Lapsus HT Urgensi Noorivana
Lapsus HT Urgensi Noorivana
Hipertensi Urgensi
Disusun Oleh:
Dr. Noorivana Melina Amanda
Pembimbing :
dr. Dedy Arifianto
1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama lengkap : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 54 tahun
Alamat : Bululawang
Agama : Islam
Status marital : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Tanggal MRS : 9 Oktober 2020
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Keluar darah dari hidung sejak 1 jam SMPRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak 1 jam
SMRS,keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang duduk nonton TV.
Darah yang keluar berwarna merah segar. Darah keluar dari kedua hidung
dan saat pasien meludah kadang-kadang juga terdapat darah. Keluhan nyeri
kepala, mual, muntah disangkal pandangan kabur, pelo disangkal. Pasien tidak
ada riwayat trauma pada hidung dan atau adanya benda asing pada hidung.
2
Riwayat kejang : (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 (15)
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali per menit
Respirasi : 21 kali per menit
Suhu : 37,1oC
1. Pemeriksaan Generalisata
a. Kepala
Bentuk : Normosefal
Wajah : Simetris
Rambut : Hitam keabuan, lebat, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anesmis (-/-); Sklera ikterik (-/-); Pupil
bulat isokor; Reflek cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+); oedem palpebra (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-); Epistaksis (+/+); Sekret (-/-); PCH
(-)
Telinga : Aurikula normal; MAE lapang; MT tidak diperiksa
Mulut : Simetris; Lidah simetris, tidak kotor; Sianosis (-); Faring
3
dan laring tidak diperiksa
b. Leher
Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran, kuduk kaku (-)
JVP : Tidak diperiksa
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak ada pembesaran
c. Thoraks
Inspeksi : Bentuk normal; Gerak simetris; Jejas (-); Massa (-)
Retraksi intercostal (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-/-); Krepitasi (-/-);
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), Wh (-/-)
BJ I-II murni, reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Cembung; Jejas (-); Massa (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Soefel; NT (-), NL (-), DM (-); Hepar tt; Lien tt
Perkusi : Timpani, nyeri ketok cva(-/-)
e. Genitalia
Tidak diperiksa
f. Ekstremitas
CRT < 2 detik
Oedem pretibial (-/-)
Sianosis (-/-)
2. Pemeriksaan Neurologis
a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Lasegue test : (-/+)
4
b. Pemeriksaan khusus
Bragard test : (-/+)
Patrick test : (-/-)
Kontra patrick test : (-/-)
c. Fungsi nervus kranial
5
Memperlihatkan Gigi + +
Tertawa + +
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah
Produksi kelenjar ludah Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Hiperakusis Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks stapedial Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS VIII Dextra Sinistra
Auditorius
Pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
Test Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Test Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Test schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vestibularis
Nistagmus
Reaksi Kalori - -
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vertigo
- -
Tinnitus
- -
NERVUS IX, X
Pallatum Mole Medial
Uvula Medial
Disfagia -
Disatria -
Disfonia -
Refleks Muntah Tidak diperiksa
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah Tidak diperiksa
NERVUS XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu Baik Baik
Fungsi otot Baik Baik
sternocleidomastoideus
NERVUS XII
Lidah
Tremor -
Atrofi -
Fasikulasi -
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Medial
d. Sistem motorik
Trofi : (-)
Tonus Otot
6
o Hipotoni : (-/-)
o Hipertoni : (-/-)
5 5
Kekuatan Otot :
5 5
Sikap (Duduk-Berbaring-Berbaring) : berbaring
Gerakan Spontan Abnormal
o Tremor : (-)
o Khorea : (-)
o Ballismus : (-)
o Mioklonus : (-)
o Atetosis : (-)
o Distonia : (-)
o Spasme : (-)
o Tic : (-)
e. Sistem sensorik
Sensasi raba : Superior +/+ Inferior +/+
Sensasi tekan : Superior +/+ Inferior +/+
Sensasi nyeri : Superior +/+ Inferior +/+
f. Reflek fisiologis
Biseps : (+/+)
Triseps : (+/+)
Brachioradialis : (+/+)
APR : (+/+)
KPR : (+/+)
g. Reflek Patologis
Hoffman-Trommner : (-/-)
Babbinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Gordon : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
7
Schaeffer : (-/-)
Refleks primitif : (-/-)
h. Koordinasi
Lenggang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Bicara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk – Telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk – Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test tumit – lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Fungsi Vegetatif
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-erektor : Tidak diperiksa
Miksi : Inkontinensa uri (kadang)
Defekasi : Inkontinensia tidak ada, mengedan kuat
Potensi dan Libido : Tidak diperiksa
j. Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis
Ingatan Baru : baik
Ingatan Lama : baik
Orientasi
o Diri : baik
o Tempat : baik
o Waktu : baik
o Situasi : baik
Intelegensia : baik
8
Daya Pertimbangan : baik
Reaksi Emosi : baik
Afasia
o Ekspresif : baik
o Represif : baik
Apraksia : (-)
Agnosia
o Agnosia visual : (-)
o Agnosia jari – jari : (-)
o Akalkulia : (-)
o Disorientasi kanan – kiri : (-)
k. Pemeriksaan Vertebrae
Bentuk : Normal
Pergerakan
o Leher : Dalam batas normal
o Pinggang : Dalam batas normal
D. DIAGNOSIS BANDING
1. Hipertensi Urgency
2. Hipertensi Emergency
E. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Urgency
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
Tampon anterior
Captopril SL evaluasi 30 menit kemudian
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
9
Krisis hipertensi disebut juga kegawatan hipertensi. Krisis hipertensi merupakan
suatu sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara tiba-tiba dan progresif.(3).
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak
(sistol ≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg).
10
2.2 INSIDEN & EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di
negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi
dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT. (2) Krisis
hipertensi mempengaruhi lebih dari 500.000 orang Amerika setiap tahunnya. Walaupun
insiden krisis hipertensi rendah, mengenai kurang dari 1% pada orang dewasa yang
menderita hipertensi, lebih dari 5 juta orang Amerika menderita penyakit hipertensi. (7)
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.(2)
2.3 ETIOLOGI
Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun
hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah
normal (normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif
kemungkinan karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase
inhibitor (MAO), feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada
penderita yang telah mengidap hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena
glomerulonefritis, pielonefritis, atau penyakit vaskular kolagen, lebih sering pada
hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi.(3)
11
Krisis hipertensi dapat mengenai usia manapun, dapat mengenai neonatus
dengan hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak dengan glomerulonefritis akut,
wanita hamil dengan eklampsia, atau orang yang lebih tua dengan arterisklerotis
stenosis pembuluh darah ginjal.(4)
Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini(5) :
o Aneurisma
o Eklampsia
2.4 PATOFISIOLOGI
12
kenaikan tekanan darah yang sangat tinggi. Faktor-faktor humoral (terutama sekali
pusat renin-angiotensin) dan produk lokal yang diproduksi oleh darah (misalnya
prostaglandin, radikal bebas) terlibat juga dalam menaikkan tekanan darah ke level yang
kritis.(4)
Dengan kenaikan tekanan darah menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak dan iskemi, Meningginya permeabilitas kapiler akan
menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di otak, petekhie, perdarahan dan mikro
infark.
Oedema Otak
Overautoregulation
Spasme Arteriole Ptekies
CBF
Hemorage
TD naik
Mikro Infark
mendadak
Hipertensi
Ensefalopati
Nekrosis
Break Through Vaskuler
Autoregulation
13
2.5 GEJALA KLINIS
Derajat kenaikan tekanan darah pada kegawatan dan ada tidaknya penyakit pada
organ sebelumnya sangat menentukan tanda dan keluhan yang ada pada krisis
hipertensi. Bila terdapat keluhan, manifestasinya biasa berupa ensefalopati hipertensi
dengan keluhan sakit kepala, perubahan mental dan gangguan neurologist, mual,
muntah, gangguan kesadaran, atau disertai dengan gejala kerusakan end organ seperti
(nyeri dada, pemendekan nafas, kecemasan, gangguan penglihatan, dll).(3,4,6)
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesa
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
14
Gejala sistem kardiovaskuler (adanya payah jantung, kongestif dan oedema
paru, nyeri dada).
2. Pemeriksaan Fisik :
3. Pemeriksaan Penunjang
15
o Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari
gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.(2,4,5,6,7,8)
o Hipertensi renovaskuler
o Glomerulonefritis akut
o Luka bakar
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan
- Ansietas dengan hipertensi labil
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.(2)
16
2.8 PENATALAKSANAAN
4. Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain (hipokalemia dan
sebagainya) yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas.(11)
Tekanan darah yang sedemikan tinggi pada krisis hipertensi haruslah segera
diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat
maupun lambat. Tetapi dipihak lain penurunan yang terlalu agresif juga dapat
menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak,
jantung dan ginjal.(2) Oleh karena itu penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi
kronik, harus bertahap dan memerlukan pendekatan individual.(11)
17
Selain itu keadaan klinis pasien juga harus diperhitungkan. Pada penderita
dengan aneurisma aorta desenden akut atau feokromasitoma dengan hipertensi akut,
atau setelah mendapat MAO inhibitor dan pernah mengalami krisis hipertensi, tekanan
sistolik dapat diturunkan menjadi 100-120 mmHg. Demikian juga bila fungsi ginjal
normal dan tidak ada riwayat CVD atau CAD, tekanan darah dapat diturunkan sampai
normal. Namun demikian pada penderita dengan penyakit pembuluh darah otak,
penderita penyakit jantung koroner, atau penderita yang telah mengalami trombosis
serebri terutama 6 minggu terakhir, akan berbahaya menurunkan tekanan darah
ketingkat normal karena akan memperberat gangguan koroner atau akan terjadi
gangguan serebrovaskuler. Pada beberapa penderita tingkat penurunan tekanan darah
yang aman adalah sampai 160-180 mmHg sistolik dan 100-110 mmHg diastolik.
Kecepatan penurun tekanan darah tergantung pada keadaan klinis penderita.(3)
AUTOREGULASI
18
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan, maka tekanan darah (TD)
perlu diturunkan secara bertahap. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
o Rawat ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonary arterial kateter
(bila ada indikasi) untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume
intravaskuler.
o Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan
langkah-langkah sebagai berikut;
6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg jika tidak ada
gejala iskemia organ.(13)
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat
diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi
intravena ( IV ).
19
2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
20
action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons
unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem saraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ),
demam, gangguan gastrointestinal, sindrom putus obat dll. Karena onset of
actionnya bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang
disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering,
rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.
12. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu kerja singkat
dan diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat dilihat dalam 1 sampai 5
menit, dengan kecepatan kehilangan efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah
obat tidak dilanjutkan. Esmolol dapat diberikan 500 g/kg secara injeksi bolus.
Yang bisa diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternatif dapat diberikan dalam
infus 50-100 g/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 g/kg/menit jika
diperlukan. Efek yang tidak disukai adalah dapat meningkatkan hambatan pada
jantung, gagal jantung kongestif dan spasme bronchus.(2,3,5,7)
21
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral
yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih
aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycerine, Trimethaphan, TD dapat
diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur
tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus dihentikan dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun
yang dihindari adalah sebagai berikut(2, 4, 6) :
22
Nitroprusside dan beta
bloker (propanolol atau
esmolol) labetalol dan
verapamil
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena
pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring
ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.
Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah labetalol, diazoxide yang dapat
diberikan bolus intravena. Phentolamine, nitroglycerine, hidralazine diindikasikanpada
kondisi tertentu. Nicardipine−suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru
yang diberikan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.(2)
23
sublingual/buccal). Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing,
hoyong.
atau 3rd degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat
diobati dengan tolazoline.
4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila
perlu. Efek samping : first dosyncope, hipotensi orthostatik, palpitasi, takhikardi
dan sakit kepala.
Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark
miokard dan stroke.(2,6)
24
harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah
TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya
orthotatis. Bila gejala penderita yang diobati tidak berkurang maka sebaiknya
penderita dirawat dirumah sakit.(2)
2.9 KOMPLIKASI
2.10 PROGNOSIS
Pada tahun 1939, survival dalam 1 tahun berkisar 21 % dan survival 5 tahun
kurang dari 1%. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival
dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil
perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan prognostik
marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita
dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan
penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.
25
BAB IV
KESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak
(sistol ≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang
memerlukan penanggulangan segera.
2. Hipertensi emergensi perlu dibedakan dengan hipertensi urgensi agar dapat memilih
pengobatan yang memadai bagi penderita.
Autoregulasi dan perfusi dari organ vital bila tekanan darah diturunkan
6. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat
diatur sesuai keinginan, sedangkan dengan obat oral TD kurang dapat dikontrol.
26
8. Nifedipin, clonidine merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi
urgensi.
DAFTAR PUSTAKA
2. 2014 Evidence Based Guidelines For The Management of High Blood Pressure
in Adults. Report From The Panel Members Appointed to The Eighth Joint
National Comitte (JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.
3. Majid, Abdul. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Medan: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004.
4. Idris, Idris, M.Kasim. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Penerbit FKUI. 1999.
http://www.clevelandclinicmeded.com/diseasemanagement/nephrology/crises/cr
ises.htm, 2006.
27
12. Pikir, Budi Setyo. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskuler pada Hipertensi.
Jakarta: FKUI. 1999.
13. Mayza, Adre, dkk. Ringkasan Eksekutif Krisis Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (InaSH). 2007
28