1 PB
1 PB
1 , Mei 2013
Abstrak
Artikel ini menguraikan tiga isu pokok: gotong royong sebagai perasan dari Pancasila dan penerapannya
dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari, gotong royong mengandung beberapa unsur-unsur modal
sosial serta kondisi masyarakat kontemporer yang berada dalam situasi kekacauan sosial karena
lemahnya penerapan nilai-nilai gotong royong dalam interaksi sosial. Diduga perubahan sosial yang
cepat serta kuatnya tekanan dari luar, terutama ideologi liberal yang berdasarkan individualis
memenjadi penyebab kekacauan sosial. Agenda ke depan untuk menguatkan kembali budaya gotong
royong juga dibahas dalam tulisan ini.
Kata kunci: Gotong-royong, Pancasila, Modal Sosial, Perubahan Sosial
Abstract
This article examines three main issues: gotong royong as a derivation of Pancasila, its application in
social interaction of daily life, gotong royong comprises some elements of social capital and later the
chaotic conditions of contemporary society partly due tolack of the practices of gotong royong values in
social interaction. It is argued that rapid social change and the strong influence of external pressure,
especially liberal ideology based on individualism is determined the chaotic situation. Further agendas
to vitality the culture of gotong royong arealso discussed in this article.
Keywords: Gotong-royong, Pancasila, Social Capital, Social Change
1 Draft awalartikel ini dipersiapkan untuk bertujuan menunjukkan bahwa budaya seminar “Peringatan Bulan Bakti
Gotong Royong Masyarakat”dilaksanakan oleh Kementerian Dalam gotong royong sebagai sebuah nilai Negeri RI,
Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 29 Mei 2013 di Banjarmasin.
1
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
interaksi sosial masyarakat kontemporer. Fokus disampaikan oleh seluruh peserta dalam sidang
bahasan diarahkan bahwa akhir-akhir ini selama 29 Mei -1 Juni 1945. Sejak hari pertama satu
masyarakat terindikasi mengalami kekacauan sosial per satu anggota BPUPK menyampaikan gagasan,
karena dalam relasi sosial meninggalkan semangat ide dan pandangan secara terbuka tentang dasar
dan nilai-nilai gotong royong. Terakhir didiskusikan Indonesia merdeka. Tetapi tidak semua peserta
yang perlu dilakukan untuk menguatkan kembali sidang menyampaikan pidato. Dari yang
budaya gotong royong sebagai modal sosial dalam menyampaikan ada beberapa yang naskah asli
meraih kesejahteraan bersama. belum ditemukan. Dari naskah pidato para peserta
sidang, gagasan, ide dan pandangan dasar Indonesia
merdeka dapat dikelompok ke dalam tiga besar4,
B. Gotong-Royong sebagai Perasaan Pancasila
yakni dasar Kebangsaan, dasar Agama Islam dan
dasar Jiwa Asia Timur Raya.
Catatan sejarah saat detik-detik kemerdekaan Selain itu, ada seorang anggota Supomo, dalam
Indonesia ketika para pemimpin bangsa sedang pidato mengajukan gagasan integralistik.5 Supomo
merumuskan dasar Indonesia merdeka,ada menyampaikan bahwa:
pembelajaran penting yang perlu dicatat bahwa
”Menurut faham integralistik negara tidak untuk
Pancasila lahir melalui proses demokrasi partisipatif
menjamin kepentingan seseorang atau golongan,
bersifat musyawarah dan mufakat. Menelusuri
akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat
catatan notulen sidang anggota Badan Oentoek
seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu
Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan
susunan masyarakat yang integral, segala golongan,
(BPUPK) yang anggotanya terdiri dari 67 orang
segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat
dapat kita jadikan rujukan bagaimana demokrasi
satu sama lain dan merupakan persatuan
partisipatif berlangsung. BPUPK resmi dibentuk
masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam
tanggal 29 April 1945.3 Masa sidang pertama
negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah
berlangsung. dari tanggal 29 Mei sampai dengan
penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak
tanggal 1 Juni 1945 dan sidang kedua berlangsung
memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat,
dari tanggal 10-17 Juli 1945. Dalam pidato
atau yang paling besar, tidak menganggap
pembukaan sidang pertama, ketua BPUPK Dr.
kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi
Rajiman mengajukan pertanyaan kepada seluruh
negara menjamin keselamatan hidup bangsa
anggota peserta sidang: “Apa dasar Negara
seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat
Indonesia merdeka?” Pertanyaan ini menjadi inti
dipisah-pisahkan.”6
pidato yang diminta untuk disiapkan dan
3
A.B.Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-undang Dasar 4 Ibid hal. 75
1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek 5
Op.Cit, Kusuma, hal.124-125
Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan, 6
Menurut catatan Kusuma (2004, 16-17) Supomo telah
Jakarta, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, meninggalkan ide intergralistik sejak tanggal 11 Juli 1945
hal.10. saat mulai menyusun UUD 1945. Tetapi ide ini
2
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
Dalam menyampaikangagasan dasar Indonesia Sukarno mengatakan bahwa pidato sebelum tanggal
merdeka itu, ada 2 orang anggota BPUPK, Susanto 1 Juni belum ada anggota secara sistematis dan
Tirtodirodjo dan Supomo, secara tegas dalam argumentatif menjawab pertanyaan yang diajukan
pidatonya menyampaikan menolak faham Ketua BPUPK: Apa dasar Indonesia merdeka?
Liberalisme dan sistem Demokrasi Barat7, alasan Sukarno selain menjawab dan mengkritisi pidato
penolakan adalah: yang telah disampaikan peserta sidang juga
mengajukan konsep dan gagasan dasar Indonesia
merdeka yakni lima sila atau Pancasila. Pidato ini
“Liberalisme seperti yang diterapkan di Eropa Barat
kemudian disepakati sebagai lahirnya Pancasila.
bersifat perseorangan. Sifat individual ini mengenai
Menurut Mohamad Hatta8, pidato Sukarno itu
segala lapangan hidup (sistem undang-undang,
dikatakan sebagai bersifat kompromis, dapat
ekonomi dll) memisah-misahkan manusia sebagai
menghilangkan pertentangan yang mulai menajam
seseorang dari masyarakatnya, mengasingkan diri
antara gagasan yang mengusulkan Negara Islam dan
dari segala pergaulan yang lain. Seseorang manusia
para peserta sidang yang menghendaki dasar negara
dan negara dianggap sebagai seseorang pula, selalu
sekuler, bebas dari corak agama.
mencari jalan untuk merebut kekuasaan dan
Dalam pidatonya, pertama kali Sukarno
kekayaan benda-benda segala-galanya menimbulkan
menyampaikan bahwa pidato yang telah
imperialisme dan sistem yang memeras membikin
disampaikan oleh para anggota BPUPK bukan
kacau balaunya dunia lahir dan batin. Sifat demikian
gagasan dasar Indonesia merdeka. Menurut
harus kita jauhkan dari pembangunan negara
pandangan Sukarno yang diminta oleh Ketua BPUPK
Indonesia.”
ialah dalam bahasa Belanda Philosofische Grondslag
(Dasar falsafah) Indonesia Merdeka. Philosofische
Meskipun para anggota BPUPK telah menyampaikan Grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang
pidato dan mengajukan beberapa gagasan dasar sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-
Indonesia merdeka tetapi belum ada yang secara dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
sistematis mengajukan ide dan memberikan Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
jawaban apa dasar Indonesia merdeka. Tiba saat Selanjutnya Sukarno mengatakan bahwa tentang
sidang pada tanggal 1 Juni 1945 Sukarno mendapat Philosofische Grondlag akan dikemukakan
giliran terakhir untuk menyampaikan gagasannya. kemudian. Juga dikemukakan Merdeka sebagai
Sukarno mengemukakan dalam pidatonya secara Jembatan Emas dan Syarat Negara Merdeka. Pada
jelas memberikan jawaban atas pertanyaan apa bagian awal pidatonya Sukarno lebih menekankan
dasar Indonesia merdeka. Pada awal pidatonya dan mementingkan membicarakan dan
9
Opcit, Kusuma, hal. 164 - 165.
4
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
10 Lihat bahasan Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong - Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia,
royong: Saling Menolong Dalam Pembangunan Jakarta, Yaysan Obor.
Masyarakat Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam, 11 TUBAPI hal. 139-154 dengan beberapa perubahan.
yang dapat menumbuhkan energi kumulatif yang istilah modal sosial tidak muncul dalam literatur
menghasilkan kinerja yang mengandung nilai-nilai ilmiah selama beberapa dekade. Pada tahun 1956,
modal sosial. sekelompok ahli sosiologi perkotaan Kanada
menggunakannya dan diperkuat dengan
Apa itu modal sosial? Modal sosial adalah suatu
kemunculan teori pertukaran Homans pada tahun
konsep yang terdiri dari beberapa batasan dan
1961. Pada era ini, istilah modal sosial muncul pada
definisi sesuai perkembangan wacana akademik.
pembahasan mengenai ikatan-ikatan sosial
Namun, dalam batasan dan definisi unsur yang
komunitas. Penelitian yang dilakukan Coleman di
melekat dalamnya mengandung nilai jaringan sosial.
bidang pendidikan13 dan Putnam mengenai
Sejak diterima sebagai konsep akademis, modal
partisipasi, pembangunan (pertumbuhan ekonomi)
sosial telah dimanfaatkan sebagai konsep penting
dan peran penting modal sosial di Italia14, telah
dalam memahami persoalan dan masalah
menginspirasi banyak kajian mengenai modal sosial
pembangunan yang dihadapi masyarakat dan
saat ini.
komunitas kotemporer. Konsep yang mendasari
modal sosial sudah lama dibahas dalam kalangan Berbagai aspek dari konsep modal sosial telah
para akademisi. Awalnya konsep modal sosial dibahas oleh semua bidang ilmu sosial dan sebagian
menjadi wacana dalam kalangan para filsuf ilmu mulai menggunakannya pada era modern kini.
sosial terutama mereka yang berusaha menjelaskan Namun, dalam pembahasan tidak secara eksplisit
hubungan antara kehidupan masyarakat pluralistik menjelaskan istilah modal sosial. Sering kali
dan demokrasi, terutama ini berkembang di menggunakannya dalam kaitan dengan nilai
Amerika Serikat. jaringan sosial. Uraian mendalam ikhwal modal
sosial yang pertama kali dikemukakan oleh
Istilah modal sosial pertama kali muncul dalam
Bourdieu15, selanjutnya, Coleman merupakan
tulisan Cohen dan Prusak tahun 191612 (dalam
ilmuwan yang mengembangkan dan
konteks peningkatan kondisi hidup masyarakat
mempopulerkan konsep ini.16 Pada akhir 1990-an,
melalui keterlibatan masyarakat, niat baik serta
konsep ini menjadi sangat populer, khususnya
atribut-atribut sosial lain dalam bertetangga).
ketika Bank Dunia mendukung sebuah program
Dalam karya tersebut, dijelaskan ciri utama modal
penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat
sosial, yakni membawa manfaat internal dan
perhatian publik melalui buku Putnam.17
eksternal bagi relasi sosial masyarakat. Kemudian
12Cohen dan Prusak, 2001 dikutip dalam Ancok,10. 2009, 14 Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius Community:
“Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”, dalam Social Capital and Public Life”, The American Prospect, 13,
Bulaksumur Mengagas Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, hal.35-43.
Penerbit Kanisius, hal. 334. 15 Bourdieu, P, 1986, “The form of Capital”, in Richardson
Human Capital”, American Journal of Sociology, 94, hal. Cambridge, Harvard University Press.
95-120.
17Putnam, Robert, D, 2000, Bowling Alone: The Collapse
and Revival of America Community, New York, Simon and
Schuster.
6
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
Dari berbagai pengertian dapat diartikan modal secara teoritis mengandung perspektif ekonomi dan
sosial adalah bagian-bagian dari institusi sosial sosial. Pengertian ini dipertegas oleh Serageldin21
seperti kepercayaan, norma (etika) dan jaringan bahwa modal sosial senantiasa melibatkan
yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat masyarakat dan menjadikan masyarakat muncul
dengan memfasilitasi tindakan-tindakan bersama bukan sebagai akibat dari interaksi pasar dan
yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan memiliki nilai ekonomis tetapi juga sebagai bagian
sebagai kemampuan dan kapasitas yang muncul dari dari interaksi sosial. Atas dasar itu Serageldin
kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat membedakan modal sosial dalam bentuk interaksi
atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat sosial yang tahan lama tetapi hubungannya searah,
tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai seperti pengajaran dan perdagangan serta interaksi
serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik)
bersama di antara para anggota suatu kelompok seperti jaringan dan asosiasi sosial. Modal sosial
yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dan dalam bentuk jaringan dan asosiasi sosial lebih
saling tanggung jawab.18 tahan lama dalam hubungan timbal balik seperti
kepercayaan dan rasa hormat. Pola relasi sosial
Penggagas modal sosial Fukuyama19
tahan lama ini telah tumbuh dan berkembang dalam
mengilustrasikan modal sosial melekat pada nilai-
masyarakat dan komunitas lokal di Indonesia.
nilai trust dan believe. Artinya dalam modal sosial
mengandung nilai-nilai kepercayaan (saling Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah
percaya) yang mengakar dalam faktor kultural, segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau
seperti etika dan moral. Ketika trust menjadi menghasilkan. Modal itu sendiri dapat dibedakan
pegangan dalam interaksi sosial maka komunitas atas (1) modal finansial yang berbentuk uang; (2)
telah menanamkan nilai-nilai moral, sebagai jalan modal fisik berbentuk gedung atau barang (bahan
menuju berkembangnya nilai-nilai kejujuran. mentah); dan (3) modal manusia dalam bentuk
Disamping itu, Fukuyama juga menjelaskan bahwa kualitas pendidikan, kualitas hidup (kesehatan),
asosiasi dan jaringan sosial lokal mempunyai keterampilan profesionalime. Modal itu sebagai
dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan asset melalui tindakan kolektif menghasil suatu
ekonomi dan pembangunan pada aras lokal serta produk yang mempunyai nilai tambah. Namun,
memainkan peran penting dalam manajemen dalam proses pembangunan terjadi tuntutan
lingkungan. Sejalan dengan pandangan itu, perubahan karena dalam kenyataan daerah yang
Coleman20 secara tegas menekankan bahwa modal tidak memiliki sumberdaya alam dapat memacu
sosial sebagai alat untuk memahami aksi sosial
18 Fukuyama, Y, 1995, Trust: The Social Virtues and the 21Serageldin, Ismail, 1996, “Sustainability as Opportunity
Creation of Prosperity, London, Hamish Hamilton. and The Problem of Social Capital”, Brown Journal of
19
Ibid. World Affairs, 3, hal. 187-203.
20 Coleman, J, 1988, “Social Capital in The Creation of
pertumbuhan ekonomi karena dukungan modal kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga
sosial Putnam.22 perekat kohesi sosial yang menjaga kesatuan
anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.
Coleman23 menjelaskan modal sosial nilai yang
melekat dalam struktur relasi antar individu. Menurut Fine26, modal sosial ini sangat penting bagi
Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang kehidupan sosial masyarakat dan komunitas.
menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa Setidaknya modal sosial dapat (1) memudahkan
saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan untuk mengakses informasi bagi anggota
menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya. komunitas; (2) dapat berperan sebagai media saling
Putnam24 berpendapat bahwa modal sosial dapat mendistribusikan kekuasaan atau pembagian
berwujud organisasi sosial seperti jejaring kekuasaan dalam komunitas; (3) memupuk dan
(network), norma/ etika (norms) dan kepercayaan mengembangkan solidaritas; (4) mempermudah
(trust) yang mempermudah koordinasi dan dalam mobilisasi sumber daya komunitas; (5)
kerjasama yang saling menguntungkan. Itu membuka kemungkinan untuk pencapaian tujuan
mengandung makna bahwa modal sosial menjadi bersama; dan (6) menuntun dan dijadikan rujukan
perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, dalam perilaku kebersamaan dan berorganisasi
kepercayaan dan jejaring, sehingga terjadi komunitas. Dari sisi manfaat itu, modal sosial
koordinasi dan kerjasama yang saling merupakan suatu komitmen bagi setiap individu
menguntungkan dalam upaya mencapai tujuan yang dalam masyarakat untuk saling terbuka, saling
telah ditetapkan secara bersama-sama. Bagi Putnam percaya, saling memahami serta rela memberikan
modal sosial juga bisa dipahami sebagai kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk
pengetahuan, kesadaran dan pemahaman yang berperan sesuai dengan tanggung jawab masing-
dimiliki bersama oleh komunitas yang membentuk masing. Ketika nilai-nilai modal sosial menjadi dasar
pola hubungan yang memungkinkan sekelompok dalam relasi sosial maka muncul rasa kebersamaan,
individu melakukan satu kegiatan untuk kesetiakawanan, solidaritas, toleransi, dan sekaligus
kepentingan bersama. tanggungjawab untuk mencapai kemajuan bersama.
Oleh karena itu, hilangnya modal sosial dalam tata
Bank Dunia25 menekankan modal sosial lebih
kehidupan masyarakat bisa jadi kesatuan
diartikan kepada dimensi institusional, hubungan
masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau
yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan
paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit
kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal
untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat
sosial tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan
meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga
Cambridge, Harvard University Press. Political Economy and Social Science at The Turn of the
24 Putnam, Robert, D, Op cit, hal. 35-43 Mellenium, London, Routledge, hal. 178-185
8
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, bekerjasama dengan baik. Karena ada kesediaan
semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas diantara mereka untuk menempatkan kepentingan
kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal bersama diatas kepentingan pribadi. Trust dapat
sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi berfungsi sebagai energi sosial yang dapat membuat
bahkan dihancurkan oleh pengaruh budaya atau kelompok masyarakat atau organisasi mampu
nilai-nilai yang datang dari luar (asing). bertahan dari kemungkinan berbagai masalah yang
dihadapi. Bila trust tidak menjadi pegangan dalam
Pembangunan tidak hanya berkaitan dengan modal
berinteraksi dapat mengakibatkan banyak energi
ekonomi (finansial, fisikal, keterampilan). Telah
terbuang sia-sia karena hanya dipergunakan untuk
banyak studi (lihat misalnya Fukuyama )27 yang
mengatasi saling curiga dan konflik yang
menunjukkan bahwa pembangunan tidak saja
berkepanjangan. Masyarakat memiliki persediaan
didorong oleh faktor ketersediaan sumber daya
modal sosial berbeda-beda tergantung seberapa
alam, besarnya modal finansial atau tingginya
jauh jangkauan moral kerjasama, seperti kejujuran,
investasi ekonomi dan industrialisasi tetapi juga
solidaritas, pemenuhan kewajiban dan rasa
bertautan dengan matra sosial, khususnya modal
keadilan. Perbedaan itu yang menyebabkan ada
sosial. Fukuyama28 berhasil meyakinkan bahwa
perbedaan dalam perkembangan masyarakat.
modal sosial memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi
kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial suatu
negara. Negara-negara yang dikategorikan sebagai
masyarakat dengan tingkat kepercayaan tinggi (high
trust societies) menurut Fukuyama29, cenderung D. Situasi Masyarakat Kontemporer dan Budaya
memiliki keberhasilan ekonomi yang Gotong-Royong
mengagumkan. Sebaliknya, masyarakat dengan
tingkat kepercayaan rendah (low trust societies)
Belakangan ini interaksi sosial masyarakat
cenderung memiliki kemajuan dan perilaku
Indonesia dapat digambarkan sedang mengalami
ekonomi yang lebih lamban dan inferior. Menurut
situasi kekacauan sosial. Kekacauan sosial ini mirip
Fukuyama modal sosial sebagai seperangkat norma
dengan konsep anomie yang digunakan oleh
atau nilai informal yang dimiliki bersama oleh para
Durkheim30 untuk menggambarkan kondisi relasi
anggota suatu kelompok yang memungkinkan
masyarakat atau individu dimana konsensus
terjalinnya kerjasama diantara mereka. Kunci dari
melemah, nilai-nilai dan tujuan (goal) bersama
modal sosial adalah trust atau saling percaya.
meluntur, kehilangan pegangan nilai-nilai norma
Dengan trust, menurut Fukuyama, semua pihak bisa
dan kerangka moral, baik secara kolektif maupun
9
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
individu. Ini terjadi karena perubahan sosial menduga disorientasi nilai itu berlangsung akibat
berlangsung begitu cepat sehingga terjadi pengaruh ideologi asing33 yang masuk bersamaan
disorientasi nilai-nilai.31 Dalam konteks Indonesia dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi.
perubahan sosial seiring dengan reformasi yang
Dalam beberapa dekade belakangan ini perlahan
terjadi tanpa terencana (dalam waktu singkat) telah
tetapi pasti sebagian besar tatanan kehidupan
menyebabkan nilai-nilai lama yang selama ini
ekonomi, sosial-budaya dan politik dirasuki gaya
menjadi pegangan dan acuan dalam relasi sosial
hidup konsumerisme (komsumsi yang mengada-
berbasis pada semangat dan nilai-nilai gotong
ada)34 dan kebebasan hampir tanpa kendali.
royong mulai melemah. Sementara itu, nilai-nilai
Fenomena itu juga ditandai dengan meningkatnya
baru yang berkembang selama era reformasi masih
hasrat menghamba pada kekuasaan dan materi.
lemah dan belum dapat dijadikan acuan dan
Watak hedonisme, individualisme, budaya anarkis
pegangan. Belakangan ini justru muncul nilai-nilai
(kekerasan), konflik dan saling menyakiti (saling
baru dalam relasi sosial masyarakat yang mengarah
bunuh) merebak dalam tata interaksi sosial
pada mengutamakan kebebasan. Ada
kehidupan. Norma-norma sosial dan etika sebagai
kecenderungan relasi sosial lebih bersifat
perekat kehidupan berbangsa diabaikan. Tidak
individualis bercampur dengan sifat materialistik.
dapat dielakkan norma-norma lama satu per satu
Juga ada indikasi bahwa dalam relasi sosial
diganti dengan norma-norma baru yang berbasis
mengesampingkan nilai-nilai kebersamaan, moral,
pada nilai-nilai individualis. Konsensus moral yang
etika dan toleransi. Relasi sosial yang selama ini
menjadi kerangka dasar dalam interaksi sosial
bersifat intrinsic32 yakni hubungan yang
bertumpu pada nilai-nilai gotong royong yang cukup
ganjarannya tidak bermotif ekonomi, berubah
penting dalam memproduksi tatanan kehidupan,
menuju bersifat extrinsic yang ganjarannya sering
cenderung diabaikan dan dikesampingkan.
bermotif kepentingan ekonomi (nilai materialistik).
Gotong royong tampaknya hanya berfungsi sebagai
Mengapa terjadi disorientasi nilai? Sebagai sebuah
simbol belaka. Sering didiskusikan tetapi kurang
perubahan sosial, tentu banyak faktor berpengaruh
dipraktekkan dalam relasi sosial kehidupan
pada proses disorientasi nilai-nilai itu. Modernisasi
masyarakat. Bahkan ada upaya untuk
yang telah berlangsung dalam berbagai aspek
menyingkirkannya karena dianggap tidak pas lagi
kehidupan selama beberapa dekade tentu
dengan tuntutan kehidupan masa kini. Untuk
mempunyai kontribusi. Namun, banyak pengamat
31
Dalam Veeger.K.J (1985: 7-8) dijelaskan bahwa pada Ismail, Social Capital: Multifaceted Perspective,
abad 19 setelah revolusi Perancis dicirikhaskan oleh Wasington.D.C, The World Bank.
pergolakan di segala bidang keganasan, persengketaan,
dan krisis akhlak. Struktur-struktur feudal beserta nilai- 33 Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu
nilai dasarnya menghilang, sedang struktur-struktur baru 19 Mei 2013, hal. 1
masih bersifat lemah atau berada dalam taraf eksprimen 34 Herry-Priyono di kutip dalam Tumenggung, Adeline
dan belum memperoleh doa restu dari tradisi, sehingga May, 2005, “Kebudayaan (para) Konsumen”, dalam Muji
kekacauan sosial-politik melanda Eropa. Sutrisno dan Hendar Putranto (penyunting), 2005, Teori-
32 Lihat bahasan Arrow, Kenneth.J, 2000, “Observation on Teori Kebudayaan, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal.
Social Capital”, dalam Dasgupta, Parta dan Serageldin, 257-270
10
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
menyesuaikan dengan perubahan sesuai arahan (one head one vote). Memang dengan sistem itu
nilai-nilai baru maka diperlukan konstitusi dan kedaulatan rakyat dapat dipenuhi dan dijalankan
norma-norma baru. Banyak perubahan yang dengan baik karena dipandang sesuai tuntutan hak
dilakukan dengan penuh kesadaran tetapi cukup azasi manusia. Namun, karena masyarakat belum
banyak perubahan yang dilakukan diluar kesadaran siap untuk menjalankan sistem itu maka dalam
karena ada desakan kepentinganpolitik- pelaksanaan banyak terjadi anomali yang cukup
ekonomidari pihak-pihak tertentu (agen-agen) menganggu relasi sosial dalam kehidupan
lewat berbagai macam institusi ekonomi, sosial, masyarakat. Media sering mewartakan peristiwa
budaya dan politik.35 konflik antar kelompok masyarakat yang terjadi di
berbagai daerah, baik karena pilkada (pilihan bupati
Dalam bidang ekonomi, azas demokrasi ekonomi
dan gubernur) maupun pileg (pilihan anggota
yang bertumpu pada sistem gotong royong
legistatif). Tawuran antar warga. Pertikaian antar
kekeluargaan (koperasi) secara perlahan dirubah
oknum penegak hukum.
menuju pada sistem pasar terbuka dan bebas. Untuk
mendukung perubahan itu diciptakan lembaga- Adaptasi terhadap perubahan sistem politik itu telah
lembaga baru, seperti pasar modal dan lembaga lain. menimbulkan berbagai macam implikasi bagi relasi
Badan usaha yang selama ini dibawah pengawasan sosial masyarakat, baik di aras nasional maupun
negara karena menyangkut kepentingan dan hajat lokal.36 Proses politik kenegaraan di tingkat nasional
hidup orang banyak satu persatu di privatisasi dan lokal diwarnai dengan hasut-hasut menghasut,
(dijual ke swasta sesuai tuntutan sistem pasar politik uang, saling menjatuhkan, fitnah melalui
bebas). Tidak hanya itu, eksplorasi sumberdaya selebaran gelap. Eksekutif sebagai pelaksana
alam yang seharusnya dikuasai negara dan pemerintahan tidak dapat menjalankan fungsinya
sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan secara penuh karena demi “demokrasi”, legislatif
rakyat juga dilego ke pasar yang kemudian banyak senantiasa melakukan kontrol terhadap hal-hal yang
dikuasai perusahaan asing yang dimiliki oleh sebenarnya bukan jadi wewenangnya. Elit politik di
negara-negara maju penggagas sistem neoliberal. legislatif dengan dalih menjalankan prinsip
demokrasi di berbagai kesempatan menunjukkan
Perubahan juga terjadi dalam sistem politik. Sistem
kekuasaannya tanpa mengindahkan kepentingan
politik telah berubah ke arah sistem demokrasi
bersama untuk kemajuan bangsa. Suara rakyat
liberal. Setiap jenjang aparat eksekutif pemerintah,
sebagai konstituen yang memilih mereka kurang
bupati, gubenur dan presiden serta anggota
diperhatikan dan cenderung diabaikan.
legistatif dipilih dengan sistem demokrasi liberal
35Lihat Tulisan Peranan Pihak Asing Dalam Proses dan kurang sesuai dengan sifat-sifat dasar (karakter )
Amandemen dan Konstitusi disebutkan keterlibatan bangsa Indonesia, lihat RM A.B. Kusuma, 2004, Lahirnya
Multi National Corporartion, NDI ( tidak dipublikasikan) Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen
Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha Persiapan
36 Dalam kaitan dengan akibat
sistem liberal ini, beberapa Kemerdekaan, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum
anggota BPUPKI dalam pidatonya memperingatkan Universitas Indonesia, hal 112, 125 dan 131.
bahwa sistem liberal cenderung bersifat individualisme
11
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
Perubahan politik di tingkat nasional dan lokal rakyat yang hidup dililit kemiskinan tetapi para
dalam upaya menerapkan demokrasi telah koruptor mempertontonkan gaya hidup bermewah-
berlangsung. Sentralisasi kekuasaan pemerintah mewah. Para koruptor membeli beberapa rumah
pusat telah berubah dengan dikeluarkan Undang- mewah, mobil dengan harga fantastis milyaran
Undang Otonomi Daerah.37 Otonomi daerah telah rupiah dan perilaku memperbanyak isteri (siri).
memungkinkan pembagian kekuasaan dan Kesadaran bahwa tindakan korupsi adalah perilaku
pendistribusian dana pembangunan antara pusat yang merugikan dan dapat memiskinkan rakyat
dan daerah lebih proporsional. Kepala daerah sirna ditelan syahwat serakah.
memiliki kekuasaan untuk menerapkan berbagai
Bersamaan dengan itu, nilai-nilai demokrasi liberal
kebijakan sesuai kebutuhan daerah. Namun, sejauh
yang menjadi acuan selama 15 tahun ini tidak hanya
ini otonomi daerah nampaknya cenderung dimaknai
memperlemah sistem politik nasional dan lokal dan
sebagai peluang ekonomi dan politik untuk
fungsi negara tetapi juga telah mempengaruhi
memenuhi hasrat kepentingan merengkuh
perilaku aktor politik dalam interaksi sosial. Ada
kepuasan materi dan kekuasaan para elit dan para
kecenderungan interaksi sosial para elit politik tidak
petualang politik yang haus kekuasaan dan materi.
lagi didasarkan pada nilai-nilai sosial (moral/etika)
Tidak mengherankan kemudian beberapa kepala
tetapi lebih menonjolkan nilai materi (uang). Hasrat
daerah (bupati), gubernur, anggota DPR/DPRD dan
memenuhi tuntutan materi (uang) telah
para elit politik terlibat dalam kasus
mengesampingkan nilai-nilai moral (etika) yang
penyalahgunaan wewenang dan terlibat korupsi.
terkandung dalam gotong royong. Tanpa disadari
Cukup banyak para koruptor itu menjadi penghuni
pembusukan moral (korupsi, teror, intimidasi,
lembaga pemasyarakatan. Tampaknya tidak ada
prasangka dsbnya) merebak dalam berbagai aspek
kata jera atau mengatakan tidak pada korupsi. Justru
kehidupan, baik sosial maupun politik. Nilai-nilai
belakangan ini perilaku korupsi kian meningkat dan
sosial dan moral dalam kehidupan sosial-politik
merajalela. Media hampir setiap hari menayangkan
telah melonggar kalau tidak boleh dikatakan hancur
dan melaporkan kasus korupsi para petinggi partai
berantakan karena dorongan hasrat mengejar rente
dan pejabat negara. Tidak sedikit para koruptor itu
ekonomi (keuntungan ekonomi) sesaat. Money
menjadi tersangka dan yang telah dijebloskan ke
Politics (politik uang) atau suap menyuap, korupsi
penjara oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK).
adalah menjadi kenyataan dalam berbagai tingkatan
Hancurnya nilai-nilai moral dan kesadaran
kehidupan politik. Elit politik mulai dari tingkat
kebersamaan ini bisa jadi mendorong para koruptor
nasional sampai lokal terlibat secara langsung
tanpa merasa bersalah menilep dana APBN yang
maupun tidak langsung dengan praktek korupsi dan
dikumpulkan dari tetesan keringat rakyat. Dana
politik uang. Memang permainan uang dalam sistem
APBN sering di salahgunakan untuk kepentingan
politik liberal dapat dibenarkan tetapi ada koridor
pribadi dan kelompok. Meskipun masih banyak
etika yang mengontrol dan tidak bebas sesuka hati
dan seenaknya. Transparansi dan akuntabilitas pada saling menjatuhkan dan bermusuhan muncul ke
publik adalah salah satu alat kontrol yang penting permukaan. Ancaman disintegrasi sosial tampaknya
dilakukan dalam sistem demokrasi. Tetapi hal itu akibat yang mungkin tidak dapat terelakkan. Saling
belum berjalan dan diterapkan karena pemahaman tidak percaya dan curiga senantiasa menyertai
demokrasi tampaknya baru sebatas pada kebebasan kehidupan. Trust sebagai nilai penting dalam
atau sekadar euforia kebebasan. Saat ini ada yang mendorong kebersamaan, seperti yang dijelaskan
berpendapat bahwa demokrasi masih dalam masa oleh Fukuyama, sangat rendah. Pemimpin tidak
transisi yang dipenuhi dengan kontradiksi- mempercayai rakyat dan rakyat tidak mempercayai
kontradiksi di sana-sini. Keadaan inilah yang pemimpin, elit politik tidak percaya pada
menimbulkan kekecauan sosial karena perubahan masyarakat dan masyarakat tidak percaya lagi pada
seakan tanpa arah. Tidak hanya itu kehidupan pun elit politik dan seterusnya. Krisis kepercayaan ini
mulai bersifat individualis disertai dengan tidak hanya melanda tatanan kehidupan politik
merebaknya gejala aleniasi dan kekerasan, baik nasional tetapi juga lokal. Hujat menghujat, saling
verbal maupun simbolik, sehingga kehidupan terasa mencerca ditingkahi dengan kekerasan adalah
hampa tanpa makna.38 bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat.
Insting-insting paling mendasar bahwa manusia Saat ini, sadar atau tidak, secara praksis masyarakat
sebagai makhluk sosial yang berpegang teguh pada Indonesia hanyut ke dalam situasi terombang
norma-norma dan etika moral dalam tata kehidupan ambing ibarat sabut di tengah hempasan gelombang
lenyap atau sirna. Insting-insting manusia sebagai laut. Hanyut tidak menentu ke sana kemari tanpa
makhluk ekonomi lebih menonjol. Rasionalitas arah. Kehilangan orientasi nilai-nilai (ideologi) cita-
sosial yang memungkinkan manusia untuk saling cita luhur kehidupan berbangsa (idealisme). Nilai-
bekerja sama dengan sesama atau orang lain tidak nilai budaya yang tidak berakar pada budaya lokal
menjadi pegangan. Yang muncul ke permukaan secara perlahan tetapi pasti telah mengerosi
adalah dorongan hasrat untuk berkuasa dalam kesadaran kolektif sebagai suatu bangsa. Kesadaran
rangka mereguk keuntungan ekonomi. Akibatnya, moral berlandaskan budaya gotong royong yang
permusuhan antar sesama karena saling menjadi pegangan dalam tata pergaulan berbangsa
berkompetisi, saling mencurigai dan prasangka- ikut tercuci dan secara perlahan memudar. Dalam
prasangka senantiasa mewarnai kehidupan situasi seperti itu interaksi sosial dalam kehidupan
masyarakat. Semua ini mendorong pada situasi masyarakat diwarnai dengan tingkah yang
kekacauan sosial yang kemudian menyebabkan mengarah pada demoralisasi dan dehumanisasi.
menurunnya sistem kekeluargaan, kebersamaan Kehampaan dan kegalauan menyelimuti
dan kepercayaan sebagai penguat kohesi sosial. masyarakat. Jiwa dan raga bangsa ini terasa semakin
Perasaan kebersamaan meluntur dan semangat rapuh. Agar tidak terpuruk ke dalam jurang
kehancuran atau disintegrasi bangsa maka kita atau kelompok daripada untuk menyuarakan dan
perlu menumbuhkan kembali kesadaran kolektif memperjuangkan kepentingan rakyat mencapai
dengan kembali pada nilai-nilai modal sosial yang perbaikan kesejahteraan. Dalam situasi seperti itu,
terkandung dalam budaya gotong royong. Tanpa gotong royong untuk membangun kebersamaan
upaya itu jalan mencapai kemajuan dan kejayaan nyaris tidak terdengar dalam khasanah kehidupan.
bangsa tampaknya sulit diraih. Bahkan para pemimpin dan elit terasa enggan
mengucapkan gotong royong dan Pancasila sebagai
dasar kehidupan berbangsa.
Perubahan bisa terjadi secara tiba-tiba dan tidak tatanan kehidupan. Lembaga-lembaga politik
terduga. Memang ada sebagian orang terus berharap (termasuk partai) dirasa perlu menyesuaikan dan
bahwa pemerintah (penguasa) atau negara dan elit menyelaraskan dengan tuntutan masyarakat kalau
politik dapat melakukan perbaikan untuk masa tidak mau terjadi disintegrasi sosial. Hal yang tidak
depan kehidupan bangsa. Namun, negara akhir- bisa dihindarkan adalah tatanan sosial dan moral
akhir ini kian tidak berdaya (lumpuh) dalam harus mengikuti tuntutan masyarakat. Masyarakat
cengkeraman pengaruh kekuatan asing. Kontrol sangat membutuhkan konsensus etika dan moral
kekuasaan negara, baik ekonomi maupun politik dalam kehidupan politik. Tuntutan moral dari
semakin melemah. Akibatnya, tatanan politik masyarakat adalah persatuan, kejujuran, toleransi,
nasional dan lokal seakan tidak berdaya saling menghormati, saling menghargai, saling
menghadapi tekanan-tekanan masyarakat yang percaya dan saling bekerja sama. Untuk itu
senantiasa berubah secara tidak terduga serta diperlukan tindakan kolektif yang bisa menjadi
seakan tanpa arah sejak paham liberal menyeruak pengikat kohesi sosial.
Dalam banyak hal para elit sering menggunakan memunculkan kesadaran palsu perlu dikounter
memperjuangkan kepentingan ekonomi pribadi yang bersandar pada nilai-nilai modal sosial gotong
royong yang meletakkan bahwa manusia adalah
14
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
makhluk sosial yang membutuhkan aturan-aturan bangkit karena didorong semangat gotong royong.
moral (norma-etika),kerjasama, saling percaya, dan Eksistensi institusi lokal berbasis nilai-nilai gotong
jejaring. Atas dasar itu perlu dikembangkan nilai- royong juga masih eksis dalam kehidupan
nilai atau norma-norma yang mengandung nilai- masyarakat lokal. Institusi-institusi itu dapat
nilai moral (ketuhanan) yang dapat dijadikan dimanfaatkan sebagai pintu masuk untuk
pijakan perilaku bertindak dalam tata pergaulan menggerakkan kesadaran kolektif.
politik keseharian seperti menjunjung tinggi nilai-
Ada banyak institusi lokal yang dapat dimanfaatkan
nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) dengan tidak
untuk memperkuat budaya gotong royong, seperti
saling menyakiti (dengan melakukan tindakan
lembaga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),
kekerasan) pada sesama, mengutamakan
Dukuh, Desa, rembug desa, hingga Badan
dialog/komunikasi dan musyawarah dengan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga
menghindari sifat mau menang sendiri, menjaga
lokal lainnya. Institusi formal lokal ini seyogyanya
persatuan atas prinsip kemajemukan (bhineka) atas
diperkuat perannya dalam proses pengembangan
dasar kesediaan untuk bekerjasama (gotong
komunitas lokal. Melalui institusi-isntitusi lokal
royong) dan saling menghargai, berlaku adil pada
itulah modal sosial nilai-nilai gotong royong dapat
sesama dengan menghindari kesewenang-
tumbuh dan berkembang menjadi enerji sosial
wenangan. Kesadaran untuk menerapkan prinsip-
gerakan dalam memperkuat kohesi sosial. Selain
prinsip itu dalam relasi sosial adalah penting
intitusi formal lokal itu, institusi informal juga dapat
dilakukan dalam rangka membangun kesadaran
dijadikan untuk memperkuat budaya gotong royong
moral kolektif yang bersumber pada nilai-nilai
yang sudah eksis dalam komunitas lokal. Misalnya,
modal sosial yang melekat pada budaya gotong-
di Jawa eksis institusi sambatan, arisan, jimpitan; di
royong.
Maluku ada tradisi pela gadong; di Tapanuli ada adat
Apakah dukungan kultural (tradisional) masih dapat Dalihan Na Tolu; di Minasaha eksis Mapalus; di Bali
dipertahankan untuk masa depan? Dalam ada seka, banjar dan tiap etnis di Nusantara ini
masyarakat yang terimbas ideologi asing (liberal) ditemui institusi sosial informal yang selama ini
basis kultural cenderung melemah. Kepentingan telah menerapkan nilai-nilai gotong royong dan
sesaat kadang-kadang lebih menonjol ketimbang demokrasi berdasarkan mufakat dan musyawarah.
nilai-nilai idealisme dalam mencapai tujuan
Untuk mencapai itu, perlu menciptakan suasana
bersama. Kemampuan bawaan nilai-nilai kultural
sosial yang membuka peluang menguatnya kembali
mungkin masih bisa diharapkan menjadi sarana
budaya gotong royong. Salah satu upaya yang bisa
memunculkan kesadaran kolektif. Sisa-sisa nilai-
ditempuh adalah meningkatkan kemampuan
nilai berbasis kearifan lokal dan gotong royong
(capacity building) menekankan pada otonomi
masih ditemui dalam kehidupan masyarakat.
(kemandirian) komunitas lokal dalam pengambilan
Sebagai contoh, ketika Bantul diporak porandakan
keputusan, keswadayaan lokal (local self-reliance)
hempasan gempa pada tanggal 26 Mei 2006, dalam
yang bersifat partipatoris (demokrasi), melalui
waktu kurang dari satu tahun masyarakat dapat
pemberdayaan dan adanya proses pembelajaran
15
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
sosial. Ini dapat diartikan sebagai upaya sistematis kebersamaan, menjunjung tinggi moral/etika,
terencana untuk meningkatkan kemampuan serta kejujuran, saling percaya sebagai pintu masuk
memberikan kewenangan dan otoritas pada menuju penguatan kembali (revitalisasi) budaya
masyarakat (komunitas) lokal sehingga mereka gotong royong.
dapat memutuskan secara demokrasi partisipatif
dengan mengutamakan mufakat dan musyawarah
apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kehidupan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Campur
tangan kekuatan eksternal perlu disesuaikan
dengan situasi dan kondisi masyarakat.
F. Penutup
Daftar Pustaka Fukuyama, Y. 1995. Trust: The Social Virtues and the
Creation of Prosperity. London: Hamish
A.B. Kusuma. 2004. Lahirnya Undang-undang Dasar
Hamilton Affairs, 3: 187-203
1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik
Hatta, Mohammad. 1977. Pengertian Pancasila.
Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha
Jakarta: Idayu Press.
Persiapan Kemerdekaan. Jakarta:Penerbit
Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher,
Arrow, Kenneth.J. 2000, “Observation on Social
hal.22-23
Capital”, dalam Dasgupta, Parta dan
Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius
Serageldin, Ismail, Social Capital:
Community: Social Capital and Public Life”,
Multifaceted Perspective. Washington DC:
The American Prospect, 13, hal.35-43.
The World Bank
Putnam, Robert, D. 2000. Bowling Alone: The
Bourdieu, P. 1986. “The form of Capital”, in
Collapse and Revival of America Community.
Richardson (Ed) Handbook of Theory and
New York: Simon and Schuster.
Research for Sociology of Education. New
Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong -royong: Saling
York: Greenwood.
Menolong Dalam Pembangunan Masyarakat
Budi Hardiman, 1980. “Kritik Atas Patologi
Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam,
Modernitas dan Post Modernisme”,
Umar (ed), Kebudayaan dan Pembangunan:
Drikarya, No 2, Tahun XIX: 42-63
Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi
Cavallaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya.
Terapan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor.
Yogyakarta, Penerbit Niagara: 141.
Tumenggung, Adeline May. 2005. “Kebudayaan
Cohen dan Prusak (2001) dikutip dalam Ancok.
(para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan
2009. “Modal Sosial dan Kualitas
Hendar Putranto (penyunting), Teori-Teori
Masyarakat”, dalam Bulaksumur Mengagas
Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta: Penerbit
hal. 257-270
Kanisius.
Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat
Coleman, J. 1988. “Social Capital in The Creation of
Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat
Human Capital”, American Journal of
dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta:
Sociology, 94: 95-120
Gramedia
Coleman, J. 1990. Foundation of Social Theory.
World Bank. 1998. “The Local Institution Study:
Cambridge: Harvard University Press
Overview and Program Description”, Local
Fine, Ben. 2001. Social Capital versus Social Theory:
Level Institution, Working Paper, No.1
Political Economy and Social Science at The
Turn of the Mellenium. London: Routledge,
hal. 178-185
17
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini
Tadjuddin Noer Effendi
Sumber Lain:
18