Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

Hipertensi Urgensi

Disusun Oleh:
Dr. Noorivana Melina Amanda

Pembimbing :
dr. Dedy Arifianto

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MITRA DELIMA
KABUPATEN MALANG
2020

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama lengkap : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 54 tahun
Alamat : Bululawang
Agama : Islam
Status marital : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Tanggal MRS : 9 Oktober 2020

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMPRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 1 jam
SMRS,keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk nonton TV.
Darah yang keluar berwarna merah segar. Darah keluar dari kedua hidung
dan saat pasien meludah kadang-kadang juga terdapat darah. Keluhan nyeri
kepala, mual, muntah disangkal pandangan kabur, pelo disangkal. Pasien tidak
ada riwayat trauma pada hidung dan atau adanya benda asing pada hidung.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : (+)
Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Stroke : (-)
Riwayat Trauma Berulang : (-)
Riwayat Hipotensi : (-)

2
Riwayat kejang : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal sama
5. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi makanan, obat-obatan atau cuaca
6. Riwayat Habituasi
Sejak usia ±18 tahun pasien bekerja sebagai buruh kuli bangunan. Pasien
perokok aktif sejak umur 16 tahun.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 (15)
Vital sign
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 84 kali per menit
 Respirasi : 21 kali per menit
 Suhu : 37,1oC

1. Pemeriksaan Generalisata
a. Kepala
 Bentuk : Normosefal
 Wajah : Simetris
 Rambut : Hitam keabuan, lebat, tidak mudah rontok
 Mata : Konjungtiva anesmis (-/-); Sklera ikterik (-/-); Pupil
bulat isokor; Reflek cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+); oedem palpebra (-/-)
 Hidung : Deviasi septum (-); Epistaksis (+/+); Sekret (-/-); PCH
(-)
 Telinga : Aurikula normal; MAE lapang; MT tidak diperiksa
 Mulut : Simetris; Lidah simetris, tidak kotor; Sianosis (-); Faring

3
dan laring tidak diperiksa
b. Leher
 Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran, kuduk kaku (-)
 JVP : Tidak diperiksa
 KGB : Tidak teraba
 Tiroid : Tidak ada pembesaran
c. Thoraks
 Inspeksi : Bentuk normal; Gerak simetris; Jejas (-); Massa (-)
Retraksi intercostal (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-/-); Krepitasi (-/-);
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : VBS (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), Wh (-/-)
BJ I-II murni, reguler, gallop (-), murmur (-)

d. Abdomen
 Inspeksi : Cembung; Jejas (-); Massa (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : Soefel; NT (-), NL (-), DM (-); Hepar tt; Lien tt
 Perkusi : Timpani, nyeri ketok cva(-/-)
e. Genitalia
Tidak diperiksa
f. Ekstremitas
 CRT < 2 detik
 Oedem pretibial (-/-)
 Sianosis (-/-)
2. Pemeriksaan Neurologis
a. Rangsang meningeal
 Kaku kuduk : (-)
 Kernig sign : (-)
 Lasegue test : (-/+)

4
b. Pemeriksaan khusus
 Bragard test : (-/+)
 Patrick test : (-/-)
 Kontra patrick test : (-/-)
c. Fungsi nervus kranial

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi


Normosmia Tidak dilakukan Sinistra
Anosmia pemeriksaan Tidak dilakukan
Parosmia - pemeriksaan
Hiposmia - -
- -
-
NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Lapang pandang Normal Normal
Hemianopsia - -
Fundus okuli Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata Baik Baik
Nistagmus - -
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat uk.Ø 3mm Bulat uk.Ø 3mm
Reflek cahaya direct + +
Reflek cahaya indirect + +
Fenomena Doll’s eye - -
Strabismus - -
NERVUS V Dextra Sinistra
Motorik
 Membuka dan menutup + +
mulut
 Palpasi otot masseter dan + +
temporalis + +
 Kekuatan gigitan
Sensorik Sedang Sedang
 Kulit Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Selaput Lendir Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks Masseter Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks Bersin
NERVUS VII Dextra Sinistra
Motorik
 Mimik + +
 Kerut kening + +
 Menutup mata + +
 Meniup Sekuatnya + +

5
 Memperlihatkan Gigi + +
 Tertawa + +
Sensorik
 Pengecapan 2/3 depan lidah
 Produksi kelenjar ludah Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Hiperakusis Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Refleks stapedial Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS VIII Dextra Sinistra
Auditorius
 Pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
 Test Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Test Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Test schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vestibularis
 Nistagmus
 Reaksi Kalori - -
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Vertigo
- -
 Tinnitus
- -
NERVUS IX, X
Pallatum Mole Medial
Uvula Medial
Disfagia -
Disatria -
Disfonia -
Refleks Muntah Tidak diperiksa
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah Tidak diperiksa
NERVUS XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu Baik Baik
Fungsi otot Baik Baik
sternocleidomastoideus
NERVUS XII
Lidah
 Tremor -
 Atrofi -
 Fasikulasi -
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Medial

d. Sistem motorik
 Trofi : (-)
 Tonus Otot

6
o Hipotoni : (-/-)
o Hipertoni : (-/-)
5 5
 Kekuatan Otot :
5 5
 Sikap (Duduk-Berbaring-Berbaring) : berbaring
 Gerakan Spontan Abnormal
o Tremor : (-)
o Khorea : (-)
o Ballismus : (-)
o Mioklonus : (-)
o Atetosis : (-)
o Distonia : (-)
o Spasme : (-)
o Tic : (-)
e. Sistem sensorik
 Sensasi raba : Superior +/+ Inferior +/+
 Sensasi tekan : Superior +/+ Inferior +/+
 Sensasi nyeri : Superior +/+ Inferior +/+
f. Reflek fisiologis
 Biseps : (+/+)
 Triseps : (+/+)
 Brachioradialis : (+/+)
 APR : (+/+)
 KPR : (+/+)

g. Reflek Patologis
 Hoffman-Trommner : (-/-)
 Babbinski : (-/-)
 Chaddock : (-/-)
 Gordon : (-/-)
 Oppenheim : (-/-)

7
 Schaeffer : (-/-)
 Refleks primitif : (-/-)
h. Koordinasi
Lenggang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Bicara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk – Telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk – Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test tumit – lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Fungsi Vegetatif
 Vasomotorik : Dalam batas normal
 Sudomotorik : Dalam batas normal
 Pilo-erektor : Tidak diperiksa
 Miksi : Inkontinensa uri (kadang)
 Defekasi : Inkontinensia tidak ada, mengedan kuat
 Potensi dan Libido : Tidak diperiksa
j. Fungsi Luhur
 Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
 Ingatan Baru : baik
 Ingatan Lama : baik
 Orientasi
o Diri : baik
o Tempat : baik
o Waktu : baik
o Situasi : baik
 Intelegensia : baik

8
 Daya Pertimbangan : baik
 Reaksi Emosi : baik
 Afasia
o Ekspresif : baik
o Represif : baik
 Apraksia : (-)
 Agnosia
o Agnosia visual : (-)
o Agnosia jari – jari : (-)
o Akalkulia : (-)
o Disorientasi kanan – kiri : (-)
k. Pemeriksaan Vertebrae
 Bentuk : Normal
 Pergerakan
o Leher : Dalam batas normal
o Pinggang : Dalam batas normal

D. DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi Urgency
2. Hipertensi Emergency

E. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Urgency

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
 Tampon anterior
 Captopril SL evaluasi 30 menit kemudian
DEFINISI DAN KLASIFIKASI

9
Krisis hipertensi disebut juga kegawatan hipertensi. Krisis hipertensi merupakan
suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara tiba-tiba dan progresif.(3).

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak
(sistol ≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg).

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas


pengobatan, sebagai berikut :

1. Hipertensi emergensi (darurat), kenaikan TD mendadak yang disertai kerusakan


berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD
harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita
perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), kenaikan TD mendadak yang tidak disertai


kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24
jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (1,2,5,6,7)

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

a. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110


mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.

b. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (diastolik) > 120 mmHg disertai dengan


kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

c. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 –


130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intracranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian
bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada
penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi
pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.

d. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit


kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible
bila TD diturunkan.(2)

10
2.2 INSIDEN & EPIDEMIOLOGI

Survei kesehatan nasional dalam berbagai negara sudah menunjukkan prevalensi


yang tinggi dari control hipertensi yang lemah. Studi ini melaporkan prevalensi
hipertensi di Canada 22%, dimana 16% terkendali; 26,3% di Mesir, dimana 8%
terkendali; dan 13,6% dinegeri China, dimana 3% terkendali. Hipertensi adalah sesuatu
yang mewabah di seluruh dunia; pada banyak negara-negara, 50% dari populasi berusia
diatas 60 tahun mempunyai hipertensi. Keseluruhan kira-kira 20% orang dewasa di
dunia diperkirakan sudah mengalami hipertensi. Dari 20 % prevalensi adalah hipertensi
dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Prevalensi secara dramatis meningkat
pada pasien berusia diatas 60 tahun.(9,10)

Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di
negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi
dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT. (2) Krisis
hipertensi mempengaruhi lebih dari 500.000 orang Amerika setiap tahunnya. Walaupun
insiden krisis hipertensi rendah, mengenai kurang dari 1% pada orang dewasa yang
menderita hipertensi, lebih dari 5 juta orang Amerika menderita penyakit hipertensi. (7)
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.(2)

2.3 ETIOLOGI

Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun
hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah
normal (normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif
kemungkinan karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase
inhibitor (MAO), feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada
penderita yang telah mengidap hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena
glomerulonefritis, pielonefritis, atau penyakit vaskular kolagen, lebih sering pada
hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi.(3)

11
Krisis hipertensi dapat mengenai usia manapun, dapat mengenai neonatus
dengan hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak dengan glomerulonefritis akut,
wanita hamil dengan eklampsia, atau orang yang lebih tua dengan arterisklerotis
stenosis pembuluh darah ginjal.(4)

Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini(5) :

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


o Pengobatan yang tidak adekuat o Peningkatan drastis dari tahanan
terhadap hipertensi primer pembuluh darah sistemik

o Hipertensi renovaskular o Peningkatan vasokontriksi


sistemik
o Penyakit parenkim ginjal
o Hormon (angiotensin II,
o Pheokromositoma
vasopressin dan norepinerin)
o Hiperaldosterone primer

Berikut ini beberapa penyakit yang dapat menyertai terjadinya krisis


hipertensi :

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


o Perdarahan intrakranial o Hipertensi maligna

o Stroke o Gagal Jantung Kiri

o Miokard Infark Akut o Angina tak stabil

o Krisis adrenergik o Hipertensi perioperatif

o Aorta dissecting o Preeklampsia

o Aneurisma

o Eklampsia

2.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang tepat mengenai terjadinya krisis hipertensi tidaklah diketahui.


Akselerasi dari hipertensi maligna mungkin salah satu reaksi non spesifik terhadap

12
kenaikan tekanan darah yang sangat tinggi. Faktor-faktor humoral (terutama sekali
pusat renin-angiotensin) dan produk lokal yang diproduksi oleh darah (misalnya
prostaglandin, radikal bebas) terlibat juga dalam menaikkan tekanan darah ke level yang
kritis.(4)

Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi


ensephalofati, yaitu :

1. Teori “ Over Autoregulation”

Dengan kenaikan tekanan darah menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak dan iskemi, Meningginya permeabilitas kapiler akan
menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di otak, petekhie, perdarahan dan mikro
infark.

2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation”

Bila tekanan darah mencapai ambang penerima isyarat tertentu dapat


mengakibatkan transudasi, mikroinfark dan edema otak, ptekhie, hemorage, fibrinoid
dari arteriole.

Oedema Otak
Overautoregulation
Spasme Arteriole Ptekies
CBF
Hemorage
TD naik
Mikro Infark
mendadak
Hipertensi
Ensefalopati
Nekrosis
Break Through Vaskuler
Autoregulation

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami


perubahan bila Mean Arterial Pressure (MAP) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan
pada penderita hipertensi baru dengan MAP 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat
timbulnya edema otak. (2)

13
2.5 GEJALA KLINIS

Derajat kenaikan tekanan darah pada kegawatan dan ada tidaknya penyakit pada
organ sebelumnya sangat menentukan tanda dan keluhan yang ada pada krisis
hipertensi. Bila terdapat keluhan, manifestasinya biasa berupa ensefalopati hipertensi
dengan keluhan sakit kepala, perubahan mental dan gangguan neurologist, mual,
muntah, gangguan kesadaran, atau disertai dengan gejala kerusakan end organ seperti
(nyeri dada, pemendekan nafas, kecemasan, gangguan penglihatan, dll).(3,4,6)

Pada tingkat permulaan, manifestasi klinis krisis hipertensi dapat hilang


seluruhnya tanpa meninggalkan komplikasi yang menetap. Oleh karena itu diagnosa
harus secepatnya ditegakkan, agar tindakan pengobatan dilakukan dengan cepat dan
tepat.(3)

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

1. Anamnesa

Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :

 Riwayat hipertensi : lama dan beratnya

 Obat antihipertensi yang digunakan dan kepatuhannya

 Riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti


kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin,
atau obat-obat simpatomimetic lainnya

 Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun

 Gejala sistem saraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas)

 Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urin berkurang)

14
 Gejala sistem kardiovaskuler (adanya payah jantung, kongestif dan oedema
paru, nyeri dada).

 Riwayat penyakit : glomerulonefritis, pyelonefritis

 Riwayat kehamilan : tanda eklampsia(2,3,4,6

2. Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik dengan melakukan pengukuran tekanan darah setelah


beristirahat pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan, mencari kerusakan
organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Perlu
dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi atau payah jantung,
kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lainnya.(2)

Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat


pada retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada
peningkatan tekanan vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi.
Pemeriksaan neurologi untuk menilai tanda perubahan neurologis yang segera terjadi
atau berkelanjutan. Tanda hipertensi encephalopaty seperti disorientasi, penekanan
gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang fokal.(4,7)

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :

a. Pemeriksaan segera seperti :

o Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD

o Urine : Urinalisa & Kultur Urin

o EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi

o Foto dada : apakah ada edema paru

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)

o Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal

o Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan

15
o Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari
gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.(2,4,5,6,7,8)

4. Faktor presipitasi pada krisis hipertensi

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat dibedakan


hipertensi emergenci urgensi dari faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi antara lain :

o Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)

o Hipertensi renovaskuler

o Glomerulonefritis akut

o Sindroma withdrawal anti hipertensi

o Cedera kepala dan rudapaksa susunan syaraf pusat

o Renin – secretin tumors

o Pemakaian prekursor katekholamin pada pasien yang mendapat MAO Inhibitor

o Penyakit parenkim ginjal

o Pengaruh obat : kontrasepsi oral, antidepresant trisiklik, MAO inhibitor,


simpatomimetik (pil diet, sejenis amphetamin), kortikosteroid, NSAID

o Luka bakar

o Progresif sistemik sklerosis, SLE(2)

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis


hipertensi seperti :

- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan
- Ansietas dengan hipertensi labil
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.(2)

16
2.8 PENATALAKSANAAN

2.8.1. Dasar-dasar penanggulangan krisis hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi


mencegah/memperbaiki kelainan fungsional dan struktural yang terjadi akibat
hipertensinya (komplikasi organ sasaran), yaitu :

1. Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin, tetapi tidak mengganggu perfusi


organ sasaran.

2. Mencegah komplikasi vaskuler/arteriosklerotik dan kerusakan organ sasaran,


mengontrol faktor resiko lain.

3. Bila sudah ada komplikasi diusahakan retardasif/kalau mungkin regresi komplikasi


vaskuler/arteriosklerosis dan kerusakan target organ (LVH, nefropati, dsb)

4. Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain (hipokalemia dan
sebagainya) yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas.(11)

Tekanan darah yang sedemikan tinggi pada krisis hipertensi haruslah segera
diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat
maupun lambat. Tetapi dipihak lain penurunan yang terlalu agresif juga dapat
menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak,
jantung dan ginjal.(2) Oleh karena itu penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi
kronik, harus bertahap dan memerlukan pendekatan individual.(11)

Sampai sejauh mana tekanan darah harus diturunkan, perlu diperhatikan


berbagai faktor antara lain; keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau
bertahap, pengamatan problem yang menyertai krisis hipertensi, perubahan aliran darah
dan autoregulasi tekanan darah pada organ vital serta pemilihan obat anti hipertensi
yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.(2)

17
Selain itu keadaan klinis pasien juga harus diperhitungkan. Pada penderita
dengan aneurisma aorta desenden akut atau feokromasitoma dengan hipertensi akut,
atau setelah mendapat MAO inhibitor dan pernah mengalami krisis hipertensi, tekanan
sistolik dapat diturunkan menjadi 100-120 mmHg. Demikian juga bila fungsi ginjal
normal dan tidak ada riwayat CVD atau CAD, tekanan darah dapat diturunkan sampai
normal. Namun demikian pada penderita dengan penyakit pembuluh darah otak,
penderita penyakit jantung koroner, atau penderita yang telah mengalami trombosis
serebri terutama 6 minggu terakhir, akan berbahaya menurunkan tekanan darah
ketingkat normal karena akan memperberat gangguan koroner atau akan terjadi
gangguan serebrovaskuler. Pada beberapa penderita tingkat penurunan tekanan darah
yang aman adalah sampai 160-180 mmHg sistolik dan 100-110 mmHg diastolik.
Kecepatan penurun tekanan darah tergantung pada keadaan klinis penderita.(3)

AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap


kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap
aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak


dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.

Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada


individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial
Pressure ( MAP ) 60 – 70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka
otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran
darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenik yang


disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos
dkk. mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme
di otak.(2)

2.8.2. Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi

18
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan, maka tekanan darah (TD)
perlu diturunkan secara bertahap. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

o Rawat ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonary arterial kateter
(bila ada indikasi) untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume
intravaskuler.

Anamnesa singkat dan pemeriksaan fisik

 Tentukan penyebab hipertensi emergensi

 Singkirkan penyakit lain yang menyerupai hipertensi emergensi

 Tentukan adanya kerusakan organ sasaran

o Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin

o Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan
langkah-langkah sebagai berikut;

 5-120 menit pertama, tekana darah rata-rata (MAP)diturunkan 20-25%

 2-6 jam kemudian, tekanan darah diturunkan smpai 160/100 mmHg

 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg jika tidak ada
gejala iskemia organ.(13)

2.8.3 Pemakaian Obat-Obat Untuk Hipertensi Emergensi(2,3,5,7)

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat
diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi
intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direk kuat baik arterial maupun


venous. Secara i. V mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 –
6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

19
2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V


bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of
action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75
mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan
shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1


jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v
bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central
ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut
dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset of action 15


– 60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha adrenergic blockers.


Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan katekholamin. Dosis 5 – 20
mg secara i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 –
10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi


sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping :
obstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut
kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80


mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of
action 5 – 10 menit. Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong,
sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of

20
action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons
unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem saraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ),
demam, gangguan gastrointestinal, sindrom putus obat dll. Karena onset of
actionnya bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang
disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering,
rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.

11. Nicardipine merupakan salah satu IV dari dihidropiridine kalsium antagonist


dan efektif pada hipertensi emergensi dengan persentase yang tinggi. Terutama
sekali pada infus dengan kecepatan tinggi. Kecepatan infus dapat ditingkatkan
2,5 mg/jam dengan interval 15-20 menit sampai dosis maksimal yang
direkomendasikan yaitu 15mg/jam atau sampai pengurangan tekanan darah yang
diinginkan dicapai. Dosis nicardipine tidak tergantung dengan berat badan.
Nicardipine dapat mengurangi iskemia cerebral dan serangan jantung, walaupun
ada kalnya kita harus mengamati keluhan sakit kepala, mual dan muntah.

12. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu kerja singkat
dan diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat dilihat dalam 1 sampai 5
menit, dengan kecepatan kehilangan efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah
obat tidak dilanjutkan. Esmolol dapat diberikan 500 g/kg secara injeksi bolus.
Yang bisa diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternatif dapat diberikan dalam
infus 50-100 g/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 g/kg/menit jika
diperlukan. Efek yang tidak disukai adalah dapat meningkatkan hambatan pada
jantung, gagal jantung kongestif dan spasme bronchus.(2,3,5,7)

21
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral
yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih
aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycerine, Trimethaphan, TD dapat
diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur
tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus dihentikan dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten


intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah
dicapai, injeksi dapat dihentikan, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan
obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit
untuk dinaikkan kembali.

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun
yang dihindari adalah sebagai berikut(2, 4, 6) :

Jenis penyakit penyerta Obat Pilihan Obat yang dihindarkan

Hipertensi ensephalopati Sodium Nitroprusside, B-antagonist,


Labetalol, methyldopa, clonidine,
diazoxide

Infark serebral/stroke Sodium Nitroprusside, B-antagonist,


labetalol, Nimodipine methyldopa, clonidine

Perdarahan intracerebral, Sodium Nitroprusside, B-antagonist,


perdarahan subarakhnoid Labetalol, methyldopa, clonidine

Miokard iskhemi, miokard Nitrogliserin, labetalol, Hyralazine, diazoxide,


infark dan Coronari Heart Ca antagonist, sodium minoxidil
Disease nitroprussade, Esmolol
dan loopdiuretik.

Edema paru akut Sodium Nitroprussade Hydralazine,


dan Loop diuretic Diazoxide, B-
antagonist, Labetalol

Aorta Diseksi Sodium nitroprussade & Hidralazine, diazoxide,


B – antagonist, minoxidil

22
Nitroprusside dan beta
bloker (propanolol atau
esmolol) labetalol dan
verapamil

Eklampsi Hydralazine,diazoxide, Trimethapan, Diuretik,


labetalol, Ca antagonist & B-antagonist
sodium nitroprussade

Renal insufisiensi akut Sodium nitroprussade, B-antagonist,


labetalol, Ca antagonist trimethapan

Katekolamin ekses Nitroprusside, Diuretiks


phentolamin, labetalol

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena
pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring
ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah labetalol, diazoxide yang dapat
diberikan bolus intravena. Phentolamine, nitroglycerine, hidralazine diindikasikanpada
kondisi tertentu. Nicardipine−suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru
yang diberikan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.(2)

2.8.4 Penanggulangan Hipertensi Urgensi :

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah


sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :

1. Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5


–10 menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara

23
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing,
hoyong.

2. Clonidine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of


Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d

0,7mg. Efek samping : sedasi, mulut kering.Hindari pemakaian pada 2 nd degree

atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat
diobati dengan tolazoline.

3. Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang


setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash,
gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.

4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila
perlu. Efek samping : first dosyncope, hipotensi orthostatik, palpitasi, takhikardi
dan sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan


MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine. (2,4)

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat


menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark
miokard dan stroke.(2,6)

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD


dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih


sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita
dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua
dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine

24
harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah
TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya
orthotatis. Bila gejala penderita yang diobati tidak berkurang maka sebaiknya
penderita dirawat dirumah sakit.(2)

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi dari krisis hipertensi adalah :

1. CAD (Coronary Arteri Disease)

2. CRF (Chronic Renal Failure)

3. CHF (Congestif Heart Failure)

4. CVA (Cerebral Vascular Accident)(5)

2.10 PROGNOSIS

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita


hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai
uremia (48%), infark miocard (1%), diseksi aorta (1%).

Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya pengobatan modern dan


penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.

Pada tahun 1939, survival dalam 1 tahun berkisar 21 % dan survival 5 tahun
kurang dari 1%. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival
dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil
perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan prognostik
marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita
dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan
penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.

25
BAB IV

KESIMPULAN

1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak
(sistol ≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang
memerlukan penanggulangan segera.

2. Hipertensi emergensi perlu dibedakan dengan hipertensi urgensi agar dapat memilih
pengobatan yang memadai bagi penderita.

3. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan kenaikan TD mendadak yang


disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya
sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu
sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau
(ICU).

4. Hipertensi urgensi (mendesak), kenaikan Td mendadak tanpa kerusakan/komplikasi


minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang
aman memerlukan terapi parenteral.

5. Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor :

 Apakah penderita dengan hipertensi urgensi atau emergensi

 Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat

 Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan, lama


kerja dari obat dan efek samping obat.

 Autoregulasi dan perfusi dari organ vital bila tekanan darah diturunkan

6. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat
diatur sesuai keinginan, sedangkan dengan obat oral TD kurang dapat dikontrol.

7. Drug of Choice untuk hipertensi emergensi adalah sodium nitroprusside.

26
8. Nifedipin, clonidine merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi
urgensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc.Cowan, Christy. Hypertensive Emergencies. http:/www.emedicine.com.


2007

2. 2014 Evidence Based Guidelines For The Management of High Blood Pressure
in Adults. Report From The Panel Members Appointed to The Eighth Joint
National Comitte (JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.
3. Majid, Abdul. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Medan: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004.

4. Idris, Idris, M.Kasim. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Penerbit FKUI. 1999.

5. Bales, Amy. Hypertensive Crisis. Philladelphia: Saunders.2001.

6. Nursebob, G. Hypertensive Crisis in Critical Care.


http://rnbob.tripod.com/hyperten.htm

7. Lanthier, Luc, Daniel Pilon. Recognizing Hipertensive Crisis. Canada: The


Canadian Journal of CME. 2002.

8. Vilt, Donald.Hipertensive Crisis Acute.

http://www.clevelandclinicmeded.com/diseasemanagement/nephrology/crises/cr
ises.htm, 2006.

9. Branch, WT, Wayle Alexander, et al. Cardiology In Primary Care, Singapore:


The Mc Graw – Hill Companies.2000.

10. Kamran, Riaz. Hypertensive Heart Disease. http:/www.emedicine.com. 2006

11. Sat, Sharma. Hypertension. http:/www.emedicine.com. 2006

27
12. Pikir, Budi Setyo. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskuler pada Hipertensi.
Jakarta: FKUI. 1999.

13. Mayza, Adre, dkk. Ringkasan Eksekutif Krisis Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (InaSH). 2007

28

Anda mungkin juga menyukai