikian, konjungsi antarkalimat
selalu berposisi di awal kalimat. Setelah konjungsi
antarkalimat selalu dibubuhkan tanda koma.
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
MA K NA PEN GH U BU N G D IB EDAKA N
MEN JA DI SEPERTI D I BA W A H IN I :
menyatakan sebab: oleh karena itu,
oleh sebab itu
Contoh: Anton sering makan terlambat. Oleh
menyatakan perwatasan dari hal yang karena itu, dia menderita sakit lambung.
dinyatakan sebelumnya: kecuali itu

Contoh: Bunga Rafflesia adalah bunga


terbesar di dunia. Kecuali itu, bunga ini tidak menyatakan kejadian yang
memiliki daun dan batang.
mendahului nya: sebelum itu
Contoh: Mereka makan di restoran. Sebelum
itu, mereka menonton di bioskop.
menyatakan simpulan: jadi, dengan
demikian
menyatakan pertentangan: namun,
Contoh: Rita tidak mengerjakan tugas
mengarang yang diberikan guru. Dengan
akan tetapi, walaupun demikian
demikian, dia mendapat tugas tambahan atau Contoh: Perumahan ini sudah dijaga ketat.
terkena hukuman. Namun, kita harus tetap waspada.

menyatakan kelanjutan : sesudah itu, Situasi sudah mulai membaik. Akan tetapi,
kita harus tetap waspada.
selanjutnya, berikutnya
Contoh: Mereka menonton film di bioskop.
Sesudah itu, mereka makan bersama di
restoran. 19
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
PROBLEMATIK

• Problematik yang kerap kali hadir pada pembentukan kata adalah


sebagai beikut:
a. bentukan kata tidak baku, misalnya, diketemukan,
berulang-kali, panutan, pengrusakan, dan perletakan;
b. penulisan gabungan kata tidak baku, misalnya, pasca reformasi, bea siswa,
bergarisawah;
c. diksi bentukan kata tidak tepat (bentuk-makna tidak sesuai), misalnya, menugasi
menugaskan, membawahi-membawahkan, memasuki-memasukkan.
- Dosen menugasi kami menulis makalah.
Dosen menugaskan penyusunan makalah.
- Presiden membawahkan menteri.
Menteri membawahi presiden.
- Kami sudah memasuki desa terpencil.
Ibu memasukkan alat renang ke dalam tas itu.

Semua problematik tersebut dapat diatasi (diselesaikan) jika mahasiswa rajin


membuka KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
PENGGUNAAN KATA
DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai