Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran
seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga
menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah
melahirkan bayinya. Peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan
untuk mendeteksi dini adanya komplikasi di samping itu bersama keluarga
memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Saefuddin, 2006).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2007).
Persalinan tidak semuanya normal, didalam persalinan terdapat penyulit
yaitu bisa dengan persalinan spontan indikasi serotinus, pre eklam, presbo,
sungsang, dan masih banyak lagi salah satunya adalah persalinan dengan
Ketuban Pecah Dini (KPD). KPD adalah pecahnya selaput ketuban
sebelumnya proses persalinan berlangsung. KPD dapat terjadi pada
kehamilan aterm dan preterm. KPD aterm atau Term PROM (The Term
Prelabor Rupture of The Membrane) adalah KPD yang terjadi pada
kehamilan lebih dari 37 minggu. PROM adalah KPD terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (Cuningham et al., 2001).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, memperkirakan
angka kematian ibu lebih dari 300-400 per 100.000 kelahiran hidup yang di
sebabkan oleh perdarahan 28%, eklamsi 12%, abortus 13%, ketuban pecah
dini (KPD) 15%, partus lama 18% dan penyebab lainnya 2%.Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (2007) menyebutkan Angka Kematian Ibu
(AKI) saat melahirkan dengan indikasi KPD adalah 248 per 100.000
kelahiran hidup. Dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategi meliputi keluarga berencana, pelayanan
2

antenatal, persalinan yang aman, dan pelayananobstetri esensial


(Sulistyowati, 2008).
AKI partus spontas dengan KPD Provinsi Jawa Tengah tahun 2011
berdasarkan laporan dari kabupaten atau kota sebesar 116,01/100.000
kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada
tahun 2010 sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI, serta
lambatnya penurunan AKI menunjukkan bahwa pelayanan sangat mendesak
untuk ditingkatkan bagi dari segi jangkauan maupun kualitas
pelayanan.Terjadinya kematian ibu terkait faktor penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di
Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, komplikasi, dan infeksi. Salah
satu penyebab kematian ibu adalah komplikasi, diantaranya yaitu ketuban
pecah dini (KPD) yang merupakan pecahnya ketuban pecah in partu yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm
(Mochtar, 2012).
Bila KPD tidak mendapat penanganan yang baik dapat meningkatkan
morbilitas dan mortalitas pada ibu maupun bayi karena adanya infeksi,
dimana selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman
penyebab infeksi sudah ada sehingga dapat membahayakan bagi ubu dan
janinnya. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari
kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria yaitu terlalu tua
pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20
tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran (<2 tahun)
(Potter dan Perry, 2011).
Angka kejadian KPD di ruang flamboyan RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo yang diperoleh dari medical record pada periode Januari sampai
Oktober 2015 sebanyak 375 kasus dan pada bulan Desember 2015 kasus ini
mencapai 24 kasus (Buku laporan bulanan ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr.
Margono, 2015). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik dan
termotivasi untuk menyusun laporan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S
3

P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama Di
Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto”.

B. Tujuan
Tujuan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny.
S P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama Di
Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis karya tulis ilmiah ini adalah mendapatkan
gambaran dan pengalaman yang nyata dengan asuhan keperawatan pada
pasien partus spontan dengan KPD Hari Pertama Di Ruang Flamboyan
RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yang sesuai dengan
pustaka di dalam praktik yang sesungguhnya di lapangan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah mampu:
a. Melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada pasien partus
spontan dengan KPD.
b. Merumuskan diagosa keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
c. Merumuskan tujuan keperawatan pada pasien partus spontan dengan
KPD.
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
4

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Ny. S P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama
Di Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran dan
pengalaman secara langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien Partus Spontan
dengan KPD.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan dan agar termotivasi
untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien Partus Spontan dengan KPD.

D. Sistematika penulisan
Sistematika hasil Karya Tulis Ilmiah yang penulis lakukan dapat disajikan
sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan pada BAB I meliputi latar belakang masalah, tujuan
penulis, manfaat penulis, sistematika penulis.
2. BAB II KONSEP DASAR
Konsep dasar pada BAB II meliputi konsep teori yang terdiri dari
(definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan) sedangkan asuhan
keperawatan pada BAB II antara lain meliputi (pengkajian, diagnosa dan
intervensi).
3. BAB III TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus pada BAB III ini terkait dengan resum asuhan
keperawatan antara lain meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
5

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan


evaluasi keperawatan.
4. BAB IV PEMBAHASAN
Pembahasan pada BAB IV antara lain meliputi berisi tentang pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
5. BAB V PENUTUP
Penutup pada BAB V Karya Tulis Ilmiah berisi tentang kesimpulan dan
saran dari pengkajian sampai evaluasi yang telah dilakukan oleh penulis.
6. DAFTAR PUSTAKA
7. LAMPIRAN
6

BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
1. Persalinan
Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan
sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat memerlukan
pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai
terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga
(Bandiyah, 2009). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi dari lahir ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan lahir lain
dapat hidup kedunia luar (Rohani, 2011).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi pada ibu maupun pada janin (Wiknjosastro dalam
Prawirahardjo, 2005). Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) dari dalam uterus (rahim) dengan presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa alat atau pertolongan istimewa
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lamanya
persalinan berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun janin (Sarwono, 2007). Persalinan spontan adalah proses
lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga
ibu sendiri dan uri, serta bantuan alat seperti vakum ekstrasi, episiotomi
yang umumnya berlangsung kurang lebih 24 jam melalui jalan lahir
(Nugroho, 2011).
Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa persalinan
spontan atau persalinan normal adalah proses pengeluaran janin pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu) tanpa komplikasi pada ibu
maupun janin.
7

2. Ketuban Pecah Dini (KPD)


Ketuban Pecah Dini/KPD (PROM: Premature Rupture Of the
Membrane) mengacu kepada keadaan pecahnya ketuban (atau ruptur
membran) yang terjadi 1 jam atau lebih sebelum mula timbul persalinan;
aterm PROM mengacu kepada ruptur membran pada kehamilan
premature (Anita, 2014).
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) atau Ketuban Pecah
Dini (KPD) atau ketuban pecah premature (KPP) adalah keluarnya cairan
dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan. Ketuban pecah
prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset
persalinan atau disebut juga Premature Of Membrane = Prelabour
Rupture Of Membrane = PROM. Ketuban pecah prematur pada preterm
yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm
Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of
Membrane = PPROM (Marmi, 2011).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didenifisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih 12 jam sebelum waktunya melahirkan
(Rukiyah, 2011).
3. Bayi Prematur.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Pembagian usia kehamilan menurut WHO (1992) adalah
sebagai berikut:
a. Preterm : Usia kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
b. Aterm : Usia kehamilan antara 37-42 minggu (259-293 hari).
c. Postterm : Usia kehamilan lebih dari 42 minggu (294 hari).
Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah,
namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu
8

mengalami kelahiran prematur. Maslah-masalah yang berkaitan dengan


bayi prematur menghalangi tercapainya tujuan bahwa semua bayi tidak
hanya lahir dan mampu hidup tetapi hendaknya tidak menderita
gangguan fungsi, intelektual atau emosional sebagai akibat antepartu,
intrapartum atau neonatal yang buruk.
Dari pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa pengertian
ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan, terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.

B. Etiologi
Sebab yang mendasari terjadinya partus spontan secara teoritis masih
merupakan kumpulan teoritis yang kompleks teori yang turut memberikan
andil dalam proses terjadinya persalinan antara lain; Teori hormonal,
Prostaglandin, Struktur uterus, Sirkulasi uterus, pengaruh Saraf dan Nutrisi
hal inilah yang diduga memberikan pengaruh sehingga partus di mulai
(Rukiyah, 2011).
1. Penurunan Kadar Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaiknya
estrogen meningkatkan kontraksi otot rahim. Selama kehamilan, terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah
tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul
his.
2. Teori Oxcytosin.
Pada akhir kehamilan kadar Oxcytosin bertambah. Oleh karena itu
timbul kontraksi otot-otot rahim.
3. Peregangan Otot-otot.
Dengan majunya kehamilan, maka makin tereganglah otot-otot
rahim sehingga timbulah kontraksi untuk mengeluarkan janin.
4. Pengaruh Janin.
Hipofise dan kadar suprarenal janin rupanya memegang peranan
penting oleh karena itu pada ancephalus kelahiran sering lebih lama.
9

5. Teori Prostaglandin.
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga
aterm terutama saat persalinan yang menyebabkan kontraksi
miometrium.
Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat pula dimulai,
misalnya: dengan merangsang pleksus frankenhauser dengan memasukkan
beberapa gagang laminaria dalam kanalis sevikalis, Pemecahan ketuban,
Penyuntikan oksitosin, pemakaian prostaglandin.
Secara mikrokopis perubahan perubahan biokimia dalam tubuh wanita
saat hamil sangat menentukan seperti perubahan Hormone Estrogen dan
Hormon Progesteron. Seperti kita ketahui bahwa Hormone Estrogen
merupakan penenang bagi otot otot uterus, menurunnya hormone ini terjadi
kira kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai.
Kadar prostaglandin cenderung meningkat ini terjadi mulai kehamilan
usia 15 minggu hingga aterm lebih lebih pada saat partus berlangsung,
plasenta yang mulai menjadi tua seiring dengan tuanya usia kehamilan.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menegang mengakibatkan
terjadinya iskemik otot otot uteus hal ini juga yang diduga menjadi penyebab
terjadinya gangguan sirkulasi utero-plasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi.
Faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya jumlah nutrisi, hal ini
pertama kali dikemukakan oleh Hipokrates; bila nutrisi pada janin berkurang
maka hasil konsepsi akan dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan adlah
tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak
dibelakang serviks, bila ganglion ini tertekan maka kontraksi uterus dapat
dibangkitkan. (his dapat dibangkitkan).
Untuk selanjutnya dengan berbagai tindakan persalinan dapat dimulai
hal ini dikenal dengan persalinan induksi (onduction of labor) misalnya
dengan: memasukan gagang laminaria dalam kanalis servikalis untuk
merangsang pleksus frankenhauser sehingga dapat mengakibatkan kontraksi,
10

pemecahan ketuban, penyuntikan oksitosin sebaiknya diberikan melalui


intravena, pemakaian prostaglandin, dan sebagainya.
Dalam melakukan induksi persalinan yang perlu diperhatikan adalah
serviks sudah matang, (sudah pendek dan lembek) dan kanalis servikaslis
terbuka untuk satu jari, untuk menilai serviks dapat digunakan skor bioshop
yaitu bila nilai bioshop lebih dari 8 maka induksi persalinan kemungkinan
akan berhasil (Prawirohardjo, 2007).
Penyebab KPD yaitu menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan
fokal terjadi pada selaput janin diatas serviks internal yang memicu robekan
dilokasi ini (Rukiyah, 2011). Penyebab dari KPD tidak atau masih belum
diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali
dalam usaha menekan infeksi. Faktor yang berhubungan dengan
meningkatnya insidensi KPD antara lain:Fisiologi selaput amnion/ketuban
yang abnormal, inkompetensi serviks, kehamilan ganda, polidramnion,
trauma, distensi uteri, stress maternal, stress fetal, infeksi, serviks yang
pendek, prosedur medis(Marmi, 2011).
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat di tentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan
erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang terjadi faktor predisposisinya adalah:
1. Infeksi bakteri organisme di vagina seperti E colli, streptokokus fastafis,
streptokokus: infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang ikompetensia, kanali servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curettage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
11

5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah


yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi.
7. Faktor lain:
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang
tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C).
Robeknya selaput ketuban secara spontan sebelum persalinan
berlangsung. Jika hal ini terjadi di awal 37 minggu kehamilan ia disebut
preterm. Penyebabnya tidak diketahui, namun kondisi-kondisi yang terkait
kasus ini mencangkup kehamilan kembar, infeksi laser conization, anomaly
saluran genital pada ibu, perdarahan selama kehamilan, riwayat Preterm
Prematur Rupture Of Membranes (PPROM) sebelumnya, hidramnion
(keadaan terdapat cairan amnion dalam jumlah berlebihan), amniocentesis
(prosedur invasive yang dilakukan pad minggu ke 12-16 kehamilan) infeksi
air ketuban atau endometritis atau kesulitan kelahiran dan kemungkinan
mortalitas akibat pada janin antara lain kelahiran premature dengan sindrom
kesulitan pernafasan akibat terhambatnya perkembangan paru-paru,
keracunan darah pada janin akibat paparan pathogen, prolaps tali pusat, atau
kompresi tali pusat atau malpresentasi. Semakin dini terjadinya PPROM,
semakin besar kemungkinan morbiditas atau mortalitas (Nugroho, 2010).

C. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita
mamasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor), dengan tanda-tanda
sebagai berikut:
12

1. Terjadi lightening.
Menjelang minggu ke-36 pada pramigravida, terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multigravida,
tanda ini tidak begitu kelihatan.
Mulai menurunnya bagian terbawah bayi ke pelvis terjadi sekitar 2
minggu menjelang persalinan. Bila bagian terbawah bayi telah turun,
maka ibu akan merasa tidak nyaman; selain nafas pendek pada trimester
3, ketidaknyamanan disebabkan karena adanya tekanan bagian terbawah
pada struktur daerah pelvis, secara spesifik akan mengalami hal berikut.
a. Kandung kemih tertekan sedikit, menyebabkan peluang untuk
melakukan ekspansi berkurang, sehingga frekuensi berkemih
meningkat.
b. Meningkatnya tekanan oleh sebagian besar bagian janin pada saraf
yang melewati foramen obturator yang menuju kaki, menyebabkan
sering terjadi kram kaki.
c. Meningkatnya tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan
terjadinya oedem karena bagian terbesar dari janin menghambat
darah yang kembali dari bagian bawah tubuh.
2. Terjadinya his permulaan.
Sifat his permulaan (palsu) adalah sebagai berikut.
a. Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
b. Datang tidak teratur.
c. Tidak ada perubahan pada seviks atau pembawa tanda.
d. Durasi pendek.
e. Tidak bertambah bila beraktivitas.
3. Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun.
4. Perasaan sering atau susah buang air kecil karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawah janin.
5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah,
kadang bercampur darah (bloody show). Dengan mendekatnya
13

persalinan, maka serviks menjadi matang dan lembut, serta terjadi


obliterasi serviks dan kemungkinan sedikit dilatasi.
Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis), berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Pada ibu yang belum inpartu,
kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks.
Tanda dan Gejala Inpartu:
1. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan
teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi
servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan,
berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama
kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran
yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12%
wanita, dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara
spontan dalam 24 jam.
4. Pada pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada.
Berikut ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara
nulipara dan multipara.
a. Nulipara.
Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan
pembukaan sampai 1 cm; dan dengan dimulainya persalinan,
biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-100%,
kemudian mulai terjadi pembukaan.
b. Multipara.
Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal
persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara
serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan penipisan.
14

5. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi


minimal 2 kali dalam 10 menit).
Sifat His Persalinan
1. Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan.
2. Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar.
3. Mempunyai pengaruh terhadap pembukaan serviks.
4. Makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin bertambah.
(Rohani, 2011)
Tanda dan Gejala terjadinya KPD (Nugroho, 2010) adalah sebagai berikut:
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina.
2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembas atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran
untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

D. Perubahan Fisiologis Ibu Post Partum


Selama masa nifas ibu akan mengalami beberapa perubahan-
perubahan dalam tubuhnya. Retrogresif merupakan perubahan reproduksi
(involusi atau pulihnya kembali alat-alat) kandungan pada keadaan sebelum
hamil dan sistemik, yang meliputi (Rukiyah, 2011):
1. Perubahan kelenjar mamae
Thelarche adalah saat mulai membesarnya ukuran payudara
dengan cepat dari perangsangan esterogen, mulai sekitar masa pubertas
ketika produksi esterogen meningkat. Kelenjar mamae kanak-kanak
sebelumnya memberi respon terhadap esterogen dengan menumbuhnkan
15

dan mengembangkan duktus-duktus mamae dan penempatan lemak.


Mulainya progesteron dihasilkan yang merangsang berkembnagnya
alveoli kelenjar mamae dan menyusun keadaan bagi laktasi masa datang.
Secara anatomik masing-masing kelenjar mamae dewasa tersusun dari 15
sampai 25 lobus yang muncul dari tunas-tunas mamae sekunder yang
disebut dilatasi. Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan
yang disekresi oleh payudara selama 5 hari pertama setelah kelahiran
bayi dapat diperes dari putting susu.
2. Uterus
Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam
keseluruhannya disebut involusi. Involusi disebabkan oleh:
a. Pengurangan esterogen plasenta. Pengurangan esterogen menghilang
stimulasi ke hipertropi dan hiperplasia uterus.
b. Iskemia miometrium terus berkontraksi dan berinteraksi setelah
kelahiran, mengkontriksi pembuluh darah dan mencapai homeostatis
pada sisi plasenta. Iskemia menyebabkan atropi pada serat-serat otot.
c. Otolisis meometrium. Selama kehamilan, esterogen meningkatkan
sel meometrium dan kandungan protein (aktin dan myosin),
penurunan esterogen setelah melahirkan menstimulasi enzim
proteolitikdan makrofog untuk menurunkan dan mencerna (proses
autolisis) kelebihan protein dan sitoplasma intra sel, mangakibatkan
pengurangan ukuran sel secara menyeluruhan. Jaringan ikat dan
lemak biasanya ditelan, di hancurkan dan dicerna oleh jaringan
makrofrog. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi
pusat, segera setelah lahir, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat.
Uterus harus teraba berkontraksi dengan baik. Uterus menyerupai
suatu buah advokat gepeng berukuran panjang 15 cm, lebar 12 cm.
Selama 2 hari berikutnya, uterus masih tetap pada ukuran yang sama
kemudian mengerut. Pada hari ke-5 post partum uterus kurang lebih
setinggi 7 cm atas simpisis atau pertengahan simpisis dan pusat, dan
16

sesudah 12 hari uterus sudah tidak dapat diraba lagi diatas simpisis.
Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti semula
dalam waktu 6 minggu. Proses tersebut berjalan sangat cepat. Uterus
yang baru saja melahirkan mempunyai berat 1 kg. Karena involusi, 1
minggu beratnya sekitar 500 gram, minggu ke-2 turun 300 gram dan
sesudahnya menjadi 100 gram/kurang.
3. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Jenis-jenis lochea, yaitu:
a. Rubra
Muncul pada hari 1-2 pasca persalinan, berwarna merah
mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan dari
deciduas, verniks caseosa, lanugo dan mekoneum.
b. Sanguinolenta
Muncul pada hari 3-7 pasca persalinan, berwarna merah kuning dan
berisi darah lendir.
c. Serosa
Muncul pada hari 7-14 pasca persalinan, berwarna kecoklatan
mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
d. Alba
Muncul sejak 2-6 pasca persalinan, berwarna putih kekuningan
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.
e. Purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
f. Lochiostatis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila wanita post partum dalam
posisi berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan
17

bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan
kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah lochea
rata-rata pengeluaran lochea sekitar 240 hingga 270 ml.

E. Adaptasi Psikologis
Perubahan psikologis dibagi menjadi 3 fase (Bahiyatun, 2009) yaitu:
1. Taking In
Peiode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya. Ibu akan mengulang-ngulang pengalamannya waktu bersalin
dan melahirkan. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah
gangguan tidur. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera
makan biasanya bertambah.
2. Taking Hold
Berlangsung 2-4 hari post partum. Ibu menjadi perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan
tanggung jawab terhadap janin.
3. Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh
terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga ibu
mengalami tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus
beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang sangat tergantung yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan
sosial.

F. Fisiologis Way
Proses kehamilan diawali dengan proses sel telur oleh oum bertemunya
dengan berjuta-juta sperma. Dalam proses pembuahan sperma menembus ke
dalam sel telur yang telah matang. Peristiwa ini merupakan kesatuan yang
disebut dengan zigot, selanjutnya digerakkan menuju dinding rahim untuk
mengadakan peletakkan. Setelah peletakkan, embrio yang merupakan
18

kelanjutan dari zigot. Sehingga terjadilah nidasi dengan membentuk suatu


individu baru yang dikandung selama proses kehamilan. Proses kehamilan
akan terus berkembang menjadi lebih besar hingga disebut janin. Janin akan
terus berkembang dan berada dalam rahim dalam sembilan bulan hingga
memiliki kemampuan untuk hidup di luar tubuh ibu. Waktu normal terjadi
kelahiran adalah berkisar pada usia kehamilan 37 sampai 40 minggu atau
hamil aterm (Mitayani, 2009).
Kelahiran atau persalinan memiliki tanda-tanda inpartu kala yaitu kala I
pada pembukaan, kala II pengeluaran janin, kala III pengeluaran plasenta dan
kala IV pengawasan pada ibu post partum. Dalam persalinan terdapat tanda-
tanda yaitu jika sudah dekat, his makin sering terjadi, pengeluaran lendir
bercampur darah, ada dorongan, porsio membuka, perinium menonjol, anus
membuka, turunnya kepala masuk pintu panggul dan terkadang ketuban
pecah dengan sendirinya. Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada
lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler kornion dan trolobas,
sintesis maupun digradasi jaringan kolagen di kontrol oleh sistem aktivitas
dan inhibisi interleukin dan prostaglandin. Tetapi karena ada infeksi yang
biasanya disebabkan oleh organisme yang ada di vagina seperti E colli,
streptokokus fastafis, streptokokus dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktivitas dan prostaglandin menghasilkan kolagen jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion atau amnion, menyebabkan ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini
(KPD). Bila janin telah viabel (lebih dari 36 minggu) dan serviks sudah
matang, lakukan induksi persalinan spontan atau normal dengan oksitosin 2-6
jam setelah periode laten dan berikan antibiotik. Jika serviks belum matang,
matangkan sserviks dengan prostaglandin dan infus oksitosin. Pada kasus-
kasus tertentu bila induksi partus gagal, maka di lakukan tindakan operatif
atau section caesarea. Persalinan pengeluaran janin pasti terdapat luka apa
lagi dilakukan epistomi pada jalan lahir sehingga dapat memunculkan
masalah nyeri akut dan resiko infeksi secara rupturnya jalan lahir terjadi
penurunan intra abdomen ditandai dengan ketidakmampuan untuk
19

mengkosongkan kandung kemih secara keseluruhan memunculkan adanya


perubahan eliminasi urin dan mengakibatkan nyeri terjadilah konstipasi sulit
untuk buang air besar akan terjadi masalah perubahan eleminasi BAB
(Rohani, 2011).
Selama masa nifas ibu juga akan mengalami beberapa perubahan-
perubahan fisiologis dalam tubuhnya diantaranya pada laktasi ibu mulainya
ada hormon progesteron menurun dan esterogen meningkat. Umur kehamilan
dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang
lahir premature (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan
tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah
dari pada bayi lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap pada
bayi prematur dapat disebabkan berat badan lahir yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ sehingga muncul masalah ketidakefektifan
pemberian ASI. Jika ibu nifas ini informasi dan pengetahuan selama nifas
tidak tahu tentang perawatan payudaranya, breas care, laktasi, KB dan lain-
lain memunculkan masalah kurang pengetahuan. Selain laktasi juga ada
lochea cairan yang keluar dari vagina selama ibu nifas, apabila tidak sesuai
warna, bau dan jumlah juga bisa terjadi resiko tinggi infeksi (Rukiyah, 2011).
Pada ibu nifas juga memiliki adaptasi psikologis yaitu taking in, taking
hold dan letting go. Ibu nifas ini memiliki perubahan dalam psikologisnya
serta memiliki penambahan anggota baru dalam keluarganya sehingga
kebutuhan meningkat (Bahiyatun, 2009).
20

G. Fisiologis Way
Faktor Penyebab :
1. Kelemahan selaput ketuban Ketuban pecah dini
2. Faktor obstetrik
3. Diet dan kebiasaan
4. Aktivitas seksual Partus Spontan

Perubahan Fisiologis Perubahan Psikologis

Penurunan Takin In Takin hold Letting go


Ruptur jalan lahir Jaringan terbuka Nyeri defekasi estrogen dan
Edema dan
progesterone
memar di uretra
Berfokus Menyesuaikan Menerima
Terputusnya Proteksi kurang Kurang aktifitas fisik pada diri terhadap tanggung jawab
kontinuitas jaringan Merangsang
Penurunan sendiri perubahan terhadap perubahan
hormon
sentivitas dan peran
Invasi bakteri sensasi kandung prolactin
MK : Konstipasi Memerlukan Membutuhkan
Merangsang daerah kemih perlindungan informasi untuk
sensorik Merangsang dan perawatan Mulai
merawat
MK : Resiko Infeksi laktasi menjalankan
bayinya
oksitosin peran baru
MK : Gangguan
MK : Nyeri Akut Eliminasi Urin Mengalami
kelemahan MK : Defisiensi
Terjadi fisik Pengetahuan MK : Ansietas
pembendung
an ASI pada
payudara MK : Deficit
perawatan diri

Pemberian ASI
Gambar. 2.1 Fisiologi Way
Partus Spontan dengan ketuban pecah dini terganggu
Sumber : Mitayani(2009), Rohani (2011),
Rukiyah (2011), dan Huda (2015) MK :
Ketidakefektifan
Pengeluaran ASI
21

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk persalinan spontan (Rohani, 2011):
1. USG
2. Pemeriksaan laboraturium (Hb dan urinalis serta protein urine)
3. Pemeriksaan laboraturium khusus
4. Pemantauan janin dengan kardiokografi
Pemeriksaan untuk Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho, 2010) adalah:
1. Pemeriksaan laboraturium
a. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi,
bau dan pH nya.
b. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,
urine atau secret vagina.
c. Secret vagina ibu hamil pH: 4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
d. Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis), pH air ketuban 7-7,5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
e. Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
b. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit, namun
sering terjadi kesalahan biasanya pada penderita oligohidramnion.
3. Hasil tes
Pemeriksaan streril speculum menunjukkan adanya air ketuban dalam
vagina, ditegaskan dengan uji kertas nitrazine positif (biru gelap) dan
pemeriksaan mikroskopis (uji ferning).
22

I. Komplikasi
Berbagai masalah atau komplikasi yang terjadi pada persalinan adalah:
Ketuban Pecah Dini (KPD), persalinan premature, distosis batu, kehamilan
kembar, plasenta previa, pelainan posisi janin, gangguan denyut nadi janin,
persalinan lewat bulan (Rohani, 2011).
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho,
2010) adalah sebagai berikut:
1. Komplikasi sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernafasan (RSD: Respiratory Distress Syndrom)
yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir.
2. Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.
3. Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya di evalusi unutk
kemungkinan terjadi korioamniotas (radang pada korion dan amnion).
4. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada
KPD.
5. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.
6. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD
preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan partus spontan (Rohani, 2011) adalah sebagai berikut:
1. Penatalaksaan medis
Berikan obat antibiotik, cairan intravena, pemberian cairan glukosa dan
natrium, pemberian obat-obatan.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Memonitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan
suhu).
b. Memberikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi ibu
partus.
23

c. Berikan kebebasan pasien untuk memilih posisi yang paling nyaman


untuk persalinan.
d. Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada
pasien dan keluarganya atau pendamping.
Mengatakan penatalaksanaan untuk Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho,
2010) meliputi:
1. Penatalaksanaan medis
a. Beri antibiotika: bila ketuban pecah >6 jam berupa: ampisilin 4x500
mg atau gentamycin 1x80 mg.
b. Kehamilan >35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan
seksio sesaria. Cara induksi: 1 ampul syntocinon dalam dektrose 5%,
di mulai 4 tetes/menit, tiap ¼ jam dinaikkan 4 tetes sampai
maksimum 40 tetes/menit.
c. Beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir
bila ada faktor predisposisi.
e. Anjurkan pengkajian secara seksama upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecah ketuban.
f. Diskusikan pengaruh merokok selama hamil dan dukungan untuk
mengurangi/berhenti.
g. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah persalinan penderita boleh turun dan jika
pasien setelah operasi harus turun dari tempat tidur dengan dibantu
paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan
ke kamar mandi dengan bantuan.
24

h. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kedua tetapi jika pasien operasi section secarea (SC) hari ke lima
setelah operasi.

K. Pengkajian
Pengkajian menurut Mitayani (2009) meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
kllien.
a. Identitas
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan,
agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medikal
record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga
c. Pola pengkajian menurut teori Gordon adalah:
1) Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi
Persepsi tentang pentingnya kesehatan dalam kehidupan dan
pandangan apa yang dilakukan saat sakit. Hal perlu dikaji
seperti persepsi terhadap sakitnya, arti kesehatanya,
penatalaksanaanya, kunjungan dan pentingnya memeriksakan
kandungannya serta dapat juga ditanyakan adanya alergi.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan post partum biasanya mengkonsumsi susu ibu
menyusui, pasien biasanya merasa sangat lapar dan haus pada 2
25

sampai 3 hari pertama melahirkan. Hal ini diakibatkan karena


pertukaran cairan dalam tubuh akibat dieresis.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan buang air kecil dan buang air besar mengalami
gangguan karena adanya ketakutan untuk melakukannya. Hal
yang perlu dikaji yaitu frekuensi atau berapa kali BAB,
konsistensi, dan warna. Kemudian kaji juga frekuensi BAK,
warna cairan, kepekatan cairan dan jumlah cairan.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya setelah melahirkan akan terjadi gangguan mobilitas
atau gerakan terbatas karena takut terjadi perdarahan. Pasien
dengan post partum pada 24 jam pertama dapat duduk, hari
kedua pasien mulai bisa belajar berdiri, hari ketiga pasien dapat
belajar berjalan (Hidayat, 2013 dan Manuaba, 2012).
5) Pola Itirahat dan Tidur
Untuk mengetahui kebiasaan tidur apakah mengalami gangguan
atau tidak. Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena
adanya tangisan bayi dan rasa ketidaknyamanan yang dialami.
Hal yang perlu dikaji selanjutnya adalah kebiasaan tidur,
kebutuhan waktu tidur, riwayat gejala kurang tidur, ansietas,
depresi.
6) Pola Persepsi dan Kognitif
Tidak terjadi masalah pada alat pengindraan. Tidak mengalami
disorientasi. Hal yang perlu dikaji adalah orientasi waktu,
tempat dan orang lain adakah mengalami gangguan terhadap
pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman,
menggunakan alat bantu atau tidak. Pola peran dan konsep diri
mengalami perubahan psikologis karena penambahan anggota
baru dalam keluarga. Hal yang perlu dikaji adalah sudah sesuai
dengan kodratnya sebagai seorang ibu, dan menerima kehadiran
anak.
26

7) Pola Peran dan Hubungan


Setelah melahirkan pasien akan mengalami perubahan
psikologis, perubahan ini berhubungan dengan pola perubahan
peran yang dialami. Ada tiga fase yaitu taking in, taking hold
atau letting go. Kemudian kaji juga pola hubungan pasien
dengan keluarga.
8) Pola Seksual
Perubahan pola reproduksi yang terjadi pada reproduksi yang
meliputi vagina dan payudara. Pada daerah vagina yaitu
perineum menjadi kendur, bengkak, warna lokhea. Kemudian
pada payudara biasanya terjadi hiperpigmentasi pada areola dan
putting susu inverted.
9) Pola Koping
Terjadi pola peran karena penambahan anggota keluarga baru.
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana penyelesaian masalah
dalam kehidupan rumah tangganya dan adanya anggota baru
dalam kehidupan pasien.
10) Pola Keyakinan dan Nilai
Tidak melakukan ibadah sesuai dengan aturan karena rasa nyeri
yang timbul akibat proses persalinan. Hal perlu dikaji adalah
kepercayaan yang dianut, kegiatan dalam melaksanakan
keagamaan.
d. Pemeriksaan fisik: head to toe.
1. Kepala dan wajah
Kaji bentuk kepala yaitu mesochepal, hidrochepal atau
makrochepal. Mata perlu di periksa dibagian sclera, konjungtiva
anemis atau tidak. Dan pada daerah wajah, biasanya ada yang
mengalami edema, dan penurunan melamin yang akan
menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit.
27

2. Dada.
Pada pemeriksaan dada berfokus pada payudara. Selama
kehamilan, payudara disiapkan untuk laktasi (hormon esterogen
dan progresteron) kolostrum, putting susu yang menonjol,
terjadi hiperpigmentasi pada putting dan areola, cairan payudara
yang keluar sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan
minggu pertama post partum. Pembesaran kelenjar payudara
terjadi dengan adanya penambahan sisitem vaskuler dan limfatik
sekitar payudara. Payudara menjadi besar, mengeras dan sakit
bila disentuh.
3. Abdomen
Hari pertama setelah melahirkan, abdomen akan tampak
menonjol seperti masih hamil sedangkan dinding abdomen akan
tampak kendur. Kemudian kaji adanya Diastesis Rektus
Abdominis (DRA) yaitu suatu pemisahan otot-otot dinding
abdomen, biasanya terjadi pada ibu dengan tonus otot yang
buruk. Selain itu kaji juga adanya garis-garis striae/guratan pada
perut yang disebabkan oleh meregangnya, melenturnya atau
pecahnya serabut-serabut elastis pada kulit, yang tampak
berwarna merah atau ungu. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Pada pasien post operasi kaji juga luka bekas operasi.
4. Genitalia
Dilakukan pemeriksaan dengan inspeksi dilihat kebersihan
genitalia, lihat ada tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema,
ekimosis, Discharge, Approximately) pengeluaran air ketuban
(jumlah, warna, bau) dan kaji apakah pasien terpasang DC.
Biasanya pasien post operasi belum dapat berkemih secara
mandiri sehingga dipasang DC dan kaji juga lokhea pasien.
5. Pemeriksaan diagnostik.
Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia,
infeksi.
28

L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post partum indikasi KPD
(Huda, 2015) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis ditandai dengan
adanya laserasi perinium, vagina dan serviks.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan retensi urin.
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.
5. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan tidak bisa mengeluarkan ASI.
6. Kurang pengetahuan (perawatan payudara) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi.

M. Intervensi
Intervensi keperawatan pada pasien post partum indikasi KPD (Huda,2015):
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis ditandai dengan
adanya laserasi perineium, vagina dan serviks.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Tabel 2.1 Indikator Nyeri Akut.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Nyeri berkurang
2. Melaporkan adanya nyeri
3. Ekspresi nyeri di wajah
4. Frekuensi nyeri
Keterangan:
a. Keluhan ekstrim.
b. Keluhan berat.
c. Keluhan sedang.
d. Keluhan ringan.
e. Tidak ada keluhan.
29

Intervensi:
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
b. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan.
c. Ajarkan teknik non farmakologi nafas dalam, relaksasi dikstrasi.
d. Tingkatkan istirahat.
e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi resiko.
Kriteria hasil:
Tabel 2.2 Indikator Resiko Infeksi.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
2. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah infeksi
3. Pengetahuan tentang infeksi
Keterangan:
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang-kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
Intervensi:
a. Monitor TTV
b. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Anjurkan pasien meningkatkan hygiene
d. Tingkatkan intake nutrisi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
f. Anjurkan pasien meningkatkan personal hygiene dan vulva
hygiene.
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan retensi urin.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan eliminasi BAK.
30

Kriteria hasil:
Tabel 2.3 Indikator Gangguan Eleminasi Urin.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Mampu ke toilet secara mandiri
2. Tidak adanya infeksi salura kemih
3. Berkemih >150cc setiap kali
4. Pola pengeluaran urin yang dapat
diperkirakan
Keterangan:
a. Tidak pernah
a. Jarang
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Rutin
Intervensi:
a. Pertahankan pola eliminasi yang optimum
b. Pantau eliminasi urin
c. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
d. Instruksikan kepada pasien untuk berespon segera terhadap
kebutuhan eliminasi.
e. Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan,
diantara waktu makan dan diawal petang.
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan eliminasi BAB.
Kriteria hasil:
Tabel 2.4 Indikator Konstipasi.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Mampu ke toilet secara mandiri
2. Tidak adanya nyeri saat BAB
3. BAB tiap pagi
4. Pola pengeluaran BAB yang dapat
diperkirakan
Keterangan:
a. Tidak pernah
b. Jarang
31

c. Kadang-kadang
d. Sering
e. Rutin
Intervensi:
a. Kaji pola eliminasi pasien
b. Anjurkan pasien untuk diet tinggi serat (sayur dan buah-buahan
segar) dan banyak minum (2-3 liter per hari).
c. Anjurkan pada pasien untuk beraktivitas seperti jalan.
d. Kolaborasi terapi pelunak feses untuk memudahkan penyerapan
air dan lemak dalam feses.
5. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan masalah Ketidakefektifan pengeluaran ASI dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
Tabel 2.5 Indikator Ketidakefektifan pengeluaran ASI.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Klien mengungkapkan puas dengan
menyusui
2. Klien mampu menyusui dengan cukup
3. Posisi yang nyaman selama menyusui
4. Pengetahuan keluarga tentang manfaat ASI
Keterangan:
a. Keluhan ekstrim
b. Keluhan berat
c. Keluhan sedang
d. Keluhan ringan
e. Tidak ada keluhan
Intervensi:
a. Lakukan breast care dan pantau kemapuan untuk melakukan
secara teratur.
b. Beri dukungan kepada ibu untuk melaksanakan pemberian ASI
eksklusif.
32

c. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien


dalam pemberian ASI.
d. Ajarkan cara mengeluarkan ASI
e. Anjurkan klien untuk menyusui bayi 2 jam sekali.
6. Kurang pengetahuan berhubungan (perawatan payudara) berhubungan
dengan berkurangnya paparan informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan pengetahuan klien meningkat.
Kriteria hasil:
Tabel 2.5 Indikator Kurang Pengetahuan.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Memahami teknik menyusui yang benar
2. Mampu melakukan teknik menyusui yang
benar
3. Mampu melakukan perawatan payudara
Keterangan:
a. Tidak ada
b. Sedikit
c. Sedang
d. Berat
e. Penuh
Intervensi:
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan klien.
b. Jelaskan teknik menyusui yang benar.
c. Ajarkan cara melakukan perawatan payudara.
d. Berikan penjelasan tentang tanda-tanda bendungan ASI.
e. Berikan penjelasan tentang tanda infeksi payudara.
33

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada hari Sabtu tanggal 5 Desember
2015 jam 17.30 WIB diruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto.
1. Identitas pasien.
Dari pengkajian tersebut, penulis telah memperoleh data identitas
pasien, yaitu pasien berinisial Ny. S, berumur 18 tahun, pasien telah
menikah, pendidikan terakhir pasien adalah SMP, pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga, pasien adalah suku Jawa. Pasien masuk ke RSUD Prof Dr
Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Jumat tanggal 4 Desember 2015
jam 11.00 WIB dengan diagnosa medis G1P0A0 dengan persalinan
spontan indikasi ketuban pecah dini (KPD). Penanggung jawab pasien
adalah Tn. S, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 26 tahun. Tn. S
adalah suami pasien, pendidikan terakhir SMP, dan pekerjaan adalah
sebagai wiraswasta.
2. Status obstetri.
Pada saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh payudara pasien
tidak bisa mengeluarkan ASI.Pasien baru dengan keluhan ketuban pecah
dini dibawa ke bidan setempat dan dirujuk ke RSUD Prof Dr Margono
Soekarjo pada tanggal 4 Desember 2015 jam 11.00 WIB dengan keluhan
kencang-kencang. Jam 14.15 WIB lahir dengan presentasi kaki, jam
14.50 masih ada sisa placenta dan masuk ke ruang Flamboyan pada
pukul 17.00 WIB. Bayi Ny. S lahir tanggal 4 Desember 2015 jam 14.15
WIB dengan nilai APGAR skor baik.Riwayat obstetri pasien yaitu pasien
mengatakan pertama mengalami menstruasi pada umur 11 tahun, lama
menstruasi 1 minggu atau 7 hari. Selama menstruasi pasien mengatakan
nyeri tetapi tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Hari pertama hari
34

terakhir (HPHT) pasien menstruasi adalah tanggal 18 april 2015. Pasien


sebelumnya tidak menggunakan KB dan sekarang menggunkan KB IUD.
3. Status kesehatan.
Pada riwayat dahulu pasien mengatakan rutin kontrol kandungan ke
bidan dan tidak ada pantangan apapun. Pasien mengatakan pernah
dirawat di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto pada tanggal 18
November 2015 di HCU selama 3 hari karena hb pasien turun yaitu 2 u/L
dan mendapat transfusi darah sebanyak 6 kolf dan hb akhir yaitu 9 u/L.
Dan pasien mengatakan pernah mengalami tensi tinggi waktu kehamilan
7 bulanan dengan tensi 180/90 mmHg. Dan setelah melahirkan saat
pengkajian di ruang Flamboyan menjadi 130/90 mmHg. Pasien juga
mengatakan mengalami penyakit anemia sejak menstruasi pertama.
4. Pola Gordon.
Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan, pasien
mengatakan saat hamil rutin kontrol kandungan ke bidan dan tidak ada
pantangan apapun. Pasien mengatakan sangat menghandalkan dan
mengikuti program yang diberikan dari bidan demi kesehatan janin dan
kesehatan pasien. Pasien mengatakan sangat bahagia dengan kehamilan
pertamanya.
Pasien mengatakan pipis ± 5x sehari menggunakan pispot, urine
kuning bercampur darah nifas. Dan BAB pasien mengatakan belum mau
BAB karena takut akan jahitan yang di perinium. Aktivitas dirumah sakit
pasien mengatakan belum bisa bangun dari tempat tidur karena nyeri di
perut dan takut dengan jahitan yang di perinium.
5. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik keadaan fisik pasien baik, kesadaraan pasien
composmentis, tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi: 64x/menit, Respirasi:
20x/menit, suhu: 36,5°C. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikhterik. Hidung tidak ada sekret, tidak ada benjolan polip. Telinga
bersih, pendengaran normal. Mulut atau gigi tidak ada karies gigi,
mukosa bibir lembab. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
35

Dinding dada simetris kiri dan kanan, putting susu menonjol. Paru-paru
simetris, tidak ada suara tambahan. Jantung tidak ada keluhan, tidak ada
bising jantung. Abdomen TFU dua jari dibawah pusar. Genetalia terdapat
jahitan diperineum, masih mengeluarkan darah nifas 1 pembalut 30cc.
Ekstremitas atas terpasang infus RL 20x/menit, ekstremitas bawah tidak
terdapat oedem. Turgor kulit baik, bersih.
6. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang Hemoglobin L 8.4 g/dl, nilai normal (12-
16), Leukosit 7.440 /uL, nilai normal (4.800-10.800), Hematokrit 27 %,
nilai normal (37-47), Eritrosit 2.0 10^6/uL, nilai normal (4.2-5.4),
Batang 0.5 % nilai normal (2.00-5.00).
Untuk program terapi pasien, penulis mencantumkan 2 hari
pemberian terapi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu oxytocin 10
mg/iv, drip oxytocin 20 mg/iv, mp 125 gr/8jam, ranitidine 3 ml/12 jam.

B. Analisa Data, Perumusan diagnosa keperawatan.


1. Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada hari Sabtu
tanggal 5 Desember 2015, maka diperoleh data dengan masalah
keperawatan pada pasien Ny. S sebagai berikut:
Tabel 3.1 Analisa data.
No. Tanggal Data Etiologi Problem
1. Sabtu, 5 DS: pasien mengatakan ASI belum Prematuria Ketidakefektifan
Desember keluar pemberian ASI
2015 DO: terlihat belum mengeluarkan
ASI
2. Sabtu, 5 DS: pasien mengatakan ada jahitan Trauma Resiko infeksi
Desember di jalan lahir jaringan
2015 DO: terlihat ada jahitan di perinium

2. Perumusan diagnosa keperawatan.


a. Hari pertama
1) Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan
prematuria ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan
36

bahwa ASI belum keluar dan menanyakan cara perawatan


payudara.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai
dengan data objektif yaitu perineum kotor, lochea 30cc pada
pembalut, terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit
7.440 /uL (4.800-10.800).
b. Hari kedua
1) Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan
prematuria ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan
bahwa ASI belum keluar dan menanyakan cara perawatan
payudara.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai
dengan data objektif yaitu perineum kotor, lochea 30cc pada
pembalut, terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit
7.440 /uL (4.800-10.800).

C. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Pada Pasien


1. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan DS:
pasien mengatakan ada jahitan di jalan lahir DO: terlihat ada jahitan di
perinium.
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan DS: pasien mengatakan ASI belum keluar DO: terlihat
belum mengeluarkan ASI.
Prioritas diagnosa keperawatan
1. Hari pertama
a. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan bahwa ASI belum
keluar dan menanyakan cara perawatan payudara.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
data objektif yaitu perineum kotor, lochea 30cc pada pembalut,
37

terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit 7.440 /uL (4.800-
10.800).
2. Hari kedua
a. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan bahwa ASI belum
keluar dan menanyakan cara perawatan payudara.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
data objektif yaitu perineum kotor, lochea 30cc pada pembalut,
terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit 7.440 /uL (4.800-
10.800).

D. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi.


1. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan dari diagnosa Resiko infeksi adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x8 jam diharapakan masalah resiko
infeksi tidak dapat terjadi dengan kriteria hasil:
Tabel Indikator 3.2 Resiko infeksi
Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3 5
2. Menunjukkan kemampuan untuk mengenali 3 5
timbulnya infeksi
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat 3 5
Keterangan:
a. Keluhan ekstrim
b. Keluhan berat
c. Keluhan sedang
d. Keluhan ringan
e. Keluhan tidak ada
Intervensi:
a. Batasi pengunjung
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
c. Pertahankan tehnik apsesis pada pasien
d. Berikan perawatan pada daerah perinium
38

e. Inspeksi kondisi luka


f. Dorong untuk istirahat.
Impelementasi:
a. Melakukan perawatan perinium (vulva hygiene) didapatkan
evaluasi respon data subjektif pasien mengatakan merasa nyaman
data objektif daerah vagina pasien terlihat bersih.
b. Melakukan observasi tanda dan gejala infeksi didapatkan evaluasi
respon data subjektif pasien mengatakan belum mengganti
pembalut karena merasa masih sedikit darahnya data objektif
terlihat sedikit darah di pembalut.
Evaluasi pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan adalah:
S: pasien mengatakan masih mengeluarkan darah nifas
O: terlihat sedikit darah nifas di pembalut
A: masalah resiko infeksi belum teratasi
Tabel Indikator 3.3 Resiko infeksi
Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi 3 5 2
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 3 5 3
timbulnya infeksi
3. Menunjukan perilaku hidup sehat 3 5 3
P: Lanjutkan intervensi:
1. Kaji tanda gejala infeksi
2. Lakukan vulva hygiene
3. Berikan penkes tentang perawatan perineum
2. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
Tujuan dari diagnosa Ketidakefektifan pemberian ASI setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 8 jam diharapkan masalah
keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
39

Tabel Indikator 3.4 Ketidakefektifan pengeluaran ASI


Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Diskontinuitas progresif pemberian ASI 3 5
2. Pengetahuan pemberian ASI 3 5
Keterangan:
a. Keluhan sangat berat
b. Keluhan berat
c. Keluhan sedang
d. Keluhan ringan
e. Tidak ada keluhan
Intervensi:
a. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui
b. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik memompa ASI
c. Sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian pemberian
ASI
d. Demonstrasikan latihan menghisap
e. Diskusikan metode alternative pemberian makan bayi.
Implementasi:
a. Mengkaji payudara didapatkan evaluasi respon data subjektif
pasien mengatakan belum mengeluarkan ASI.
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan payudara
didapatkan evaluasi respon data subjektif pasien mengatakan
sudah paham melakukan perawatan payudara, data objektif
terlihat bisa melakukan saat diminta mempraktikan.
Evaluasi pada diagnosa ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan
dengan prematuria adalah:
S: Pasien mengatakan masih belum mengeluarkan ASI
O: Terlihat belum mengeluarkan ASI saat putting ditekan
A: Masalah ketidakefektifan pengeluaran ASI belum teratasi
40

Tabel Indikator 3.5 Ketidakefektifan pengeluaran ASI


Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Diskontinuitas progresif pemberian ASI 3 5 4
2. Pengetahuan pemberian ASI 3 5 5
P: Lanjutkan intervensi:
1. Berikan pendidikan kesehatan tentang perawatan payudara
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pijat payudara
41

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan mencoba membahas tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. S partus spontan dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD) hari pertama diruang Flamboyan selama 2 hari mulai tanggal 5
sampai 6 Desember 2015, membahas tentang kesenjangan yang muncul antara
teori yang ada dengan kasus yang nyata.

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap dimana pengumpulan data informasi dan
pembuat data dasar untuk menentukan masalah yang dialami pasien di mulai
dengan pemeriksaan dan observasi (Mitayani, 2009). Metode yang digunakan
penulis dalam mengumpulkan data selama melakukan Asuhan Keperawatan
adalah dengan metode wawancara yang dimaksud dengan mewawancarai
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka antara si-penanya dengan si-penjawab
dengan menggunakan alat yang di namakan panduan wawancara (Aziz,
2010). Hasil wawancara didapatkan klien mengatakan bahwa ASI belum
keluar, pasien juga menanyakan tentang cara perawatan payudara yang benar
dan pasien mengeluh tidak bisa atau ASI belum keluar dan pasien belum tau
tentang cara perawatan payudara dan menyusui yang benar. Data objektif:
terlihat belum mengeluarkan ASI, pasien baru pertama mempunyai anak.
Nina (2013) mengatakan bahwa ada beberapa yang mempengaruhi produksi
ASI diantaranya adalah umur kehamilan saat melahirkan; umur kehamilan
dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini disebabkan bayi lahir
prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak
mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah
daripada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap
pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan lahir yang rendah dan
belum sempurnanya fungsi organ. Pada saat melakukan pengkajian atau
42

pengumpulan data, penulis sedikit menemukan kesulitan yaitu kurangnya


pengkajian yang lebih lengkap yaitu apakah payudara keras atau tidak,
bagaimana keadaan bayi, merasa kesakitan pada payudara atau tidak.
Metode pemeriksaan fisik dengan cara pengamatan mata dari ujung
rambut samapai ujung kaki. Pemeriksaan fisik dengan melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien,
pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara inspeksi, perkusi, palpasi,
auskultasi. Pada pemeriksaan fisik di temukan pada pasien keadaan umum
baik, kesadaran composmentis, TD 130/90 mmHg, N 64x/menit, RR
20x/menit, suhu 36,5°C. Pada pemeriksaan head to toe di dapatkan hasil
payudara pasien menunjukkan payudaranya kedua tampak simetris, putting
menonjol. Pada pemeriksaan genetalia lochea rubra: darah masih segar 1
pembalut 30cc, sisa selaput ketuban, terdapat luka jahitan di perinium,
perinium kotor, anus tidak ada hemoroid.
Studi dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable
berupa catatan buku dan sebagainya, sebagai data penunjang (Aziz, 2010).
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan laboraturium, dari pemeriksaan
ini didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut; Leukosit 7.440 /uL nilai
normal (4.800-10.800). Pada kasus ini kemungkinan bisa terjadi peningkatan
leukosit karena luka jahitan di perinium disebabkan karena produksi sel-sel
yang melawan infeksi, adanya sistem kekebalan tubuh, pada luka jaringan
terputus sehingga menyebabkan bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi
(Mitayani, 2009). Untuk program terapi pasien, pemberian terapi yang dapat
diberikan kepada pasien mendapatkan injeksi ranitidine 3 ml dan ada lagi
tetapi penulis tidak mendokumentasikan karena penulis hanya
mengimplementasikan pemberian ranitidine.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat perawat
profesional, menggambarkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat
43

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya dapat atau mampu menolongnya


(Wilkinson, 2011). Dalam teori pada kasus partus spontan dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD) diagnosa keperawatan yang muncul ada 6 menurut Huda
(2015) dan Rukiyah (2011). Dari 6 diagnosa keperawatan tersebut menurut
teori, 4 diagnosa yang ada di teori tetapi tidak ada di kasus nyata dan tidak
ditemukan diagnosa temuan karena tidak ditemukannya data-data yang
memunculkan adanya diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam konsep.
1. Diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada kasus nyata yang
sesuai dengan teori:
a. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria.
Ketidakefektifan pengeluaran ASI adalah ketidakpuasan atau
kesulitan ibu, bayi, atau anak menjalani proses pemberian ASI.
Batasan karakteristik: ketidakedekuatan suplai ASI, bayi
melengkung menyesuaikan diri dengan payudara, bayi menangis
pada payudara, bayi menangis dalam jam pertama setelah menyusui,
bayi rewel dalam jam pertama setelah menyusui, ketidakmampuan
bayi untuk lacth-on pada payudara ibu secara tepat, menolak
latching on, ketidakcukupan pengosongan setiap payudara setelah
menyusui, ketidakcukupan kesempatan untuk menghisap payudara,
kurang menambah berat badan bayi, tidak tampak tanda pelepasan
sitoksin, tampak ketidakadekuatan asupan susu, luka puting yang
menetap setelah minggu pertama menyusui, penurunan berat badan
bayi terus menerus, tidak menghisap payudara terus menerus.
Faktor yang berhubungan: defisit pengetahuan, anomaly bayi,
bayi menerima makanan tambahan dengan puting buatan,
diskontinuitas pemberian ASI, ambivalen ibu, ansietas ibu, anomaly
payudara ibu, keluarga tidak mendukung, pasangan tidak
mendukung, reflek menghisap buruk, prematuria, pembedahan
payudara sebelumnya, riwayat kegagalan menyusui sebelumnya
(Huda, 2015).
44

Diagnosa keperawatan ini penulis angkat karena data-data yang


mendukung yaitu pasien mengatakan ASI belum keluar, pasien baru
mempunyai anak pertamanya, dan pasien juga menanyakan cara
bagaimana cara perawatan payudara. Disini terdapat bayi lahir di
minggu ke 33 dan bayi prematur mempunyai organ yang belum
sempurna sehingga belum bisa mempunyai daya hisap ASI yang
kuat.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka trauma jaringan.
Resiko infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patoganik.
Faktor-faktor resiko: Penyakit kronis; diabetes melitus, obesitas.
Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjanan
patogen. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat; gangguan
peristalsis, kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena,
prosedur invasif), perubahan sekresi pH, penurunan kerja siliaris,
pecah ketuban dini, pecah ketuban lama, merokok, stasis cairan
tubuh, trauma jaringan (mis. trauma destruksi jaringan).
Ketidakadekuatan pertahanan sekunder; penurunan hemoglobin,
imunosupresi (mis. imunitas didapat tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi
monoklonal, imunomudulator), supresi respon inflamasi. Vaksinasi
tidak adekuat. Pemanjanan terhadap patogen. Lingkungan
meningkat; wabah. Prosedur invasif. Malnutrisi (Huda, 2015).
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan resiko infeksi karena
tanda-tanda dan gejala untuk diagnosa aktual faktor resiko, serta
kemungkinan komunikasi dan juga dengan tidak adanya data mayor
seperti tumor (bengkak), color (panas), rubor (kemerahan), dolor
(nyeri) dan fungiolesa (penurunan fungsi) (Baiyatun, 2009).
Ada data-data yang mendukung yaitu pada bagian perinium
pasien terdapat luka trauma jaringan, lochea 30cc pada pembalut,
45

selain itu dari pemeriksaan laboraturium menunjukkan leukosit


7.440 u/L.
2. Diagnosa keperawatan yang ada di teori tetapi tidak ada dalam kasus
nyata:
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury biologis.
Nyeri Akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (International Association For The Study Of Pain): awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat di antisipasi atau di prediksi dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik: perubahan selera makan, perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi
pernafasan, laporan isyarat, diaforesis, perilaku distraksi (mis.
berjalan mondar mandir mencari orang lain dan atau aktivitas lain,
aktivitas yang berulang), mengekspresikan perilaku (mis. mata
kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau pada
tetap satu fokus meringis), sikap melindungi area nyeri, fokus
menyempit (mis. gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan), indikasi nyeri
yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap
tubuh melindungi, dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara verbal,
gangguan tidur.
Faktor yang berhubungan: agen cedera (mis. biologis, zat kimia,
fisik, psikologis) (Huda, 2015).Ada tanda-tanda Nyeri Akut pada
pasien yaitu agen cedera biologis seperti luka epistomy tapi penulis
tidak mengangkat diagnosa nyeri akut karena semua pasien yang
masuk rumah sakit pasti mengalami masalah nyeri akut dan pasti
akan tertangani dengan pemberian obat anti nyeri. Dan pemberian
obat adalah kolaborasi dari dokter jadi penulis tidak mengangkat
masalah diagnosa nyeri akut.
46

b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar


informasi.
Kurang pengetahuan yaitu ketiadaan atau defisiensi informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.Batasan karakteristik:
perilaku hiperbola, ketidakakuratan mengikuti perintah,
ketidakakuratan melakukan tes, perilaku tidak tepat (mis. histeria,
bermusuhan, agitasi, apatis), pengungkapan masalah.Faktor yang
berhubungan: keterbatasan kognitif, salah interprestasi informasi,
kurang pajanan, kurang minat dalam belajar, kurang dapat
mengingat, tidak familiar dengan sumber informasi (Huda, 2015).
Penulis tidak mengangkat diagnosa kurang pengetahuan karena
pasien cukup paham dengan segala informasi yang telah penulis
sampaikan misalnya perawatan payudara, cara menyusui dan cuci
tangan
c. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan retensi urin.
Gangguan eleminasi urin yaitu disfungsi pada eleminasi urin.
Batasan karakteristik: disuria, sering berkemih, anyang-anyangan,
inkontinensia, nokturia, retensi, dorongan.Faktor yang berhubungan:
obstruksi anatomic, penyebab multiple, gangguan sensori motorik
infeksi saluran kemih (Huda, 2015).
Penulis tidak menegakkan diagnosa ini dikarenakan kurangnya
data yang mendukung penulis untuk dapat menegakkan diagnosa ini.
d. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.
Konstipasi adalah penurunan pada frekuensi normal defekasi
yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap
feses/atau pengeluaran feses yang kering, keras dan banyak.
Batasan karakteristik: nyeri abdomen, nyeri tekan abdomen
dengan teraba resistensi otot, nyeri tekan abdomen tanpa teraba otot,
anoreksia, penampilan tidak khas pada lansia (mis. perubahan pada
status mental, inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak penyebabnya,
peningkatan suhu tubuh), bobogirigmi, darah merah pada feses,
47

perubahan pola pada defekasi, penurunan frekuensi, penurunan


volume feses, distensi abdomen, rasa rektal penuh, rasa tekanan
rektal, keletihan umum, feses keras dan berbentuk, sakit kepala,
bising usus hiperaktif, bising usus hipoaktif, peningkatan tekanan
abdomen, tidak dapat makan; mual, rembesan feses cair, nyeri pada
saat defekasi, massa abdomen yang dapat diraba, adanya feses lunak,
seperti pasta didalam rektum, perkusi abdomen pekak, sering flatus,
mengejan pada saat defekasi, tidak mengeluarkan feses, muntah.
Faktor yang berhubungan: Fungsional: kelemahan otot
abdomen, kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi,
ketidakadekuatan toileting (mis. batasan waktu, posisi untuk
defekasi, privasi), kurang aktivitas fisik, kebiasaan defekasi tidak
teratur, perubahan lingkungan saat ini. Psikologis: depresi, stress
emosi, konfusi mental. Farmakologi: antasida mengandung
alumunium, antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan, agens
antilipemik, garam bismuth, kalsium karbonat, penyekat saluran
kalsium, diuretik, garam besi, penyalahgunaan laksatif, agens
antiinflamsi non steroid, opiate, fenotiazid, sedative,
simpatomimemik. Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, kemoroid,
penyakit hischsprung, gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca
bedah, kehamilan, pembesaran prostat, abses rektal, fisura anak
rektal, prolaps rektal, ulkus rektal, rektokel, tumor. Fisiologis:
perubahan pola makan, perubahan makanan, penurunan motilitas
traktus gastrointestinal, dehidrasi, ketidakedekuatan gigi geligi,
ketidakadekuatan hygiene oral, asupan serat tidak cukup, asupan
cairan tidak cukup, kebiasaan makan buruk (Huda, 2015).
Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena pasien tidak
mengalami tanda-tanda dari konstipasi.
48

3. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata tetapi tidak ada
dalam konsep teori (diagnosa temuan) yaitu Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan
sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik: tidak ada nadi, perubahan fungsi motorik,
perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban,
kuku, sensasi, suhu), indek angkle-brankhial <0,90, perubahan tekanan
darah diekstremitas, waktu pengisian kapiler >3 detik, klaudikasi, warna
tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan, kelambatan
penyembuhan luka perifer, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas,
bruit femoral, pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit, pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit, perestesia, warna kulit pucat saat elevasi.
Faktor yang berhubungan: kurang pengetahuan tentang faktor
pemberat (mis., merokok, gaya hidup yang monoton, trauma, obesitas,
asupan garam, imobilitas), kurang pengetahuan tentang proses penyakit
(mis., diabetes, hiperlipidemia), diabetes melitus, hipertensi, gaya hidup
monoton, merokok.
Ditandai dengan pasien mengatakan semenjak pertama haid
suka pusing dan minum obat penambah darah dan pada hamil 7 bulan
pasien masuk rumah sakit karena Hb 2 u/L dan mendapat transfusi darah
sebanyak 6 kolf.
Penulis tidak memunculkan diagnosa Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer karena penulis tidak mengimplementasikan tindakan
yang berhubungan dengan diagnosa tersebut.
49

C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


1. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
a) Intervensi
Tujuan dari intervensi resiko infeksi pada tanggal 5-6
Desember 2015 adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x8 jam diharapkan masalah keperawatan resiko infeksi tidak
dapat terjadi. Pada tindakan keperawatan 2x8 jam seharusnya 2x24
jam karena penulis melakukan tindakan selama 2 hari. Indikator
yang akan dicapai adalah klien bebas dari tanda dan gejala infeksi,
menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi,
menunjukkan perilaku hidup sehat. Intervensi yang akan penulis
lakukan sesuai dengan teori yaitu batasi pengunjung, monitor tanda
dan gejala infeksi, pertahankan teknik apsesis pada pasien, berikan
perawatan pada daerah perinium, inspeksi kondisi luka, dorong
untuk istirahat (Huda , 2015).
b) Implementasi
Tindakan keperawatan yang penulis berikan untuk mengatasi
masalah keperawatan resiko infeksi sesuai teori Huda (2015) adalah
melakukan perawatan perawatan perinium (vulva hygiene)
didapatkan data subjektif pasien mengatakan merasa nyaman dan
data objektif terlihat bersih. Melakukan observasi tanda dan gejala
infeksi didapatkan data subjektif pasien mengatakan belum
mengganti pembalut karena merasa masih sedikit, dan data objektif
terlihat sedikit darah di pembalut.
Dalam konsep keperawatan disebutkan ada 6 intervensi dan
penulis berhasil melaksanakan 2 dari intervensi yang ada karena
dalam melakukan tindakan, pasien kooperatif. Dengan tindakan di
atas resiko infeksi dapat berkurang, membantu penyebaran infeksi
dan akan mencegah bersarangnya bibit penyakit sehingga dapat
mempercepat proses persembuhan. Semua intervensi yang sudah
penulis rencanakan pada diagnosa kedua dapat dilakukan. Prosedur
50

tindakan keperawatan yang penulis lakukan telah sesuai dengan


kondisi dan kebutuhan pasien.
Faktor pendukung dari telaksanakannya semua tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan ini karena pasien dan
keluarga pasien kooperatif. Kelemahannya memerlukan ketelitian
dan kepatuhan dari pasien serta memerlukan dukungan dari semua
pihak.
c) Evaluasi
Hasil evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dari
tanggal 5-6 Desember 2015 diagnosa keperawatan masalah resiko
infeksi diharapkan akan teratasi dalam waktu 2x8 jam seharusnya
waktu yang didokumentasikan yaitu 2x24 jam,masalah sudah teratasi
di tandai dengan S: pasien mengatakan masih mengeluarkan darah
nifas, O: terlihat sedikit darah nifas di pembalut, pada perinium
masih terdapat luka trauma jaringan dan tetap di anjurkan pasien
meningkatkan personal hygiene. Sehingga penulis mengambil
kesimpulan pada tanggal 6 Desember 2015 jam 14.00 WIB bahwa
masalah keperawatan resiko infeksi sudah teratasi dengan pasien
sudah mencapai angka indikator yaitu pasien mampu menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dan mendapat
penkes perawatan perineum.
2. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria.
a) Intervensi
Tujuan intervensi ketidakefeketifan pengeluaran ASI pada
tanggal 5-6 Desember 2015 adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x8 jam diharapkan masalah ketidakefektifan
pengeluaran ASI dapat teratasi seharusnya penulis menuliskan waktu
2x24 jam karena penulis melakukan tindakan keperawatan selama 2
hari. Indikator yang dicapai adalah klien diskontinuitas progresif
pemberian ASI dan pengetahuan pemberian ASI. Intervensi yang
akan penulis lakukan sesuai dengan teori yaitu tentukan keinginan
51

dan motivasi ibu untuk menyusui, sediakan informasi tentang laktasi


dan teknik memompa ASI, sediakan informasi tentang keuntungan
dan kerugian pemberian ASI, demonstrasikan latihan menghisap,
diskusikan metode alternative pemberian makan bayi (Huda, 2015).
b) Implementasi
Tindakan keperawatan yang penulis berikan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan pengeluaran ASI sesuai Huda (2015)
adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
payudara didapatkan data subjektif pasien mengatakan belum pernah
mencoba perawatan payudara. Mengkaji payudara didapatkan data
subjektif pasien mengatakan belum mengeluarkan ASI.
Dalam konsep keperawatan disebutkan ada 5 intervensi dan
penulis berhasil melaksanakan 2 dari intervensi yang ada karena
dalam melakukan tindakan, pasien kooperatif. Dengan tindakan pada
diagnosa ketidakefektifan pengeluaran ASI yaitu dapat dibantu
membantu si ibu melakukan perawatan payudara dengan
memberikan penyuluhan tentang payudara. Semua intervensi yang
sudah penulis rencanakan pada diagnosa pertama dapat dilakukan.
Prosedur tindakan keperawatan yang penulis lakukan telah sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Faktor pendukung dari terlaksanakannya semua tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan ini karena pasien dan
keluarga pasien kooperatif dengan penulis dan tersediannya media
pendukung dalam melaksanakan pendidikan kesehatan. Pada
intervensi ini terdapat kelebihan yaitu apabila dilaksanakan sesuai
prosedur dapat mempercepat pengeluaran ASI yang lebih banyak.
Kelemahannya memerlukan kesabaran dalam menyusui serta
memerlukan dukungan dari semua pihak.
c) Evaluasi
Hasil evaluasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dari
tanggal 5-6 Desember 2015 diagnosa keperawatan masalah
52

ketidakefektifan pengeluaran ASI diharapkan akan teratasi dalam


waktu 2x8 jam seharusnya waktu yang didokumentasikan yaitu 2x24
jam, masalah keperawatan ketidakefektifan pengeluaran ASI teratasi.
Ditandai dengan data subjektif: pasien mengatakan masih belum
mengeluarkan ASI dan data objektif: terlihat belum mengeluarkan
ASI saat puting ditekan. Sehingga penulis dapat menyimpulkan pada
tanggal 6 Desember 2015 jam 14.00 WIB bahwa masalah
ketidakefektifan pengeluaran ASI sudah teratasi dan penulis
menganjurkan discharge planing kepada pasien dengan lakukan pijat
pada payudara atau lakukan breast care dan pantau kemampuan
untuk melakukan secara teratur. Beri dukungan kepada ibu untuk
melaksanakan pemberian ASI eksklusif.
53

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 hari pada
pasien partus spontan dengan KPD kemudian dapat penulis simpulkan:
1. Pengkajian pada partus spontan dengan KPD ditemukan ada keluhan
utama berupa ASI tidak keluar. Selain itu pada pengkajian yang perlu
ditekankan, TFU dua jari dibawah pusat, terdapat luka trauma jaringan.
2. Diagnosa muncul pada pasien partus spontan dengan KPD, berdasarkan
teori dan yang ditemukan pada kasus adalah ketidakefektifan
pengeluaran ASI dan resiko infeksi.
3. Intervensi yang disusun penulis pada pasien dengan sectio caesarea
dengan indikasi KPD diantaranya yaitu tentukan keinginan dan motivasi
ibu untuk menyusui, sediakan informasi tentang laktasi dan teknik
memompa ASI, sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian
pemberian ASI, demostrasikan latihan menghisap, diskusikan metode
alternative pemberian makan bayi. Dan untuk diagnosa kedua batasi
pengunjung, monitor tanda dan gejala infeksi, pertahankan teknik apsesis
pada pasien, berikan perawatan paada daerah perineum, inspeksi kondisi
luka, dorong untuk istirahat.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien partus spontan
dengan KPD antara lain memberikan penkes perawatan payudara,
mengkaji payudara, melakukan perawatan perineum, mengobservasi
tanda dan gejala infeksi.
5. Evaluasi keperawatan pada pasien partus spontan dengan KPD yaitu
didapatkan hasil masalah ketidakefektifan pengeluaran ASI dan resiko
infeksi teratasi.
54

B. Saran
1. Institusi Rumah Sakit
Untuk Rumah Sakit penulis menyarankan agar lebih
memperhatikan dalam penyediaan peralatan persalinan terutama alat
strelisasi dan alat perawatan setiap ruangan, hal ini untuk mencegah
terjadinya resiko infeksi juga mempermudah dalam tindakan asuhan
keperawatan terutama pada Partus Spontan dengan KPD.
2. Akper Serulingmas
Diharapkan dapat menyediakan sumber buku lebih terkait dengan
literatur yang lengkap dan terbaru tentang persalinan atau KPD dan buku
tentang bayi prematur.
3. Profesi
Diharapkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
pada saat tindakan persalinan selalu menggunakan sarung tangan atau
alat pelindung diri (APD) dan menjaga kesterilan peralatan persalinan
untuk meminimalkan terjadinya resiko infeksi pada pasien Partus
Spontan dengan KPD dan sebaiknya menggunakan bahasa yang baik dan
benar serta pasien dapat memahami dalam tindakan keperawatan untuk
menurunkan tingkat kecemasan pasien.

Anda mungkin juga menyukai