Anda di halaman 1dari 321

1

BAB I

KONSEP DASAR SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI
TEGANGAN MENENGAH

1.INSTALASI
POLA SISTEM
GARDU
TENAGA
DISTRIBUSI
LISTRIK
1. Pola Sistem Jaringan Tegangan Menengah

~ PUSAT LISTRIK

~
SUTET 500 KV

SUTT

SUTT 150 KV

150 KV / 20 KV

SISTEM DISTRIBUSI TM
(PRIMER)

380 V/220 V
SISTEM DISTRIBUSI TR
(SEKUNDER)

SAMBUNGAN PELAYANAN
Contoh di PT PLN (Persero)
Contoh di PT PLN (Persero)

PEMBANGKIT PLTA / PLTGU

GARDU INDUK
PEMBANGKIT PLTG
STEP UP

SALURAN
UDARA
TEGANGAN
EKSTRA
INDUSTRI
TINGGI 500
BESAR GARDU INDUK
KV
150 kV
PEMBANGKIT
PLTD

GARDU INDUK
SALURAN
500 kV
TRANSMISI

KANTOR / PERTOKOAN
JARINGAN
TM / TR
INDUSTRI
MENENGAH / KECIL

SEKOLAH / PERGURUAN PERUMAHAN


TINGGI




1.1. Ruang lingkup
Sistem tegangan menengah s/d 35 KV.
1.2. Sistem konstruksi
• Saluran udara
• Saluran kabel tanah.
1.3. Dasar pertimbangan
• Alasan teknis, persyaratan teknis.
• Alasan ekonomis, murah
• Alasan estetika, segi keindahan
• Alasan pelayanan, kontinuitas pelayanan, jenis/macam pelanggan.


1.4. Lay Out Sistem Distribusi Tegangan Menengah
HV SWITCH
HV BUSBAR
HV CIRCUIT BREAKER
HV / MV TRANSFORMATOR TENAGA
SUBSTATION
PMT
REL TM
PMT PENYULANG

SUTM TM KELUAR
POLE SWITCH SKTM
GARDU
TIANG SAKLAR KABEL
MASUK - KELUAR
SAKLAR TR MV / LV
SUBSTATION SAKLAR KABEL
JTR TRANSFORMATOR
SERVICE CABLE
FUSE TM
FUSED TRANSFORMER

METER RAK TR
MCB FUSE TR

CONSUMER JTR RISING MAIN


INSTALATION
SALURAN
PELAYANAN

METER

CONSUMER
INSTALATION

1.5.Pada umumnya material-material utama perlengkapan distandarisir,


disesuaikan dengan karakteristik perlengkapan untuk :
• Mempermudah stock manajemen.
• Mengurangi variasi penyediaan perlengkapan.
• Fasilitas gudang
• Menyederhanakan variasi tugas petugas, operasi & pemeliharaan.
1.6 Karakteritik teknis, contoh : PT. PLN (Persero)
• Material TM :
Ø Rated insulation voltage 24 KV
Ø Test power frequency 24 KV, 50
c/s
Ø Ketahanan Impulse (BTL – SID) 125 KV
Ø Arus nominal ……..A
Ø Test ketahanan hubung pendek 12,5 KA ,1 detik
Ø Short circuit making capacity 31.5 KA

1.7 Perlengkapan hubung bagi TR gardu distribusi.
• Test power frekuensi tegangan fasa-fasa 2-3 Kv,1 menit
• Test ketahanan impulse 20 KV
• Test power frekuensi tegangan fasa-tanah 10 KV, 1 menit
• Arus nominal Busbar …….A
• Keseragaman acceptance test.
(Ageing test, impulse test, mechanical stength test, maintenance
equirements, power frequency test, dan lain-lain).
• Short times with stand current dalam waktu 0,5 detik.












BAB II

KRITERIA DESIGN JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

2.1. Pendahuluan.

Di dalam merencanakan Sistem Distribusi Tenaga Listrik sangat diperlukan


adanya pedoman untuk menetapkan suatu kriteria bagi perencanaan saluran
udara tegangan menengah dan tegangan rendah. Desain Kriteria ini akan
menjadi rujukan dalam mendesain sebuah sistem Distribusi Tenaga Listrik,
mulai dari SUTM, Trafo, JTR maupun SR.
Tujuan pembuatan Desain Kriteria ialah untuk memberikan pegangan yang
terarah dalam penyusunan desain sistem dan standar – standar kontruksi
distribusi yang akan dipergunakan serta perencanaan perluasan jaringan
untuk mendapatkan tingkat efisiensi distribusi yang tinggi.
Kriteria yang akan dijadikan patokan adalah :
1) Besaran Drop Tegangan
2) Besaran Susut
3) Cos Phi
4) Loss Load Factor (LLF)

Sistem Distribusi Tenaga Listrik yang akan ditinjau adalah :


1) Sistem Tegangan Menengah 20 kV.
2) Gardu Distribusi .
3) Sistem Tegangan Rendah 230 / 400 Volt .
4) Sambungan Rumah.

Untuk membuat desain kriteria akan berpedoman kepada SPLN yang ada
dan Ketentuan – ketentuan lain yang berlaku.

2.2. Kriteria Desain Jaringan Tegangan Menengah.

Sistem Distribusi Tenaga Listrik untuk Tegangan Menengah yang akan


dikembangkan adalah Sistem Distribusi Tegangan 20 KV menggunakan
hantaran udara dan atau kabel tegangan menengah 20 KV dengan

memperhatikan kepadatan beban, tingkat mutu dan keandalan serta


kebutuhan pelanggan.

Beberapa kriteria yang dipertimbangkan adalah :


1) Kriteria kerapatan beban
2) Pola Konfigurasi
3) Korelasi Drop Tegangan
4) Korelasi Susut terhadap standard jaringan.
5) Pengembangan Jaringan Baru
6) Konsistensi antara pembebanan jaringan terhadap standard pola
pembebanan.

2.2.1. KRITERIA KERAPATAN BEBAN


Dalam mendesain sebuah Jaringan Listrik, perlu diketahui kerapatan
beban dalam satuan KVA / KM2 , sehingga dapat ditentukan jenis
penghantar dan panjang penghantar yang akan mensuplai beban
tersebut.

Kriteria Kerapatan beban meliputi :


1) Beban Ringan
Daerah / Lokasi yang mempunyai beban ringan bila terdapat
beban kurang dari 0,5 MVA per km2 .

2) Beban Sedang
Daerah / Lokasi yang mempunyai beban sedang bila terdapat
beban antara 0,5 MVA sampai 1 MVA per KM2 .

3) Beban Padat
Daerah / Lokasi yang mempunyai beban padat bila terdapat
beban diatas 1 MVA per KM2 .

1.2.2. POLA KONFIGURASI JARINGAN TEGANGAN MENENGAH


(JTM)
Pola Konfigurasi Jaringan Tegangan Menengah dapat dipilah dalam 4
kelompok besar, yaitu :
1) Konfigurasi Radial Murni
2) Konfigurasi Open Loop (Open Ring) Non Spindel
3) Konfigurasi Spindel
4) Konfigurasi Spot Network.

Dalam operasionalnya kebanyakan sistem beroperasi Radial, sangat


jarang sebuah sistem distribusi beroperasi dalam kondisi Loop.
Sistem yang ada di PLN Distribusi Jawa Timur menggunakan sistem
pentanahan tinggi ( high resistance ) 500 ohm dengan arus gangguan
fasa ke tanah maksimum 23 Ampere.
Peralatan distribusi yang terpasang di jaringan adalah SSO (saklar
seksi otomatis) deteksi tegangan Otomatis dilengkapi dengan Fault
Section Indicator (FSI), relay OCR dan DGR yang terpasang di sel
20 KV Gardu Induk / Penyulang.

Ada 2 (dua) jenis SSO deteksi tegangan yang digunakan, yaitu :


1. Tree Type dibagi atas :
a. Tree Branch.
b. One Line Loop.
c. Two Line Loop.

Penggunaan SSO Tree Type di dalam konfigurasi jaringan untuk :


a. Tree Branch digunakan untuk sistem Radial Interkoneksi
(otomatis) dan Sistem Loop Satu Penyulang serta Sistem
Open Loop Dua Penyulang.
b. One Line Loop digunakan hanya pada pertemuan Transline
pada Penyulang Sistem Loop Satu Penyulang.
c. Two Line Loop digunakan hanya pada Sistem Open Loop Dua
Penyulang dan ditempatkan setelah SSO Tree Branch.

Loop Type
Penggunaan SSO Loop Type hanya pada Sistem Open Loop Dua
Penyulang, SSO tipe ini dipasang pada titik pertemuan antara
penyulang transline satu dengan penyulang transline lainnya dalam
satu loop.

Setting waktu SSO Tree Type :

T 1 = waktu menutup ( 10 detik ).


T 2 = waktu mengunci ( 5 detik ).
T 3 = waktu membuka ( 0,5 detik ).

Setting waktu SSO Loop :

T 5 > Tr + ( n +1 ) T1

T 5 = waktu mulai kotak pengatur tidak merasakan tegangan dari


salah satu sisinya sampai dengan SSO Loop masuk
secara otomatis, setting antara : 60 – 80 detik.
T r = waktu menutup balik Reclose-1 (60 detik)
n = banyaknya SSO Tree Type di Penyulang ( diambil yang
terbanyak dari satu sisi penyulang.

PBO (Pemutus Balik Otomatis) yang terpasang disel 20 KV gardu


induk disetting sebagai berikut :

- Reclose - 1 = 60 detik
- Reclose - 2 = 180 detik

1.2.2.1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM)


Konfigurasi Radial

A. Tanpa Seksionalisasi (Menggunakan LBS)

Catatan :

SSO = Saklar Seksi Otomatis Deteksi Tegangan

PMT = Pemutus Tenaga / CB

LBS = Load Break Switch

B. SUTM Bentuk Radial dengan Seksionalisasi Manual Biasa.

Catatan :

SSO = Saklar Seksi Otomatis Deteksi Tegangan

PMT = Pemutus Tanaga / CB

LBS = Load Break Switch

= SSO Dioperasikan Manual

C. SUTM Radial dengan Seksionalisasi Otomatis Di Jaringan.

C.1. Radial Murni

C.2. SUTM Radial Interkoneksi


10

1.2.2.2. SUTM Konfigurasi Open Loop Dengan Seksionalisasi Otomatis

A. Loop dari Satu Penyulang

B. Open Loop dari Dua Penyulang


11

Catatan :

SSO = Saklar Seksi Otomatis

PMT = Pemutus Tenaga / CB

= SSO Tree Type Menggunakan Dua


Trafo

= SSO Loop Type Menggunakan Dua


Trafo
1.2.2.3. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) Konfigurasi
Gugus Kabel


12

1.2.2.4. SKTM konfigurasi Jaringan Spindle

Jaringan Simpul Tegangan Menengah


13

2.3. POLA JARINGAN BERDASARKAN KERAPATAN


BEBAN

2.3.1. POLA JARINGAN UNTUK BEBAN RINGAN


Daerah pedesaan atau beban pedesaan umumnya dioperasikan
dengan sistem radial murni. Dalam sistem radial murni jika ada
section penyulang yang terganggu pengalihan beban ke penyulang
lain tidak ada.
Penyulang radial mempunyai tingkat keandalan yang rendah .

1.3.2. POLA JARINGAN UNTUK BEBAN SEDANG


Daerah atau lokasi mempunyai kerapatan beban sedang maka
daerah tersebut mempunyai tingkat mutu dan keandalan lebih baik.
Untuk mendapat kualitas mutu dan keandalan yang diinginkan maka
sistem beroperasi dengan sistem open loop (open ring) non
spindel.
Untuk mendukung manuver beban apabila di salah satu section
jaringan terganggu perlu dipasang peralatan distribusi seperti : LBS,
Recloser, Sectionalizer.

1.3.3. POLA JARINGAN UNTUK BEBAN PADAT


Daerah yang mempunyai kerapatan beban padat tingkat keandalan
dan mutu pelayanan menjadi tuntutan utama, maka sistem
beroperasi dalam konfigurasi Spindel.
Apabila area pelayanan cukup luas, maka akan terdapat beberapa
cluster Spindel yang saling terkait guna mendukung keandalan
sistem.

1.3.4. POLA JARINGAN UNTUK PELANGGAN VVIP


Untuk pelanggan yang tidak boleh padam ( pelanggan VVIP ) ,
maka disuplai dengan Pola Jaringan Spot Net Work dengan 2
penyulang sekaligus plus Automatic Change Over.
Misal :
1) Istana Presiden / Gedung Gubernuran.
2) Gedung MPR / DPR / DPRD.


14

3) Bandar Udara.
4) Rumah Sakit

1.4. KORELASI DROP TEGANGAN DAN LOSSES TERHADAP


STANDAR JARINGAN
Panjang sebuah Jaringan Tegangan Menengah dapat didesain dengan
mempertimbangkan drop tegangan dan susut teknis jaringan.
Untuk mendapatkan nilai drop tegangan dan susut yang dikehendaki perlu
memasukkan parameter – paramater antara lain :
1) Ukuran ( luas penampang ) Penghantar
2) Beban Nominal Penghantar
3) Panjang Jaringan

Berdasarkan SPLN 72:1987 dapat didesain sebuah jaringan tegangan


menengah (JTM) dengan kriteria drop tegangan sebagai berikut :

1) Drop Tegangan Spindel maksimum 2 %


2) Drop Tegangan Open Loop dan Radial maksimum 5 %

Untuk mendesain jaringan dengan pertimbangan susut jaringan, maka


susut jaringan maksimum yang diijinkan :

1) Susut maksimum Spindel maksimum 1 %


2) Susut maksimum Open Loop dan Radial maksimum 2,3 %

Contoh : Panjang maksimum penyulang 3 x 240 mm2 A3C dengan beban


nominal / maksimum adalah 7 KMS (beban merata).


15

1.4.1 UNTUK BEBAN DI UJUNG DAN SEIMBANG.

1) SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT

% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) * 100)/ ( KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur (MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) dan Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-L ( 20 KV )

2) SISTEM 1 PHASE

% Drop Voltage = (2 P*L*(R Cos q + X Sin q)*100)/ ( KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur (MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) , Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-N (11,6 KV)


16

1.4.2. UNTUK BEBAN DITENGAH DAN DI UJUNG (SEIMBANG)

1) SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT

% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q)* 0,75 *100)/ ( KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur
(MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km
)
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) , dan Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-L ( 20 KV )

2) SISTEM 1 PHASE

% Drop Voltage = (2 P*L*(R Cos q + X Sin q) *0,75)*100/ (KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur (MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) , Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-L ( 20 KV


17

1.4.3. UNTUK BEBAN MERATA DAN SEIMBANG

1) SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT

% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) * 0,5*100)/ ( KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur (MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) , Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-L ( 20 KV )

2) SISTEM 1 PHASE

% Drop Voltage = (2 P*L*(R Cos q + X Sin q)* 0,5*100)/ (KV) 2

Dimana :
- % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
- P = Daya Nominal yang tersalur (MVA)
- R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
- X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
- L = Panjang jaringan ( km )
- Cos q = 0,85 ( 0,90 ) , Sin q = 0,526 ( 0,435)
- KV = Tegangan L-L ( 20 KV

1.5. KORELASI LOSSES


A. SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT
BEBAN DIUJUNG (SEIMBANG)

PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF


18

Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor

B. SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT


BEBAN DITENGAH DAN DIUJUNG (SEIMBANG)

PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF .LDF


Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor
Ø LDF= Load Density Factor (0,625)

C. SISTEM 3 PHASE 3 KAWAT DAN 3 PHASE 4 KAWAT


BEBAN MERATA (SEIMBANG)

PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF .LDF


Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor
Ø LDF= Load Density Factor (0,333)

1.5.1. LOSS LOAD FACTOR (LLF)


Loss Load Factor sebagai koefisien yang diperhitungkan dalam
menghitung susut sebagai perbandingan antara rugi – rugi daya
rata-rata terhadap rugi daya beban puncak.


19

LLF = 0,3.LF + 0,7.LF 2

Dimana : LF = Load Factor Sistem Region

1.6. KONSISTENSI PEMBEBANAN TERHADAP STANDAR POLA

JARINGAN

Dalam pengoperasian Jaringan Listrik Tegangan Menengah


Pembebanan tidak boleh melebihi kemampuan nominal jaringan yang
telah direncanakan, sehingga drop tegangan dan susut teknis tercapai.

PENGHANTAR AAAC

φ (mm2) 35 50 70 95 120 150 185 240


∆ V (%) 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
R (Ω/km) 0,9774 0,6842 0,4887 0,3601 0,2851 0,228 0,1849 0,1432
X (Ω/km) 0,0536 0,0665 0,0754 0,0884 0,0957 0,1028 0,1094 0,1175
Cos φ 0,85

TABEL BEBAN TERHADAP PANJANG JTM A3C YANG DIIJINKAN


UNTUK COS φ = 0,85 & ∆V = 5%

PANJANG JTM (kms) YANG DIIJINKAN PER JENIS


BEBAN PENGHANTAR
35 50 70 95 120 150 185 240
MVA mm2 mm2 mm2 mm2 mm2 mm2 mm2 mm2
1,0 23,27 32,42 43,92 56,66 68,24 80,54 92,95 109,04
1,5 15,52 21,62 29,28 37,78 45,50 53,70 61,97 72,70
2,0 11,64 16,32 21,96 28,34 34,13 40,28 46,48 54,53


20

2,5 9,31 12,97 17,57 22,67 27,30 32,22 37,18 43,62


3,0 7,76 10,81 14,64 18,89 22,75 26,85 30,99 36,35
3,5 6,65 9,26 12,55 16,19 19,50 23,02 26,56 31,16
4,0 5,82 8,11 10,98 14,17 17,06 20,14 23,24 27,26
4,5 5,17 7,21 9,76 12,59 15,17 17,90 20,66 24,23
5,0 4,66 6,49 8,78 11,33 13,65 16,11 18,59 21,81
5,5 4,23 5,90 7,99 10,30 12,41 14,65 16,90 19,83
6,0 3,88 5,40 7,32 9,44 11,37 13,43 15,49 18,18
6,5 3,58 4,99 6,76 8,72 10,50 12,39 14,30 16,78
7,0 3,33 4,63 6,27 8,10 9,75 11,51 13,28 15,58
7,5 3,10 4,32 5,86 7,56 9,10 10,74 12,39 14,54
8,0 2,91 4,05 5,49 7,08 8,53 10,07 11,62 13,63
8,5 2,74 3,81 5,17 6,67 8,03 9,48 10,94 12,83
9,0 2,59 3,60 4,88 6,30 7,58 8,95 10,33 12,12
9,5 2,45 3,41 4,62 5,97 7,18 8,48 9,79 11,48
10,0 2,33 3,24 4,39 5,67 6,82 8,06 9,30 10,91

GRAFIK BEBAN TERHADAP PANJANG JTM A3C


COS Phi 0,85 & VOLTAGE DROP 5%
120
PANJANG JTM (kms)

35 mm2
50 mm2
100
70 mm2
95 mm2
80
120 mm2
150 mm2
60
185 mm2
240 mm2
40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
BEBAN (MVA)


21


BAB III
KONSEP DASAR KONSTRUKSI
JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

3.1 Konsep Dasar 5.1
Suatu sistem tenaga listrik secara sederhana terdiri atas :
a. Sistem Pembangkit
b. Sistem Transmisi dan Gardu Induk
c. Sistem Distribusi
d. Sistem Sambungan Pelayanan
Sistem-sistem ini saling berkaitan dan membentuk suatu sistem tenaga listrik.

Sistem distribusi adalah sistem yang berfungsi mendistribusikan tenaga listrik
kepada para pemanfaat.
Sistem distribusi terbagi 2 bagian :
a. Sistem Distribusi Tegangan Menengah
b. Sistem Distribusi Tegangan Rendah

Sistem Distribusi Tegangan Menengah mempunyai tegangan kerja di atas 1 kV
dan setinggi-tingginya 35 kV. Sistem Distribusi Tegangan Rendah mempunyai
tegangan kerja setinggi-tingginya 1 kV.
JarIngan distribusi tegangan menengah berawal dari Gardu Induk. Pada
beberapa tempat berawal dari pembangkit listrik. Bentuk jaringan dapat
berbentuk radial atau tertutup (radial open loop).
Jaringan distribusi tegangan rendah berbentuk radial murni.
Sambungan pelayanan adalah bagian paling hilir dari sistem distribusi tenaga
listrik. Pada sambungan pelayanan tersambung alat pembatas dan pengukur
yang selanjutnya menyalurkan tenaga listrik kepada pemanfaat.

Konstruksi keempat sistem tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran
bawah tanah disesuaikan dengan kebijakan manajemen, masalah kontinuitas


22

pelayanan, jenis pelanggan, pada beban atas permintaan khusus dan masalah
biaya investasi.

Sistem Pembangkit

Sistem Pembangkit

Sistem Transmisi SUTET

Sistem Transmisi SUTT

Sistem Distribusi

Sistem Distribusi TM

Sambungan Pelayanan


Gambar 4.1 Pola Sistem Tenaga Listrik

3.1.1 Aspek Perencanaan Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi tegangan menengah saluran udara dipakai umumnya untuk
daerah dengan jangkauan luas, daerah padat beban rendah atau daerah-daerah
penyangga antara kota dan desa. Saluran Udara mempunyai biaya investasi
murah, mudah dalam pembangunannya, mudah pada sisi pengoperasian, akan


23

tetapi padat pemeliharaan. Tingkat kontinuitas rendah dengan konfigurasi


sistem umumnya radial (Fishbone).
Jaringan distribusi tegangan menengah saluran bawah tanah dipakai umumnya
untuk daerah padat beban tinggi (beban puncak lebih dari 2,5 MVA/km2 dengan
luas minimal 10 km2) dengan jangkauan terbatas. Biaya investasi mahal, sulit
dalam pembangunan, mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaan, tingkat
kontinuitas tinggi. Pada jaringan dengan saluran bawah tanah selalu
direncanakan dalam bentuk “loop” guna menghindari pemadaman (black – out)
akibat gangguan.
Pada sistem distribusi tegangan rendah dan sambungan pelayanan digunakan
konfigurasi sistem radial murni. Hanya pada pelanggan-pelanggan tertentu
diberikan pasokan alternatif jika terjadi pemadaman. Konstruksi jaringan
umumnya saluran udara. Pemakaian saluran bawah tanah umumnya untuk kabel
daya (kabel naik, opstik kabel), pada daerah-daerah eksklusif atas permintaan
khusus, pada daerah-daerah bisnis khusus serta atas dasar kebijakan
perencanaan otoritas setempat.

3.2 Konfigurasi Sistem Distribusi
Secara umum konfigurasi suatu jaringan tenaga listrik hanya mempunyai 2
konsep konfigurasi :
1. Jaringan radial
yaitu jaringan yang hanya mempunyai satu pasokan tenaga listrik, jika
terjadi gangguan akan terjadi “black out” / padam pada bagian yang tidak
dapat dipasok.
2. jaringan bentuk tertutup
yaitu jaringan yang mempunyai alternatif pasokan tenaga listrik jika terjadi
gangguan. Sehingga bagian yang mengalami pemadaman / black out dapat
dikurangi / dihindari.


24

Pola Jaringan Distribusi Dasar

Sistem Jaringan Radial

Sistem Jaringan
Tertutup


Berdasarkan kedua pola dasar tersebut, dibuat konfigurasi-konfigurasi jaringan
sesuai dengan maksud perencanaannya sebagai berikut :

a. Konfigurasi tulang ikan (Fishbone)
Konfigurasi fishbone ini adalah tipikal konfigurasi dari saluran udara
tegangan menengah beroperasi radial. Pengurangan luas pemadaman
dilakukan dengan mengisolasi bagian yang terkena gangguan dengan
memakai pemisah (Pole Top Switch - PTS / Air Break Switch – ABSW)
dengan koordinasi relai atau dengan system SCADA. Pemutus balik otomatis
– PBO (Automatic Recloser) dipasang pada saluran utama dan saklar seksi
otomatis – SSO (Automatic Sectionalizer) pada pencabangan.

Konfigurasi Tulang Ikan


(Fishbone)



b. Konfigurasi Kluster (Cluster / Leap Frog)
Konfigurasi saluran udara tegangan menengah yang sudah bertipikal sistem
tertutup, namun beroperasi radial (Radial open Loop). Saluran bagian tengah
merupakan penyulang cadangan dengan luas penampang penghantar besar.


25

Konfigurasi Kluster / Leap frog



c. Konfigurasi Spindel (Spindle Configuration)
Konfigurasi spindel umumnya dipakai pada saluran kabel bawah tanah. Pada
konfigurasi ini dikenal 2 jenis penyulang yaitu pengulang cadangan/standby
/express feeder dan penyulang operasi/working feeder. Penyulang cadangan
tidak dibebani dan berfungsi sebagai back-up supply jika terjadi gangguan
pada penyulang operasi. Untuk konfigurasi 2 penyulang faktor pembebanan
hanya 50%. Berdasarkan konsep spindel jumlah penyulang pada 1 spindel
adalah 6 penyulang operasi dan 1 penyulang cadangan sehingga faktor
pembebanan konfigurasi spindel penuh adalah 85 %. Ujung-ujung penyulang
berakhir pada gardu yang disebut gardu hubung dengan kondisi penyulang
operasi “NO” (Normally open), kecuali penyulang cadangan dengan kondisi
“NC” (Normally Close).

Gardu Induk Gardu Distribusi Gardu Hubung


d. Konfigurasi Garpu / Fork
Konfigurasi ini memungkinkan 1 gardu distribusi dipasok dari 2 penyulang
berbeda dengan selang waktu pemadaman sangat singkat (Short Break
Time). Jika penyulang operasi mengalami gangguan, dapat dipasok dari
penyulang cadangan secara efektif dalam waktu sangat singkat dengan


26

menggunakan fasilitas Automatic Change Over Switch. Pencabangan dapat


dilakukan dengan sadapan (Tee – Off) dari saluran udara atau dari saluran
kabel bawah tanah melalui gardu distribusi.

ACO


e. Konfigurasi Spotload (Parallel Spot Configuration)
Konfigurasi yang terdiri sejumlah penyulang beroperasi paralel dari
sumber/gardu induk berakhir pada gardu distribusi.
Konfigurasi ini dipakai jika beban pelanggan melebihi kemampuan hantar
arus penghantar. Salah satu penyulang berfungsi sebagai penyulang
cadangan, guna mempertahankan kontinuitas penyaluran. Sistem harus
dilengkapi dengan Relai Directional pada gardu hilir (gardu hubung).

Gardu hubung &


directional relay

Beban


f. Sistem Jala-jala (Grid, Mesh)
Konfigurasi jala-jala, memungkinkan pasokan tenaga listrik dari berbagai
arah ke titik beban. Rumit dalam proses pengoperasian, umumnya dipakai
pada daerah padat beban tinggi dan pelanggan-pelanggan / pemakaian
khusus.


27



3.3 Kontinuitas Penyaluran
Kontinuitas penyaluran bagi pemanfaat tenaga listrik adalah berapa lama padam
yang terjadi dan berapa banyak waktu yang diperlukan untuk memulihkan
penyaluran kembali tenaga listrik. Untuk itu tingkat kontinuitas penyaluran
dibagi menjadi 5 tingkat:
Tingkat - 1 : Pemadaman dalam orde beberapa jam. Umumnya terjadi pada
sistem saluran udara dengan konfigurasi radial.
Tingkat - 2 : Pemadaman dalam order kurang dari 1 jam. Mengisolasi
penyebab gangguan dan pemulihan penyaluran kurang dari 1
jam. Umumnya pada sistem dengan pasokan penyulang
cadangan.
Tingkat - 3 : Pemadaman dalam orde beberapa menit. Umumnya pada sistem
yang mempunyai sistem SCADA.
Tingkat - 4 : Pemadaman dalam orde detik. Umumnya pada sistem dengan
fasilitas automatic switching pada sistem fork.
Tingkat - 5 : Sistem tanpa pemadaman. Keadaan dimana selalu ada pasokan
tenaga listrik, misalnya pada sistem spotload, transformator
yang bekerja parallel.

Keputusan untuk mendesain sistem jaringan berdasarkan tingkat-tingkat
penyaluran tersebut adalah faktor yang utama yang mendasari memilih suatu
bentuk konfigurasi sistem jaringan distribusi dengan memperhatikan aspek
pelayanan teknis, jenis pelanggan dan biaya.


28

Pada prinsipnya dengan tidak memperhatikan bentuk konfigurasi jaringan,


desain suatu sistem jaringan adalah sisi hulu mempunyai tingkat kontinuitas
yang lebih tinggi dari sisi hilir.
Lama waktu pemulihan penyaluran dapat dikurangi dengan mengurangi akibat
dari penyebab gangguan, misalnya pemakaian PBO, SSO, penghantar berisolasi,
tree guard atau menambahkan sistem SCADA.

3.4 Sistem Pembumian
Terdapat perbedaan sistem pembumian pada transformator utama di gardu
induk / sumber pembangkit, namun tidak ada perbedaan sistem pembumian
pada transformator distribusi dan jaringan tegangan rendah.

3.4.1 Pembumian pada transformator daya pada sisi tegangan menengah
Lilitan skunder / sisi tegangan menengah pada gardu induk dihubungkan secara
bintang (Y). titik netral lilitan dibumikan melalui :
a. Impedansi tahanan rendah : 12 ohm untuk sistem SKTM, 40 ohm untuk
sistem SUTM.
b. Impedansi tahanan tinggi 500 ohm.
c. Impedansi sangat kecil / solid grounded
d. Tanpa impedasi (Floating), sistem mengambang

Pertimbangan memilih pembumian tersebut merupakan pertimbangan
manajemen perancangan dengan memperhatikan aspek :
a. Aman terhadap manusia
b. Cepatnya pemeliharaan gangguan / selektifitas penyulang yang mengalami
gangguan.
c. Kerusakan akibat hubungan pendek
d. Pengaruh terhadap sistem telekomunikasi
e. Pertimbangan teknis kepadatan beban.

Faktor a, c, d menghendaki arus gangguan rendah, faktor b menghendaki arus
gangguan besar.


29

3.4.2 Pembumian pada transformator distribusi sisi tegangan rendah.


Lilitan skunder sisi tegangan rendah dihubungkan secara bintang (Y). titik
sambung netral dibumikan langsung dan dijadikan satu dengan pembumian
bagian konduktif terbuka badan trafo, kubikel dan bagian konduktif extra
instalasi gardu.
Lightning Arrester (LA) pada sisi primer (Tegangan Menengah pada gardu
pasangan luar) mempunyai elektroda pembumian tersendiri. Ikatan penyama
potensial dilakukan dengan menghubungkan secara elektris pembumian LA dan
titik netral transformator yang dilakukan di bawah tanah.
Pada transformator jenis CSP fasa-1 penghantar bumi LA disatukan dengan
massa badan transformator.

3.5 Saluran Udara Tegangan Menengah
3.5.1 Konsep Perencanaan
Jaringan distribusi tenaga listrik saluran udara ini, terutama untuk distribusi
tenaga listrik yang beroperasi secara radial, dengan jangkauan luas, biaya murah,
dengan kontinuitas setinggi-tingginya tingkat -2
Untuk mengurangi luasnya dampak pemadaman akibat gangguan dipasang
fasilitas-faslitas Pole Top Switch / Air Break Switch, PBO, SSO, FCO pada posisi
tertentu.
Penggunaan saluran udara sebagai sistem distribusi daerah perkotaan dapat
dilakukan dengan memperpendek panjang saluran dan didesain menjadi
struktur “Radial Open Loop”. Pemakaian penghantar berisolasi guna mengurangi
akibat gangguan tidak menetap dan pemasangan kawat petir dapat
meningkatkan tingkat kontinuitas penyaluran.
3.5.2 Proteksi Jaringan
Tujuan daripada suatu sistem proteksi pada saluran udara tegangan menengah
(SUTM) adalah mengurangi sejauh mungkin pengaruh gangguan pada
penyaluran tenaga listrik serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi
operator, lingkungan dan peralatan dalam hal terjadinya gangguan yang
menetap (permanen).

Sistem proteksi pada SUTM memakai :


30

A. Relai hubung tanah dan relai hubung singkat fasa-fasa untuk kemungkinan
gangguan penghantar dengan bumi dan antar penghantar.
B. Pemutus Balik Otomatis (Automatic Recloser) – PBO saklar seksi otomatis
(Automatic Sectionalizer) – SSO. PBO dipasang pada gardu induk dan saluran
utama sementara SSO dipasang pada saluran pencabangan.
C. Lightning Arrester sebagai pelindung kenaikan tegangan peralatan akibat
surja petir. Lightning Arrester dipasang pada tiang awal/tiang akhir, kabel
tee – off pada jaringan dan gardu transformator serta pada isolator tumpu.
D. Pembumian bagian konduktif terbuka dan bagian konduktif extra pada tiap-
tiap 4 tiang atau pertimbangan lain dengan nilai pentanahan tidak melebihi
10 ohm.
E. Kawat tanah (Shield wire) untuk mengurangi gangguan akibat sambaran
petir langsung.
F. Penggunaan fuse cut – out (FCO) pada jaringan pencabangan.
G. Penggunaan sela tanduk (arcing horn)

3.5.3 Konsep Isolasian Gangguan
Mengingat saluran utama TM mempunyai jangkauan yang luas, usaha-usaha
mengurangi lama padam pada bagian-bagian/zona-zona pelayanan SUTM
dilakukan dengan cara penempatan peralatan pemutus (Switch Gear) pada titik
tertentu.
Pada saluran utama dapat dipasang jenis-jenis peralatan baik yang bersifat
pemisah (Pole Top Switch) atau yang bersifat pemutus beban (Load Break
Switch) atau peralatan pemutus balik (Automatic Recloser).

Pada saluran pencabangan dapat dipasang peralatan yang bersifat pemisah (Pole
Top / Air Break Switch) atau Fused Cut Out atau peralatan Automatic
Sectionalizer.
Pada titik penyambungan (jika interloop dengan penyulang lain) dapat dipasang
Pole Top Load Break Switch.

3.5.4 Konstruksi SUTM


31

Konstruksi jaringan dimulai dari sumber tenaga listrik / gardu induk dengan
kabel tanah tegangan menengah kearah tiang pertama saluran udara. Tiang
pertama disebut tiang awal, tiang tengah disebut tiap penumpu (line pole), jika
jalur SUTM membelok disebut tiang sudut dan berakhir pada tiang ujung (end
pole).
Untuk saluran yang sangat panjang dan lurus pada titik-titik tertentu dipasang
tiang peregang. Fungsi tiang peregang adalah untuk mengurangi besarnya
tekanan mekanis pada tiang awal / ujung serta untuk memudahkan operasional
dan pemeliharaan jaringan.
Topang tarik (guy wire) dapat dipakai pada tiang sudut dan tiang ujung tetapi
tidak dipasang pada tiang awal. Pada tempat-tempat tertentu jika sulit
memasang guy wire pada tiang akhir atau tiang sudut, dapat dipakai tiang
dengan kekuatan tarik besar.
Isolator digunakan sebagai penumpu dan pemegang penghantar pada tiang,
hanya dipakai 2 jenis isolator yaitu isolator peregang(hang isolator/suspension
isolator) dan isolator penumpu (line post/pinpost/insulator pin). Isolator
peregang dipasang pada tiang awal / akhir / sudut. Isolator penumpu dipasang
pada tiang penumpu dan sudut.
Konfigurasi konstruksi (Pole Top Construction) dapat berbentuk vertikal,
horizontal atau delta. Konstruksi sistem pembumian dengan tahanan (R = 12
ohm, 40 ohm dan 500 ohm) atau dengan multi grounded common netral (solid
grounded) yaitu dengan adanya penghantar netral bersama TM, TR (di Jawa
Timur menggunakan system pembumian 500 ohm, dengan tambahan konstruksi
penghantar pembumian diatas penghantar fasa).
Isolator dipasang pada cross arm / bracket / travers tahan karat (Galvanized
Steel Profile).
Penghantar saluran udara tegangan menengah ini dapat berupa:
1. A3C (All Alumunium Alloy Conductor)
2. A3C – S (Half insulated A3C)
3. Full insulated A3C twisted (A3C-TC)
Luas penampang penghantar 35 mm2, 50 mm2, 70 mm2, 150 mm2, 240 mm2.

3.5.5 Jangkauan Pelayanan


32

Mengingat sifat perencanaannya, jangkauan SUTM dibatasi atas besarnya jatuh


tegangan yaitu pada besaran sadapan / tap changer transformator distribusi.
Dalam hal ini optimalisasi susut energi tidak diperhitungkan.




MONOGRAM SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH
Gardu Induk PLTD

1. Saluran kabel bawah tanah
2. tiang pertama
1 3. saluran udara
4 2 4. lightning arrester (LA)
3 5 5. gardu distribusi portal + FCO +
6
S

LA
4 6. Fused Cut Out
S

6 7. PBO ( automatic relaser)


5
7
8. PoleTopSwitch / ABSW
11
9. SSO (Sectionalizer)
8 10. gardu distribusi beton
1 12 11. Kawat tanah

10 9 12. guy wire


4
4
12



3.6 Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah
3.6.1 Konsep Perencanaan
Mengingat biaya investasi yang mahal dan keunggulannya dibandingkan dengan
saluran udara tegangan menengah. Saluran kabel tanah tegangan menengah
dipakai pada hal-hal khusus:


33

1. Daerah padat beban tinggi


2. Segi estetika
3. Jenis Pelanggan Kritis
4. Permintaan khusus

Dengan tingkat kontinuitas sedikitnya tingkat – 3, namun demikian kabel tanah
digunakan untuk pemakaian :
1. Kabel keluar (Opstik kabel dari pembangkit / GI ke tiang SUTM)
2. Kabel Tee-off dari SUTM ke gardu beton
3. Penyeberangan sungai, jalur kereta api

Konfigurasi jaringan kabel tanah didesain dalam bentuk loop (Radial open loop),
sebaiknya dengan sesama kabel tanah. Apabila “Loop” dengan hanya 1
penyulang, maka pembebanan kabel hanya 50 %. Jika sistem memakai
penyulang cadangan (Express Feeder) dapat dibebani 100 % kapasitas kabel.

Bentuk konfigurasi yang umum adalah :
1. Struktur spindel, minimal 2 penyulang berbeban dan 1 penyulang cadangan /
tanpa beban.
2. Struktur Kluster
3. Spotload untuk pelanggan dengan beban lebih besar daripada kapasitas kabel
4. “Loop” antara 2 penyulang baik dari 1 sumber pembangkit atau dari sumber
yang berbeda (Sistem Fork).

Dengan adanya masalah faktor perletakan / laying factor yang mengurangi
kemampuan hantar arus kabel, penampang kabel pada 300 meter (1 haspel) dari
gardu induk dipilih setingkat lebih besar dari penampang kabel penyulang
operasi.

3.6.2 Proteksi Jaringan
Proteksi jaringan kabel tanah hanya dilindungi dari 2 penyebab gangguan,
gangguan fasa-fasa dan gangguan fasa-tanah.


34

Relai terpasang pada kubikel 20 kV di gardu induk, relai tipe arus lebih, fase-fase
dan arus lebih hubung tanah dengan karakteristik sesuai kebutuhan (IDMT atau
Inverse Relay). Jenis kabel yang dipakai adalah multicore atau single core belted
cable dengan copper screen. Cooper screen pada terminal gardu induk dan atau
gardu distribusi dapat dibumikan atau tidak, sesuai dengan konsep proteksinya
dengan kemampuan dialiri arus listrik 1000 Ampere selama 1 detik.
Sambungan kabel dengan dipasang lightning arrester untuk melindungi kabel
dari kenaikan tegangan akibat surja petir dengan nilai arus pengenal 10 kA pada
tiang pertama dan ujung serta 5 kA pada tiang tengah. Tambahan pemakaian
fused cut out dapat dipertimbangkan sesuai kebutuhan.
Untuk sambungan sistem spot load ditambahkan relay diferensial atau
directional pada gardu hubung sisi pelanggan spotload.

3.6.3 Konstruksi SKTM
Sesuai standar pabrik, kabel tanah pada kondisi tanah (specific thermal
resistivity of soil) 1000C cm/w dengan kedalaman 70 cm, untuk penggelaran 1
kabel mempunyai kemampuan hantar arus 100 %. Kemampuan hantar arus
kabel harus dikoreksi jika persyaratan tersebut berubah.
Penggunaan kabel dengan penampang yang lebih besar pada jalur keluar dari
gardu induk / sumber tenaga listrik harus dipertimbangkan.
Kabel harus dilindungi terhadap kemungkinan gangguan mekanis dengan pasir,
Pipa pelindung, buis beton atau pelat beton.

Jalur jaringan kabel, titik belok dan sambungan kabel harus diberi tanda guna
memudahkan inspeksi, pemeliharaan dll.

3.6.4 Konsep Isolasi Gangguan
Gangguan pada saluran kabel diisolasi dengan cara membuka pemutus beban
(load break switch) pada gardu distribusi. Bagian kabel yang tidak terganggu
dipasok dari penyulang cadangan melalui gardu hubung.
Jika terjadi gangguan bersamaan pada beberapa titik saluran kabel, maka ada
bagian yang tidak terselamatkan / black out.


35

3.6.5 Jangkauan Pelayanan


Guna menghindari keadaan demikian berdasarkan teori statistik dan laju
kegagalan kabel panjang kabel SKTM hendaknya tidak lebih dari 8 km. Dalam
keadaan operasi normal perkiraan umur kabel ± 20 tahun.

3.7 Gardu Distribusi
Gardu distribusi adalah bangunan gardu transformator yang memasok
kebutuhan tenaga listrik bagi para pemanfaat baik dengan tegangan menengah
maupun tegangan rendah.

Gardu distribusi merupakan kumpulan / gabungan dari perlengkapan hubung


bagi baik tegangan menengah dan tegangan rendah. Jenis perlengkapan hubung
bagi tegangan menengah pada gardu distribusi berbeda sesuai dengan jenis
konstruksi gardunya.

Jenis konstruksi gardu dibedakan atas 2 jenis :

a. Gardu distribusi konstruksi pasangan luar. Umumnya disebut gardu portal


(Konstruksi 2 tiang), gardu cantol (Konstruksi 1 tiang) dengan kapasitas
transformator terbatas.

b. Gardu distribusi pasangan dalam. Umumnya disebut gardu beton (Masonry


Wall Distribution Substation) dengan kapasitas transformator besar.

Bagan satu garis Gardu Distribusi Beton

LBS LBS TP

HRC F

IN

out PHB . TR


36


Bagan satu garis gardu distribusi portal

SUTM

S
FCO
LA

Trafo

PHB TR
Σ



3.7.1 Gardu Distribusi Pasangan Luar
Konstruksi gardu distribusi pasangan luar type Portal terdiri atas Fused Cut Out
sebagai pengaman hubung singkat trafo de ngan elemen pelebur/ fuse link type
expulsiondan lightning arrester sebagai sarana pencegah naiknya tegangan pada
transformator akibat surja petir. Elekroda pembumian dipasang pada masing-
masing lightning arrester dan pembumian titik netral transformator sisi
tegangan rendah. Kedua elekroda pembumian tersebut dihubungkan dengan
penghantar yang berfungsi sebagai ikatan penyama potensial yang digelar di
bawah tanah.

Pada gardu distribusi tipe cantol, transformator yang terpasang adalah jenis CSP
(Completely Self Protected Transformer). Perlengkapan perlindungan
transformator tambahan adalah lightning arrester. Pada transformator tipe CSP
fasa 1, penghantar pembumian arrester dihubung langsung dengan badan
transformator. Konstruksi pembumian sama dengan gardu portal. Perlengkapan
hubung bagi tegangan rendah maksimum 2 jurusan dengan saklar pemisah pada
sisi masuk dan pengaman lebur (type NH, NT) sebagai pengaman jurusan. Semua
bagian konduktif terbuka dihubungkan dengan pembumian sisi tegangan
rendah.


37

Nilai pengenal LA 5 kA untuk posisi di tengan jaringan dan 10 kA untuk posisi


pada akhir jaringan
Nilai tahanan pembumian tidak melebihi 1 ohm

3.7.2 Gardu Distribusi Pasangan Dalam
Gardu distribusi pasangan dalam adalah gardu konstruksi beton dengan
kapasitas transformator besar, dipakai untuk daerah padat beban tinggi dengan
kontruksi instalasi yang berbeda dengan gardu pasangan luar. Gardu beton
dipasok dari baik jaringan saluran udara ataupun saluran kabel tanah.

a. Sambungan Tee – off dari saluran udara
Intalasi gardu dilindungi oleh lightning arrester, untuk fungsi pemutus
dilengkapi 1 kubikel load break switch. Transformator dilindungi dengan kubikel
load break switch yang dilengkapi dengan pengaman lembur (HRC fuse). Tee-off
dari saluran udara dapat dilengkapi dengan fused cut – out. Kemampuan elektris
dan mekanis/spesifikasi teknis kubikel sesuai dengan spesifikasi teknis Gardu
Induk dan kapasitas transformator terpasang
Perlengkapan hubung bagi sisi tegangan rendah dengan pemisah pada sisi
masuk sebelum rel dan pengaman lebur (tipe NH, NT)pada tiap-tiap jurusan
keluar, maksimum 6 jurusan jaringan tegangan rendah. Kemampuan elektrik dan
mekanis PHB TR ini sesuai dengan kapasitas transformatornya

Pembumian pada intalasi gardu, titik netral sisi sekunder transformator bagian
konduktif terbuka dan bagian konduktif extra dihubungkan ke ikatan
ekipotensial selanjutnya dibumikan. Nilai tahanan pembumian tidak melebihi 1
ohm

b. Sambungan Saluran Kabel Tanah
Perlengkapan hubung bagi TM dilengkapi dengan satu buah kubikel load break
switch pada sisi masuk dan satu buah kubikel load break switch pada sisi keluar,
satu buah kubikel pengaman transformator dengan saklar load break switch
yang dilenkapi pengaman lebur jenis HRC – Fuse.


38

Perlengkapan hubung bagi sisi tegangan rendah sama dengan instalasi gardu
pada butir – a diatas. Konstruksi instalasi pembumian pada gardu beton dapat
berupa elektroda grid (kawat BC digelar dibawah pondasi) atau elektroda batang
atau kombinasi keduanya.

c. Sambungan untuk Pemanfaat Tegangan Menengah
Untuk pemanfaat dengan sambungan tegangan menengah tanpa transformator.
Perlengkapan hubung bagi tegangan menengah dilengkapi dengan kubikel trafo
tegangan dan kubikel pembatas beban (circuit breaker).
Seluruh konstruksi pembumian sama dengan instalasi pembumian gardu butir a
dan butir b. Pada pelanggan spot load dengan pasokan SKTM lebih dari 1 kabel
yang dioperasikan paralel dapat ditambahkan rele diferential atau rele arah
(directional relay)
(lay out sambungan Tegangan Menengah)

LBS LBS PT CB

APP Pemanfaat


83.8 Jaringan Tegangan Rendah

Jaringan tegangan rendah merupakan bagian hilir dari suatu sistem tenaga listrik
jaringan tegangan rendah dimulai dari gardu distribusi dengan bentuk jaringan
radial.

3.8.1. Konstruksi Saluran Udara
Penghantar jaringan secara umum memakai kabel yang dikenal sebagai LVTC
(Low oltage Twisted Cable), IBC (Insulated Bundled Conductor), TIC (Twisted
Insulated Conductor) atau kabel jenis NYY / NYFGbY untuk saluran kabel bawah


39

tanah. Jangkauan operasi dibatasi oleh batas-batas tegangan +5% -10%, dengan
pembebanan yang maksimal. Konstruksi jaringan dengan tiang sendiri panjang
9 meter atau dibawah saluran udara TM (underbuilt) tidak kurang dari 1 meter
dibawah penghantar SUTM



3.8.2 Konstruksi Saluran Bawah Tanah
Konstruksi saluran bawah tanah dipakai pada :
a. Kabel naik (Riser Cable – opstik kabel) antara PHB – TR di gardu distribusi
dan tiang awal jaringantegangan rendah.
b. Sebagai jaringan distribusi tegangan rendah pada daerah-daerah yang
memerlukan.
Jenis kabel yang dipakai adalah jenis kabel dengan isolasi ganda atau dengan
pelindung mekanis (contoh NYFGbY). Kabel jenis NYY dapat dipakai dengan
persyaratan harus dimasukkan dalam pipa pelindung sebagai penahan tekanan
mekanis. Persyaratan konstruksi kabel bawah tanah sama dengan persyaratan
konstruksi kabel bawah tanah jaringan tegangan menengah, hanya kedalaman
penggelaran adalah ± 60 cm

3.8.3 Proteksi Jaringan dan Pembumian
Jaringan tegangan rendah dimulai dari perlengkapan hubung bagi tegangan
rendah di gardu distribusi, dengan pengaman lebur (NT / NH Fuse) sebagai
pengaman hubungan singkat.
Sistem pembumian pada jaringan tegangan rendah memakai sistem TN–C, titik
netral dibumikan pada tiap-tiap 200 meter/tiap 5 tiang atau pada tiap 5 PHB
pada SKTR, dengan nilai tahanan pembumian tidak melebihi 10 ohm. Titik
pembumian pertama satu tiang sesudah tiang awal dan paling akhir satu tiang
sebelum tiang akhir. Nilai pembumian total pada satu Gardu Distribusi sebesar-
besarnya 5 ohm

3.9 Sambungan Pelayanan


40

Sambungan pelayanan atau service line adalah bagian yang paling akhir dari
sistem tenaga listrik. Dibedakan 2 jenis sambungan, untuk pelanggan tegangan
menengah dan untuk pelanggan tegangan rendah dengan konstruksi saluran
udara dan saluran bawah tanah.

3.9.1 Konstruksi Saluran Udara
Sambungan pelayanan tegangan rendah dengan menggunakan konstruksi
saluran udara baik untuk sambungan fasa tunggal atau sambungan fasa – 3
menyambung dari jaringan tegangan rendah langsung ke papan bagi OK / papan
meter APP.
Terdapat 3 jenis konstruksi Sambungan Pelayanan yaitu :
1. Konstruksi sambungan langsung tanpa tiang atap (Dakstandard, Roof Pole,
Mirstang).
2. Konstruksi sambungan langsung dengan menggunakan tiang atap.
3. Konstruksi sambungan langsung tanpa tiang atap, dengan melalui saluran
bawah tanah.
Panjang maksimum penghantar saluran udara sampai dengan kotak APP adalah
30 meter dan 60 meter (untuk listrik pedesaan) dengan jatuh tegangan tidak
melebihi 1%. Untuk sambungan pelanggan pada listrik pedesaan jatuh tegangan
maksimum 2%.
Pencabangan / sambungan seri dibatasi 5 sambungan pelayanan. Jumlah
sambungan pelayanan dari atas tiang tidak melebihi 4 sambungan dan untuk
listrik pedesaan tidak melebihi 7 sambungan.
Jenis kabel yang dipakai Twisted Cable dengan penghantar alumunium (NFA2X).
Untuk saluran bawah tanah memakai kabel dengan pelindung mekanis
(misalnya NYFGbY). Untuk sambungan antara konduktor yang berbeda jenis (Cu
dan Al) harus menggunakan Bimetal Joint

3.9.2 Konstruksi Sambungan Pelayanan Tegangan Rendah Bawah Tanah
Persyaratan konstruksi saluran bawah tanah sama dengan persyaratan
konstruksi jaringan distribusi bawah tanah.


41

Penghantar yang dipakai adalah jenis kabel tanah dengan pelindung metal
(NYFGBy). Jika memakai penghantar dengan inti alumunium, terminasi PHB
harus memakai sepatu kabel bimetal
Fungsi tiang diganti dengan perlengkapan hubung bagi distribusi (PHB) dari
PHB sambungan pelayanan ditarik langsung ke kotak APP pelanggan.
Satu PHB dapat melayani 6 sambungan keluar baik untuk sambungan pelayanan
atau pencabangan PHB distribusi lainnya. Pengamanan sambungan keluar
jurusan memakai pengaman lebur jenis current limitting. Penghantar sisi masuk
dan keluar PHB memakai saklar beban.
Pada tempat-tempat tertentu kontruksi saluran dapat ditempatkan pada dinding
bangunan, demikian pula dengan kontak PHB distribusi.
Semua Bagian Konduktif Terbuka (Panel PHB) harus dibumikan dengan sistem
TN – C.


3.9.3 Sambungan Pelayanan Pelanggan Tegangan Menengah
Untuk sambungan pelayanan tegangan menengah ada penambahan
perlengkapan pada gardu distribusi tipe beton :
a. Kubikel trafo tegangan – PT
b. Kubikel sambungan pelanggan yang terdiri atas :
- Trafo arus / CT
- Pembatas daya / Relai Pembatas daya
- Pemutus tenaga / circuit breaker
Dalam hal khusus instalasi sambungan pelanggan tegangan menengah dapat
dilakukan melalui gardu distribusi tipe portal dengan PT – CT tipe outdoor.
Pengaman trafo / pembatas daya pelanggan dengan pengaman lebur Jenis
current limiting.

3.9.4 Intalasi Pembatas dan Pengukur (APP)
Instalasi APP ditempatkan pada tempat yang mudah didatangi, terlindung dari
panas dan hujan atau gangguan mekanis, atau terlindung dalam lemari panel jika
ditempatkan di luar rumah. APP ditempatkan pada papan OK pada masing-


42

masing rumah pelanggan. Untuk sekelompok pelanggan (rumah susun,


pertokoan) ditempatkan pada lemari APP.
Semua penghantar / kabel sambungan pelayanan secara fisik terlindungi dengan
alat pelindung yang tidak mudah rusak secara mekanis atau dirusak dan tidak
melewati bagian / ruang yang tidak terlihat mata kecuali untuk sambungan
pelayanan dengan menggunakan tiang atap.
Jenis penghantar yang mempergunakan kabel twisted dengan inti alumunium,
Sambungan pada kabel APP menggunakan bimetal joint dan dilindungi dengan
pembungkus heat shrink pada papan OK.

3.10 Parameter Rancangan Konstruksi

Dalam merancang konstruksi jaringan distribusi tenaga listrik perlu
diperhatikan sejumlah parameter-parameter teknis listrik dan parameter
lingkungan yang harus dipenuhi baik untuk rancangan teknis maupun pemilihan
komponen.
Besarnya nilai parameter tersebut harus dihitung dan berdasarkan kondisi
sistem tenaga listrik (kapasitas transformator, tegangan, impedansi, dll).

3.10.1 Parameter Listrik
Persyaratan teknis / parameter listrik yang harus diperhatikan dalam memilih
komponen-komponen kontruksi adalah :
1. Tegangan maksimal yang diizinkan (rated Voltage) – KV.
2. Basic Impulse Insulation Level – Tingkat Isolasi Dasar – BIL / TID dalam – KV.
3. Tegangan maksimum Arrester – KV
4. Insulator Creepage distance
5. Prosedur / test uji, impulse dan power frekwensi test
6. Tegangan sisa pada arrester
7. Withstand Making current
8. Nominal Breaking Capacity.


43

Selanjutnya perlu diketahui juga sistem pembumian pada transformator utama


di sumber / pembangkit / gardu induk, memakai 12 ohm, 40 ohm, 500 ohm,
solid grounded atau mengambang (floating).


3.10.2. Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang harus dipenuhi oleh komponen adalah :
a. Kondisi iklim
b. Suhu keliling
c. Besarnya curah hujan
d. Kelembaban relatif
e. Ketinggian dari permukaan laut
3.10.3 Parameter Material
Parameter konstruksi komponen harus diperhatikan agar tidak terjadi kegagalan
konstruksi :
• Working load (beban kerja)
• Ukuran / dimensi peralatan
• Penggunaan indoor / outdoor
• Prosedur / tata cara konstruksi
• Spesifikasi teknis konstruksi
• Kemudahan pemakaian alat kerja
• Proteksi terhadap kontaminasi

Parameter desain tersebut ditentukan pada saat akan membeli material atau
melaksanakan konstruksi yang disesuaikan dengn kondisi system kelistrikan
setempat.
Sebagai gambaran diberikan contoh persyaratan teknisk listrik komponen
jarring distribusi di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.
Sistem tegangan tinggi dianggap dengan kapasitas pembangkit dengan daya tak
berhingga
Kapasitas transformator di Gardu Induk 60 MVA, 12,5%
Tegangan operasi 20 kV
Basic impuls 125 kV


44

Tegangan minimum lightning Arrester 18 kV


Insulation creepage distance 350 mm
Withstand making current 31,5 kA
Nominal breaking current 12,5 kA selama 1 detik
DC voltage 57 kV selama 1 menit
Power frekuensi test selama 15 menit
Arus hubung tanah 1000 Ampere pada SKTM (NGR 12 Ohm) dan 300 Ampere
(NGR 40 ohm)





































45

BAB IV
STANDAR KONSTRUKSI JARDIST

4.1 4.1. Macam - macam konstruksi jaringan distribusi tegangan menengah


Berdasarkan peralatan dan material serta cara pemasangannya
konstruksi jtm dibedakan menjadi :
v Saluran udara tegangan menengah (SUTM) penghantar telanjang
(kawat) atau kawat berselubung (AAAC-S) direntang diatas tiang dan
dipasang pada isolator
v Saluran kabel udara tegangan menengah (SKUTM) penghantar
berisolasi (kabel xlpe) dipilin, direntang diudara diikat / digantung
dengan penjepit kabel dan dipasang pada tiang
v Saluran kabel tegangan menengah (SKTM) penghantar berisolasi
(kabel xlpe) digelar dan ditanam di dalam tanah

Berdasarkan banyak fasa dibedakan mejadi :
v JTM 3 fasa - 3 kawat
v JTM 3 fasa - 4 kawat
Secara ekonomis SUTM lebih murah dibandingkan SKUTM dan SKTM.
SKUTM dimaksudkan untuk keperluan tertentu misalnya penyeberangan
melintang diatas jalan raya / jalan kereta api
Sedangkan SKTM tingkat keamanannya lebih tinggi, cocok dipasang di
daerah perkotaan yang ramai / padat dengan bangunan yang tinggi

4.2. Lokasi Dan Konstruksi JTM
Pertimbangan pemilihan lokasi dan konstruksi JTM adalah : aman, murah
dan estetika baik
v Aman berarti dalam kondisi apapun tidak menyebabkan terjadinya
kerusakan pada peralatan jtm dan lingkungan sekitarnya serta tidak
menyebabkan terjadinya kecelakaan akibat bahaya listrik maupun
konstruksi jtm
v Murah berarti biaya konstruksi, pemasangan, pengoperasian sampai
pemeliharaannya tidak tinggi karena :


46

è Lintasan JTM dari titik awal sampai dengan titik akhir diusahakan
merupakan garis lurus
è Lintasan JTM mudah dijangkau
v Estetika baik, pada dasarnya bila standar konstruksi dan ketentuan
pemasangannya dipenuhi, maka secara estetika saluran JTM baik, tetapi
mungkin karena pemasangan yang kurang benar atau adanya perubahan
akibat gangguan, maka yang terlihat saluran jtm menjadi tidak rapi
4.3. Pemilihan Konstruksi SUTM
Didasarkan posisi atau letak dan arah lintasan saluran :
1. Konstruksi pada tiang awal / akhir
2. Konstruksi pada tiang dengan tarikan lurus
3. Konstruksi pada tiang dengan tarikan sudut kecil
4. Konstruksi pada tiang dengan tarikan sudut besar
5. Konstruksi pada tiang percabangan saluran
6. Konstruksi pada tiang penegang
SUTM A3C3 X 35 KHUSUS (GAWANG MAX = 100 M)

20 1 4 6
00 1 3 4 7 9

1 X PIN 2 X PIN
ISOLATO


1 X 1800 1 X 2062 1 X 2500
TRAVERS



1 X 11 / 200
TIANG


1 X L (LIGHT) 1 X M (MEDIUM)
STAY
TANPA
47




SUTM A3C 3 X 35 GABUNGAN SUTR - TIC GAWANG MAX = 50 M

5 0 40 60
0 0
0 0
15 30 45 75 90
0 0 0 0 0


1 X PIN 2 X PIN

ISOLATOR




1 X 1800 1 X 2062 1 X 2500

TRAVERS




11 / 200 : UNTUK GABUNGAN SUTR - TIC SIRKIT TUNGGAL
11 / 350 : UNTUK GABUNGAN SUTR - TIC SIRKIT GANDA

TIANG
BETON



1 X L (LIGHT) 1 X M (MEDIUM)

STAY
TANPA
STAY





48





SUTM A3C 3 X 70 GABUNGAN SUTR - TIC GAWANG MAX = 50 M

10 20 40 60
0 0 0
00 15 30 45 75 90
0 0 0 0 0


1 X PIN 2 X 1/2 TENSION

ISOLATOR




1 X 1800 1 X 2062 2 X 1800

TRAVERS




11 / 200 : UNTUK SUTR - TIC SIRKIT TUNGGAL
11 / 350 : UNTUK SUTR - TIC SIRKIT GANDA

TIANG
BETON



1 X L (LIGHT) 1 X M (MEDIUM) 2 X M (MEDIUM)

STAY
TANPA
STAY




49






SUTM A3C 3 X 70 KHUSUS GAWANG MAX = 50 M

10 18 40
0 60
0 0
0 0
15 30 45 75 90
0 0 0 0 0


1 X PIN 2 X PIN 2 X 1/2 TENSION

ISOLATOR




1 X 1800 1 X 2062 2 X 1800

TRAVERS




1 X 11 / 200

TIANG
BETON



1 X L (LIGHT) 1 X M (MEDIUM) 2 X M (MEDIUM)

STAY
TANPA
STAY




50







SUTM A3C 3 X 150 / 3 X 70 GABUNGAN SUTR TIC GAWANG MAX = 50 M

20 40 60
0 0
0 0
45
15 30 75 90
0 0 0 0 0


1 X PIN 2 X PIN 2 X 1/2 TENSION

ISOLATOR




1 X 1800 1 X 2062 2 X 1800

TRAVERS




1 X 350
TIANG
BETON




1 X M (MEDIUM) 1 X H (HEAVY) 2 X H (HEAVY)

STAY
TANPA
STAY



51







KONSTRUKSI PEMASANGAN KABEL NAIK PADA TIANG AWAL / AKHIR /
PENEGANG DILENGKAPI DENGAN ARESTER



















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material

a 2 bh Travers afspan UNP.100.50.48x1800 ll 3 bh Ling 25 x 50
b 2 bh Pelat baja penahan travers-B l l-1 4 bh Ling 25 x 25
Bkp 4 bh Brace untuk travers pendek p 3 bh Arrester 20 kV,5 / 10 kA
e 8 bh Mur baut dan ring M.16 x 60 mm g 1 bh Mof ujung tiang
e-1 6 bh Mur baut dan ring M.16 140 mm r 1 set Dudukan mof ujung tiang
f 1 bh Mur baut dan ring M.16 x 260 mm erm 1 set Pengetanahan TM
j 2 bh Mur baut dan ring M.16 x 300 mm pk 1 bh Pipa galvanis f 4o x 3
k 4 bh Strip plat type 1 untuk travers afspan lss m1 Stainless steel strip
l 2 bh Strip plat type 2 untuk travers afspan lb 4 bh Stopping bukle
ml 3 set Isolator penegang / afspan long rod sk - 5 3 bh Sepatu kabel Cu 50
pt 0,32m Protective plastic tape sk - 6 bh Sepatu kabel sesuai ukuran
Prt 3 bh Pritorm spiral termination clt 2 bh Compression line tap Cu 50
3 bh H type conector

52







KONSTRUKSI PEMASANGAN KABEL NAIK DUA SALURAN PADA TIANG
AWAL / AKHIR



















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
adsA 4 bh Travers kabel naik double Sircuit bag. q 2 bh Mof ujung tiang
atas
a-k 2 bh Travers UNP 100 50,48 x 3000 m r 2 set Dudukan mof
b 8 bh Plat baja penahan travers - 0 ptt 12 bh Parallel groove
e-1 12 bh Mur baud dan ring M.16 x 140 mm er 1 set Pengetanahan ganda
o
f 4 bh Mur baud dan ring M.16 x 260 mm pk 2 bh Pipa galvanis f 4 x 3 mtr
j 8 bh Mur baud dan ring M. 16 x 300 mm lss 10 m Stainles steel strp
k 8 bh Strip plat type 1. Untuk travers afspan lb 10 bh Stoping bukle
l 4 bh Strip plat type 2 untuk travers afspan sk - s 6 bh Sepatu kabel Cu 50
ml 6 set Isolator penegang / afspan long rod sk 12 bh Sepatu kabel sesuai ukuran
prt 6 bh Priform spiral termination pt 0.64m Protective plastic tape
p 6 bh Arrester 20 kV.5 / 10 K A m p ll 6 bh Link 25 x 50
clt 4 bh Compression line top Cu 50 ll -1 10 bh Link 25 x 25
53







KONSTRUKSI PEMASANGAN KABEL TURUN PADA TIANG TUMPU DILENGKAPI
ARESTER




















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
a 1 bh Travers tumpu. UNP.100.5048 x 1800 lb 4 bh Stopping buckle
b 1 bh Pelat baja penahan travers - 0 erm 1 set Pentanahan TM
c 1 bh Klem beuge f 6 x 40 mm - 0 sk - 5 3 bh Sepatu kabel Cu 50
e 2 bh Mur baud dan ring M.16 x 60 mm sk 6 bh Sepatu kabel sesuai ukuran
f 1 bh Mur baud dan ring M.16 x 260 mm pt 0.32m Protective plastic tape
g 3 bh Isolator tumpu type post ll 3 bh Link 25 x 50
0 0
h 3 bh ( 2 top ties ) 2 side ties ll - 1 4 bh Link 25 x 25
p 3 set Arester 20 kV 5/10 KA clt 2 bh Compression line top
q 1 bh Mof ujung tiang pll 6 bh Parallel groove sesuai
ukuran
r 1 set Dudukan mof htc 3 bh H type connector
o
pk 1 bh Pipa galvanis f 4 x 3 m

lss 4 mtr Stainlies steel strip
54








KONSTRUKSI PEMASANGAN TIANG AKHIR
















Catatan:
- Menggunakan 1 set stay heavy
- Sisa kawat 3 meter, diikatkan pada hantaran dengan dua parallel groove


55

ko
Kode Jml Jenis material Jml Jenis material
de
a 2 Travers afsan UNP.100.504,8 ml 3 Isolator
bh x 1.800 set penegang/atspan long
rod
b 2 Pelat baja penahan travers - prt 3 Pritocm spiral
bh B bh termination
f 1 Mur baud dan ring M.16 x 260 bkp 4 Brace untuk travers
bh mm bh pendek
j 2 Mur baud dan ring M.16 x 300 e- 6 Mur baud dan ring M.16
bh mm 1 bh x 140 mm
e 8 Mur baud dan ring M.16 x 60 pll 6 Parallel groove sesuai
bh mm bh ukuran
k 4 Strip plat type 1.untuk travers
bh afspan
i 2 Strip plat type 2.untuk travers
bh afspan





KONSTRUKSI PEMASANGAN TIANG TUMPU














Bila tidak ada tempat stay, menggunakan


Tiang beton 500 tanpa kawat penarik (stay)
Jaringan Penampang AAA C untuk SUTM
Span 35 mm2 70 mm2 150 mm2 / 70 mm2
56

4.1.1




4.1.2
4.1.3
4.1.4
4.1.5 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TUMPU















57








Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
al 1 bh Travers UNP. 80 x 45 x 5 x 2.000 m e 5 bh Mur baud dan ring M 16x50mm
cl 1 bh Klem beugel f 6 x 40 mm h 3 bh < 20 top ties: > 20 side ties
cs-2 1 bh Klem penahan brace f 6 x 60 mm
4.1.6bpt 1 bh Brace penahan travers
4.1.7




4.1.8
4.1.9 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TUMPU JENIS
PORTAL

















58


Catatan :
- Digunakan untuk 00 - 40
- Pengikatan penghantar 00 - 20 diatas Isolator

- Pengikatan penghantar ³ 20 dileher Isolator
4.1.10
Kode Jml Jenis material
a 1 bh Travers .UNP.100 x 50 x 4,8 x 1,800
b 2 bh Pelat baja penahan travers - B
c 2 bh Klem beuge f 6 x 40 mm
e 4 bh Mur baud dan ring M.16 x 60 mm
f 2 bh Mur baud dan ring M.16 x 260 mm
g 3 bh Isolator tumpu type post
0 0
h 3 bh < 2 top ties > 2 side ties





4.1.11
4.1.12 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TUMPU SIRKIT
GANDA


















59



Catatan :
- Menggunakan tiang beton 11 – 500 daN
- Max jarak tiang ( span ) = 50 meter
- Hanya untuk jaringan lurus keluar dari GI
Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
a 1 bh Travers tumpu UNP.100.50.48x1.800 g 6 bh Isolator tumpu type post
mm
0 0
a-k 1 bh Travers UNP 100.5048 x 30.00 mm h 6 bh < 2 top ties: > 2 side ties
b 2 bh Pelat baja penahan travers - B c-1 1 bh Klem f 6 x 40 - f 214 mm
c 4 bh Klem beugel f 6 mm - f 192 mm
e 4 bh Mur baud dan ring M.16 x 60 mm
f 2 bh Mur baud dan ring M16 x 260 mm





KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TARIKAN SUDUT MENGGUNAKAN
ISOLATOR TUMPU DOBEL

















Jaringan SUTM Gabungan SUTM khusus Catatan :
SUTM-ITC(50 m) ( 100 ) 1. Pengikatan penghantar, dileher isolator.
0
Panjang Batas Panjang Batas 2. Untuk sudut ³ 60 menggunakan Armarod
0
travers sudut travers sudut b Dinding wire untuk sudut < 60
Konduktor ( mm ) (mm) menggunakan Double sideties
0 0 0 0 3. Untuk jarak rata-rata tiang 50 m line lurus,
A 3 C 35 2500 60 ÷90 2500 60 ÷90 pada lintasan rel KA pengikatan dengan
A 3 C 70 - - 2000 400÷600 Arrmarod dan dinding wire.
4. Menggunakan stay, lihat gambar TT-
60














KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TUMPU DENGAN ISOLATOR
TUMPU DOBEL DAN TIANG BETON BULAT 9/200 daN


















61




Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
al 2 bh Travers UNP.80 x 45 x 5 x 2000 mm g 6 bh Isolator tumpu type post
3
bpt 2 bh Brace penahan traves I/ar/bw /3 bh Double side ties / Armarod
cs - 2 1 bh Klem penahan brace f 6x60 mm 9m Beding wire
c - 3 1 bh Klem beugel ± 6 40 mm j-2 4 bh Mur baud dan ring
M16x235 mm
e 3 bh Mur baud dan ring M16 x 60 mm





KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG TARIKAN SUDUT MENGGUNAKAN
ISOLATOR TUMPU DOBEL DAN TIANG JENIS PORTAL



















Catatan :
s
- Digunakan untuk sudut 400 – /d 600
- Stay digunakan bila tidak dipondasi


Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
a-l 2 bh Travers UNP.100 x 50 x4,8x 2000 e-1 6 bh Mur baud dan ring M.16x140
mm
62











KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG PENEGANG, TIANG BETON BULAT
9/200 daN




















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


al 2 bh Travers UNP.80 x 45 x 50 x 2000 prt 6 bh Preform spiral termination
bpt 2 bh Brace penahan travers g / ml 2/5b/s Isolator tumpu type
post/atspan long rod
cs-2 1 bh Klem penahan brace f 6x60 mm l-2 2 bh Mur baud dan ring M16 x
63











KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG PENEGANG / SUDUT UNTUK JARAK
RENTANG (SPAN) 100 S/D 125 M

















Catatan :
- Dpakai pada setiap 15 gawang
- Parallel grove hanya hanya dipakai pada setiap 15 gawang
- Untuk span max 100m, dengan sudut max 60 0
- Untuk span max 125 m :
0 0
A 30 C & 70 max 18
0 0
A 30 C 35 max 10
- Menggunakan 2 set stay

Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


a,a-1 2 bh Travers 1,8 atau travers 2000mm e-1 8 bh Mur baud dan ring M.16x140 mm
b 2 bh Pelat baja penahan travers - B k 4 bh Strip plat type 1, utk travers afspan
bw 1,5m Binding wire l 4 bh Strip plat type 2, utk travers afspan
bkp 4 bh Brace utk travers pendek pll/tjn 6/3 bh Parallel groove/non tension joint
e 6 bh Mur baud dan ring M16 x 60 mm mt 6 set Isolator penegang/afspan long rod
64











KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG PENEGANG / SUDUT UNTUK JARAK
RENTANG (SPAN) 125 S/D 170 M



















Catatan :
1. Hanya untuk A3C 150 dan 70 mm 0
2. Untuk jaringan lurus dengan span 125 s/d d 170 m,sudut max 16 tanpa isolator tumpu
3. Parallel groove hanya dipakai pada setiap 15 gawang
4. Menggunakan 4 set stay medium

Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


a-2 2 bh Travers aspan UNP.100.5.48x2500 ml 6 set Isolator penegang/afspan

mm long rod
b 4 bh Pelat baja penahan travers - B prt 6 bh Priform spiral termination
f 2 bh Mur baud dan ring M16 x 260 mm Pll/tjn 6/3 Parallel groove / non
65











KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG PENEGANG UNTUK JARAK RENTANG
(SPAN) 170 S/D 235 M



















Catatan :
- Menggunakan tiang beton 350 daN
- Mengguanakan 4 set stay henvy

Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


a-k 2 bh Travers UNP 100.50.4,8x3000
b 4 bh Pelat baja penahan travers - B prt 6 bh Preform spiral termination
e-1 6 bh Mur baud dan ring M 16 x 140 mm e 8 bh Mur baud dan ring M16 x 60
mm
66

4.1.13
4.1.14
4.1.15 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA PERCABANGAN SILANG

















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
a (a-1) 0
3 bh < 18 travers 1,8 m ; 18-60 travers j 2 bh Mur baud dan ring M.16 x
2.000 m 300 mm
b 3 bh Pelat baja penahan travers - B kh 4 bh Strip plat khusus u/travers
afspan
c 1 bh Klem f 6 x 40 mm - B l 4 bh Strip plat khusus 2 unt
travers afspan
e 10 bh Mur baud dan ring M16 x 60 mm Ml 5 set Isolator penegang/afspan
long rod
e-1 8 bh Mur baud dan ring M16 x 140 mm prt 6 bh Priform spiral termintion
f 2 bh Mur baud dan ring M.16 x 260mm bkp-2 4 bh Brace untuk travers p[endek
type 2
g 4 bh Isolator tumpu type post htc 6 bh H type connector
h 3 bh < 20 top ties > < 20 side ties
67

4.1.16 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA PERCABANGAN SIKU




















Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
a (a-1) 1 bh 0 0 0
< 18 travers 1,8 m ; 18 16 travers j 2 bh Mur baud dan ring M.16 x
2.000 mm 300 mm
b 3 bh Pelat baja penahan travers - B kh 4 bh Strip plat khusus u/travers
afspan
c 1 bh Klem f 6 x 40 mm - B l 2 bh Strip plat khusus 2 unt
travers afspan
e 10 Mur baud dan ring M16 x 60 mm Ml 3 set Isolator penegang/afspan
bh long rod
e-1 6 bh Mur baud dan ring M16 x 140 mm prt 3 bh Priform spiral termintion
f 2 bh Mur baud dan ring M.16 x 260mm bw 1,5 Binding wire
mtr
g 4 bh Isolator tumpu type post htc 3 bh H type connector
h 3 bh < 20 top ties > < 20 side ties a 2 bh Travers UNP 100 50,5 x
1800 m
Bkp-2 4 bh Brace utk travers pendek type 2
68

4.1.17
4.1.18 KONSTRUKSI PEMASANGAN PADA TIANG SUDUT ± 90 °

























69






KONSTRUKSI PEMASANGAN RECLOSER ATAU SECTIONALIZER PADA TIANG
PORTAL


























70






KONSTRUKSI PEMASANGAN LOADBREAK SWITCH PADA TIANG PORTAL



























71






KONSTRUKSI PENAHAN / PENYANGGA TIANG
Pada dasarnya tiang yang didirikan harus dipasang dengan pondasi / bagian
bawah tiang itu kuat, sehingga akibat tarikan penghantar, tiang tidak akan
miring. Tetapi oleh karena kondisi tanah dan kemampuan beban kerja yang
terbatas, maka perlu dipasang penahan / penyangga tiang.
Ada beberapa macam konstruksi penyangga tiang yang dapat dijadikan
alternatip tergantung kondisi tempat tiang didirikan .
1. Tupang tarik (trek sur) : menggunakan kawat baja sebagai penahan tiang
dari tarikan kawat / konduktor . Sebagai penguatnya bagian bawah kawat
penahan dipasang beton-blok yang ditanam di dalam tanah
2. Tupang antar tarik (kontra mas)
3. Tupang tekan (druk skur)
4. Pondasi dan beton kerja tiang yang diperkuat

JARAK AMAN
ADALAH JARAK MINIMUM DIPERBOLEHKAN ANTARA JARINGAN
BERTEGANGAN DENGAN JARINGAN ATAU BENDA LAIN
RUANG BEBAS (CLEARANCE) SALURAN UDARA TEGANGAN RENDAH
TERHADAP SALURAN UDARA ATAU BENDA LAIN DALAM SATUAN METER

No. Ruang Bebas Udara Notasi Clearance
1. Kabel udara menyebrang jalan kereta api a 8.23
2. Kabel udara menyebrang jalan raya
b 5.48
3. Kabel udara ke tanah c 4.56
4. Kabel udara ke ujung pohon d 1
5. Kabel udara sepanjang jalan raya / kota e 4.56 – 5.48
6. Kabel udara ke kabel telepon f 1.20
7. Kabel udara ke kabel JTR g 0.6
8. Kabel udara ke sekur h 0.6




72








4.4. Konstruksi KabelTegangan Menengah 20 KV

TUJUAN

Setelah menyelesaikan bahan bacaan, peserta mampu :
Ø Menjelaskan latar belakang perlunya memperhatikan Konstruksi Kabel –
TM 20 kV
Ø Menjelaskan sumber bahaya kabel tanah dan cara penanggulangannya.
Ø Menjelaskan Petunjuk Keselamatan Kerja dalam penggalian dan
penenaman kabel tanah di jalan umum.

STANDART
Sesuai Peraturan yang berlaku.
4.4 Pendahuluan
Salah satu penghantar tenaga listrik dilakukan melalui kawat udara, akan
tetapi sesuai dengan kemajuan perkembangan kota maka kawat listrik yang
bergantungan ditengah – tengahkota dirasakan sangat mengganggu
pemandangan, lagi pula berbahaya bagi keselamatan umum.
Mengingat bahwa sebagian besar pemakai tenaga listrik tinggal dikota dan
kebutuhan akan tenaga listrik terus meningkat, sehingga pemasangan kawat
udara terus bertambah. Sehingga lama kelamaan kawat penghantar tenaga
listrik tersebut akan mengganggu pemandangan di jalan – jalan kota. Oleh
karena itu dirasa perlu untuk membuat kabel yang dapat ditanam didalam
tanah.
Namun penyambungan kabel didalam tanah juga banyak menimbulkan
bahaya ,sehingga harus diperhatikan cara penanamannya dan
penyambungannya agar dapat terhindar dari gangguan yang akan terjadi.
Selain itu kabel tanah juga berbahaya bagi pekerja itu sendiri dan masyarakat
sekitarnya, maka dari itu perlu diperhatikan keselamatan kerjanya.
4.4.2 Sumber Kerusakan Kabel Tanah


73

Penyebab Timbulnya bahaya Kabel Tanah ada 3 :


1. Kerusakan – kerusakan Kabel Tanah
2. Penggalian untuk Penanaman Kabel Tanah
3. Penarikan dan Penggelaran Kabel Tanah

1. Kerusakan – kerusakan Kabel Tanah
Kerusakan – kerusakan kabel yang terjadi dibawah tanah pada dasarnya
disebabkan oleh :
1. Tenaga Listrik
2. Mekanik
" Untuk mencegah kerusakan – kerusakan kabel yang diakibatkan
karena tenaga listrik adalah :
Dengan tidak memberi tegangan listrik sampai melebihi batas
yang ditentukan, begitu juga dalam pemberian beban harus
disesuaikan dengan penampang kawat.
" Untuk mencegah kerusakan – kerusakan kabel yang diakibatkan
mekanik adalah dengan mengikuti peraturan – peraturan sebagai
berikut :
a. Kabel tidak boleh sampai terjatuh.
b. Kedudukan kabel selalu dalam keadaan berdiri, tidak boleh
ditidurkan.
c. Tutup gulungan kabel tidak boleh dibuka lebih dahulu,
demikian pula tutup ujung kabel (dop ujung kabel) tidak boleh
dilepas.
d. Kabel tidak boleh menerima tekanan alat – alat berat.
e. Kabel harus diletakkan di tempat yang aman.

1. Persyaratan lebar galian.
a. Lebar galian harus cukup, sekurang – kurangnya 0,45 m apabila
perlu, didindingnya ditopang agar tepinya terhindar dari longsor.
Namun lebar sebenarnya harus disesuaikan dengan banyak kabel
yang akan diletakkan didalam galian tersebut seperti dinyatakan
dalam tabel berikut ini. (lihat gambar 1).


74

Jumlah kabel Lebar galian cm


1 45
2 55
3 85
4 105
5 130
6 155






Gambar. 1

b. Kalau jumlah jalur kabel yang akan kita tanam dalam satu galian
lebih dari satu jalur, maka jarak kabel 20 cm atau diberi isolasi
pelindung diantara kabel dengan memakai batu yang dimiringkan,
(lihat gambar 2).










Gambar. 2


75

Untuk menghindarkan terjadinya kecelakaan kabel berhimpit satu sama lain,


maka diantara kabel-kabel itu harus diberi isolasi pelindung batu beton (lihat
gambar 3).








Gamnbar. 3


2. Persyaratan Kedalaman Penggalian kabel Tanah..

a. Kedalaman penggalian untuk penanaman kabel harus cukup
agar kabel tidak rusak karena tekanan dari atas.
b. Untuk penggalian dan penanaman ditanah trotoir atau
tanah yang tidak dilewati oleh kendaran berat, kedalaman
galian ± 1m, dasar lubang galian harus diratakan dan harus
diberi lapisan pasir setebal 0,10 m. (lihat gambar 4).


















Gambar 4


76

c. Untuk penggalian dan penanaman kabel dijalan aspal,


atau jalan dilewati kendaraan berat kedalaman ± 1,3 m.
(lihat gambar 5).






























Gambar. 5


d. Untuk penggalian dan penanaman kabel di
penyeberangan aspal. Atau jalan yang dilewati kendaraan
berat harus diberi blok beton atau pipa PVC untuk
perlindungan kabel. (lihat gambar 6).




77








Gambar. 6


3. Belum tersedianya Perlengkapan Pada Saat Dilaksanakan
Penggelaran dan Penanaman Kabel Tanah.
a. Dongkrak haspel. (lihat gambar 7)













Gambar. 7

b. Grip penarik dan tambang. (lihat gambar 8).









Gambar. 8


78


c. Roller untuk penarik lurus dan pembelok. (lihat gambar 9).


Gam
bar .9











e. Tanda – tanda peringatan galian kabel berupa :
Papan peringatan Gb 10.





















Gambar. 10

" Tanda panah untuk jalur jalan. (lihat gambar 11).





79






Gambar. 11








Bendera warnah biru dan merah.
(lihat gambar 12).













" Lampu merah yang dipasang pada malam hari.
(lihat gambar 13 di bawah ini).





80









f. Blok beton untuk membuat perlindungan kabel dan
membuat krosing jalan dan penyeberangan jalan.
(lihat gambar 14).









f. Bata untuk peringatan adanya kabel tanah.
(lihat gambar 15).












g. Tanda lintasan kabel tanah.
(lihat gambar 17)










81









h. Bata untuk tanda kotak
samungan.
( lihat gambar 17)










I. Sarung tangan (lihat gambar 18)








J. Tenda untuk berteduh bagi pekerja – pekerja pada saat
melaksanakan pekerjaan penyambungan.
k. Pompa air dan ember untuk membuang air yang mungkin
terdapat pada galian – galian tersebut.
l. Peralatan untuk membuat trowongan dan bobokan
pondasi yang menghalangi galian kabel, dan tidak boleh
dirusak.
m. Pasir untuk menguruk pada waktu kabel tanah digelar.


4.4.3. PENARIKAN ATAU PERGELARAN KABEL TANAH.


82

Ada 3 macam hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan


penarikan agar tidak terjadi kecelakaan kerja :

i. Jumlah tenaga yang akan melaksanakan penarikan atau penggelaran
kabel harus cukup minimal satu orang per 3 meter kabel.
Jadi jika akan menggelar I rol haspel kabel yang panjangnya +- 300
m diperlukan tenaga minimal ; 300/3 = 100 orang

2.a Sebelum dilakukan penarikan atau penggelaran kabel tanah haspel,
harus diletakkan diatas dongkrak untuk memudahkan penarikan.
b. Kabel dilepas dari rol haspelnya, ditarik dan digelar secara hati – hati
jangan sampai melilit dan menyatu, dsb.
c. Kabel ditarik dengan tangan oleh pekerja – pekerja yang berdiri
dengan jarak yang teratur sepanjang penggalian (1 orang, 1 roller,
setiap kurang lebih 3 m)
d. Setiap pekerja menarik kabel itu pada saat terdengar aba – aba
(komando, suara) yang diberikan oleh pengawas. (lihat gambar 18)













3.a Dalam melakukan penarikan kabel pada tikungan / belokan radius
lengkungan kabel selama penggelaran harus selalu lebih dari 20 kali
diameter kabelnya.
(lihat gambar 19)





83













b. Dalam melaksanakan penarikan kabel sedapat mungkin tanpa membuat
selingan kabel Jika selinagn kabel tersebut harus dibuat berbentuk huruf
s dimana jari – jari lengkunganya sedikit 3 m, tidak dibenarkan menyilang
kabel seperti membuat angka 8 (delapan). (lihat gambar 20)
















4.4.4. Petunjuk KeselamatanKerja Penggalian dan Penanaman Kabel
Tanah di Jalan Umum.

Ada 2 macam petunjuk keselamatan kerja penggalian dan penanaman kabel
tanah.

1 Keamanan Untuk Pekerjaan di Jalan umum.
a. Guna menghadiri kecelakaan pelaksanaan pekerjaan pemasangn kabel
di jalan umum jangan sampai mengurangi luas jalan dengan
membongkar jalan terlalu lebar.
b. Bila pekerjaan dilaksanakn di jalan yang sempit usahakanlah :


84

1. Menyelesaikan pekerjaan secepat mungkin dengan memilih waktu


dimana lalu lintas sedang tidak tepat.
2. Meminta bantuan polisi lalu lintas bila ada kemungkinan jalan
akan macet.
3. Bila belum ada polisi lalu lintas, dan dianggap perlu aturlah lalu
lintas dengan menugaskan beberapa petugas memeakai tanda
“Sto/Jalan” yang diatur secara manual.


c. Bila pekerjaan dilaksanakan sebelum belokan tanda – tanda
peringatan (keamanan) harus diletakkan sebelum belokan.
d. Bila pekerjaan dilakukan pada alan menurun, letakkan tanda – tanda
peringatan yang cukup jauh dari tempat pekerjaan tersebut, sehingga
kendaraan masih bisa untuk memperlambat jalan.
e. Tanda bekas galian jangan terlalu banyak mengambil tempat agar lalu
lintas kendraan tidak terhambat karena terlalu sempitnya lebar jaln.
f. Lubang galian jangan terlalu lama terbuak , untuk itu usahakan agar
kabekl segera ditanam. Selesai penanaman lubang galian harus
dirapihkan.
g. Selama galian belum ditutup, jaln untuk masuk kerumah – rumah dan
gang – gang harus disediakan papan – papan untuk jembatan
melewati galian.
(lihat gambar 21)















85











2. Cara Penempatan / pemasangan Tanda – tanda Peringatan.
a. Petunjuk jaln diletakkan 16 m sebelum lubang galian dengan anak
panah kearah jalan yang dapat dilihat.
b. Tonggak peringatan pada garis daerah yang diamankan dengan jarak
masing – masing 4 m.
c. Bendera merah diletakkanpada lobang galian atau pada tempat
urukan yang belum begitu keras untuk pekerjaan disiang hari.

d. Bendera merah dan biru diletakkan pada lobang galian yang
pekerjaannya ditengah jalan umum.
e. Lampu merah / kuning yang berkelip dipergunakan apabila pekerjaan
dilakukan pada malam hari.









CONTOH :

1. Untuk pekerjaan penggalian kabel dijaln umum dua jalur / jurusan, dua
kendaraan yang lewat bersimpangan.







86





































2. Untuk pekerjaan penyambungan kabel dijalan umum satu jurusan, satu
kendaraan yang lewat.











87





































3. Untuk pekerjaan penyambungan kabel dijalan umum satu jurusan, dua
kendaraan sejajar yang lewat.











88





































4. Untuk pekerjaan penyambungan kabel dijalan yang berada ditengah-
tengah jalan.











89


90

BAB V
PERHITUNGAN LISTRIK TERAPAN


5.1. Jatuh Tegangan
• Jatuh tegangan merupakan besarnya tegangan yang hilang pada suatu
penghantar.
• Jatuh tegangan atau susut tegangan pada saluran tenaga listrik secara umum
berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban serta berbanding
terbalik dengan luas penampang penghantar.
• Besarnya susut tegangan dinyatakan baik dalam % atau dalam besaran volt.
Besarnya batas atas dan bawah ditentukan oleh kebijaksanaan perusahaan
kelistrikan.
• Perhitungan susut tegangan praktis pada batas-batas tertentu dengan hanya
menghitung besarnya tahanan masih dapat dipertimbangkan, namun pada
sistem jaringan khususnya pada sisitem tegangan menengah masalah
indukstansi dan kapasitansinya diperhitungkan karena nilainya cukup
berarti.

5.2. Perhitungan Praktis Jatuh Tegangan untuk kondisi Tanpa Beban
Induktansi

Definisi simbol dan Satuan
P : beban dalam [watt]
V : tegangan antara 2 saluran
q : penampang saluran [mm2]
Dv : jatuh tegangan [volt]
Du : jatuh tegangan [%]
L : panjang saluran (bukan panjang penghantar) [meter sirkuit]
I : arus beban [A]
l : daya hantar jenis. Cu = 56; Almunium = 32,7


91




5.3 Sistem-Sistem Penghantar, Cos j
Jatuh Tegangan (dalam %)
Untuk beban P, panjang L ; Du [%]
Besarnya penampang saluran, q [mm2]

L
q
P

q=
L ´ I ´ 200
V ´ Du ´ l
atau q=
L ´ P ´ 200
V ´ Du ´ l
2
mm2 [ ]

Jatuh Tegangan (dalam Volt)

q=
L´ P´ 2
V ´ Dv ´ l
atau q=
L´ I´ 2
Dv ´ l
mm2 [ ]

Contoh :
1. Beban P = 900 watt; D u = 2%; V = 115 volt ; L = 400 meter.
Maka :
L ´ P ´ 200 400 ´ 900 ´ 200
q= = = 48,6
V 2 ´ Du ´ l 1152 ´ 2 ´ 56

2. Beban pada titik P = 14 A, pada titik Q = 16 A, Dv pada Q = 2,5 volt, L1 = 20
meter, L2= 16 meter (penghantar tembaga).

O L1 P L2 Q

I1=30 A I2=16 A
14 A 16 A
Dv 2,5 volt
Dv=Dv1+Dv2
20 x30 x 2 16 x16 x 2
2,5 = +
56q 56 q
q = 12,2
diambil q = 16mm 2


92



Sistem Fasa Tiga dengan cos j
Bila diketahui besarnya arus I, Dv [volt]
1,73 ´ L ´ I ´ cos j
q= [mm 2 ]
Dv ´ l
1,73 ´ L ´ I ´ cosj
Dv = [volt ]
q´l
Bila diketahui besarnya beban P dalam watt
L´ P
q= [mm 2 ]
V ´ Dv ´ l
Contoh :
1. Saluran arus bolak balik fasa – 3 L = 80 meter, P = 2000 watt; V= 190 volt; Dv
= 3,8 volt; arus penghantar netral = 0 A
L´ P 80 ´ 2000
q= = = 3,96mm2
V ´ Dv ´ l 190 ´ 3,8 ´ 56

2. Berapa jatuh tegangan pada satu saluran L : 150 meter, I : 190 Ampere ; q =
95 mm2, sistem fasa -2. cos j = 0,88
1,73 ´ L ´ I ´ cosj 1,73 ´ 150 ´ 190 ´ 0,88
Dv = =
q´l 95 ´ 56
= 8,15volt

5.4 . Perhitungan Dengan Moment Listrik

Perhitungan momen listrik untuk sistem fasa 3 dengan terminologi sebagai
berikut :
SIMBOL KETERANGAN TR TM
P daya aktif KW MW
U tegangan kerja antar fasa V KV
R tahanan penghantar W/km W/km
x reaktansi penghantar W/km W/km
j beda fasa


93

Jatuh tegangan relatif (dalam %) dapat dianggap sama dengan rumus :


Du R + x tan j
sistemTM = = 10 2 PL
u u2
Du R + x tan j
sistemTR = = 10 5 PL
u u2
Hasil kali P x L dinamakan momen listrik dengan beban P pada jarak L dari
sumbernya.
Jika jatuh tegangan dalam % sebesar 1 % maka momen listriknya disebut M1.

1 V2
Pada TM : M1 = ´
100 R + x tan j
1 V2
Pada TR : M1 = ´
105 R + x tan j

Tabel-tabel pada halaman berikut memberikan data momen listrik (M) untuk
berbagai harga cos j, luas penampang yaitu :
M1 adalah momen listrik untuk Dv = 1 %
M5 adalah momen listrik untuk Dv = 5 %
M7 adalah momen listrik untuk Dv = 7 %
Dengan beberapa batasan :
1. Beban fasa 3 seimbang di ujung hantaran
2. Suhu kerja 300C untuk hantaran udara dan berisolasi dan 300 untuk kabel
bawah tanah dan hantara udara berisolasi.
3. Reaktansi 0,3 ohm/km untuk hantaran udara tidak berisolasi dan 0,1 ohm/km
untuk kabel tanah dan hantaran udara berisolasi

Contoh penggunaanya :
1. Saluran udara 20 kV fasa 3, A3C 150 mm2 cos j : 0,95 daya 4 kW panjang
sirkuit 10 kms.
Tabel memberikan M1 : 11,5 MW.km
Du 40
Jatuh tegangan relatif = ´1% = 3,47% .
u 11,5
2. Saluran udara 20 kV fasa 3, A3C 150 mm2, L : 20 kms dibebani 20 trafo
dengan daya masing-masing 250 kVA, beban merata dan cos j = 0,8. Jatuh
tegangan relatif pada transformator paling ujung adalah :


94

S = 20 x 250 kVA = 5000 kVA ; cos j = 0.8


P = 5000 x 0,8 = 4000 kW = 4 MW
1
Beban terbagi rata : Beban Pengganti (P’)= x 4 MW = 2 MW
2
Momen beban M = P’x L = 2 x 20 = 40 MW.km
Momen M1 = 8 MW.km
M 40
Jatuh tegangan relative = x1% = ´ 1% = 5%
M1 8
Tabel 5.1 Momen listrik jaringan distribusi tegangan menengah saluran
bawah tanah M 1% [MW.km].
Penampang cos j
(mm2) 1 0,95 0,9 0,85 0,8 0,7 0,6
95 11,4 10,2 9,8 9,5 9,2 8,7 8
150 17,3 15,2 14,3 13,63 12,7 12 11
240 29 23,9 21,2 20 18,6 16,6 15

Tabel 5.2 Momen listrik jaringan distribusi tegangan menengah saluran
udara M 1 % [MW.km].A3C
Penampang cos j
(mm2) 1 0,95 0,9 0,85 0,8 0,7 0,6
35 4 3,6 3,4 3,3 3,2 2,9 2,7
70 7,7 6,3 5,8 5,4 5,2 4,6 4,0
150 12,1 11,5 10 8,9 8 6,8 5,7
240 16,77 15 12,5 10,9 9,7 7,9 6,5
Tabel 5.3 Momen listrik jaringan distribusi regangan rendah kabel
twisted M 1 % 380 volt [kW.km].
Penampang cos j
(mm2) 1 0,95 0,9 0,85 0,8 0,7 0,6
3 x 35 x N 1,46 1,44 1,38 1,34 1,34 1,31 1,29
3 x 50 x N 1,94 1,92 1,8 8 1,82 1,8 1,78 1,75
3 x 70 x N 7,96 2,67 2,6 4 2,61 2,59 1,56 1,52


95

5.5. Faktor Distribusi Beban


Distribusi beban pada jaringan dapat dinyatakan dalam bentuk matematis untuk
beban di ujung penghantar, beban terbagi merata, beban terbagi berat diawal
jaringan, beban terbagi barat di ujung. Dengan pengertian sederhana didapatkan
angka faktor distribusi beban pada jarak antara titik berat beban dengan
sumber/gardu.

Diagram distribusi beban Faktor distribusi
1. beban di ujung penghantar besar beban =
kuat penghantar
Fd = 1
L

P
2. beban merata sepanjang saluran besar
beban = 2 x kuat penghantar
L

Fd = 0,5

ΣP
½L

3. beban memberat ke ujung
L
2
Fd =
3
2/3 L
ΣP
4. beban memberat kemuka

L
1
Fd =
3

1/3 L ΣP


96

Contoh :
Penghantar A3C dengan beban I Ampere, panjang L kms, Du = 5% beban merata
sepanjang saluran Fd = 0,5 maka penghantar boleh dibeban 2 x I (Ampere) atau
saluran diizinkan sepanjang 2L.

5.6 Radius Pelayanan
Perhitungan jatuh tegangan dengan rumus konvensional
P
Du = (r + x tan j ). Volt/km.
3U
Memberikan hubungan antara jatuh tegangan Du, P dan panjang penghantar L,
jika beban berada pada ujung penghantar.
Grafik pada halaman berikut memberikan gambaran hubungan parameter-
parameter tersebut.
Grafik ini dapat digunakan secara sederhana sebagai berikut :
1. Jika faktor distribusi = 0,5 salah satu nilai-nilai Du, P, L dapat dapat dikalikan
dua.
1
2. Jika faktor distribusi = salah satu nilai-nilai Du, P, L dapat dikalikan tiga.
3
2
3. jika faktor distribusi = salah satu nilai-nilai Du, P, L dapat dikalikan satu
3
setengah.

Catatan :
Perlu diperhatikan Kemampuan Hantar Arus Penghantar yang dipergunakan.


97

Jarak [Km]
50

45

40

35

30

25

20

15 35mm2
70mm2 240mm
150mm 2
2

10

5
35 mm2 70 mm2
Limit Limit
1 2 3 4 5 6 7 8
MW

[MW] Grafik kemampuan penyaluran SUTM fasa – 3 beban diujung Du 5%,
cos j= 0,8 T=35oC A3C [IEC.2008]


98


Grafik kemampuan penyaluran kabel Twisted Tegangan Rendah (TR) beban
diujung pada suhu (T )= 30oC dan cos j = 0,8


5.7 Kemampuan Hantar Arus

Kemampuan Hantar Arus penghantar dibatasi dan ditentukan berdasarkan
batasan-batasan lingkungan, teknis material dan batasan pada kontruksi
penghantar tersebut yaitu :
• Temperatur lingkungan
• Jenis penghantar
• Temperatur lingkungan awal


99

• Temperatur penghantar akhir


• Batas kemampuan termis isolasi
• Faktor tiupan angin
• Faktor disipasi panas media lingkungan

Apabila terjadi penyimpangan pada ketentuan batasan tersebut diatas maka
kemampuan hantar arus penghantar harus dikoreksi

3.7.1 Kemampuan Hantar Arus Penghantar Tahanan Udara
Jenis penghantar saluran udara, terdiri atas :
a. Panghantar tidak terisolasi A3C, A2C, ACSR. (ACSR tidak secara luas
dipergunakan sebagai penghantar saluran udara tegangan menengah)
b. Penghantar berisolasi A3C-S, NA2XSEY. (kabel twisted tegangan menengah).
c. Penghantar LVTC (Low Voltage Twisted Cable) NFA2X.

Ketentuan teknis kemampuan hantar arus penghantar pada ambient temperatur
30oC dalam keadaan tanpa angin. Tabel halaman berikut memberikan
kemampuan hantar arus jenis penghantar saluran udara tegangan menengah
dan jangkauan pada beban dan jatuh tegangan tertentu.

5.7.2 Saluran Kabel Bawah Tanah
• Kemampuan hantar arus kabel baik jenis multi core maupun single core
dibatasi oleh ketentuan sebagai berikut :
§ suhu tanah 30o C
§ resistance panas jenis tanah 1000 C, cm/w.
§ digelar sendiri / hanya 1 kabel
§ suhu penghantar maksimum 900C untuk kabel dengan isolasi XLPE dan
65o C untuk kabel tanah berisolasi PVC.
§ Kabel digelar sedalam 70 cm. di bawah permukaan tanah.
• Apabila keadaan lingkungan menyimpang dari ketentuan di atas maka kuat
hantar arus kabel harus dikoreksi dengan faktor tertentu.
• Tabel pada halaman berikut memberikan data kemampuan hantar arus kabel
baik untuk pemakaian bawah tanah ataupun saluran udara.


100

• Untuk kabel yang dipakai pada saluran udara (contoh NFA2XSEY-T)


ketentuannya mengikuti ketentuan untuk saluran udara.

Tabel 3.4 Kemampuan hantar arus penghantar tak berisolasi pada suhu
keliling 350C kecepatan angin 0,6 m/detik, suhu maksimum 800C (dalam
keadaan tanpa angin faktor koreksi 0,7)
Luas Penampang Cu A2C A3C
Nominal (mm2)
16 125 A 110 A 105 A
25 175 A 145 A 135 A
35 200 A 180 A 170 A
50 250 A 225 A 210 A
70 310 A 270 A 155 A
95 390 A 340 A 320 A
150 510 A 455 A 425 A
240 700 A 625 A 585 A
300 800 A 710 A 670 A

Tabel 5.5 Kemampuan hantar arus kabel tanah inti tunggal isolasi XLPE,
Copper Screen, berselubung PVC jenis kabel NA2XSY.
Susunan/Konfigurasi Penggelaran kabel
Penampang nominal Di tanah 200 C Di udara 300 C
(mm2)


1 x 50 165 A 145 A 180 A 155 A
1 x 70 237 A 211 A 240 A 229 A
1 x 95 282 A 252 A 328 A 278 A
1 x 120 320 A 787 A 378 A 320 A
1 x 150 353 A 320 A 425 A 363 A
1 x 240 457 A 421 A 573 A 483 A

Tabel 5.6 Kemampuan hantar arus kebel tanah dengan isolasi XLPE,
copperscreen, berselubung PVC pada tegangan 12/20 kV/ 24 kV. pada suhu
keliling 30oC atau suhu tanah 300C
Jenis kabel Penampang Di udara Di dalam tanah
nominal


101

NA2XSEY 95 mm2 242A 214 A


Multicore 150 mm2 319 A 272 A
240 mm2 425 A 358 A
300 mm2 481 A 348 A
NFA2XSEY-T 3 x 50 + N 134 A
Twisted Cable 3 x 70 + N 163 A
3 x 95 + N 203 A
3 x 120 + N 234 A

Tabel 5.7 Faktor reduksi kabel multi core/single core dengan konfigurasi
berjajar didalam tanah.
Jumlah kabel
2 3 4 5 6 8 10
Jarak
a. Bersentuhan 0,79 0,69 0,63 0,58 0,55 0,50 0,46
b. 7 cm 0,85 0,75 0,68 0,64 0,60 0,56 0,53
c. 25 cm 0,87 0,79 0,75 0,72 0,69 0,66 0,64

Tabel 5.8 Faktor koreksi KHA kabel XLPE untuk beberapa macam
temperatur udara
Temperatur Udara 100 150 200 250 300 350 400 450 500
(0C)
XLPE Cable 1,15 1,12 1,08 1,04 1 0,96 0,91 0,87 0,82







Tabel 5.9 Kemampuan hantar arus kabel twisted tegangan rendah berinti
alumunium berisolasi XLPE atau PVC pada suhu keliling 300C.
Jenis kabel Penampang KHA terus Penggunaan
nominal menurus


102

1 2 3 4
3 x 25 + 25 103
3 x 35 + 25 125
3 x 50 + 35 154
3 x 70 + 50 196
3 x 95 + 70 242

2 x 10 re 54 Saluran Tegangan
NFA2X
2 x 10 rm 54 rendah
2 x 16 rm 72
4 x 10 re 54
4 x 10 rm 54
4 x 16 rm 72
4 x 25 rm 102

2 x 10 re 42
2 x 10 rm 42
2 x 16 rm 58
NFAY 4 x 10 re 42 Saluran Pelayanan
4 x 10 rm 42
4 x 16 rm 58
4 x 25 rm 75


103

Tabel 5.10 KHA terus menerus untuk kabel tanah berinti tunggal
penghantar tembaga, berisolasi dan berselubung PVC, dipasang pada
sistem Arus Searah dengan tegangan kerja maksimum 1,8 kV; serta untuk
kabel tanah berinti dua, tiga dan empat berpenghantar tembaga, berisolasi
dan berselubung PVC yang dipasang pada sistem Arus Bolak-balik tiga fasa
dengan tegangan pengenal 0,6/1 kV (1,2 kV), pada suhu keliling 300C.
KHA terus menerus
Luas Berinti tiga dan
Berinti tunggal Berinti dua
Jenis Penampang empat
kabel di di di di di di
mm2 tanah udara tanah udara tanah udara
A A A A A A
1 2 3 4 5 6 7 8
1,5 40 26 31 20 26 18,5
2,5 54 35 41 27 34 25
4 70 46 54 37 44 34

6 90 58 68 48 56 43
NYY 10 122 79 92 66 75 60
NYBY 16 160 105 121 89 98 80
NYFGbY
NYCY 25 206 140 153 118 128 106
NYCWY 35 249 174 187 145 157 131
NYSY 50 296 212 222 176 185 159
NYCEY
NYSEY 70 365 269 272 224 228 202
NYHSY 95 438 331 328 271 275 244
NYKY 120 499 386 375 314 313 282
NYKBY
NYKFGBY 150 561 442 419 361 353 324
NYKRGbY 185 637 511 475 412 399 371
240 743 612 550 484 464 436

300 843 707 525 590 524 481
400 986 859 605 710 600 560
500 1125 1000 - - - -









104

BAB VI
PERHITUNGAN MEKANIKA TERAPAN

6.1 Gaya-Gaya Mekanis Pada Tiang
Tiang pada jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi sebagai tumpu
penghantar, menerima gaya-gaya mekanis akibat :
1. Berat penghantar dan peralatan
2. Gaya tarik dari penghantar (tensile strength)
3. Tiupan angin
4. Akibat penghantar lain

Besarnya gaya-gaya tersebut berbeda sesuai dengan fungsi tiang (tiang
awal/ujung, tiang tengah, tiang sudut) dan luas penghantar.
Tiang baik tiang besi atau tiang beton mempunyai kekuatan tarik (working load)
sesuai standard yang berlaku saat ini yaitu 160 daN, 200 daN, 350 daN, 500 daN,
800 daN, 1200 daN dimana daN adalah deka Newton atau setara dengan 1,01 kg
gaya (masa x gravitasi).

6.2. Jarak antar tiang (Jarak gawang)
Tiang didirikan mengikuti jalur saluran distribusi. Jarak antar tiang disebut
gawang (span). Terdapat beberapa uraian mengenai pengertian dari span :
a. Jarak gawang maksimum adalah jarak gawang terpanjang pada suatu
saluran.
b. Jarak gawang rata-rata adalah jarak gawang rata-rata aritmatik
a1 + a2 + a3 + an +
arata -rata =
jumlahgawang
c. Jarak gawang ekivalent (Ruling span) adalah jarak gawang yang diukur
berdasarkan rumus

a13 + a23 + a33 + a43 +


aex =
a1 + a2 + a3 +
a1, a2, a3 …. an = jarak masing-masing gawang
atau


105

1 2
aex = (arata -rata ) + jarak gawang terpanjang
3 3

d. Jarak gawang pemberatan (weighted span) adalah jarak gawang antara dua
titik terendah dari penghantar pada 2 jarak gawang berurutan.

a1 a2
a1 ¹ a

6.3. Berat penghantar dan gaya berat penghantar
Berat penghantar adalah massa penghantar tiap-tiap km (kg/km)
Gaya berat penghantar = m x g
Dimana : m = massa penghantar
g = gravitasi

Sag atau andongan adalah jarak antara garis lurus horizontal dengan titik
terendah penghantar. Berat penghantar dihitung berdasarkan panjang
penghantar sebenarnya sebagai fungsi dari jarak andongan dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

8s 2
L = a + dimana : L = panjang total penghantar (m)
3a
a = jarak gawang
s = panjang andongan/sag


106

6.4. Gaya tarik pada tiang


Panjang penghantar pada dua tiang (gawang) berubah-ubah sebagai akibat :
a. Perubahan temperatur lingkungan
b. Pengaruh panas akibat beban listrik (I2R)
Sesuai dengan sifat logamnya, panjang penghantar akan mengalami penyusutan
pada temperatur rendah dan memanjang pada temperatur tinggi (panas)
menurut rumus :
Lt = Lo (1 + a.Dt) dimana : Lo = panjang awal
Lt = panjang pada t0 C
a = Koefisien muai panjang
Dt = beda temperatur
Pada temperatur rendah panjang penghantar menyusut, memberikan gaya
regangan (tensile stress) pada penghantar tersebut, gaya ini akan diteruskan ke
tiang tumpunya. Jika gaya tersebut melampaui titik batas beban kerja
penghantar (ultimate tensile stress) penghantar akan putus atau tiang
penyanggah patah jika beban kerja tiang terlampaui (working load). Perhitungan
batas kekuatan tiang dihitung pada t terendah 200C (malam hari) dan suhu rata-
rata-rata siang hari 300C.
Besarnya gaya regangan adalah sebesar

F = Y ∆L Newton
Dimana : Y = Modulus Young
A = Luas Penampang (m2)
∆L = Deformasi panjang penghantar (m)
= (Lt – L0) meter
L0 = Panjang Awal
Lt = Panjang pada penambahan (-∆t)
Jika tensile stress pada t = 200C adalah nol. Pada keadaan tersebut, panjang
penghantar sama dengan jarak gawang sehingga gaya-gaya yang terjadi pada
tiang adalah Fv = 0, Fh = gaya berat penghantar. Dengan kata lain tiang hanya
mengalami gaya berat penghantar sendiri yang pada kondisi ini sama dengan
gaya berat penghantar pada titik sag terendah.


107

L=a
Fh = maksimum S=o
Fv = 0 T = 200C
a


Contoh :
1. Gaya F horizontal pada tiang untuk a= 40 meter. Penghantar kabel twised (3 x
70 mm2 + N) meter.
FH = m x g daN
= 1,01 kg x ohm x 9,8 = 396. daN
2. Gaya F Horizontal pada tiang jika s = 1 meter
8, s 8,1
L = a + =40 + =42,3 meter
s 3,1
F = 42,3 x 1,01 kg /m x 9,8 = 418,7 daN
FH = F sin a ® a = sudut andongan » 300.
= 418 sin 300 = 345 daN.

6.5. Pengaruh angin
Pengaruh kekuatan hembus angin di Indonesia diukur sebesar 80 daN/m2 oleh
karena tiang/penghantar bulat dihitung 50% atau 40 daN/m2.

Gaya akibat hembusan angin ini terarah mendatar (transversal) sebesar
Fangin = 40 daN/m2 x (diameter x L +Luas penampang tiang)
Dalam beberapa hal faktor luas penampang tiang diabaikan

Tabel berikut memberikan data karakteristik mekanis untuk berbagai jenis
penghantar dan luas penghantarnya :

Karakteristik penghantar kabel twisted inti alumunium tegangan rendah
(NFA2X-T) dengan penggantung jenis almelec (breaking capacity 1755 daN).
Karakteristik penghantar all alumunium alloy conductor (A3C)
Modulus elasticity 6000 hbar


108

Koefisien ekspansi 23 x 10-4 per 0C


Koefisien tahanan 0.0036 per 0C
Penampang Penampang Diameter Berat Resistansi
(mm2) Penggantung total (Isolasi pada
(mm2) (mm) XLPE) 200C/fasa
(Kg/km) ohm/km
3 x 25 54,6 26 574 1,2
3 x 35 54,6 30,00 696 0,867
3 x 50 54,6 33,1 819 0,641
3 x 70 54,6 38,5 1059 0,443

Luas Diameter Berat Minimum Resistan pada
penghantar luas (kg/km) breaking 200C
(mm2) (mm) load (daN) (W/km)
35 6 60,2 710 1,50
54,6 9,45 149,2 1755 0,603
148 12,5 256,3 3000 0,357
148 15,75 407 4763 0,224
240 20,25 670 6775 0,142
300 22,5 827 8370 0,115

Karakteristik panghantar kabel twisted inti alumunium tegangan menengah
(NFA2XSEY-I)
Jenis penghantar : kawat baja 50 mm2
Breaking capacity :
Rated voltage : 24 kV






Luas Diameter Berat Tahanan Kapasitansi
penampang total (Isolasi pada 200C / µF/u
(mm )
2 XLPE) fasa ohm/km
kg/km
3 x 50 54,7 2870 0,645 0,18
3 x 45 87,2 4340 0,437 0,22





6.6. Gaya Mekanis Pada Tiang Awal/Ujung


109

Jika pada temperature minimal (t = 20o C) masih terdapat Sag, maka gaya regangan
(tensile stress) sama dengan nol. Pada kondisi demikian tiang mendapat gaya mekanis
F:
• Akibat massa penghantar x ½ jarak gawang = Fm
• Akibat angn x panjang ½ jarak gawang = Fa

Maka F = (daN).
Dimana pengaruh tiupan angin pada tiang diabaikan.

6.7. Gaya Mekanis Pada Tiang Tengah


Tiang tengah dengan deviasi sudut lintasan 0o tidak menerima gaya mekanis akibat
massa penghantar, karena gaya tersebut saling menghilangkan pada jarak
gawang/span yang berdampingan. Namun tetap menerima gaya mekanis sebagai
akibat tiupan angin. Besarnya kekuatan angin adalah 40 daN/m2.
Fa = F x diameter kabel x panjang jarak gawang rata – rata
F = 40 daN/m2
Fa = kekuatan tekanan angin

6.7. Gaya Mekanis Pada Tiang Sudut


Tiang sudut adalah tiang dimana deviasi lintasan penghantar antara 0o + sampai
dengan 90o C dengan jarak antara tiang sama. Jika tiang awal/ujung memikul
gaya sebesar F kg gaya (daN), maka tiang sudut memikul gaya mekanis F akibat
berat/massa penghantar dan tiupan angin maksimum sebesar.

Fa
Arah Tiupan Angin
F

Dimana α = sudut deviasi lintasan jaringan
F = gaya mekanis tiang awal/ujung

Rumus gaya mekanis tiang sudut secara matematis

F = Fa x d x L x Cos2 + 2 F sin
Dimana : Fa = tekanan angin pada arah bisection


110

d = diameter penghantar
L = Panjang total penghantar
α = Sudut deviasi lintasan (derajat)

Apabila F1 adalah gaya mekanis maksimum pada tiang awal/ujung, dimana
F1 = F akibat massa penghantar + F akibat hembusan angin,
Maka tiang sudut menerima gaya maksimum sebesar

Fmaks = 2 F1 sin [daN]



6.8. Aplikasi perhitungan gaya mekanis
Tabel berikut memberikan hasil hitungan gaya mekanik pada tiang untuk berbagai
luas dan jenis penghantar dan pada dua posisi tiang, tiang awal/akhir dan tiang sudut.
Kekuatan tiang (working load) mengikuti standarisasi yang sudah ada yaitu 160 daN,
200 daN, 350 daN, 500 daN, 800 daN. Untuk panjang 9 m, 11 m, 12 m, 13 m, baik
tiang besi atau tiang beton.
Tiang mempunyai tingkat keamanan 2 yaitu baru akan gagal fungsi jika gaya mekanis
melebihi 2 x working load (breaking load).
Kekuatan tarik mekanis dihitung pada ikatan penghantar 15 cm di bawah puncak
tiang. Tidak diperhitungkan perbedaan momen tarik untuk berbagai titik ikatan
penghantar pada tiang (contoh underbuilt). Jika konstruksi underbuilt, maka gaya
mekanis yang diterima tiang adalah jumlah aljabar gagal mekanis akibat sirkit
penunjang tunggal.

Tabel Gaya mekanis pada tiang awal/ujung


§ Temperatur 300C
§ Jarak gawang L = 45 meter, panjang andongan 1 meter
§ Koefisien muai panjang 23 x 10-16 per 0C
§ Tekanan angin 40 daN/m2
§ Gravitasi g = 9.8
§ F1 = massa x g x L ; F2 = tekanan angin x d x L
2 2


No. Penghantar Massa Diameter F1 massa F2
F = F12 + F22
[mm2] [kg/m] d [m] x g [daN] Resultan
[daN]
[Kg/m]
I JTR


111

§ 3 x 35 + N 0,67 0,031 148 28 150


§ 3 x 50 + N 0,78 0,034 172 31 175
§ 3 x 70 + N 1,01 0,041 223 37 224

II JTM A3C
§ 3 x 35 0,28 0,008 62 21,6 65
§ 3 x 70 0,63 0,011 139 29,7 142
§ 3 x 150 1,22 0,016 269 45 273
§ 3 x 240 1,88 0,019 414 243 480

III JTM A3C-S
§ 3 x 150 1,54 0,017 340 46 343

IV JTM A3C –
T 3,23 0,066 712 59 715
§ 3 x 150


Tabel Gaya maksimum pada tiang sudut jaringan distribusi tenaga listrik
§ F3 = 2 F1 sin 1 a
2
§ Jarak gawang 45 meter, panjang sag 1 meter
a


No. Penghantar Gaya Mekanis Resultan Maksimum – F
[mm2] [daN]
a = 30 a = 45 a = 600
0 0 a = 900
I JTR
§ 3 x 35 + N 78 115 150 212
§ 3 x 50 + N 91 134 175 248
§ 3 x 70 + N 116 171 224 317

II JTM A3C
§ 3 x 35 34 50 65 92
§ 3 x 70 64 109 142 200
§ 3 x 150 141 208 273 384
§ 3 x 240 248 367 480 678

III JTM A3C-S
§ 3 x 150 172 262 348 485

IV JTM A3C –
T 368 545 712 1006
§ 3 x 150


112


6.9. Penggunaan Hasil Perhitungan Dalam Konsep Perencanaan
Mengingat perkembangan beban pelanggan, dll, kekuatan hasil perhitungan dikalikan
2, untuk mengantisipasi penambahan jalur jaringan distribusi dari tiang awal yang
sama.
Tabel berikut memberikan angka kekuatan tiang berdasarkan jenis penghantar dan
tiang sudut. Khusus untuk tiang akhir atau tiang sudut sejauh memungkinkan,
dipergunakan tiang dengan kekuatan tarik lebih kecil, namun ditambah konstruksi
topang tarik/guy wire/nekskun.
Tabel kekuatan tarik tiang awal/ujung (working load) JTR. Kekuatan angin 40
daN/m2 jarak gawang 45 meter t = 200C, panjang tiang 9 meter. Sag = 0 meter
GW = Guy Wire
No Penghantar Kekuatan tiang 9 m (daN) Alternatif
200 350 500 800 1200 pilihan
1. LV twisted cable X
3x35+N mm2
2. LV twisted 3x50+N X 200 daN +
mm2 GW
3. LV twisted 3x70+N X 200 daN
mm2 +GW untuk
tiang
ujung/akhir

Tabel Kekuatan Tarik Tiang Awal/Ujung (Working Load) JTM
Kekuatan angin 40 daN m2 jarak gawang 45 meter t = 200C, panjang tiang 12
meter.
No Penghantar Kekuatan tiang Alternatif Pilihan
200 350 500 800 120
0
1. A3C 3x35 mm2 X
2. A3C 3x50 mm2 X + GW
3. A3C 3x70 mm2 x 200 daN+GW
4. A3C 3x150 mm2 x 200 daN+GW
untuk tiang
ujung/akhir
5. A3C 3x240 mm2 2x 350 daN+GW
untuk tiang
ujung/akhir
6. A3C 2x(3x150)mm2
7. A3C 2x(3x240)mm2 2x 350 daN+GW
untuk tiang


113

ujung/akhir
8. A3C 3x150 2x 350 daN+GW
mm2+LVTC 3x70+N untuk tiang
mm2 ujung/akhir
9. A3C 3x240 2x
mm2+LVTC 3x70+N
mm2

Tabel kekuatan tiang sudut (Working load) saluran fasa-3 konstruksi underbuilt
JTM/JTR Tiang besi/beton panjang 11/12 meter, tiupan angin 40 daN/m2 t :
200C, sag = 60 cm
GW = Guy Wire : 2x = tiang ganda

No. Jarak Penghant Sudut Kekuatan tiang (daN) Alternatif
Gawa ar Deviasi 20 35 50 80 12 pilihan
ng 0 0 0 0 00
1. 50 A3C.35 00 - 150 X
meter mm2+LVT 150 - 300 X 200daN +
C 30 - 600 X GW
3x70/Nm 600 - 900 2X 200daN +
m2 GW
2. 50 A3C.70 00 - 150 X 200daN +
meter mm2+LVT 150 - 300 X GW
C 30 - 600 2X 200daN +
3x701/N 600 - 900 2X GW
mm2
3. 50 A3C.150 00 - 150 X
meter mm2+LVr 150 - 300 X
c 3x70/N 30 - 600 X + GW
mm2 600 - 900 2X 350daN +
GW
4. 50 A3C.240 00 - 150 X
meter mm2+LVr 150 - 300 X + GW
c 30 - 600 2X 350daN +
3x70/Nm 600 - 900 2X GW
m2
5. 50 A3C.150 00 - 150 X
meter mm2 150 - 300 2X 350daN +
GANDA 30 - 600 2X GW
600 - 900 2X 350daN +
GW
6. 50 A3C.240 00 - 150 X
meter mm2 150 - 300 X + GW
GANDA 30 - 600 2X 2 x 350 +
600 - 900 2X GW
2 x 350 +


114

GW
7. 90 A3C.240 00 - 150 X
meter mm2 15 - 30
0 0 2X 2x350daN
30 - 600 2X + GW
60 - 90
0 0 2X
8. 90 A3C.150 00 - 150 X
meter mm 2 15 - 30
0 0 X + GW
GANDA 30 - 600 2X
600 - 900 2X
9. 90 A3C.240 0 - 15
0 0 X
meter mm2 150 - 300 X + GW
30 - 600 2X + GW
600 - 900 2X
3. 90 A3C.240 0 - 15
0 0 X
meter mm2 150 - 300 X + GW
GANDA 30 - 600 2X + GW
600 - 900 2X
Catatan : Apabila menggunakan A3C berisolasi maka berat penghantar
bertambah 35 %, sehingga kekuatan tiang sudut harus ditambah dengan
pemasangan guy wire.

6.10. Metode Grafis Untuk Tiang Sudut
Perhitungan – perhitungan yang dilakukan untuk menentukan kekuatan mekanik tiang
sudut kerap kurang aplikatif. Model grafis dapat membantu tanpa harus menghitung
besarnya sudut deviasi lintasan jaringan.
Asumsi :
Gaya mekanis pada tiang sudut adalah resultan gaya tarik tiang ujung/awal
untuk berbagai penghantar yang berbeda.
Contoh :
Penghantar Fasa –3 A3C 150 mm2 sudut deviasi jo. Berapa working load
tiang yang dipilih.
Kekuatan tiang ujung A3C 3 x 150 = 500 daN.
Buat gambar dengan skala 1 cm = 100 daN
Ukur panjang resultan gaya misalnya 3,5 cm » 3,5 x 100 = 350 daN
Maka besarnya kuat tarik tiang sudut tersebut adalah 350 daN


115

5 cm = 500 daN

3 x 150 mm2
F0

3
x
15
0
m
m
2
R 5 cm = 500daN
3,5 cm = 3500 daN


6.11. Beban mekanik pada cross arm /travers
Cross arm adalah tempat dudukan isolator. Beban mekanis pada cross arm arah
horizontal akibat dari gaya regangan penghantar dan beban vertikal akibat berat
penghantar. Umumnya beban vertikal diabaikan. Bahan cross arm adalah besi (ST.38)
profil UNP galvanis dengan panjang berbeda.
Profil Panjang Penyusunan Deviasi
UNP 8 1,6 meter
Tiang Tumpu
UNP 10 1,8 meter
Tiang tumpu. Tiang awal/akhir 00 - 150
UNP 10 2 meter Tiang tumpu, tiang sudut*) 150 - 300
UNP 15 2,4 meter
Tiang tumpu*), tiang sudut, 30 - 600
awal/akhir 600 - 900
UNP 15 2,8 meter Tiang tumpu, tiang sudut*) awa/akhir
Catatan *) dapat memakai cross arus ganda untuk tiang awal
6.12. Beban Mekanis Isolator
Terdapat 2 jenis isolator yang dipakai sesuai dengan fungsinya :
1. Isolator tumpu/line insulator, terdapat berbagai istilah line post insulator,
post insulator, insulator pin.
2. Isolator regang/Suspension Insulator, terdapat 2 macam isolator yaitu,
isolator payung (umbrella insulator) / Insulator/suspension insulator dan
long rod insulator.
a. Isolator tumpu/line isolator
Isolator tumpu digunakan untuk tumpuan penghantar gaya mekanis pada
isolator ini adalah gaya akibat berat beban penghantar pada ting penampang
atau pada tiang sudut.
Jenis Isolator
No. Karakteristik
Line Post Pin Post Pin
1. Tegangan kerja maksimal 24 KV 24 KV 22 KV
2. Withstand voltage (basah) 65 KV 65 KV 75 KV
3. Impulse withstand voltage 125 KV 125 KV 125 KV
4. Mechanical Strength 1250 daN 1250 850
5. Creepage distance 480 mm daN daN


116

6. Berat 8,34 kg 534 mm 583 mm


10 kg 6,4 kg

Isolator tumpu dapat dipakai untuk konstruksi pada:
Sudut Lintasan Material
00 – 150 Isolator tumpu tunggal
150 - 300 Isolator tumpu ganda

Kekuatan mekanis terbesar untuk sudut 45o dengan penghantar A3C 3 x 240
mm2 adalah sebesar 678 daN, kekauatan mekanis isolator 1250 daN.
Pada sudut 150-300 sebesar 790 daN pada 2 isolator

b. Isolator peregang /suspension insulator
Isolator peregang dipakai pada kontruksi tiang awal/tiang sudut apabila sudut
elevasi lebih besar dari 300. Terdapat 2 jenis isolator yang dipakai, yaitu isolator
payung dan long rod dengan karakteristik sebagai berikut :
Karakteristik teknis
Jenis Isolator
No. Karakteristik
Payung Long Rod
1. Tegangan kerja maksimal 24 KV 24 KV
2. Withstand voltage 65 KV 67 KV
3. Impulse withstand voltage 110 KV 170 KV
4. Creepage distance 295 mm2 546 mm2
5. Mechanical Strength 7000 daN 7500 daN
6. Berat 4,7 kg 7 kg

Untuk tiap 1 set isolator jenis suspension terdiri atas 2 buah/2 piring sedangkan
jenis long rod 1 buah. Beban mekanis isolator ini adalah beban mekanis
sebagaimana pada isolator tiang ujung/awal.

6.13. Andongan pada permukaan miring
Pada permukaan miring beban mekanis pada tiang tumpu/tengah menjadi berbeda
dengan beban mekanis pada bidang mendatar. Rumus terapan parabolik memberikan
hubungan antara jarak tiang, tension, andongan jarak aman sebagai berikut :


117

h
S1

S2
t
d L/2

h æ hö
S 23 = + ç1 + ÷ - s1 - hmeter
2 è 8s ø
d = (l2w-2ht/2.l.w meter)
dimana :
l : jarak horizontal
h : perbedaan tinggi
S1 : jarak andongan pada ½ gawang
S2 : Panjang andongan pada garis horisontal
S : Jarak gawang
T : regangan penghantar (daN)
w : berat penghantar (daN/m)
Pada dasarnya rumus diatas kurang aplikatif sehingga untuk menentukan
titik andongan sebaiknya dilakukan dengan template.


6.14. Pondasi Tiang dan Struktur Tanah
Pondasi pada dasarnya digunakan pada semua tiang, baik tiang tumpu, tiang
awal/akhir atau tiang sudut. Jenis dari konstruksi pondasi disesuaikan dengan kondisi
tanah dimana tiang tersebut akan didirikan.
Data berikut adalah klasifikasi tanah untuk berbagai macam pondasi tiang

Sumber : CAC proyek kelistrikan RE-II PT PLN (Persero)


Kelas Tipe Maksimum Parameter (c) dan
Kondisi Tanah
tanah tanah daya dukung sudut geser F0
1 Cohesive Sangat lunak tanpa 1000 daN/m2 C : 1500-2500
granular pasir daN/m 2


118

F : 250 - 300
2 Cohesive Tanah lunak, 2500-7500 C : 2500-5000
Granular endapan lumpur daN/m2 daN/m 2

sedikit pasir F : 300 - 350


3 Cohesive Tanah keras 7500-1500 C : 5000-8000
Granular berpasir coarsif daN/m2 daN/m 2

berpasir gravel F : 350 - 400


(tanah liat)
4 Cohesive Lumpur keras, 15.000- C : 8000-11000
Granular endapan keras 30.000 daN/m2
daN/m2 F : 400 - 450
5 Cohesive Lumpur sangat 30.000- C : 11000-14000
Granular keras, tanah liat 60.000 daN/m2
keras berpasir daN/m2 F : 450 - 500
6 Rock Batu cadas 3.000 daN/m2 C : 20000-28000
daN/m2
F : 900 - 1000
Dimensi pondasi dibuat berdasarkan data diatas.

6.15. Jarak antar penghantar (conductor spacing)
Jarak antar penghantar harus diperhitungkan berdasarkan 2 pertimbangan
mengenai jarak antara penghantar akibat :
• Pengaruh elektris akibat hubung singkat
• Persinggungan antar penghantar

Jarak antar penghantar pada titik tengah gawang merupakan fungsi dari:
1. Jarak Gawang
2. Tinggi sag





Beberapa rumus empiris untuk jarak antar penghantar:

V2
1. D = 0,75 s +
20000
V
2. D = s +
150


119

Dimana : s : tinggi sag


V : Tegangan Kerja (kV)

Panjang cross-arm yang diperlukan adalah.
L = 2 x jarak antar penghantar + 2 x jarak antara titik luar letak PIN dengan ujung
cross-arm (± 10 cm)

Contoh :
Span = 1 meter V = 20 kV

d = 0,75 + = 0,77 meter



panjang cross arm :
2 x 0,77 + 2 x 10 = 1,74 meter, atau minimal panjang cross arm 1,8
meter.

6.16 Beban Mekanis Tambah Jaringan Non Elektrikal

Pada beberapa kasus terdapat adanya kabel-kabel telekomunikasi yang
terpasang pada jaringan listrik PLN. Saluran kabel ini memberikan
tambahanbeban mekanis pada tiang awal/ujung dan tiang sudut jaringan listrik
PLN, saluran kabel tambahan ini adalah:
1. Saluran kabel telekomunikasi baik berupa fiber optik ataupun kabel
telekomunikasi lain.
2. Saluran udara kabel kontrol dari unit pengatur distribusi PLN.

Pengaruh beban mekanis dan perhitungannya sama dengan saluran jaring
distribusi tenaga listrik PLN, yaitu memberikan gaya mekanis akibat regangan
penghantar (tensile stress), berat kabel dan tiupan angin. Komponen gaya
mekanis yang paling berbahaya adalah tensile stress, panjang kabel
telekomunikasi padasaat temperatur udara terendah 200C dan hembusan angin
40 daN/M2 tidak melebihi jarak antar tiang (gawang) atau masih terhitung


120

adanya sag/andogan. Tabel berikut memberikan hasil hitungan pengaruh kabel


tersebut


Gaya Mekanis pada tiang awal/ujung saluran kabel fiber optik
• Saluran kabel fiber optik
• Temperatur 200C
• Jarak gawang L=45 meter, Panjang andongan 1 meter
• Tekanan angin 40 daN/M2
• Gravitasi g = 9.8
L L
• F1 = massa x g x ; F2 = tekanan angin x d x
2 2

• F = F12 + F 2
• Fiber optik produk Jembo Kabel

Jenis Massa Diameter F1 F2 F = F12 + F 2 2
No
Penghantar [Kg/m] [m] [daN] [daN] [daN]
1 6/1T 0.239 12.6 x 22.7 53 40 66
2 12/2T 0.252 13.2 x 23.3 57 42 71
3 24/2T 0.276 14.4 x 24.5 62 44 76
4 48/4T 0.283 14.4 x 24.5 63 44 77
5 96/8T 0.359 16.3 x 26.4 73 48 87


Gaya mekanis maksimum pada tiang sudut
• Keterangan teknis sama dengan Tabel III



• Fs = 2 FsSina / 2


121




Gaya Mekanis Tiang Sudut Fs [daN]
Error! a = 45 0 a = 60 0 a = 90 0
Objects
cannot be
No Jenis Penghantar created
from
editing
field
codes.
1 6/1T 34 50 66 9
2 12/2T 36 54 72 101
3 24/2T 40 58 76 108
4 48/4T 42 60 78 110
5 96/8T 46 68 88 112

6.17 Contoh Aplikasi Perhitungan
1. Jaringan tiang 9 meter (3 x 70 + N/mm2), jarak gawang 45 meter sag 1 meter
working load tiang awal/ujung 500 daN.
- Beban mekanik total : 224 daN
- Working load tiang : 500 daN
Sisa beban mekanis yang diizinkan 226 daN
Jika ditambah saluran fiber optik 96/8T, beban mekanis pada tiang ujung 87
daN dengan sisa beban mekanis sebesar 226 daN dapat ditambah saluran
kabel fiber optik 2 saluran 2 x 87 daN = 174 daN
Sisa akibat beban mekanis sebesar (226 – 174 daN) = 52 daN di perkirakan
dapat menahan beban mekanis akibat sambungan pelanggan.
2. Jika jaringan kabel twisted ganda 2(3x70+N) mm2
• Beban mekanis akibat kabel twisted 2 x 224 daN = 448 daN
• Beban akibat fiber optik 1 saluran = 87 daN


122

• Total beban mekanis = (448 daN + 87 daN) = 535 daN, kelebihan beban
mekanis sebesar (535 – 500) daN = 35 daN, dan akibat beban mekanis
sambungan pelanggan
• Tiang tersebut harus ditambah Guy Wire
3. Sistem under built A3C 3 x 150 mm2 dan kabel twisted (3 x 70 + N) mm2
• Working load tiang ujung : 500 daN
• Beban mekanis A3C 3 x150mm2 : 273 daN
• Beban mekanis kabel twisted (3 x 70 + N) : 274 daN
• Sisa kekuatan akibat beban mekanis : 0 daN
4. Pembetaan pada tiang sudut
Sudut lintasan a = 90 0
• Beban mekanis JTR (3 x 70 + N) : 317 daN
• Beban mekanis kabel fiber optik 96/8T : 112 daN
• Total : 429 daN
• Working load tiang sudut : 350 daN
Dengan adanya beban mekanis tambahan tiang sudut tersebut harus
ditambah topang tarik/GuyWire

6.18 Pengaruh Gaya Mekanis Saluran Non PLN
Adanya beban tambahan saluran non elektrikal akibat kebijaksanaan setempat
mungkin tidak dapat dihindari. Namun tiang mempunyai fungsi utama sebagai
penyangga jaringan listrik PLN sendiri, sehingga harus dipertimbangkan
kemungkinan adanya tambahan jaringan listrik PLN sendiri padatiang tersebut.
Penambahan beban mekanis harus dihitung, namun hendaknya tidak melebihi
working load tiang itu sendiri. Jika ternyata melebihi sebaiknya diberi tambahan
Guy Wire/topang tarik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut dan contoh hasil perhitungan penambahan
beban mekanis kabel-kabel optik atau lainnya, maka penambahan saluran non
PLN pada tiang:
1. Harus dihitung akibat beban mekanisnya antara lain pondasi tiang
2. Tidak diperbolehkan pada sistem SUTM - JTR (under built)
3. Tidak diperbolehkan pada saluran ganda JTR
4. Sebaiknya ditambahkan topang tarik pada tiang sudut dan tiang ujung


123

5. Sebaiknya hanya ada satu jalur tambahan kabel non PLN

















































124

BAB VII

KONSTRUKSI JARINGAN DAN SAMBUNGAN


PELAYANAN TEGANGAN RENDAH


7.1. Konstruksi Jaringan Tegangan Rendah
Konstruksi jaringan distribusi tegangan rendah berdasarkan atas material
dan cara pemasangannya dibedakan menjadi :
ü Saluran udara tegangan rendah (SUTR ) berupa jaringan yang dipasang
di udara, menggunakan penghantar telanjang / kawat direntang di tiang
dan diikat pada isolator
ü Saluran kabel udara tegangan rendah (SKUTR ) berupa jaringan yang
dipasang di udara menggunakan kabel berisolasi dipilin, direntang dan
digantung pada tiang
ü Saluran kabel tegangan rendah (SKTR ) berupa jaringan yang dipasang
di dalam tanah

Untuk saluran udara saat ini cenderung memilih SKUTR karena tingkat
keamanannya lebih baik dibandingkan dengan SUTR .
SKTR karena harganya lebih mahal, dipasang di kota - kota yang lebih padat
dan banyak bangunan tinggi

7.2. Pemilihan Konstruksi JTR
Pada dasarnya memilih konstruksi jtr diharapkan harganya yang efisien
dan kondisi aman
Lintasan jaringan dari titik awal ke titik akhir sebaiknya merupakan garis
lurus, tetapi oleh karena keadaan geografis sarana jalan maupun
lingkungan dimana jaringan harus dipasang lurus tidak memungkinkan,
maka lintasan jaringan menjadi berbelok, sehingga konstruksi yang
dipilihpun harus memenuhi kondisi tersebut
Pemilihan material skutr sirkit tunggal dengan gawang max = 50 m




125

20 40
0
0
0 15 30 45 60 75 90
0 0 0 0 0 0

SUSPENSION DOUBLE DEAD END ASSEMBLY


LV - ASSEMBLY

1 X 9 / 200
TIANG
BETON

1 X L (LIGHT) 1 X M (MEDIUM)
TANPA STAY
STAY

CATATAN ;
1. K = JUMLAH KABEL PJU DARI 0 - 2
2. UNTUK TIANG AKHIR : STAY M (MEDIUM)











PEMILIHAN MATERIAL SKUTR SIRKIT GANDA DENGAN GAWANG MAX = 50
M


126

12 40
0 0
0
0 15 30 45 60 75 90
0 0 0 0 0 0

SUSPENSION ASSEMBLY DOUBLE DEAD END ASSEMBLY


LV - ASSEMBLY

9 / 200

TIANG
BETON

BEBAN STAY 1 X L (LIGHT)


STAY

CATATAN ;
1. K = JUMLAH KABEL PJU DARI 0 - 2
2. UNTUK TIANG AKHIR 9 / 200 : STAY L (LIGHT)
3. UNTUK TIANG BETON 9 / 500 : TANPA STAY










KONSTRUKSI PEMASANGAN KABEL NAIK SKUTR SATU JURUSAN PADA
TIANG AWAL


127





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 1 bh Strain clamp Iq + bjs 1 + 4 bh Out door term box LV + bimetal
junction sleeve
Ipb 1 bh Bracket Iqi + bjs 1 bh Out door term box PJU + bimetal
junction sleeve
Isp 2 bh Plastic strap Ipa 1 bh Pipa air F 3” x 300 m
Ib 7 bh Stopping buckle Ipu 1 bh Pipa air F 2 “ x 300 mm untuk PJU
II 5 bh Link 25 x 50 Pt 1m Protective plastic tape
Iss 7m Strap stainless steel






KONSTRUKSI KABEL NAIK SKUTR SATU JURUSAN SIRKIT GANDA PADA
TIANG AWAL


128




Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 2 bh Strain clamp Iq + bjs 2 + 8 bh Out door term box LV + bimetal
junction sleeve
Ipb 2 bh Bracket Iqi + bjs 2 bh Out door term box PJU + bimetal
junction sleeve
Isp 4 bh Plastic strap Ipa 2 bh Pipa air F 3” x 300 m
Ib 9 bh Stopping buckle Ipu 2 bh Pipa air F 2 “ x 300 mm untuk PJU
II 11 bh Link 25 x 50 Pt 2m Protective plastic tape
Iss 10 m Strap stainless steel




KONSTRUKSI KABEL NAIK SKUTR DUA JURUSAN PADA TIANG AWAL


129





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 2 bh Strain clamp + bjs
Iq 2 + 8 bh Out door term box LV + bimetal
junction sleeve
Ipb 2 bh Bracket Iq 1 + bjs 2 bh Out door term box PJU + bimetal
junction sleeve
Ipa
Isp 4 bh Plastic strap 2 bh Pipa air F 3” x 300 m
Ib 7 bh Stopping buckle Ipu 2 bh Pipa air F 2 “ x 300 mm untuk PJU
II 10 bh Link 25 x 50 Pt 2m Protective plastic tape
Iss 7m Strap stainless steel





KONSTRUKSI PEMASANGAN KABEL NAIK SKUTR DUA JURUSAN SIRKIT
GANDA PADA TIANG AWAL


130

Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


Isc 4 bh Strain clamp Iq
+ bjs 4 + 16 bh Out door term box LV + bimetal
junction sleeve
Ipb 4 bh Bracket Iq 1 + bjs 2 bh Out door term box PJU + bimetal
junction sleeve
Isp 10 bh Plastic strap Ipa 2 bh Pipa air F 3” x 300 m
Ib 8 bh Stopping buckle
Ipu 2 bh Pipa air F 2 “ x 300 mm untuk PJU
II 22 bh Link 25 x 50 Pt 2m Protective plastic tape
Iss 10 m Strap stainless steel


KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR PADA UJUNG JARINGAN SIRKIT
TUNGGAL


131





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material

Isc 1 bh Strain clamp Itc 5 bh Terminal CAP
Ipb 1 bh Bracket Iss 3 m Strap stainleess steel
Isp 2 bh Plastic strap tbl 1 bh Turn buckle light
Ib 1 bh P.V.C tube Æ 21 / 4 x
500
II 4 bh Stoping buckle
Iss 2 bh Link 25 x 50







KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR PADA UJUNG JARINGAN SIRKIT GANDA


132






Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 2 bh Strain clamp Itc 10 bh Terminal CAP
Ipb 2 bh Bracket
Iss 45 m Strap stainleess steel
Isp 4 bh Plastic strap tbk 2 bh Turn buckle light
Ivc 2 bh P.V.C tube Æ 21 / 4 x
500
Ib 6 bh Stoping buckle
II 4 bh Link 25 x 50




KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR PADA LINTASAN DENGAN SUDUT
KURANG DARI 450 (SMALL ANGLE)


133







Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 15 m Stainless steel strap
Ib 2 bh stopping buckle
Ism 1 set Suspension clamp
Ipb 1 bh Pole bracket
Isp 2 bh Plastic strap




KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR PADA LINTASAN DENGAN SUDUT
ANTARA 450 S/D 1200 (LARGE ANGLE)


134






Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Iss 15 m Stainless steel strap
Isb 2 bh Plastic strap
Isc 2 bh Strain clamp
Ipb 1 bh Pole bracket
Ip 2 bh Stopping buckle






KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR PADA TIANG PENEGANG


135




Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isp 4 bh Plastic strap Iss 1,5 m Strap stainleess steel
Isc 2 bh Strain clamp Ib 2 bh Stoping buckle
Ipb 2 bh Pole bracket
Ibl 1 bh Turn buckle light







KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR DENGAN SATU PERCABANGAN PADA
LINTASAN DENGAN SUDUT KURANG DARI 450 (SMALL ANGLE)


136





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Iss 3 mtr Stainless steel strap Icr 2 bh Connector
Ism 1 set Suspension clamp Isc 1 bh Strain clamp
Ipb 2 bh Pole bracket Ibi 1 bh Turn buckle light
Isp 5 bh Plastic strap
Ib 4 bh Stopping buckle



KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR SATU PERCABANGAN PADA LINTASAN
DENGAN SUDUT KURANG DARI 450 S/D 1200 (LARGE ANGLE)


137






Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Iss 3m Strap stainless steel Icr 5 bh Connector
Ib 4 bh Suspension buckle
Ipb 2 bh Pole bracket
Isc 3 bh Strain clamp
Isp 4 bh Plastic strap





KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR SATU PERCABANGAN PADA TIANG
PENEGANG


138





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 3 bh Strain clamp Iss 3 m Stainless steel strap
tbl 2 bh Turn buckle light
Icr 5 bh Connector
Ibp 3 bh Pole bracket
Isp 7 bh Plastic strap



KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR DUA PERCABANGAN PADA LINTASAN
DENGAN SUDUT KURANG DARI 450 (SMALL ANGLE)


139





Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Iss 3m Stainless steel Ibp 3 bh Pole bracket
Ism 1 set Suspension clamp tbl 1 bh Turn backle light
Isp 8 bh Plastic strap
Icr 10 bh Connector
Isc 2 bh Strain clamp
Ib 4 bh Stopping buckle




KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR DUA PERCABANGAN PADA LINTASAN
DENGAN SUDUT KURANG DARI 450


140

Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material


Isp 7 bh Plastic strap Icr 10 bh Connector
Isc 4 bh Strain clamp Tbl 1 bh Turn buckle light
Ipb 3 bh Pole bracket
Iss 3m Strap stainles steel
Ib 4 bh Stopping buckle




KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR DUA PERCABANGAN PADA LINTASAN
DENGAN SUDUT ANTARA 450 S/D 1200


141







Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isp 7 bh Plastic strap Icr 10 bh Connector
Isc 4 bh Strain clamp Tbl 1 bh Turn buckle light
Ipb 3 bh Pole bracket
Iss 3m Strap stainles steel
Ib 4 bh Stopping buckle





KONSTRUKSI PEMASANGAN SKUTR DUA PERCABANGAN PADA TIANG
PENEGANG


142




Kode Jml Jenis material kode Jml Jenis material
Isc 4 bh Strain clamp Iss 3m Strap stainless steel
tbl 2 bh Turn buckle light Ib 4 bh Stopping buckle
Icr 10 bh Connector
Ipb 4 bh Pole bracket

Isp 10 bh Plastic strap






7.3. Sambungan Pelayanan Tegangan Rendah
7.3.1. Pengertian sambungan pelayanan tegangan rendah ( SP – TR )
Ialah bagian dari jaringan tegangan rendah (JTR) yang menghubungkan
sluran tegangan rendah (STR) sampai dengan Alat Pembatas dan
Pengukur. (APP)

7.3.2. Bagian bagian sambungan pelayanan


143

Sambungan pelayanan terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :


1. Saluran luar pelayanan (SLP) yaitu bagian SP yang di pasang di atas
tanah dan di luar bangunan
2. Saluran masuk pelayanan (SMP) yaitu bagian SP yang dipasang
antara isolator pada tiang atap atau percabangan SP dengan APP


7.3.3. Variasi Tegangan Pelayanan
Tegangan standard untuk sambungan pelayanan dengan sistem arus
bolak balik fasa tunggal besarnyategangan nominalnya adalah :
127 v secara bertahap akan dihilangkan
220 v
Tegangan standard untuk sambungan pelayanan dengan sistem arus
bolak balik fasa tiga besarnya tegangan nominalnya adalah
127 v / 220 v secara bertahap akan dihilangkan
220 v / 380 v

7.3.4. Rugi Tegangan Pada Sambungan Pelayanan
Rugi tegangan maksimum yang diperkenankan sepanjang hantaran SR
ialah 2% dalam hal ini SR diperhitungkan dari titik penyambung pada
STR
Sedangkan khusus untuk penyambung langsung dari papan bagi TR di
gardu Transformator rugi tegangan maksimum yang diperkenankan 12%

Model SR yang disadapkan dari JTR


144














Model SR yang disadapkan langsung dari trafo










7.3.5. Konstruksi Penyadapan
A. Jenis Hantaran
Hantaran berisolasi dipilin (kabel twisted)
1. Hantaran dengan bahan alumunium setengah keras (medium hard
drawn) digunakan untuk SLP dan SMP
2. Hantaran duplex (DX) dan Quaduplex (OX) bahan dari alumunium
keras (H-AL) berisolasi sebagai hantaran phasenyadan ACSR
sebagai kawat netralnya yang juga berfungsi sebagai kawat
penggantung. Hantaran ini digunakan sebagai SLP , sedangkan


145

untuk SMP digunakan NYM antara SMP dan SLP di hubungkan


melalui penyambung.
3. Hantaran ACSR-DV-QW, terdiri dari alumunium berisolasi sebagai
hantaran phasenya dan ASCR berisolasi sebagai netralnya.
Digunakan hanya untuk SLP pada rumah pertama. Untuk
sambungan seri (dari rumah ke rumah) di pakai ASCR –QW atau
AAAC – Ow untuk SMP dipakai NYM
4. Kabel NAYY
Terdiri dari hantaran alumunium berisolasi PVCuntuk kelistrikan
desa diperbolehkan menggunakan kabel NAYY yang dipasang
dengan kawat penggantung. Kabel jenis ini dipakai yuntuk SLP
untuk SMP dipakai kabel NYM
5. Kabel tanah
Bahan hantaran dari alumunium

B. Ukuran Hantaran
1. Untuk SLP baik diatas maupun dibawah tanah minimum 10 mm ²
2. Untuk SMP
Bahan hantaran dari alumunium minimum 10 mm ²
Bahan hantaran dari tembaga minimum 4 mm²

C. Ketentuan Teknis Penyadapan
1. Jarak bebas
Jarak bebas adalah jarak vertikal antara hantaran/ kabel dengan
permukaan jalan / tanah



Tempat Pemasangan Tinggi bentangan ( m )

Melintas jalan Kereta Api 5,5

Melintas simpangan jalan umum 6

Melintas jalan umum 5

Tidak melintas jalan umum 4


2. Lendutan


146

Lendutan adalah jarak vertikal terbesar kabel sambungan rumah


tangga dengan garis lurus yang ditarik dari titik sadapan ke tiang
atap/titik tumpu sambungan rumah

3. Jumlah Konsumen Untuk Sambungan Rumah
Satu tiang diperbolehkan mempunyai maksimum 5 cabang SLP
dengan memperhatikan keseimbangan phasenya. Tetapi tiap SLP
diperbolehkan maksimum 5 konsumen, ketentuan ini tidak
berlaku untuk tempat yang tidak mungkin dipasang tiang listrik

4. Bentangan
Bentangan maksimum antara titik sepadan dengan titik tumpu /
tiang atap SR tergantung dari penggunaan hantaran / kabelnya











Jarak Bentangan Maksimal
1 dan 3 fasa

Dengan Tiang Atap
Tiang Tiang atap Tiang Tiang
Jenis kabel Penyambung ke tiang atap ke penyambung
ke tiang atap tumpu titik ke tiang atap
( meter ) tumpu ( meter )
( meter ) ( meter )

Kabel berisolasi 35 35 35 35
dipilin
45 45 45 45
Duplex dan
Quaduplex 40 40 40 40


147


ACSR – DV 30 30 30 30

NAYY

5. Kemampuan Tegangan Tarik Tiang Atap
Tabel dibawah ini adalah kemampuan tegangan tarik dari tiang
atap yang kawat kawatnya / kabelnya ditarik dengan tegangan
tarik 1 setengah Kg / mm2, maka dapat ditentukan ukuran dari
tiang atap

Ukuran diameter tiang atap bahan pipa gas


Diameter Jumlah kabel Penampang hantaran
( inch ) ( mm 2 )

1 2 6

1,5 2 25
3 16
4 10

2 2 25
3 25
4 16

2,5 2 50
3 25
4 25

6. Titik Tumpu / Tiang Atap
Untuk memenuhi ketentuan dari jarak bebas, maka pengaturab
konstruksi sisi rumah dapat digunakan
• Tiang atap yang terbuat dari baja galuanis
• Jangkar yang ditanam / disekrup

7.4. Design Sambungan Pelayanan Tegangan Rendah
Ada beberapa tipe disaign sambungan tenaga listrik tegangan rendah yaitu
:
• Tipe A


148


SLTR TIPE A
UNTUK RUMAH TINGGAL


















SLTR TIPE A
UNTUK RUMAH GANDA ( KOPEL )


149









SLTR TIPE A UNTUK PERTOKOAN
( Alternatif 1 )


150








SLTR TIPE A UNTUK PERTOKOAN
( Alternatif 2 )


151





• Tipe B

SLTR TIPE B
UNTUK RUMAH TUNGGAL



152

























SLTR TIPE B
UNTUK RUMAH SERI







153























• Tipe C
SLTR TIPE C UNTUK RUMAH









154





















• Tipe D
Untuk rumah ( tunggal dan ganda), untuk pertokoan dan rumah susun
dan untuk komplek perumahan

Dengan APP tipe khusus I di gardu distribusi









155



















Dengan APP tipe khusus I di gardu tiang














156

















Dengan APP tipe khusus I di pelanggan
















157















SLTR dengan APP tipe khusus I di gardu distribusi


















158













SLTR dengan APP tipe khusus I di gardu distribusi




















159











SLTR dengan APP tipe khusus I di gardu tiang






















160









SLTR dengan APP tipe khusus I di gardu Distribusi
























161







Gambar diagram gardu


























162





Konstruksi pemasangan
Penghantar berisolasi dipilin

























Konstruksi penyadapan


163



Konstruksi SR tipe A






























164

Konstruksi tiang atap SR tipe B
































Konstruksi sambungan seri pada tiang atap untuk tipe B


165


166

BAB VIII

JARINGAN TEGANGAN RENDAH (JTR)




Sistem Distribusi Tenaga Listrik untuk Tegangan Rendah yang
dikembangkan adalah sitem tegangan 220/380 Volt menggunakan
penghantar Twisted Cable (TC).

Dalam desain Jaringan Tegangan Rendah (JTR) beberapa kriteria yang


dipertimbangkan adalah :

1). Drop Tegangan .

2). Susut Jaringan.

3). Kerapatan Beban.

4). Keandalan pasokan tenaga listrik


8.1. Korelasi Panjang JTR Dengan Drop Teganan

Salah satu kriteria yang dipertimbangkan dalam mendesain Jaringan


Tegangan Rendah adalah drop tegangan, berdasarkan SPLN No.72 :
1987 batas drop tegangan yang diijinkan untuk Jaringan Tegangan
Rendah (JTR) maksimum 4 % dari tegangan kerja.

Untuk mendapatkan besaran jatuh tegangan dalam batas tersebut


maka pemilihan penghantar yang digunakan harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

• Jenis Penghantar
• Luas penampang penghantar.
• Panjang Jaringan
• Kerapatan beban

Selain pemilihan penghantar yang digunakan harus dibatasi besar arus
beban yang mengalir sesuai dengan KHA (Kemampuan Hantar Arus) dari
jenis penghantar agar batas drop tegangan yang diijinkan dapat tercapai.


167

Jenis penghantar untuk JTR ada dua macam menurut kontruksinya


yaitu Open Wire (telanjang) dan yang berisolasi (Insulated) sedang
ditinjau dari bahan yang digunakan ada dua jenis yang umum
digunakan yaitu dari bahan Tembaga (CU) dan dari bahan Aluminium
(Al).

Untuk keandalan dan keamanan dalam penyaluran tenaga listrik
penghantar JTR yang paling banyak digunakan saat ini dari jenis
Insulated dibandingkan dengan kabel telanjang.

Jenis bahan penghantar berisolasi yang banyak digunakan adalah


dari bahan aluminium (Al) karena lebih ringan namun daya
hantarnya lebih rendah dibandingkan dengan dari bahan Tembaga
(Cu).

Jenis , Luas dan panjang penghantar yang digunakan untuk JTR akan
mempengaruhi besarnya Impedansi (Z) dari JTR, perkalian
impedansi Z dengan arus yang mengalir akan didapatkan besarnya
Drop tegangan pada JTR, seperti rumus berikut ini :



∆V = I x Z ……………….. (1)

Keterangan :

∆V = Jatuh tegangan (Volt).

I = Arus beban yang mengalir (A).

Z = Impedansi JTR (Ohm)


168

Bilamana JTR direprentasikan sebagai diagram seperti diatas, maka


sesuai HUKUM Kirchhoff

VS = VL + (R + j X ) . L = VL + RI + j X. I

V drop = VS – VL = RI + j X. I

= I (R + j X) Volt

= Re (I Z)

dimana :

Besaran Real Z = (R2 + X2)^1/2

Desain sebuah jaringan tegangan rendah dengan kriteria sbb,


Ø Drop Tegangan Rendah maksimum 4 % .
Ø Susut Tegangan Rendah 3,5 %
Ø Dengan menggunakan JTR 3 x 70 mm2 +1 x50mm2

8.2. Korelasi Pembebanan Dengan Tegangan Jatuh.

8.2.1 UNTUK FORMULA DROP TEGANGAN JTR DENGAN BEBAN


UJUNG (SEIMBANG)


% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) * 100)/(V) 2

Dimana :


169

Ø % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )


Ø P = Daya Nominal yang tersalur (VA)
Ø R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
Ø X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
Ø V = tegangan L-L ( 400 Volt )

8.2.2 UNTUK FORMULA DROP TEGANGAN JTR DENGAN BEBAN


MERATA (SEIMBANG)

% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) *0,5* 100)/ (V) 2

Dimana :
Ø % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
Ø P = Daya Nominal yang tersalur (VA)
Ø R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
Ø X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
Ø V = tegangan L-L ( 400 Volt )

8.3. Korelasi Pembebanan Dengan Susut

3.3.1. UNTUK FORMULA SUSUT JTR BEBAN DIUJUNG


(SEIMBANG)

P SusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF



Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor

8.3.2. UNTUK FORMULA SUSUT JTR BEBAN MERATA


(SEIMBANG)


170



PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF .0,333

Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor

Bilamana dalam bentuk % maka

V drop = Re (I.Z)/VS * 100 (%)

V drop = Re (I.z.L)/VS * 100 (%)

Dimana :

z = Impedansi JTR (Ohm/km)


R = Resistansi(Tahanan) Penghantar (Ohm/km)
X = Reaktansi Jaringan (Ohm/km)
L = Panjang Jaringan (km)
Vs = Tegangan Sumber

Bilamana Arus I dihitung dari daya nominal tersalur P (VA) dengan


asumsi beban terpusat di ujung (seimbang) maka formula tersebut diatas
menjadi :


% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) * 100)/ (V) 2

Jika asumsi beban di JTR merata (seimbang) maka rumus menjadi :




% Drop Voltage = (P*L*(R*Cos q + X * Sin q) *0,5* 100)/
(V) 2


171

Dimana :
Ø % Drop Voltage = Jatuh Tegangan ( % )
Ø P = Daya Nominal yang tersalur (VA)
Ø R = Resistensi Jaringan ( ohm /km )
Ø X = Reaktansi Jaringan ( Ohm/km )
Ø Vs = tegangan sumber L-L ( 400 Volt )


8.4 Korelasi Panjang JTR Dengan Susut Jaringan

Dalam mendesain JTR maka hal yang sangat penting diperhitungkan


adalah batas maksimun losses yang akan terjadi pada jaringan
tersebut.

Dalam SPLN 722 : 1987 telah ditentukan losses maksimum di JTR


adalah 3,5 %.

Untuk mencapai range losses tersebut maka desain JTR juga harus
mempertimbangkan hal hal yang sama seperti pada saat menekan
drop tegangan yaitu :

• Jenis Penghantar yang digunakan

• Panjang Jaringan Tegangan Rendah

• Luas penampang

• Pembatasan Jumlah beban yang tersambung sesuai dengan KHA


penghantar.

Formula susut tergantung dari model jaringan yang ada. Untuk


menyederhanakan perhitungan dibuat asumsi seperti yang dilalukan pada
perhitungan drop tegangan yaitu :

8.4.1 BEBAN TERPUSAT DIUJUNG (SEIMBANG) :


PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF (Watt)


172


Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor

8.4.2 BEBAN MERATA DI JTR (SEIMBANG)


PSusutTeknis = 3.I 2 .R.L.LLF .0,333 (Watt)

Dimana :
Ø I = Arus beban yang mengalir pada Jaringan (Ampere)
Ø R = Resistansi Jaringan ( Ohm/km)
Ø L = Panjang Jaringan (km )
Ø LLF= Loss Load Factor
Hasil perhitungan seperti tabel terlampir





























173

















KORELASI PANJANG DENGAN DROP TEGANGAN JTR TWISTED CABLE
Tegangan sumber 400 Volt
Asumsi Beban merata

DROP
Jenis Pengahntar KHA TEG PANJANG JTR MAKSIMUM UNTUK BEBAN DENGAN % KHA : (M)
(A) (%) 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

TC 3 x 70+50
mm2 196 6,0% 1,484 1,113 0,891 0,742 0,636 0,557 0,495 0,445
TC 3 x50+50
mm2 154 6,0% 1,267 0,950 0,760 0,634 0,543 0,475 0,422 0,380
TC 3 x 35+50
mm2 125 6,0% 1,164 0,873 0,698 0,582 0,499 0,436 0,388 0,349
TC 3 x 25+50
mm2 103 6,0% 1,022 0,766 0,613 0,511 0,438 0,383 0,341 0,307

TC 3 x 70+50
mm2 196 5,0% 1,237 0,928 0,742 0,618 0,530 0,464 0,412 0,371
TC 3 x50+50
mm2 154 5,0% 1,056 0,792 0,634 0,528 0,453 0,396 0,352 0,317
TC 3 x 35+50
mm2 125 5,0% 0,970 0,727 0,582 0,485 0,416 0,364 0,323 0,291
TC 3 x 25+50
mm2 103 5,0% 0,852 0,639 0,511 0,426 0,365 0,319 0,284 0,255

TC 3 x 70+50
mm2 196 4,0% 0,989 0,742 0,594 0,495 0,424 0,371 0,330 0,297
TC 3 x50+50
mm2 154 4,0% 0,845 0,634 0,507 0,422 0,362 0,317 0,282 0,253
TC 3 x 35+50
mm2 125 4,0% 0,776 0,582 0,465 0,388 0,332 0,291 0,259 0,233
TC 3 x 25+50
mm2 103 4,0% 0,681 0,511 0,409 0,341 0,292 0,255 0,227 0,204

TC 3 x 70+50
mm2 196 3,0% 0,742 0,557 0,445 0,371 0,318 0,278 0,247 0,223
TC 3 x50+50
mm2 154 3,0% 0,634 0,475 0,380 0,317 0,272 0,238 0,211 0,190
TC 3 x 35+50
mm2 125 3,0% 0,582 0,436 0,349 0,291 0,249 0,218 0,194 0,175
TC 3 x 25+50
mm2 103 3,0% 0,511 0,383 0,307 0,255 0,219 0,192 0,170 0,153


174


TC 3 x 70+50
mm2 196 2,0% 0,495 0,371 0,297 0,247 0,212 0,186 0,165 0,148

TC 3 x50+50
mm2 154 2,0% 0,422 0,317 0,253 0,211 0,181 0,158 0,141 0,127
TC 3 x 35+50
mm2 125 2,0% 0,388 0,291 0,233 0,194 0,166 0,145 0,129 0,116
TC 3 x 25+50
mm2 103 2,0% 0,341 0,255 0,204 0,170 0,146 0,128 0,114 0,102

TC 3 x 70+50
mm2 196 1,0% 0,247 0,186 0,148 0,124 0,106 0,093 0,082 0,074
TC 3 x50+50
mm2 154 1,0% 0,211 0,158 0,127 0,106 0,091 0,079 0,070 0,063
TC 3 x 35+50
mm2 125 1,0% 0,194 0,145 0,116 0,097 0,083 0,073 0,065 0,058
TC 3 x 25+50
mm2 103 1,0% 0,170 0,128 0,102 0,085 0,073 0,064 0,057 0,051


175

KORELASI PANJANG DENGAN SUSUT ENERGI JTR TWISTED CABLE



Tegangan sumber 400 Volt
Asumsi Beban merata ( Cos Q Beban 0.85)

Jenis PANJANG JTR MAKSIMUM UNTUK BEBAN DENGAN % KHA :
Pengahntar KHA SUSUT (M)
(A) (%) 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
TC 3 x 70+50
mm2 196 3,5% 1,502 1,127 0,901 0,751 0,644 0,563 0,501 0,451
TC 3 x50+50
mm2 154 3,5% 1,275 0,956 0,765 0,637 0,546 0,478 0,425 0,382
TC 3 x 35+50
mm2 125 3,5% 1,156 0,867 0,694 0,578 0,496 0,434 0,385 0,347
TC 3 x 25+50
mm2 103 3,5% 1,016 0,762 0,609 0,508 0,435 0,381 0,339 0,305
TC 3 x 70+50
mm2 196 3,0% 1,288 0,966 0,773 0,644 0,552 0,483 0,429 0,386
TC 3 x50+50
mm2 154 3,0% 1,093 0,819 0,656 0,546 0,468 0,410 0,364 0,328
TC 3 x 35+50
mm2 125 3,0% 0,991 0,743 0,595 0,496 0,425 0,372 0,330 0,297
TC 3 x 25+50
mm2 103 3,0% 0,871 0,653 0,522 0,435 0,373 0,326 0,290 0,261
TC 3 x 70+50
mm2 196 2,5% 1,073 0,805 0,644 0,537 0,460 0,402 0,358 0,322
TC 3 x50+50
mm2 154 2,5% 0,911 0,683 0,546 0,455 0,390 0,341 0,304 0,273
TC 3 x 35+50
mm2 125 2,5% 0,826 0,620 0,496 0,413 0,354 0,310 0,275 0,248
TC 3 x 25+50
mm2 103 2,5% 0,725 0,544 0,435 0,363 0,311 0,272 0,242 0,218
TC 3 x 70+50
mm2 196 2,0% 0,858 0,644 0,515 0,429 0,368 0,322 0,286 0,258
TC 3 x50+50
mm2 154 2,0% 0,728 0,546 0,437 0,364 0,312 0,273 0,243 0,219
TC 3 x 35+50
mm2 125 2,0% 0,661 0,496 0,396 0,330 0,283 0,248 0,220 0,198
TC 3 x 25+50
mm2 103 2,0% 0,580 0,435 0,348 0,290 0,249 0,218 0,193 0,174
TC 3 x 70+50
mm2 196 1,0% 0,429 0,322 0,258 0,215 0,184 0,161 0,143 0,129
TC 3 x50+50
mm2 154 1,0% 0,364 0,273 0,219 0,182 0,156 0,137 0,121 0,109
TC 3 x 35+50
mm2 125 1,0% 0,330 0,248 0,198 0,165 0,142 0,124 0,110 0,099
TC 3 x 25+50
mm2 103 1,0% 0,290 0,218 0,174 0,145 0,124 0,109 0,097 0,087


176


KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
DROP TEG 6 % (Beban Merata)
2,000
Panjang(km) 1,900
1,800
1,700
1,600 TC 3x70+50 mm2
1,500
1,400 TC 3x50+50 mm2
1,300
1,200 TC 3x35+50mm2
1,100
1,000 TC 3x25+50 mm2
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)





KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
DROP TEG 5 % (Beban Merata)
2,000
1,900
Panjang(km)

1,800
1,700
1,600
1,500 TC 3x70+50 mm2
1,400
1,300 TC 3x50+50 mm2
1,200
1,100 TC 3x35+50mm2
1,000
0,900 TC 3x25+50 mm2
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)


177

KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN


DROP TEG 4 % (Beban Merata)
2,000
1,900
Panjang(km) 1,800
1,700
1,600 TC 3x70+50 mm2
1,500
1,400 TC 3x50+50 mm2
1,300
1,200 TC 3x35+50mm2
1,100
1,000 TC 3x25+50 mm2
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)







KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
DROP TEG 3 % (Beban Merata)
2,000
1,900
Panjang(km)

1,800
1,700
1,600 TC 3x70+50 mm2
1,500
1,400 TC 3x50+50 mm2
1,300
1,200 TC 3x35+50mm2
1,100
1,000 TC 3x25+50 mm2
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)


178

KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN


DROP TEG 2 % (Beban Merata)
2,000
1,900

Panjang(km)
1,800
1,700 TC 3x70+50 mm2
1,600
1,500 TC 3x50+50 mm2
1,400
1,300 TC 3x35+50mm2
1,200
1,100 TC 3x25+50 mm2
1,000
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)







KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
DROP TEG 1 % (Beban Merata)
2,000
1,900
Panjang(km)

1,800
1,700
1,600 TC 3x70+50 mm2
1,500
1,400 TC 3x50+50 mm2
1,300
1,200 TC 3x35+50mm2
1,100
1,000 TC 3x25+50 mm2
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)


179

KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN


LOSSES 3,0 % (Beban Merata, cos Q 0.85)
2,000
Panjang(km) 1,900
1,800
1,700
1,600
1,500 TC 3x70+50 mm2
1,400
1,300 TC 3x50+50 mm2
1,200
1,100 TC 3x35+50mm2
1,000
0,900 TC 3x25+50 mm2
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)



KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
LOSSES 3,0 % (Beban Merata, cos Q 0.85)

2,000
1,900
Panjang(km)

1,800
1,700
1,600 TC 3x70+50 mm2
1,500
1,400 TC 3x50+50 mm2
1,300
1,200 TC 3x35+50mm2
1,100
1,000 TC 3x25+50 mm2
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)


180


KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
LOSSES 2.0% (Beban Merata, cos Q 0.85)

2,000
1,900

Panjang(km)
1,800
1,700
1,600
1,500
1,400
1,300
1,200 TC 3x70+50 mm2
1,100
1,000 TC 3x50+50 mm2
0,900
0,800 TC 3x35+50mm2
0,700 TC 3x25+50 mm2
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)





KURVA PANJANG JTR vs ARUS BEBAN
LOSSES 1,0 % (Beban Merata, cos Q 0.85)

2,000
1,900
Panjang(km)

1,800
1,700 TC 3x70+50 mm2
1,600
1,500 TC 3x50+50 mm2
1,400
1,300 TC 3x35+50mm2
1,200
1,100 TC 3x25+50 mm2
1,000
0,900
0,800
0,700
0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Arus Beban (% KHA)


181

BAB IX

TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Transformator Distribusi adalah salah satu peralatan listrik yang
mentransfomasikan tegangan menengah menjadi tegangan rendah dan
mempunyai karakteristik tertentu.

Untuk hal tersebut diatas, maka perlu ditentukan pola pembebanan


transformator yang akan menghasilkan drop tegangan maupun susut
paling kecil (minimal), disamping itu terdapat sitem pengaman yang harus
diperhatikan baik yang terpasang di sisi tegangan 20 KV maupun sisi
tegangan rendah 231/400 volt.

9.1. Pola Pembebanan Transformator Distribusi


Pola pembebanan transformator distribusi hendaknya mengikuti
karakteristik transformator sesuai dengan spesifikasi transformator
sesuai SPLN no. 50 : 1997, agar didapatkan susut yang minimal yaitu
pembebanan transformator sebesar 60% - 70% dari kapasitas
transformator.

9.2. Korelasi Antara Susut Dan Drop Tegangan Pada Transformator


Distribusi
Besaran maksimal dari drop tegangan maupun susut dari transformator
distribusi perlu ditentukan , sehingga dalam pengoperasiannya akan
didapat hasil kinerja yang optimal.

9.2.1. Drop Tegangan Transformator DISTRIBUSI.


Drop tegangan di transformator distribusi di sisi sekunder pada
saat beban maksimum dibolehkan sebesar 3 % dari tegangan
kerja (sesuai SPLN 72 : 1987).


182

9.2.2. SUSUT TRANSFORMATOR DISTRIBUSI


Rumus yang digunakan :

LossesTrafo = (i + c.(Pr)2 .LLF).N




Dimana :
- i = Rugi Besi Transformator ( kW)
- c = Rugi Tembaga ( kW)
- LLF = Load Loss factor .
- Pr = Pembebanan Transformator rata-rata (%).
- N = Jumlah Transformator.
- Catatan = Rugi Besi dan tembaga diambil dari SPLN 50:1997
- Losses maksimum 1,5 % ( pada temperatur 75 0C )

9.2.3 EFISIENSI TRANSFORMATOR DISTRIBUSI.



Untuk menghitung efisiensi transformator distribusi dengan
formula,

n. p. cos j
Effisiensi = x100%
(n. p. cos j ) + Wi + n 2 + Wc

Dari rumus di atas transformator untuk kapasitas 100 KVA hasil
perhitungan susut dan efisiensi transformator seperti tabel di
bawah :




183

Faktor Efisiensi Susut


beban / Cos
Phi 0.80 0.85 0.90 0.8 0.85 0.9

0.1 96.20 96.42 96.61 3.95 3.72 3.51

0.2 97.78 97.90 98.02 2.28 2.14 2.02

0.3 98.18 98.29 98.38 1.85 1.74 1.64

0.4 98.29 98.39 98.48 1.74 1.64 1.54

0.5 98.28 98.38 98.47 1.75 1.65 1.56

0.6 98.21 98.31 98.40 1.83 1.72 1.62

0.7 98.10 98.21 98.31 1.94 1.82 1.72

0.8 97.97 98.09 98.19 2.07 1.95 1.84

0.9 97.83 97.96 98.07 2.22 2.09 1.97

1 97.68 97.81 97.93 2.38 2.24 2.11

1.1 97.52 97.66 97.79 2.54 2.39 2.26

1.2 97.36 97.51 97.65 2.71 2.55 2.41

1.3 97.19 97.35 97.50 2.89 2.72 2.57







184

Efisiensi Trafo Dist 100 kVA terhadap


Faktor Beban
99,00
98,50
98,00
97,50
Efisiensi

97,00
96,50 cos phi 0.80
96,00 cos phi 0.85
cos phi 0.90
95,50
95,00
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3
Faktor Beban


Susut Trafo Dist 100 kVA terhadap


Faktor Beban
cos phi 0.80
cos phi 0.85
4,50 cos phi 0.90
4,00
3,50
3,00
SUSUT (%)

2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
-
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 1,2 1,3
FAKTOR BEBAN


Pola pembebanan transformator distribusi hendaknya mengikuti
karakteristik transformator sesuai dengan spesifikasi transformator


185

sesuai SPLN no. 50 : 1997, agar didapatkan susut yang minimal


(pembebanan transformator sebesar 50% -60%).
Untuk memenuhi kriteria tersebut ,maka perlu dicantumkan secara
jelas spesifikasi transformator distribusi dalam setiap
pengadaannya, dan dilaksanakan test sampling sebelum
transformator tersebut digunakan dalam operasional.

KAPASITAS TRANSFORMATOR =
50 KVA
LOAD FACTOR LOSSES
(%) (%)
10 10,30
15 7,10
20 5,56
30 4,16
40 3,60
50 3,37
60 3,31
70 3,34
80 3,43
90 3,57
100 3,73
110 3,91
130 4,31
150 4,75




KAPASITAS TRANSFORMATOR =
100 KVA

LOAD FACTOR LOSSES
(%) (%)
10 5,15
15 3,55
20 2,78
30 2,08
40 1,80
50 1,68
60 1,65
70 1,67
80 1,72
90 1,78


186

100 1,86
110 1,95
130 2,16
150 2,38








KAPASITAS TRANSFORMATOR =
160 KVA

LOAD FACTOR LOSSES
(%) (%)
10 4,29
15 2,95
20 2,30
30 1,71
40 1,47
50 1,37
60 1,33
70 1,34
80 1,37
90 1,42
100 1,48
110 1,55
130 1,70
150 1,87



KAPASITAS TRANSFORMATOR =
200 KVA

LOAD FACTOR LOSSES
(%) (%)
10 4,12
15 2,83
20 2,22
30 1,66
40 1,43
50 1,33
60 1,31
70 1,32
80 1,35


187

90 1,40
100 1,47
110 1,54
130 1,69
150 1,86


Besaran maksimal dari drop tegangan maupun susut dari
transformator distribusi perlu ditentukan , sehingga dalam
pengoperasiannya akan didapat hasil kinerja yang optimal.

9.2.4 DROP TEGANGAN MAKSIMUM TRANSFORMATOR DISTRIBUSI


Drop tegangan maksimum transformator distribusi disisi sekunder
transformator saat beban maksimum adalah 3 % ( SPLN 72 : 1987).

SUSUT TRANSFORMATOR DISTRIBUSI


PADA BEBAN 100% DAN COS = 0.85
STANDAR RUGI SESUAI SPLN NO 50 TAHUN
1997
No RUGI RUGI TEMBAGA
DAYA BESI (CU) LOSSES
(KVA) (KW) ( KW) %

1 25 0,075 0,425 2,12
2 50 0,150 0,800 2,02
3 100 0,300 1,600 2,02
4 160 0,400 2,000 1,60
5 200 0,480 2,500 1,59
6 250 0,600 3,000 1,54
7 315 0,770 3,900 1,58
8 400 0,930 4,600 1,48
9 500 1,100 5,500 1,41
10 630 1,300 6,500 1,32
11 800 1,750 9,100 1,44
12 1000 2,300 12,100 1,53

Catatan : Suhu belitan Transformator Distribusi pada 75ºC


188



















TABEL PEMBEBANAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TERHADAP SUSUT
SUSUT (%)
DAYA PEMBEBANAN TRANSFORMATOR
TRANSFORMATOR
KVA 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110%

1,8 1,9
25 4,91 2,70 2,08 1,84 1,77 1,78 3 1 2,00 2,12 2,24

1,7 1,8
50 4,90 2,68 2,05 1,81 1,72 1,72 6 3 1,92 2,02 2,13

1,7 1,8
100 4,90 2,68 2,05 1,81 1,72 1,72 6 3 1,92 2,02 2,13

1,4 1,4
160 4,08 2,22 1,68 1,47 1,39 1,38 1 6 1,53 1,60 1,69

1,3 1,4
200 3,92 2,14 1,63 1,43 1,36 1,36 9 4 1,51 1,59 1,67

1,3 1,4
250 3,92 2,13 1,61 1,41 1,34 1,33 5 0 1,46 1,54 1,62

1,3 1,4
315 3,99 2,17 1,65 1,45 1,37 1,36 9 4 1,51 1,58 1,67

1,3 1,3
400 3,79 2,06 1,56 1,36 1,29 1,28 0 5 1,41 1,48 1,56

500 3,59 1,95 1,48 1,30 1,23 1,22 1,2 1,2 1,34 1,41 1,48


189

4 8

1,1 1,2
630 3,37 1,83 1,39 1,22 1,15 1,14 6 0 1,26 1,32 1,39

1,2 1,3
800 3,57 1,95 1,48 1,30 1,24 1,24 6 1 1,37 1,44 1,52

1,3 1,3
1000 3,76 2,05 1,56 1,38 1,31 1,31 4 9 1,46 1,53 1,62

GRAFIK PEMBEBANAN THD SUSUT


UNTUK TRAFO DISTRIBUSI
5,5

TRAFO 50 KVA
5,0

TRAFO 200 KVA

4,5
TRAFO 630 KVA

4,0
NILAI SUSUT (%)

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110%
PEMBEBANAN


190

GRAFIK PEMBEBANAN THD SUSUT


UNTUK TRAFO DISTRIBUSI
5,5

TRAFO 25 KVA
5,0

TRAFO 160 KVA


4,5

TRAFO 250 KVA


4,0
NILAI SUSUT (%)

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110%
PEMBEBANAN

GRAFIK PEMBEBANAN THD SUSUT


UNTUK TRAFO DISTRIBUSI
5,5

TRAFO 100 KVA


5,0
TRAFO 315 KVA

4,5
TRAFO 800 KVA

4,0
NILAI SUSUT (%)

3,5

3,0

2,5

2,0

1,5

1,0
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110%
PEMBEBANAN


191

GRAFIK PEMBEBANAN THD SUSUT


UNTUK TRAFO DISTRIBUSI
4,0

TRAFO 400 KVA

3,5 TRAFO 500 KVA

TRAFO 1000 KVA

3,0
NILAI SUSUT (%)

2,5

2,0

1,5

1,0
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 110%
PEMBEBANAN

9.3 Transformator dengan Pengaman Sendiri ( CSP-Completely Self


Protection ) :

Transformator distribusi yang dilengkapi dengan sistem pengaman


arus lebih yang ditempatkan di dalam transformator dan pada sisi
primer dilengkapi dengan penangkap petir (lightning arrester).

Transformator Fase Tunggal :


Penandaan terminal transformator fase tunggal :

§ Terminal tegangan tinggi

- JTM 3 kawat : H1 - H2
- JTM 4 kawat : H1 -

§ Terminal tegangan rendah : x1 - x3 - x2 - x4

§ Terminal pembumian : diantara x3 dan x2




192

Transformator Transformator
untuk untuk
sistem JTM 4 sistem JTM 3
kawat kawat

Gambar Penandaan terminal transformator fase tunggal


9.4 Transformator Tanpa Pengaman Sendiri (NCSP-Non Completely Self


Protection ) :
Transformator distribusi yang tidak dilengkapi pengaman sendiri,
tetapi sistem pengaman arus lebih ditempatkan di luar
transformator sisi primer dengan penangkap petir (lightning
arrester) dan dilengkapi panel tegangan rendah.

Transformator Fase Tiga :

Urutan penandaan terminal transformator fase tiga, dari kiri ke


kanan dilihat dari sisi tegangan rendah berturut-turut adalah :

§ Terminal primer : (1N) - 1U - 1V - 1W
§ Terminal sekunder : (2N) - 2U - 2V - 2W



193

Dyn5 / Yzn5


194

9.5 Hubungan belitan :

Hubungan bintang ( Y ) :

Hubungan belitan yang disusun sedemikian rupa sehingga salah


satu ujung dari setiap belitan transformator fase-tiga, atau salah
satu ujung setiap belitan transformator fase-tunggal yang


195

bertegangan pengenal sama dalam gugus fase-tiga, dihubungkan ke


titik bersama (titik netral) dan ujung lainnya adalah terminal fase.

Hubungan delta ( Δ ) :

Hubungan belitan yang disusun sedemikian rupa sehingga belitan-


belitan fase transformator fase-tiga, atau belitan dari tiga unit
transformator fase-tunggal yang bertegangan pengenal sama dalam
gugus fase-tiga, dihubung seri hingga membentuk sirkit tertutup.


196

Hubungan zigzag ( Z ) :

Hubungan belitan yang disusun sedemikian rupa sehingga salah satu


ujung dari setiap belitan fase transformator fase-tiga, dihubungkan ke
titik bersama (titik netral) dan tiap belitan fase terdiri dari dua bagian
yang tegangan induksinya berbeda fase. Kedua bagian ini mempunyai
jumlah lilitan yang sama.

1. Kelompok Hubungan Transformator (Tabel) :


197

9.6 Rugi-rugi transformator :

a) Rugi tanpa beban (rugi besi) :

Daya aktif yang diserap ketika tegangan pengenal pada frekuensi


pengenal diberikan pada terminal salah satu belitan sedangkan
belitan lainnya terbuka.

Arus tanpa beban :

Arus yang mengalir pada terminal fase belitan ketika tegangan


pengenal dengan frekuensi pengenal diberikan pada belitan
tersebut, sedangkan belitan lainnya terbuka. Arus tanpa beban pada
transformator fase tiga adalah nilai rata-rata dari ketiga fase dan
dinyatakan dalam persen terhadap arus pengenal.

b) Rugi berbeban (rugi belitan) :

Daya aktif yang diserap pada frekuensi pengenal ketika arus


pengenal mengalir melalui terminal fase salah satu belitan,
sedangkan terminal belitan lainnya dihubung-singkat. Nilai rugi
berbeban ditetapkan pada suhu acuan 75°C.

c) Rugi total :

Jumlah dari rugi tanpa beban dan rugi berbeban.


198


199

Inti besi :

Inti besi dibentuk dari laminasi baja silikon (cold-rollled grain


oriented) atau baja amorphous (amorphous steel) dengan rugi-rugi
yang rendah dan arus magnetisasi sekecil mungkin.

Konstruksi inti besi dapat dibentuk dengan dua cara :

§ Susunan (stacking).
§ Gulungan (wound type)




Kenaikan suhu :

Kelas suhu isolasi transformator adalah A.

Batas maksimum kenaikan suhu di atas suhu ambien pada


kapasitas pengenal :
- Suhu minyak atas : 50 K
- Suhu belitan rata-rata : 55 K

Tegangan primer :
Tegangan primer adalah tegangan nominal sistem jaringan
tegangan menengah :

a) Transformator fase tiga : 20 kV.


b) Transformator fase tunggal
- untuk sistem distribusi JTM 3 kawat : 20 kV
- untuk sistem distribusi JTM 4 kawat : 20/√3
kV

Tegangan sekunder :
Tegangan sekunder pada keadaan tanpa beban adalah tegangan
nominal sistem jaringan tegangan rendah :

a) Transformator fase tiga : 400 V


b) Transformator fase tunggal : 231 V


200


Tegangan sadapan :
Penyadapan belitan menggunakan pengubah sadapan 5 (lima)
langkah yang ditempatkan pada belitan primer. Sadapan No. 3
merupakan sadapan utama. Nilai-nilai tegangan sadapan
tercantum pada tabel.









Tabel Tegangan Pengenal Sadapan
JTM 3 kawat JTM 4 kawat
No. Fasa tiga dan fase
Fase tiga Fase tunggal
Sadapan tunggal
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 1 Tipe 2 Tipe 1 Tipe 2
1 21 kV 22 kV 21 kV 22 kV 21/√3 kV 22/√3
kV
2 20,5 kV 21 kV 20,5 kV 21 kV 20,5/√3 kV 21/√3 kV
3 20 kV 20 kV 20 kV 20 kV 20/√3 kV 20/√3
kV
4 19,5 kV 19 kV 19,5 kV 19 kV 19,5/√3 19/√3
kV kV
5 19 kV 18 kV 19 kV 18 kV 19/√3 kV 18/√3
kV

Minyak isolasi :

Minyak sebagai media pendingin dan isolasi transformator adalah


jenis mineral dan tidak beracun.

Minyak harus memenuhi persyaratan IEC 60296 dengan tegangan


tembus ≥ 50 kV/2,5 mm.


201


202


BAB X
KONSTRUKSI PERANGKAT HUBUNG BAGI TEGANGAN RENDAH
(PHB-TR)

10.1. Pengertian

Adalah satu perangkat peralatan listrik berupa alat hubung, alat pengaman,
alat ukur dan alat idikator lainnya yang terpasang pada satu tempat yang
disebut panel.

Pada sistem distribusi PHB-TR merupakan bagian dari gardu distribusi


pada sisi tegangan rendah.


10.2. Fungsi PHB-TR

a. Sebagai alat penghubung antara sumber tenaga listrik ( trafo distribusi


) dengan alat pemanfaatan tenaga listrik melalui jaringan tegangan
rendah ( JTR )

b. Sebagai alat pembagi tenaga listrik ke instalasi pemanfaatan tenaga


listrik


10.3. Tempat Pemasangan PHB - TR

Dipasang pada gardu distribusi tegangan rendah atau sisi hulu dari
instalasi pemanfaatan tenaga listrik.


10.4. Konstruksi PHB – TR

Ada 2 jenis PHB-TR menurut konstruksinya :

ð PHB-TR jenis lemari


• Semua peralatan terpasang di dalam lemari yang terbuat dari pelat
besi dan kerangka dari bahan besi profil.
• Dipasang pada tiang ( tiang tunggal atau portal )
• Digunakan pada gardu pasangan luar (cantol / portal) dengan
kapasitas maksimal 400 KVA


203

ð PHB-TR jenis kerangka


• Semua peralatan terpasang pada konstruksi kerangka dari profil besi
U atau L
• Digunakan pada gardu pasangan dalam sehingga PHB-TR nya berada
di dalam bangunan bersama dengan peralatan gardu lainnya
• Kapasitas PHB-TR jenis tersebut adalah minimal 630 KVA


10.5. Peralatan Listrik Pada PHB-TR

Ada 2 (dua) kelompok :

ð Peralatan utama
• Saklar utama
• Busbar dan saluran pembagi
• Penjepit fuse (ground plate)
• Fuse (zekering)
• Sistem Pembumian

ð Peralatan pelengkap
• Instrumen ukur
• Alat test tegangan saluran
• Magnetic contactor
• Lampu penerangan











204

PHB-TR jenis lemari


Diagram pengawatan PHB-TR 4 jurusan dilengkapi kontrol PJU














PHB-TR jenis kerangka















205

Diagram pengawatan PHB-TR 8 jurusan

























10.5.1. Saklar Utama

ð Berfungsi untuk membuka sirkit tegangan dari trafo ke busbar


tegangan rendah
ð Nerupa saklar 3 fase dengan 3 atau 4 kutub, jenis terbuka atau
tertutup ( NFB, MCCB )
ð Kapasitas arus sesuai daya trafo yang terpasang dan capacitas
tegangan minimal 1000 V
ð Cara pengoperasiannya ada 2 ( dua ) cara, yaitu tarik - dorong dan
putar kiri - kanan

10.5.2. Busbar Dan Saluran Pembagi

ð Untuk pengumpul dan pembagi tenaga listrik


206

ð Di buat dari plat tembaga dengan penampang sesuai kapasitas trafo


ð Terpasang pada kerangka dengan sekat dari isolator bahan keramik
bakelin atau fiberglas
ð Jumlah saluran keluar mulai dari 4 sampai 8 saluran


10.5.3. Penjepit Fuse (Ground Plate)

ð Untuk menjepit fuse merupakan alat kontak


ð Terbuat dari bahan tembaga
ð Untuk memperkuat jepitan dipasang per / pegas belah dari bahan
baja
ð Dudukan terbuat dari bahan isolasi keras ( porselin, fiberglas )

10.5.4. Pelebur / Fuse / Sekring

ð Sebagai pengaman saluran keluar


ð Ada 2 jenis fuse yaitu tabung terbuka dan tabung tertutup
ð Alat kontak berupa pisau dari bahan tembaga yang dijepitkan pada
ground plate
ð Nilai arusnya tergantung besar arus yang disalurkan ke kabel
pemakaian

10.5.5. Sistem Pembumian

Bagian yang perlu dihubungkan dengan sistem pembumian adalah :

ð Pembumian titik netral sistem 3 fasa


• pada titik netral sisi tegangan rendah trafo distribusi
• pada kawat netral jaringan tegangan rendah
• pada kawat netral instalasi listrik

ð Pembumian bagian konduktip badan peralatan listrik

ð Pembumian untuk pengamanan terhadap tegangan lebih


• pada arrester
• arcing horn pada trafo distribusi
• kawat tanah puncak tiang

a. Ketentuan tahanan pembumian jaringan


207

ð Pembumian pengaman JTR dan JTM terpisah dan tiang JTR dan
JTM terpisah tahanan pembumian menyeluruh maksimum 5
ohm

ð Tahanan pembumian menyeluruh maksimum 10 ohm untuk


:trafo maksimal 50 KVA- fasa tunggal atau 150 KVA- fasa tiga,
konsumen dengan kapasitas rendah dan bila pada lokasi
tahanan jenis tanahnya tinggi

ð Pembumian pengaman JTR dan JTM kabel tanah digabung, nilai


tahanan pembumiannya maksimal sama dengan di atas

ð Pembumian pengaman JTR dan JTM digabung pada tiang yang


sama, bila arus gangguan ke tanah < 300 A besarnya tahanan
pembumian maksimal 0,2 ohm

ð Bila netral JTM dihubungkan pembumian dengan tahananan


tinggi, tahanan pembumian maksimal 0,2 ohm

ð JTR dan JTM dengan netral bersama nilai, pembumian dipasang


minimal 4 buah setiap 4 mil dan tahanan pembumian setiap
elektrode 25 ohm atau 6,25 ohm / mil

b. Jenis Elektrode Pembumian
Dapat dibuat dari logam tembaga, aluminium dan besi dengan bentuk
pita (kawat yang ditanam dan digelar di dalam tanah, pipa / batang
yang ditancapkan ke dalam tanah atau pelat yang ditanam di dalam
tanah



0.5 - 1.0 0.5 - 1.0 0.5 - 1.0
ð Elektrode pita / kawat M M M






ð Elektrode pipa / batang
ELEKTRODA PIPA
ELEKTRODA BATANG

1M 3M
208




ð Elektrode pelat



c. Ukuran minimum elektrode bumi


No Bahan Baja Baja berlapis Tembaga
digalvanisasi tembaga
Jenis dengan proses
Elektrode pemanasan

1 Elektrode pita Pita baja 100 Pita tembaga
mm setebal 50 mm.tebal
minimum 3 mm 2 mm
50 mm2
Penghantar Pita tembaga
pilin 35 mm2, 50 mm, tebal
bukan kawat minimum 2
halus mm

2 Elektrode Pipa baja 25 Baja
batang mm2 Baja profil berdiameter
( mm ) l 65 x 65 15 mm
x 7 dilapisi
U 6,5 tembaga
T 6 x 50 x 3 setebal 250
Batang profil micro meter
lain yang
setaraf

3 Elektrode Pelat besi Pelat
pelat setebal 3 mm, tembaga
luas 0,5 mm2 tebal 2 mm


209

sampai 1 mm2 luas 0,5


mm2
sampai 1
mm2






d. Tahanan pembumian
Tahanan pembumian dari elektrode bumi tergantung pada jenis
tanah dan keadaan tanah serta pada ukuran dan susunan
elektrodenya.

Tahanan pembumian pada tahanan jenis q1 = 100 ohm meter.


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Pelat vertikal
elektrode Pita atau penghantar Batang atau pipa dengan sisi
pilin atas +/- 1 m di
bawah
permukaan
tanah

Panjang ( m ) Panjang ( m ) Ukuran ( m2 )

10 25 50 100 1 2 3 5 0,5 x 1 1 x 1


Tahanan
pentanaha 20 10 5 3 70 40 30 20 35 25
n

Untuk tahanan jenis yang lain ( r ), maka tahanan pentanahan adalah
perkalian nilai di atas dengan :


210


r r
------- atau ------
r 1 100








e. Tahanan jenis tanah
Tahanan jenis tanah berbeda-beda bergantung jenis tanahnya.

1 2 3 4 5 6 7
Jenis tanah Tanah Tanah Pasir Kerikil Pasir Tanah
rawa liat basah basah basah dan berbatu
Dan kerikil
Ladang kering
Tahanan 30 100 200 500 1.000 3.000
jenis
(ohm.m)



10.6. Instrumen Ukur

Instrumen ukur yang terpasang pada PHB-TR :

ð Demand amper meter masing-masing fasa, untuk mengukur arus


maksimal beban / pemakaian.

ð Volt meter untuk mengukur tegangan busbar

ð Kwh / kvarh meter, untuk mengukur energi yang terpakai, dipasang


pada gardu konsumen khusus

ð Kelas meter yang dipilih maksimal 1 ( satu ) atau yang lebih teliiti


211

ð Cara pengukuran tidak langsung, maka dibutuhkan trafo arus dengan


nkelas 0,5 atau yang lebih teliti.


10.7. Alat Test Tegangan

ð Berupa lampu pijar 5 s/d 25 watt, terminal negatipnya dipasang


permanen dengann hantaran netral, sedangkan terminal positipnya
dihubungkan dengan kabel dan stick yang ujungnya pada posisi bebas
untuk memilih fasa yang akan ditest.

ð Untuk mengetahui ada atau tidaknya tegangan keluaran dari fuse.

ð Untuk mengetahui adanya kebocoran isuolasi pada saluran JTR,


dengan cara bila salah satu fasa dari kabel jurusan dimasukkan
melalui fuse di PHB-TR, fase lain yang fusenya belum dimasukkan
keluarannya di test. Bila lampu test menyala berarti ada kebocoran
isolasi fasa tersebut dengan fasa yang sudah bertegangan lebih dulu.


10.8. Magnetic Contactor

ð Sebagai alat hubung untuk menyalakan dan mematikan lampu


penerangan jalan umum ( PJU ) secara otomatis dengan bekerjanya
alat kontrolnya ( time switch, photo cell )

ð Kapasitas kontaktor tergantung jumlah daya PJU.




10.9. Lampu Penerangan

ð Untuk menerangi ruangan PHB-TR atau gardu saat dimasuki petugas


ð Jenis lampu yang digunakan : lampu pijar, TL
ð Lampu menyala secara otomatis bila pintu PHB-TR atau gardu
dibuka







212


213

BAB XI
PENGENALAN KUBIKEL 20 KV

11.1 Pengertian dan Fungsi Kubikel 20 kV

Kubikel 20 kv adalah seperangkat peralatan listrik yang dipasang pada
gardu distribusi yang berfungsi sebagai pembagi, pemutus,
penghubung pengontrol dan proteksi sistem penyaluran tenaga listrik
tegangan 20 kV kubikel 20 kV biasa terpasang pada gardu distribusi
atau gardu hubung yang berupa beton maupun kios













11.2. Jenis Jenis Kubikel
Berdasarkan fungsi dan nama peralatan yang terpasang kubikel
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
• Kubikel Pemutus Tenaga ( PMT = CB )
• Kubikel PMS ( Pemisah )
• Kubikel LBS ( Load Break Sswitch )
• Kubikel CB Out Metering ( PMT CB )
• Kubikel TP ( Transformer Protection)
• Kubikel PT ( Potential Transformer )
• Kubikel B1 ( Terminal Out Going )


214


11.3. Fungsi Kubikel
11.3.1. Kubikel PMS (Pemisah)
Berfungsi sebagai membuka dan menutup aliran listrik 20 kV tanpa
ada beban, karena kontak penghubung tidak dilengkapi alat
peredam busur listrik.
Simbol diagram PMS









11.3.2. Kubikel PMT ( Pemutus Tenaga }
Berfungsi untukembuka dan menutup aliran listrik dalam keadaan
berbeban atau tidak berbeban, termasuk memutus pada saat
terjadi gangguan hubung singkat.
Simbol diagram PMT






Kubikel terdiri dari :


1. Satu set busbar fase tiga 400 A, 630 A atau 1250 A
2. Dua pemisah tiga kutub dengan arus pengenal 400 A, 630 a atau
1250 A yang dioperasikan secara manual, peisahan dilakukan


215

dengan penarikan / pencabutan (sistem laci) peutus tenaga


yang ditempatkan dalam kompartemen.
3. Sebuah pemutus tenaga kutub jenis SF6 atau hampa udara
dengan pengoperasian melalui energi pegas yang pengisiannya
dilakukan secara manual atau motor listrik.
4. Pemutus tenaga tersebut dilengkapi kumparan pelepas (trip) dan
indikator yang menunjukan posisi buka / tutup secara mekanis.

a. Arus pengenal 400 A, 630 A atau 1250 A


b. Kapasitas pemutus 12,5 kA
c. Kapasitas penyambungan 31,5 kA.
d. Kapasitas pemutusan transformator dalam keadaan tanpa
beban : 16 A
e. Kapasitas pemutusan pengisian kabel : 50A

5. Tiga buan transformator arus dengan dua inti yang ditempatkan


disaluran keluaran
a. Arus primer :sesuai kebutuhan (50, 100, 150, 200 dan
seterusnya)
b. Arus sekunder : 5-5A
c. Kapasitas ketahanan arus hubung singkat : 12,5 kA ( 1 detik)
d. Beban pengenal :
Kapasitas transformator arus tersebut harus dapat memenuhi
kebutuhan rele yaitu :
- Satu inti 30 VA, kelas 0,5 untuk pengukuran
- Satu inti lainnya 15 VA kelas 10-P-10 untuk proteksi
6. Tiga buah transformator tegangan
a. Rasio : 20 / Ö3 kV // 100 / Ö3 Volt
b. Beban pengenal : 50 VA
c. Kelas ketelitian : 0,5

7. Rele


216

a. Satu set rele untuk beban lebih dan gangguan ke bumi, rele harus
disambungkan dengan transformator arus diatas. Arus dan waktu
dapat diatur terpisah.

b. Karakteristik rele beban lebih.



Arus pengenal (In) Waktu pemutusan
1,05 In Sesudah 60 menit
1,2 In Sebelum 20 menit
1,5 In Sebelum 5 menit
4 In Trip sesaat

c. Rele harus dirancang sehingga melepas sumber tenaga
dengan atau tanpa memerlukan suatu daya dari luar
d. Rele harus dilengkapi fasilitas untuk pengetesan arus dan
pengetesan untuk melepas kontak (trip release)

7. Tiga buah ammeter kebutuhan maksimum dipasang pada panel
penunjuk (metering panel)
8. Sistem interlock.

11.3.3. Kubikel LBS
Berfungsi untuk membuka dan menutup aliran listrik dalam keadaan
berbeban atau tidak .
Simbol Diagram LBS








217

Kubikel LBS terdiri dari :


1. Satu set busbar tiga fase 400 A atau 630 A.
2. Sebuah sakelar beban tiga kutub jenis udara, SF6 atau hampa
udara dengan operasi secara manual.
a. Arus pengenal 400 A
b. Kapasitas penyambung (puncak) 31,5 kA (making capacity)
c. Kapasitas pemutusan beban aktif (pf ; 0,7) 400 A
d. Arus pemutusan pengisian beban 25 A
e. Sakelar beban harus dapat dipasang mekanis kontrol elektris
(electric control mechanism) tanpa modifikasi yang besar
terhadap sakelar tersebut.
f. Kapasitas ketahanan arus hubung singkat (1 detik) ; ³ 12,5 kA
3. Sebuah sakelar pembumian 3 kutub dengan pengoperasian secara
manual
4. Tiga buah gawai kontrol tegangan
5. Sistem interlok
6. Busbar pembumian
7. Harus ada ruang yang cukup dan penunjang kabel bagian bawah
kubikel untuk melakukan pemasangan terminasi kabel berisolasi
padat, penghantar dari bahan aluminium yang dipilin denganluas
penampang sampai dengan 240 mm2
8. Satu set lengkap terminal kabel (jika diperlukan)

11.3.4. Kubikel CB Out Metering ( PMT )
Berfungsi sebagai pemutus dan penghubung arus listrik dengan cepat
dalam keadaan normal maupun gangguan kubikel ini disebut juga
istilah kubikel pmt (pemutus tenaga) kubikel ini dilengkapi degan
relay peroteksi circuit breaker (PMT, CB) kubikel ini bisa di pasang
sebagai alat pembatas, pengukuran dan pengaman pada pelanggan
tegangan menengah curent transformer yang terpasang memiliki
double secunder satu sisi untuk mensuplai arus ke alat ukur kwh dan
satu sisi lagi untuk menggerakan relai proteksi pada saat ter jadi
gangguan


218





Simbol Diagram Kubikel CB OUT Metering








Kubikel terdiri dari :


ü Satu set busbar tiga fase 400 A atau 630 A
ü Dua pemisah tiga kutub dengan arus pengenal 400A atau 630 A
yang dioperasikan secara manual atau pemisahan dilakukan
dengan penarikan / pencabutan pemutus tenaga yang
ditempatkan dalam kompartemen (sistem laci)
ü Sebuah pemutus tenaga tiga kutub jenis SF6 atau hampa udara,
dengan pengoperasian melelui energi pegas yang pengisiannya
dilakukan secara manual atau dengan motor listrik. Pemutus
tenaga tersebut dilengkapi kumparan pelepas (trip) dan indikator
yang menunjukan posisi, buka/tutup secara mekanis.
a. Arus pengenal : 400 A atau 630 A
b. Kapasitas pemutusan pada 24 kV : 12,5 kA
c. Kapasitas penyambungan (puncak) : 3,5 kA
d. Kapasitas pemutusan transformator dalam keadaan tenpa beban
:16 A
e. Kapasitas pemutusan pengisian kabel : 50 A
ü Tiga buah transformator arus dengan dua inti yang ditempatkan
disaluran keluaran :


219

a. Arus primer : sesuai kebutuhan (50, 100, 150, 200 atau 400 A)
b. Arus sekunder : 5 A
c. Kapasitas keahanan arus hubung singkat (1 detik) : 12,5 kA
d. Beban pengenal
Kapasitas transformator arus tersebut harus dapat memenuhi
kebutuhan rele yaitu :
- Satu inti 30 VA kelas 0,5 untuk pengukuran
- Satu inti lainnya 15 VA kelas 10-P-10 untuk proteksi.
ü Rele
a. Satu set rele untuk arus lebih, beban lebih dan gangguan ke bumi. Rele
harus dihubungkan dengan transformator di atas. Arus dan waktu dapat
diatur secara terpisah.
b. Karakteristik dari rele beban lebih

Arus Pengenal Waktu peutusan (triping
(In) time)
1,05 In Sesudah 60 menit
1,2 In Sebelum 20 menit
1,5 In Sebelum 5 menit
4 In Trip sesaat
c. Rele harus dirancang sehingga melepas pemutus tenaga dengan
atau tanpa memerlukan sumber daya dari luar.
d. Rele harus dilengkapi fasilitas untuk pengetesan arus dan
pengetesan untuk melepas kontak (trip release)
e. Tiga buah amperemeter kebutuhan maksimum (maximum
demand ammeter), dipasang pada panel penunjuk (metering
panel) dan ditempatkan diatas pengaman lebur.
ü Sistem interlok

11.3.5. Kubikel TP (Transformer Protection)
Berfungsi sebagai alat pengaman transformator distribusi, dikenal
juga dengan istilah kubikel PB (Pemutus Beban) kubikel ini berisi lbs


220

dan fuse pengaman trafo dengan ukuran beragam dari 25A, 32 A, 43 A


tergantung kapasitas trafo yang akan diamankan
Ada dua jenis kubikel TP yaitu :
a. Kubikel TP dilengkapi shunt trip, jika fuse tm putus ada pin pada
fuse yang menggerakkan mekanik untuk melepas LBS
b. Tidak dilengkapi shunt trip, jika fuse tm putus LBS tidak membuka
sehingga trafo masih mendapat gangguan dari fuse lain yang tidak
putus
Simbol Diagram Kubikel TP










11.3.6. Kubikel PT (Potensial Transformer)
Berfungsi sebagai kubikel pengukuran, didalam kubikel ini terdapat
pms dan transformator tegangan yang menurunkan tegangan dari
20.000 Volt menjadi 100 Volt untuk mensuplai tegangan pada alat
ukur kwh kubikel ini kadang kala disebut juga dengan istilah kubikel
VT (Voltage Transformer). handle kubikel PT harus selalu dalam
keadaan masuk dan tersegel
Untuk pengamanan trafo tegangan terhadap gangguan hubung singkat
maka dipasanglah fuse TM

Simbol Diagram Kubikel PT



221









Kubikel terdiri dari :
- Satu set busbar fase tiga 400 A atau 630 A
- Satu pemisah tiga kutub dengan arus pengenal, 100 A yang dioperasikan
secara manual
- Tiga pengaman lebur dengan kapasitas pemutus arus yang tinggi :
a. Arus pengenal : 6,3 A
b. Kapasitas pemutus : 12,5 A
- Tiga buah transformtaor tegangan
a. Rasio : 20 / Ö3 kV // 100 / Ö3 Volt
b. Beban pengenal : 50 VA
c. Kelas ketelitian : 0,5
- Satu buah pengaman lebur tegangan rendah pada setiap fase, pengaman
lebur tersebut harus dapat dicapai dari luar kubikel
- Sistem saling mengunci (interlock) harus berfungsi baik
- Busbar pembumian

11.3.7. Kubikel Terminal Out Going (B1)
Berfungsi sebagai terminal penghubung kabel ke pemakaian
(pelanggan) berisi pms, dan bila mana posisi membuka maka kontak
gerak terhubung dengan pentanahan

Simbol diagram kubikel terminal out going



222








Kubikel terdiri dari :
a. Satu set busbar fase tiga 400 A atau 630 A
b. Satu sakelar pembumian tiga kutub dan penghubung singkat yang
dioperasikan secara manual.
c. Tiga buah gawai kontrol tegangan
d. Busbar pembumian
e. Disediakan ruang yang cukup dibagian bawah kompartemen dan
disediakan penunjang kabel untuk pemasangan terminasi kabel tiga inti
berisolasi padat. Konduktor dari aluminium dengan luas penampang
sampai dengan 150 mm2

11.4. Bagian – Bagian Dari Konstruksi Kubikel
• Kompartemen
• Rel / Busbar
• Kotak Pemutus
• Pemisah Hubung Tanah
• Terminal Penghubung
• Fuse Holder
• Mekanik Kubikel
• Lampu Indikator
• Pemanas (Heater)
• Handle Kubikel (Tuas Operasi)

11.4.1. Kompartemen
Merupakan rumah dari terminal penghubung, LBS, PMT, PMS, Fuse,
Trafo ukur, (CT, PT) peralatan mekanis dan instalasi tegangan rendah,


223

sehingga tidak membahayakan operator terhadap adanya sentuhan


langsung ke bagian - bagian yang bertegangan
Berupa lemari / kotak terbuat pelat baja, terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, bagian atas untuk busbar dan bagian bawah untuk
penyambungan dengan terminasi kabel
Komponen bagian bawah, pada bagian depan berupa pintu yang dapat
dibuka tetapi bisa dilakukan apabila tegangan sudah dibebaskan dan
terminasi kabel sudah ditanahkan




1. Kompartemen busbar
2. Kompartemen tegangan
rendah
3. Pemutus beban dan saklar
pentanahan
4. Kompartemen mekanik
operasi
5. Kompartemen kabel



11.4.2. Rel / Busbar 20 kV Isolator Tonggak
Sebagai rel penghubung antara kubikel yang satu dengan lainnya,
posisi rel umumnya terletak pada bagian atas kubikel, pada kubikel
type RMU (Ring Main Unit) rel 20 kVterdapat dalam tabung SF 6 vacum
bentuk rel ada yang bulat ada yang pipih.
Busbar harus dari bahan tembaga atau aluminium.
Busbar aluinium harus dilapisi timah pada titik sambungan busbar.
Busbar dapat dilapis karet silikon atau bahan EPDM (heat shrink
insulation material) untuk memenuhi ketahanan tingkat isolasinya.
Bahan pelapis tersebut yang dipakai tidak bisa terbakar dan bila dari


224

bahan yang dapat terbakar tetapi api dapat cepat mati dengan
sendirinya (selfextinguishing).
Isolator tonggak dapat dibuat dari bahan porselin atau isolasi lain yang
tidak mudah terbakar. Isolator porselin berdasarkan rekomendasi IEC
168.
Jarak rambat tidak boleh kurang dari 320 mm. Isolator sintetis harus
bebas dari cacat permukaan seperti rongga-rongga (fold blow holes)
dan sebagainya, yang dapat mengganggu operasi isolator selanjutnya (
sesuai rekomendasi IEC 660 ).















11.4.3. Kontak Pemutus

Sebagai pemutus / penghubung aliran listrik kontak pemutus terdiri
dari dua bagian yaitu kontak gerak (moving contact) dan kontak tetap
(fixed contact) sebagai peredam busur api pada kubikel jenis LBS atau
PMT digunakan media minyak, gas SF6, vacum atau dengan hembusan
udara, selain itu memperkecil terjadinya busur api dilakukan dengan
pembukaan dan penutupan kontak pemutus secara cepat secara
mekanis


225


11.4.4. Sirkuit pembumian
Semua bagian logam PHB yang bukan merupakan bagian sirkuit utama
atau sirkuit bantu dan yang dapat bermuatan sehingga membahayakan
harus dihubungkan ke penghantar pembumian .
Penghantar tersebut terbuat dari tembaga dan mampu mengalirkan
arus sebesar 12,5 kA selama 1 detik tanpa menjadi rusak.
Kepadatan arus di sirkuit pembumian tidak boleh melampaui 200
A/mm2 dengan luas penampang penghantar tidak kurang dari 30 mm2
Pada setiap ujung penghantar disambung dengan instalasi sistem
pembumian pembumian melalui baut berukuran M12. Penghantar
pembumian ditempatkan sedemikian sehingga tidak merintangi tangan
untuk mencapai terminal kabel.
Selungkup kompartemen sekurang-kurangnya harus terselubung di
satu titik dengan penghantar bumi. Kontinuitas pembumian antara
badan kompartemen dan
sekat atau tutup diyakinkan melalui pemasangan baut dan mur atau
cara lain yang dapat diandalkan.

Kontinuitas pembumian antara bagian bergerak yang berengsel dengan
luas penampang tidak kurang dari 30 mm2 suatu penguat ditambahkan
pada pita tersebut untuk melindungi anyaman pita terhadap tegangan
mekanis yang tidak semestinya.
Bagian sakelar pembumian harus terhubung ke penghantar utama
pembumian melalui penghantar tembaga yang kaku dan fleksibel
dengan luas penampangnya tidak kurang dari 30 mm2 .
Setiap kubikel yang dilengkapi sakelar pembumian harus dipasang
terminal tembaga untuk pembumian yang dihubungkan ke penghantar
pembumian dengan penjepit pembumian sementara.


11.4.5. Pemisah Hubung Tanah (Pemisah Tanah)


226

Untuk mengamankan kubikel pada saat tidak bertegangan dengan


menghubungkan terminal kabel ketanah (grounding), sehingga bila ada
personil yang bekerja pada kubikel tersebut terhindar terhadap adanya
kesalahan operasi yang menyebabkan kabel terisi tegangan.
PMS tanah ini biasanya mempunyai sistem interlock dengan pintu
kubikel dan mekanik LBS pintu tidak bisa dibuka jika PMS tanah belum
masuk, LBS tidak bisa masuk sebelum PMS tanah dibuka.
Posisi buka atau tutup ke tiga pisau sakelar pembumian harus dapat
diperiksa melalui lubang pengamatan terdapat pada PHB. Sebagai
alternatif pisau-pisau sakelar pembumian dapat dipasang indikator
untuk menentukan posisi buka atau tutup.I ndikator tersebut harus
sesuai dengan posisi sebenarnya dari pisau-pisau sakelar pembumian
tersebut.
Sakelar pembumian dan penghubung singkat harus mempunyai
kapasitas penyambungan 31,5 kA (puncak), nilai ini dapat dikurangi
sehingga 2,5 kA jika rangkaian diamankan dengan pengaman beban
jenis HRC. Sakelar pembumian umumnya memeiliki kapasitas
penyambungan 5,8 kA. Sakelar pembumian harus dioperasikan manual
secara terpisah

11.4.6. Terminal Penghubung
Untuk menghubungkan bagian-bagian kubikel yang bertegangan satu
dengan yang lainnya, ada beberapa terminal antara lain :
a. Terminal busbar, tempat dudukan busbar
b. Terminal kabel, tempat menghubungkan kabel incoming dan out
going
c. Terminal PT, tempat menyambung transformator tegangan untuk
pengukuran
d. Terminal CT, tempat menyambungkan transformator arus untuk
pengukuran

11.4.7. Fuse Holder


227

Untuk menempatkan fuse pengaman trafo pada kubikel PB atau kubikel


PT












11.4.8. Mekanik Kubikel
Berfungsi untuk menggerakkan dan merubah posisi membuka /
menutup kontak LBS PMT dan PMS maupun pemisah hubung tanah
dibuat sedemikian rupa, sehingga pada waktu membuka dan menutup
kontak pemutus berlangsung dengan cepat

11.4.9. Lampu Indikator
Untuk menandai adanya tegangan (20 kV) pada sisi kabel, baik berasal
dari sisi lain kabel tersebut atau berasal dari busbar sebagai akibat alat
hubung dimasukkan, lampu indikator menyala dikarenakan adanya
arus kapasitip yang dihasilkan oleh kapasitor pembagi tegangan.
Kubikel jenis PMT lampu indikator digunakan nuntuk menandai posisi
alat-hubungnya dengan 2 ( dua ) warna yang berbeda untuk posisi
masuk atau keluar. Sumber listrik untuk lampu indikator berasal daris
sumber arus searah ( DC ) yang dihubungkan dengan kontak bantu
yang bekerja serempak dengan kerja poros penggerak alat-hubung
utama.


228

11.4.10. Indikator hubung singkat dan indikator gangguan ke bumi


(jika diperlukan)
Ø Perlengkapan ini harus dipasang pada setiap penyulang keluar
dan terdiri dari :
Ø Transformator arus jenis resin yang dipasang melingkari kabel.
Ø Satu kotak untuk rele, batere yang dapat dimuati kembali
(rechargeable) dan alat pemberi muatan (changer) yang dipasang
pada dinding di dalam gardu. Catu daya sebesar 200 V 50 Hz.
Ø Satu indikator luminious yang tahan cuaca yang dapat
ditempatkan di bagian luar bangunan pada dinding
Ø Spesifikasi indikator hubung singkat dan indikator gangguan ke
bumi.
a. Current sensing 3 core type CT or 3 single core
b. Fault current threshold : 40, 80, 160 A
c. Resetting automatic with LV supply restoration
d. Accuracy : ± 10 %

11.4.11. Pemanas (Heater)
Untuk memanaskan ruang terminal kabel agar kelembabannya
terjaga. keadaan ini diharapkan dapat mengurangi efek corona pada
terminal kubikel tersebut, besarnya tegangan heater 220 V sumber
tegangan berasal dari trafo distribusi


11.4.12. Handle Kubikel
Untuk menggerakkan mekanik kubikel, yaitu membuka atau menutup
posisi kontak hubung : PMT, PMS, LBS, pemisah tanah (grounding) atau
pengisian pegas untuk energi membuka / menutup kontak hubung,
pada satu kubikel, jumlah handle yang tersedia bisa satu macam atau
lebih

11.4.13. Sistem interlock (interlock) dan pengunci


229

Sistem interlock harus dilengkapi untuk mencegah kemungkinan


kesalahan atau kelainan operasi dari peralatan dan untuk menjamin
keamanan operasi.
Gawai interlock harus dari jenis mekanis dengan standar pembuatan
yang paling tinggi, tak dapat diganggu gugat dan mempunyai kekuatan
mekanis lebih tinggi dari kontrol mekanisnya.
Pada kubikel jenis PMT yang dilengkapi dengan motor listrik sebagai
penggerak alat hubung dan dikontrol dengan sistem kontrol listrik
arus searah, maka sistem interlockpun juga diberlakukan pada sistem
kontrol listriknya. Yaitu bila posisi komponen kubikel belum pada
posisi siap dioperasikan, maka sistem kontrol tidak dapat
dioperasikan .






Macam- macam sistem interlock pada Kubikel :

Ø Interlock pintu

ü Pintu Kubikel harus tidak dapat dibuka jika :

Ö Sakelar utama (sakelar tegangan menengah) dalam keadaan


tertutup
Ö Sakelar pembumian dalam keadaan terbuka.

ü Pintu Kubikel harus tidak dapat ditutup jika sakelar pembumian


dalam keadaan terbuka.

Ø Interlock sakelar utama

ü Sakelar utama (sakelar tegangan menengah) harus tidak dapat


dioperasikan jika :

Ö Pintu Kubikel dalam keadaan terbuka.


Ö Sakelar pembumian dalam keadaan tertutup.


230

Ø Interlock sakelar pembumian

ü Sakelar pembumian harus tidak dapat ditutup jika sakelar utama


dalam keadaan tertutup

Ø Penguncian
ü Perlengkapan penguncian harus disediakan untuk :
ü Sakelar pembumian pada posisi terbuka atau tertutup
ü Sakelar utama atau pemutusan tenaga pada posisi terbuka
ü Pintu Kubikel

11.4.14. Derajat perlindungan


Derajat perlindungan manusia terhadap bahaya sentuhan dengan bagian
bertegangan dan bagian yang bergerak serta untuk melindungi masuknya
binatang-binatang kecil harus memenuhi IP3X untuk selungkup IP2X
untuk partisi, untuk membuktikannya harus dilakukan pengujian sesuai
IEC 520/1989 : Degrees of protection provide by enclosures ( Ip Code).













DERAJAT PERLINDUNGAN
(INDEX OF PROTECTION / IP )

ANGKA ANGKA
PENJELASAN PENJELASAN
I II

0 Tanpa proteksi 0 Tanpa Proteksi

1 Proteksi terhadap masuknya 1 Proteksi terhadap tetesan air
benda padat lebih dari 50 mm vertikal


231

2 Proteksi terhadap masuknya 2 Proteksi terhadap tetesan air


benda padat lebih dari 12 mm vertikal dan membuat < 150
terhadap horisontal

3 Proteksi terhadap masuknya 3 Proteksi terhadap semprotan
benda padat lebih dari 25 mm air sampai < 600 terhadap
horisontal
4 Proteksi terhadap masuknya 4
benda padat lebih dari 1,0 mm Proteksi terhadap semburan
air dari semua arah
5 Proteksi terhadap masuknya 5
debu Proteksi terhadap air
6 6 bertekanan
Debu tidak bisa masuk (Dost
Tght) 7 Proteksi thd banjir temporer

Proteksi terhadap pengaruh
8 peredaman

Proteksi terhadap pengaruh
bawah air.

11.5. Tata Letak Kubikel Pada Gardu 20 KV
Pada sistem distribusi 20 KV yang disebut Gardu ada 3 ( tiga ) jenis, yaitu :
Ø Gardu Induk sisi 20 KV, berfungsi sebagai penghubung antara sumber
listrik yang berasal dari Trafo Step-down ke saluran / jaringan distribusi
20 KV
Ø Gardu Hubung, berfungsi sebagai pembagi tenaga listrik dari Gardu Induk
ke saluran / jaringan distribusi 20 KV
Ø Gardu Distribusi, berfungsi sebagai penurun tegangan dari tegangan
menengah menjadi tegangan rendah untuk didistribusikan ke pemakaian.
Tata letak kubikel dan komposisinya pada gardu didasarkan atas fungsinya
yang dibedakan menjadi :
Ø Kubikel saluran masuk disebut Kubikel Incoming
Ø Kubikel saluran keluar disebut Kubikel Outgoing
Ø Kubikel Pengukuran
Ø Kubikel Pengaman Beban

11.5.1. Tata letak dan Komposisi Kubikel pada Gardu Induk


232

Terdiri dari kubikel PMT Incoming dan Out going dengan kapasitas
sampai 1.250 A, dilengkapi dengan instrumen pengukuran dan proteksi
gangguan arus lebih serta indikator gangguan hubung tanah. Diletakkan
di atas lubang yang disebut manhole di suatu ruangan khusus 20 KV GI.
Dapat dioperasikan secara lokal maupun jarak jauh melalui Sistim Scada.
Diagram garis tunggal Komposisi Kubikel pada Gardu Induk


11.5.2. Tata Letak dan Komposisi Kubikel pada Gardu Hubung
Terdiri dari Kubikel LBS Incoming dan Outgoing yang jumlahnya
tergantung dari banyak saluran masuk dan saluran keluar.
Dapat dioperasikan secara lokal maupun jarak jauh bila dilengkapi dengan
penggerak motor dan sistim Scada.

11.5.3. Tata Letak dan Komposisi Kubikel pada Gardu Distribusi
Kubikel diletakkan di atas manhole pada gardu distribusi yang berupa
bangunan tembok atau beton maupun yang berbentuk Kios. Pada Gardu
bentuk bangunan tembok atau beton selain ada kubikel, pada bangunan
tersebut juga diletakkan Trafo distribusi dan PHB – TR, sehingga harus
diperhatikan faktor keamanan pada waktu petugas mengoperasikan Gardu
tersebut.
Komposisi Kubikel tergantung pada sifat pelayanan gardu tersebut
Ada tiga jenis pelayanan gardu distribusi, yaitu :
• Pelayanan umum TR
• Pelayanan khusus TM
• Pelayanan campuran TM dan TR




A. Diagram garis tunggal komposisi kubikel pada gardu distribusi
pelayanan Umum TR


233

Gardu pelayanan umum dengan 1 (satu) buah trafo distribusi adalah : LBS,
LBS, PB – type 1A







PT





Gardu pelayanan umum dengan 2 (dua) buah trafo distribusi type 1B















B. Diagram garis tunggal komposisi kubikel pada gardu pelayanan
khusus TM


234

Gardu pelayanan khusus TM type 2A : LBS, LBS, PT, CB, B1


Type 2A

LBS LBS PT B1
PGDB



CT
FUSE OCB
TM

PT


KWH



Gardu pelayanan khusus TM type 3A : LBS, LBS, PT, CBO

LBS LBS PT
PGC

TYPE 3A

FUSE
OCB
TM

PT
CT

KWH




CB : Circuit Breaker Out Going pada Gardu PGDB
CBO : Circuit Breaker Out Going pada Gardu PGC
Gardu Pelayanan khusus TM type 4A : LBS, LBS, PT, CBOM


235

Type 4A
LBB LBS

CB OM

OCB

CT



PT

KWH
KE TRAFO
DISTRIBUSI

CBOM : Circuit Breaker Out Metering, yaitu kubikel pmt dilengkapi
dengan sarana pengukuran dan pembatasan didalamnya terdapat CT dan
PT
Gardu pelayanan khusus TM dilengkapi dengan pengamanan fuse TM pada
sisi beban : LBS, LBS, PT, CB, PB





CT



KE TRAFO
KWH DISTRI

BUSI




236

C. Diagram garis tunggal komposisi kubikel pada gardu pelayanan


campuran

Gardu pelayanan campuran type 2B : PB, LBS, LBS, PT, CB, B1
Type 2B
B1

PB LBS LBS PT
PGDB


FUSE
CT
TM OCB

PT

KW

H



Gardu Pelayanan Campuran Type 3B : PB, LBS, LBS, PT, CBO


PB LB LB PT
PGC

TYPE
FUS OCB
E

PT
CT

KW






237



Gardu Pelayanan Campuran Type 4B : PB, LBS, LBS, CBOM

PB LBS LBS

CB
OM


OCB

CT




TRAFO KWH
DISTRIBUSI KE
TRAFO























238

BAB XII

SAMBUNGAN RUMAH

Sambungan Rumah adalah titik akhir dari pelayanan listrik kepada


Konsumen, sehingga potret pelayanan dapat dilihat dari mutu tegangan
dan tingkat keandalan dari sisi Sambungan Rumah.

Selain itu sambungan rumah juga termasuk salah satu bagian penyumbang
susut teknis, maka dalam Desain Jaringan distribusi sambungan rumah
(SR) harus bisa dihitung drop tegangan serta losses yang timbul untuk
panjang dan jenis penghantar tertentu yang digunakan serta jumlah seri
SR yang tersambung.


12.1 Drop Teganan Sambungan Rumah ( SR )

Drop tegangan Sambungan Rumah Maksimum 1 % ( SPLN 72 :1987)


atau Tegangan Pelayanan tidak boleh kurang dari 208 Volt (sesuai
SPLN No 1:1995).
Agar drop tegangan masih dalam range tersebut diatas maka perlu
pemilihan jenis dan panjang penghantar SR yang digunakan serta
pembatasan jumlah SR Seri yang tersambung.

12.2 Menghitung Susut Sambungan Rumah (SR)

Menghitung susut sambungan rumah per konsumen

Dalam hal ini juga diambil asumsi bahwa arus beban konsumen merata
,sehingga dalam perhitungan ini akan dipakai arus rata-rata
perkonsumen pada waktu beban puncak

Ada beberapa macam SR

1. SR 1 fasa dengan satu konsumen

2. SR satu fasa dengan beberapa konsumen, dimungkinkan sampai 5


konsumen

3. SR 3 fasa 1 konsumen


239

12.2.1. SR 1 fasa 1 konsumen

R1

Maka susut perkonsumen :


E (Watt ) = 2 I 2 R1


E (Kwh) = 2.I2 R1 Lsf . t . 10-3

Dimana I = Arus beban rata2 perkonsumen waktu beban


puncak

R1 = Tahanan penghantar dengan panjang maks 30 mtr

12.2.2. SR satu fasa dengan beberapa sambungan konsumen

L1 L2 L3 L4

I I I I

Secara pendekatan diasumsikan panjang seksi L1 = L2 =L3=……=


L

Maka susut perkonsumen rat-rata :

E 2K = 1/2 . 2.( I2 +(2.I )2).R1 = 5.I2.R1 (Watt)

E 3K = 1/3 . 2. (I2 +(2I)2+(3I)2)R1 =9,33 I2R1 (Watt)


240

E 4K = 1/4 . 2. (I2 +(2I)2+(3I)2 +(4.I)2 ).R1 = 15.I2 R1 (Watt)

E5K = 1/5 . 2.(I2 +2(I)2 +3(I)2+4(I)2 + 5 (I)2 )R1

= 22.I .R1(Watt)
2


Jika dibandingkan dengan susut SR 1 phasa untuk 1 Konsumen
maka akan diperoleh angka perbandingan

EiK (Watt)
KSR = --------------------------
E1 K (Watt)

Sebagai berikut :

JENIS SR KSR

1θ 1K 1,0

1θ 2K 2,5

1θ 3K 4,78

1θ 4K 7.5

1θ 5K 11,0

E i K = KSR. S1 K (Watt)


E5 K = 11. S1 K (Watt)

12.2.3. SR 3 fasa dengan 1 Konsumen (3θ1K)


241

Susut SR perkonsumen :


E (Watt) = 3 I2 . R.L

E (kWh) = 3 I2 . R.L.Lsf. t


Dimana :
Ø I = Arus beban rata-rata per konsumen waktu beban puncak
Ø RL = Tahanan penghantar dgn panjang L maksimum 30 m
Ø Penampang disesuaikan dengan beban.

Beban Puncak = 2 Amp


Factor Beban = 0,6 LLF 0,3504
Beban rata-
rata = 1,2 Amp
x/30
R/kms R/30 mtr x/km mtr
Panjang SR = 30 meter 2,45 0,074
35 meter 2,45 0,086
40 meter 2,45 0,098
45 meter 2,45 0,110
50 meter 2,45 0,123












242


















TIC 2 x 10
mm2 AL

Jumlah Tahanan Energi
Panjang Beban Tersalurkan Losses
Sambungan Kawat
SR (m) (A)
Rumah (R) (kwh) (kWh) (%)
1 30 0,074 1,2 161,568 0,0534 0,03
2 30 0,074 1,2 161,568 0,1335 0,08
3 30 0,074 1,2 161,568 0,2491 0,15
4 30 0,074 1,2 161,568 0,4005 0,25
5 30 0,074 1,2 161,568 0,5874 0,36
6 30 0,074 1,2 161,568 0,8091 0,5
7 30 0,074 1,2 161,568 1,0681 0,66

1 35 0,086 1,2 161,568 0,0623 0,04
2 35 0,086 1,2 161,568 0,1558 0,1
3 35 0,086 1,2 161,568 0,2907 0,18
4 35 0,086 1,2 161,568 0,4673 0,29
5 35 0,086 1,2 161,568 0,6854 0,42
6 35 0,086 1,2 161,568 0,9439 0,58
7 35 0,086 1,2 161,568 1,2461 0,77

1 40 0,098 1,2 161,568 0,0712 0,04
2 40 0,098 1,2 161,568 0,178 0,11
3 40 0,098 1,2 161,568 0,3322 0,21
4 40 0,098 1,2 161,568 0,534 0,33
5 40 0,098 1,2 161,568 0,7833 0,48
6 40 0,098 1,2 161,568 1,0788 0,67
7 40 0,098 1,2 161,568 1,4241 0,88


243












TIC 2 x 10
mm2 AL
Jumlah Panjang Tahanan Beban Energi Losses
Sambungan SR Kawat Tersalurkan
Rumah (m) ( R ) (A) (kwh) (kWh) (%)
1 45 0,110 1,2 161,568 0,0801 0,05
2 45 0,110 1,2 161,568 0,2003 0,12
3 45 0,110 1,2 161,568 0,3737 0,23
4 45 0,110 1,2 161,568 0,6008 0,37
5 45 0,110 1,2 161,568 0,8812 0,55
6 45 0,110 1,2 161,568 1,2136 0,75
7 45 0,110 1,2 161,568 1,6021 0,99

1 50 0,123 1,2 161,568 0,0890 0,06
2 50 0,123 1,2 161,568 0,2225 0,14
3 50 0,123 1,2 161,568 0,4152 0,26
4 50 0,123 1,2 161,568 0,6676 0,41
5 50 0,123 1,2 161,568 0,9791 0,61
6 50 0,123 1,2 161,568 1,3485 0,83
7 50 0,123 1,2 161,568 1,7801 1,10

1 55 0,135 1,2 161,568 0,0979 0,06
2 55 0,135 1,2 161,568 0,2448 0,15
3 55 0,135 1,2 161,568 0,4567 0,28
4 55 0,135 1,2 161,568 0,7343 0,45
5 55 0,135 1,2 161,568 1,0770 0,67
6 55 0,135 1,2 161,568 1,4833 0,92
7 55 0,135 1,2 161,568 1,9582 1,21




244

















HASIL PERHITUNGAN SUSUT SAMBUNGAN RUMAH

Tiang


JTR
1 2 3 4 5 6


Tegangan Operasi = 220 V
Beban Puncak = 4 Amp
Factor Beban = 0,6 LLF 0,3504
Beban rata-rata = 2,4 Amp
R/kms R/30 mtr
Panjang SR = 30 meter 2,45 0,074
35 meter 2,45 0,086
40 meter 2,45 0,098
45 meter 2,45 0,110
50 meter 2,45 0,123
55 meter 2,45 0,135

TIC 2 x 10 mm2 AL
Jumlah Panjang Tahanan Beban Energi Losses
Sambungan SR Kawat Tersalurkan
Rumah (m) ( R ) (A) (kwh) (kWh) (%)
1 30 0,074 2,4 323,136 0,2136 0,07
2 30 0,074 2,4 323,136 0,5340 0,17
3 30 0,074 2,4 323,136 0,9965 0,31
4 30 0,074 2,4 323,136 1,6021 0,50
5 30 0,074 2,4 323,136 2,3498 0,73
6 30 0,074 2,4 323,136 3,2363 1,00
7 30 0,074 2,4 323,136 4,2723 1,32

1 35 0,086 2,4 323,136 0,2492 0,08
2 35 0,086 2,4 323,136 0,6231 0,19


245

3 35 0,086 2,4 323,136 1,1626 0,36


4 35 0,086 2,4 323,136 1,8692 0,58
5 35 0,086 2,4 323,136 2,7414 0,85
6 35 0,086 2,4 323,136 3,7757 1,17
7 35 0,086 2,4 323,136 4,9844 1,54

1 40 0,098 2,4 323,136 0,2848 0,09
2 40 0,098 2,4 323,136 0,7121 0,22
3 40 0,098 2,4 323,136 1,3287 0,41
4 40 0,098 2,4 323,136 2,1362 0,66
5 40 0,098 2,4 323,136 3,1331 0,97
6 40 0,098 2,4 323,136 4,3151 1,34
7 40 0,098 2,4 323,136 5,6965 1,76





TIC 2 x 10 mm2
AL
Jumlah Panjang Tahanan Beban Energi Losses
Sambungan SR Kawat Tersalurkan
Rumah (m) ( R ) (A) (kwh) (kWh) (%)
1 45 0,110 2,4 323,136 0,3204 0,10
2 45 0,110 2,4 323,136 0,8011 0,25
3 45 0,110 2,4 323,136 1,4948 0,46
4 45 0,110 2,4 323,136 2,4032 0,74
5 45 0,110 2,4 323,136 3,5247 1,09
6 45 0,110 2,4 323,136 4,8545 1,50
7 45 0,110 2,4 323,136 6,4085 1,98

1 50 0,123 2,4 323,136 0,3560 0,11
2 50 0,123 2,4 323,136 0,8901 0,28
3 50 0,123 2,4 323,136 1,6609 0,51
4 50 0,123 2,4 323,136 2,6702 0,83
5 50 0,123 2,4 323,136 3,9163 1,21
6 50 0,123 2,4 323,136 5,3938 1,67
7 50 0,123 2,4 323,136 7,1206 2,20

1 55 0,135 2,4 323,136 0,3916 0,12
2 55 0,135 2,4 323,136 0,9791 0,30
3 55 0,135 2,4 323,136 1,8270 0,57
4 55 0,135 2,4 323,136 2,9372 0,91
5 55 0,135 2,4 323,136 4,3079 1,33
6 55 0,135 2,4 323,136 5,9332 1,84
7 55 0,135 2,4 323,136 7,8326 2,42


246





















KURVA SUSUT SR
BEBAN RATA-RATA 4A, LF = 0.6

3,00
SUSUT (%)

2,50 SR 30 MTR
SR 35 MTR
2,00 SR 40 MTR
SR 45 MTR
1,50 SR 50 MTR
SR 55 MTR

1,00

0,50

0,00
1 2 3 4 5 6 7

SAMBUNGAN RUMAH (BH)







SAMBUNGAN RUMAH


Tiang
JTR

1 2 3 4 5 6


247



Tegangan Operasi = 220 V
Beban Puncak = 6 Amp
Factor Beban = 0,6 LLF 0,3504
Beban rata-rata = 3,6 Amp
R/kms R/30 mtr
Panjang SR = 30 meter 2,45 0,074
35 meter 2,45 0,086
40 meter 2,45 0,098
45 meter 2,45 0,110
50 meter 2,45 0,123
55 meter 2,45 0,135


TIC 2 x 10 mm2 AL


Jumlah Panjang Tahanan Beban Energi Losses
Sambungan SR Kawat Tersalurkan
Rumah (m) ( R ) (A) (kwh) (kWh) (%)
1 30 0,074 3,6 484,704 0,4806 0,10
2 30 0,074 3,6 484,704 1,2016 0,25
3 30 0,074 3,6 484,704 2,2422 0,46
4 30 0,074 3,6 484,704 3,6048 0,74
5 30 0,074 3,6 484,704 5,2870 1,09
6 30 0,074 3,6 484,704 7,2817 1,50
7 30 0,074 3,6 484,704 9,6128 1,98

1 35 0,086 3,6 484,704 0,5607 0,12
2 35 0,086 3,6 484,704 1,4019 0,29
3 35 0,086 3,6 484,704 2,6159 0,54
4 35 0,086 3,6 484,704 4,2056 0,87
5 35 0,086 3,6 484,704 6,1682 1,27
6 35 0,086 3,6 484,704 8,4953 1,75
7 35 0,086 3,6 484,704 11,2149 2,31

1 40 0,098 3,6 484,704 0,6409 0,13
2 40 0,098 3,6 484,704 1,6021 0,33
3 40 0,098 3,6 484,704 2,9896 0,62
4 40 0,098 3,6 484,704 4,8064 0,99
5 40 0,098 3,6 484,704 7,0494 1,45
6 40 0,098 3,6 484,704 9,7089 2,00
7 40 0,098 3,6 484,704 12,8170 2,64


248


















KURVA SUSUT SR
BEBAN RATA-RATA 6A, LF = 0.6
4,00
SR 30 MTR
3,50 SR 35 MTR
SR 40 MTR
3,00
SR 45 MTR
2,50 SR 50 MTR
SUSUT (%)

SR 55 MTR
2,00

1,50

1,00

0,50

0,00
1 2 3 4 5 6 7

SAMBUNGAN RUMAH (BH)


249

BAB XIII
PENGAMAN SISTEM DISTRIBUSI

13.1 Pendahuluan
Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke pihak pelanggan.
Karena fungsinya tersebut maka keandalan menjadi sangat penting dan untuk itu
jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan alat pengaman

Ada tiga fungsi sistem pengaman dalam jaringan distribusi


1. Mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta peralatannya dari
akibat adanya gangguan listrik
2. Menjaga keselamatan umum dari akibat gangguan listrik
3. Meningkatkan kelangsungan pelayanan tenaga listrik kepada konsumen

Sistem pengaman yang baik harus mampu :


1. Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain GI
2. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan
3. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaaan
4. Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan
5. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan
6. Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan

Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem pengaman
1. Sensitifitas (kepekaan)
Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari
sistem tenaga listrik termasuk dalam jangkauan pengamanannnya merupakan
daerah pengaman tugas suatu pengaman mendeteksi adanya gangguan yang
terjadi didaerah pengamanannya harus cukup sensitif untuk mendeteksi dengan
nilai minimum dan bila perlu mentripkan PMT atau Pelebur untuk memisahkan
bagian yang terganggu dengan bagian yang sehat
2. Selektifitas (ketelitian)
Selektifitas dari pengaman adalah kwalitas kecermatan dalam mengadakan
pengamanan bagian yang terbuka dari suatu sistem oleh karena terjadinya
gangguan diusahakan seminimal mungkin jika dapat tercapai maka pengamanan
demikian disebut pengamanan selektif.


250

3. Keandalan ( Realibilitas)
Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat
bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi susunan alat-alat
penga,man harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan tergantung kepada
desain, pengerjaan dan perawatannya
4. Kecepatan. (Speed)
Makin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil kerusakan tetapi
juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat yang ditimbulkan
oleh gangguan

13.2 Jenis Gangguan Distribusi


13.2.1 Jenis Gangguan

Saluran udara tegangan menengah maupun tegangan rendah dengan kawat terbuka
(SUTM dan SUTR telanjang) merupakan saluran yang paling rawan terhadap
gangguan eksternal, yaitu gangguan yang diakibatkan dari luar sistem itu sendiri
seperti :

1. sentuhan pohon,
2. gangguan karena binatang liar, seperti ular, monyet, burung, kelelawar dll
3. gangguan karena sambaran petir
4. gangguan karena kebocoran isolator, kegagalan Lightning Arrester

Gangguan karena sentuhan pohon merupakan penyebab gangguan pelayanan


distribusi tenaga listrik yang paling banyak dilaporkan di seluruh unit pelayanan PLN
sebagai akibat dari banyaknya pohon pohon yang tumbuh disekitar jaringan SUTM
baik itu milik masyarakat umum maupun Dinas Pertamanan Pemerintah Kota/
Daerah .

Selain itu faktor penyebab lain adalah binatang seperti burung, kelelawar dan ular
dibeberapa tempat ada juga benang layangan dilaporkan sebagai salah satu penyebab
gangguan pelayanan tenaga listrik . Gangguan-gangguan semacam ini dapat
dikategorikan sebagai gangguan sesaat (temporer ) artinya gangguan ini dapat
hilang dengan sendirinya pada saat beroperasinya alat pengaman distribusi seperti
penutup balik otomatis (Recloser) atau Sectionalizer atau bahkan dapat pula
gangguan ini hilang sendiri karena dahan pohon atau pohon bambu yang terangkat
kembali karena hembusan angin . Gangguan terhadap pelayanan tenaga listrik yang


251

tidak dapat hilang dengan sendirinya dikategorikan sebagai gangguan tetap


(permanen)

Contoh- contoh gangguan yang dikategorikan sebagai gangguan permanen adalah


seperti kawat putus, gangguan kerena isolator bocor , kegagalan Lightning Arrester
dan lain-lain .

Dari keseluruhan penyebab terjadinya gangguan pada sistem distribusi , maka


gangguan hubung singkat pada sistem distribusi dibagi atas :
1. Gangguan hubung singkat 3 fasa
2. Gangguan hubung singkat fasa-fasa
3. Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah
4. Gangguan hubung singkat 2 fasa ke tanah
5. Gangguan hubung singkat 3 fasa ke tanah
Ketiga jenis gangguan hubung singkat tersebut menimbulkan arus gangguan yang
besarnya berbeda satu sama lain.
3.2. 2. Arus Gangguan Hubung Singkat Arus Distribusi
Hampir pada setiap gangguan hubung singkat baik 3 phasa, 2 phasa ataupun 1 phasa
ketanah tetap melalui suatu nilai tahanan gangguan yang terbentuk oleh arching (R
arc) ataupun oleh tahanan kontak (dahan pohon). Tetapi dalam analisa hubung singkat
perhitungan arus gangguan hubung singkat selalu dianggap bahwa tahanan gangguan
= 0 (nol). Arus gangguan hubung singkat dihitung dengan menggunakan rumus
HUKUM OHM yaitu :

#
I= $
………………………….(1.1)

Dimana :
I = Arus yang mengalir pada Impedansi Z (AMPER)
V = Tegangan sumber ( VOLT)
Z = Impedansi jaringan yaitu nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam jaringan
mulai dari sumber tegangan sampai ke titik gangguan (OHM)

Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap komponen
jaringan serta bentuk konfigurasinya di dalam system maka besarnya arus gangguan
hubung singkat dapat dihitung dengan rumus diatas.

Lebih lanjut lagi, arus gangguan yang mengalir pada tiap komponen jaringan juga
dapat dihitung dengan bantuan rumus tersebut diatas. Yang membedakan antara


252

gangguan hubung singkat 3 phasa , 2 phasa dan 1 phasa ke tanah adalah impedansi
yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan hubung singkat itu sendiri, seperti
ditunjukkan berikut ini :

Z untuk gangguan 3 phasa : Z =


Z1………………………….(1.2)
Z untuk gangguan 2 phasa : Z = Z1 +
Z2…………………...(1.3)
Z untuk gangguan 1 phasa ke tanah : Z = Z 1 + Z2 +
Zo…………....(1.4)

Dimana :
Z1 = Impedansi urutan positip
Z2 = Impedansi urtutan negatip
Z0 = Impedansi urutan nol

A. Arus Gangguan Hubung Singkat 3 phasa

Pada perhitungan arus hubung singkat 3 phasa, dikenal 3 macam Impedansi yaitu

• Impedansi Urutan positip (Z1)


• Impedansi Urutan Negatip (Z2)
• Impedansi Urutan Nol (Zo)
Arus gangguannya dihitung dengan menggunakan rumus :
% '()*)
I f 3 phasa = $+
( AMP) ……………………………… (1.4)

Dimana :
I f 3 phasa = Besar arus yang mengalir pada setiap phasa sewaktu terjadi gangguan
hubung singkat di suatu titik didalam sistem (AMP)
E phasa = Besar tegangan tiap phasa terhadap netral sistem (VOLT)
Z1 = Impedansi ekivalen urutan positip (dikatakan ekivalen karena
impedansi ini mewakili seluruh impedansi didalam sistem yang
terhubung seri atau paralel mulai dari sumber sampai titik gangguan
B. Arus Gangguan Hubung Singkat 2 phasa
Arus gangguan 2 phasa dihitung dengan menggunakan rumus :
% ),
I 2 phasa = $+-./ ........................................................ (1.5)


253

Atau :
√1 ∗ %)
I 2 phasa = $+-./
……………………………………… (1.6)

Impedansi Z1 dan Z2 adalah impedansi urutan positip dan urutan negatip dari seluruh
impedansi masing-masing urutan didalam sistem baik yang tersambung seri maupun
paralel yang disederhanakan menjadi impedansi ekivalen urutan positip dan
impedansi ekivalen urutan negatip.
% '()*)
Karena Z1 = Z2 dan I f 3 phasa = $+

Maka rumus diatas menjadi :


√1 ∗ 3 1 '()*)
I 2 phasa = /
…………………………………………(1.7)

C. Arus Gangguan Hubung singkat 1 phasa ke Tanah


Perhatikan gambar berikut ini :
Z

Ea I = I1 + I2 + Io

Eb
Ec I=3Io

Gambar 1.1 Penghantar phasa A terhubung singkat

Pada phasa A mengalir arus urutan positip, negatip dan nol tetapi pada phasa B dan C
tidak ada arus ( Io , I1 dan I2 saling meniadakan ).

Arus di phasa A semuanya searah sehingga masing-masing urutan dapat dihitung


dengan rumus :
%)
𝐼𝑜 = 𝐼1 = 𝐼 2 = $+-./-.8 …………………………………. (1.8)

Sedangkan I 1 phasa = Io + I1 + I2 , sehingga :


254

1 ∗ %)
I 1 phasa = $+-./-.8 ……………………………………… (1.9)


255

13.3. Pola Pengaman Sistem Distribusi

13.3.1. Pembumian Sistem Distribusi

Ada empat pola pengaman sistem distribusi yang telah diterapkan di lingkungan PLN.
Perbedaan pola-pola tersebut didasarkan atas pentanahan/ pembumian pada titik netral
trafonya, yaitu:
1. Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance)
2. Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance)
3. Pentanahan Langsung (Solid Grounding)
4. Pentanahan Mengambang / tidak ditanahkan (Floating)

Dalam memilih pola pengamanan sistem distribusi yang tepat bagi suatu daerah,
perlu diketahui pola pentanahan dari masing-masing sistem distribusi, yaitu:
1) Pola 1 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan menggunakan tahanan tinggi,
dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan mengutamakan
keselamatan umum, sehingga meskipun dengan saluran udara masih layak
memasuki daerah perkotaan.
2) Pola 2 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan secara langsung,
dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan faktor
ekonomi, sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat dilaksanakan di
luar kota sampai ke daerah yang terpencil.
3) Pola 3 yaitu sistem distribusi dengan pentanahan menggunakan tahanan
rendah dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi antara
faktor ekonomi dan keselamatan umum, dan jaringan dapat mempergunakan
saluran udara bagi daerah luar kota maupun kabel bagi daerah padat dalam
kota.
4) Pola 4 yaitu sistem distribusi dengan tiga kawat menggunakan pentanahan
netral mengambang. Pola 4 untuk saat ini sudah tidak digunakan di PLN
karena pada sistem ini ketika terjadi gangguan tanah terlalu kecil maka tidak
cukup kuat untuk menggerakkan rele gangguan tanah.

13.3.2. Pola Pengaman Sistem Distribusi

A. Pola I : Sistem Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance)

• Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral


melalui tahanan tinggi 500 ohm.
• Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguannya rendah. Hukum Ohm :
I = V / R,


256

• Mengutamakan keselamatan umum.


• Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan yang
kecil.
• Pola ini ada diterapkan di Jawa Timur.

Proteksi terpasang:

• PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :


o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
o Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk membebaskan
gangguan fasa-tanah.
• PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pelebur (PL) jenis Fuse Cut Out
(FCO).

PMT SSO

SSO
PL PL
Y OCR
NGR GFR
500 Ohm

Gambar 2.1 Pengaman Sistem Distribusi Pola I

B. Pola II : Sistem Pembumian Langsung (Solid Grounding)

• Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 4 kawat dengan pentanahan Netral


secara langsung.
• Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR,
dipergunakan sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).
• Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguannya besar, sehingga
diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.
• Pola ini diterapkan di Jawa Tengah dan DIY.

S

N
257

Gambar 2.2 Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi Pola II

Proteksi terpasang:

• PMT di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan OCR dan GFR


• PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pelebur (PL) jenis FCO

PMT PBO SSO

SSO
PL PL
Y OCR
GFR

Solid
Grounding

Gambar 2.3 Pengaman Sistem Distribusi Pola II


C. Pola III : Sistem Pembumian dengan Tahanan Rendah (Low Resistance)

• Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral


melalui tahanan rendah 40 ohm untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.
• Pola ini diterapkan di Jawa Barat, DKI dan Luar Jawa.
• Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguannya relatif tinggi,
sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.
Proteksi terpasang:

• PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan :


o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.
o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.


258

• PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pelebur (PL) jenis Fuse Cut Out
(FCO).
• Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan rele arus
lebih tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.

PL
PMT PBO SSO

SSO
PL
NGR
Y OCR
40 Ohm GFR

Gambar 2.4 Pengaman Sistem Distribusi Pola III

D. Pola IV : Sistem Pembumian Mengambang (Floating)

• Sistem distribusi 6 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan


mengambang atau netral tidak ditanahkan (Floating).
• Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera
Selatan/ Palembang dan Jambi. Sistem 6 KV ini telah diganti menjadi 20
KV, maka pola IV ini sudah tidak dikembangkan lagi, karena kurang
handal dari segi pengaman sistem.


259

13.4. Fuse / Pelebur ( PL )


13.4.1. Fungsi Pelebur
Fuse atau Pelebur berfungsi sebagai pengaman pada sistem distribusi terhadap
arus gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi atau trafo distribusi.

Letak pemasangan Fuse / Pelebur :

• Percabangan JTM / Branch Line


• Sisi primer trafo pada Gardu Distribusi Tiang / Tembok

13.4.2 Prinsip kerja Pelebur

Jika arus yang melewati Pelebur melebihi nilai arus rating nominalnya, maka
elemen lebur akan panas dan terus meningkat jika telah mencapai titik leburnya
maka elemen akan melebur.
Berdasarkan cara kerjanya, Pelebur dapat dibedakan menjadi :
a. Pelebur penungguan arus nol ( the current awaiting zero type )
Yaitu pelebur yang menginteruposi sempurna setelah arus yang ditunggu
= 0. Pada saat itu gas pemadam akan memadamkan seluruh busur
dengan sempurna.Bahan gas yang digunbakan antara lain Basic acid,

Gambar 13.1 Pelebur penungguan arus nol


Pelebur jenis ini menggunakan elemen lebur yang relatif pendek, untuk
merasakan adanya arus lebih dan saat dimulainya pembusur apian (
arcing ) yang diperlukan untuk pemutusan.
Pelebur yang termasuk jenis ini ialah expulsion fuse ( pelebur jenis
letupan ) damn lebih sesuai untuk penggunaan luar / tempat terbuka


260

karena pada saat pemadaman akan melepas gas serta akan memberi
suara ledakan pada waktu pemutusan sehingga membantu orang yang
mendengarnya mengetahui bahwa fuse link telah putus,

Keuntungan penggunaan pelebur ini antara lain :

• Dapat digunakan kembali dengan mengganti fuse link nya saja.


• Pelepasan ujung fuse dan aksi gas expulsi dimanfaatkan untuk
membuka lengan pemegang pe;lebur sehingga memudahkan
mengetahui pelebur mana yang putus.

b. Pelebur pergeseran nol arus ( the current zero shifting type )

Yaitu pelebur yang dalam waktu singkat mengubah faktor daya yang
rendah menjadi lebih tinggi dalam rangkaian, sehingga menggeser “
titik arus “ mendekati “ titik tegangan “ = 0.

Gambar 13.2 Pelebur Pergeseran Nol arus

Pelebur yang termasuk jenis ini ialah Current Limiting Fuse, HRC Fuse
yang dipasang pada kubikel.
Pelebur jenis ini dibuat panjang serta dikelilingi oleh bahan poengisi (
pasir silika ) yang berfungsi untuk menahan bunga api dan
mempertahankan tekanan yang tinggi seanjang daerah bunga api yang
disebabkan oleh elemen yang praktis melelh seluruhnya, sehingga


261

menimbulkan tahanan resistansi yang tinggi dalam sirkit dalam waktu


singkat.

13.4.3 Konstruksi Pelebur

Pelebur yang banyak digunakan pada jaringan distribusi adalah jenis letupan
dengan konstruksi type Fuse Cut Out (FCO), sedangkan Pelebur jenis
pembatasan arus dipasangan pada kubikel Gardu Distribusi pasangan dalam
seperti gambar di bawah ini.
Ada 2 jenis fuse letupan (expulsion) yang diklasifikasi sebagai Fuse Cut-Out
(FCO) distribusi yaitu
a. Fuse cut out bertabung fiber (Fibre tube fuse)
b. Fuse link terbuka (Open link fuse)
Fuse cut out bertabung fiber mempunyai fuse link yang dapat diganti-ganti
(interchangeability) dan terpasang didalam pemegang fuse (fuse holder)
berbentuk tabung yang terbuat dari bahan serat selulosa. Fuse ini dapat
dipergunakan baik untuk Fuse Cut-Out terbuka (open fuse cut-out) atau Fuse
Cut-Out tertutup (enclosed fuse cutout), fuse cut-out terbuka dapat dilihat pada
gambar 3.5.Pada gambar ini terlihat fuse bertabung fiber dipasang diantara 2
(dua) isolator dan jaringan listrik dihubungkan pada kedua ujung fuse holdernya
pada fuse cutout tertutup, tabung fuse terpasang disebelah dalam pintu fuse
cutout dan seluruh kontak listriknya terpasangkan pada rumah fuse yang terbuat
dari porselain seperti terlihat pada gambar 3.6.

Kedua Fuse Cutout ini dapat dipergunakan pada jaringan-jaringan dengan sistim
delta atau jaringan dengan sistim bintang tanpa pentanahan demikian juga pada
jaringan - jaringan yang menggunakan sistim netral ditanahkan apabila
tegangan pemutusan fuse cutout secara individual tidak melebihi tegangan
maksimum pengenal rancangan dan tahanan isolasi ketanah sesuai dengan
kebutuhan operasinya
Fuse cutout link terbuka terdiri dari sebuah fuse link yang tertutup didalam
sebuah tabung fiber yang relatif kecil dengan dilengkapi kabel penghubung
tambahan pada fuse link-nya untuk memperpanjang kedua ujung tabungnya.
Kabel penghubung tambahan ini kemudian dihubungkan ke pegas kontak beban
pada rumah fuse (fuse support) untuk kerja secara mekanik. Kerja pegas ini
dimaksudkan untuk menjamin pemisahan agar kedua ujung dari fuse terbuka
pada saat fuse bekerja dan ini dipakai karena kemampuan pemutusan pada
tabung fiber yang kecil relatif terbatas. Fuse cutout ini dirancang untuk dipakai


262

pada tegangan 17 kV, selain itu fuse ini mempunyai arus pengenal pemutusan
yang lebih rendah dari pada fuse cutout bertabung fiber


263

Gambar 3.3 Konstruksi Fuse Cut Out

The picture can't be displayed.

Gambar 13.4 Fuse Cutout Terbuka Gambar 13.5 Fuse Cutout Tertutup


264

Gambar 13.6 Gambar FCO type open link


265

Gambar 13.7 Gambar Konstruksi Pelebur jenis Pembatasan arus

13.4.4 Karakteristik Pelebur


Karakteristik Pelebur ialah lamanya waktu pemutusan tergantung dari besarnya
arus yang mengalir pada peleburnya.

Pelebur jenis letupan ada 2 type yaitu type “K” atau disebut type cepat dan “T”
disebut type lambat .

Perbedaannya pada kurva antara kedua type didasarkan pada “speed ratio “,
yaitu perbandingan antara arus leleh minimum pada 0,1 detik dengan leleh
minimum pada 300 detik untuk pelebur dengan arus nominal sampai dengan
100 Amper atau pada 600 detik untuk pelebur dengan arus nominal lebih besar
dari 100 Amper.
Untuk fuse link type K speed ratio = 6 – 8
Untuk fuse link type T speed ratio = 10 – 13
13.4.5 Kemampuan Hantar Arus
13.4.6 Kemampuan hantar arus terus menerus pelebur ( FCO ) jenis letupan (
expulsion) tipe T (lambat) dan tipe K (cepat) ditetapkan sebagai berikut
:
a. 1.5 kali arus pengenalnya, bagi pelebur dengan arus pengenal 6.3
A sampai dengan 100 A
b. 1.3 kali arus pengenalnya bagi pelebur dengan arus pengenal 125
A sampai dengan 160 A
c. Sama dengan nilai arus pengenalnya bagi pelebur dengan arus
pengenal 200 A
13.4.7 Pelebur letupan tipe H sama dengan arus pengenalnya
13.4.8 Pelebur jenis Pembatas Arus ( limmiting Current) atau disebut MV Fuse
( Power Fuse) atau HRC Fuse ( High Rupture Capacity ) sama dengan
arus pengenalnya
13.4.9 Kemampuan hantar arus terus menerus dari pelebur harus sama atau
lebih besar dari arus beban maksimum terus menerus yang akan
melewatinya


266

Gambar 13.8 Karakteristik Fuse Link Tipe K.


267


268

Gambar 13.9 Karakteristik Fuse Link Tipe T.


269

Gambar 13.10 Karakteristik Fuse Link Pelebur jenis letupan Type H

Gambar 3.11 Karakteristik Pelebur jenis Pembatasan Arus


270

Karakteristik arus – waktu lebur minimum fuse link tipe K dan T yang dibuat
semestinya tidak kurang dari nilai-nilai minimum yang ditampilkan dan karakteristik
lebur minimum fuse link ini ditambah dengan toleransi dari pabrikan seharusnya tidak
lebih besar dari nilai maksimum seperti pada tabel 1 dan tabel 2. untuk fuse link tipe
K dan tabel 3 dan tabel 4 untuk fuse link tipe T.

Untuk memperoleh kerja yang selektif dapat dipergunakan sederetan fuse link dengan
nilai arus pengenal yang disarankan (prefered continues rating) : 6 - 10 – 15 – 25 – 40
– 65 – 100 – 140 dan 200 amper, nilai arus pengenal kontinyu 8 – 12 – 20 – 30 – 50
– dan 80 amper merupakan nilai arus pengenal yang tidak disarankan (non prefered
countinues rating).sebagai standar intermediate.

Nilai-nilai arus pengenal fuse ini disediakan dengan maksud agar setiap nilai arus
penganal fuse link yang disarankan dapat diproteksi oleh nilai arus pengenal fuse link
yang disarankan dengan nilai arus pengenal yang lebih besar dan setiap nilai arus
pengenal fuse link yang tidak disarankan akan diproteksi oleh nilai arus pengenal fuse
link yang tidak di sarankan dengan nilai arus pengenal yang lebih besar dalam
beberapa kasus kerja selektif dapat juga diperoleh antara fuse link yang disarankan
dengan fuse link yang tidak disarankan

Nilai arus pengenal fuse link di bawah 6 amper : 1, 2 dan 3 sudah distandarisasi, nilai-
nilai arus pengenal yang rendah ini tidak dimaksudkan untuk berkordinasi satu dengan
yang lain namun koordinasi lebih baik dengan nilai arus pengenal 6 ampere atau
diatasnya

Karakteristik kerja fuse link fuse cutout type K , T dan H masing masing dapat dilihat
pada gambar 5 , gambar 6 dan pada gambar 7 seperti berikut :
Dari kedua Karakteristik kerja fuse ini masing-masing memiliki :
a. Kurva waktu leleh minimum ( minimum melting time )
Yaitu kurva yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan mulai dari saat terjadinya
arus lebih sampai dengan mulai meleburnya pelebur untuk harga arus tertentu.
b. Waktu busur
Waktu antara saat timbulnya busur permulaam sampai saat pemadaman
c. Kurva waktu pembebasan maksimum ( maximum clearing time )
Yaitu kurva yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan dari saat terjadinya arus
lebih sampai dengan padamnya bunga api untuk harga arus tertentu


271

Tabel 13.1 Arus Leleh Fuse Link Tipe K


Arus pengenal (rating) Fuse yang disarankan / disukai

Arus Arus leleh Arus leleh Arus leleh


1 1
Pengenal 300 – 600 detik 10 detik 0,1 detik1 Rasio
fuse link Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum Kecepatan
Arus Pengenal yang disarankan / disukai

6 12. 0 14. 4 13. 5 20. 5 72 86 6. 0


10 19. 5 23. 4 22. 5 34 128 154 6. 6
15 31. 0 37..2 37 55 215 258 6. 9
25 50 60 60 90 350 420 7. 0
40 80 96 98 146 565 680 7. 1
65 128 153 159 237 918 1100 7. 2
100 200 240 258 388 1520 1820 7. 6
140 310 372 430 650 2470 2970 8. 0
200 480 576 760 1150 3880 4650 8. 1

Tabel 13.2 Arus Leleh Fuse Link Tipe K


Arus pengenal (rating) Fuse yang tidak disarankan / disukai - intermediate

Arus Arus leleh Arus leleh Arus leleh


1 1
Pengenal 300 – 600 detik 10 detik 0,1 detik1 Rasio
fuse link Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum Kecepatan
Arus Pengenal yang tidak disarankan / tidak disukai / Intermediate

8 15 18 18 27 97 116 6. 5
12 25 30 29. 5 44 166 199 6. 6
20 39 47 48 71 273 328 7. 0
30 63 76 77. 5 115 447 546 7. 1
50 101 121 126 188 719 862 7. 1
80 160 192 205 307 1180 1420 7. 4

Arus Pengenal dibawah 6 Amper


1 2 Tabel
2. 4 13.3 Arus.(2)
Leleh Fuse 10
Link Tipe T.(2) 58 -
2 4 4. 8 .(2) 10 .(2) 58 -
3 6 7. 2 .(2) 10 .(2) 58 -


272

Arus pengenal (rating) Fuse yang disarankan / disukai


Rasio
Arus Arus leleh Arus leleh Arus leleh Kecepatan
1 1
Pengenal 300 – 600 detik 10 detik 0,1 detik1
fuse link Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum
Arus Pengenal yang tidak disarankan / tidak disukai / Intermediate

8 15 18 20. 5 31 166 199 11.1


12 25 30 34. 5 52 296 355 11. 8
20 39 47 57. 0 85 496 595 12. 7
30 63 76 93. 0 138 812 975 12. 9
50 101 121 152 226 1310 1570 13. 0
80 160 192 248 370 2080 2500 13. 0
Arus Pengenal dibawah 6 Amper
1 2 2. 4 .(2) 11 .(2) 100
2 4 4. 8 .(2) 11 .(2) 100 -
3 6 7. 2 .(2) 11 .(2) ` -
-

Tabel 13.4 Arus Leleh Fuse Link Tipe T Intermediate – Tidak disarankan. [1]

Arus Arus leleh Arus leleh Arus leleh


1 1
Pengenal 300 – 600 detik 10 detik 0,1 detik1 Rasio
fuse link Minimum Maksimum Minimum Maksimum Minimum Maksimum Kecepatan
Arus Pengenal yang disarankan / disukai

6 12. 0 14. 4 15. 3 23 120 144 10


10 19. 5 23. 4 26. 5 40 224 269 11. 5
15 31. 0 37..2 44. 5 67 388 466 12. 5
25 50 60 73. 5 109 635 762 12. 7
40 80 96 120 178 1010 1240 13
65 128 153 195 291 1650 1975 12. 9
100 200 240 319 475 2620 3150 13. 1
140 310 372 520 775 4000 4800 12. 9
200 480 576 850 1275 6250 7470 13. 0

13.5 Ketersediaan Tipe Dan Angka Pengenal Fuse Link


Seiring dengan perubahan teknologi dan kebutuhan dalam peningkatan mutu
pelayanan tenaga listrik. beragam tipe dan angka pengenal fuse cutout letupan
(expulsion) yang diproduksi dan dijual dipasaran pada masa kini. Salah satu
perusahaan pembuat fuse link menyediakan beberapa tipe yang diantaranya


273

adalah tipe K, T, H, N, D, S untuk sistim distribusi dengan tegangan sampai 27


kV dan tipe EK, ET dan EH untuk sistem distribusi dengan tegangan sampai 38
kV dengan pengenal seperti terlihat pada tabel 3.5.

Tabel 13. 5 Ketersediaan tipe dan rating fuse link yang diproduksi pabrik
Arus kontinyu yang di
ijinkan Jenis waktu
Arus Pengenal ( % Pengenal ) kerja Rasio Kecepatan
Tipe Fuse Link (A) Kerja
H
( Tahan Surja ) 1-2-3-5-8 100 Sangat lambat 6 s/d 18
D - Timah
(Tahan Surja ) 1-1,5-2-3-4-5-7-10-15-20 100 Sangat lambat 7 s/d 46
K – Timah
( Cepat ) 1 s/d 200 150 Cepat 6 s/d 8,1
K – Perak
( Cepat ) 6 s/d 100 100 Cepat 6 s/d 8,1
N – Timah
( Cepat ) 5 s/d 200 100 Cepat 6 s/d 11
T – Timah
( Lambat ) 1 s/d 200 150 Lambat 10 s/d 13.1
S – Tembaga
( Sangat Lambat ) 3 s/d 200 150 Sangat lambat 15 s/d 20
EK
( Cepat ) 6 s/d 100 150 Cepat 6 s/d 8.1
ET
( Lambat ) 6 s/d 100 150 Lambat 10 s/d 13.1
EH
(Sangat Lambat) 1,2,3,5 100 Sangat lambat 13 s/d 22

13.6. Standar PLN : SPLN 64 1985


Untuk keperluan peningkatan efisiensi dan tingkat keandalan pelayanan sistem di
PT PLN (Persero), jenis,tipe dan karakteristik perlu dipilih Fuse Cut out yang
sesuai dengan sistem dan kondisi yang ada di lingkungan PT PLN (Persero)
sebagai perusahaan yang mengelola distribusi tenaga listrik. Untuk keperluan ini
PLN merumuskan kebijaksanaanya dalam standar PLN : SPLN 64 : 1985
mengenai Petunjuk dan Penggunaan Pelebur Pada Sistem Tegangan Menengah
dengan spesifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum
1. Frekwensi kerja : 50 Hz
2. Tegangan pengenal : 20 kV, 24 kV untuk sistim 20 KV 3 fasa dengan
netral ditanahkan
3. Tingkat isolasi pengenal :
a. Tegangan ketahanan impulse : polaritas positif dan negatif
• Antara kutub - tanah dan kutub – kutub ( TID ) 125 kV
(puncak)
• Antara jarak isolasi dari rumah fuse 60 kV ( efektif )


274

b. Tegangan ketahanan sistim 50 Hz ( kering/ basah selama 1 menit )


• Antara kutub - tanah dan kutub – kutub ( TID ) 50 kV (efektif)
• Antara jarak isolasi dari rumah fuse 60 kV ( efektif )
Kondisi standar suhu, tekanan dan kelembaban 20 0 C, 760 mmHg
dan 11 g /m3 Air
4. Suhu : suhu udara maksimum 40 0 C suhu udara rata-rata 24 jam maks
37 0 C
5. Arus pengenal dalam amper dan arus pemutusan dalam kilo amper : fuse
link
Arus pengenal dan arus pemutusan pengenal fuse link dipilih dari seri
R10 Bagi jenis pembatas arus dalam keadaan khusus bila diperlukan
tambahan boleh diambil dari seri R 20
Seri R 10. : 1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10
nya
Seri R 20 : 1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15
– 3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya
6. Batas kenaikan suhu
Fuse link dan rumah fuse (fuse support) harus dapat dilewati arus
pengenalnya secara terus menerus tanpa melewati batas kenaikan
suhunya seperti tertera pada tabel 4
7. Untuk pasangan luar tekanan angin tidak melebihi 700 N / m 2
8. Udara sekitar tidak tercemar oleh debu, asap, gas korosif, gas mudah
terbakar uap atau garam
9. Ketinggian dari permukaan laut tidak melebihi 1000 m

2. Spesifikasi Fuse Cutout Jenis Letupan ( Expulsion Fuse )


1. Macam macam angka pengenal
a. Pengenal fuse
§ Tegangan pengenal : 24 KV
§ Arus pengenal fuse dalam amper
Seri R 10. ( A ) :
1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10 nya
Seri R 20. ( A ) :
1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15 –
3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya

§ Kemampuan pemutusan pengenal dalam kilo ampere


Seri R 10. ( kA ) :


275

1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10 nya


Seri R 20. ( kA ) :
1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15 –
3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya
§ Frequensi pengenal : 50 Hz
b. Pengenal rumah fuse ( Fuse Support )
§ Tegangan pengenal : 24 KV
§ Arus maksimum pengenal :
Nilai-nilai standar dari arus pengenal rumah fuse adalah :
50 A, 100 A, 200A, 400A.
• Tingkat isolasi pengenal
1. Tegangan Ketahanan Impulse : Polaritas positif dan negatif
• Antara kutub - tanah dan kutub – kutub ( TID ) 125 kV
(puncak)
• Antara jarak isolasi dari rumah fuse 145 kV ( puncak )
2. Tegangan Ketahanan sitim 50 Hz ( kering / basah selama 1
menit )
• Antara kutub - tanah dan kutub – kutub ( TID ) 50 kV
(puncak)
• Antara jarak isolasi dari rumah pelebur 60 kV ( efektif )
c. Pengenal pemikul batang pelebur ( fuse holder )
§ Tegangan pengenal : 24 KV
§ Arus maksimum
Seri R 10. ( A ) :
1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10 nya
Seri R 20. ( A ) :
1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15 –
3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya
§ Kemampuan pemutusan pengenal dalam KA
Seri R 10. ( kA ) :
1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10 nya
Seri R 20. ( kA ) :
1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15 –
3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya
d. Pengenal fuse link
§ Arus pengenal
Seri R 10. ( A ) :
1 - 1,25 – 1,6 – 2 – 2,5 – 3,15 – 4 – 6,3 – 8 dan kelipatan 10 nya


276

Seri R 20. ( A ) :
1 – 1,12 – 1,25 – 1,4 – 1,6 – 1,8 – 2 – 2,24 – 2,5 – 2,8 – 3.15 –
3,55 – 4 – 4,5 – 5 – 5,6 – 6,3 – 7,1- 8 – 9 dan kelipatan 10 nya
§ Tegangan maksimum : 24 kV
e. Karakteristik pelebur
• Batas kenaikan suhu
Anak dan rumah pelebur ( Fuse link dan Fuse holder ) harus dapat
dilewati arus pengenalnya secara terus menerus tanpa melewati
batas kenaikan suhunya seperti tertera pada tabel Batas Suhu dan
Kenaikan Suhu berbagai komponen
• Kelas pelebur jenis letupan dibagi dalam dua kelas yaitu :
1. Fuse letupan (expulsion ) kelas 1 dipergunakan untuk proteksi
sekelompok trafo berkapasitas besar
2. Fuse letupan (eexpulsion ) kelas 2 dipergunakan untuk
proteksi trafo-trafo kecil untuk proteksi kapasitor atau untuk
keperluan seksionalisasi jaringan distribusi tegangan
menengah dengan saluran udara
f. Karakteristik waktu–arus fuse link
Pabrik harus menyediakan kurva-kurva yang diperoleh dari pengujian
jenis karakteristik waktu sesuai yang ditentukan pada publikasi IEC
282-2 1974 .

4.1.19 13.7. Pemasangan FCO


FCO pada jaringan distribusi tegangan menengah biasanya dipergunakan pada
saluran saluran percabangan untuk mengamankan saluran percabngan dari
adanya gangguan hubung singkat dan untuk mengamankan sistim dari gangguan
hubung singkat pada trafo distribusi .
Konstruksi Pemasangan dari Fuse Cut Out ini dapat dilihat seperti gambar
gambar berikut


277



Gambar 13.12 Bagian - Bagian dari konstruksi FCO
KETERANGAN :

Porcelain insulator with higher Creepage Crank shaft support / lower


A. G.
distance and greater insulation properties. housing in Brass.

Upper eye bolt connector in Tin plated


B. H. Trigger in stainless steel.
brass.

Stainless steel spring provides toggle


C. Upper contact - silver plated ETP Copper. I.
action for fuse link ejector.

Galvanized steel hooks for load break


Lower eye bolt connector in Tin
D. tools & guiding the fuse tube during J.
plated Brass.
closure.

Fuse tube holder coated with UV resistant


paint, impervious to water & constructed
E. K. Crank shaft.
in Epoxy resin with special arc quenching
liner.

Lower contact in ETP grade copper duly


F. L. Galvanized mounting Brackets.
silver plated.


278

Gambar 13.13 Pemasangan FCO untuk


Proteksi Saluran

Gambar 3.14. Pelepasan / Pemasukan Fuse Holder


FCO Dengan Load Buster

Gambar 13.15 Load Buster alat untuk membuka Fuse Holder Cut
Out pada kondisi berbeban dengan peredam busur api

13.8 Gangguan Tegangan Lebih Sesaat


13.8.1 Pendahuluan
Kejadian surja hubung dan surja petir merupakan suatu hal yang mesti dihadapi dan
ditanggulangi pada suatu instalasi listrik. Surja hubung timbul karena proses


279

pembukaan dan penutupan PMT baik karena disengaja atau karena adanya kejadian
tidak normal pada suatu sistim tenaga.

Sedangkan surja petir karena adanya peristiwa sambaran petir yang menyambar ke
suatu benda di bumi terjadi akibat pelepasan muatan listrik dari awan petir ke bumi.

Dalam prosesnya, pelepasan muatan listrik tersebut terjadi dalam orde µ Second.

Besarnya muatan listrik di awan petir, mewakili besarnya arus petir untuk menetralisir
ke bumi. (bumi berfungsi sebagai gudang penampungan muatan listrik). Arus petir
adalah arus listrik yang polaritasnya bisa positip bisa pula negatip terhadap
referensinya (bumi) dan mengalir dalam waktu singkat.

Apabila petir menyambar disuatu titik pada Jaringan (misalnya Jaringan TM 20 kV),
maka gerak dari gelombang petir itu menjalar ke segala arah menuju suatu titik lain
yang dapat menetralisir arus petir tersebut. Yaitu menuju ketitik pentanahan, dengan
perkataan lain terjadi gelombang berjalan sepanjang Jaringan.

Gambaran gelombang berjalan ini dapat di analogikan dengan terjadinya gelombang


pada tali yang direntangkan kemudian disalah satu ujungnya diayunkan sesaat, maka
akan terlihat gelombang berjalan pada tali tersebut, hanya saja gelombang petir
berjalan dalam orde waktu µ Second.

Sebelum gelombang petir menemukan titik tanah untuk discharge, maka pada
konduktor jaringan atau konduktor belitan Transformator distribusi, akan terdapat
beda potensial yang gelombangnya persis sama dengan gelombang tegangan petir.
Untuk memotong gelombang impuls petir ini dipergunakan peralatan yang disebut
arrester.

Fungsi arrester sangat vital pada kondisi adanya kedua jenis surja di atas pada sistim,
karena jika arrester gagal berfungsi maka bahaya besar mengancam pembangkit,
transformator tenaga dan seluruh peralatan pendukungnya. Kebakaran hebat bisa
terjadi dengan sangat cepat dan kerugian milyaran rupiah sudah pasti akan dialami,
sehingga penting sekali peralatan ini dipelihara dan diamati kinerjanya setiap saat.
13.9 Sambaran Petir

- -- --
AWAN - - -
- - - -
-- - - - -
- --
- - -- - -
- -- - --
- -- - - --
+ - - - Muatan negatif
280

Petir adalah pelepasan muatan yang terjadi antara awan, dalam awan atau antara
awan dengan tanah. dimana dalam awan terdapat muatan positif dan muatan
negatif, jika muatan ini senama bertemu maka akan terjadi tarik menarik yang
dapat menimbulkan lendakan/kilat diawan, begitu juga kalau muatan negatif dan
muatan positif dekat akan terjadi tolak menolak, juga akan terjadi ledakan/kilat.

Bumi adalah sebagai gudang muatan positif maupun negatif, jika pelepasan
muatan dari petir dekat dengan bumi, maka akan terjadi sambaran petir kebumi.
Seperti terlihat pada gambar 1 diatas.

Bila petir mengenai langsung kepenghantar SUTM, kemungkinan besar


penghantar tersebut akan putus karena gelombang petir yang menimbulkan
tegangan impuls melebihi BIL (Basic Insulation Level) dari penghantar SUTM.
Kalau petir yang mengenai SUTM bukan sambaran langsung tetapi induksi dari
petir, gerak dari gelombang petir itu menjalar ke segala arah dengan perkataan
lain terjadi gelombang berjalan sepanjang Jaringan yang menuju suatu titik lain
yang dapat menetralisir arus petir tersebut yaitu menuju ketitik pentanahan.

Kelebihan tegangan yang disebabkan petir disebabkan oleh sambaran langsung


atau sambaran tidak langsung (induksi) dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Sambaran Langsung
Sambaran langsung yang mengenai rel dan peralatan Peralatan adalah yang
paling hebat diantara gelombang berjalan lainnya yang datang ke Peralatan.
Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih yang sangat tinggi yang
tidak mungkin dapat ditahan oleh isolasi yang ada (> BIL)

• Sambaran Induksi


281

Bila terjadi sambaran kilat ke tanah di dekat saluran maka akan terjadi
fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal
kilat. Fenomena kilat ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat dari
kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat
pada kedua sisi kawat tempat sambaran berlangsung. Tegangan induksi
dapat berubah-ubah tergantung dari keadaannya, secara umum besar
tegangan lebih akibat sambaran induksi antara 100 – 200 kV, muka
gelombangnya (Wave front) lebih dari 10 μs dan ekor gelombang (wave
tail) 50 – 100 μs, dimana gelombang ini sebagai ancaman bagi peralatan
distribusi.
Bentuk gelombang surja petir (tegangan impuls) terlihat pada gambar 2 dibawah
ini, dengan Tf (waktu muka gelombang) , Tt (waktu ekor gelombang) dan U
(tegangan puncak). Untuk sambaran langsung besarnya Tf = 1.2 μs, Tf = 50 μs
dan tegangan puncak U = mendekati 300 kV, sambaran induksi besar Tf = 10 μs
,Tt = 50 – 100 μs dan U = 100 – 200 kV

Gambar 13.17 Tegangan impuls petir standar(IEC Publ.60-2,1973)


Dimana :
Tf = waktu muka gelombang (OA) (μs) Tf = 1,2 μs
Tt = waktu ekor gelombang (OB) (μs) Tt = 50 μs
U = tegangan puncak (kV)

13.10 Kerusakan Akibat Kelebihan Tegangan

• Tegangan tembus luar (External Flashover) merusak isolator, bagian


permukaan peralatan. Ini disebabkan oleh amplitude gelombang datang.


282

• Tegangan tembus dalam ( Internal Flashover ), merusak isolasi utama dari


peralatan ketanah, merusak isolasi antara bagian-bagian dalam peralatan
(isolasi antara gulungan dari trafo). Ini disebabkan oleh kecuraman gelombang
datang.

• Tegangan tembus luar dan dalam ( Internal and External Flashover) yang
mungkin terjadi akibat osilasi yang terjadi pada peralatan. Ini disebabkan oleh
kecuraman gelombang datang dengan ekor gelombang yang panjang.

13.11 Penanggulangan Kelebihan Tegangan


Untuk memberikan perlindungan pada Peralatan terhadap kelebihan tegangan
berupa surja petir maka dipasang alat pelindung (Protective Device).

Alat pelindung terhadap kelebihan tegangan berfungsi melindungi peralatan


sistem tenaga listrik dengan cara membatasi kelebihan tegangan yang datang
dan mengalirkan ke tanah. Berhubungan dengan fungsinya itu, maka alat
pelindung harus dapat menahan tegangan sistem dalam waktu yang tak
terbatas dan harus dapat melewatkan surja arus ke tanah tanpa mengalami
kerusakan.

Alat pelindung yang baik mempunyai perbandingan perlindungan atau


protective ratio yang tinggi, yaitu perbandingan antara tegangan surja
maksimum yang diperbolehkan sewaktu pelepasan (discharge) dan tegangan
sistem maksimum yang ditahan sesudah pelepasan terjadi.

13.12 Jenis-jenis Alat Pelindung


13.12.1 Sela Batang
Sela batang merupakan alat pelindung yang paling sederhana tetapi
paling kuat dan kokoh. Sela batang jarang digunakan pada rangkaian
yang penting karena tidak dapat memenuhi persyaratan dasar dari suatu
alat pelindung yang sebenarnya. Sela batang dapat digambarkan sebagai
berikut :

LBS LBS PT CB

APP Pemanfaat


283

Gambar 13.18 Sela batang yang dipa sang pada saluran


Sela batang digunakan untuk :

• Bushing isulator dari trafo.


• Pada isolator hantaran udara , berupa tanduk api (Arching Horn) atau
ring api.
• Pemutus daya (Circuit Breaker).
Untuk mencegah gelombang petir tembus melalui permukaan isolator,
maka tegangan tembus dari sela batang harus diset 20 % lebih rendah
dari tegangan tembus impuls ( Impuls Spark Over ) dari isolator. Jarak
antara sela dengan isolator tidak boleh kurang dari 1/3 jarak sela untuk
mencegah bunga api bergerak kea rah isolator. Berikut tabel tegangan
sistem dengan jarak sela batang :

Tabel 13.6 Hubungan Jarak Sela Batang Dengan Tegangan Sistem


Tegangan Sistem ( kV ) Sela ( cm )
33 23
66 35
132 65
275 123

Walaupun sela batang sangat murah dan sederhana, tetapi sela ini
mempunyai batasan-batasan dalam penggunaannya, sebagai
berikut :

• Sela batang tidak berfungsi jika gelombang datang mempunyai


muka gelombang yang curam.
• Sela batang tidak bisa memotong arus ikutan (follow current).
Bunga api terjadi karena terionisasinya udara diantara elektroda
batang akibat adanya beda tegangan yang tinggi. Oleh karena itu
kekuatan isolasi pada sela udara menjadi turun. Sela yang semula
dapat menahan tegangan dari frekuensi jala-jala hingga misalnya
30 kV maka setelah terjadinya bunga api turun menjadi lebih


284

kurang 50 V. Sehingga arus sistem akan ikut mengalir ketanah.


Akibatnya pemutus daya (circuit breaker) akan bekerja untuk
menghilangkan gangguan. Untuk menutup circuit breaker (CB)
kembali diperlukan waktu yang cukup untuk proses de-ionisasi
diantara sela setelah matinya bunga api.

• Sela batang dapat meleleh akibat energi panas dengan temperature


yang tinggi yang dilepas melalui bunga api. Karena tingginya
muatan listrik (Q) dari terpaan maka pada sistem tegangan tinggi
diperlukan material-material dengan kekuatan isolasi yang tinggi.

• Karakteristik tembus dari sela batang sangat dipengaruhi oleh


keadaan alam seperti : kelembaban, temperature, tekanan dan lain-
lain.

• Sela batang juga dipengaruhi oleh polaritas terpaan.

• Namum demikian sela batang tetap digunakan sebagai pelindung


tambahan karena harganya murah. Modifikasi dari sela batang
adalah:
Ø Sela Sekring (Fused Gap) adalah sela batang yang
dilengkapi sekring yang terhubung seri untuk memutus arus
ikutan sehingga CB tidak ikut membuka.
Ø Sela Kontrol terdiri dari susunan dua buah sela untuk
mendekati karakteristik dari sela bola, yang mempunyai
karakteristik V-T yang lebih baik.

13.12.2 Arrester
Arrester adalah alat pelindung bagi peralatan sistem terhadap surja petir dan
tegangan abnormal frekuensi jala-jala. Arrester berlaku sebagai jalan pintas
(by-pass) sekitar isolasi. Arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh
arus kilat atau petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi pada
peralatan. Jalan pintas harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
aliran daya sistem. Jadi pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator
dan bila timbul surja berlaku sebagai konduktor, jadi melewatkan arus yang
tinggi. Setelah surja hilang arrester harus dapat dengan cepat kembali
menjadi isolator, sehingga pemutus beban tidak sempat membuka.

ARRESTER ARRESTER
TRAFO TRAFO
ARRESTER

285

Gambar 13.19 c
KETERANGAN :
Gambar 4.4.a : Pemasangan Arrester yang salah
Gambar 4.4.b : Pemasangan Arrester yang benar
Gambar 4.4.c : Pemasangan Arrester untuk outgoing feeder dari PLTD

Pemasangan arrester yang dipergunakan untuk mengamankan transformator


tenaga:
Ø Pemasangannya seperti gambar 4a diatas adalah salah karena kalau terjadi
gelombang berjalan karena petir di penghantar SUTM, akan
mengakibatkan pantulan antara penghantar yang masuk ke transformator
tenaga dan arrester.
Ø Pemasangan seperti terlihat pada gambar 4 b adalah betul, kalau terjadi
gelombang berjalan dari petir di penghantar SUTM, maka ada choping
dari arrester sehingga tegangan petir menjadi kecil yang masuk ke trafo,
choping arrester dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini Pemasangan
arrester yang dipergunakan untuk mengamankan transformator tenaga
atau Pusat Listrik seperti terlihat pada gambar 4 c, sebaiknya kawat tanah
dari kabel di sambung dengan kawat pentanahan dari arrester, kalau
terjadi gelombang petir hasil choping dari arrester yang masih masuk
kesistem masih dibawah BIL trafo maupun generator, dan pengaman
generator terutama AVR tidak sempat bekerja.

teg petir

Gelombang petir

Chopping oleh Arrester.


dimana pada Arrester mengalir arus petir.


286

13.12.3 Jenis Arrester

a. Non Linear Type Lightning Arrester (Arrester Tipe Tahanan Tak Linear).
Jenis Silicon Carbide ( SiC)

Arrester ini terdiri dari beberapa sela yang tersusun seri dengan piringan-piringan
tahanan, dimana tahanan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: harga
tahanannya turun dengan cepat pada saat arus terpa mengalir sehingga tegangan
antara terminal arrester tidak terlalu besar dan harga tahanan naik kembali jika arus
terpa sudah lewat sehingga memotong arus ikutan pada titik nol pertamanya. Sela api
(sparks gap) dan tahanan disusun secara seri dan ditempatkan didalam rumah porselen
kedap air sehingga terlindung dari kelembaban, pengotoran dan hujan.

Distribusi tegangan yang tidak merata diantara celah sela api (sparks gap)
menimbulkan masalah. Untuk mengatasi ini dipasang kapasitor dan tahanan non
linear paralel dengan sela api.Pada daerah tegangan yang lebih tinggi kapasitor dan
tahanan linear dihubungkan dengan paralel dengan badan celah. Bila tegangan lebih
menyebabkan loncatan bunga api pada celah-celah yang diserikan, arus akan sangat
tinggi untuk mempercepat redanya tegangan lebih.
Tegangan tertinggi yang yang akan muncul pada penangkal petir adalah tegangan
loncatan atau tegangan yang terjadi pada tahanan tak linear, pada saat lonjakan arus
mengalir. Tegangan loncatan bunga api terendah dari penangkal disebut tegangan
loncatan pulsa bunga api seratus persen (Maximum 100% Impulse Spark Over
Voltage). Tegangan yang dibangkitkan tahanan non linear pada saat arus loncatan
mengalir disebut tegangan residu. Semakin rendah harga-harga ini semakin baik
tingkat perlindungan pada peralatan.

Arus bocor yang mengalir melalui tahanan dalam dalam keadaan operasi normal dari
sistem tidak melebihi 0,1 mA. Arus ini sudah cukup untuk mempertahankan
temperature dibagian dalam arrester lima derajat lebih tinggi dari temperature
sekeliling sehingga mencegah masuknya uap air kebagian dalam arrester.Gambar
arrester jenis ini diperlihatkan pada gambar 4.6.


287

Gambar 13.21. Elemen-elemen arrester jenis Silicon Carbide


b. Jenis Metal Oxide ( MOV)

Arrester jenis Metal Oxide hanya terdiri dari unit-unit tahanan tak linear yang
terhubung satu sama lainnya tanpa memakai sela percik pada setiap unit. Untuk
arrester jenis Metal Oxide material tahanan tak linear pada dasarnya keramik yang
dibentuk dari oksida seng ( ZnO) dengan penambahan oksida lain.


288

Gambar 13.22 Elemen-elemen arrester jenis Metal Okside

Bahan ini telah banyak dipakai untuk perlindungan rangkaian-rangkaian yang bekerja
pada beberapa kV sampai dengan tegangan distribusi. Karena derajad ketidaklinearan
yang tinggi, bahan ini memungkinkan penyederhanaan dalam desain dan dapat
memperbaiki penampilan dalam lingkungan tertentu.

13.12.4 Tingkat Pengenal Arrester


1. Tegangan nominal atau tegangan pengenal

(Nominal Voltage Arrester) adalah tegangan dimana arrester masih dapat


bekerja sesuai dengan karakteristiknya. Arrester tidak dapat bekerja pada
tegangan maksimum sistem yang direncanakan, tetapi mampu memutuskan arus


289

ikutan dari sistem secara efektif. Tegangan pengenal dari arrester harus lebih
tinggi dari tegangan phasa sehat ketanah, jika tidak demikian maka arrester akan
melewatkan arus ikutan sistem terlalu besar yang menyebabkan arrester rusak
akibat beban lebih termis (thermal overloading). Tegangan tertinggi sebagai
berikut:
Ø Tegangan sistem tertinggi (system highest voltage), umumnya diambil
harga 110% dari harga tegangan nominal sistem.
Ø Koefisien pentanahan , didefenisikan sebagai perbandingan antara
tegangan rms phasa sehat ke tanah dalam keadaan gangguan pada
tempat dimana arrester dipasang, dengan tegangan rms phasa ke phasa
tertinggi dari sistem dalam keadaan tidak ada gangguan. Jadi tegangan
pengenal dari arrester (arrester rating) adalah tegangan rms phasa ke
phasa x 1.10 x koefisien pentanahan.
Sistem yang ditanahkan langsung koefisien pentanahannya
0.8.Arrester disebut arrester 80%. Sistem yang tidak ditanahkan
langsung koefisien pentanahannya 1,0 .Arrester ini disebut arrester
100%.

2. Arus Pelepasan Nominal ( Nominal Discharge Current )


Adalah arus pelepasan dengan harga puncak dan bentuk gelombang tertentu
yang digunakan untuk menentukan kelas dari arrester sesuai dengan :
o Kemampuan melewatkan arus
o Karakteristik Perlindungan
Bentuk gelombang arus pelepasan tersebut adalah :
1. Menurut standar Inggris/Eropa (IEC) 8 μs / 20 μs
2. Menurut standar Amerika 10 μs/ 20 μs dengan kelas
a. Kelas Arus 10 kA untuk perlindungan Peralatan besar dengan
frekuensi sambaran petir yang cukup tinggi dengan tegangan sistem
diatas 70 kV.
b. Kelas arus 5 kA untuk tegangan sistem dibawah 70 kV
c. Kelas 2,5 kV untuk gardu-gardu kecil dengan tegangan sistem dibawah
22 kV.
d. Kelas arus 1,5 kA untuk melindungi trafo-trafo kecil.

3. Tegangan Percik Impuls 100 % ( 100 % Impulse Spark Over Voltage)


290

Adalah tegangan gelombang impuls tertinggi yang terjadi pada terminal


arrester sebelum arrester itu bekerja. Bentuk gelombang impuls petir seperti
gambar 3.2 adalah 1,2 μs/ 50 μs. Hal ini menunjukkan bahwa jika tegangan
puncak terpa petir yang datang mempunyai harga yang lebih tinggi atau sama
dengan tegangan percik minimum dari penangkal petir maka penangkap petir
ini akan bekerja memotong terpa petir tersebut dan mengalirkan ke tanah.

4. Tegangan Sisa (Residual Voltage dari dischargeVoltage)/ Tegangan Kerja


Adalah tegangan yang timbul diantara terminal arrester pada saat arus
pelepasan mengalir ke tanah.Tegangan sisa dan tegangan nominal dari suatu
arrester tergantung kepada kecuraman gelombang arus yang datang (di/dt
dalam A/ μs) dan amplitudo dari arus pelepasan. Untuk menentukan tegangan
sisa ini digunakan impuls arus sebesar 8 μs/20 μs (standar IEC) dengan harga
puncak arus pelepasan 5 kA dan 10 kA.Untuk harga arus pelepasan yang lebih
tinggi maka tegangan sisa ini tidak akan naik lebih tinggi lagi. Hal ini
disebabkan karena karakteristik tahanan yang tidak linear dari arrester.

Umumnya tegangan sisa tidak akan melebihi BIL (Basic Insulation Level =
Tingkat Isolasi Dasar = TID) dari peralatan yang dilindungi walaupun arus
pelepasan maksimum mencapai 65 kA hingga 100 kA.

5. Arus Pelepasan Maksimum (Maximum Discharge Current )


Adalah arus terpa maksimum yang dapat mengalir melalui penangkap petir
setelah tembusnya sela seri tanpa merusak atau merubah karakteristik dari
arrester.

6. Tegangan Percikan Frekuensi Jala-jala ( Power Frequency Spark Over


Voltage)
Arrester tidak boleh bekerja pada gangguan lebih dalam (internal over
voltage) dengan amplitude yang rendah karena dapat membahayakan sistem.
Untuk alasan ini maka ditentukan tegangan percikan frekuensi jala-jala
minimum.
o Menurut standar Inggris tegangan percikan jala-jala minimum = 1.6 x
tegangan pengenal arrester.
o Menurut Standar IEC (International Electrotechnical Commision)
tegangan percikan jala-jala minimum adalah = 1.5 x tegangan pengenal
arrester.


291

7. Tegangan Percikan Akibat Pensaklaran (Spark Over Voltage by Switching


Over Voltages)

Tegangan percik pada celah seri akibat terkenal gangguan tegangan lebih oleh
proses pensaklaran oleh peralatan penghubung (switchgear).Karakteristik
gelombang impuls surja hubung dinyatakan dengan 250 / 2500 μs.

13.12.5 Koordinasi Isolasi

Korelasi antara kemampuan isolasi peralatan listrik dengan alat pelindung (protective
device) sehingga isolasi dari peralatan terlindung dari bahaya tegangan lebih. Tujuan
koordinasi isolasi ini adalah untuk menciptakan suatu sistem yang bagian-bagiannya,
masing-masing dan satu sama lain mempunyai ketahanan isolasi yang sedemikian
rupa sehingga dalam setiap kondisi operasi kualitas pelayanan / penyediaan tenaga
listrik dapat dicapai dengan biaya seminimum mungkin.
Koordinasi isolasi yang baik akan mampu menjamin :
o Bahwa isolasi peralatan akan mampu menahan tegangan kerja sistem yang
normal dan tegangan tidak normal yang mungkin timbul dalam sistem.
o Bahwa isolasi peralatan akan gagal hanya jika terjadi tegangan lebih luar.
o Bahwa jika kegagalan terjadi maka hanya pada tempat-tempat yang
menimbulkan kerusakan paling minimum.

Masalah koordinasi isolasi pada system tenaga, menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Penentuan Isolasi Hantaran


Penentuan isolasi dari hantaran harus mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya tegangan lebih petir (surja petir), tegangan lebih switching dan
tegangan lebih dengan frekuensi jala-jala. Dengan bertambahnya pengetahuan
akan fenomena petir maka dimungkinkan untuk menentukan keandalan sistem
berdasarkan parameter-parameter petir yang telah diketahui tersebut.Isolasi
hantaran udara harus cukup tinggi untuk mencegah terjadi kegagalan oleh surja
hubung dan tegangan lebih frekuensi jala-jala dengan memperhitungkan
pengaruh lingkungan/alam yang dapat menurunkan tegangan tembus dari
isolator.
Dalam praktek umumnya isolator hantaran udara masih dinaikkan harga tahanan
isolasinya dengan cara menambah beberapa piringan isolator lagi untuk
mencegah kemungkinan isolator rusak. Isolasi hantaran udara tidak berhubungan
langsung dengan tingkat isolasi peralatan didalam gardu. Walaupun demikian


292

sangat menentukan didalam koordinasi isolasi karena tegangan tembus impuls


pada isolator hantaran udara menentukan tegangan impuls tertinggi yang masuk
ke gardu berupa gelombang berjalan.

2. Tingkat Isolasi Dasar Peralatan Peralatan


Tingkat Isolasi Dasar (Basic Insulation Level) merupakan daya tahan terhadap
tegangan impuls standar yang masih dapat ditahan isolasi. Sebagian besar
peralatan peralatan seperti transformator, pemutus daya, saklar pemisah,
transformator arus, transformator tegangan dibuat dengan tingkat isolasi yang
sama. Kecuali transformator yang diproduksi dengan tingkat isolasi yang lebih
rendah dengan alasan ekonomis dan transformator umumnya dilindungi
langsung oleh arrester.
Karena letaknya yang dekat dengan transformator, maka sebagian dari peralatan
di gardu akan terletak diluar daerah lindung dari arrester. Daerah lindung
ditentukan oleh: ketahanan isolasi dari peralatan, tegangan kerja dari penangkap
petir dan jarak antara penangkap petir dengan peralatan tersebut.
Peralatan – peralatan yang terletak diluar dari daerah lindung penangkap petir
akan diberikan Tingkat Isolasi Dasar yang satu tingkat lebih tinggi.Pada
umumnya tingkat isolasi dari peralatan gardu seperti pemutus daya busbar,
saklar pemisah, trafo pengukuran mempunyai T.I.D 10 % lebih tinggi dari TID
trafo.Tingkat isolasi antara kutub-kutub pada saklar pemisah yang terbuka harus
10-15 % lebih tinggi dari tingkat isolasi kutub tersebut ke tanah.

3. Pemilihan Arrester
Untuk penyederhanaan dalam pemilihan arrester ditentukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Penentuan besarnya tegangan lebih satu phasa ke tanah atau tegangan
lebih akibat kerja sistem yang tidak normal pada lokasi dimana arrester
dipasang. Tegangan lebih ini akibat gangguan satu phasa ke tanah
dapat menyebabkan kenaikan tegangan phasa sehat lainnya. Besarnya
tegangan ini tergantung dari karakteristik sistem dan jenis pentanahan
sistem pada waktu gangguan terjadi.
2) Perkiraan besarnya tegangan pengenal arrester pada frekuensi jala-jala.
Jika tegangan tinggi sistem dan koefisien pentanahan sudah diketahui
maka tegangan pengenal dari arrester sudah dapat dihitung secara
kasar. Tegangan pengenal tidak boleh lebih rendah dari perkalian
kedua harga diatas. Misal: Tegangan sistem 20 kV ditanahkan efektif


293

maka tegangan pengenal (110 % x 20 kV) x 0,8 = 17.6 kV. Tegangan


pengenal standar untuk sistem 20 kV adalah 17,6 kV.
3) Memilih besarnya arus impuls yang diperkirakan akan dilepas melalui
arrester. Untuk penangkap petir yang dipasang digardu berlaku :

................................................................(4.1)

dimana :

I a = arus pelepasan arrester


U d = tegangan gelombang datang/berdasarkan jumlah isolator
terpasang.
U a = tegangan sisa /tegangan residual.
Z = impedansi saluran.

4) Tegangan Pelepasan (Tegangan Kerja/Sisa Arrester)


Adalah karakteristik yang paling penting dari arrester untuk
perlindungan di Peralatan. Tegangan kerja penangkap petir ada
dibawah T.I.D peralatan yang dilindungi, maka dengan faktor
keamanan yang cukup perlindungan peralatan yang optimum dapat
diperoleh. Tegangan kerja tergantung pada arus pelepasan arrester
dan kecuraman gelombang datang. Tegangan kerja arrester akan naik
dengan naiknya arus pelepasan tetapi kenaikan ini sangat dibatasi
oleh tahanan tak linear dari arrester.
5) Faktor perlindungan
Faktor perlindungan adalah besar perbedaan tegangan antara T.I.D
dari peralatan yang dilindungi dengan tegangan kerja dari arrester.
Pada waktu menentukan tingkat perlindungan peralatan yang
dilindungi oleh penangkap petir umumnya diambil harga 10 %
diatas tegangan kerja arrester tujuannya untuk mengatasi kenaikan
tegangan pada kawat penghubung dan toleransi pabrik.
Besarnya faktor perlindungan ini umumnya lebih besar atau sama
dengan 20 % dari TID peralatan arrester yang dipasang dekat
dengan peralatan yang dilindungi.
Contoh:
Tegangan kerja arrester untuk sistem 220 kV adalah 649 kV perlindungan ini
ditambah 10 % untuk kawat penghubung, toleransi pabrik dan lain-lain sehingga


294

tingkat perlindungan arrester menjadi 713 kV, pilih TID peralatan sebesar 950
kV. Faktor perlindungan = (950 – 713 ) kV = 237 kV. Faktor perlindungan ini
lebih besar dari 20% dari TID peralatan, sehingga arrester ini sudah memberi
faktor perlindungan yang baik.
6) Jarak Lindung Arrester
Jarak lindung dari arrester ke peralatan yang dilindungi (dalam hal ini
adalah transformator) adalah :

Ut -Ua
L= V ............................................................................(4.2)
du
2
dt
Dimana
L = Jarak antara arrester dengan peralatan yang dilindungi (m)
Ut = Tegangan ketahanan terhadap gelombang impuls dari peralatan
yang dilindungi (kV)
Ua = Tegangan kerja arrester (kV)
du/dt = Kecuraman dari gelombang yang datang (kV/μs) nilai berkisar
antara 1000 kV/μs - 2000 kV/μs.
V = Kecepatan propagasi geombang tegangan lebih ; 300 m/ μs
untuk saluran udara, 150 m/ μs untuk kabel.
(7) Lokasi Pemasangan Arrester
Umumnya alat-alat pelindungan harus diletakkan sedekat mungkin dengan
peralatan yang akan dilindungi, terutama pada ujung distribusi dimana
terdapat gardu atau trafo.

Karena biaya yang mahal maka tidak mungkin memasang arrester pada
setiap peralatan di gardu untuk melindungi peralatan tersebut. Hal ini tidak
perlu dilakukan karena ada faktor perlindungan dari alat pelindungan dari
arrester, oleh karena itu hanya peralatan yang penting saja yang dilengkapi
dengan arrester. Transformator merupakan peralatan yang paling mahal dan
yang paling penting pada sebuah gardu. Jika trafo rusak maka perbaikan /
pergantiannya akan mahal, membutuhkan waktu yang lama, dan juga
kerugian akibat terputusnya daya cukup besar.

Selain itu trafo adalah ujung terminal dari suatu transmisi, tempat paling
sering terjadi pemantulan gelombang. Pada sistem diatas 220 kV TID dari


295

transformator dapat diperendah pada batas-batas yang diizinkan untuk


memperkecil biaya isolasi. Karena alasan-alasan tersebut diatas maka
arrester pada peralatan umumnya dipasang pada terminal trafo daya.

Arrester berfungsi sebagai by-pass di sekitar lokasi yang membentuk jalan


dengan mudah dilalui oleh tegangan lebih ke sistim pentanahan sehingga
tidak menimbulkan tegangan lebih yang tidak merusak peralatan isolasi
listrik. By-pass ini sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran
frequensi 50 Hz.

Pada keadaan normal arrester berlaku sebagai isolator, bila timbul


gangguan surja, alat ini berfungsi sebagai konduktor yang tahanannya
relative rendah agar dapat mengalirkan arus yang tinggi ke tanah. Setelah
surja hilang, arrester dengan cepat kembali menjadi isolasi.
Jenis-jenis Arester [F.H.Kreuger,1992]
a. Open Spark Gaps arrester
b. An Improvement arrester dihasilkan dari SiC.

Gambar 13.22 memperlihatkan panas yang terjadi pada arrester dengan


296

menggunakan thermovision. Gambar sebelah kiri memperlihatkan arester dilihat


dengan kamera biasa dan sebelah kanan dengan mengunakan thermovision.
13.13. Perangkat Sistem Proteksi

13.13.1 Perangkat Proteksi


Yang dimaksud perangkat sistem proteksi adalah rangkaian peralatan proteksi antara
komponen satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu sistem pengaman yang
dapat berfungsi sesuai dengan maksud pengaman/ proteksi.
Perangkat utamanya adalah :

1. Rele
2. CT - PT
3. PMT
4. Bateray / Catu Daya
5. Wiring

13.13.2. Rele
Ada berbagai jenis rele pada sistem proteksi sesuai dengan peralatan yang akan
diamankan/ diproteksi. Pada umumnya untuk proteksi pada sistem distribusi yang
banyak digunakan adalah sbb:
1.Rele Arus Lebih / Over Current Relay (OCR)
2.Rele Gangguan Tanah / Ground Fault Relay (GFR)

Rele ini akan bekerja bila arus yang melewati sensor rele besarnya melebihi arus yang
disetting pada rele, sehingga kontak rele menutup dan mengirimkan sinyal pada coil
PMT untuk memerintahkan PMT bekerja.

Cara kerja dari karakteristik macam-macam rele pada sistem distribusi tersebut
dijelaskan pada Bab OCR dan GFR pada kursus ini.

Untuk lebih jelasnya lihat Gambar Perangkat Proteksi

13.13.3. CT-PT
Current Transformer (CT) atau trafo arus merupakan peralatan listrik untuk
menurunkan arus yang besar menjadi arus yang kecil. Arus yang besar perlu
diturunkan karena rele hanya mampu dilewati arus yang kecil misalnya maksimum 5
A. Perbandingan arus yang diturunkan disebut dengan Rasio CT misalnya 500/5 A,
artinya arus yang masuk pada sisi primer yang besarnya 500 A sebanding dengan arus


297

yang keluar pada sisi sekunder 5 A. Perbandingannya adalah 500:5 = 100 atau rasio
CT tersebut sebesar 100 kali.
Demikian Juga untuk tegangan yang besar perlu diturunkan menjadi tegangan yang
kecil karena rele didesain untuk dialiri tegangan yang kecil. Peralatan untuk
menurunkan tegangan tersebut dinamakan Trafo Tegangan/Potential Transformer
(PT). Contoh Rasio PT : 20000/ 100 Volt = 200 kali .

Baik CT maupun PT tersebut memiliki kelas ketelitian yang diperlukan untuk proteksi
maupun pengukuran. Kelas CT-PT tersebut menentukan tingkat kesalahan/ error dari
arus/ tegangan yang diturunkan, sehingga perlu dipilih kelas yang sesuai
penggunaannya berdasarkan Standard yang ditentukan.

Untuk lebih jelasnya lihat gambar/ foto fisik dari CT dan PT distribusi.

13.13.4. Baterai / Catu Daya


Baterai / catu daya diperlukan untuk menginjeksi tegangan agar supaya rele dan PMT
dapat bekerja. Untuk dapat siap bekerja maka rele harus mendapat tegangan secara
terus menerus sesuai dengan tegangan nominal yang diperlukan suatu rele dan PMT.
Baterai merupakan sumber tegangan DC misalnya yg diperlukan tegangan 24 atau 48
Volt, baterai ini ada jenis bateray kering dan bateray basah. Tegangan DC juga dapat
diperoleh dari penyearah/ Rectifier.

13.13.5. Wiring

Wiring adalah sistem pengawatan untuk menghubungan antara komponen proteksi


yang meliputi : Rele, PMT, CT-PT dan Bateray sehingga perangkat sistem proteksi
tersebut dapat bekerja sesuai ketentuan.
Ada persyaratan yang harus diperhatikan didalam pengawatan misalnya penggunaan
jenis kabel/kawat, besar penampang kabel, panjang kabel, warna kabel, dan kode-
kode.

13.14 Relai Arus Lebih / Over Current Relay (OCR)


13.14.1. Aplikasi Relai Arus Lebih
Aplikasi Relai Arus Lebih (Over Current Relay) pada sistem tenaga listrik
digunakan sebagai:

• Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi).


• Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.
• Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.


298

• Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil ( < 5 MW ).


• Pengaman utama untuk motor.

13.14.2. Prinsip Kerja Relai Arus Lebih


Jika rele dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting/
setelan waktu tertentu), maka rele akan mulai bekerja. OCR bekerja berdasarkan
kenaikan arus yang terdeteksi oleh relai.

13.14.3. Karakteristik Relai Arus Lebih

Berdasarkan karakteristik waktu kerja relai arus lebih diklasifikasikan sbb:

13.14.3.1. Relai Arus Lebih Seketika/ Moment/ Instant


Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesainya kerja relai tanpa
penundaan waktu, kerjanya sangat cepat / waktunya pendek (20–100 milli
detik).
13.14.3.2. Relai Arus Lebih dengan Tunda Waktu (Time Delay)
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai diperpanjang
dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya.
A. Relai Arus Lebih Inverse
Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai diperpanjang
dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang
menggerakkannya. Semakin besar arus yang lewat rele, maka semakin cepat
rele bekerja,dan sebaliknya. Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam:

• Normal Inverse
• Very Inverse
• Extremelly Inverse
• Long Time Inverse
B. Relai Arus Lebih Definite
Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari Inverse dan definite. Rele
mulai pick-up sampai selesai diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan
tergantung dari besarnya arus yang menggerakkannya, dan pada nilai arus
tertentu rele harus kerja dengan definite time (gambar 12 d). Dalam hal


299

diperlukan dapat dilakukan penerapan kombinasi antara dua macam


karakteristik, misal : IDMT (Inverse Definite Minimum Time).
Keterangan :

• Arus Pickup (Ip), nilai arus minimum yang menyebabkan relai mulai
bekerja.
• Arus drop off (id), nilai arus maximum yang menyebabkan relai selesai
bekerja.
• Konstanta deviasi (Kd), adalah perbandingan Id dengan Ip :

Id
Perbandingan Kd = ´ 100%
Ip

• Kd ini juga mencerminkan sensitifitas dari suatu relai.


Macam karakteristik OCR

a) t b) t

t set

I set Instant I I set Definite I

c) t d) t

I Set Inverse I I set Kombinasi I


300

Gambar 13.23 Macam-macam Karakteristik Relai Arus Lebih

Dimana kurva-kurva tersebut dapat diubah kedalam bentuk bentuk


persamaan diantaranya adalah :

1. Kurva standar Inverse

é 0.14 ù
tp = TD.ê 0.02 ú ……………….………………… ( 6.1 )
ëM - 1û
2. Kurva Very Inverse

é 13.5 ù
tp = TD.ê ú …………………………………. ( 6.2 )
ë M - 1û
3. Kurva Extremely Invers

é 80.0 ù
tp = TD.ê 2 ú ………………………............
ë M - 1û
( 6.3 )

4. Kurva long time inverse

é 80.0 ù
tp = TD.ê 2 ú …………………………........
ë M - 1û
( 6.4 )
Dimana
. tp = waktu kerja relai dalam detik
TD = Time Dial Seting
M = Perkalian arus kerja relai (Pick-Up)
M >1

Sambungan relai arus lebih (Gambar 6.2.a dan 6.2.b) :

• Relai arus lebih untuk pengaman gangguan antar fasa yaitu gangguan 3
fasa atau 2 fasa, digunakan 3 buah relai arus lebih atau dapat juga
menggunakan 2 buah relai arus lebih.

• Relai arus lebih dapat digunakan sebagai pengaman gangguan fase-tanah


dinamakan Ground Fault Relay (GFR).


301

Gambar 13.24.a : Tiga OCR Satu GFR

Gambar 13.24.b: Dua OCR Satu GFR

C. Relai Arus Lebih Berarah (Directional Over Current Relay)


Adalah relai arus lebih yang mempunyai elemen arah :

• Elemen arah (directional element , directional unit), berfungsi untuk


menentukan arah kerja relai .

• Elemen kerja ( operation element over current unit ) berfungsi untuk


mendeteksi besaran arus gangguan .
Relai ini bekerjanya menggunakan dua besaran listrik ,yaitu :

• Tegangan , sebagai patokan karena sudut fasanya tetap.


302

• Arus, sebagai besaran kerja fasanya tergantung pada lokasi gangguan .

13.15 Recloser ( PBO) Dan Sectionalizer (SSO)


13.15.1. Penutup Balik Otomatis (PBO)
PBO (Recloser) adalah PMT yang dilengkapi dengan peralatan control dan relai
penutup balik.

A. Relai Penutup Balik (Reclosing Relay)


Relai penutup balik adalah relai yang dapat mendeteksi arus gangguan dan
memerintahkan PMT membuka (trip) dan menutup kembali.

B. Fungsi Relai Penutup Balik / PBO


PBO dipasang pada SUTM yang sering mengalami gangguan hubung singkat
fasa ke tanah yang bersifat temporer, berfungsi untuk:

• Menormalkan kembali SUTM atau memperkecil pemadaman tetap akibat


gangguan temporer.

• Pengaman seksi dalam SUTM agar dapat membatasi / melokalisir daerah


yang terganggu.

C. Jenis Relai Penutup Balik


Berdasarkan type perintah reclosing ke PMT dapat dibedakan dalam 2 jenis
reclosing relay, yaitu :

• Single-shot Reclosing Relay


o Relai hanya dapat memberikan perintah reclosing ke PMT satu kali
dan baru dapat melakukan reclosing setelah blocking time terakhir.
o Bila terjadi gangguan pada periode blocking time, PMT trip dan tidak
bisa reclose lagi (lock – out ).

Waktu Relai

Close

Look Out
Bloking Time
Trip

Dead Time


303

Gambar 13.25 : Relay PBO dengan satu kali Reclose

• Multi Shot Reclosing Relay.


o Relai ini dapat memberikan perintah reclosing ke PMT lebih dari satu
kali. Dead time antar reclosing dapat diatur sama atau berbeda..
o Bila terjadi gangguan , relai OCR/GFR memberikan perintah trip ke
PMT pada saat yang sama juga mengarjakan (mengenergize)
Reclosing relay.
o Setelah dead time t 1 yang sangat pendek ( kurang dari 0,6 detik), relai
memberi perintah reclose ke PMT .
o Jika gangguan masih ada , PMT akan trip kembali dan reclosing relai
akan melakukan reclose yang kedua setelah dead time t 2 yang cukup
lama (antara 15- 60 detik).
o Jika gangguan masih ada, maka PMT akan trip kembali dan reclosing
relai akan melakukan reclose yang ke tiga setelah dead time t 3 .
o Bila gangguannya juga masih ada dalam periode blocking tB 3, maka
PMT akan trip dan lock out.
o Penggunaan multi shot reclosing harus doisesuaikan dengan siklus
kerja (duty cycle) dari PMT.

Close
t1 t2 t3
ttT ttT ttT
Lock Out
Open
tR tR tR

Gambar 13.26 Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai

Keterangan gambar : t1 = dead time dari reclosing pertama


t2 = dead time dari reclosing kedua
t3 = dead time dari reclosing ketiga


304

tR 1 = blocking time dari reclosing pertama


tR 2 = blocking time dari reclosing kedua
tR 3 = blocking time dari reclosing ketiga

D. Sifat Relai Penutup Balik

• Operasi cepat (fast tripping): untuk antisipasi gangguan temporer.

• Operasi lambat (delayed tripping) : untuk koordinasi dengan pengaman di


hilir.

• Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat maka PBO akan reset
kembali ke status awal. Bila muncul gangguan setelah waktu reset, PBO
mulai menghitung dari awal.

• Repetitive : riset otomatis setelah recloser success.

• Non repetitive : memerlukan reset manual (bila terjadi gangguan


permanen dan bila gangguan sudah dibebaskan).

• PBO atau Recloser adalah relai arus lebih sehingga karakteristik PBO dan
OCR adalah sama (lihat karakteristik OCR).


305

13.16 Saklar Seksi Otomatis (SSO)

A. Pengertian dan Fungsi SSO

• SSO atau Auto Seksionalizer adalah saklar yang dilengkapi dengan kontrol
elektronik/ mekanik yang digunakan sebagai pengaman seksi Jaringan
Tegangan Menengah.

• SSO sebagai alat pemutus rangkaian/beban untuk memisah-misahkan saluran


utama dalam beberapa seksi, agar pada keadaan gangguan permanen, luas
daerah (jaringan) yang harus dibebaskan di sekitar lokasi gangguan sekecil
mungkin.

• Bila tidak ada PBO atau relai recloser di sisi sumber maka SSO tidak
berfungsi otomatis (sebagai saklar biasa).

B. Klasifikasi SSO

• Penginderaan : berdasarkan tegangan (Automatic Vacuum Switch) atau


dengan Arus (Sectionalizer).

• Media Pemutus : Minyak, Vacum, Gas SF6.

• Kontrol : Hidraulik atau Elektronik

• Phase : Fasa tunggal atau Fasa tiga

C. Prinsip Kerja SSO

• SSO bekerjanya dokoordinasikan dengan pangaman di sisi sumber


(seperti relai recloser atau PBO) untuk mengisolir secara otomatis seksi
SUTM yang terganggu.

• SSO pada pola ini membuka pada saat rangkaian tidak ada tegangan tetapi
dalam keadaan bertegangan harus mampu menutup rangkaian dalam
keadaan hubung singkat.

• SSO ini dapat juga dipakai untuk membuka dan menutup rangkaian
berbeban. Saklar ini bekerja atas dasar penginderaan tegangan.

• SSO dilengkapi dengan alat pengatur dan trafo tegangan sebagai sumber
tenaga penggerak dan pengindera.

• Prinsip kerja SSO dengan sensor tegangan dijelaskan pada AVS di bawah.


306

13.17 Automatic Vacuum Switch (AVS)


Prinsip Kerja AVS
Gambar 7.3 di bawah sebagai ilustrasi Sistem Distribusi yang terbagi dalam 3
seksi dengan pengaman penyulang sebuah PMT dan dua buah AVS.

Gambar 13.27 Sistem Pengaman JTM dengan PMT dan AVS

Prinsip operasi AVS :

• Dalam hal terjadi gangguan pada seksi III maka PMT penyulang trip,
tegangan hilang. Setelah T3, semua AVS trip.

• PMT masuk kembali (reclose pertama), seksi I bertegangan.

• Setelah T1 menerima tegangan, AVS1 masuk, seksi II bertegangan.

• Setelah T2 menerima tegangan, AVS2 masuk, seksi III bertegangan.

• Apabila gangguan masih ada maka PMT trip kembali, AVS1 dan AVS2
lepas setelah T3.

• PMT reclose yang kedua. AVS1 masuk setelah T1 sedangkan AVS2 sudah
lock-out (pada saat masuk pertama tetapi hanya merasakan tegangan
sebentar atau lebih kecil dari T2).
13.18 Koordinasi Sistem Proteksi Distribusi

Sesuai fungsi sistem proteksi, meskipun ada gangguan pada jaringan distribusi, tetapi
tetap diharapkan akibat gangguan tersebut adanya kerusakan dan pemadaman harus
diminimalisir. Untuk itu diperlukan pemasangan alat proteksi di beberapa bagian dari


307

jaringan sehingga jika ada gangguan meskipun tetap dirasakan sampai dari hulu,
proteksi yang bekerja hanya di bagian yang terdekat dari gangguannya.

Koordinasi proteksi diperlukan dengan maksud agar sistem proteksi secara


keseluruhan mempunyai kesamaan pada tujuan, yaitu meminimalisir pemadaman dan
mencegah kerusakan akibat gangguan.

Koordinasi proteksi pada sistem distribusi 20 kV dapat dijelaskan dengan melihat


diagram satu garis di bawah ini.

Gambar 13.28 Bagan satu garis saluran distribusi

Sistem distribusi yang dimulai dari sisi skunder ( 20 kV ) trafo tenaga di Gardu Induk
sampai pada titik paling ujung jaringan berpotensi sama besarnya terjadi gangguan.
Gangguan terbanyak adalah hubung singkat dan jika sistem proteksi tidak
dikoordinasikan dengan benar, maka kerusakan penghantar, alat-hubung sampai
dengan trafo bisa terjadi.

Kesalahan dalam menentukan rating alat proteksi dapat berakibat terjadi kerusakan
pada semua peralatan yang dilalui arus gangguan dan dapat terjadi juga pemadaman
yang berlebihan, yaitu bagian yang tidak terganggu dan tidak dilalui arus gangguan
bahkan ikut padam.
Penggunaan alat proteksi di lapangan ada 2 ( dua ) hal, yaitu sebagai alat pembatas
dan sebagai alat proteksi.

Sebagai pembatas biasanya hanya dikaitkan dengan beban pelanggan, sedangkan


pertimbangan terhadap gangguan merupakan bagian lain yang memang tidak boleh
dikesampingkan.

Sedangkan alat proteksi sebagai pelindung terhadap gangguan ada 2 hal yang menjadi
pertimbangan, yaitu arus dan waktu.


308

Arus gangguan dalam waktu tertentu berakibat kerusakan pada peralatan yaitu
kerusakan isolasi dan atau meleburnya sampai putusnya bahan penghantar akibat
batas ketahanan peralatan tersebut sudah terlampaui. Batas ketahanan peralatan
terhadap arus biasanya berbentuk kurva inverse, yaitu waktu berbanding terbalik
dengan arus.

13.19 Pemilihan Rating Arus Alat Proteksi Untuk Melindungi Peralatan


Terhadap Kerusakan

A. Trafo Distribusi

Garis batas ketahanan trafo ditentukan oleh kondisi sebagai berikut :


2 x In selama 300 detik, beban lebih, arus hubung pada jaringan sisi skunder
4.75 x In selama 60 detik, beban lebih, arus hubung pada jaringan sisi skunder
6.7 x In selama 30 detik, beban lebih, arus hubung pada jaringan sisi skunder
11.3 x In selama 10 detik, beban lebih, arus hubung pada jaringan sisi skunder
25 x In selama 2 detik, hubung singkat pada trafo

I2 t = 1.250, hubung singkat pada trafo

Dilihat dari karakteristik waktu –arusnya proteksi trafo dibatasi dua garis kerja yaitu
:
a. Garis batas bekerjanya alat proteksi ditentukan maksimal harus bekerja 75 %
sebelum garis batas ketahanan trafo.
Untuk pelebur sebagai alat proteksi di sisi primer, pelebur tidak boleh bekerja
pada beban lebih yang masih dan harus dapat ditahan oleh trafo tersebut yaitu :
§ Beban lebih ( Beban Maksimum )
§ Arus Beban Peralaihan ( Cold Load pick up )
§ Hubung singkat JTR
§ Arus Masuk Awal ( Inrush ) trafo
§ Arus asutan motor

Garis Batas Ketahanan Trafo yang merupakan batas ketahanan trafo dimana alat
proteksi harus sudah bekerja / memutus. Dan gangguan yang dapat melebihi
batas tersebut adalah hubung singkat pada sisi primer atau sekunder trafo

Garis batas ketahanan rele arus lebih / pelebur bagi trafo distribusi umum
ditentukan oleh titik titik berikut :


309

2 x In selama 100 detik ................beban lebih


3 x In selama 10 detik ................Arus beban peralihan
6 x In selama 1 detik ............... Arus beban peralihan

12 x In selama 0.1 detik ...........Arus Inrush trafo


25 x In selama 0.01 detik ............Arus Inrush trafo

Bila Beban Trafo berupa motor listrik maka :


3 x In selama 100 detik ................Arus beban peralihan

6 x In selama 10 detik ............... Arus beban peralihan


10 x In selama 1 detik ........ ...Arus Inrush trafo


310

Gambar 13.29 Daerah Kerja Pelebur primer untuk mengamankan trafo distribusi

Penggunaan pelebur jenis letupan type H, T dan K berdasarkan SPLN 64 : 1985


seperti tabel-tabel di bawah ini .
Jika digunakan pelebur jenis pembatasan arus, mengingat kecilnya ratio
kecepatannya, maka sebaiknya ada koordinasi dengan pelebur di sisi skunder. Pelebur
primer bertugas menjaga batas ketahanan trafo terhadap hubung singkat pada trafo,
tetapi tidak meleleh karena arus in-rush trafo, sedangkan pelebur di sisi skunder
bertugas mengamankan trafo dari arus lebih karena gangguan pada sisi tegangan
rendah, tetapi tidak meleleh karena arus beban peralihan .
Tabel 13.7 Rekomendasi arus pengenal pelebur 24 kv jenis letupan (pub. Iec 282-2
(1974) / nema) Sebagai pengaman trafo di sisi primer *)’

Trafo distribusi Pelebur / tipe **) Ratio pelebur


arus pengenal (A) Inom pelebur
Daya Arus
-----------------
pengenal pengenal
Minimum Maksimum Inom trafo
(kVA) (A)
20 kV
Fasa tunggal,--------
Ö3
16 1,3856 2H 2H 1,44
25 2,1651 3,15 H 3,15 H 1,45
50 4,3301 5H 6,3 T 1,15; 1,45
Fasa tiga, 20 kV
311

Catatan : *) bila pada sisi sekunder di pasang pelebur / pengaman yang


dikoordinasikan dengan kerja pelebiur sisi primer, maka arus nominal pelebur pada
tabel diatas bregeser naik
**) tipe H = pelebur tahan surja kilat
tipe T= pelebur tipe lambat
tipe K= pelebur tipe cepat
Tabel 13.8 Rekomendasi pemilihan arus pengenal pelebur 24kv jenis letupan
(publikasi iec 282-2 (1970) / nema) di sisi primer berikut pelebur jenis letupan
publikasi iec 269-2 (1973) di sisi sekunder (230/400 v) yang merupakan pasangan
yang diselaraskan sebagai pengaman trafo distribusi

Trafo distribusi Pelebur


Pelebur / tipe **)
sekunder
arus pengenal (A)
Daya (230/400 V)
Arus
pengenal Arus pengenal
pengenal (A) Tipe T Tipe K
(kVA) (A)
Min Maks Min Maks Min Maks
20 kV
Fasa tunggal,--------
Ö3
16 1,3856 - - 6,3 6,3 80 100
25 2,1651 6,3 6,3 6,3 6,3 125 125
50 4,3301 10 10 10 16 250 250
Fasa tiga, 20 kV
- - 6,3 6,3 80 100
50 1,4434 6,3 8 6,3 10 160 200
100 2,8867 10 12,5 10 12,5 250 250
160 4,6188 10 12,5 16 20 315 315
200 5,7735 16 16 16 25 400 400
250 7,2169 20 25 20 31,5 500 500
312

Catatan : pemilihan nilai maksimum pelebur sekunder perlu di koordinasikan dengan


nilai maksimum pelebur primer
*) diperoleh dengan pelebur paralel.
Arus pengenal pelebur jenis pembatasan arus menurut berbagai merek dan buatan
untuk pengaman berbagai daya pengenal trafo dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 13.9 Rekomendasi pemilihan arus pengenal anak pelebur 24 kv, jenis
pembatasan arus, rujukan plubikasi iec 282-1(1974), vde dan ute (perancis) di sisi
prier 20 kv, berikut pelebur jenis pembatasan arus rujukan iec 269-2 (1973) di sisi
sekunder (230/400 v) yang diselaraskan sebagai pengaman trafo distribusi.

Trafo distribusi Arus pengenal anak pelebur


3 fasa (A)

Daya Arus Di primer Di sekunder


Vektor
pengenal pengenal
group Min Maks Min Maks
(kVA) (A)
-
50 1,4434 6,3 6,3 80 100
-
100 2,8867 12,5 16 160 200
Y,zn5
160 4,6188 16 20 250 250
-
200 5,7735 16 20 315 315
-
250 7,2169 20 25 400 400

200 - 5,7735 16 315 315


20
250 7,2169 20 400 400
- 25
315 9,0993 20 500 500
25
400 11,5470 25 630 630
D,yn5 31,5
500 14,4330 31,5 800 800
40
630 18,1860 40 1000 1000
50
800 23,0940 50 1250 1250*)
80
1000 28,8670 63 1600 1600*)

Catatan : pemilihan nilai maksimum pelebur sekunder perlu di kombinasikan dengan


nilai maksium pelebur primer


313

B. Penghantar

Arus lebih (hubung singkat) dapat menimbulkan panas berlebihan yang akan
mengakibatkan penghantar menjadi lunak dan leleh atau rusak isolasinya. Oleh
karenanya pelebur yang mengamankannya harus memutusnya sebelum mencapai
batas ketahanan penghantar.
a. Kurva ketahanan penghantar telanjang
Untuk penghantar telanjang, maka batas ketahanan penghantar yang dimaksud adalah
:

13.18.1Kurva penglunakan untuk penghantar AAC dan AAAC ( Lihat gambar 14)
dengan persamaan:
A = 7,972 I √t (untuk penghantar AAC)
A = 8,940 I √t (untuk penghantar AAAC)

13.18.2 Kurva saat leleh untuk pnghanta ACSR, dengan persamaan :


A = 6,406 I √t
Dimana : A = luas penampang penghantar (mm2)

I = arus hubungan singkat (kA)


t = lamanya hubungan singkat (detik)

13.18.3 Pemilihan karakteristik pelebur untuk memproteksi penghantar


telanjang
Untuk memproteksi penghantar telanjang, maka karakteristik (kurva pemutusan)
pelebur harus berada dibawah kurva ketahanan penghantar (maksimum 75% skala
waktu)
A. Teori dasar
Untuk pengamanan saluran kabel, dapat dilakukan dengan melihat :
a. Kurva Ketahanan Kabel (Gambar 13.30)
b. I2t inrush kabel karena arus kapasitif
I2t inrush kabel ini dipertimbangkan akibat gejala transien yang timbul pada
saat penutupan (closing in), yang serupa halnya dengan kapasitor.

B. Kurva Ketahanan Kabel


Untuk penghantar berisolasi (kabel), maka batas ketahanan penghantar yang
dimaksud adalah kurva batas ketahanan isolasinya. (Lihat Tabel 13.10)


314

Tabel 13.10 - Persamaan kurva ketahanan Kabel untuk bermacam-macam jenis isolasi

Persamaan Kurva ketahanan


Jenis Penghantar Jenis Isolasi
Kabel
Aluminium - kertas, karet, kain yang dipernis A = 11,702 I √t
- PVC A = 14,623 I √t
- XLPE, ethylene propylene rubber A = 10,772 I √t
Tembaga - kertas, karet, kain yang dipernis A = 7,654 I √t
- PVC A = 9,571 I √t
- XLPE, ethylene propylene rubber A = 7,042 I √t

Catatan : A = luas penampang penghantar (mm²)


I = arus hubungan singkat (kA)
t = lamanya hubungan singkat (detik)


315

Gambar 13.30 Kurva Ketahanan Penghantar Telanjang


316

Gambar 13.31 Kurva Ketahanan kabel aluminium 11.6/20 KV


C. Syarat Dasar Pemilihan
a. Karakteristik pelebur (kurva pemutusan) harus berada dibawah kurva
ketahanan kabel (maksmimum 75% skala waktu)
b. I2t leleh minimum pelebur, harus lebih besar dari I2t inrush kabel. Besar I2t
inrush ini adalah :
3??
I²t = 0,24.10-6 E . C . l . @AB ∅ (A2S)

Dimana:
E = tegangan nominal system ((∅ − ∅) (kV)
C = kapasitansi 1 penghantar terhadap penghantar lain (pF/m)
l = panjang saluran kabel (m)
Icc = arus h.s 1 ∅ maksimum yang bisa terjadi (kA)
Cos ∅ = factor daya yangdiakibatkan rasio X/R pada jaringan = Cos tg -1 X/R
D. Contoh Perhitungan
Suatu saluran kabel aluminium 20 KV, jenis isolasi XLPE dengan panjang sluran 5
km, penampang penghantar 35 mm2, arus hubung singkat maksimum = 7,5 kA (pada
G
H
=25 ), C = 160 pF/m. kHA = 132 A, arus beban maksimum terus menerus = 35 A.
Maka besarnya I2t inrush yang dapat terjadi adalah :
I2t = 0,24 . 10-6. 20. 160. 5000. (7,5/ Cos tg-1 25) = 720 A2 detik
JAdi pelebur yang dipilih untuk mngamankan saluran kabel ini adalah pelebur dengan
I2t leleh minimum yang lebih besar dari 720 A2 detik, yaitu pelebur jenis pembatasan
arus dengan arus pengenal minimum 40 A sudah cukup memadai untuk
mengamankan saluran. Walaupun demikian, mengingat kHA kabel = 132 A, pelebur
dengan arus pengenal 160 A pun dapat mengamankannya, asal saja kurva ketahanan
kabel masih dapat terjaga oleh karakteristik pelebur tersebut (Lihat gambar 15).
Catatan : Saluran kabel utama yang biasanya berpenampang besar, sebaiknya
diamankan dengan PMT + relai.
E. Pemilihan rating alat hubung
Kapasitas alat hubung harus mampu dilalui arus yang disalurkan ke saluran
Alat hubung harus mampu dilaluli arus gangguan hubung singkat dalam waktu sesaat
yang ditentukan
13.20 Koordinasi antar Alat Proteksi
Jaringan TM yang dipasang alat proteksi lain selain alat proteksi yang dipasang pada
titik awal yaitu di Gardu Induk ( GI ) adalah jaringan berupa saluran udara khususnya
menggunakan kawat telanjang. Hal ini dikarenakan gangguan yang terjadi dalam
beberapa hal hanya bersifat temporer.
Pemasangan alat proteksi di saluran dimaksud untuk :


317

a. Mengamankan peralatan yang dilalui arus gangguan khususnya kawat penghantar


b. Untuk melokalisir gangguan agar pemadaman dibatasi hanya daerah yang dekat
dengan gangguan saja,

Beberapa cara pemasangan alat proteksi yang dikoordinasikan dengan alat proteksi
lain :

• PBO koordinasi dengan OCR-PMT di GI

PMT
PBO

Y OCR
GFR

Gambar 13.32 PBO koordinasi dengan OCR-PMT di GI

• Jika terjadi gangguan hubung singkat setelah PBO, meskipun gangguan tersebut
dirasakan sampai ke OCR / GFR pada PMT tetapi karena setelan arus dan waktu
di PBO dibuat lebih kecil, maka PBO akan memutuskan gangguan. Selang
beberapa waktu kemudian PBO akan menutup kembali dan jika gangguan sudah
tidak ada lagi ( temporer ) maka jaringan akan beroperasi secara normal- tutup
PBO dapat diatur ( disetel ) beberapa kali tergantung dari kebutuhan yang
disesuaikan dengan kondisi system. Jika buka-tutup sudah dilampaui, maka PBO
akan membuka dan mengunci ( lock-out ) dan bisa ditutup kembali hanya dengan
mereset secara manual.Fuse kooordinasi dengan OCR-PMT di GI

PMT PL

PL
Y OCR
GFR


318

Gambar 13.33 Fuse Koordinasi dengan OCR - PMT


Jika terjadi gangguan hubung singkat yang setelah FCO, PMT pada GI akan
membuka, sehingga penyulang tersebut akan padam total. Beberapa saat kemudian
PMT akan reclose jika ganggian hanya temporer maka penyulang akan beroperasi
normal, tetapi jika gangguan masih ada Fuse akan putus lebih dulu dibanding dengan
PMT karena sisa panas pada elemen lebur pada kejadian pertama

• Fuse koordinasi dengan PBO

PL
PMT PBO

PL
Y OCR
GFR

Gambar 13.34 Fuse Koordinasi dengan PBO


Koordinasi proteksi seperti ini hampir sama dengan koordinasi anta fuse dengan
PMT, tetapi yang bertugas memutus gangguan temporer dilakukan di PBO, tetapi jika
gangguan yang sifatnya tetap fuse akan putus.
PBO akan membuka jika ada gangguan setelah PBO dan akan menutup kembali
sekali atau beberapa kali sesuai setelan atau akan membuka permanen jika gangguan
sifatnya permanen.
Sedangkan PMT akan membuka dan menutup jika gangguan diantara PMT dan
PBO.

• Sectionalizer koordinasi dengan PBO

PMT PBO SSO

SSO

Y OCR
GFR


319

Gambar 13.35 Sectionalizer Koordinasi dengan PBO


Jika terjadi ganguan setelah SSO dengan penginderaan arus, yang memutus gangguan
adalah PBO, SSO hanya merasakan adanya arus gangguan dan menghitung adanya
trip dari PBO. Jika jumlah trip sesuai hitungan yang disetel pada SSO, maka pada saat
PBO trip, SSO akan menyusul trip dan mengunci, sedangkan PBO akan menutup
kembali. PBO dan PMT akan mendeteksi gangguan dan trip pada daerah yang
diproteksi saja.

• Fuse koordinasi dengan Sectionalizer dan PBO

PL
PMT PB SS
O O
SSO
PL
Y OCR
GFR

Gambar 13.36 Fuse Koordinasi dengan Sectionalizer dan PBO


Tahap pertama jika terjadi gangguan setelah fuse yang trip adalah PBO, SSO hanya
merasakan adanya gangguan tetapi tidak akan trip, Dan jika PBO reclose tetapi
gangguan masih ada, fuse akan putus .

• AVS Koordinasi dengan OCR-PMT di GI

ü AVS koordinasi dengan AVS dan OCR-PMT di GI


320

Gambar 13.37 AVS Koordinasi dengan AVS dan OCR-PMT di GI


13.21 Relai Frekuensi ( Frequency Relay )
Besaran input dari relai frekuensi adalah tegangan yang diambil dari trafo
tegangan [ PT ] relai ini memonitor besarnya frekuensi sistem .
1. Relai Frekuensi Kurang [ UFR ]
Membandingkan frekuensi sistem dengan frekuensi settingnya .Bila
frekuensi sistem lebih kecil atau sama dengan frekuensi setting maka relai
akan kerja.
2. Relai Frekuensi Lebih
Bila frekuensi sistem lebih bear atau sama dengan frekuensi setting
maka relai akan kerja .

A. Fungsi / Aplikasi UFR


1. Dipasang pada penyulang TM , untuk load shedding secara otomatis
bila terjadi penurunan frekuensi siatem , akibat kehilangan daya
pembangkit. Ada 6 tahap penyetelan relai UFR di penyulang 20 kV
PLN yaitu 48,8 – 48,3 Hz.
2. Dipasang di pembangkit ,untuk memisahkan pembangkit dari sistem
interkoneksi, bila terjadi gangguan pada sistem [ islanding system ]
dilengkapi dengan UFR .

B. Fungsi / aplikasi OFR


Dipasang di pembangkit sebagai pengaman kecepatan lebih [ overspeed ]
yang disebabkan hilangnya beban secara mendadak.


321

Anda mungkin juga menyukai