Anda di halaman 1dari 7

Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

PARAPARESE FLACCID
ECAUSA FRAKTUR KOMPRESI MEDULLA SPINALIS ONSET KRONIK

Andi Weri Sompa*, Ahmad Zaki**, Rauly Rahmadhani***

*
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
**
Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar
***
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar

ABSTRAK

Trauma medulla spinalis adalah trauma tulang belakang yang menyebabkan lesi di medulla spinalis
sehingga menimbulkan gangguan neurologis yang dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian. Hal
ini disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung yang mengenai medula spinalis dan merupakan
keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi angka
kecacatan dan kematian.
Penatalaksanaan kasus trauma medulla spinalis memerlukan perhatian khusus, mulai dari tempat kejadian
sampai perawatan di rumah sakit, dimana kasus yang ditangani dengan cepat dapat memberikan prognosis yang
baik. Pada kasus ini, paraparese flaksid dialami sejak 6 bulan setelah pasien jatuh dari ketinggian 3 meter,
dimana hasil MRI Thoracolumbal ditemukan gambaran stenosis totalis kanalis spinalis Th12-L1. Pada kasus
trauma medulla spinalis dengan onset kronik, fokus tatalaksana lebih dititikberatkan pada pencegahan
komplikasi, rehabilitasi, dan edukasi. Pada kasus ini dengan klasifikasi ASIA/IMSOP grade A dimana
kebanyakan pasien dengan prognosis malam dan komplikasi yang buruk, namun pada kasus ini komplikasi
dapat dicegah dengan luaran klinis peningkatan kualitas hidup pasien dengan skala nyeri yang berkurang serta
penerimaan pasien dan keluarga terhadap disabilitas.

Kata Kunci :
Trauma medulla spinalis, stenosis totalis kanalis spinalis, paraparese flaksid, onset kronik

LATAR BELAKANG spinalis 25% karena pengguna alkohol,


Trauma medulla spinalis adalah dan kejadian pada laki-laki berkisar 80-
kasus yang sangat banyak ditemukan. 85%, dan wanita antara 15-20%.
Insiden trauma medulla spinalis Tingginya angka kejadian kasus ini
diperkirakan 30-40 kasus per 1 juta memerlukan perhatian khusus dan
penduduk per tahun. Di Amerika, trauma penanganan yang tepat dan cepat karena
medulla spinalis terjadi pada 10.000 pasien pada dasarnya prognosis kasus ini adalah
setiap tahun.1 Umumnya terjadi pada baik bila ditangani dengan segera. Namun
remaja dan dewasa muda. Penyebab seringkali pasien datang dengan onset
tersering adalah kecelakaan lalu lintas yang telah kronik dengan berbagai
(50%), jatuh (25%), cedera yang komplikasi. Komplikasi yang paling sering
berhubungan dengan olahraga misalnya dan fatal salah satunya adalah thrombosis
berkuda (10%). Sisanya akibat kekerasan vena dalam. Dalam kasus ini
dan kecelakaan kerja. Faktor risiko cedera dititikberatkan pada pencegahan

Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7 | 1


Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

komplikasi tersebut, disamping rehabilitasi pemeriksaan radiologi MRI


dan edukasi. Thorakolumbal.

KELUHAN UTAMA DAN KELUHAN b. Temuan diagnosis


PENYERTA
Dari anamnesis didapatkan keluhan
Pada kasus ini seorang perempuan, 38 utama lemah kedua tungkai yang dialami
tahun dengan paraparese dialami sejak 6 sejak enam bulan, pasien tidak merasakan
bulan sebelum masuk rumah sakit, secara separuh tubunya mulai dari panggul ke
tiba-tiba setelah pasien jatuh dari tangga bawah. Pasien tidak dapat merasakan
rumah dengan ketinggian 3 meter. Pasien sensasi untuk buang air besar dan buang
jatuh terbaring dan tiba-tiba tidak dapat air kecil. Riwayat jatuh dengan posisi
merasakan separuh tubuhnya mulai dari berbaring. Selama enam bulan tersebut
panggul ke bawah. Ada keluhan nyeri pasien hanya dirawat di rumah.
punggung bawah, tertusuk-tusuk menjalar
Pada pemeriksaan fisis didapatkan
pada kedua tungkai lebih berat kanan,
hipesthesia dari akral sampai setinggi
dengan skala nyeri (NPRS : 7-8), frekuensi
dermatom lumbar 1 (L1) medulla spinalis,
dan durasi terus-menerus. Pasien tidak
sehingga diperkirakan lesi yang terjadi
dapat merasakan sensasi untuk BAK dan
setinggi area lumbar 1. Selain itu terdapat
BAB. Ada rasa baal pada kedua tungkai
inkontinensia uri dan alvi yang
(lebih berat kanan). Sejak saat itu pasien
menandakan adanya gangguan pada sistem
tidak dapat berjalan mandiri. Tidak ada
saraf otonom. Hasil pemeriksaan darah
riwayat demam. Riwayat batuk lama dan
rutin didapatkan peningkatan leukosit
penurunan berat badan tidak ada. Selama
10.550, dan kadar hemoglobin yang
enam bulan pasien hanya dirawat di
menurun yaitu 11,6. Peningkatan leukosit
rumah.
dan penurunan kadar hemoglobin
DIAGNOSIS DAN PENILAIAN menunjukkan adanya proses infeksi
PENTING kronik. Selain itu terdapat luka dekubitus
grade II-III yang menandakan pasien telah
a.Langkah diagnosis
tirah baring dalam waktu yang cukup
Untuk menegakkan diagnosis lama.
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis
Dari pemeriksaan penunjang MRI
neurologis, pemeriksaan laboratorium, dan
Thorakolumbal didapatkan: Kompresi
fraktur L1 dengan penekanan ke posterior

2 | Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7


Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

disertai bulging discus pada level Th12 – sehingga pasien lebih dapat menerima
L1 yang menekan dural sac dan keadaaan disabilitas yang dialaminya.
menyempitkan nerve root bilateral serta
FOLLOW UP DAN OUTCOME
menyebabkan stenosis totalis canalis
spinalis pada level tersebut. Bulging discus Pasien dirawat selama tujuh hari,
pada level L4 – 5 yang menekan ringan meskipun tidak ada perbaikan motorik
dural sac, tidak menyempitkan nerve root yang bermakna namun secara umum
bilateral dan tidak tampak stenosis canalis kualitas hidup pasien membaik dengan
spinalis pada level tersebut. Penyempitan nyeri yang berkurang dan luka dekubitus
discus intervertebralis Th12 – L1 dengan yang membaik. Skala nyeri pada saat
degenerative disc disease pada Th12 – L1, masuk adalah 4 dengan menggunakan
L4 – 5, L5 – S1. MR Myeolgrafi : tampak penilaian visual analoque scale (VAS),
stenosis totalis canalis spinalis pada level pada hari ke-tujuh perawatan skala nyeri
Th12 – L1. berkurang menjadi nilai 2 dengan
penilaian VAS.
TATALAKSANA:
DISKUSI KASUS
Kasus ini tergolong kasus dengan
onset kronik sehingga tatalaksana lebih Klasifikasi cedera medulla spinalis
fokus pada pencegahan perburukan, menurut American Spinal Injury
pengurangan komplikasi, dan edukasi Association (ASIA) dan the International
mengenai keadaan pasien. Untuk Medical Society of Paraplegia (IMSOP)
penatalaksanaan nyeri diberikan injeksi didasarkan pada keutuhan fungsi motorik,
ketorolac 30 mg per 12 jam secara sensorik, dan sfingter. Pemeriksaan
intravena. Selain itu diberikan antibiotik motorik dilakukan dengan menggunakan
pantoprazole 40mg per 24 jam secara 10 Key Muscles. Kekuatan motorik
intravena, metronidazole 500mg per 8 jam ditentukan berdasarkan MRC Grading
secara intravena, dan ceftriaxone 1 gr per System (skor 1-5). Total skor fungsi
12 jam secara drips intravena. Pemberian motorik adalah 100. Pemeriksaan sensorik
antibiotik atas dasar temuan klinis adanya dilakukan pada 28 dermatom pada tiap sisi
ulkus dekubitus dengan peningkatan tubuh, meliputi pemeriksaan raba halus
leukosit. Selain tatalaksana dan pin prick test. Total skor untuk raba
medikamentosa juga dilakukan edukasi halus dan pin prick test masing-masing
mengenai keadaan dan prognosis pasien adalah 112. Level sensorik dan motorik
diidentifikasi sebagai segmen paling

Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7 | 3


Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

kaudal dari medulla spinalis yang masih keluarga dapat menerima disabilitas yang
memiliki fungsi sensorik dan motorik dialami pasien. 3,4
normal.2
Tatalaksana medikamentosa
Pada kasus ini menurut klasifikasi untuk cedera medulla spinalis didasarkan
ASIA dan IMSOP merupakan kasus pada rekomendasi National Acute Spinal
dengan level grade A, yaitu lesi komplit Cord Injury Studies III (NASCIS III).
dimana tidak ada fungsi motorik dan Berdasarkan NASCIS II dan NASCIS III,
sensorik yang masih baik pada segmen pasien dengan trauma medulla spinalis
setinggi S4-S5. akut diberikan terapi metilprednisolon
dalam 8 jam pertama setelah terjadinya
Tatalaksana pada kasus cedera
trauma.5 Jika pasien datang kurang dari 3
medulla spinalis bertujuan untuk (1)
jam pertama setelah terjadinya trauma,
memulihkan defisit neurologis secara
pasien diberikan dosis metilprednisolon 30
maksimal, (2) stabilisasi medulla spinalis,
mg/kgBB bolus salama 15 menit. Berikan
(3) mobilisasi, dan (4) rehabilitasi. Selain
jeda 45 menit sebelum dilanjutkan dengan
itu, untuk beberapa kelainan akibat cedera
dosis 5,4 mg/kgBB/jam dalam infus
medulla spinalis terapi hanya bertujuan
selama 23 jam berikutnya. Jika pasien
untuk mencegah perburukan, mengurangi
datang dalam rentang waktu 3 – 8 jam
komplikasi, dan mengedukasi pasien untuk
pasca trauma, maka metilprednisolon
dapat menerima disabilitas yang
diberikan dengan dosis 30 mg/kgBB bolus
dialaminya.1 Pada kasus ini dimana onset
selama 15 menit, kemudian dilanjutkan
kejadian telah lebih dari enam bulan, maka
dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam dalam
yang dapat dilakukan adalah fokus pada
infus selama 48 jam berikutnya. Pemberian
pencegahan perburukan, mengurangi
metilprednisolon 8 jam pasca trauma tidak
komplikasi, dan edukasi agar pasien dapat
dianjurkan karena memberikan hasil
menerima disabilitas yang dialami.
pengobatan yang lebih buruk
Dengan demikian diharapkan dapat
dibandingkan plasebo. Metilprednisolon
memperbaiki kulaitas hidup pasien. Pada
dosis tinggi memiliki efek samping berupa
kasus ini juga demikian, dimana setelah
perdarahan gastrointestinal, pneumonia,
perawatan hari ke tujuh telah terdapat
sepsis, ulkus peptik, dan hiperglikemia.1
penurunan skala nyei yang bermakna dari
Pada pasien ini, tidak dilakukan
nilai VAS 4 ke VAS 2, disamping itu telah
pemberian metilprednisolon disebabkan
dilakukan edukasi baik kepada pasien
karena onset yang sudah lebih dari 8
maupun keluarga sehingga pasien dan

4 | Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7


Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

jam. Tatalaksana medikamentosa lebih medulla spinalis yaitu antara 24 jam


berfokus pada tatalaksana nyeri dan hingga 3 minggu post trauma 5
infeksi. Pemberian antibiotic ceftriaxone Perawatan Umum lainnya yang
dan metronidazole adalah untuk dapat dilakukan sebagai terapi suportif
tatalaksana pengobatan ulkus dekubitus, pada kasus kronik adalah perawatan
disamping itu mobilisasi kiri-terlentang- kandung kemih, perawatan rectum,
kanan tiap dua jam. Pemberian ketorolac perawatan kulit, nutrisi, kontrol nyeri, dan
sebagai agen NSAID diberikan sebagai perawatan psikiatri 2
analgetik pada pasien. Prognosis lebih baik pada cedera
Rehabilitasi pada cedera medulla medulla spinalis yang tidak komplit.
spinalis ditujukan untuk mengurangi Sembilan puluh persen pasien cedera
spastisitas, kelemahan otot dan kegagalan medulla spinalis dapat membaik dan hidup
koordinasi motorik. Terapi fisik dan mandiri. Kurang dari 5% pasien dengan
strategi rehabilitasi yang lain juga penting cedera medulla spinalis yang komplit
untuk mempertahankan fleksibilitas dan dapat sembuh. Jika paralisis komplit
kekuatan otot dan untuk reorganisasi bertahan sampai 72 jam setelah cedera,
fungsi saraf. Penting juga memaksimalkan kemungkinan pulih adalah 0%. Perbaikan
penggunaan serat saraf yang tidak rusak.1 fungsi motorik, sensorik dan otonom dapat
Tindakan operatif paling baik kembali dalam 1 minggu sampai 6 bulan
dilakukan dalam jangka waktu 24 jam paska cedera. Kemungkinan pemulihan
sampai dengan 3 minggu setelah terjadinya spontan menurun setelah 6 bulan.1,4
trauma. Indikasi tindakan operatif adalah : Pada umumnya prognosis pada
terdapat fraktur dan pecahan tulang yang kasus cedera medulla spinalias klasifikasi
menekan medulla spinalis, gambaran ASIA grade A adalah malam. Pada kasus-
defisit neurologis yang progresif kasus sebelumnya kemungkinan
memburuk, fraktur atau dislokasi yang komplikasi fatal yang dapat timbul antara
tidak stabil, dan terjadi herniasi diskus lain adalah deep vein thrombosis (DVT)/
intervertebralis yang menekan medulla thrombosis vena dalam akibat luka dan
spinalis. Untuk tindakan operatif tidak mobilisasi yang minim. Pada kasus ini
dapat dilakukan terhadap pasien karena dapat dilihat bahwa prognosis ad vitam
berdasarkan onset kejadian dan waktu adalah bonam, dengan pertimbangan
pasien berobat sudah tergolong dalam bahwa trauma yang dialami pasien tidak
kategori yang inoperable. Waktu yang mengancam kelangsungan hidup pasien.
paling baik untuk tindakan operasi trauma Prognosis ad functionam adalah malam,
Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7 | 5
Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

dengan pertimbangan hasil anamnesis dan serius. Pada kasus ini dimana onset
pemeriksaan fisik didapatkan berupa kejadian kronik, maka fokus tatalaksana
kelemahan kedua tungkai yang dialami lebih dititikberatkan pada pencegahan
sejak 5 bulan terakhir post trauma akibat komplikasi yang lebih berat, rehabilitasi,
terjatuh dari tangga rumah, tanpa dibawa dan edukasi pasien serta keluarga. Dengan
ke rumah sakit, sehingga keadaan pasien adanya pengetahuan yang cukup dan
semakin lama semakin menurun, pada kesiapan mental keluarga dan pasien
akhirnya kejadian trauma tersebut akan terhadap disabilitas yang disandang dapat
mengganggu fungsi organ pasien. memberikan support yang baik bagi
Prognosis ad sanationam adalah malam, kualitas hidup pasien.
dengan pertimbangan bahwa trauma yang Pada kasus ini telah dilakukan
dialami pasien akan sulit untuk kembali informed consent pada pasien. Kasus ini
pulih seperti sedia kala. Pada kasus ini telah disetujui oleh pasien untuk
meskipun prognosis yang buruk pada dipublikasi
perkembangan motorik pasien namun DAFTAR PUSTAKA
komplikasi fatal DVT yang mengancam 1. Yetty Ramli et all. 2015. Neurotrauma.
nyawa dapat dihindari dengan penanganan Fakultas Kedokteran Universitas

ulkus dekubitus yang tepat dan mobilisasi Hasanuddin, hal 55-69.


2. Manfaluthy Hakim, et all. 2004.
bertahap setelah nyeri berkurang, dan hal
Updates in Neuroemergencies II.
tersebut menjadi titik berat
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
penatalaksanaan pasien dengan kasus
Indonesia (PERDOSSI), Panitia Lulusan
kronik sehingga komplikasi yang fatal
Dokter FKUI 04-05.
dapat dihindari.
3. Dutch Foundation for Post Graduate
KESIMPULAN Courses in Indonesia. 1998. Neurologic
Kasus ini terklasifikasi dalam tipe Emergencies. FK UNAIR, Surabaya.
Trauma medulla spinalis komplit 4. Brust, John. 2008. Lange’s Current
(ASIA/IMSOP Grade A), dengan lokasi Diagnosis & Treatment Neurology,
fraktur pada CV L1, dimana posisi tersebut International Edition, P: 195. New

terletak pada level yang sama dengan York.


5. Konsensus Nasional Penanganan
medulla spinalis segmen S3-Coc. Pada
Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
umumnya kasus dengan klasifikasi grade
2006. Perhimpunan Dokter Spesialis
A memiliki prognosis yang buruk dan
Saraf Indonesia (PERDOSSI), hal 19-
kemungkinan komplikasi yang lebih
29.

6 | Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7


Paraparese Flaccid Ecausa Fraktur… , Andi Weri Sompa et al

Gambar 1: MRI Thoracolumbal Potongan Sagital


tampak kompresi fraktur L1 dengan penekanan ke posterior

Gambar 2: MR myelografi, tampak stenosis totalis canalis spinalis level Th12-L1

Alami Journal. Vol. 2 No. 2, Juli 2018 hal: 1-7 | 7

Anda mungkin juga menyukai