Disusun Oleh:
Brandon 01073190033
Cindy Permata Sari 01073190040
Gerald Reinaldi Tanardi 01073190032
Jessica T. D. Simanjuntak 01073190148
Jesslyn Natalie Hariyanto 01073190092
Rachel Adelia Putri 01073190038
Yonesha R. Prasetya 01073190080
Pembimbing:
BAB I 6
ILUSTRASI KASUS 6
1.1. Identitas Pasien 6
1.2. Anamnesis 6
1.2.1.Keluhan Utama 6
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang 6
1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu 6
1.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga 7
1.2.5. Riwayat Operasi 7
1.2.6. Riwayat Pengobatan 7
1.2.7. Riwayat Kebiasaan 7
1.2.8. Riwayat Sosial dan Ekonomi 7
1.3. Pemeriksaan Fisik 7
1.4. Pemeriksaan Penunjang 11
1.4.1. Laboratorium 11
1.4.2. Elektrokardiografi 12
Laju Nadi : 80x/menit 12
Ritme : sinus rythm 12
Axis : normoaxis 12
Gelombang P : 0,04 sec, P pulmonale (-) mitrale (-) 12
PR interval : 0,12 sec 12
Gelombang QRS complex : 0,08 sec 12
Segmen ST : elevasi (-) depresi (-) 12
Gelombang T : Tall T (-) V2-V5 T Inverted (-) 12
1.4.3. Pencitraan 12
1.5. Resume 15
1.6. Diagnosis kerja 15
1.7. Tatalaksana 16
Histologi dan sitologi 16
2
1.9. Prognosis 17
BAB II 18
TINJAUAN PUSTAKA 18
2.1. Anatomi Kelenjar Adrenal 18
2.2. Fisiologi Kelenjar Adrenal 21
2.2.1. Korteks Adrenal 21
2.2.2. Medulla Adrenal 26
2.3. Definisi 26
2.4. Epidemiologi 27
2.5. Etiologi 27
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi 28
2.7. Klasifikasi 31
2.8. Manifestasi Klinis 36
2.8.1 Adrenocortical adenoma dan adrenocortical carcinoma 37
2.8.2 Pheochromocytoma 38
2.8.3 Neuroblastoma 38
2.8.4 Ganglioneuroma 39
2.9. Diagnosis 39
2.9.1. Tumor Cortex Adrenal 39
2.9.1.1 Anamnesis 39
2.9.1.1.1 Adrenocortical adenoma 39
2.9.1.1.2 Adrenocortical carcinoma 39
2.9.1.1.3 Cushing's Syndrome 40
2.9.1.2 Pemeriksaan Fisik 40
2.9.1.2.1 Adrenocortical adenoma 40
2.9.1.2.2 Adrenocortical carcinoma 40
2.9.1.2.3 Cushing's Syndrome 41
2.9.1.3 Pemeriksaan Penunjang 41
2.9.1.3.1 Complete Blood Count 41
2.9.1.3.2 Low Dose Dexamethasone Supression Test 42
2.9.1.3.3 Late Night Salivary Cortisol 43
2.9.1.3.4 24 Hour Urine Free Cortisol 43
2.9.1.3.5 Plasma ACTH Level 43
3
2.9.1.3.6 Plasma Androgen Levels 44
2.9.1.3.7 Computed Tomography (CT) 44
2.9.1.3.7.1 Adrenocortical adenoma 45
2.9.1.3.7.2 Adrenocortical carcinoma 46
2.9.1.3.8 Magnetic Resonance Imaging (MRI) 46
2.9.1.3.9 Biopsi Adrenal 47
2.9.1.3.10 Adrenal Scintigraphy 47
2.9.2 Primary Aldosteronism (Conn's Syndrome) 48
2.9.2.1 Anamnesis 48
2.9.2.2 Pemeriksaan Fisik 48
2.9.2.3 Pemeriksaan Penunjang 48
2.9.2.3.1 Skrining 49
2.9.2.3.2 Confirmatory Testing 50
2.9.2.3.2.1 Fludrocortisone Suppresion Test 50
2.9.2.3.2.2 Oral Sodium Loading Test 51
2.9.2.3.2.3 Intravenous Saline Infusion Test 51
2.9.2.3.2.3 Captopril Supression Test 51
2.9.2.3.3 Diferensiasi suptipe 51
2.9.2.3.3.1 Computed Tomography (CT) 52
2.9.2.3.3.2 Sampling Vena Adrenal 52
2.9.2.3.3.3 Posture Stimulation 54
2.9.3 Pheochromocytoma 54
2.9.3.1 Anamnesis 54
2.9.3.2 Pemeriksaan Fisik 55
2.9.3.3 Pemeriksaan Penunjang 55
2.9.3.3.1 Pemeriksaan Urin 55
2.9.3.3.2 Katekolamin Plasma 56
2.9.4 Adrenal Incidentaloma 57
2.9.1.1 Massa dengan Pencitraan Jinak 58
2.9.1.2 Massa Berukuran ≥1-<4 cm 58
2.9.1.2 Massa Berukuran ≥4 cm 59
2.9.5 Neuroblastoma 59
2.10. Tatalaksana 60
4
2.10.1. Adrenalektomi terbuka 63
2.10.2. Adrenalektomi laparaskopi 66
2.10.3. Tantangan intraoperatif 66
2.10.4. Komplikasi 67
2.11. Komplikasi 68
2.12. Prognosis 69
BAB III 71
ANALISA KASUS 71
5
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 59 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 01-00-74-XX
1.2. Anamnesis
1.2.1.Keluhan Utama
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri perut. Nyeri perut terasa sejak
sekitar 1 tahun lalu. Pada awalnya, nyeri terasa di bagian kiri dan seiring dengan waktu,
menjalar ke kiri bagian belakang hingga akhirnya meluas ke seluruh bagian perut dan
terasa terus menerus. Pasien tidak mengetahui hal-hal yang memperburuk atau
meredakan rasa nyeri.
Nyeri tidak menjalar ke bagian lain selain perut. Pasien menyangkal keluhan lain
seperti berkeringat dingin, terasa berdebar-debar, sakit kepala, penurunan berat badan,
perubahan emosi, demam dan mual dan muntah. Gangguan buang air kecil disangkal.
Pasien tidak mengalami jerawatan di muka ataupun rambut rontok secara tiba-tiba.
6
1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat keluhan serupa sebelumnya. Pasien mengaku
pernah terdiagnosa dengan hipertensi namun tidak rutin minum obat dan kontrol. Pasien
menyangkal pernah terdiagnosa penyakit diabetes mellitus. Pasien menyangkal adanya
riwayat infeksi ginjal, cedera ginjal dan riwayat batu ginjal.
Pasien sudah berhenti merokok sejak 10 tahun yang lalu dan menyangkal konsumsi
alkohol dan pemakaian obat-obatan terlarang,
7
Tanda-Tanda Vital
Status Generalis
Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata, perdarahan (-), deformitas (-),
fraktur (-)
Wajah Normofascies, pucat (-), ikterus (-), sianosis (-), edema (-), hiperemis
(-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil bulat, reaktif, isokor,
3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum(-)
Mulut Bibir kemerahan, mukosa lembab, sianosis (-), pucat (-), Lidah hiperemis
(-), coated tongue (-), Perdarahan gusi (-) tremor (-)
Tenggorok T1/T1, arkus faring simetris (+), uvula di tengah, Faring hiperemis
Leher Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-), Kuduk
kaku/kaku kuduk (-), JVP 5 + 2 cm
8
Dada Bentuk normal, simetris, retraksi nafas (-)
Paru Inspeksi: pengembangan rongga dada saat statis dan dinamis simetris,
barrel chest (-), spider nevi (-), pektum karinatum (-), pektum
ekskavatum (-), scar (-)
Palpasi: taktil fremitus simetris pada kedua lapang paru, chest expansion
simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Perkusi:
Abdomen Inspeksi : datar, lesi (-), scar (-), kaput medusa (-), massa (-)
Auskultasi : BU (+) normal, bruit (-)
Palpasi: supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan regio
hipogastrik (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Perkusi: timpani pada 9 regio abdomen, shifting dullness (-)
Edema: (-/-)(-/-)
9
Status Urologis
Inspeksi : Bentuk pinggang tampak simetris, massa (-/-), jejas (-/-), scar (-/-)
Palpasi : Ballotement ginjal (-/-)
Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/-)
Regio Suprapubis
Inspeksi:
Penis : meatus uretra eksterna tampak sempit, discharge (-), darah (-),
edema penis (-), fistula penis (-), massa (-), terpasang kateter (+)
Skrotum : massa (-/-), hematoma (-/-), edema (-/-), sisik (-/-), jejas (-/-)
Perineum dan sekeliling : dalam batas normal, edema (-), eritema (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), pus keluar pada penekanan (-), massa (-), testis
teraba pada skrotum kanan dan kiri.
Regio Anal
Inspeksi :
Bentuk normal, massa (-), perdarahan (-), hiperemis (-) Palpasi : Permukaan licin,
nyeri tekan (-), suhu sama seperti kulit sekitar
10
Rectal Toucher : Sphincter ani menjepit kuat, ampula tidak kolaps, mukosa licin,
massa (-), prostat teraba kenyal pada arah jam 12, simetris, nodul (-), permukaan
licin, nyeri tekan (-), pembesaran (-), sulcus medianus teraba, batas prostat teraba
Handscoen : Darah (-) feses (-) lendir (-)
1.4.1. Laboratorium
Hematology
Complete Blood Count
PT-APTT
Prothrombin time
INR 1.16
A.P.T.T
11
Control 24.60 seconds 21.3-28.9
Biochemistry
SGOT (AST) 16 U/L 0-40
Electrolyte
1.4.2. Elektrokardiografi
Laju Nadi : 80x/menit
Ritme : sinus rythm
Axis : normoaxis
Gelombang P : 0,04 sec, P pulmonale (-) mitrale (-)
PR interval : 0,12 sec
Gelombang QRS complex : 0,08 sec
Segmen ST : elevasi (-) depresi (-)
Gelombang T : Tall T (-) V2-V5 T Inverted (-)
1.4.3. Pencitraan
12
Paru : Infiltrat pada lapangan atas dan tengah paru kanan, opasitas pada
lapangan paru bawah kiri
Mediastinum : Normal
Trakea dan bronkus : Normal
Hilus : Normal
Pleura : Normal
Jantung : CTR <50%
Aorta : Normal
Vertebra thorakal dan tulang – tulang lainnya : Normal
Jaringan lunak : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
Leher yang tervisualisasi : Normal
Kesan :
Infiltrat pada lapangan atas dan tengah paru kanan
Opasitas pada lapangan bawah paru kiri
→ Suspek Pneumonia
Temuan
Struktur Adrenal gland sisi kiri sulit diidentifikasi
Massa isohipodens heterogen dengna central necrotic tepi berkalsifikasi, batas tidak tegas pada
regio suprarenal kiri curiga berasal dari adrenal gland ukuran +/- 6,1 x 5,5 x 4,9 cm, massa
tampak mendesak struktur ginjal ke posteroinferior dengan nodul isohipodens lobulated
didekatnya ukuran +/- 2,6 x 1,8 cm
HEPAR : tampak lesi kistik multiple pada segmen 5,6,7,8 hepar diameter +/- 0,28-0,62 cm
13
LIEN : Normal
SISTEM VENA PORTA : Normal
VENA CAVA INFERIOR : Normal
VENA HEPATIKA : Normal
SISTEM BILIER DAN KANDUNG EMPEDU : Normal
PANKREAS : Normal
GINJAL : Normal
SISTEM PELVIOKALISES: Normal
URETER : Normal
BULI-BULI : Normal
USUS : Normal
PERITONEUM, OMENTUM, MESENTERIUM : Normal
CAIRAN BEBAS : Tidak ada
UTERUS, OVARIUM : Normal
TULANG DAN SENDI : Spondyloarthrosis thoracolumbalis, dextrocollosis vertebra
thoracolumbalis
PARU YANG TERVISUALISASI : Fibrosis pada segmen 10 paru kanan
DINDING ABDOMINAL : Normal
Kesan
Laki-laki, 59 tahun dengan suspek massa ginjal kiri
14
1.5. Resume
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri perut sejak sekitar 1 tahun lalu.
Awalnya nyeri terasa di bagian kiri, kemudian menjalar ke kiri bagian belakang hingga seluruh
perut. Keluhan diaphoresis, palpitasi, penurunan berat badan, gangguan mood, demam dan mual
dan muntah disangkal. Pasien tidak mengalami gangguan BAK. Pasien mengaku terdiagnosa
dengan hipertensi sejak lama namun tidak rutin kontrol dan mengonsumsi obat. Berdasarkan CT
scan, struktur adrenal gland sisi kiri sulit diidentifikasi berupa massa isohipodens heterogen
dengan central nekrotik, tepi berkalsifikasi, batas tidak tegas pada regio suprarenal kiri, curiga
berasal dari adrenal gland ukuran +/- 6,1 x 5,5 x 4,9 cm, massa tampak mendesak struktur ginjal
ke posteroinferior.
15
1.7. Tatalaksana
Tatalaksana Medikamentosa
Amlodipin 1 x 5 mg PO
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Kalnex 3 x 500 mg IV
Vit K 3 x 10 mg IV
Tatalaksana Operatif
Diagnosa pra operasi : Tumor Adrenal Sinistra
Jenis operasi : Adrenectomy Sinistra
Diagnosa pasca operasi : Tumor Adrenal Sinistra
Metode anestesi : General Anesthesia (GA)
Tanggal operasi : 8 Juni 2021
Mulai – selesai : 16.00 – .00 WIB
Durasi operasi : 1 jam 20 menit
Laporan Operasi :
(08/046/2021)
Large Specimen
16
Makroskopik :
Diterima jaringan dengan keterangan jaringan tumor adrenal sinistra, warna putih
kekuningan, kenyal, ukuran 7x5x5 cm. Sebagian cetak
Mikroskopik :
Sediaan tumor adrenal sinistra berkapsul jaringan ikat, terdiri atas sel-sel difus dengan
sitoplasma jernih, berinti sebagian kecil-kecil, sebagian pleomorfik, kromatin kasar dan
nukleoli nyata. Pada bagian lain sel dengan sitoplasma eosinofilik. Tampak perdarahan,
degenerasi, miksomatosa luas. Mitosis 10/50 LBP. Invasi kapsul ditemukan
1.9. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar Adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal merupakan kelenjar yang
terletak di bagian superior dan medial dari masing-masing ginjal, terletak di ruang
retroperitoneal, dan berada pada level tulang iga ke 11. Pada orang dewasa, setiap
kelenjar adrenal memiliki ukuran dengan panjang 3-5 cm , lebar 2-3 cm, dan dengan
ketebalan kurang dari 1 cm, dengan berat sekitar 4-5 g. 1 Kelenjar adrenal kanan
berbentuk triangular atau piramidal, dan terletak dekat dengan hemidiafragma kanan,
liver dan vena cava inferior. Kelenjar adrenal kiri cenderung berbentuk bulat dan seperti
bulan sabit, dimana terletak dekat dengan struktur aorta, di bagian permukaan bawah
terdapat bagian ekor pankreas, dan terletak limpa di bagian superior dan lateral. 1,2 Ginjal
18
Vaskularisasi dari masing-masing Kelenjar Adrenal didapatkan dari tiga arteri;
yaitu arteri adrenal superior yang berasal dari arteri phrenica inferior, arteri adrenal media
yang berasal dari aorta, dan arteri adrenal inferior yang berasal dari arteri renalis.
Beberapa arteri yang berasal dari arteri interkostal dan gonadal juga memberikan suplai
pada kelenjar adrenal. Untuk aliran vena, sangat berbeda dengan suplai arteri dimana
kelenjar adrenal mengalirkan darah hanya ke satu vena besar tiap sisinya. Vena pada
kelenjar adrenal kanan biasanya pendek dan mengalirkan langsung ke vena cava inferior.
Untuk bagian kelenjar adrenal kiri, biasanya lebih panjang, dan mengalirkan darah ke
vena renalis kiri setelah bersatu dengan vena phrenica inferior.1,2 Pada 5-10% kasus,
terdapat vena aksesoris pada kelenjar adrenal, dimana pada sisi kanan, vena aksesoris
akan mengalir ke vena hepatika kanan atau ke vena renalis kanan, dan untuk vena
aksesoris pada sisi kiri, akan secara langsung mengalirkan darah ke vena renalis kiri.1
Saat perkembangan embrionik, kelenjar adrenal terbagi menjadi dua bagian baik
secara struktural maupun fungsional, yaitu bagian adrenal korteks dan adrenal medulla.
Adrenal korteks merupakan struktur yang berada di bagian perifer, dimana tampak
19
berwarna kuning karena kandungan tinggi lipid dan membentuk 80-90% dari volume
kelenjar. Adrenal medulla berada di bagian sentral, membentuk 10-20% volume kelenjar
Secara Histologi, bagian korteks adrenal terbagi lagi menjadi tiga zona sesuai
hormon yang disekresikan, yaitu zona glomerulosa, zona fasciculata dan zona reticularis.
Zona Glomerulosa merupakan zona terluar dari korteks adrenal, dan terdiri dari sel-sel
yang tersusun secara rapat, berbentuk kelompok bulat atau kolom melengkung, dan
fasciculata, terbentuk dari sel-sel tersusun dalam kolom-kolom panjang dan lurus,
merupakan zona paling besar pada korteks adrenal, dan tempat hormon glucocorticoids
dihasilkan. Bagian terdalam, yaitu zona reticularis, terbentuk dari sel-sel tersusun
lebih dalam terdapat bagian adrenal medulla yang memproduksi hormon katekolamin,
yaitu epinefrin dan norepinefrin. Sel-sel pada adrenal medulla tersusun teratur seperti tali
dan berbentuk polihedral. Sel-sel tersebut dikenal juga dengan nama sel chromaffin,
20
Gambar 1.3. Histologi Kelenjar Adrenal2
21
- Kadar renin dalam darah akan meningkat
- Renin yang disekresikan tadi akan mengonversi angiotensinogen (protein
plasma yang diproduksi liver) menjadi angiotensin I
- Kadar angiotensin I dalam darah akan meningkat
- Saat darah mengalir di kapiler terutama di paru-paru, Angiotensin-
Converting Enzyme (ACE) akan mengonversi Angiotensin I menjadi
Angiotensin II
- Kadar angiotensin II dalam darah akan meningkat
- Angiotensin II akan menstimulasi tersekresinya hormon aldosterone dari
korteks adrenal & merangsang kontraksi otot polos di dinding arteriol
sehingga akan terjadi vasokonstriksi dari arteriol yang akan meningkatkan
tekanan darah menjadi normal
- Kadar aldosterone meningkat dalam darah dan bersirkulasi di ginjal
- Kerja aldosterone di ginjal: meningkatkan reabsorbsi natrium (Na+) dan
air sehingga volume urin akan menurun.
- Aldosterone juga menstimulasi ginjal untuk meningkatkan sekresi K+ dan
H+ ke dalam urin
- Peningkatan absorbsi air di ginjal → volume darah dapat meningkat
- Volume darah meningkat → tekanan darah akan meningkat ke normal
- Aldosterone juga akan tersekresi apabila ada peningkatan konsentrasi K+
di dalam darah
22
Gambar 1.4. Jalur Renin-Angiotensin-Aldosterone1
b. Zona Fasikulata
Zona tengah dan terluas dari korteks adrenal yang memproduksi hormon
glukokortikoid. Glukokortikoid berfungsi dalam pengaturan metabolisme dan
pertahanan terhadap stres. Yang termasuk dalam glukokortikoid yaitu hormon
kortisol (hydrocortisone), kortikosteron, dan kortison. Dari ketiga hormon yang
dihasilkan, kortisol merupakan hormon yang paling banyak tersekresi, yaitu
sekitar 95% dari aktivitas glukokortikoid. Sekresi glukokortikoid diatur melalui
sistem negative feedback.1
Apabila kadar glukokortikoid dalam darah rendah (terutama kortisol),
maka akan menstimulasi sel-sel neurosekretori di hipotalamus untuk sekresi
corticotropin-releasing hormone (CRH). CRH bersama dengan kadar kortisol
yang rendah juga akan membantu pelepasan adrenocorticotropic hormone
(ACTH) dari hipofisis anterior. ACTH yang ada di dalam sirkulasi, akan dibawa
ke korteks adrenal. Di korteks adrenal, ACTH akan merangsang sekresi
glukokortikoid. Selain itu, tekanan fisik dan emosional juga akan meningkatkan
pelepasan CRH di hipotalamus.2
23
Gambar 1.5. Negative Feedback Glukokortikoid
24
Glukokortikoid akan merangsal hepatosit untuk mengonversi asam amino
atau asam laktat menjadi glukosa yang akan digunakan untuk produksi
ATP. Glukoneogenesis adalah proses pengubahan zat selain glikogen dan
monosakarida lainnya menjadi glukosa.
4. Ketahanan terhadap stres
Glukosa tambahan yang diproduksi oleh hepatosit akan menyediakan
jaringan sebagai sumber ATP yang siap melawan berbagai tekanan.
Glukokortikoid juga akan membuat pembuluh darha menjadi lebih sensitif
terhadap hormon lain yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah.
5. Efek anti-inflamasi
Glukokortikoid mnghambat leukosit yang memberikan respon terhadap
inflamasi sehingga glukokortikoid juga sangat berguna sebagai terapi dari
penyakit inflamasi kronik seperti artritis reumatik
6. Immonosupresi
Glukokortikoid dosis tinggi akan menekan sistem imun sehingga sering
diberikan kepada pasien yang baru menerima transplantasi organ untuk
memperlambat penolakan jaringan oleh sistem kekebalan.
c. Zona Retikularis
Zona teradalam dari korteks adrenal yang menghasilkan sejumlah kecil
hormon androgen lemah. Androgen utama yang disekresikan adalah
dehydroepiandosterone (DHEA).
Pada pria, setelah masa pubertas, sebuah androgen yaitu testosterone akan
dilepaskan dalam jumlah besar oleh testis sehingga jumlah androgen yang
disekresikan oleh kelenjar adrenal apda laki-laki terbilang sangat rendah dan tidak
signifikan.
Sementara pada wanita, androgen yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal
memiliki peranan penting untuk meningkatkan libido dan diubah menjadi
estrogen. Saat wanita sudah menopause, sekresi estrogen oleh ovarium akan
berhenti sehingga semua estrogen wanita hanya berasal dari konversi androgen
25
adrenal. Androgen adrenal juga akan merangsang pertumbuhan rambut ketiak dan
kemaluan pada anak laki-laki dan perempuan, serta berkontribusi pada percepatan
pertumbuhan pra-pubertas. Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) adalah
hormon utama yang merangsang sekresi hormon di adrenal.1
Bagian dalam dari kelenjar adrenal yang merupakan ganglion simpatis yang
dimodifikasi dari sistem saraf otonom. Sel-sel medula adrenal yang mengeluarkan
hormon disebut dengan sel kromafin. Dua hormon utama yang disintesis di medula
adrenal adalah Epinefrin (Adrenalin) dan Norepinefrin (Noradrenalin). Sel-sel kromafin
akan mengeluarkan hormon-hormon ini dalam jumlah yang tidak seimbang yaitu sekitar
80% epinefrin dan 20% norepinefrin. Hormon pada medula adrenal hanya meningkatkan
respons simpatik di bagian tubuh lain.1
Kedua hormon yang dihasilkan di medula adrenal ini sangat penting dalam
meningkatkan respons “fight or flight”. Hormon ini akan meningkatkan meningkatkan
detak jantung dan kekuatan kontraksi sehingga akhirnya akan menignkatkan curah
jantung dan tekanan darah. Selain itu, epinephrine dan norepinefrin juga akan
meningkatkan aliran darah ke jantung, hati, otot rangka, dan jaringan adiposa; melakukan
dilatasi saluran udara ke paru-paru, dan meningkatkan kadar glukosa serta asam lemak di
dalam darah.1
2.3. Definisi
26
Tumor kelenjar adrenal merupakan pertumbuhan abnormal jaringan pada kelenjar
adrenal, baik menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Karena kelenjar adrenal secara
fisiologi menghasilkan berbagai jenis hormon, sehingga pada beberapa jenis tumor
kelenjar adrenal dapat terjadi sekresi berlebih dari hormon tersebut. Oleh karena hal
tersebut, selain dikenal terbagi berdasarkan tumor jinak dan ganas, tumor kelenjar adrenal
juga terbagi menjadi tumor functioning dan non-functioning.5
2.4. Epidemiologi
2.5. Etiologi
Beberapa hal bisa membuat tumorigenesis adrenokortikal terjadi, salah satunya
adalah aktivasi berbagai proto-onkogen seperti Ras, PKC, C myc, C fos, protein G,
hormon luteinisasi, dan katekolamin. Inaktivasi gen supresor tumor (antionkogen) seperti
27
TP53, TP57, TP16, H19, gen retinoblastoma dapat juga membuat hal ini terjadi.
Penghambatan apoptosis melalui mutasi gen telomerase atau BCL-2. Hiperplasia adrenal
juga dikatakan berhubungan dengan adenoma adrenokortikal fungsional. Beberapa kasus
karsinoma Adrenal juga berhubungan dengan hiperaldosteronisme primer.
Sebagian besar kanker korteks adrenal tidak diturunkan (sporadik), tetapi
beberapa (hingga 15%) disebabkan oleh genetik. Sindrom Li-Fraumeni adalah kondisi
langka yang paling sering disebabkan oleh cacat pada gen TP53. Orang dengan sindrom
ini memiliki risiko tinggi terkena beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara,
kanker tulang, kanker otak, dan kanker korteks adrenal. Orang dengan sindrom
Beckwith-Wiedemann juga memiliki peningkatan risiko terkena kanker ginjal, hati, dan
korteks adrenal.7
Pasien dengan Multiple endokrin neoplasia memiliki risiko yang sangat tinggi
untuk mengembangkan tumor dari 3 kelenjar: hipofisis, paratiroid, dan pankreas. Sekitar
sepertiga hingga setengah orang dengan kondisi ini juga mengembangkan adenoma
adrenal (tumor jinak) atau kelenjar adrenal yang membesar. Sindrom ini disebabkan oleh
cacat pada gen MEN1. Orang yang memiliki riwayat keluarga MEN1 atau kanker
hipofisis, paratiroid, pankreas, atau adrenal harus datang ke konseling genetik.
Pasien dengan polip adenomatosa familial memiliki risiko kanker adrenal yang
lebih tinggi. Namun, sebagian besar tumor adrenal pada pasien dengan FAP adalah
adenoma jinak. Sindrom ini disebabkan oleh kesalahan pada gen yang disebut APC.
Sindrom Lynch atau kanker kolorektal nonpolyposis herediter adalah kelainan genetik
bawaan yang meningkatkan risiko kanker kolorektal, kanker perut, dan beberapa kanker
lainnya, termasuk kanker korteks adrenal. Dalam kebanyakan kasus, kelainan ini
disebabkan oleh cacat pada gen MLH1 atau MSH2, tetapi gen lain dapat menyebabkan
sindrom Lynch, termasuk MLH3, MSH6, TGFBR2, PMS1, dan PMS2.
Faktor risiko seperti berat badan yang berlebihan, merokok, gaya hidup sedenter,
dan jika seseorang terpapar zat penyebab kanker di lingkungan dapat mempengaruhi
resiko seseorang terkena berbagai jenis kanker. Meskipun tidak satu pun dari faktor-
faktor ini ditemukan secara pasti mempengaruhi risiko seseorang terkena kanker adrenal,
merokok telah disarankan sebagai faktor risiko utama oleh beberapa penelitian.8
28
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis dari tumor adrenal sama dengan patogenesis tumor lainnya, yaitu
dimana akan terjadinya tiga tahap: inisiasi, promosi, dan progresi. Pada tahap inisiasi,
terjadi aktivasi dari oncogene (gen yang pada sel normal menyebabkan pertumbuhan
yang abnormal/tumor), terhambat atau hilangnya kemampuan tumor supressor genes.
Tahap inisiasi dapat dimulai dengan satu sel, atau dapat melibatkan sekumpulan sel pada
organ target yang disebut sebagai field effect. Tahap promosi hanya terjadi apabila sel
atau jaringan target telah melalui tahap inisiasi, pada tahap ini sel tersebut berproliferasi
dan menghasilkan banyak sel turunan yang memiliki inti sel yang berbeda dari sel yang
normal. Tahap promosi disebabkan oleh promoter, yaitu suatu senyawa yang memiliki
efek proliferasi terhadap sel.9
Secara garis besar promoter dibagi menjadi dua kategori, yaitu promoter spesifik
yang bekerja pada reseptor sel atau jaringan target, dan promoter non-spesifik yang
bekerja dengan mengubah pola ekspresi gen terhadap proliferasi tanpa diketahuinya
reseptor spesifik. Tahap progresi adalah tahap di mana tumor yang semula jinak
berkembang menjadi lebih agresif secara bertahap hingga menjadi kanker yang invasif.
Progresi dapat terjadi akibat proses mutasi dan proliferasi yang berulang-ulang,
setidaknya diperlukan empat hingga lima mutasi pada gen agar tumor dapat berprogresi
menjadi tumor ganas, sementara tumor jinak hanya memerlukan lebih sedikit mutasi pada
gen.9
Karakteristik biologis tumor ditentukan oleh seberapa banyak perubahan pada
kode genetik pada masing-masing inti sel tumor. tergantung pada pertumbuhan tumor
baik jinak atau ganas di zona tertentu. Tumor pada korteks adrenal dapat menimbulkan
salah satu dari tiga sindrom hipersekresi yang terdiri dari Sindrom Conn, Sindrom
Cushing dan Sindrom Androgenital. Sindrom Conn atau dikenal juga dengan
Hiperaldosteronisme terjadi akibat produksi aldosteron yang berlebihan oleh sel-sel pada
zona glomerulosa. Hal tersebut sering terjadi pada pasien dewasa, dengan prevalensi
cenderung lebih tinggi pada wanita. Pada sekitar 80% kasus, penyebabnya adalah
Adenoma Adrenokortikal dan pada 20% kasus terjadi karena Hiperplasia Bilateral
korteks adrenal. Gejala yang muncul berupa kelemahan otot, sakit kepala, hipertensi
arteri, hipokalemia, alkalosis metabolik dan kadar renin plasma yang rendah.9
29
Sindrom Cushing disebabkan oleh hipersekresi dari kortisol. Beberapa gejala khas
dari sindrom cushing meliputi obesitas, wajah moon-shaped, munculnya striae pada
perut, payudara dan paha, hirsutisme, jerawat, hipertensi, dan osteoporosis. Sekitar 20-
30% dari semua kasus sindrom Cushing disebabkan oleh tumor jinak atau ganas dari
korteks adrenal. Pada anak perempuan pubertas, sindrom Cushing biasanya merupakan
konsekuensi dari bentuk tumor ini.9
Sindrom adrenogenital hampir selalu disebabkan oleh tumor di dalam zona
reticularis, yang menghasilkan androgen atau estrogen dalam jumlah berlebihan dan
kadang-kadang juga kortisol. Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak dan remaja. Pada
usia pra pubertas, sindrom adrenogenital jauh lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria. Overproduksi androgen pada wanita menyebabkan virilisasi yang memanifestasikan
dirinya melalui hirsutisme, atrofi payudara, dan oligomenorea. Pada anak laki-laki,
kelebihan produksi androgen menyebabkan pubertas yang lebih cepat, sedangkan pada
pria dewasa sindrom adrenogenital hampir tidak dapat dideteksi.9
Produksi estrogen yang berlebihan menyebabkan feminisasi pria dewasa, yang
dapat memanifestasikan dirinya melalui ginekomastia, atrofi testis dan penurunan libido.
Pada anak perempuan prapubertas, akibat kelebihan produksi estrogen oleh tumor
kelenjar adrenal adalah pubertas dini. Gejala subjektif pertama dari karsinoma
adrenokortikal adalah nyeri tumpul yang persisten yang disebabkan oleh tekanan tumor
pada organ yang berada di sebelahnya atau oleh infiltrasi ke dalam berkas saraf. Nyeri
perut hebat dapat muncul jika terjadi perdarahan akut ke dalam tumor atau terjadinya
ruptur karsinoma adrenokortikal.9
Sel-sel medula adrenal menghasilkan katekolamin, yang utama adalah adrenalin
dan noradrenalin, yang mempengaruhi pengaturan berbagai fungsi fisiologis dan
metabolisme. Penyakit medula adrenal yang paling signifikan adalah pheochromocytoma.
Dalam 80-90% kasus, pheochromocytoma terjadi karena tumor soliter. Tanda
patognomonik dari pheochromocytoma adalah hipertensi paroksismal yang muncul pada
sekitar 50% pasien.9
Efek biologis katekolamin bisa berupa stimulasi reseptor alfa-adrenergik yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan kontraktilitas jantung,
glikogenolisis, glukoneogenesis, dan relaksasi usus ataupun stimulasi reseptor beta-
30
adrenergik yang menghasilkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Tingkat
katekolamin relatif juga berbeda pada pheochromocytomas. Kebanyakan
pheochromocytomas mensekresi norepinefrin secara dominan, sedangkan sekresi dari
medula adrenal normal kira-kira 85% epinefrin.9
2.7. Klasifikasi
WHO 2017 membagi klasifikasi tumor adrenal secara garis besar menjadi
tumor korteks adrenal dan tumor medula adrenal. Pada pembagian tumor korteks
adrenal, terdiri dari adrenalcortical carcinoma, adrenal cortical adenoma, sex
cord stromal tumor, dan adenomatoid tumor. Untuk klasifikasi tumor medula
adrenal terdiri atas pheochromocytoma, neuroblastoma, dan ganglioneuroma. 10,11
31
Amerika. ACC harus dipikirkan sebagai diagnosis banding ketika dicurigai tumor
adrenal lebih dari 6 cm.12,13
Pada jenis tumor adrenal ini, tidak ada kecenderungan terhadap jenis
kelamin. Penelitian menyatakan puncak pertama dapat terjadi pada masa kanak-
kanak, lalu puncak kedua pada dekade ke 4 dan 5 kehidupan. Adrenalcortical
carcinoma diasosikan dengan beberapa penyakit seperti Li Fraume Syndrome
(mutasi pada TP53) Beckwith-Wiedemann syndrome, dan hiperplasia adrenal
korteks.12
Pasien dengan ACC melaporkan penurunan berat badan. Virilasi
dilaporkan pada wanita (untuk tumor yang mensekresi androgen), dan feminisasi
pada pria (untuk tumor yang mensekresi estrogen). Pasien dengan ACC yang
tidak aktif secara hormon biasanya datang dengan keluhan gastrointesinal atau
nyeri pinggang belakang yang disebabka oleh efek massa yang mendesak. Tumor
yang bersifat highly necrotic dapat menyebabkan demam dan dapat menstimulasi
proses infeksi. Tumor ini cenderung dapat mengivasi vena adrenal, vena cava,
daerah ginjal dan retroperineum sehingga dapat menyebabkan tromboemboli.
Metastasis terjadi ke liver hingga 60%, nodus limfa 40%, paru-paru 40%.
Untuk membantu diagnosis, pada pasien ACC akan ditemukan
dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) yang meningkat. Pada CT scan akan
didapatkan batas tidak teratur, peningkatan teratur, kalsifikasi, area nekrotik
dengan degenerasi kistik dengan Unit Houncefield tinggi (+/- 39 HU). Pada
pemeriksaan histologi akan ditemukan invasi kapsul, aktivitas mitosis yang
ditandai dengan bentuk atipikal, berbagai pola pertumbuhan yang terdiferensiasi
dengan baik menjadi sel anaplastic dan banyak neurofril, giant cell, dengan ciri
sarkomatoid serta inklusi globular eosinofilik dan nekrosis. Pada pemeriksaan
sitologi akan ditemukan sel tunggal, sel kohesif yang buruk dengan latar belakang
nekrotik, sitoplasma tervakuolasi menjadi esofinofilik padat dan sering ditandai
atipia nuklir dan aktivitas mitosis. Selain itu menilai stratifikasi rasio dan
membuktikan bahwa ini adalah ACC, dapat digunakan Skor Weiss dan apabila
nilai diatas yang terdiri parameter dari sebagai berikut:14
32
Tabel 2. Weiss System
33
ACA dapat menimbulkan gejala endokrin murni atau campuran. Yang paling
sering ditemukan adalah hiperaldosteronisme (Conn’s Syndrome) dimana
bermanifestasi sebagai hipertensi, kelemahan otot proksimal, sakit kepala,
poliuria, takikardia, hipokalemi dan hipokalsemia karena akibat peningkatan
retensi air dan natrium pada tubulus distal nefron. Feminisasi, karena peningkatan
dari androgen dan proses aromatisasi sehingga ada peningkatan estrogen dengan
tanda ginekomastia. Selain itu ada hiperkotikolism atau sindrom Cushing yang
memiliki gejala dan tanda obesitas, moon facies, striae, kulit tipis yang mudah
memar, hirsutism, telangiectasia dan hiperhidrosis. Virilisasi dapat ditemukan,
pada wanita ada peningkatan massa otot (Herculean habitus), klitoromegali dan
pada laki – laki ada pembesaran penis. 15
2.7.3 Phaechromocytoma
34
neurofibromatosis type 1 gene (NF1) dan mitochondrial succinate dehydrogenase
subunits D dan B genes (SDHD, SDHB). Malignant pheochromocytoma dapat
dinyatakan apabila ada tanda dan bukti metastasis. Pheochromocytoma terdiri
10% ekstra adrenal, 10% familial, 10% bilateral, 10% pediatrik dan 10% ganas. 13
Pheochromocytoma memiliki gejala trias yang terdiri dari sakit kepala bersifat
episodik, keringatan, takikardia pada 30% kasus. Gejala lainnya termasuk
palpitasi, ansietas, hipotensi postural dan paroksismal hipertensi. Diagnostik
phaechromocytoma jarang menggunakan biopsi aspirasi karena gambaran
histologinya sering tumpang tindih dengan gambaran medula adrenal yang
normal. Pada gambaran potong lintang, adrenal pheochromocytoma ditemukan
lesi yang vaskularitas yang kaya dan konten lipid rendah dengan > 10 HU pada
CT scan tanpa kontras.18,19,20
2.7.4 Neuroblastoma
35
Adrenal Incidentaloma (AI) merupakan massa adrenal yang ditemukan secara
kebetulan, biasanya setelah prosedur pencitraan rutin yang tidak berhubungan
dengan kelenjar adrenal. Pada umumnya, pasien tidak menunjukkan tanda –
tanda kelebihan hormon atau keganasan yang jelas terlihat. Teknik pencitraan
telah meningkat dan lebih umum digunakan, sehingga semakin banyak
insidentaloma adrenal yang dapat ditemukan. Kemungkinan mengalami
insidentaloma adrenal meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia 50 tahun,
ada risiko 3% mengalami insidentaloma adrenal dan meningkat hingga 7% pada
usia 70 tahun. Meskipun sebagian besar insidentaloma adrenal tidak
menyebabkan keluhan ataupun masalah, namun harus dievaluasi dan investigasi
awal pilihan adalah CT scan tanpa kontras.23
2.7.6 Ganglioneuroma
Ganglioneuroma merupakan neoplasma jinak matur yang berasal dari sel neural
crest dari simpatetik ganglia ataupun medulla adrenal. Ganglioneuroma termasuk
salah satu jenis tumor yang paling ter diferensiasi. Sering terjadi pada anak-anak
diatas 7 tahun. Kasus adrenal ganglioneuroma cenderung terjadi pada orang
muda, 20% kasus terjadi pada dekade ke 4 dan 5 dan sekitar 50% terjadi pada usia
10-29 tahun. Tumor ini diasosiasikan dengan predisposisi familial Turner
Syndrome.24
36
2.8. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dialami oleh pasien dengan tumor adrenal bergantung pada
jenis dari tumor.
37
● Gejala hormon mineralokortikoid tinggi: Hormon aldosteron merupakan
jenis hormon mineralokortikoid yang paling penting. Akibat dari tingginya
kadar aldosteron, tanda yang paling sering muncul adalah adanya
hipertensi yang bersifat resisten walaupun sudah diberikan beberapa jenis
obat penurun tekanan darah. Gejala yang dapat ditimbulkan karena
hipertensi berupa sakit kepala, penurunan penglihatan dan pusing. Selain
hipertensi, pasien dengan kadar aldosteron yang tinggi dapat memiliki
tingkat kalium yang rendah, hal ini dapat menyebabkan beberapa keluhan
antara lain kelelahan, buang air kecil berlebihan, peningkatan rasa haus,
kram otot, dan kelemahan pada otot. 29
2.8.2 Pheochromocytoma
Pasien dengan tumor jenis ini pada umumnya terdiagnosis setelah adanya
investigasi terhadap hipertensi yang bersifat persisten. Triad dari gejala yang
dialami pasien dengan pheochromocytoma adalah sakit kepala, palpitasi dan
diaforesis. Gejala yang dapat ditimbulkan pada kasus jinak atau ganas adalah
sebagai berikut; 26
● Kulit: berkeringat, kemerahan, atau memucat
● Kardiovaskular: hipertensi, takikardi, perubahan ritme yang paroksismal,
nyeri dada, hipotensi postural
● Sistem saraf pusat: sakit kepala, tremor, mudah marah, perubahaan mood,
psikosis dan anoreksia
● Metabolik: penurunan berat badan, peningkatan metabolic rate, dan
glikosuria
2.8.3 Neuroblastoma
Tumor jenis ini juga berasal dari sel krista saraf, namun sifat sel nya yang
lebih imatur dan tidak terdiferensiasi dengan baik membuat tumor jenis ini
cenderung lebih ganas dibanding ganglioneuroma. Gejala yang ditimbulkan
bervariasi. Gejala berupa massa abdomen merupakan tanda yang paling sering
muncul. Massa bersifat tidak nyeri namun dapat disertai nyeri abdomen yang
38
bersifat ringan. Gejala lain yang dapat terjadi berupa demam, kelelahan,
penurunan berat badan dan anemia. Apabila sudah bermetastase, akan
menimbulkan gejala lain tergantung dari organ yang terkena dampak dari
tumor.26,30
2.8.4 Ganglioneuroma
2.9. Diagnosis
Pasien dengan massa adrenal memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap,
pemeriksaan hormonal, serta pemeriksaan imaging untuk evaluasi massa. Umumnya pasien
terdiagnosis dengan massa adrenal memiliki keluhan extra-adrenal sebelumnya, seperti nyeri
abdomen yang tidak spesifik, nyeri lumbar, nefropati, atau gangguan liver/bilier. Keluhan karena
produksi hormon berlebih juga seringkali menjadi keluhan pada pasien dengan massa adrenal,
seperti hipertensi, obesitas generalized, dan toleransi glukosa abnormal, serta beberapa temuan
seperti hirsutism, striae, dan ginekomastia.1,2
39
bersifat tidak fungsional (silent tumor) dan gejala pada tumor yang aktif secara hormonal. Silent
tumor terdapat pada 40% kasus ACC. Gejala yang dapat dialami pada penderita ACC yang tidak
fungsional adalah demam, penurunan berat badan, nyeri pada bagian abdomen, nyeri punggung,
rasa penuh pada abdomen, dan gejala yang berhubungan dengan metastasis. Pada ACC, 30-40%
akan mengalami gejala Cushing's Syndrome, sedangkan 20-30% memiliki sindroma virilisasi.32
40
2.9.1.2.2 Adrenocortical carcinoma
Pada pemeriksaan fisik, karena ukuran carcinoma yang pada umumnya memiliki
ukuran lebih besar (>4 cm) maka dapat palpasi massa pada saat melakukan palpasi
abdomen. Pada pemeriksaan fisik, juga terdapat tanda-tanda yang sesuai dengan produksi
hormon yang meningkat. Hormon androgen yang meningkat pada wanita dapat
menimbulkan tanda virilisasi berupa hipertrofi klitoris, jerawat, dan pertumbuhan rambut
kelamin dan ketiak yang meningkat. Pada kasus yang lebih langka, dapat terjadi
peningkatan hormon estrogen yang meningkat pada pria dengan tanda berupa
ginekomastia dan hipertensi. Apabila hormon kortisol yang meningkat karena adanya
karsinoma, maka dapat terdapat tanda-tanda Cushing's syndrome.32
41
2.9.1.3 Pemeriksaan Penunjang
42
o <5 mikrogram/dL = normal
o 5-10 mikrogram/dL = tes harus diulang atau dapat dilakukan pemeriksaan urin kortisol
o >10 mikrogram/dL= Cushing's syndrome
Hasil positif palsu dapat terjadi pada wanita hamil, penyakit akut, depresi dan
alkoholisme. Pada 15% pasien obese, kortisol tidak akan menurun pada tes ini.
43
pg/mL. Pada pasien dengan kadar plasma ACTH yang meningkat, dapat dilakukan
pemeriksaan imaging untuk menentukan letak asal dari peningkatan ACTH. MRI pituitari
merupakan tahap pertama. Sebanyak 50-60% pasien dengan Cushing's disease akan
mendapatkan hasil positif, sisanya akan mendapatkan hasil positif pada pengambilan
sampel ACTH melalui drainase vena dari pituitari anterior yaitu melalui sinus cavernosa
dan sinus petrosal inferior. Apabila MRI dan drainase vena tidak dapat menentukan
diagnosis maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan CT scan abdomen dan dada untuk
melokalisir tumor ektopik. 33
44
2.9.1.3.7.1 Adrenocortical adenoma
45
2.9.1.3.7.2 Adrenocortical carcinoma
Gambar 1.9. CT Non-contrast Adrenocortical Carcinoma Kiri (Terdapat Batas Iregular dan Massa
Satelit Kecil dibagian Medial)
Karsinoma umumnya memiliki diameter > 5 cm dan seringkali bersifat invasif
secara lokal atau terdapat metastasis ke hati atau paru-paru. Umumnya adrenal
kontralateral akan tertekan sehingga akan terlihat atrofi atau berukuran normal.
Karakteristik yang tampak pada CT scan adalah massa besar, heterogen dengan atenuasi
dibagian central yang rendah karena adanya nekrosis tumor, ukuran yang iregular,
kalsifikasi, unilateral, washout yang lambat (<50% dalam 10 menit), dan adanya tanda
invasi lokal.
46
Adrenocortical ● Hipo intensitas pada liver di T1
carcinoma ● Intensitas sedang sampai dengan tinggi pada T2
● Adanya bukti invasi lokal
47
2.9.2 Primary Aldosteronism (Conn's Syndrome)
2.9.2.1 Anamnesis
Diagnosis adanya hiperaldosteronism primer pada umunya didapatkan pada dekade
ketiga hingga keenam pada kehidupan pada saat dilakukan evaluasi hipertensi. Pasien dapat
mengalami gejala sakit kepala, polidipsi, palpitasi, poliuria, nokturia dan kelemahan otot karena
adanya hipokalemia. Selain itu pasien juga dapat mengalami kebas dan kesemutan pada bagian
ekstremitas.36,37
48
Gambar 1.10 Bagan Pemeriksaan Penunjang pada Hiperaldosteronism Primer
2.9.2.3.1 Skrining
Indikasi untuk melakukan skrining adalah adanya hipertensi dengan hipokalemia,
hipertensi resisten (konsumsi 3 atau lebih jenis obat namun tekanan darah tidak terkontrol
dengan baik), AI dengan hipertensi, hipertensi dengan early-onset (dibawah 20 tahun)
atau stroke dengan early-onset (dibawah 50 tahun), hipertensi berat (≥160/≥110),
pertimbangan adanya penyebab hipertensi sekunder (pheochromacytoma atau
49
penyakit renovaskular), hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan (spontan atau diinduksi
diuretik), dan adanya bukti kerusakan pada target organ yang tidak sesuai dengan derajat
hipertensi.
Sebelum melakukan skrining, hipokalemia harus dikoreksi dan obat yang bersifat
kontraindikasi harus dihentikan yaitu antagonis reseptor mineralokortikoid (diberhentikan
6 minggu sebelum dilakukan tes) dan dapat diganti menjadi alpha 1 receptor blocker atau
long acting calcium channel blocker. 38
Skrining dilakukan dengan cara mengambil sampel darah pada pagi hari (pukul
08.00-10.00) untuk menilai plasma aldosterone concentration (PAC) dan plasma renin
activity (PRA). Hasil yang menandakan adanya hiperaldosteronisme primer adalah: 53,54
○ PAC= >20 ng/dL
○ Rasio PAC: PRA = >30 ng/dL
○ PRA= <1 ng/mL per jam
50
2.9.2.3.2.2 Oral Sodium Loading Test
Diet natrium sodium selama 3 hari merupakan tahap untuk melakukan
pemeriksaan ini. Setelah itu, kadar urin untuk aldosteron, natrium dan kreatinin akan
diukur. Tambahan NaCl dapat diberikan untuk memastikan intake natrium per hari
minimal 12.8 gram per hari. Diagnosis aldosteronism primer dapat ditegakkan apabila
kadar aldosteron 24 jam melebihi 12 mikrogram per hari. 32.38
51
Gambar 1.11 Subtipe hiperaldosteronism primer
52
kiri, dan vena cava inferior. Kadar aldosteron dan kortisol kemudian akan di evaluasi.
36,37,38
53
Gambar 1.13 Bagan Sampling Vena Adrenal
2.9.3 Pheochromocytoma
2.9.3.1 Anamnesis
Trias dari gejala yang dialami pasien dengan pheochromocytoma adalah sakit kepala,
palpitasi dan diaforesis. Pasien akan mengeluhkan adanya sakit kepala yang sesuai dengan tingkat
54
keparahan tekanan darah tinggi. Terdapat peningkatan kadar berkeringat tanpa ada penyebab
seperti aktivitas fisik dan lingkungan yang panas, flushing, berdebar-debar, kelemahan,
penurunan berat badan, penurunan mortalitas pencernaan, ansietas, dan ketidakstabilan psikis. 39
55
2.9.3.3.2 Katekolamin Plasma
Peningkatan kadar katekolamin dapat terdeteksi pada plasma di hampir seluruh
penderita pheochromocytoma, namun frekuensi positif palsu masih sering terjadi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil darah vena pada posisi supine tanpa
adanya riwayat pemakaian IV line dalam 30 menit terakhir, kadar normal dari
katekolamin plasma adalah: 39
· Norepinefrin: 100-200 pg/mL
· Epinefrin: 30-50 pg/mL
2.9.3.3.3 Imaging
Pheochromocytoma bersifat intra abdomen pada 98%, dan 90% merupakan intra-adrenal.
Pheochromocytoma yang berada di ekstra abdomen berasal dari mediastinum posterior, jantung
atau perikardium dan di leher. Sedangkan pheochromocytoma extra adrenal berada di
symphatetic chain, area periaorta, dan bifurkasio aorta.
Pasien dengan kadar katekolamin urin yang meningkat 2 kali lipat harus melakukan CT
scan. Jika pada CT scan terdapat tumor unilateral dan adrenal kontralateral normal, makan
diagnosis dapat ditegakkan. Pasien dengan sindroma keturunan dan pasien dengan kecurigaan
keganasan harus melakukan MIBG. Apabila hasil CT menunjukan keadaan normal, maka
dilakukan MRI atau MIBG untuk abdomen dan dada untuk melokalisir tumor. 39
2.9.3.3.3.1 Computed Tomography (CT)
Hasil pemeriksaan CT pada pasien dengan pheochromocytoma adalah vaskular
tinggi, HU >20 (unenhanced attenuation yang meningkat), washout yang lambat (<50%
dalam 10 menit), perubahan kista, perdarahan, dan ukuran yang bervariasi dengan
kemungkinan massa bilateral39
56
untuk melokalisir lesi kecil, lesi ekstra adrenal, lesi bilateral dan deposit metastatik pada
tumor ganas.39
57
Gambar 2.19 Bagan Adrenal Incidentaloma
Prinsip utama dari pemeriksaan radiologis setelah ditemukan adanya adrenal
incidentaloma adalah:41
1. Massa berukuran <1 cm tidak membutuhkan investigasi lebih jauh
2. Massa incidental harus dikategorikan berdasarkan fitur pencitraan radiologi,
ukuran massa, pertumbuhan massa (jika ada pemeriksaan imaging sebelumnya), dan
riwayat kanker
3. Adrenal CT pada massa 1-4 cm dengan densitas <10 HU merupakan adenoma
jinak
4. Stabilitas dari lesi harus diperiksa dengan modalitas dari imaging adrenal
sebelumnya (CT dada, PET-CT, USG abdomen, MRI lumbar)
5. Pertimbangkan morbiditas pasien, ekspektasi kehidupan dan kemampuan pasien
untuk menerima pengobatan sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
58
Massa yang baru muncul ataupun menjadi lebih besar memberikan kecurigaan adanya
keganasan. Pasien dengan riwayat kanker dan massa adrenal yang membesar bisa di lakukan PET/CT
atau biopsi. Pasien tanpa riwayat kanker dengan massa yang membesar, dapat melakukan pemeriksaan
biokimia dan tergantung dari pertumbuhan massa, dapat dilakukan reseksi operatif untuk menyembuhkan
kemungkinan ACC.
Apabila pasien tidak memiliki riwayat kanker, walaupun tidak memiliki karakteristik jinak
ataupun tidak memiliki hasil imaging sebelumnya, masih dapat dianggap bahwa tumor bersifat jinak.
Apabila ukuran tumor 1-2 cm, maka dapat dilakukan CT adrenal protokol pada 12 bulan kemudian,
sedangkan apabila ukuran tumor 2-4 cm maka dilakukan CT adrenal protokol pada saat yang sama.
Jika pasien tidak memiliki riwayat imaging sebelumnya, memiliki riwayat kanker, namun
massa adrenal bersifat terisolasi, maka dapat dilakukan CT adrenal protokol. Apabila massa adrenal
memiliki nekrosis sentral, maka kemungkinan besar lesi bersifat metastatis dan membutuhkan biopsi
adrenal atau PET/CT.
2.9.5 Neuroblastoma
Sekitar 65-70% pasien neuroblastoma karena tumor abdomen merupakan tumor pada
bagian medulla adrenal. Neuroblastoma adrenal lebih umum terjadi pada adrenal kanan dengan
persentase kasus yaitu 49%, adrenal kiri lebih jarang terjadi dengan persentase 24%, sedangkan
neuroblastoma pada kedua adrenal hanya terjadi pada 2% kasus. Pada anamnesis, pasien dapat
datang tanpa gejala, namun pasien dapat mengeluhkan rasa penuh pada perut, demam, penurunan
berat badan, anoreksia, failure to thrive, kelemahan, mudah marah dan nyeri tulang. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan massa abdomen berbentuk ireguler yang melewati batas
midline, padat, dan tidak nyeri.38
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sampel urin untuk
mengukur kadar katekolamin. Sebanyak 90% dari seluruh kasus neuroblastoma, terdapat
peningkatan homovanillic acid (HVA) atau vanillylmandelic acid (VMA) pada urin. Selain itu,
pemeriksaan pencitraan juga dapat dilakukan. Pada prenatal neuroblastoma, tumor akan terdeteksi
59
pada pemeriksaan USG pada usia 19 minggu kehamilan. Pada anak yang datang dengan massa
abdomen, hasil USG akan menunjukan adanya massa padat heterogen dengan kalsifikasi, jika
letak neuroblastoma ada di kelenjar adrenal, akan ada perubahan posisi dari ginjal terdekat. Pada
pemeriksaan CT scan dan MRI, keduanya menunjukkan adanya massa padat heterogen yang
melewati midline. Pada pemeriksaan histologi setelah melakukan biopsi insisi pada lokasi tumor,
neuroblastoma masuk kepada kategori sel tumor ganas yang berbentuk bulat kecil.
Neuroblastoma kadang disebut sebagai “biru” karena memiliki nukleus besar yang hiperkromatik
dengan sitoplasma yang tipis. Pemeriksaan MIBG menggunakan iodine 123 dan 131 sebagai
analog norepinefrin juga dapat dilakukan.39
2.9.6 Ganglioneuroma
Pasien pada umumnya tidak mengeluhkan adanya gejala, walaupun 30% pasien dengan
ganglioneuroma memiliki peningkatan kadar katekolamin pada urin dan plasma, pada umumnya
tetap tidak menimbulkan gejala. Ganglioneuroma terdapat pada 0.3-2% dari seluruh kasus kasus
AI. Pada pemeriksaan USG, ganglioneuroma berbentuk lesi dengan batas jelas, homogen, dan
hypo-echogenic. Pada pemeriksaan CT scan, ganglioneuroma ditemukan sebagai massa dengan
batas jelas, berbentuk lobural, dan padat. Seringkali, massa membungkus pembuluh darah namun
tidak menekan atau menyebabkan adanya oklusi. Pada pemeriksaan MRI, gambar T1
menunjukan sinyal rendah/menengah secara homogen, sedangkan gambar T2 menunjukan sinyal
menengah/tinggi secara heterogen. Pada pemeriksaan histologi, ganglioneuroma memiliki 2 jenis
karakteristik yaitu tipe “mature” dan tipe “maturing”. Tipe mature menunjukan adanya sel
schwann, sel ganglion, dan sel perineural dewasa di dalam fibrosa stroma tanpa neuroblast dan
mitosis. Sedangkan tipe maturing menunjukkan adanya populasi sel yang sama namun memiliki
derajat kematangan sel yang beragam. 34,33
2.10. Tatalaksana
60
korteks adrenal fasciculata, sindrom Conn, muncul dari hipersekresi aldosteron
yang dihasilkan oleh korteks adrenal glomerulosa, dan Feokromositoma yang
muncul dari adrenal medula dan menghasilkan katekolamin.
Diagnosis pra-operasi yang benar sangat penting, dengan konfirmasi
bentuk yang tepat dari hipersekresi dan lateralisasinya. Jika tidak terdapat
perubahan makroskopik yang terlalu signifikan pada kelenjar adrenal, ahli bedah
harus bekerja dengan lapangan operasi dengan visibilitas tinggi dan hemostasis
harus optimal untuk membedakan penyimpangan kecil dalam hubungan anatomis
dan fisiologis. Selain itu, perawatan pra dan pasca operasi harus memungkinkan
penghindaran atau tindakan cepat yang harus diambil dalam kasus keadaan kritis
karena penghilangan hiperfungsi hormonal.
Adrenalektomi adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan
pheochromocytoma. Tujuan utama pembedahan adalah untuk mereseksi tumor
sepenuhnya dengan manipulasi tumor seminimal mungkin tanpa memecahkan
kapsul tumor. Pendekatan yang bersifat invasif secara minimal pada kelenjar
adrenal adalah prosedur pilihan untuk pasien dengan pheochromocytoma
intraadrenal soliter kecil yang tidak memiliki gambaran radiologis yang mengarah
ke keganasan. Pendekatan laparoskopi atau robotik transabdominal dan
retroperitoneal telah berhasil digunakan, meskipun ada beberapa bukti bahwa
pendekatan retroperitoneal lebih disukai. Kunci keberhasilannya adalah ahli
bedah endokrin dengan keahlian dalam teknik robotik atau laparoskopi dan
operasi pada pheochromocytomas. Kurangnya pengalaman dapat menyebabkan
kesalahan kritis dalam manajemen; misalnya, kapsul tumor intraoperatif pecah
dengan penyemaian retroperitoneum dan menciptakan situasi yang tidak dapat
disembuhkan.
Tumor unilateral yang memproduksi aldosteron paling baik ditatalaksana
dengan adrenalektomi, yang dapat dilakukan melalui laparoskopi atau pendekatan
terbuka. Adrenalektomi laparoskopi adalah pengobatan pilihan untuk pasien
dengan adenoma adrenal. Adrenalektomi biasanya dilakukan melalui pendekatan
anterior terbuka (open) untuk memfasilitasi deteksi tumor bilateral, lesi
ekstraadrenal atau lesi metastasis. Namun, sebagian besar pheochromocytoma
61
dengan diameter < 5 cm dapat direseksi dengan aman secara laparoskopi.
Adrenalektomi biasanya dilakukan untuk tumor besar (≥ 6 cm) atau yang
dicurigai sebagai kanker adrenokortikal.
Dalam adrenalektomi terbuka atau laparoskopi, kelenjar dapat dicapai
secara anterior, lateral atau posterior melalui retroperitoneum. Pilihan pendekatan
tergantung pada ukuran dan sifat lesi dan keahlian ahli bedah. Adrenalektomi
laparoskopi telah menjadi prosedur standar pilihan untuk eksisi sebagian besar
lesi adrenal yang tampak jinak dengan diameter < 6 cm. Pertimbangan teknis dan
pengalaman ahli bedah, daripada ukuran tumor absolut, biasanya menentukan
ambang ukuran untuk reseksi laparoskopi. Adrenalektomi laparoskopi yang hand-
assisted dapat menjadi jembatan antara adrenalektomi laparoskopi dan konversi
ke prosedur terbuka. Belum ada randomised trial yang membandingkan
adrenalektomi terbuka dan laparoskopi secara langsung. Namun, penelitian telah
menunjukkan gambaran bahwa adrenalektomi laparoskopi terkait dengan
perdarahan yang lebih sedikit, nyeri pasca operasi yang berkurang, penggunaan
narkotika yang lebih sedikit, pengurangan durasi perawatan di rumah sakit dan
pasien lebih cepat kembali bekerja setelah operasi.
Adrenalektomi adalah prosedur bedah yang berisiko tinggi dan
membutuhkan tim ahli bedah dan anestesi yang berpengalaman. Variabel
kardiovaskular dan hemodinamik harus dipantau secara ketat. Pengukuran
tekanan intraarterial dan irama jantung secara terus menerus diperlukan. Dalam
pengaturan gagal jantung kongestif atau penurunan cadangan jantung,
pemantauan tekanan baji kapiler paru diindikasikan. Terapi medis persiapan
praoperasi ditujukan untuk mengontrol hipertensi yang termasuk mencegah krisis
hipertensi selama operasi, takikardia dan ekspansi volume.
Stres harus dihindari selama induksi anestesi dan penggunaan agen
inhalasi seperti isofluran dan enfluran lebih disukai karena efek depresan jantung
yang minimal. Fentanil, ketamin, dan morfin harus dihindari karena berpotensi
merangsang pelepasan katekolamin dari tumor. Obat-obatan yang digunakan
untuk kontrol tekanan darah intraoperatif termasuk nitroprusside, nitrogliserin,
phentolamine, dan nicardipine. Aritmia intraoperatif paling baik ditangani dengan
62
beta blocker kerja pendek seperti esmolol. Pasca operasi, pasien berisiko
mengalami hipotensi karena hilangnya stimulasi adrenergik dan vasodilatasi
konsekuen dan karena itu membutuhkan resusitasi volume besar.34,37,39
63
dan lateral yang lebih baik.
Untuk sisi kanan, fleksura hepatika dari kolon dimobilisasi ke inferior dan
triangular ligament diinsisi untuk menarik hepar ke medial dan superior.
Manuver Kocher dilakukan digunakan untuk memobilisasi duodenum ke anterior
dan mengekspos lemak retroperitoneal dan vena cava inferior (IVC) Fasia Gerota
diinsisi dan kelenjar dibebaskan dari jaringan fibro-fatty di sekitarnya dan dari
ginjal di bagian inferior. Permukaan lateral dan superior biasanya dimobilisasi
terlebih dahulu. Kemudian, vena adrenal kanan yang pendek dibedah, diikat, dan
dibagi, dengan hati-hati agar tidak melukai vena hepatik dan IVC.
Di sisi kiri, adrenal terletak cephalad ke ekor pankreas dan lateral dari
aorta. Untuk tumor besar, adrenal paling baik didekati dengan rotasi viseral secara
medial untuk memobilisasi limpa, kolon, dan pankreas ke arah garis tengah.
Pendekatan alternatif adalah memasuki kantung yang lebih rendah dengan
membagi ligamen gastrokolik. Pankreas dimobilisasi ke superior dengan insisi
perlekatan peritoneum inferiornya, sehingga memperlihatkan ginjal kiri dan
adrenal. Kelenjar tersebut kemudian dimobilisasi seperti pada sisi kanan.
Untuk adrenalektomi unilateral, pasien diposisikan terlentang dengan
panggul ipsilateral ditinggikan dengan bantalan lembut yang memungkinkan
eksposur yang memadai dan fleksibilitas operasi jika ada kebutuhan untuk lebih
banyak eksposur atau perluasan ruang lingkup operasi. Untuk adrenalektomi
bilateral, panggul tidak ditinggikan. Selain itu, operasi terbuka memungkinkan
reseksi struktur yang berdekatan bila diperlukan seperti reseksi IVC.
Adrenalektomi transabdominal terbuka dapat dilakukan melalui
pendekatan anterior atau thoracoabdominal. Adrenalektomi transabdominal
terbuka biasanya dilakukan dalam keadaan klinis berikut untuk menghindari
ruptur dan tumpahan tumor ganas atau besar:
● Keganasan adrenal primer dalam berbagai ukuran (misalnya, karsinoma
kortikal adrenal, pheochromocytoma ganas)
● Massa adrenal menyerang struktur sekitarnya (misalnya, hati, ginjal, vena
cava inferior)
● Massa adrenal yang mencurigakan tetapi tidak dikonfirmasi sebagai
64
keganasan adrenal primer (misalnya, > 6 cm, tepi tidak teratur, perdarahan
atau nekrosis sentral, hipervaskular)
● Massa adrenal jinak bilateral tidak dapat diakses dengan pendekatan
laparoskopi
● Prosedur ekstensif perut bagian atas atau retroperitoneal sebelumnya yang
menghalangi pendekatan minimally-invasive surgery (MIS)
● Prosedur yang dilakukan secara bersamaan (misalnya, reseksi hati) tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan laparoskopi.
Pendekatan secara posterior melibatkan pasien ditempatkan secara
tengkurap di meja operasi yang diketahui mirip dengan pendekatan laparoskopi.
Insisi hockey stick atau curvilinear dapat digunakan dan dilanjutkan hingga
melalui latisimus dorsi dan fasia sakrospinosa. Tulang costae kedua belas
umumnya dipotong pada dasarnya, dan costae kesebelas ditarik ke superior untuk
mengungkapkan pleura dan ligamen arkuata lateral hati di sisi kanan. Pleura juga
dimobilisasi ke arah cephalad dan adrenal dan ginjal diidentifikasi. Aspek
superior kelenjar dibedah terlebih dahulu dan pembuluh darah superior
diidentifikasi dan diikat dengan tujuan mencegah retraksi superior kelenjar
adrenal. Sisa kelenjar kemudian dibedah dan kelenjar adrenal serta tumor
diangkat. Ruang yang dihasilkan umumnya diisi dengan lemak perinefrik dan
ditutup berlapis-lapis. Pemeriksaan x-ray toraks diperoleh pasca operasi untuk
menyingkirkan kemungkinan terjadinya pneumotoraks.33,35
Untuk pendekatan lateral, pasien ditempatkan dalam posisi lateral dengan
meja tertekuk, dan insisi dibuat antara ruang interkostal kesebelas dan kedua belas
atau secara subkostal. Pembedahan kemudian dilakukan dengan langkah-langkah
yang sama dengan pendekatan anterior. 33,35
Penempatan drain rutin setelah operasi adrenal jarang diperlukan namun,
drainase dapat membantu jika ada kekhawatiran mengenai kebocoran limfatik
retroperitoneal, pankreas, atau urin. Jika kelenjar adrenal sangat besar, diseksi
luas, atau jika ada struktur yang terus-menerus mengalir, dapat ditempatkan
closed-suction drain untuk mencegah pengumpulan cairan. Drain dapat dilepas
dengan aman ketika keluaran dari drain bersifat serous dan volumenya berkurang.
65
33,35
Atas dasar waktu operasi yang lebih pendek, pengurangan komplikasi dan
pemulihan, dan hasil bedah yang setara dibandingkan dengan operasi terbuka,
adrenalektomi laparoskopi adalah pendekatan standar untuk sebagian besar lesi adrenal
yang membutuhkan pembedahan seperti termasuk aldosteronoma, pheochromocytoma,
adenoma Cushing, insidentaloma, lesi metastatik, myelolipoma simptomatik, dan tumor
feminisasi/virilisasi. Operator yang berpengalaman telah melaporkan adrenalektomi
laparoskopi yang berhasil untuk insisi ≤ 15 cm. Pendekatan laparoskopi transperitoneal
(anterior atau lateral), retroperitoneal (posterior atau lateral), hand-assisted dan
transtorakal telah dilaporkan. Adrenalektomi bilateral dan adrenalektomi parsial telah
dilakukan.37,39
Pendekatan laparoskopi untuk kelenjar adrenal mirip dengan pendekatan yang
untuk nefrektomi laparoskopi transperitoneal, meskipun port ditempatkan di lokasi
subkostal. Pembedahan dapat dibandingkan dengan membuka buku. Untuk lesi sisi kiri,
limpa dimobilisasi ke medial, sedangkan jaringan adrenal dengan warna kuning yang
khas dimobilisasi ke kanan. Diseksi berlanjut ke arah berlawanan arah jarum jam. Vena
adrenal utama memasuki vena renalis. Tindakan dilanjutkan dengan perhatian khsusus
pada aspek superomedial karena vena adrenal superior (dari vena frenikus inferior) dapat
substansial. Setelah mengontrol vena adrenal, diseksi tumpul dan tajam digunakan untuk
memobilisasi kelenjar adrenal dari otot psoas dan aspek superior ginjal. Di sisi kanan,
pendekatan pembedahan juga dapat dianalogikan dengan membuka buku, dan
pembedahan berlangsung searah jarum jam. Ligamentum triangular diinsisi dengan
peritoneum posterior, memungkinkan retraksi medial hati dan kolon. Ini akan
mengekspos vena cava inferior, dan kelenjar adrenal dimobilisasi dengan lembut ke
lateral. Vena adrenal yang bersambung dengan vena cava inferior diikat dan ditranseksi.
37,39
66
tantangan teknis dapat dihadapi selama reseksi, diantara lain:
1. Labilitas hemodinamik - Pasien dengan pheochromocytoma dapat mengalami
labilitas hemodinamik selama adrenalektomi
2. Insufisiensi adrenal - Berbeda dengan pasien dengan pheochromocytoma, pasien
dengan tumor aldosteron (sindrom Conn) atau yang mensekresi kortisol (sindrom
Cushing) biasanya tidak mengalami ketidakstabilan hemodinamik intraoperatif.
Namun, untuk mencegah hipotensi akibat insufisiensi adrenal segera setelah
adrenalektomi unilateral atau bilateral untuk pasien dengan sindrom Cushing,
hidrokortison intravena (50 hingga 100 mg) diberikan setelah pengangkatan
kelenjar adrenal. Ini dapat dengan cepat dialihkan ke hidrokortison oral ketika
pasien melanjutkan asupan oral, biasanya pada hari operasi.
3. Keterlibatan vaskular – Tumor yang berbatasan atau menginvasi IVC dapat
mengakibatkan perdarahan intraoperatif dan/atau pascaoperasi yang berpotensi
fatal. Hiperkortisolisme dapat dikaitkan dengan jaringan yang rapuh yang juga
termasuk IVC, dengan risiko cedera yang lebih tinggi.
4. Ruptur kapsul tumor – Kanker, seperti karsinoma adrenokortikal, berisiko pecah
dengan manipulasi kapsul tumor. Kapsul tumor harus tetap utuh selama reseksi
untuk mencegah tumpahan sel tumor. Oleh karena itu, paparan yang luas dan
diseksi yang teliti dari struktur sekitarnya jauh dari tumor merupakan strategi
terbaik untuk reseksi. Reseksi lengkap sering membutuhkan eksisi en bloc dari
struktur sekitarnya, termasuk selubung lemak perinefrik, kelenjar getah bening
retroperitoneal, IVC, limpa, atau pankreas. Reseksi semacam itu paling baik
dilakukan melalui pendekatan terbuka.41
2.10.4. Komplikasi
Pasien dengan sindrom Cushing lebih rentan terhadap infeksi (abses insisional
dan intra-abdominal) dan komplikasi trombotik. Penciptaan pneumoperitoneum dapat
mengakibatkan cedera pada berbagai organ dari jarum Veress dan dari memasukkan
trocar, emfisema subkutan, pneumotoraks, dan perburukan hemodinamik. Retraksi dan
diseksi yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan akibat cedera pada IVC dan
pembuluh darah ginjal atau dari cedera pada organ di sekitarnya seperti hati, pankreas,
67
limpa, dan lambung. Ketidakstabilan hemodinamik pascaoperasi dapat terlihat pada
pasien dengan pheochromocytoma dan pasien berisiko mengalami insufisiensi adrenal
setelah adrenalektomi bilateral dan terkadang setelah adrenalektomi unilateral (sindrom
Cushing yang tidak diketahui atau, sangat jarang, sindrom Conn). Morbiditas jangka
panjang terutama disebabkan oleh cedera pada nerve root (radiks) selama insersi trokar,
yang dapat menyebabkan sindrom nyeri kronis atau kelemahan otot, khususnya dalam
kasus pembedahan terbuka.
2.11. Komplikasi
Komplikasi dari tumor adrenal sangat bergantung pada jenis tumor yang
diderita pasien. Komplikasi paling sering terjadi karena produksi hormon berlebih
yang terjadi pada 40-60% pasien Karsinoma Adrenokortikal. Kondisi ini disebut
hiperkortisolisme yang memunculkan gejala-gejala klasik seperti diabetes melitus,
kelelahan, hipertensi, obesitas sentral, kelemahan otot, dan osteoporosis42
Komplikasi lain yang patut dicurigai antara lain adalah komplikasi post-
reseksi tumor, sebuah studi menunjukkan bahwa komplikasi pasca-operasi yang
68
paling sering terjadi adalah Insufisiensi adrenal (20.8%), gangguan paru (10.6%),
ganggian kardiovaskular (7.2%), Infeksi (6.4%), gangguan urogenital (5.3%), dan
gangguan gastrointestinal (4.5%).45
2.12. Prognosis
Sama seperti komplikasi, prognosis pada pasien tumor adenal juga sangat
bergantung pada jenis tumornya. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan prognosis
dari tumor adrenal, diantara adalah stage tumor, indeks mitotik/Ki67, dan status reseksi
tumor.45
Adenoma Adrenokortikal memiliki prognosis yang baik dengan survival 7 tahun
5
100%. Adrenocortical adenoma memiliki risiko kecil untuk menjadi ACC. Komplikasi
umumnya berupa hiperaldosteronisme yang disebabkan oleh tumor yang aktif
memproduksi hormon. Tumor non aktif memiliki risiko 17%, 29%, dan 47% untuk
menjadi aktif dalam 1, 2, dan 5 tahun.46,47
Pada varian pheochromocytoma, pengobatan yang cepat dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas pasien secara signifikan. 3 Reseksi tumor dapat memperbaiki
kondisi kardiomiopati pasien hingga 96%. Namun, bila tidak dilakukan reseksi, pasien
memiliki resiko kematian atau harus melakukan transplantasi jantung hingga 44%.
Penelitian yang sama juga menyatakan bahwa pasien pheochromocytoma dengan
metastasis memiliki peluang bertahan hidup selama 5 tahun kedepan hinga 63%. 48
Pasien dengan Karsinoma Adrenokortikal memiliki resiko rekurensi tumor secara
lokal sebesar 19-34% setelah reseksi tumor total. 1 European Network Staging Study for
Adrenal Tumors (ENSAT) telah membuat sistem klasifikasi untuk menentukan peluang
hidup pasien dalam 5 tahun kedepan, yaitu 66-82% untuk pasien kategori I, 58-64%
untuk pasien kategori II, 24-50% untuk pasien kategori III, dan 0-17% untuk pasien
kategori IV.1 Selain itu, tindakan reseksi tumor meningkatkan keberlangsungan hidup
pasien, yaitu 76.1 bulan untuk pasien yang direseksi dibandingkan dengan 10.1 bulan
bagi pasien yang tidak melakukan reseksi tumor.49
Selain itu, prognosis dari tumor adrenal juga berhubungan erat dengan
komplikasi post-operatif. Kehadiran komplikasi pasca-operasi ini meningkatkan resiko
jangka-panjang yang buruk, dimana infeksi pasca-operasi menjadi prediktor utama yang
menurunkan peluang kesembuhan total.50
69
Sedangkan Neuroblastoma memiliki prognosis yang bervariasi. Secara
umum, pasien dengan neuroblastoma terlokalisir dan anak berusia < 1 tahun
memiliki prognosis yang baik dengan angka disease-free survival yang tinggi.49
Neuroblastoma stage 1 memiliki angka disease-free survival 93% dan overall
survival 99%. Neuroblastoma stage 2 memiliki angka disease-free survival 81%
dan overall survival 98%.66 Sebaliknya, neuroblastoma pada anak-anak yang lebih
tua dengan stadium lanjut memiliki prognosis yang lebih buruk dengan
kemungkinan sembuh dan survival rate yang lebih kecil. Neuroblastoma stage 3
& 4 memiliki angka disease-free survival 19-30% dan overall survival 56%.50
70
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri perut sejak sekitar 1 tahun lalu.
Awalnya nyeri terasa di bagian kiri, kemudian menjalar ke kiri bagian belakang hingga seluruh
perut. Keluhan diaphoresis, palpitasi, penurunan berat badan, gangguan mood, demam dan mual
dan muntah disangkal. Pasien tidak mengalami gangguan BAK. Pasien mengaku terdiagnosa
dengan hipertensi sejak lama namun tidak rutin kontrol dan mengkonsumsi obat.
Berdasarkan dari hasil anamnesis, pasien mengalami keluhan nyeri abdomen sejak 1
tahun lalu, dimana nyeri awal terasa di bagian kiri, dan dalam perjalanannya menjalar ke kiri
bagian belakang hingga terasa di seluruh tubuh. Dikarenakan terdapat nyeri pada area kiri
belakang, hal tersebut dapat mengarah kepada kelainan pada struktur organ di area tersebut,
ginj, khususnya sisi kiri.
Hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan penemuan yang bermakna, sehingga dilakukan
pemeriksaan penunjang, pada kasus ini adalah CT-Scan. Pemeriksaan penunjang menemukan
massa isohipodens heterogen dengan central nekrotik, tepi ber kalsifikasi, batas tidak tegas pada
regio suprarenal kiri, curiga berasal dari kelenjar adrenal ukuran +/- 6,1 x 5,5 x 4,9 cm, massa
tampak mendesak struktur ginjal ke posteroinferior.
Berdasarkan algoritma, pada pasien dengan massa adrenal dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu mengeksklusi paparan glukokortikoid yang bersifat eksogen. Dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu: pemberian deksametason 1 mg selama
satu malam, pemeriksaan kortisol pada saliva, dan juga pemeriksaan kortisol pada urine selama
24 jam. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk melihat adanya tanda manifestasi cushing. Pada
pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan konfirmasi seperti diatas.
Berdasarkan klasifikasi tumor adrenal oleh WHO, dapat dipikirkan bahwa pasien ini
termasuk dalam kategori adrenal incidentaloma, dimana pada pasien keluhan tidak khas dan
didapati gambaran massa adrenal setelah dilakukan pencitraan abdomen secara general. Hal ini
selaras dengan faktor resiko terjadinya adrenal incidentaloma, yaitu pada pasien sekitar usia 50
71
tahun, dimana pasien ini berusia 59 tahun. Pasien ini memiliki hipertensi dimana kita dapat tetap
memikirkan diagnosis banding lainnya meliputi tumor adrenal korteks dan medula.
Pada tahap ini, diagnosa yang dipikirkan adalah tumor adrenal sinistra, dimana
memerlukan langkah selanjutnya dengan dilakukan tindakan pembedahan untuk mengangkat
massa adrenal guna mendapat diagnosa definitif secara histopatologik dan mengurangi gejala
pasien. Secara makroskopik, didapatkan jaringan tumor adrenal sinistra berwarna putih
kekuningan, kenyal, ukuran 7x5x5 cm diberikan untuk dinilai. Secara mikroskopik, sediaan
tumor berkapsul jaringan ikat, terdiri atas sel difus dengan sitoplasma jernih, sebagian
pleomorfik, berinti sebagian kecil-kecil, kromatin kasar dan nukleoli nyata. Sitoplasma
eosinofilik. Tampak perdarahan, degenerasi mikosmatosa luas. Invasi kapsul ditemukan.
Hasil pemeriksaan secara histopatologik mendapatkan kesimpulan neoplasma adrenal
condong korteks adrenal dengan diagnosa banding Pheochromocytoma, dimana untuk
pemeriksaan lebih lanjut dianjurkan dilakukan pemeriksaan Imunohistokimia.
Pheochromocytoma tetap perlu dipikirkan pada pasien ini karena keluhan yang ditemukan pada
pasien berupa hipertensi yang menetap. Pada beberapa kasus yang ada, pasien dengan
pheochromocytoma umumnya datang dengan temuan hipertensi persisten. Umumnya pasien
dengan pheochromocytoma dapat memiliki trias gejala yang terdiri dari sakit kepala, palpitasi
dan diaporesis. Pada pasien ini gejala disangkal.
Berdasarkan algoritma, pada pasien dengan massa adrenal dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu mengeksklusi paparan glukokortikoid yang bersifat eksogen. Dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu: pemberian deksametason 1 mg selama
satu malam, pemeriksaan kortisol pada saliva, dan juga pemeriksaan kortisol pada urine selama
24 jam. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk melihat adanya tanda manifestasi cushing. Pada
pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan konfirmasi seperti diatas.
Kecurigaan keganasan juga dapat disingkirkan karena progresi penyakit yang berjalan
lambat, kurang lebih sekitar satu tahun. Pasien juga tidak mengalami perubahan berat badan
yang signifikan, baik itu penurunan berat badan maupun penambahan berat badan. Tidak
ditemukan pula riwayat keganasan dalam keluarga pasien.
Mengenai riwayat hipertensi pasien sendiri, kami belum dapat menemukan faktor
konklusif untuk membedakan apakah hipertensi pasien masuk ke dalam hipertensi primer atau
hipertensi sekunder. Hal ini karena pasien tidak patuh untuk minum obat hipertensi. Sehingga
72
saat pasien masuk rumah sakit, kami tidak menemukan bukti apakah hipertensi ini disebabkan
oleh tumor adrenal.
Untuk tatalaksana operatif, dilakukan adrenalektomi terbuka atas dasar ukuran tumor
yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan pencitraan CT scan abdomen berukuran > 6 cm. Dapat
dilakukan pendekatan secara anterior karena pasien tampak kurus dengan habitus atleticus.
Setelah operasi, terpasang drain intraperitoneal dengan drainase pasif. Pasien dipasang kateter
urin dengan instruksi untuk monitor urine output setiap 6 jam. Setelah operasi, 95% pasien
dengan hipertensi paroksismal dan 65% dengan hipertensi berkelanjutan menjadi normotensif.
73
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. Schwartz’s Principles of surgery. 10th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing. 2010
2. Tortora, GJ, Derrickson, B. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc. 2012
3. Tanagho EA. General Urology. 18th ed. San Fransisco. McGraw-Hill. 2013
4. Tarini Sinha. Tumors: Benign and Malignant. Canc Therapy & Oncol Int J. 2018; 10(3):
555790. DOI:10.19080/CTOIJ.2018.10.555790.
5. 7. Jarolim, L., Breza, J., & Wunderlich, H. Adrenal Tumours. European Urology. 2003;
43(1), I–X. doi:10.1016/s0302-2838(02)00365-2
74
13. Varma T, Panchani R, Goyal A, Maskey R. A case of androgen-secreting adrenal
carcinoma with non-classical congenital adrenal hyperplasia. Indian J Endocrinol Metab.
2013;17(Suppl 1):S243-S24
14. Weiss LM, Medeiros LJ and Vickery LA Jr. Pathologic features of prognostic
significance in adrenocortical carcinoma. American J Surg Pathol. 1989;13(3):202- 206.
15. Sundin A. Imaging of adrenal masses with emphasis on adrenocortical tumors.
Theranostics. 2012;2(5):516-522.
16. Rikjen JA, Neimeijer ND, Jonker MA, et al. The penetrance of paraganglioma and
pheochromocytoma in SDHB germline mutation carriers. Clin Genet. 2017.
17. Dluhy RG. Pheochromocytoma – death of an axiom. N Engl J Med. 2005)
18. Baguet JP, Hammer L, Mazzuco TL, Chabre O, Mallion JM, Sturm N, Chaffanjon P.
Circumstances of discovery of phaeochromocytoma: a retrospective study of 41
consecutive patients. Eur J Endocrinol. 2004 May;150(5):681-6.
19. Baguet JP, Hammer L, Mazzuco TL, Chabre O, Mallion JM, Sturm N, Chaffanjon P.
Circumstances of discovery of phaeochromocytoma: a retrospective study of 41
consecutive patients. Eur J Endocrinol. 2004 May;150(5):681-6.
20. Motta-Ramirez GA, Remer EM, Herts BR et al. Comparison of CT findings in
symptomatic and incidentally discovered pheochromocytomas. AJR Am J Roentgenol.
2005
21. Park JR, Eggert A, Caron H. Neuroblastoma: biolgy, prognosis, and treatment. Pediatr
Clin North Am. 2008).
22. (PDQ Pediatric Treatment Editorial Board. Neuroblastoma Treatment (PDQ®): Health
Professional Version. 2017 June 21.
23. Sherlock M, Scarsbrook A, Abbas A, Fraser S, Limumpornpetch P. Adrenal
Incidentaloma. Endocrine Reviews. 2020;41(6)
24. Tahseen Al-Saleem, MD, Department of Pathology, Fox Chase Cancer Cennter,
Philadelphia, PA and Dr. Thomas J. Sebo, Department of Laboratory Medicine and
Pathology, Mayo Clinic, Rochester, MN.
25. Radin R, David CL, Goldfarb H, et al. Adrenal and extra-adrenal retroperitoneal
ganglioneuroma: imaging findings in 13 adults. Radiology. 1997;202(3):703-707.
75
26. Tobias J, Hochhauser D. Cancer and its management. 6th ed. London, United Kingdom:
John Wiley & Sons, Inc.; 2010.
27. Adrenal Cushing's Syndrome [Internet]. [cited 2020Nov17]. Available from:
https://www.uclahealth.org/endocrine-center/adrenal-cushings-syndrome
28. Lizneva D, Gavrilova-Jordan L, Walker W, Azziz R. Androgen excess: Investigations
and management. Best Practice & Research Clinical Obstetrics & Gynaecology.
2016;37:98–118.
29. Heyk A. Primary Hyperaldosteronism-Conn's Syndrome. 2018Dec;:1–3.
30. Sucandy I, Akmal Y, Sheldon D. Ganglioneuroma of the adrenal gland and
retroperitoneum: A case report. North American Journal of Medical Sciences. 2011;:336–
8.
31. Lonergan GJ, Schwab CM, Suarez ES, Carlson CL. Neuroblastoma,
ganglioneuroblastoma, and ganglioneuroma: radiologic-pathologic correlation.
Radiographics. 2002 Jul-Aug;22(4):911-34. doi: 10.1148/radiographics.22.4.g02jl15911.
PMID: 12110723.
32. Mahmood E, Anastasopoulou C. Adrenal Adenoma. [Updated 2020 Jul 6]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan- . Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539906/
33. Smith DR, Tanagho EA, McAninch JW, Lue TF. In: Smith and Tanagho's general
urology. 17th ed. New York: McGraw-Hill medical; 2013. p. 490–505.
34. Bagi RP Jana MD. [Internet]. Adrenal Carcinoma Clinical Presentation: History, Physical
Examination. Medscape; 2020 [cited 2020Nov26]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/276264-clinical
35. Campbell-Walsh-Wein Urology. 12 ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2020.
36. Jason DS, Oltmann SC. Evaluation of an Adrenal Incidentaloma. Surgical Clinics of
North America. 2019;99(4):721–9.
37. Corssmit EP, Dekkers OM. Screening in adrenal tumors. Current Opinion in Oncology.
2019;31(3):243–6.
76
38. Hamidi O, Young WF, Jr., Gruber L, Smestad J, Yan Q, Ponce OJ, et al. Outcomes of
patients with metastatic phaeochromocytoma and paraganglioma: A systematic review
and meta-analysis. Clin Endocrinol (Oxf). 2017;87(5):440-50.
39. Ritchey ML, Cost NG, Shamberger RC. Pathophysiology, Evaluation, and Medical
Management of Adrenal Disorders. In: Kutikov A, Crispen PL, Uzzo RG, editors.
Campbell-Walsh-Wein Urology. 12 ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2020.
40. Tobias J, Hochhauser D. Cancer and its management. 6th ed. London, United Kingdom:
John Wiley & Sons, Inc.; 2010.
41. Mayo-Smith WW, Song JH, Boland GL, et al. Management of Incidental Adrenal
Masses:A White Paper of the ACR Incidental Findings Committee.J Am Coll Radiol.
2017;14(8):1038-1044. doi:10.1016/j.jacr.2017.05.001
42. Torti JF, Correa R. Adrenal Cancer.; 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546580/
43. Crona J, Beuschlein F, Pacak K, Skogseid B. Advances in adrenal tumors 2018. Endocr
Relat Cancer. 2018;25(7):R405-R420. doi:10.1530/ERC-18-0138
44. Parham DM, Khoury JD, Beth McCarville M. Tumors of the Adrenal Gland.; 2015.
doi:10.1007/978-1-4939-1729-7
45. Margonis GA, Amini N, Kim Y, et al. Incidence of Perioperative Complications
Following Resection of Adrenocortical Carcinoma and Its Association with Long-Term
Survival. World J Surg. 2016;40(3):706-714. doi:10.1007/s00268-015-3307-y.Incidence
46. Else T, Kim AC, Sabolch A, et al. Adrenocortical carcinoma. Endocr Rev.
2014;35(2):282-326; Libe R, Arlt W, Louiset E, et al. A feminizing adrenocortical
carcinoma in the context of a late onset 21-hydroxylase deficiency. J Clin Endocrinol
Metab. 2014;99(6):1943-1944;
47. Mahmood E, Anastasopoulou C. Adrenal Adenoma. In: Leslie S, Hamawy K, editors.
StatPearls. Treasure Island, Florida: StatPearls Publishing; 2020
48. Thakker RV. Multiple Endocrine Neoplasia. In: Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 20
ed. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2018.
77
49. Hackam DJ, Upperman J, Grikscheit T, Wang K, Ford HR. Pediatric Surgery. In:
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Kao LS, Hunter JG, et al., editors.
Schwartz's Principles of Surgery. 11 ed. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2019.
50. Ritchey ML, Cost NG, Shamberger RC. Pediatric Urologic Oncology: Renal and
Adrenal. In: Partin AW, Dmochowski RR, Kavoussi LR, Peters CA, editors. Campbell-
Walsh-Wein Urology. 12 ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2020.
78