TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL
Oleh:
Preseptor:
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga referat yang berjudul “Toksoplasmosis
Serebral” ini bisa kami selesaikan dengan baik.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis
mengenai gambaran radiologis pada kolangiokarsinoma, serta menjadi salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Radiologi RSUP Dr.
M.Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Rozetti, Sp.Rad sebagai
preseptor yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran,
perbaikan, dan bimbingan kepada kami. Kami ucapkan juga terima kasih kepada
rekan-rekan sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu disini.
Dengan demikian, kami berharap semoga referat ini bisa menambah,
wawasan, pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang
toksoplasmosis serebral.
Padang,Agustus 2018
Penulis
2
Daftar Isi
Halaman
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Daftar Gambar 5
Daftar Tabel 6
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Batasan Masalah 7
1.3 Tujuan Penulisan 7
1.4 Manfaat Penulisan 8
BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Radioanatomi Otak 9
2.1.1 Anatomi Otak 9
2.1.2 Radioanatomi Otak 10
2.2 Epidemiologi 17
2.3 Etiologi 18
2.4 Patofisiologi 18
2.5 Gejala Klinis 19
2.6 Diagnosis 19
2.6.1 Pemeriksaan serologi 19
2.6.2 Pemeriksaan cairan serebrospinal 20
2.6.3 Pemeriksaan Polymer Chain Reaction (PCR) 21
2.6.4 CT scan/MRI 21
2.6.5 Biopsi otak 21
2.7 Diagnosis Banding 21
2.8 Penatalaksanaan 22
2.9 Pemeriksaan Radiologi 25
2.9.1 CT Scan 25
2.9.2 MRI 26
2.9.3 PET Scan 27
2.9.4 USG 28
BAB 3. Penutup
3.1 Kesimpulan 30
Daftar Pustaka 31
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Diagnosis banding toksoplasma serebri dengan PCNSL 23
5
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
parasitToxoplasma gondiiyang dibawaoleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat
ditemukan pada tanah yangtercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah
toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDSyang tidak diobati.4
2.2 Epidemiologi
Infeksi Toxoplasma gondii memiliki distribusi di seluruh dunia. Penyebaran
penyakit ini sangat luas, diperkirakan bahwa 30-50% populasi manusia di dunia telah
terinfeksi oleh T. gondii dan lebih dari 1000 bayi yang lahir terinfeksi.
Di Amerika angka kejadiannya mencapai 30%-50%, sedangkan di Eropa
mencapai 50% - 70%. Angka prevalensi penyakit ini di Indonesia mencapai 2-63%..
Berdasarkan data RSCM Jakarta tahun 2014-2016 angka kejadian toksoplasmosis
serebri sebesar 31%.1Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang
menjadi kelainan neurologis.
Belum ada data yang menggambarkan insiden infeksi toxoplasmosis secara
keseluruhan di Sumatera Barat, khususnya Padang. Namun berdasarkan data dari
UPDT Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, kasus zat anti
Toxoplasma gondii di Kota Padang periode 2012-2016 dengan prevalensi 81,9%,
yang memiliki makna bahwa infeksi toksoplasmosis yang telah terdeteksi di Sumatera
Barat adalah sebanyak 81,9%
Toksoplasmosis adalah infeksi pada kehamilan, yang menyebabkan 9%
kematian fetus. Parasit ini tersebar secara kosmopolit pada daerah subtropis, tropis
maupun yang beriklim dingin. Indonesia dengan iklim tropis dan kelembapannya
yang tinggi serta faktor lingkungan seperti sanitasi, kebiasaan makan dan banyaknya
sumber penularan terutama kucing (genus felidae) menunjang perkembangan parasit
ini.
Faktor resiko terkenanya infeksi toxoplasmosis cerebri diantara lain individu
yang imunocompromised seperti HIV, fetus yang memiliki ibu yang terinfeksi
toxoplasmosis, individu lanjut usia,
Semakin meluasnya penggunaan terapi antiretroviral (ART), insidensi
toksoplasmosis sistem saraf pusat (SSP) menurun. Secara khusus, kejadian
toksoplasmosis serebral menurun dari 3,9 kasus per 100 orang-tahun di era pra-ART,
menjadi 1 kasus per 100 orang-tahun. Diperkirakan 10-20% pasien terinfeksi HIV di
Amerika Serikat akhirnya akan berkembang menjadi toksoplasmosis serebral. Dalam
sebuah penelitian, risiko untuk berkembangnya toksoplasmosis akut di antara orang
dewasa yang terinfeksi HIV adalah 18% pada mereka yang patuh dengan profilaksis
dibandingkan sekitar 30% pada mereka yang tidak patuh. Secara umum,
toksoplasmosis serebral merupakan indikator prognosis yang buruk pada pasien
HIV/AIDS, dengan adanya penelitian menyebutkan 23% kematian pada pasien
HIV/AIDS di dunia.10
2.3 Etiologi
Toxoplasmosis serebral disebabkan oleh sporozoa Toxoplasma gondii, yaitu
merupakan parasit golongan protozoa yang bersifat obligat intraseseluler. Toxoplasma gondii
terdapat dalam 3 bentuk yaitu tachyzoite (bentuk proliferatif), kista (mengandung bradyzoite)
dan oocyst (mengandung spozoite). Bentuk tachyzoite terlihat seperti bulan sabit dengan titik
runcing, dan titik lainnya berbentuk bulat. Panjangnya 4-8 mikron memiliki sel membran dan
satu nukleus di dalamnya. Kista memiliki ukuran yang bervariasi, ada yang hanya
mengandung beberapa bradyzoite dan ada yang mengandung sekitar 3000 bradyzoite. Oocyst
berbentuk oval, memiliki dinding, dan berisi satu sporoblast yang terbelah menjadi dua
sporoblast. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua sporoblast membentuk dinding dan
menjadi sporocyst. Setiap sporocyst dapat mengandung empat spozoite. 11
Toxoplasma gondii ini jarang ditemukan di dalam darah perifer, tetapi sering
ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada jaringan hati, limpa,
sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, otot, dan jantung. Di otak, toxoplasma membentuk
kista berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel
otot. Pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan organ tubuh terutama di otak.
Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.
Toxoplasma gondii mudah mati pada suhu panas, kekeringan dan pembekuan. 12
2.4 Anatomi dan Radioanatomi Otak
2.4.1 Anatomi Otak8
Gambar 2.1 Lobus pada cerebrum. Gambar 2.2 Potongan korona otak
Gambar 2.3 Sistem ventrikel otak. Gambar 2.4. Circle of Willis, karotis interna dan sistem
basiler-vertebra
2.4.2 Radioanatomi Otak9
2.5 Klasifikasi
2.6 Patofisiologi
Toksoplasmosis bisa menjadi akut atau kronis. Infeksi akut dikaitkan dengan
bentuk proliferatif (tachyzoite), sedangkan infeksi kronis terkait dengan bentuk kista
jaringan. Selama proses akut, tachyitoite menginvasi semua sel dalam tubuh kecuali
sel berinti host seperti sel darah merah.4,6 Tachyzoite memasuki sel inang melalui
penetrasi aktif ke dalam plasmalemma induk atau oleh fagositosis. Parasit mematuhi
mikronema mampu mengenali dan menargetkan sel, menghasilkan enzim untuk
vochtries parasitophorus dewasa.5 Replikasi in vitro dari takizoit intraseluler terjadi
setiap 6-9 jam. Setelah mengumpulkan 64–128 parasit di setiap sel, parasit akan
keluar untuk menginfeksi sel-sel tetangga. Dengan sistem kekebalan inang, dapat
berubah menjadi subpopulasi tachyzoit bradyzoite.13
Makrofag, sel NK, fibroblas, sel epitel dan sel endotel menjadi aktif oleh
infeksi T.gondii pada tubuh inang, sehingga dapat menghambat proliferasi parasit.
Respon imun non spesifik tergantung pada kemampuan IL-12 yang diproduksi oleh
makrofag dan sel dendritik untuk merangsang sel NK menghasilkan IFN - γ. TNF - α
juga meningkatkan kemampuan IL - 12 untuk menginduksi sel NK untuk
menghasilkan IFN - γ. IFN -γ menghambat replikasi parasit karena menginduksi
makrofag untuk melepaskan nitrit oksida (NO), yang membunuh parasit. IFN-γ juga
meningkatkan aktivitas indoleamine 2,3 dioksigenase yang menghancurkan triptofan
yang merupakan zat yang diperlukan untuk pertumbuhan parasit.
Parasit ini akan menginduksi kekebalan 4 jenis sel T, yaitu respon imun
berperantara sel sebagai T.gondii adalah parasit intraseluler. IL-12 yang dihasilkan
oleh makrofag juga memperkuat kerja sel CD4 + yang memproduksi sel IFN - γ in.
CD8 + juga. menginduksi pelepasan IFN - γ, interferon γ (IFN - γ) memainkan peran
dalam pembentukan kista dengan menghambat replikasi pada makrofag tikus
tachyzoite dan menginduksi antigen khusus untuk bradyzoite. Sistem kekebalan
humoral memiliki peran kecil dalam memerangi toksoplasmosis tetapi sangat penting
dalam diagnosis toksoplasmosis pada manusia. Antibodi yang dihasilkan oleh sistem
kekebalan humoral mampu membunuh T.gondii ekstraseluler dalam dan melalui
aktivitas komplemennya dapat menghambat perkembangbiakan parasit.13
Patogenesis toksoplasmosis pada host immunocompromised seperti pasien
HIV - AIDS dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain, penurunan jumlah sel CD4 +,
kegagalan produksi IL - 12, IL - 2 dan IFN - γ dan aktivitas sitotoksik dari T -
Limphocyte menurun. Sel yang terinfeksi virus HIV untuk menghambat pembentukan
IL - 12 dan IFN - γ, membuat mereka rentan terhadap infeksi toksoplasmosis.8
Tingkat IFN - biasanya menurun pada pasien dengan AIDS dan dapat menyebabkan
reaktivasi toksoplasmosis kronis.
memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila
menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti: demam, nyeri otot, sakit
posterior, supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat
terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pneumonia, hepatitis, miokarditis,
Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat
mencapai berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru-
paru, hati, limpa, sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung.
yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%),
bingung/kacau (52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya tanda
ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit
neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50% kasus, demam pada 45% kasus
dan kejang pada 30% kasus. Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah
kelemahan motorik dan gangguan bicara.Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak,
kelainan patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan bisa
fatal oleh karena parasit tersebar di berbagai organ-organ terutama pada sistem
susunan sarafnya.Kelainan yang terjadi sangat jelas terlihat dan yang patognomonik
limfadenitis disertai dengan demam, kelainan pada kulit yang berupa ruam kulit
makulopapuler yang mirip ruam kulit pada demam tifus, kelainan pada paru-paru
yang berupa pneumonia interstisial, pada jantung terjadi miokarditis dan terjadi pula
menyerang bayi dan anak-anak sedangkan kelainan limfatik menyerang anak berumur
2.8.2.2
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan toxoplasmosis cerebri menggunakan USG biasanya dilakukan
pada fatus yang dicurigai terkena kongenital fetal toxoplasmosis cerebri yang
ditransmisikan secara vertikal dari ibu, dan biasanya dilakukan prenatal atau dalam
kandungan dengan tujuan untuk early detection toxoplasmosis cerebri sehingga
menjadi salah satu point pertimbangan dalam terminasi kehamilan.22
Gambaran toxoplasmosis cerebri yang sering ditemukan pada pemeriksaan
USG pada usia gestasi lanjut, tampak ventrikulomegali bilateral berat atau dilatasi
ventrikel dengan area yang hiperechoigenic di regio periventrikular, kalsifikasi
periventrikular, cardiomegali, efusi pleura, hepatosplenomegali dengan
hiperechoigenik intrahepatik dan polihidramnion.23 Kadang juga tampak gambaran
plasenta yang tebal dan echoigenik, hydrops, hidrosefalus, mikrosefali, gangguan
tumbuh kembang fetus, dan asietes. Temuan abnormalitas intrakranial
mengindikasikan infeksi fetus yang berat dan prognosis yang buruk.24
Gambar 2.12 Gambar USG pada toksoplasmosis serebri transventrikular view dari
kepala fetus menggambarkan dilatasi berat dari ventrikel lateral dengan penebalan
dinding korteks cerebri dan kalsifikasi periventrikular. Gambar 2.13 Gambar USG
pada toksoplasmosis serebri cross-sectional view dari abdomen fetus yang
menggambarkan pembesaran hepar dengan kalsifikasi intrahepatik yang difus.
Gambar 2.14. USG kepala yang memperlihatkan ventrikular dilatasi bilateral dan
simetris. Gambar 2.15. USG kepala yang menunjukkan mulai terjadinya dilatasi
ventrikel pada regio oksipital
2.8.2.3 Computed Tomography Scan (CT Scan)
Gambar 2.11 Potongan koronal pada MRI T1-weighted imaging post kontras. Tanda panah
putih menunjukkan lesi “eccentric nodule target sign”. 19
penderita)
Tabel 2.1. Diagnosis banding toksoplasma serebri dengan PCNSL
2.10. Penatalaksanaan
AAN Quality Standards subcommittee(1998) merekomendasikan penggunaan terapi
empirik pada pasien yang diduga ensefalitis toxoplasma selama 2 minggu, kemudian
dimonitor lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara klinis maupun radiologi, diagnosis
adanya ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan terapi ini dapat di teruskan. Lebih dari
90% pasien menunjukkan perbaikan klinis dan radiologik setelah diberikan terapi inisial
selama 10-14 hari.Jika tidak ada perbaikan lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk
terutama terhadap bentuk tachyzoite dari T gondii.Pirimetamin adalah agen yang paling
efektif dan termasuk dalam kebanyakan regimen obat.Leucovorin (asam folinic) harus
1,5 g tiap 6 jam. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-
toksoplasmosis serebral dan membutuhkan 10 bulan untuk melihat hilangnya lesi pada
sebagai agen tunggal belum ditetapkan di uji klinis acak. Madi et al. menunjukkan adanya
perbaikan klinis dalam waktu 48 jam dan lesi diselesaikan sepenuhnya dalam waktu 3
minggu. Terlihat sebuah respon positif terhadap pengobatan baik secara klinis dan radiologis.
pengaturan sumber daya miskin negara dan pada pasien yang tidak mentolerir obat sulfa.15,16
Pasien alergi terhadap sulfa dan klindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200
mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini
diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek
sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang
dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian.Beberapa
peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2-3
gram sehari selama seminggu atau 3 minggu kemudian disusul 2 minggu tanpa
obat.Demikian berselang seling sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita
dengan gejala klinis jelas dan terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.
Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV
dengan CD4 kurang dari 350-500 sel/mL, dengan gejala (AIDS). Atau individu yang
memiliki HIV dan TB aktif, chronic liver disease, atau orang-orang terdekat yang berpotensi
untuk terjangkit penyakit.First line ART harus memiliki 2 NRTI (nucleoside reverse
Tindak lanjut CT scan / MRI harus dilakukan sekitar 21 hari setelah mulai pengobatan
untuk memastikan respon pengobatan, dilakukan setiap 4-6 minggu sampai terdapat
atovaquone, trimetreksat, doksisiklin. Harus diingat bahwa pasien yang gagal merespon
3.1 Kesimpulan