Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH KUALITAS AIR BAKU TERHADAP

DOSIS DAN BIAYA KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT


DAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE

Margaretha1, Rizka Mayasari1, Syaiful1*, Subroto2


1
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
2
Bagian Instalasi Produksi PDAM Tirta Musi
Jalan Rambutan Ujung No.1, Palembang, Sumsel, 30144
Email: syaiful@tirtamusi.com; syaiful_dea@yahoo.com

Abstrak

Penelitian tentang pengolahan air baku dengan menggunakan koagulan Aluminium sulfat dan Poli
Aluminium Klorida (PAC) di intake Karang Anyar dan intake 1 Ilir pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang tepat dalam proses pengolahan
air baku menjadi air minum. Jenis koagulan yang digunakan dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia pada
air baku tersebut. Parameter uji yang diamati adalah parameter fisik dan kimia seperti kekeruhan, pH, Zat
Padat Terlarut (TDS), Oksigen Terlarut (DO), konduktivitas, temperatur, besi, amoniak dan nitrit yang
terkandung di dalam air baku. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode jar test untuk
menentukan dosis koagulan dan analisa beberapa parameter untuk menentukan sifat fisik dan kimia yang
terdapat pada air baku.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan koagulan Aluminium sulfat
efektif dan ekonomis untuk air baku di intake Karang Anyar dengan dosis optimum koagulan sebesar 44
ppm dengan biaya Rp 57,20, 00 /m3. Sedangkan koagulan Poly Aluminium Chloride cair efektif dan
ekonomis untuk air baku di intake 1 Ilir dengan penggunaan dosis optimum koagulan sebesar 5 ppm
dengan biaya Rp 200,00 /m3.

Kata kunci: biaya, dosis optimum, jenis koagulan

Abstract

Research on the raw water treatment using aluminum sulfate and Poly Aluminium Chloride (PAC) on
intake 1 Ilir and intake Karang Anyar been done before. This study aims to obtain the right type and dose
of coagulant in processing of raw water into drinking water. Type of coagulant used is influenced by
physical and chemical properties of the raw water. Test parameters were observed physical and chemical
parameters such as turbidity, pH, Dissolved Solids (TDS), Dissolved Oxygen (DO), conductivity,
temperature, iron, ammonia and nitrite contained in the raw water. The study was conducted using a jar
test method to determine the coagulant dosage and analyzes several parameters to determine the physical
and chemical properties contained in the raw water. The results showed that the use of aluminum sulfate
coagulant effective and economical for the raw water intake at Karang Anyar the optimum coagulant dose
of 44 ppm at a cost of Rp 57.20, 00 / m3. Poly Aluminium Chloride whereas liquid coagulant effective
and economical for the raw water intake 1 Ilir with the use of optimum coagulant dose of 5 ppm at a cost
of Rp 200.00 / m3.

Keywords: cost, optimum dose, coagulant type

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 21


1. PENDAHULUAN berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa
PDAM Tirta Musi merupakan salah organik .
satu perusahaan penyedia air minum di e. Total Dissolved Solid, salah satu faktor yang
Palembang. Sumber air baku yang digunakan sangat penting dan menentukan bahwa air
PDAM Tirta Musi Palembang seluruhnya berasal yang layak konsumsi adalah kandungan
dari air permukaan, yaitu sungai Musi dan sungai Total Dissolved Solid (TDS) atau kandungan
Ogan. Terdapat tiga bangunan intake air baku unsur mineral dalam air
pada PDAM Tirta Musi yaitu : Intake Karang f. Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya
Anyar dan Intake 1 Ilir yang berasal dari sungai organisme dalam air seperti alga, gas
Musi, sedangkan Intake Ogan bermuara pada seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi
sungai Ogan. anaerobik dan senyawa-senyawa organik
Kualitas air baku dari masing-masing tertentu.
intake tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh g. Konduktivitas akan bertambah dengan
faktor geografis letak intake, banyaknya industri jumlah yang sama seiring dengan
atau pemukiman yang berada disekitar intake. bertambahnya salinitas. Secara umum,
Oleh sebab itu perlu dilakukannya penelitian faktor yang lebih dominan dalam
serta pengujian terhadap kualitas air baku perubahan konduktivitas air adalah
sebelum dan setelah penambahan koagulan temperatur. Untuk mengukur konduktivitas
Aluminium Sulphate pada intake Borang dengan digunakan konduktivitimeter.
melakukan Jar-Test dan Analisa air lengkap. Hal
ini didasarkan pada kondisi operasional yang ada Parameter Kimia Kualitas Air
pada Instalasi Pengolahan Air Rambutan dan a. DO (dissolved oxygent) adalah jumlah
Borang, dimana IPA Rambutan yang mengolah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari
air baku dari Intake Karang Anyar menggunakan fotosintesa dan absorbsi atmosfer / udara.
koagulan Aluminium Sulfate yang lebih sedikit Semakin banyak jumlah DO maka kualitas
dibandingkan dengan IPA Borang yang air semakin baik.
mengolah air baku dari Intake 1 Ilir. b. BOD (biological oxygent demand), BOD
Kualitas air dalam hal ini mencakup adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
keadaan fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan
ketersediaan air untuk kehidupan manusia, bahan-bahan organik (zat pencerna) yang
pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air terdapat di dalam air buangan secara
lainnya. Asdak (2004:497). Dalam Peraturan biologi. Nilai BOD hanya mengukur secara
Pemerintah RI No 82 tahun 2001, kualitas air relatif jumlah oksigen yang di butuhkan
ditetapkan melalui pengujian parameter fisik dan untuk mengoksidasi bahan–bahan
parameter kimia. pencemar.( Nugroho, 2006 ).
c. COD (chemical oxygent demand) adalah
Parameter Fisik Kualitas Air banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk
a. pH, Pembatasan pH dilakukan karena akan mengoksidasi bahan-bahan organik secara
mempengaruhi rasa, korosifitas air dan kimia ( Nugroho, 2006 ).
efisiensi klorinasi. Bila pH lebih kecil dari d. Kesadahan air adalah kandungan mineral-
6,5 dan lebih besar dari 9,2 dapat mineral tertentu di dalam air dalam bentuk
menyebabkan beberapa senyawa kimia garam karbonat.
berubah menjadi racun yang sangat e. Senyawa-senyawa kimia yang beracun,
menggangu kesehatan. Atas dasar ini maka semua logam terlarut dalam jumlah banyak
pH air berkisar antara 6,5 – 9,0 dan kisaran akan menimbulkan bahaya pada kesehatan.
optimal adalah pH 7,5 – 8,7 (Kordi dan Andi, Kehadiran besi (Fe) dalam air minum akan
2009). menyebabkan timbulnya rasa dan bau logam,
b. Kekeruhan, air dikatakan keruh, apabila air menimbulkan warna koloid merah (karat)
tersebut mengandung begitu banyak akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang
partikel bahan yang tersuspensi sehingga dapat menjadi racun bagi manusia.
memberikan warna / rupa yang berlumpur
dan kotor (Sutrisno,2004). Proses pengolahan air baku menjadi air minum
c. Temperatur, konsentrasi gas oksigen melalui beberapa tahap:
sangat dipengaruhi oleh temperatur, a. Proses Koagulasi
makin tinggi temperatur, makin berkurang Koagulasi adalah proses pencampuran
tingkat kelarutan oksigen. bahan kimia (koagulan) dengan air baku
d. Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran sehingga membentuk campuran yang homogen.
organisme, bahan-bahan tersuspensi yang Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan

Page 22 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012


saling menarik dan menggumpal membentuk Koagulan
flok (Suryadiputra, 1995). Partikel-partikel Beberapa jenis- jenis koagulan yang
koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit dapat digunakan dalam pengolahan air baku
untuk dihilangkan jika hanya dengan menjadi air bersih adalah :
pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila 1. Aluminium sulfat
koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara Aluminium sulfat adalah sejenis
agregasi atau koagulasi menjadi partikel yang koagulan dengan rumus kimia Al2SO4 , 11H2O,
lebih besar maka koloid-koloid tersebut dapat 14H2O atau 18H2O, umumnya yang digunakan
dihilangkan dengan cepat (Metcalf & Eddy, adalah 18 H2O. Aluminium sulfat diturunkan
1978). dalam bentuk cair dengan konsentrasi sebesar 5-
b. Proses Flokulasi 20 %. Kandungan Al2O3 alum berkisar antara
Flokulasi adalah suatu mekanisme 11–17 % tergantung jumlah air kristal yang
dimana flok kecil yang sudah terbentuk dalam bervariasi dari. Baik untuk bubuk ataupun cair,
proses koagulasi tadi membentuk flok yang lebih kualitas alum ditentukan dari kadar Al2O3.
besar untuk bisa mengendap. Proses flokulasi Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan.:
dalam pengolahan air bertujuan untuk
mempercepat proses penggabungan flok-flok Al2(SO4)3 → 2 Al+3 + 3(SO4)-2
yang telah dibibitkan pada proses koagulasi.
Partikel-partikel flok yang telah distabilkan H2O → H+ + OH-
selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan
proses tarik-menarik dan membentuk flok yang Selanjutnya :
ukurannya makin lama makin besar serta mudah
mengendap. 2Al+3 + 6OH-→ 2Al(OH)3
c. Proses Sedimentasi (Pengendapan)
Secara umum proses sedimentasi Selain itu akan dihasilkan asam :
diartikan sebagai proses pengendapan karena
adanya gaya gravitasi. Partikel yang mempunyai 3(SO4)-2 + 6H+ → 3H2SO4
berat jenis lebih besar daripada berat jenis air
akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil 2. PAC (Polyaluminium chloride)
akan melayang atau mengapung. Secara lebih Senyawa Al yang lain yang penting
terperinci sedimentasi merupakan proses untuk koagulasi adalah Polyaluminium chloride
pengendapan flok yang telah terbentuk pada (PAC), Aln(OH)mCl3n-m. Ada beberapa cara yang
proses flokulasi. sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium
d. Proses Filtrasi (Penyaringan) chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa
Prinsip dasar filtrasi adalah proses parsial dari aluminium klorida, seperti
penyaringan partikel secara fisik, kimia dan ditunjukkan reaksi berikut :
biologi untuk menyaring partikel yang tidak
terendapkan dalam proses sedimentasi melalui n AlCl3 + m OH− . m Na+ → Al n (OH) m Cl3n-m
media berpori.
e. Proses Desinfeksi dan Netralisasi + m Na+ + m Cl−
Penambahan senyawa klor aktif pada air
bersih untuk membunuh organisme bakteriologis 3. Senyawa Besi
khususnya organisme pathogen yang dapat Untuk senyawa besi, tipe hidrolisa yang
menyebabkan penyakit dan kematian pada sama dapat berlangsung seperti :
manusia. Pembubuhan desinfektan tersebut
dilakukan pada air yang sudah mengalami Fe3+ + 3H2O → Fe(OH)3 + 3H+
penyaringan sebelum air tersebut ditampung dan
disalurkan pada konsumen. Reaksi di atas dilanjutkan dengan reaksi H +
f. Reservoir dengan alkalinitas. Terdapat pula ion ferri hidrat
Reservoir berfungsi sebagai tempat seperti: [Fe(H2O)6]3+ .
penampungan air bersih yang telah disaring
melalui filter. Air ini sudah menjadi air bersih Tinjauan Umum Jar Test
yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih Jar test adalah suatu percobaan yang
dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari
minum. koagulan yang digunakan dalam proses
pengolahan air minum. Apabila percobaan
dilakukan secara tepat, informasi yang berguna
akan diperoleh untuk membantu operator

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 23


instalasi dalam mengoptimalkan proses kanan alat heilige tester. Kemudian bandingkan
koagulasi, flokulasi dan penjernihan. Jar test warna sehingga mendapat nilai yang sama.
memberikan data mengenai kondisi optimum Analisa parameter nitrit hampir sama dengan
untuk parameter-parameter proses seperti : analisa parameter amoniak, namun zat yang
a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu. ditambahkan berbeda, yaitu 1 ml α-Nafthalamin
b. pH. (C10H9N) dan 1 ml Sulfanil Acid (C6H7NO3S)
c. Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau kedalam sampel air baku yang terisi sebanyak 50
dibawah permukaan air, pembubuhan ml dengan menggunakan gelas ukur 100 ml.
beberapa bahan kimia secara bersamaan atau Proses selanjutnya sama dengan analisa
berurutan). parameter amoniak.
d. Kecepatan larutan kimia. Begitu juga dngan analisa parameter besi.
Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan Tahapan proses yang dilakukan sama dengan
pengadukan lambat (flokulasi) analisa parameter amoniak, namun zat yan
e. Waktu penjernihan. diambahkan berbeda, yaitu 2,5 ml Kalium
Thiocyanate (KCNS 20%) dan 1,5 ml Asam
Sulfat (H2SO4 6N) kedalam sampel air baku yang
2. METODOLOGI terisi sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas
ukur 100 ml.
Prosedur penelitian yang pertama adalah
menentukan dosis optimum koagulan yaitu
dengan cara mengambil sampel air baku
sebanyak ± 10 liter dan dimasukkan ke dalam 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
masing –masing beker gelas sampai tanda batas
1 liter. Ambil sampel air baku, ukur turbiditi dan Kekeruhan (Turbidity) Air baku di Intake
pH air baku. Letakkan beker pada masing- Karang Anyar dan Intake 1 Ilir
masing mixer di alat jar test. Lalu ditambahkan Pada grafik 1 dapat dilihat bahwa
larutan induk Aluminium sulfat 1% sebagai dosis kekeruhan air baku di intake Karang Anyar
aluminium sulfat ke dalam masing-masing beker. cukup tinggi, begitu pula dengan kekeruhan air
Turunkan pengaduk dan atur posisi baku di intake 1 Ilir yang tidak terlalu jauh
pengaduk sehingga tidak menyentuh beker dan berbeda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
atur kecepatan putaran 100 – 150 rpm selama 1 Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001,
menit kemudian turunkan kecepatan putaran kriteria air baku air minum yang termasuk ke
menjadi 50 rpm selama 20 menit dan 0 rpm dalam kelas I , kadar maksimum kekeruhan
selama 15 menit. Pipet air supernatant (cairan untuk air baku air minum adalah 5 NTU.
bagian tengah yang paling bening) pada masing-
masing beaker lalu masukkan kedalam tabung Kekeruhan
turbiditi yang bersih dan catat turbiditinya.
Kemudian ambil 60 ml air supernatant tadi 60
dengan menggunakan beker gelas 100 ml
kemudian ukur pH air di tiap-tiap beker. 50
Perhatikan hasil yang didapat dan ambil kualitas
air yang turbiditinya baik tetapi nilai pH yang 40
NTU

tidak terlalu rendah, inilah dosis optimumnya. 30


Lakukan prosedur di atas untuk menentukan
dosis optimum koagulan PAC padat, kombinasi 20 Intake 1 Ilir
Aluminium sulfat dan PAC padat dan PAC cair. Intake Karang Anyar
10
Setelah itu dilakukan analisa parameter
amoniak, nitrit dan besi terhadap air baku. Untuk 0
menguji parameter amoniak dilakukan dengan
menambahkan 0,25 ml Pottasium Sodium Tatrat
(KNaC4H4O6 x4H2O) dan 0,5 ml Reagent Nesler
(HgI4K2) kedalam sampel air baku yang terisi Tanggal
sebanyak 50 ml dengan menggunakan gelas ukur
100 ml. Lalu Diamkan selama 10 menit.
Grafik 1. Perbandingan Kekeruhan Air Baku di
Sementara itu siapkan 2 tabung reaksi bersih
Intake Karang Anyar dan Intake 1 Ilir
masing - masing untuk blanko dan sampel lalu
tuang blanko dan sampel ke tabung reaksi.
Letakkan blanko di sebelah kiri dan sampel di

Page 24 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012


Kadar Amoniak Air baku di Intake Karang
Anyar dan Intake 1 Ilir 0,35
0,3
3,5 0,25
3 0,2

ppm
2,5 0,15
Intake 1 Ilir
ppm

2 0,1
Intake Karang Anyar
1,5 0,05
1 0
Intake 1 Ilir
0,5 Intake Karang Anyar
0 Tanggal

Grafik 3. Perbandingan Kadar Nitrit Air Baku di


Intake Karang Anyar dan Intake 1 Ilir
Tanggal
Grafik 2. Perbandingan Kadar Amoniak Air
Baku di Intake Karang Anyar dan Intake 1 Ilir Pengaruh Penambahan Aluminium sulfat
Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Baku
Pada grafik 2 dapat dilihat bahwa Pada grafik 4 disimpulkan bahwa
kandungan amoniak pada air baku di intake 1 Ilir penambahan koagulan aluminium sulfat pada air
lebih tinggi bila dibandingkan dengan air baku di baku di intake Karang Anyar menurunkan
intake Karang Anyar. Berdasarkan Peraturan kekeruhan menjadi 2,13 NTU dengan dosis
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun optimum aluminium sulfat sebesar 44 ppm.
2001, kriteria air baku, maka batas maksimum Sedangkan pada grafik 5 penambahan aluminium
kandungan amoniak dalam air baku yaitu 0,5 sulfat dapat menurunkan kekeruhan air baku di
ppm. Berdasarkan peraturan tersebut maka intake 1 Ilir sebesar 2,83 NTU dengan dosis
kandungan amoniak air baku di intake 1 Ilir tidak optimum aluminium sulfat 160 ppm.
memenuhi kriteria air baku untuk air minum. Penambahan dosis koagulan Aluminium sulfat
Kandungan amoniak yang tinggi di pada air baku di intake 1 Ilir dapat mengurangi
intake 1 Ilir kemungkinan disebabkan oleh zat amoniak yang terkandung di dalam air dari 1
limbah domestik dan pabrik – pabrik yang ppm menjadi 0,25 ppm pada dosis optimum
terletak di sekitar air sungai. Selain itu, amoniak koagulan sebesar 160 ppm, sedangkan kadar
dalam air sungai berasal dari air seni, tinja dan nitrit nya sebesar 0,02 ppm.
oksidasi zat organik secara mikrobiologis yang
berasal dari air alam atau air buangan industri
dan penduduk. 3 2,63
2,34
Kekeruhan (NTU)

2,5 2,13
Kadar Nitrit Air baku di Intake Karang
Anyar dan Intake 1 Ilir 2
Pada grafik 3 dapat dilihat bahwa
kandungan nitrit pada air baku di intake 1 Ilir 1,5
lebih tinggi bila dibandingkan dengan air baku di
intake Karang Anyar. Berdasarkan Peraturan 1
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
0,5
2001, kriteria air baku, maka batas maksimum
kandungan nitrit dalam air baku yaitu 0,06 ppm. 0
Kandungan nitrit yang tinggi 40 42 44
menggambarkan berlangsungnya proses biologis
perombakan bahan organik yang memiliki kadar Dosis Koagulan Aluinium Sulfat
oksigen terlarut yang rendah. Kandungan nitrit (ppm)
ini berasal dari amoniak dalam air yang Grafik 4. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan
kemudian akan diuraikan oleh bakteri Aluminium sulfat terhadap Kekeruhan Air baku
Nitrisomonas menjadi nitrit. di Intake Karang Anyar

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 25


25 20,8 Data pengukuran pH pada grafik 6,
setelah penambahan dosis koagulan aluminium
20 17,6
Kekeruhan (NTU)

sulfat menunjukkan hasil sebesar 6,30 sampai


6,16 , sedangkan pada grafik 7 menunjukkan
15 bahwa pH air setelah ditambahkan koagulan
10 aluminium sulfat berkisar antara 7,52 sampai
4,89 5,49 6,45 dimana dosis koagulan aluminium sulfat
5 2,83 yang ditambahkan antara 40 ppm hingga 200
ppm.
0 Koagulan aluminium sulfat biasanya
40 80 120 160 200 cocok untuk koagulasi pada pH 5,8 – 6,5 dan
menghasilkan endapan lumpur yang lebih
Dosis Koagulan Aluminium banyak. Dengan kaogulan aluminium sulfat, ion
Sulfat(ppm) logam terhidrolisis membentuk flok aluminium
Grafik 5. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan hidroksida dan ion hidrogen. Ion hidrogen akan
Aluminium sulfat Terhadap Kekeruhan Air Baku bereaksi dengan alkalinitas air sehingga dapat
di Intake 1 Ilir menurunkan nilai pH seperti reaksi berikut :
Al2(SO4)3.18H2O → 2 Al3+ + 3SO42- + 18 H2O
→ 2Al(OH)3 + 6 H+ + 3SO42- +12H2O
6,35 Koagulan aluminium sulfat memilki basisitas 0
6,3 %, sehingga larutannya berifat asam, dan dapat
6,3 menurunkan nilai pH secara drastis. Oleh karena
6,25
itu, dibutuhkan tambahan larutan basa seperti
6,25
soda abu atau caustic soda, sehingga pH yang
6,2 optimum tercapai.
pH

6,16

6,15 Pengaruh PAC Padat terhadap Kualitas Fisik


6,1 & Kimia Air Baku

6,05 5,63
6
40 42 44
5
Kekeruhan(NTU)

Dosis Koagulan Aluminium 3,74


Sulfat(ppm) 4
Grafik 6. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan 2,73
3 2,16
Aluminium sulfat Terhadap Perubahan pH Air
1,54
baku di Intake Karang Anyar 2
1
7,8 7,52 0
7,6 10 15 20 25 30
7,4 7,13
7,2 6,99
Dosis Koagulan PAC Padat (ppm)
7 6,74
pH

6,8 Grafik 8 Pengaruh Variasi Dosis PAC Padat


6,45
6,6 Terhadap Perubahan Kekeruhan Air Baku Intake
6,4 Karang Anyar
6,2
6
5,8
40 80 120 160 200
Dosis Koagulan Aluminium
Sulfat(ppm)
Grafik 7. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan
Aluminium sulfat Terhadap Perubahan pH Air
baku di Intake 1 Ilir

Page 26 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012


7,35 7,35
8
Kekeruhan(NTU)
7 7,3
6 7,25 7,3
7,28
5
7,2
4

pH
2,53 7,15 7,2
3
2 1,13 7,1 7,14
0,45 7,13
1 7,05
0
7
40 60 80 100
10 15 20 25 30
Dosis Koagulan PAC Padat (ppm)
Dosis Koagulan PAC Padat (ppm)
Grafik 9 Pengaruh Variasi Dosis PAC Padat Grafik 10. Pengaruh Variasi Dosis PAC Padat
Terhadap Perubahan Kekeruhan Air Baku Intake Terhadap Perubahan pH Air Baku Intake Karang
1 Ilir Anyar

Dari grafik 8 dapat dilihat bahwa


penambahan koagulan PAC padat dapat 8,2
menurunkan nilai kekeruhan air baku di intake
Karang Anyar dari 48,9 NTU menjadi 2,73 NTU 8,15 8,18
dengan dosis optimum koagulan PAC padat yaitu 8,15
8,1
20 ppm. Sedangkan pada grafik 9 penambahan
pH

8,11
koagulan PAC padat dapat menurunkan nilai 8,05
kekeruhan air baku di intake 1 Ilir dari 37,5 NTU
8,05
menjadi 2,53 NTU dengan dosis optimum 8
koagulan PAC padat yaitu 60 ppm.
Pada penambahan koagulan PAC padat 7,95
dengan dosis 100 ppm nilai kekeruhan naik 40 60 80 100
kembali. Hal ini dikarenakan pada penambahan
koagulan PAC padat dengan dosis 100 ppm, Dosis Koagulan PAC padat
kation yang dilepaskan terlalu berlebih daripada (ppm)
yang dibutuhkan oleh partikel koloid dalam air Grafik 11. Pengaruh Variasi Dosis PAC Padat
yang bermuatan negatif untuk membentuk flok. Terhadap Perubahan pH Air Baku Intake 1 Ilir
Akibatnya akan terjadi penyerapan kation yang
berlebih oleh partikel koloid dalam air sehingga Pada air baku intake 1 Ilir, penggunaan
partikel koloid akan bermuatan positif dan terjadi dosis optimum koagulan PAC padat yaitu 60
gaya tolak menolak antar partikel, sehingga ppm dapat menurunkan kandungan amoniak dan
terjadi deflokulasi flok yang menyebabkan nitrit dari 3 ppm dan 0,17 ppm menjadi 0,15 ppm
larutan menjadi semakin keruh. Berdasarkan untuk amoniak dan 0,04 ppm untuk nitrit.
PERMENKES No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Penggunaan dosis koagulan PAC padat jauh
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dimana lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan
batas maksimum kekeruhan adalah 5 NTU, maka dosis koagulan aluminium sulfat untuk
penggunaan koagulan PAC padat memenuhi menurunkan kekeruhan air baku di intake 1 Ilir.
kriteria untuk menurunkan tingkat kekeruhan air Selain itu penambahan koagulan PAC padat ini
baku di intake Karang Anyar dan intake 1 Ilir. dapat memperbaiki nilai pH air yang ditunjukkan
Dari grafik 10 di bawah ini disimpulkan pada reaksi berikut :
bahwa semakin banyak dosis PAC padat yang
ditambahkan pada air baku intake Karang Anyar, Al2(OH)3Cl3 → Al2(OH)33+ + 3Cl- + 3H2O →
maka semakin meningkat nilai pH nya hingga
7,30 setelah ditambahkan koagulan PAC padat 2Al(OH)3 + 3H+ + 3Cl-
sebanyak 30 ppm.

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 27


Pada reaksi ini dihasilkan tiga ion hingga 7,87 dengan dosis koagulan sebesar 20
hidrogen, lebih sedikit dibandingkan pada reaksi ppm. Dengan pertimbangan tingkat kekeruhan
hidrolisis aluminium sulfat, yang menunjukkan yang masih besar serta pemakaian dosis yang
bahwa PAC padat hanya sedikit berpengaruh sudah optimum menyimpulkan bahwa kombinasi
pada penurunan nilai pH. Koagulan PAC padat antara koagulan aluminium sulfat dan PAC padat
memiliki basisitas 50%. tidak layak untuk dipakai. Oleh sebab itu,
pemakaian dosis PAC padat melebihi 20 ppm
Pengaruh Kombinasi Aluminium sulfat dianggap tidak efisien karena pertimbangan
dengan PAC Padat Terhadap Kualitas Fisik harga PAC padat yang lebih mahal.
& Kimia Air Baku Intake 1 Ilir
Pengaruh Koagulan PAC Cair Terhadap
Kualitas Fisik & Kimia Air Baku
13,1 13
13 5,69
6
kekeruhan (NTU)

12,9 5,16
12,8 12,7

Kekeruhan (NTU)
5
12,7 3,81 3,77
4 3,35
12,6
12,5 12,4 3
12,4
12,3 2
12,2 1
12,1
0
10 15 20
2 2,5 3 3,5 4
Dosis Koagulan PAC Padat (ppm) Dosis Koagulan PAC Cair (ppm)
Grafik 12. Pengaruh Variasi Dosis Kombinasi
Koagulan Terhadap Kekeruhan Air Baku di Grafik 14. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan
Intake 1 Ilir PAC cair Terhadap Kekeruhan Air Baku di
Intake Karang Anyar
Dari grafik 12 diperoleh bahwa pada
dosis optimum kombinasi koagulan Aluminium Pada grafik 14 disimpulkan bahwa
sulfat sebesar 40 ppm dengan PAC padat penggunaan koagulan PAC cair dapat
sebanyak 20 ppm belum menurunkan kekeruhan menurunkan kekeruhan hingga 3,35 NTU hanya
air baku di intake 1 Ilir dimana setelah dengan dosis optimum 3,5 ppm. Apabila
penambahan dosis tersebut nilai kekeruhan air pemakaian dosis koagulan PAC cair terlalu
masih tinggi yaitu 12,4 NTU. banyak atau terlalu sedikit maka kekeruhan akan
meningkat lagi. Oleh karena itu harus dicari titik
dosis koagulan yang paling optimum yaitu 3,5
7,9 ppm.
7,88 7,88
7,88 7,87

7
7,86
kekeruhan (NTU)
pH

6 5,88
7,84 5,42
5
7,82 4
3,56
7,8 3
2,57
10 15 20 2
Dosis Koagulan PAC Padat (ppm) 1

Grafik 13. Pengaruh Variasi Dosis Kombinasi 0


Koagulan Terhadap pH Air Baku di Intake 1 Ilir 3 4 5 6
Dosis Koagulan PAC Cair (ppm)
Pada grafik 13 menunjukkan bahwa Grafik 15. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan
penggunaan kombinasi koagulan aluminium PAC cair Terhadap Kekeruhan Air Baku di
sulfat dan PAC padat dapat menurunkan pH Intake 1 Ilir

Page 28 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012


Sedangkan pada grafik 15 disimpulkan Penggunaan koagulan PAC cair ini juga
bahwa penggunaan koagulan PAC cair dapat efektif dalam menurunkan kandungan amoniak
menurunkan kekeruhan sebesar 2,57 NTU dan nitrit yang tinggi pada air baku di intake 1
dengan dosis optimum 5 ppm sehingga untuk Ilir, dari 1,15 menjadi 0,1 ppm dan kadar nitrit
mengurangi kekeruhan air baku di Intake 1 Ilir yang semula 0,17 ppm menjadi 0,04 ppm.
lebih efektif. Koagulan PAC cair cocok digunakan untuk
koagulasi pada rentang pH 7,5 - 8, sehingga
5,96
menghindari pengunaan tambahan alkali untuk
5,94 koreksi pH dan cocok untuk air baku intake 1 Iir
5,95
5,92 yang pH airnya berkisar antara 7 – 8. Berikut
5,9 reaksi yang terbentuk :
pH

5,88 5,9
5,89 Al2(OH)5Cl → Al2(OH)5+ + Cl- + H2O →
5,86
5,87 2Al(OH)3 + H+ + Cl-
5,84
5,85
5,82 Ion Hidrogen lebih sedikit dihasilkan
2 2,5 3 3,5 4 yaitu satu ion hydrogen, dimana secara alami
Dosis Koagulan PAC cair (ppm) menunjukkan bahwa ion hidroksil mendominasi
komposisi ini. Koagulan PAC cair memiliki
Grafik 16. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan basisitas yang tinggi, yaitu 83% – 85%, sehingga
PAC cair Terhadap pH Air Baku di Intake hanya berpengaruh sedikit terhadap pH air.
Karang Anyar

Pada grafik 16 dan 17 disimpulkan Perhitungan Biaya Dosis Optimum Koagulan


bahwa penggunaan PAC cair bekerja dalam Untuk mendapatkan penggunaan
rentang pH yang luas dan menyebabkan koagulan yang paling efektif dan ekonomis
peningkatan pH dalam setiap penambahan dosis diperlukan analisa ekonomi dikarenakan harga
koagulan PAC cair. Dimana pada air baku intake dari masing – masing koagulan yang berbeda.
Karang Anyar pH sebelum ditambahkan dosis Harga aluminium sulfat Rp 1.300,00 / kg, PAC
koagulan pAC cair sebesar 5,84. Namun setelah padat Rp 25.000,00 / kg, sedangkan PAC cair Rp
ditambahkan dosis optimum koagulan PAC cair 40.000,00 / kg. Setelah melalui perhitungan,
sebesar 3,5 ppm, nilai pH air menjadi 5,95. maka didapatkan hasil berikut:
Begitu pula pada air baku di intake 1 Ilir, dimana
pH air baku sebelum ditambahkan dosis Tabel 1. Perhitungan Biaya Dosis Optimum
koagulan PAC cair sebesar 7,79. Namun setelah Koagulan
ditambahkan dosis optimum koagulan PAC cair Koagulan Biaya / m3
sebesar 5 ppm, nilai pH air menjadi 7,92.
Intake Intake
Begitu pula pada air baku di intake 1 Ilir
Karang 1 Ilir
yang ditunjukkan pada grafik 17, dimana pH air
Anyar
baku sebelum ditambahkan dosis koagulan pAC
Aluminium Rp 57,20,- Rp 208,-
cair sebesar 7,79, setelah ditambahkan dosis
Sulfat
optimum koagulan PAC cair sebesar 5 ppm, nilai
pH air menjadi 7,92. PAC Padat Rp 500,- Rp 1500,-
PAC Cair Rp 140,- Rp 200,-
7,94
7,92 Berdasarkan tabel di atas dapat
7,93
7,9 7,92 disimpulkan bahwa untuk intake Karang Anyar
7,88 7,9 koagulan yang paling efektif dan ekonomis
pH

adalah Aluminium Sulfat dengan biaya sebesar


7,86 Rp 57,20,- / m3, sedangkan untuk intake 1 Ilir
7,84 koagulan yang paling efektif dan ekonomis
7,82 adalah PAC cair dengan biaya sebesar Rp 200,- /
7,8 7,82 m3.
3 4 5 6
Dosis Koagulan PAC cair (ppm)
Grafik 17. Pengaruh Variasi Dosis Koagulan
PAC cair Terhadap pH Air Baku di Intake 1 Ilir

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 29


4. KESIMPULAN Djoko, Sasongko. 1989. “Teknik Sumber Daya Air Jilid I
dan Jilid II EdisiKetiga”. Jakarta :
Kualitas Fisik dan Kimia air baku Intake Erlangga.
Karang Anyar lebih baik dibandingkan Intake 1 Duliman, I. 1998. “Pemanfaatan Limbah Padat
Ilir (parameter pH, nitrit dan amoniak) Logam Aluminium Sebagai Bahan Baku
dikarenakan perbedaan letak geografis dan Pembuatan PAC”. Skripsi Fakultas
kondisi lingkungan sekitar dari masing-masing MIPA, Universitas Indonesia.
intake. Berdasarkan analisa data dan ekonomi
koagulan yang paling efektif dan ekonomis untuk Eddy, Mt. Calf. 2001. “Waste Water Treatment”.
air baku intake Karang Anyar adalah koagulan New York : McGraw-Hill Book
aluminium sulfat dengan dosis koagulan 44 ppm Company.
dan biaya sebesar Rp 57,20,00 / m3.. Sedangkan
koagulan yang paling efektif dan ekonomis untuk Effendi, H. 2003. “Telaah Kualitas Air Bagi
air baku intake 1 Ilir adalah koagulan PAC cair Pengolahan Sumber Daya Air dan
dengan dosis koagulan 5 ppm dan biaya sebesar Lingkungan”. Yogyakarta: Kanisius.
Rp 200,00 / m3. Koagulan PAC cair lebih efektif
untuk menurunkan zat Amoniak dibandingkan John Wiley & Sons, Inc. 2001. “Handbook of
dengan Aluminium Sulfat dan PAC padat. Hal Public Water Systems Second Edition“.
ini disebabkan karena % kebasaan dan % Al2O3 Kanada : HDR Engineeringm Inc.
dalam PAC cair lebih besar dibandingkan dalam
Aluminium sulfat maupun PAC padat. Kepmenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum.

DAFTAR PUSTAKA Kordi, M.G.H.K dan Andi Baso T., 2005.


“Pengelolaan Kualitas Air”. Jakarta :
Adachi, Y., Tanaka, Y. 1997. Settling Velocity of Rineka Cipta
an Aluminium – Kaolinite Floc, Water
Research Vol. 31, No. 3, p.499-454. Nugroho, A. 2006. “Bioindikator Kualitas Air”.
Jakarta : Universitas Trisakti.
Alaerts, G. 1987. “Metode Penelitian Air “.
Surabaya: Usaha Nasional. Peavy, H.S. 1985. “Environmental
Engineering”. New York : McGraw
Akhtar, Waseem, Muhammad, R., Iqbal, A. Hill Book Company.
1997. “Optimum Design of
Sedimentation Tanks Based on Settling Reynold, T.D. 1982. “Unit Operations and
Characteristics of Karachi Tannery Processes In Enviromental Engineering
Wastes”. Pakistan : Institute of “. PWS Pub. Co.
Environment Engineering and Research,
NED University of Engineering and Sastrawijaya, A. T. 2000. “Pencemaran
Technology. Water, Air, and Soil Lingkungan”. Jakarta: Rineka Cipta.
Pollution Volume 98: 199-211.
Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengolahan Air
Asdak,Chay. 2004. “Hidrologi dan Pengelolaan Limbah dengan Metode Kimia
Daerah Aliran Sungai”.Yogyakarta: (Koagulasi dan Flokulasi). Bogor : IPB.
Gadjah Mada University Press.
Sutrisno, T. 2004. “Teknologi Penyediaan Air
Bassett,J. 1994. “Buku Ajaran Vogel Kimia Bersih”. Jakarta : Rineka Cipta.
Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi
Keempat”. Jakarta : Kedokteran EGC. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
82 Tahun 2001, Kriteria Air Baku.
Cohen, J.M. 1971. “Water Quality And
Treatment Third Edition “. New York: Tebbut, THY. 1992. “Principles of Water
McGraw-Hill Book Company. Quality Control 4th Edition “. Oxford :
Pergamon Press.

Page 30 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai