BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran
seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga
menantikannya selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah
melahirkan bayinya. Peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan
untuk mendeteksi dini adanya komplikasi di samping itu bersama keluarga
memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin (Saefuddin, 2006).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2007).
Persalinan tidak semuanya normal, didalam persalinan terdapat penyulit
yaitu bisa dengan persalinan spontan indikasi serotinus, pre eklam, presbo,
sungsang, dan masih banyak lagi salah satunya adalah persalinan dengan
Ketuban Pecah Dini (KPD). KPD adalah pecahnya selaput ketuban
sebelumnya proses persalinan berlangsung. KPD dapat terjadi pada
kehamilan aterm dan preterm. KPD aterm atau Term PROM (The Term
Prelabor Rupture of The Membrane) adalah KPD yang terjadi pada
kehamilan lebih dari 37 minggu. PROM adalah KPD terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (Cuningham et al., 2001).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, memperkirakan
angka kematian ibu lebih dari 300-400 per 100.000 kelahiran hidup yang di
sebabkan oleh perdarahan 28%, eklamsi 12%, abortus 13%, ketuban pecah
dini (KPD) 15%, partus lama 18% dan penyebab lainnya 2%.Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (2007) menyebutkan Angka Kematian Ibu
(AKI) saat melahirkan dengan indikasi KPD adalah 248 per 100.000
kelahiran hidup. Dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategi meliputi keluarga berencana, pelayanan
2
P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama Di
Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto”.
B. Tujuan
Tujuan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny.
S P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama Di
Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis karya tulis ilmiah ini adalah mendapatkan
gambaran dan pengalaman yang nyata dengan asuhan keperawatan pada
pasien partus spontan dengan KPD Hari Pertama Di Ruang Flamboyan
RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yang sesuai dengan
pustaka di dalam praktik yang sesungguhnya di lapangan.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah mampu:
a. Melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada pasien partus
spontan dengan KPD.
b. Merumuskan diagosa keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
c. Merumuskan tujuan keperawatan pada pasien partus spontan dengan
KPD.
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien partus spontan
dengan KPD.
4
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Ny. S P1A0 Partus Spontan dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) Hari Pertama
Di Ruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran dan
pengalaman secara langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien Partus Spontan
dengan KPD.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan dan agar termotivasi
untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka yang dapat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien Partus Spontan dengan KPD.
D. Sistematika penulisan
Sistematika hasil Karya Tulis Ilmiah yang penulis lakukan dapat disajikan
sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan pada BAB I meliputi latar belakang masalah, tujuan
penulis, manfaat penulis, sistematika penulis.
2. BAB II KONSEP DASAR
Konsep dasar pada BAB II meliputi konsep teori yang terdiri dari
(definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan) sedangkan asuhan
keperawatan pada BAB II antara lain meliputi (pengkajian, diagnosa dan
intervensi).
3. BAB III TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus pada BAB III ini terkait dengan resum asuhan
keperawatan antara lain meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
5
BAB II
KONSEP TEORI
A. Definisi
1. Persalinan
Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan
sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat memerlukan
pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai
terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga
(Bandiyah, 2009). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi dari lahir ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan lahir lain
dapat hidup kedunia luar (Rohani, 2011).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan (37–42 minggu) lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi pada ibu maupun pada janin (Wiknjosastro dalam
Prawirahardjo, 2005). Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan uri) dari dalam uterus (rahim) dengan presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa alat atau pertolongan istimewa
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lamanya
persalinan berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun janin (Sarwono, 2007). Persalinan spontan adalah proses
lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga
ibu sendiri dan uri, serta bantuan alat seperti vakum ekstrasi, episiotomi
yang umumnya berlangsung kurang lebih 24 jam melalui jalan lahir
(Nugroho, 2011).
Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa persalinan
spontan atau persalinan normal adalah proses pengeluaran janin pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu) tanpa komplikasi pada ibu
maupun janin.
7
B. Etiologi
Sebab yang mendasari terjadinya partus spontan secara teoritis masih
merupakan kumpulan teoritis yang kompleks teori yang turut memberikan
andil dalam proses terjadinya persalinan antara lain; Teori hormonal,
Prostaglandin, Struktur uterus, Sirkulasi uterus, pengaruh Saraf dan Nutrisi
hal inilah yang diduga memberikan pengaruh sehingga partus di mulai
(Rukiyah, 2011).
1. Penurunan Kadar Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaiknya
estrogen meningkatkan kontraksi otot rahim. Selama kehamilan, terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah
tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul
his.
2. Teori Oxcytosin.
Pada akhir kehamilan kadar Oxcytosin bertambah. Oleh karena itu
timbul kontraksi otot-otot rahim.
3. Peregangan Otot-otot.
Dengan majunya kehamilan, maka makin tereganglah otot-otot
rahim sehingga timbulah kontraksi untuk mengeluarkan janin.
4. Pengaruh Janin.
Hipofise dan kadar suprarenal janin rupanya memegang peranan
penting oleh karena itu pada ancephalus kelahiran sering lebih lama.
9
5. Teori Prostaglandin.
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga
aterm terutama saat persalinan yang menyebabkan kontraksi
miometrium.
Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat pula dimulai,
misalnya: dengan merangsang pleksus frankenhauser dengan memasukkan
beberapa gagang laminaria dalam kanalis sevikalis, Pemecahan ketuban,
Penyuntikan oksitosin, pemakaian prostaglandin.
Secara mikrokopis perubahan perubahan biokimia dalam tubuh wanita
saat hamil sangat menentukan seperti perubahan Hormone Estrogen dan
Hormon Progesteron. Seperti kita ketahui bahwa Hormone Estrogen
merupakan penenang bagi otot otot uterus, menurunnya hormone ini terjadi
kira kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai.
Kadar prostaglandin cenderung meningkat ini terjadi mulai kehamilan
usia 15 minggu hingga aterm lebih lebih pada saat partus berlangsung,
plasenta yang mulai menjadi tua seiring dengan tuanya usia kehamilan.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menegang mengakibatkan
terjadinya iskemik otot otot uteus hal ini juga yang diduga menjadi penyebab
terjadinya gangguan sirkulasi utero-plasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi.
Faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya jumlah nutrisi, hal ini
pertama kali dikemukakan oleh Hipokrates; bila nutrisi pada janin berkurang
maka hasil konsepsi akan dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan adlah
tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak
dibelakang serviks, bila ganglion ini tertekan maka kontraksi uterus dapat
dibangkitkan. (his dapat dibangkitkan).
Untuk selanjutnya dengan berbagai tindakan persalinan dapat dimulai
hal ini dikenal dengan persalinan induksi (onduction of labor) misalnya
dengan: memasukan gagang laminaria dalam kanalis servikalis untuk
merangsang pleksus frankenhauser sehingga dapat mengakibatkan kontraksi,
10
C. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita
mamasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor), dengan tanda-tanda
sebagai berikut:
12
1. Terjadi lightening.
Menjelang minggu ke-36 pada pramigravida, terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multigravida,
tanda ini tidak begitu kelihatan.
Mulai menurunnya bagian terbawah bayi ke pelvis terjadi sekitar 2
minggu menjelang persalinan. Bila bagian terbawah bayi telah turun,
maka ibu akan merasa tidak nyaman; selain nafas pendek pada trimester
3, ketidaknyamanan disebabkan karena adanya tekanan bagian terbawah
pada struktur daerah pelvis, secara spesifik akan mengalami hal berikut.
a. Kandung kemih tertekan sedikit, menyebabkan peluang untuk
melakukan ekspansi berkurang, sehingga frekuensi berkemih
meningkat.
b. Meningkatnya tekanan oleh sebagian besar bagian janin pada saraf
yang melewati foramen obturator yang menuju kaki, menyebabkan
sering terjadi kram kaki.
c. Meningkatnya tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan
terjadinya oedem karena bagian terbesar dari janin menghambat
darah yang kembali dari bagian bawah tubuh.
2. Terjadinya his permulaan.
Sifat his permulaan (palsu) adalah sebagai berikut.
a. Rasa nyeri ringan di bagian bawah.
b. Datang tidak teratur.
c. Tidak ada perubahan pada seviks atau pembawa tanda.
d. Durasi pendek.
e. Tidak bertambah bila beraktivitas.
3. Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun.
4. Perasaan sering atau susah buang air kecil karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawah janin.
5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah,
kadang bercampur darah (bloody show). Dengan mendekatnya
13
sesudah 12 hari uterus sudah tidak dapat diraba lagi diatas simpisis.
Normalnya organ ini mencapai ukuran tak hamil seperti semula
dalam waktu 6 minggu. Proses tersebut berjalan sangat cepat. Uterus
yang baru saja melahirkan mempunyai berat 1 kg. Karena involusi, 1
minggu beratnya sekitar 500 gram, minggu ke-2 turun 300 gram dan
sesudahnya menjadi 100 gram/kurang.
3. Lochea
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Jenis-jenis lochea, yaitu:
a. Rubra
Muncul pada hari 1-2 pasca persalinan, berwarna merah
mengandung darah dan sisa-sisa selaput ketuban, jaringan dari
deciduas, verniks caseosa, lanugo dan mekoneum.
b. Sanguinolenta
Muncul pada hari 3-7 pasca persalinan, berwarna merah kuning dan
berisi darah lendir.
c. Serosa
Muncul pada hari 7-14 pasca persalinan, berwarna kecoklatan
mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
d. Alba
Muncul sejak 2-6 pasca persalinan, berwarna putih kekuningan
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.
e. Purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
f. Lochiostatis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
Umumnya jumlah lochea lebih sedikit bila wanita post partum dalam
posisi berbaring dari pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan
17
bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan
kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah lochea
rata-rata pengeluaran lochea sekitar 240 hingga 270 ml.
E. Adaptasi Psikologis
Perubahan psikologis dibagi menjadi 3 fase (Bahiyatun, 2009) yaitu:
1. Taking In
Peiode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya. Ibu akan mengulang-ngulang pengalamannya waktu bersalin
dan melahirkan. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah
gangguan tidur. Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera
makan biasanya bertambah.
2. Taking Hold
Berlangsung 2-4 hari post partum. Ibu menjadi perhatian pada
kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan
tanggung jawab terhadap janin.
3. Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh
terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga ibu
mengalami tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus
beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang sangat tergantung yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan
sosial.
F. Fisiologis Way
Proses kehamilan diawali dengan proses sel telur oleh oum bertemunya
dengan berjuta-juta sperma. Dalam proses pembuahan sperma menembus ke
dalam sel telur yang telah matang. Peristiwa ini merupakan kesatuan yang
disebut dengan zigot, selanjutnya digerakkan menuju dinding rahim untuk
mengadakan peletakkan. Setelah peletakkan, embrio yang merupakan
18
G. Fisiologis Way
Faktor Penyebab :
1. Kelemahan selaput ketuban Ketuban pecah dini
2. Faktor obstetrik
3. Diet dan kebiasaan
4. Aktivitas seksual Partus Spontan
Pemberian ASI
Gambar. 2.1 Fisiologi Way
Partus Spontan dengan ketuban pecah dini terganggu
Sumber : Mitayani(2009), Rohani (2011),
Rukiyah (2011), dan Huda (2015) MK :
Ketidakefektifan
Pengeluaran ASI
21
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk persalinan spontan (Rohani, 2011):
1. USG
2. Pemeriksaan laboraturium (Hb dan urinalis serta protein urine)
3. Pemeriksaan laboraturium khusus
4. Pemantauan janin dengan kardiokografi
Pemeriksaan untuk Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho, 2010) adalah:
1. Pemeriksaan laboraturium
a. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi,
bau dan pH nya.
b. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,
urine atau secret vagina.
c. Secret vagina ibu hamil pH: 4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
d. Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis), pH air ketuban 7-7,5,
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
e. Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
b. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit, namun
sering terjadi kesalahan biasanya pada penderita oligohidramnion.
3. Hasil tes
Pemeriksaan streril speculum menunjukkan adanya air ketuban dalam
vagina, ditegaskan dengan uji kertas nitrazine positif (biru gelap) dan
pemeriksaan mikroskopis (uji ferning).
22
I. Komplikasi
Berbagai masalah atau komplikasi yang terjadi pada persalinan adalah:
Ketuban Pecah Dini (KPD), persalinan premature, distosis batu, kehamilan
kembar, plasenta previa, pelainan posisi janin, gangguan denyut nadi janin,
persalinan lewat bulan (Rohani, 2011).
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ketuban Pecah Dini (KPD) (Nugroho,
2010) adalah sebagai berikut:
1. Komplikasi sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernafasan (RSD: Respiratory Distress Syndrom)
yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir.
2. Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.
3. Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya di evalusi unutk
kemungkinan terjadi korioamniotas (radang pada korion dan amnion).
4. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada
KPD.
5. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.
6. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD
preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan partus spontan (Rohani, 2011) adalah sebagai berikut:
1. Penatalaksaan medis
Berikan obat antibiotik, cairan intravena, pemberian cairan glukosa dan
natrium, pemberian obat-obatan.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Memonitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan
suhu).
b. Memberikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi ibu
partus.
23
h. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kedua tetapi jika pasien operasi section secarea (SC) hari ke lima
setelah operasi.
K. Pengkajian
Pengkajian menurut Mitayani (2009) meliputi:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
kllien.
a. Identitas
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan,
agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medikal
record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
3) Riwayat kesehatan keluarga
c. Pola pengkajian menurut teori Gordon adalah:
1) Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi
Persepsi tentang pentingnya kesehatan dalam kehidupan dan
pandangan apa yang dilakukan saat sakit. Hal perlu dikaji
seperti persepsi terhadap sakitnya, arti kesehatanya,
penatalaksanaanya, kunjungan dan pentingnya memeriksakan
kandungannya serta dapat juga ditanyakan adanya alergi.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan post partum biasanya mengkonsumsi susu ibu
menyusui, pasien biasanya merasa sangat lapar dan haus pada 2
25
2. Dada.
Pada pemeriksaan dada berfokus pada payudara. Selama
kehamilan, payudara disiapkan untuk laktasi (hormon esterogen
dan progresteron) kolostrum, putting susu yang menonjol,
terjadi hiperpigmentasi pada putting dan areola, cairan payudara
yang keluar sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan
minggu pertama post partum. Pembesaran kelenjar payudara
terjadi dengan adanya penambahan sisitem vaskuler dan limfatik
sekitar payudara. Payudara menjadi besar, mengeras dan sakit
bila disentuh.
3. Abdomen
Hari pertama setelah melahirkan, abdomen akan tampak
menonjol seperti masih hamil sedangkan dinding abdomen akan
tampak kendur. Kemudian kaji adanya Diastesis Rektus
Abdominis (DRA) yaitu suatu pemisahan otot-otot dinding
abdomen, biasanya terjadi pada ibu dengan tonus otot yang
buruk. Selain itu kaji juga adanya garis-garis striae/guratan pada
perut yang disebabkan oleh meregangnya, melenturnya atau
pecahnya serabut-serabut elastis pada kulit, yang tampak
berwarna merah atau ungu. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Pada pasien post operasi kaji juga luka bekas operasi.
4. Genitalia
Dilakukan pemeriksaan dengan inspeksi dilihat kebersihan
genitalia, lihat ada tidaknya tanda-tanda REEDA (Red, Edema,
ekimosis, Discharge, Approximately) pengeluaran air ketuban
(jumlah, warna, bau) dan kaji apakah pasien terpasang DC.
Biasanya pasien post operasi belum dapat berkemih secara
mandiri sehingga dipasang DC dan kaji juga lokhea pasien.
5. Pemeriksaan diagnostik.
Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia,
infeksi.
28
L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post partum indikasi KPD
(Huda, 2015) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis ditandai dengan
adanya laserasi perinium, vagina dan serviks.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan retensi urin.
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.
5. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan tidak bisa mengeluarkan ASI.
6. Kurang pengetahuan (perawatan payudara) berhubungan dengan
kurangnya paparan informasi.
M. Intervensi
Intervensi keperawatan pada pasien post partum indikasi KPD (Huda,2015):
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis ditandai dengan
adanya laserasi perineium, vagina dan serviks.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Tabel 2.1 Indikator Nyeri Akut.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Nyeri berkurang
2. Melaporkan adanya nyeri
3. Ekspresi nyeri di wajah
4. Frekuensi nyeri
Keterangan:
a. Keluhan ekstrim.
b. Keluhan berat.
c. Keluhan sedang.
d. Keluhan ringan.
e. Tidak ada keluhan.
29
Intervensi:
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
b. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan.
c. Ajarkan teknik non farmakologi nafas dalam, relaksasi dikstrasi.
d. Tingkatkan istirahat.
e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi resiko.
Kriteria hasil:
Tabel 2.2 Indikator Resiko Infeksi.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
2. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah infeksi
3. Pengetahuan tentang infeksi
Keterangan:
a. Tidak pernah menunjukkan
b. Jarang menunjukkan
c. Kadang-kadang menunjukkan
d. Sering menunjukkan
e. Selalu menunjukkan
Intervensi:
a. Monitor TTV
b. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
c. Anjurkan pasien meningkatkan hygiene
d. Tingkatkan intake nutrisi
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
f. Anjurkan pasien meningkatkan personal hygiene dan vulva
hygiene.
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan retensi urin.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan eliminasi BAK.
30
Kriteria hasil:
Tabel 2.3 Indikator Gangguan Eleminasi Urin.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Mampu ke toilet secara mandiri
2. Tidak adanya infeksi salura kemih
3. Berkemih >150cc setiap kali
4. Pola pengeluaran urin yang dapat
diperkirakan
Keterangan:
a. Tidak pernah
a. Jarang
b. Kadang-kadang
c. Sering
d. Rutin
Intervensi:
a. Pertahankan pola eliminasi yang optimum
b. Pantau eliminasi urin
c. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih
d. Instruksikan kepada pasien untuk berespon segera terhadap
kebutuhan eliminasi.
e. Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan,
diantara waktu makan dan diawal petang.
4. Konstipasi berhubungan dengan kurang aktivitas fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan eliminasi BAB.
Kriteria hasil:
Tabel 2.4 Indikator Konstipasi.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Mampu ke toilet secara mandiri
2. Tidak adanya nyeri saat BAB
3. BAB tiap pagi
4. Pola pengeluaran BAB yang dapat
diperkirakan
Keterangan:
a. Tidak pernah
b. Jarang
31
c. Kadang-kadang
d. Sering
e. Rutin
Intervensi:
a. Kaji pola eliminasi pasien
b. Anjurkan pasien untuk diet tinggi serat (sayur dan buah-buahan
segar) dan banyak minum (2-3 liter per hari).
c. Anjurkan pada pasien untuk beraktivitas seperti jalan.
d. Kolaborasi terapi pelunak feses untuk memudahkan penyerapan
air dan lemak dalam feses.
5. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan masalah Ketidakefektifan pengeluaran ASI dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
Tabel 2.5 Indikator Ketidakefektifan pengeluaran ASI.
No. Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Klien mengungkapkan puas dengan
menyusui
2. Klien mampu menyusui dengan cukup
3. Posisi yang nyaman selama menyusui
4. Pengetahuan keluarga tentang manfaat ASI
Keterangan:
a. Keluhan ekstrim
b. Keluhan berat
c. Keluhan sedang
d. Keluhan ringan
e. Tidak ada keluhan
Intervensi:
a. Lakukan breast care dan pantau kemapuan untuk melakukan
secara teratur.
b. Beri dukungan kepada ibu untuk melaksanakan pemberian ASI
eksklusif.
32
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh penulis pada hari Sabtu tanggal 5 Desember
2015 jam 17.30 WIB diruang Flamboyan RSUD Prof Dr Margono Soekarjo
Purwokerto.
1. Identitas pasien.
Dari pengkajian tersebut, penulis telah memperoleh data identitas
pasien, yaitu pasien berinisial Ny. S, berumur 18 tahun, pasien telah
menikah, pendidikan terakhir pasien adalah SMP, pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga, pasien adalah suku Jawa. Pasien masuk ke RSUD Prof Dr
Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Jumat tanggal 4 Desember 2015
jam 11.00 WIB dengan diagnosa medis G1P0A0 dengan persalinan
spontan indikasi ketuban pecah dini (KPD). Penanggung jawab pasien
adalah Tn. S, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 26 tahun. Tn. S
adalah suami pasien, pendidikan terakhir SMP, dan pekerjaan adalah
sebagai wiraswasta.
2. Status obstetri.
Pada saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh payudara pasien
tidak bisa mengeluarkan ASI.Pasien baru dengan keluhan ketuban pecah
dini dibawa ke bidan setempat dan dirujuk ke RSUD Prof Dr Margono
Soekarjo pada tanggal 4 Desember 2015 jam 11.00 WIB dengan keluhan
kencang-kencang. Jam 14.15 WIB lahir dengan presentasi kaki, jam
14.50 masih ada sisa placenta dan masuk ke ruang Flamboyan pada
pukul 17.00 WIB. Bayi Ny. S lahir tanggal 4 Desember 2015 jam 14.15
WIB dengan nilai APGAR skor baik.Riwayat obstetri pasien yaitu pasien
mengatakan pertama mengalami menstruasi pada umur 11 tahun, lama
menstruasi 1 minggu atau 7 hari. Selama menstruasi pasien mengatakan
nyeri tetapi tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Hari pertama hari
34
Dinding dada simetris kiri dan kanan, putting susu menonjol. Paru-paru
simetris, tidak ada suara tambahan. Jantung tidak ada keluhan, tidak ada
bising jantung. Abdomen TFU dua jari dibawah pusar. Genetalia terdapat
jahitan diperineum, masih mengeluarkan darah nifas 1 pembalut 30cc.
Ekstremitas atas terpasang infus RL 20x/menit, ekstremitas bawah tidak
terdapat oedem. Turgor kulit baik, bersih.
6. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang Hemoglobin L 8.4 g/dl, nilai normal (12-
16), Leukosit 7.440 /uL, nilai normal (4.800-10.800), Hematokrit 27 %,
nilai normal (37-47), Eritrosit 2.0 10^6/uL, nilai normal (4.2-5.4),
Batang 0.5 % nilai normal (2.00-5.00).
Untuk program terapi pasien, penulis mencantumkan 2 hari
pemberian terapi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu oxytocin 10
mg/iv, drip oxytocin 20 mg/iv, mp 125 gr/8jam, ranitidine 3 ml/12 jam.
terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit 7.440 /uL (4.800-
10.800).
2. Hari kedua
a. Ketidakefektifan pengeluaran ASI berhubungan dengan prematuria
ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan bahwa ASI belum
keluar dan menanyakan cara perawatan payudara.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan
data objektif yaitu perineum kotor, lochea 30cc pada pembalut,
terdapat luka epistomy atau luka jahitan, Leukosit 7.440 /uL (4.800-
10.800).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan mencoba membahas tentang bagaimana Asuhan
Keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. S partus spontan dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD) hari pertama diruang Flamboyan selama 2 hari mulai tanggal 5
sampai 6 Desember 2015, membahas tentang kesenjangan yang muncul antara
teori yang ada dengan kasus yang nyata.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap dimana pengumpulan data informasi dan
pembuat data dasar untuk menentukan masalah yang dialami pasien di mulai
dengan pemeriksaan dan observasi (Mitayani, 2009). Metode yang digunakan
penulis dalam mengumpulkan data selama melakukan Asuhan Keperawatan
adalah dengan metode wawancara yang dimaksud dengan mewawancarai
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka antara si-penanya dengan si-penjawab
dengan menggunakan alat yang di namakan panduan wawancara (Aziz,
2010). Hasil wawancara didapatkan klien mengatakan bahwa ASI belum
keluar, pasien juga menanyakan tentang cara perawatan payudara yang benar
dan pasien mengeluh tidak bisa atau ASI belum keluar dan pasien belum tau
tentang cara perawatan payudara dan menyusui yang benar. Data objektif:
terlihat belum mengeluarkan ASI, pasien baru pertama mempunyai anak.
Nina (2013) mengatakan bahwa ada beberapa yang mempengaruhi produksi
ASI diantaranya adalah umur kehamilan saat melahirkan; umur kehamilan
dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini disebabkan bayi lahir
prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak
mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah
daripada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap
pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan lahir yang rendah dan
belum sempurnanya fungsi organ. Pada saat melakukan pengkajian atau
42
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat perawat
profesional, menggambarkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat
43
3. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata tetapi tidak ada
dalam konsep teori (diagnosa temuan) yaitu Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Perifer.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah penurunan
sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik: tidak ada nadi, perubahan fungsi motorik,
perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban,
kuku, sensasi, suhu), indek angkle-brankhial <0,90, perubahan tekanan
darah diekstremitas, waktu pengisian kapiler >3 detik, klaudikasi, warna
tidak kembali ketungkai saat tungkai diturunkan, kelambatan
penyembuhan luka perifer, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas,
bruit femoral, pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit, pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam uji berjalan 6
menit, perestesia, warna kulit pucat saat elevasi.
Faktor yang berhubungan: kurang pengetahuan tentang faktor
pemberat (mis., merokok, gaya hidup yang monoton, trauma, obesitas,
asupan garam, imobilitas), kurang pengetahuan tentang proses penyakit
(mis., diabetes, hiperlipidemia), diabetes melitus, hipertensi, gaya hidup
monoton, merokok.
Ditandai dengan pasien mengatakan semenjak pertama haid
suka pusing dan minum obat penambah darah dan pada hamil 7 bulan
pasien masuk rumah sakit karena Hb 2 u/L dan mendapat transfusi darah
sebanyak 6 kolf.
Penulis tidak memunculkan diagnosa Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer karena penulis tidak mengimplementasikan tindakan
yang berhubungan dengan diagnosa tersebut.
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 2 hari pada
pasien partus spontan dengan KPD kemudian dapat penulis simpulkan:
1. Pengkajian pada partus spontan dengan KPD ditemukan ada keluhan
utama berupa ASI tidak keluar. Selain itu pada pengkajian yang perlu
ditekankan, TFU dua jari dibawah pusat, terdapat luka trauma jaringan.
2. Diagnosa muncul pada pasien partus spontan dengan KPD, berdasarkan
teori dan yang ditemukan pada kasus adalah ketidakefektifan
pengeluaran ASI dan resiko infeksi.
3. Intervensi yang disusun penulis pada pasien dengan sectio caesarea
dengan indikasi KPD diantaranya yaitu tentukan keinginan dan motivasi
ibu untuk menyusui, sediakan informasi tentang laktasi dan teknik
memompa ASI, sediakan informasi tentang keuntungan dan kerugian
pemberian ASI, demostrasikan latihan menghisap, diskusikan metode
alternative pemberian makan bayi. Dan untuk diagnosa kedua batasi
pengunjung, monitor tanda dan gejala infeksi, pertahankan teknik apsesis
pada pasien, berikan perawatan paada daerah perineum, inspeksi kondisi
luka, dorong untuk istirahat.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien partus spontan
dengan KPD antara lain memberikan penkes perawatan payudara,
mengkaji payudara, melakukan perawatan perineum, mengobservasi
tanda dan gejala infeksi.
5. Evaluasi keperawatan pada pasien partus spontan dengan KPD yaitu
didapatkan hasil masalah ketidakefektifan pengeluaran ASI dan resiko
infeksi teratasi.
54
B. Saran
1. Institusi Rumah Sakit
Untuk Rumah Sakit penulis menyarankan agar lebih
memperhatikan dalam penyediaan peralatan persalinan terutama alat
strelisasi dan alat perawatan setiap ruangan, hal ini untuk mencegah
terjadinya resiko infeksi juga mempermudah dalam tindakan asuhan
keperawatan terutama pada Partus Spontan dengan KPD.
2. Akper Serulingmas
Diharapkan dapat menyediakan sumber buku lebih terkait dengan
literatur yang lengkap dan terbaru tentang persalinan atau KPD dan buku
tentang bayi prematur.
3. Profesi
Diharapkan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
pada saat tindakan persalinan selalu menggunakan sarung tangan atau
alat pelindung diri (APD) dan menjaga kesterilan peralatan persalinan
untuk meminimalkan terjadinya resiko infeksi pada pasien Partus
Spontan dengan KPD dan sebaiknya menggunakan bahasa yang baik dan
benar serta pasien dapat memahami dalam tindakan keperawatan untuk
menurunkan tingkat kecemasan pasien.