menjadi kata jadian atau kata turunan serta kata dasar. Kata jadian terbagi lagi menjadi kata
berimbuhan, kata ulang dan kata majemuk. Sedangkan kata berimbuhan meliputi kata berawalan
(prefiks), kata bersisipan (infiks), kata berakhiran (sufiks), dan kata yang berkonfiks.
bentuknya menjadi kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Sedangkan kata
berimbuhan terdiri atas kata yang berprefiks (berawalan), kata yang berinfiks (bersisipan), kata
Seringkali sebuah kata dasar perlu diberi afiks atau imbuhan terlebih dahulu agar dapat
digunakan. Afiks atau imbuhan adalah semacam morfem nondasar yang secara struktural
dilekatkan pada kata dasar atau bentuk dasar untuk membentuk kata-kata baru (Keraf, 1991:121).
Dengan kata lain, afiks atau imbuhan melekat pada kata dasar. Afiks atau imbuhan yang melekat
pada kata dasar ini akan membentuk kata baru sehingga makna dan fungsinya menjadi berbeda
Afiks juga dibagi berdasarkan tempat unsur itu dilekatkan pada kata dasar. Dalam hal ini,
Keraf (1991:121) membaginya menjadi prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran),
adalah sebuah morfem nondasar yang secara struktural dilekatkan pada awal sebuah kata dasar
atau bentuk dasar (Keraf, 1991:122). Dengan kata lain, prefiks adalah imbuhan yang letaknya di
awal kata. Bahkan dalam sebuah kata bisa dilekatkan dua prefiks sekaligus, misalnya mem-per-
Bentuk prefiks (awalan) yang ada dalam Bahasa Indonesia yaitu prefiks ber-, per-, me-,
di-, ter-, ke- se- dan pe-, serta prefiks baru. Prefiks baru merupakan prefiks yang dipengaruhi
oleh unsur-unsur bahasa asing, seperti prefiks a dan tak, ante dan purba, prae dan pra, anti dan
prati, auto dan swa, inter dan antar, re dan ulang, bi dan dwi, pasca dan anu, serba, maha, serta
prefiks tuna. Contoh kata berprefiks antara lain berlari, percepat, memakan, dilihat, terbawa,
Kata berinfiks merupakan yang kata mendapatkan bentuk sisipan. Infiks atau sisipan
adalah morfem nondasar yang dilekatkan di tengah sebuah kata, yaitu antara konsonan yang
mengawali sebuah kata dengan vokal berikutnya (Keraf, 1991:136). Ada tiga macam infiks
Infiks (sisipan) -el, -em, dan -er tidak mempunyai variasi bentuk dan bukan merupakan
imbuhan yang produktif, maksudnya tidak digunakan lagi untuk membentuk kata-kata baru dan
hanya berlangsung hanya pada kata-kata tertentu saja. Pengimbuhannya dilakukan dengan cara
menyisipkan di antara konsonan dan vokal suku pertama pada sebuah kata dasar. Contoh kata
berinfiks antara lain telapak yang berasal dari kata dasar tapak, gerigi berasal dari kata dasar
merupakan morfem nondasar yang dilekatkan pada akhir sebuah kata dasar. Sufiks yang ada
dalam Bahasa Indonesia adalah -kan, -i, -an, dan -nya serta beberapa sufiks serapan seperti
Sufiks atau akhiran -kan, -i, -an dan -nya tidak mempunyai variasi bentuk, sehingga
untuk situasi dan kondisi manapun bentuknya sama. Ada dua macam -nya dalam Bahasa
Indonesia yang perlu diperhatikan, yaitu -nya sebagai kata ganti orang ketiga tunggal yang
berlaku obyek atau pemilik dan -nya sebagai akhiran. Contoh kata yang bersufiks antara lain
Konfiks merupakan gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan (Alwi,
2003:32). Dengan demikian, kata yang mendapatkan bentuk prefiks (awalan) dan sufiks
(akhiran) disebut dengan kata yang berkonfiks. Konfiks dalam Bahasa Indonesia terdiri dari ber-
kan, ber-an, per-kan, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper-kan, memper-i, di-kan, di-i, diper-,
diper-kan, diper-i, ter-kan, ter-i, ke-an, se-nya, pe-an, dan per-an. Contoh kata yang berkonfiks
Konfiks bersifat morfem terbelah (Keraf, 1991:144). Artinya, prefiks (awalan) dan sufiks
(akhiran) dilekatkan sekaligus pada awal dan akhir kata dasar. Sifat inilah yang membedakan
konfiks dengan imbuhan gabung. Dalam konfiks, prefiks dan sufiks dilekatkan pada kata dasar
secara bersamaan. Sedangkan pada imbuhan gabung, prefiks dan sufiks dilekatkan secara
bertahap.
Kata kehujanan misalnya, dibentuk dari kata dasar hujan dan konfiks ke-an yang
diimbuhkan secara serentak. Lain halnya dengan kata berpakaian. Kata berpakaian dibentuk
dengan menambahkan sufiks -an pada kata dasar pakai sehingga terbentuk kata pakaian.
Sesudah itu barulah diimbuhkan prefiks ber-. Jadi, ke-an pada kata kehujanan adalah konfiks,
Reduplikasi disebut juga bentuk ulang atau kata ulang. Keraf (1991:149) mendefinisikan
bentuk ulang sebagai sebuah bentuk gramatikal yang berwujud penggandaan sebagian atau
seluruh bentuk dasar sebuah kata. Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk
ulang. Pengulangan dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabung.
Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata ulang.
Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya sama
dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau murni terjadi apabila
sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya. Misalnya pada kata rumah-rumah,
Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya mengalami
perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata ulang jenis ini
terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi. Kata
ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi vokal misalnya pada kata bolak-balik,
gerak-gerik, dan kelap-kelip. Sedangkan kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan
bunyi konsonan misalnya pada kata sayur-mayur, lauk-pauk, gerak gerik, kelap kelip dan ramah
tamah.
Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari
sebuah kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti dengan vokal e pepet.
Kata-kata yang mengalami pengulangan sebagian antara lain lelaki, leluhur, pepohonan dan
tetangga.
Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan pemberian
pembentukannya menjadi tiga, yaitu (1) sebuah kata dasar mula-mula diberi imbuhan kemudian
baru diulang, umpamanya kata aturan-aturan; (2) Sebuah kata dasar mula-mula diulang
kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata lari yang mula-mula diulang sehingga menjadi
lari-lari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi berlari-lari; (3) sebuah kata diulang
sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus diulang dan diberi awalan ber-
Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang
membentuk satu kesatuan arti (Keraf, 1991:154). Masing-masing kata yang membentuk kata
majemuk sebenarnya mempunyai makna sendiri-sendiri. Tetapi setelah kata tersebut bersatu,
maka akan terbentuk kata baru yang maknanya berbeda dengan kata sebelumnya. Misalnya pada
Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata
berimbuhan. Kata dasar biasanya terdiri atas morfem dasar, misalnya pada kata kebun, anak,
bawa, merah, pada, dari, dan sebagainya. Bentuk kata ini dapat diturunkan menjadi kata jadian
atau kata turunan yang berupa kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk.
Kata dasar berbeda dengan bentuk dasar. Bentuk dasar adalah bentuk yang dijadikan
landasan untuk tahap pembentukan kata berikutnya (Keraf, 1991:121). Misalnya kata
mempelajari. Pada awalnya kata dasar pelajar yang sekaligus menjadi bentuk dasar, diberi sufiks
-i sehingga menurunkan bentuk pelajari. Selanjutnya, bentuk dasar pelajari (bukan kata dasar
1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh:
bergeletar,dikelola [1].
2. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
Contoh:menggarisbawahi, dilipatgandakan.
5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung.
Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, baik yang
1. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar,
3. Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian
5. Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil,
bukumu, miliknya.
6. Kata depan atau preposisi (di [1], ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah
dari Surabaya.
7. Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
Berdasarkan bentuknya kata dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kata dasar dan kata turunan. Kata
dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata yang lebih kompleks. Sebagai contoh kata
duduk dapat dipakai sebagai dasar untuk membentuk kata menduduki dan mendudukan. Begitu pula
kata temu dapat dipakai sebagai dasar untuk kata bertemu, menemui, menemukan dan sebagainya.
Pada umumnya kata dasar berupa bentuk bebas, tanpa mengalami proses morfologis apa pun sudah
mempunyai waktu mandiri dan mempunyai makna fratikal dalam kalimat, seperti kata duduk. Namun
ketika itu lebih lazim disebut sebagai kata dasar bebas. Kata turunan pada dasarnya merupakan kata
yang dibentuk melalui proses transposisi, pengimbuhan (afiksasi) pengulangan (reduplikasi) atau
pemajemukan (komposisi).
2. Permasalahan
Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
Sementara Abdul Chaer (2007), menyatakan bahwa proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis
(infleksional) dan dapat pula yang bersifat derivasional. Di samping itu, ia mengembangkan banyak
catatan mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia.
Menurut Verhaar (2006), reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau
sebagai dari bentuk dasar tersebut (biasa disebut reduplikasi penuh dan reduplikasi persial).
Ada enam pembagian bentuk reduplikasi Tata bahasamenurut baku bahasa Indonesia. Sedangkan
Depdiknas pada buku “Morfologi bahasa Indonesia” yang menghimpun sebagian besar pandangan pada
pakar bahasa Indonesia (linguistik) tentang kata ulang : bentuk, ciri, proses morfologis, kata ulang
berafiks, dan ciri makna. Penulis berpedoman pada pandangan ini karena relatif komprehensif dan
mudah dirujuk sebagai bahan analisis.
BAB II
PEMBAHASAN
Bentuk reduplikasi menurut Harimurti Kridalaksana (2007) digolongkan menjadi tiga, yaitu :
Dalam reduplikasi fonologis tidak terjadi perubahan makna, karena hanya bersifat fonologis, artinya
tidak ada pengulangan leksem. Misal :
Reduplikasi morfemis
Kridalaksana (2007) menyatakan bahwa dalam reduplikasi morfemis terjadi perubahan makna gramatika
atas leksem yang diulang, sehingga terjadilah satuan yang berstatus kata. Dengan demikian, ada
reduplikasi pembentuk verba, ajektiva, nomina, pronomina, adverbia, interogativa, dan numeralia. Misal
:
1. Mahasiswa baru sudah mulai beres-beres semua barang yang akan dibawa ke kampus.
(Reduplikasi pembentuk verba)
2. Kelima anak perempuan Pak Ahmadi cantik-cantik dan sehat-sehat selalu. (Reduplikasi
pembentuk ajektiva).
3. Akibat angin beliung yang melanda Kota Bandung, pohon-pohon di sepanjang Jalan Cendrawasih
tumbang memenuhi jalan. (Reduplikasi pembentuk nomina).
4. Sebagai anak kos, kami-kami ini suka makan di warung kaki lima di Jalan Gejayan Mrican.
(Reduplikasi pembentuk pronomina).
5. Pagi-pagi anak ketiga saya sudah minta sarapan bubur ayam.(Reduplikasi pembentuk adverbia)
6. Apa-apaan mengundang kami ke tempat seperti ini ?. (Reduplikasi pembentuk interogativa).
7. Beratus-ratus calon penumpang sedang berdesak-desakan di loket Stasiun Kutoarjo.
(Reduplikasi pembentuk numeralia).
Selain itu, berdasarkan gejalanya reduplikasi dapat digolongkan menjadi lima jenis , yaitu :
Dwipurwa
Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal. Misal :
1. Sunardi salah seorang tetangga depan rumahku yang suka musik dangdut.
2. Ia seorang lelaki yang selalu berpenampilan seperti perempuan.
3. Para tetamu berdatangan pada acara syukuran pernikahan Andi waktu itu.
4. Sudah seharusnya sesama manusia saling menghormati dan menghargai.
5. Dwilingga
Dwilingga salin swara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem. Misal :
Trilingga merupakan pengulangan onomatope tiga kali dengan variasi fonem. Misal :
1. Kami selalu berusaha cas-cis-cus dalam bahasa Inggris ketika sedang kursus bahasa.
2. Hati Niyala mendadak dag-dig-dug ketika Faik menyatakan akan menikahinya.
3. Bunyi ngak-ngek-ngok yang terdengar ternyata berasal dari adaptor komputer yang ada di
kamar belakang.
4. Dar-der-dor suara senapan terdengar di lapangan latihan menembak.
(Kridalaksana, 2007)
2. Ciri bentuk kata ulang dalam bahasa Indonesia
1. Meja-meja yang ada di kelas sudah tertata rapi. (meja-meja terbentuk dari morfem meja).
2. Saya suka belajar bahasa Indonesia bersama anak-anak. (anak-anak berasal dari morfem anak).
1. Proyek yang sedang dilaksanakan tidak perlu perbaikan-perbaikan yang mendasar. (perbaikan-
perbaikan berasal dari kata perbaikan).
2. Sudah tidak ada lagi pembangunan-pembangunan di daerah Timor Timur setelah lepas dari
Negara Kesatuan republik Indonesia. (pembangunan-pembangunan berasal dari kata
pembangunan).
1. Di hari libur kemarin surat kabar-surat kabar menyuguhkan laporan tentang minat masyarakat
terhadap film Ayat-ayat Cinta. (surat kabar-surat kabar dapat juga ditulis surat-surat kabar
berasal dari kata gabung surat dan kabar).
2. Tanda tangan-tanda tangan yang dibubuhkan pada kain berukuran besar itu menjadi saksi
protes kaum buruh pada pemerintah.(tanda tangan-tanda tangan berasal dari kata gabung
tanda dan tangan).
1. Pencuri kabel listrik tertangkap petugas, dan terbukti mengumpulkan bermeter-meter kabel
milik PLN.
2. Nelayan di Kota Probolinggo berhasil menangkap berton-ton ikan yang akan dikirimkan ke
Surabaya.
1. Di hutan Madiun masih terdapat pohon-pohonan yang masih belum diketahui namanya.
(pohon-pohonan bermakna bermacam-macam pohon).
2. Tidaklah sulit menemukan buah-buahan di kota yang jauh dari kebun buah. (buah-buahan
bermakna bermacam-macam buah).
1. Belajarlah segiat-giatnya selagi masih ada waktu untuk menghadapi Ujian Nasional! (intensitas
kualitatif).
2. Kuda-kuda sudah disiapkan untuk mengikuti pacuan kuda di lapangan Brawijaya Kediri.
(intensitas kuantitatif).
3. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat ditanya oleh asesor sertifikasi guru. (intensitas
frekuensi).
Di bawah ini contoh-contoh urutan proses terjadinya reduplikasi (urutan proses diterangkan dengan
angka Arab) :
2. reduplikasi
(dwiwasana) : berjalan-jalan
2reduplikasi
(dwiwasana) : berbatu-batu
2. reduplikasi
(dwiwasana) : sekali-kali
2. reduplikasi : aturan-aturan
2. reduplikasi : telapak-telapak
2. reduplikasi : pencurian-prncurian
2. konfiksasi : secepat-cepatnya
3. sufiksasi : membagi-bagikan
2. reduplikasi
regresif : tumbuh-tumbuhan
2. reduplikasi
regresif : anak-anakan
2. prefiksasi : berpura-pura
2. infiksasi : gunung-gemunung
2. infiksasi : tali-temali
2. konfiksasi : keragu-raguan
2. reduplikasi : parpol-parpol
2. reduplikasi : memindah-mindahkan
Pada contoh diatas, sebagian besar proses reduplikasi yang terjadi berlangsung ke arah sebelah kanan,
atau sesuai dengan arus ujaran, sehingga disebut reduplikasi progresif. Sebagaimana dalam tumbuh-
tumbuhan dan anak-anakan di atas, dalam contoh berikut, prosesnya berlawanan.
tembak-menembak : 1. prefiksasi : menembak
pukul-memukul : 1. prefiksasi
Penerbit : Republika
Tahun : 2008
“ ……………… Kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan aku tidak tahu
alasannya………………………”
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi kecemasan-kecemasan adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi
pembentuk ajektifa.
Ciri makna adalah reduplikasi menyatakan intensitas mengenai kuantitas, kualitas maupun frekuensi.
“ ……………… “Maukah kau berkenalan dengannya?” Kata Cleopatra yang membuat hatiku berbunga-
bunga. ………………………”
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi berbunga-bunga adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi pembentuk
verba.
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi menjadi-jadi adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi pembentuk
nomina.
“ ……………… Aku merasa lebih nyaman tidur bersama buku-buku di ruang komputerku…………….”
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi buku-buku adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi pembentuk
nomina.
“ …………………………………. Seenak-enaknya durian kalau ada orang tidak suka ya tetap tidak suka
……………………………….”
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi seenak-enaknya adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi pembentuk
ajektifa.
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi mati-matian adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi pembentuk
verba.
Pembahasan :
Ciri bentuk reduplikasi menggelegak-gelegak adalah sebagai reduplikasi morfemis dan reduplikasi
pembentuk verba.
Berdasarkan prosesnya adalah infiksasi gelegak, konfiksasi menggelegak dan redulikasi menggelegak-
gelegak
KESIMPULAN
1. Berdasarkan bentuknya kata dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata dasar dan kata
turunan.
2. Kata dasar ialah kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata yang lebih kompleks. Kata turunan
merupakan kata yang dibentuk melalui transposisi, pengimbuhan (afiksasi) pengulangan
(reduplikasi) atau pemajemukan (komposisi).
3. Reduplikasi merupakan suatu pengulangan kata dasar, baik keseluruhan maupun sebagian, beik
berkombinasi dengan afiks, maupun tidak baik dengan perubahan maupun tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ketiga, Jakarta : Balai Pustaka.
Keraf, Gorys.1980. Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas. Ende-Flores: Penerbit Nusa
Indah.
Verhaar. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.