Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DENGAN KETUBAN


PECAH DINI (KPD) DI RUANG KABER KRI NUSANTARA
KEPANJEN KAB. MALANG

Diajukan sebagai Tugas Individu Praktik Klinik Program Profesi


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Oleh :
Nama : Dini Ria Oktavia
NIM : 2231081001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MALANG
WIDYA CIPTA HUSADA
2022
ASUHAN KEBIDANAN

Pada NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H


Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan Ketuban
Pecah Dini (KPD) di Kaber KRI Nusantara Kepanjen
Kab. Malang

Diajukan sebagai Tugas Individu Praktik Klinik Program Profesi


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Oleh :
Nama : Dini Ria Oktavia
NIM : 2231081001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MALANG
WIDYA CIPTA HUSADA
2022

2
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Kebidanan pada Pada NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu
I/T/H Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan KPD di Kaber KRI
Nusantara Kepanjen Kab. Malang, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari :
Tanggal :

Malang ……………2022
Mahasiswa

Dini Ria Oktavia


NIM. 2231081001

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(……………………) (…………………..)

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus ke dunia luar. Persalinan mencakup proses fisiologis yang
memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk dapat
melahirkan janinnya melalui jalan lahir.
Persalinan normal juga dapat dikatakan sebagai suatu fenomena alam yang
mengarah pada penciptaan kehidupan baru, hal tersebut merupakan momen paling
menyentuh dan spesial dalam kehidupan seorang wanita dan merupakan
pengalaman unik yang bisa mereka dapatkan dan pada persalinan normal ini
seorang ibu dilatih untuk menghilangkan rasa takut dan kegelisahannya dalam
menghadapi persalinannya (Prawirohardjo, 2016).
Persalinan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia dimana angka kematian ibu bersalin yang cukup tinggi. Keadaan ini
disertai dengan komplikasi yang mungkin saja timbul selama persalinan, sehingga
memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bidang kesehatan,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menurunkan angka kematian,
kesakitan ibu dan perinatal. Persalinan sampai saat ini masih merupakan masalah
dalam pelayanan kesehatan.
Hal ini diakibatkan pelaksanaan dan pemantauan yang kurang maksimal
dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut
pada komplikasi (Kurniarum, 2016). Di Afrika dan Negara berkembang lainnya
penyebab tingginya angka kematian ibu dikarenakan kurangnya tenaga kesehatan
yang terampil dalam membantu proses persalinan sehingga hal tersebut menjadi
penyebab utama kematian ibu pada daerah tersebut.
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan.
Waktu sejak pecahnya ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut Kejadian
ketuban pecah dini (Manuaba, 2010).

4
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya kantong ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun pertengahan
kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm yaitu KPD terjadi
sebelum kehamilan 37 minggu, KPD yang memanjang yaitu KPD yang terjadi
lebih dari 12 sebelum waktu melahirkan (Prawirohardjo, 2016).
Bila ketuban pecah terlalu dini maka akan menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat. Komplikasi yang sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernafasan, ini terjadi pada 10-40%
bayi baru lahir.resiko infeksi akan meningkat pada kejadian ketuban pecah dini,
semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis. Selain itu kejadian prolaps atau
keluarnya tali pusat bisa terjadi pada ketuban pecah dini. Resiko kecacatan dan
kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm, kejadiannya hampir
100%, apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang
23 minggu.
Asuhan persalinan normal pada ketuban pecah dini bertujuan untuk
menjaga kelangsungan dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu
dan bayinya melalui upaya yang terintegritas dan lengkap sesuai dengan
intervensi, sehingga setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan
persalinan normal mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat
intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.
Maka dari itu, asuhan persalinan memegang kendali penting bagi ibu
bersalin karena dapat membantu ibu bersalin dalam mempermudah proses
persalinannya, membuat ibu lebih yakin untuk menjalani hal tersebut serta untuk
mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi dan ketidaknormalan dalam proses
persalinan (Kurniarum, 2016).

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu inpartu
kala 1 fase aktif dengan menerapkan pola pikir melalui pendekatan 7
langkah manajemen Varney dan pendokumentasian menggunakan SOAP.

5
1.2.2. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar persalinan.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar ketuban pecah dini
3) Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada pasien ibu
inpartu kala 1 fase laten dengan ketuban pecah dini.
4) Mahasiswa mampu melakukan analisis adanya kesenjangan maupun
kesesuaian antara kasus yang didapat dengan teori dan konsep dasar
yang telah dipahami.
5) Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian SOAP menggunakan
pola pikir pendekatan 7 langkah Varney.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Hasil pembuatan asuhan kebidanan ini, mahasiswa mendapatkan
masukan pengetahuan mengenai penanganan asuhan pada ibu inpartu kala
1 fase aktif.
1.3.2. Manfaat Praktis
Klien dengan ibu inpartu kala 1 fase aktif mendapatkan asuhan
pelayanan yang berkualitas.

1.4. Pelaksanaan
Tempat : Kaber Klinik Nusantara Kepanjen
Waktu : 20 Oktober 2022

1.5. Metode Penulisan


1.5.1. Sesuai kepustakaan
Dengan membaca literatur yang berkaitan dengan topik asuhan
kebidanan pada ibu inpartu kala 1 fase aktif.
1.5.2. Praktik langsung
Memberikan asuhan kepada ibu, melakukan pendekatan serta
pelayanan kesehatan secara langsung.
1.5.3. Bimbingan dan konsultasi

6
Dalam penyusunan asuhan kebidanan ini, penulis melakukan
konsultasi dengan pembimbing di lahan praktik dan pembimbing
pendidikan.

1.6. Sistematika Penulisan


Bab 1 Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat,
pelaksanaan, metode penulisan dan sistematika penulisan
Bab 2 Tinjauan Teori
Menguraikan tentang konsep persalinan
Bab 3 Tinjauan kasus
Menguraikan pengkajian data secara subyektif dan obyektif, penetapan
analisis serta penatalaksanaan.
Bab 4 Pembahasan
Membandingkan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus apakah sesuai
atau tidak.
Bab 5 Penutup
Menguraikan kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka

BAB 2

7
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Persalinan


2.1.1. Definisi persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik ibu dan janin (Manuaba,
2010).
Persalinan juga merupakan serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan (37-42 minggu), atau hampir cukup bulan di
susul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu atau persalinan
adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang variabel melalui jalan lahir biasa
(Mochtar. R, 2013).
Dari kesimpulan di atas dapat di kemukakan bahwa persalinan normal
adalah proses pengeluaran janin yang cukup bulan, lahir secara spontan dengan
presentasi belakang kepala, di susul dengan pengeluaran plasenta dan selaput
ketuban dari tubuh ibu, tanpa komplikasi baik bagi ibu bersalin maupun janin,
Bentuk persalinan berdasarkan tekhnik:
Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
melalui jalan lahir.
Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi
forceps, ekstraksi vakum dan section sesaria.
Persalinan anjuran, yaitu persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi
berlangsung setelah memecahkan ketuban, pemberian pitocin prostaglandin
(Kurniarum, 2016).

2.1.2. Patofisiologi Persalinan


A. Tanda-Tanda Persalinan sudah Dekat
Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki

8
“bulannya” atau “minggunya” atau “harinya” yang di sebut dengan kala
pendahuluan.
Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Lightening
Pada minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus karena
kepala bayi sudah memasuki pintu atas panggul yang disebabkan oleh:
Kontraksi braxton hicks, ketegangan otot, ketegangan ligamentum rotundum
dan gaya berat janin kepala kearah bawah.
2. Terjadinya his permulaan
Makin tua usia kehamilan pengeluaran progesterone dan estrogen semakin
berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi, yang lebih sering
yang disebut his palsu (braxton hicks), sifat his palsu yaitu rasa nyeri ringan
dibagian bawah, datanganya tidak teratur, tidak ada perubahan serviks,
durasinya pendek, tidak bertambah jika beraktivitas (Kurniarum, 2016).

B. Tanda-Tanda Persalinan
1. Timbulnya his persalinan ialah his pembukaan dengan sifat-sifatnya
sebagai berikut: Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut
bagian depan, teratur, makin lama makin pendek intervalnya dan makin
kuat intensitasnya, jika dibawa berjalan bertambah kuat, dan mempunyai
pengaruh pada penipisan dan pembukaan serviks.
2. Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat di kanalis servikalis
lepas,
kapiler pembuluh darah pecah, yang mengeluarkan darah sedikit.
3. Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis servikalis keluar di
sertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabnya karena
lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga
beberapa kapiler terputus.
4. Pengeluaran cairan, terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban
robek. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap

9
tetapi kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, hal ini di sebut
dengan ketuban pecah dini.
(Kurniarum, 2016)

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan


Keberhasilan proses persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor ibu (power, passage, psikologis), faktor janin, plasenta dan air
ketuban (passenger), dan faktor penolong persalinan. Hal ini sangat penting,
mengingat beberapa kasus kematian ibu dan bayi yang disebabkan oleh tidak
terdeteksinya secara dini adanya salah satu dari factor-faktor tersebut.
1. Power (Tenaga/Kekuatan)
a. His (Kontraksi Uterus)
Merupakan kekuatan kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja
dengan baik dan sempurna. Sifat his yang baik adalah kontraksi simetris,
fundus dominial, terkordinasi dan relaksasi. Kontraksi ini bersifat
involunter
karena berada dibawah saraf intrinsic.
b. Tenaga mengedan
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah atau dipecahkan, serta
sebagaian presentasi sudah berada di dasar panggul, sifat kontraksinya
berubah, yakni bersifat mendorong keluar dibantu dengan keinginan ibu
untukmengedan atau usaha volunteer. Keinginan mengedan ini di
sebabkan karena, kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intra abdominial dan tekanan ini menekan uterus
pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong keluar, tenaga
ini serupa dengan tenaga mengedan sewaktu buang air besar (BAB) tapi
jauh lebih kuat, saat kepala sampai kedasar panggul timbul reflex yang
mengakibatkan ibu menutup glotisnya, mengkontraksikan otot-otot perut
dan menekan diafragmanya kebawah, tenaga mengejan ini hanya dapat
berhasil bila pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu ada his
dan tanpa tenaga mengedan bayi tidak akan.
2. Passage (Jalan Lahir)

10
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari
rongga
panggul, dasar panggul, serviks, dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta
dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus
normal (Manuaba, 2010).

3. Passenger (Janin, Plasenta, dan Air Ketuban)


a. Janin
Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat
interaksi beberaapa faktor, yakni kepala janin, presentasi, letak, sikap dan
posisi janin.
b. Plasenta
Plasenta juga harus melewati jalan lahir maka dia di anggab sebagai
bagian
dari passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang
menghambat
proses persalinan normal.
c. Air ketuban
Amnion pada kehamilan aterm merupakan suatu membran yang kuat dan
ulet tetapi lentur. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir
semua
kekuatan regangan membran janin, dengan demikian pembentukan
komponen amnion yang mencegah ruptur atau robekan. (Prawirohardjo,
2016).
4. Faktor Psikis (Psikologi)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah
benar-benar terjadi realitas, “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga
bisa melahirkan atau memproduksi anak.
Psikologis meliputi: Kondisi psikologis ibu sendiri, emosi dan
persiapan intelektual, pengalaman melahirkan bayi sebelumnya, kebiasaan
adat, dan dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu.

11
Sikap negative terhadap persalinan di pengaruhi oleh: Persalinan
semacam ancaman terhadap keamanan, persalinan semacam ancaman pada
self-image, medikasi persalinan, dan nyeri persalinan dan kelahiran (Fraser,
2011).
5. Pysician (Penolong)
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini adalah bidan, yang
mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan
janin. Tidak hanya aspek tindakan yang di berikan, tetapi aspek
konseling dan meberikan informasi yang jelas dibutuhkan oleh ibu bersalin
utuk
mengurangi tingkat kecemasan ibu dan keluarga.

2.1.3. Tahapan Persalinan


A. Kala I (Pembukaan)
1. Pengertian Kala I
Persalinan kala I meliputi fase pembukaan 1-10 cm, yang di tandai
dengan penipisan dan pembukaan serviks, kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit),
cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina. Darah berasal dari
pecahnya pembuluh darah kapiler serta kanalis servikalis karena pergeseran
serviks mendatar dan terbuka (Cuningham, 2018).
Kala I dibagi atas 2 fase yaitu:
a) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, dimulai sejak
awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara
bertahap sampai 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.
b) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan
dibagi dalam 3 subfase, yaitu:
- Periode akselerasi: berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4
cm.
- Periode dilatasi maksimal: berlangsung selama 2 jam, pembukaan
berlangsung cepat menjadi 9 cm.

12
- Periode deselerai: berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi
10 cm atau lengkap.
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika
terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40
detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Dari
pembukaan 4 hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata per jam (primipara) atau lebih 1 cm
hingga 2 cm (multipara).

2. Perubahan Fisiologi Kala I


Selama rentan waktu dari adanya his sampai pembukaan lengkap 10 cm
terjadi beberapa perubahan yang fisiologis. Perubahan fisiologis kala I
meluputi (Kurniarum, 2016):
a) Perubahan pada serviks
- Pendataran pada serviks/effacement
Pendataran pada serviks adalah pendekatan dari kanalis servikalis yang
semula berupa sebuah saluran panjang 1-2 cm, menjadi sebuah lubang saja
dengan pinggir yang tipis.
- Pembukaan serviks
Pembukaan serviks disebabkan kerena pembesaran Ostium Uteri
Eksternum
(OUE) karena otot yang melingkar di sekitar ostium meregang untuk
dilewati kepala. Pada pembukaan 10 cm atau pembukaan lengkap, bibir
portio tidak teraba lagi
b) Perubahan sistem kardiovaskuler
- Tekanan darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan
sistolik
rata-rata 10-20 mmHg dan kenaikan diastolik rata-rata 5-10 mmHg.
Diantara kontraksi tekanana darah akan turun seperti sebelum masuk
persalinan dan akan naik lagi jika terjadi kontraksi. Posisi tidur terlentang

13
selama persalinan akan mengakibatkan adanya penekanan uterus terhadap
pembuluh darah besar (aorta), yang menyebabkan sirkulasi darah baik ibu
maupun janin akan terganggu, ibu biasanya mengalami hipotensi dan janin
mengalami asfiksia.
- Denyut jantung
Denyut jantung meningkat selama kontraksi. Dalam posisi terlentang
denyut jantung akan menurun. Denyut jantung antara kontraksi sedikit
lebih tinggi dibandingkan selam periode segera sebelum persalinan.
c) Perubahan metabolisme
Selama persalinan baik metebolisme karbohidrat aerobik maupun
anaerobic akan naik secara perlahan, kenaikan ini sebagian besar
disebabkan karena ecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh.
d) Perubahan sistem respirasi
Pada respirasi atau pernapasan terjadi kenaikan sedikit dibandingkan
sebelum persalinan, hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, kehawatiran
serta penggunaan tekhnik pernapasan yang tidak benar.
e) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus terjadi karena adanya rangsangan pada otot polos uerus
dan penurunan hormon progesterone yang menyebabkan keluarnya
hormon oksitosin. Pembentukan segmen atas rahim dan segmen bawah
Rahim Segmen Atas Rahim (SAR) dibentuk oleh corpus uteri yang
sifatnya aktif yaitu berkontraksi, dan dinding tambah tebal dengan
majunya persalinan serta mendorong anak keluar.
f) Perubahan hematologist
Haemoglobin akan meningkat 1,2 gram/100 ml selama persalinan dan
kembali ketingkat pra persalinan pada hari pertama setelah persalinan
apabila tidak terjadi kehilangan darah selama persalinan. Jumlah sel darah
putih meningkat selama kala I persalinan sebesar 5000 s/d 15000 WBC
sampai dengan akhir pembukaan lengkap.
g) Perubahan renal
Polyuri sering terjadi selama persalinan, di karenakan oleh kardiak out-put
yang meningkat serta disebabkan oleh glomerolus serta aliran plasma ke

14
renal. Polyuri tidak begitu kelihatan dalam posisi terlentang yang
mengurangi aliran urine selama kehamilan.
h) Perubahan gastrointestinal
Kemampuan pergerakan gastrik serta penyerapan makanan padat
berkurang, menyebabkan pencernanan hampir berhenti disela persalinan
dan menyebabkan konstipasi. Makanan yang masuk ke lambung selama
fase pendahuluan atau fase kemungkinan besar akan tetap berada dalam
perut selama persalinan. Rasa mualmuntah bukanlah hal yang jarang, hal
ini menunjukan berakhirnya kala I persalinan.
i) Perubahan suhu badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu mencapai
tingkat tertinggi selama persalinan dan segera setelah kelahiran. Kenaikan
ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5 – 10 C. Suhu badan yang naik
sedikit merupakan yang wajar namun jika keadaan ini berlangsung lama,
kenaikan suhu mengindikasikan dehidrasi.
j) Perubahan pada vagina, dasar panggul
Pada kala I ketuban ikut meregang, bagian atas vagina yang sejak
kehamilan
mengalami perubahan sedemikian rupa akan bisa dilalui bayi, setelah
ketuban pecah segala perubahan terutama pada dasar panggul ditimbulkan
oleh bagian depan anak, bagian depan yang maju tersebut kedasar panggul
di regang menjadi saluran dengan dinding yang tipis, waktu kepala sampai
di vulva, lubang vulva menghadap kedepan atas dan dari luar peregangan
oleh bagian depan tampak pada perineum yang menonjol dan menjadi
tipis, sedangkan anus semakin terbuka, regangan yang kuat ini
dimungkinkan karena bertambahnya pembuluh darah pada bagian vagina
dan dasar panggul. Tetapi saat jaringan tersebut robek, akan menimbulkan
perdarahan yang banyak.

3. Perubahan Psikologis kala I


Perubahan psikologi pada ibu bersalin selama kala I antara lain sebagai
berikut:

15
- Memperlihatkan ketakutan atau kecemasan, yang menyebabkan wanita
mengartikan ucapan pemberi perawatan atau kejadian persalinan secara
pesimistik atau negatif.
- Mengajukan banyak pertanyaan atau sangat waspada terhadap
sekelilingnya.
- Memperlihatkan tingkah laku saat membutuhkan.
- Memperlihatkan reaksi keras terhadap kontraksi ringan atau terhadap
pemerikasaan.
- Menunjukkan kebutuhan yang kuat untuk mengontrol tindakan pemberi
perawatan.
- Tampak “lepas kontrol” dalam persalinan (saat nyeri hebat, menggeliat
kesakitan, panik, menjerit, tidak merespon saran atau pertanyaan yang
membantu).
- Respon “melawan atau menghindari”, yang dipicu oleh adanya bahaya
fisik,
ketakutan, kecemasan dan bentuk stress lainnya (Cuningham, 2018).

4. Masalah dan Penyulit Pada Kala I


Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan/atau rujukan segera
selama
kala I persalinan (Mochtar, 2013):
- Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah (“show”)
- Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda
gawat janin
- Ketuban telah pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada
kehamilan
kurang bulan (usia kehamilan kurang 37 minggu).
- Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi: temperature tinggi >38ºC,
menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban yang berbau.
- Tekanan darah >160/100 dan/ atau terdapat protein urin.
- DJJ <100 atau >180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit.

16
- Primipara dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih
5/5.
- Presentasi ganda/majemuk (adanya bagian janin, seperti lengan atau
tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala).
- Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
- Tanda dan gejala syok: Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit),
tekanan
darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg), pucat, berkeringat atau
kulit lembab, dingin, napas cepat (lebih dari 30 x/menit), cemas, bingung
atau tidak sadar, dan produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)
- Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang dimana
pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam, dan kontraksi teratur
(lebih dari 2 dalam 10 menit). Tanda dan gejala belum inpartu yaitu,
kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 20 detik,
tidak ada perubahan serviks dalam waktu satu sampai dua jam.
- Tanda dan gejala partus lama yaitu, pembukaan serviks kurang 1 cm per
jam, dan kurang dari dua kontraksi dalam waktu 10 menit, masing-masing
berlangsung kurang 40 detik.

B. Tanda Dan Gejala Kala II


Kala II dimulai sejak pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi, gejala
dan tanda kala II adalah (Manuaba, 2010):
- Adanya pembukaan lengkap (tidak teraba lagi bibir portio), ini terjadi
karena adanya dorongan bagian terbawah janin yang masuk kedalam dasar
panggul karena kontraksi uterus yang kuat sehingga portio membuka
secara perlahan.
- His yang lebih sering dan kuat (± 2-3 menit 1 kali) dan timbul rasa
mengedan, karena biasanya dalam hal ini bagian terbawah janin masuk ke
dasar panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
- Adanya pengeluaran darah bercampur lendir, di sebabkan oleh adanya
robekan serviks yang meregang.

17
- Pecahnya kantung ketuban, karena kontraksi yang menyebabkan
terjadinya
perbedaan tekanan yang besar antara tekanan di dalam uterus dan diluar
uterus sehingga kantun ketuban tidak dapat menahan tekanan isi uterus
akhirnya kantung ketuban pecah.
- Anus membuka, karena bagian terbawah janin masuk ke dasar panggul
sehingga menekan rectum dan rasa buang air besar, hal ini menyebabkan
anus membuka.
- Vulva terbuka, perineum menonjol, karena bagian terbawah janin yang
sudah masuk ke Pintu Bawah Panggul (PBP) dan di tambah pula dengan
adanya his serta kekuatan mengedan menyebabkan vulva terbuka dan
perineum menonjol, karena perineum bersifat elastis.
- Bagian terdepan anak kelihatan pada vulva, karena labia membuka,
perineum menonjol menyebabkan bagian terbawah janin terlihat di vulva,
karena ada his dan tenaga mengedan menyebabkan bagian terbawah janin
dapat dilahirkan.
1. Mekanisme Persalinan Normal
Pada akhir kala 1, segmen uterus, serviks, dasar panggul, dan pintu keluar
vulva membentuk satu jalan lahir yang continue. Gaya yang diperlukan
untuk mengeluarkan janin berasal dari aktifitas otot uterus dan dari otot
abdomen sekunder dan diagfragma, yang memperkuat kontraksi sewaktu
kepala janin melewati panggul, kepala bayi akan melakukan gerakan-
gerakan utama meliputi (Mochtar, 2013):
a) Turunnya kepala
Turunnya kepala di bagian dalam:
Masuknya kepala dalam Pintu Atas Panggul (PAP)/Engagement
Masuknya kepala kedalam PAP pada primigrafida terjadi di bulan akhir
kehamilan sedangkan pada multigrafida biasanya terjadi pada awal
persalinan.
Kepala masuk ke PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan
dengan flexi yang ringan. Masuknya kepala melintasi PAP dalam kuadran
syinclitismus, yaitu arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang

18
PAP atau sutura sagitalis terdapat ditengah-tengah jalan lahir/ tepat
diantara simpisis dan promotorium sehingga, dari parietal depan dan
belakang sama tingginya.
Kepala yang masuk dengan keadaan asyinclitismus yaitu arah kepala janin
miring dengan bidang PAP atau sutura sagitalis agak kedepan mendekati
simfisis/agak kebelakang mendekati promotorium. Asyinclitismus
posterior bila sutura sagitalis mendekati simpisis dari parietal biasa lebih
rendah dari parietal depan, atau apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip kebelakang dengan PAP. Asyinclitismus anterior yaitu bila
sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga parietal depan lebih
rendah dari parietal belakang, atau apabila arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan PAP.
b) Majunya kepala
Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk kerongga
panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara majunya
kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi secara
bersamaan. Majunya kepala bersamaan dengan gerakan fleksi, putaran
faksi dalam, dan extensi. Penyebab majunya kepala: Meningkatnya cairan
intra uterin, tekanan langsung oleh fundus pada bokong, kekuatan
mengedan, melurusnya badan anak oleh pelurusan bentuk rahim.
c) Flexi
Dengan majunya kepala, biasanya flexi juga bertambah hingga ubun-ubun
kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambahnya
flexi ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir :
diameter sub occipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan sub occipito
frontalis (11 cm). Penyebab flexi yaitu dikarenakan anak didorong maju
dan sebalikanya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, cerviks,
dinding panggul atau dasar panggul, akibat sumbu kepala janin yang
eksentrik atau tidak simetris dengan sumbu mendekati sub occiput,
tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala anak akan
menurun/menurut hukum Koppel. Gerakan fleksi, dagu dibawah lebih
dekat kearah dada janin.

19
d) Putaran paksi dalam
Yang dimaksud putaran paksi dalam ialah pemutaran dari bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar
kedepan kebawah symfisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang
terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang memutar
kedepan kebawah symfisis.
Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran
paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dan
bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah
panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu
bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala
sampai hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai didasar
panggul. Penyebab putaran paksi dalam yaitu dikarenakan, pada letak
fleksi bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala,
bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit
terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis, m. levator ani
kiri dan kanandan ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah
diameter anteroposterior.
e) Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul, terjadilah
extensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan
lahir pada pintu bawah panggul mengarah kedepan dan atas, sehingga
kepala harus mengadakan extensi untuk melaluinya. Pada kepala terjadi
dua kekuatan, yang satu mendesaknya kebawah dan satunya disebabkan
tahanan dasar panggul yang menolaknya keatas.
Resultannya ialah kekuatan kearah depan atas. Setelah subociput tertahan
pada pinggir bawah symfisis maka yang dapat maju karena kekuatan
tersebut diatas bagian yang berhadapan dengan subociput, maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubn besar, dahi hidung,
mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan extensi. Subociput yang menjadi
pusat pemutaran disebut hypomochilion.
f) Putaran Paksi Luar

20
Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali kearah punggung
anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran
paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran retribusi (putaran balasan).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan
dengan tuber ischiadicum sepihak (disisi kiri). Gerakan yang terakhir ini
adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran
bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah
panggul
g) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah sympysis dan
menjadi hypomochilion dan kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu
depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan
paksi jalan lahir.

2. Langkah-langkah Pertolongan Persalinan


a) Mengenali Gejala dan Tanda Kala II
Perineum tampak menonjol (perjol)
Vulva dan singter ani membuka (vulka)
b) Menyiapakan pertolongan persalinan
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksanakan komplikasi ibu dan BBL.
c) Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
Lakukan pemeriksaan dalam (PD) untuk memastikan pembukaan lengkap
(bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi).
Periksa DJJ setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus bahwa DJJ dalam batas
normal (120-160x/menit).
d) Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan
Meneran
Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan seusuai dengan
keinginannya.

21
Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan ektif
Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai; Segera rujuk jika bayi belum
atau tidak akan segera lahir stelah 120 menit meneran (primigravida) atau
60 menit meneran (multigravida).
Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
e) Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
f) Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi, Lahirnya Kepala Bayi
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva,
maka
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih
dan
kering.
Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
g) Lahirnya Bahu
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
h) Lahirnya Badan dan Tungkai
Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki serta pegang masing-masing kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya.
i) Penanganan Bayi Baru Lahir
Lakukan penilaian selintas. Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau
mengap-mengap lakukan langkah resusitasi (lanjut kelangkah resusitasi
pada asfiksia BBL).
Keringkan tubuh bayi

22
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks caseosa. Ganti handuk yang
basah dengan handuk kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.
Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
(hamil tunggal)
j) Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
Setelah uterus berkontraksi, regangkan tali pusat kea rah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kea rah belakang-atas (dorso cranial)
secara hati-hati (untuk mencegah inversion uteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan peregangan tali pusat
dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
k) Mengeluarkan Plasenta
Lakukan penegangan tali pusat dan dorongan dorso carnial hingga
plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah
sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap
melakukan tekanan dorso cranial).
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan segera lakukan plasenta manual.
Saat plasenta muncul di intoitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua
tangan. Pegang dan putar palsenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah di sediakan.
l) Rangsangan Taktil (Masase) Uterus
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
letakkan telapak tangan di undus dan lakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
m) Menilai perdarahan.

23
Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan
selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik dan tempat khusus.
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan
penjahitan bila laserasi menimbulkan perdarahan aktif segera lakukan
penjahitan.
n) Melakukan prosedur pasca persalinan.
Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan
pervaginam.
o) Evaluasi Ibu dan Bayi
p) Kebersihan dan Keamanan bagi Penolong dan Ibu Bayi
q) Dokumentasi (Kurniarum, 2016)

3. Komplikasi dan Penyulit Persalinan Kala II


- Distosia Bahu
Distosia bahu (bahu macet) yaitu kelahiran kepala janin dengan bahu
anterior macet di atas simfisis pubis dan tidak dapat masuk melalui pintu
bawah pangul, bahu menjadi tidak dapat digerakkan. Bahu posterior juga
dapat macet di atas promotorium sacral, walau pun jarang terjadi. Distosia
bahu umumnya terjadi pada bayi yang makrosomia, yakni suatu keadaan
yang di tandai oleh ukuran badan bayi yang relative lebih besar dari
ukuran kepala dan bukan semata-mata berat bayi yang >4000 gram.
Penanganan distosia bahu, yaitu dengan melakukan Manuver McRobert
(posisi lutut-dada) dengan cara ambil posisi jongkok lebar atau posisi
litotomi berlebihan dengan paha menyentuh dada dan ibu dalam posisi
setengah duduk. Posisi ini memungkinkan Outlet panggul bertambah
lebar. Fleksi yang berlebihan dari kaki akan meluruskan sacrum relative
terhadap lumbar tulang punggung. Fleksi yang berlebihan dari panggul
dan dengkul akan meluruskan dan memungkinkan sudut panggul untuk
menampung diameter yang lebih besar dari bahu (Cuningham, 2018).

C. Kala III (kala uri)

24
1. Pengertian Kala III
Kala III dimulai sejak bayi bayi lahir sampai lahirnya plasenta atau uri.
Partus kala III disebut juga kala uri. Kala III merupakan periode waktu dimana
penyusutan volume rongga uterus setelah kelahiran bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlengketan plasenta. Oleh
karena tempat perlengektan menjadi kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah, maka plasenta menjadi berlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus (Mochtar, 2013).

2. Tanda – Tanda Lepasnya Plasenta


Berubahnya Bentuk dan Tinggi Fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi
fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong kebawah, uterus berbentuk segi tiga, atau seperti buah pir atau
alpukat dan fundus berada diatas pusat (sering kali mengarah ke sisi kanan).
Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
(tanda ahfeld) Semburan darah yang mendadak dan singkat. Darah yang
terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling)
dalam ruang daintara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi
kapasitas tampungnya, darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang lepas
(Prawirohardjo, 2016).

3. Pengeluaran Plasenta
Plasenta yang sudah lepas dan menempati segmen bawah rahim, kemudian
melalui serviks, vagina dan dikeluarkan ke introitus vagina. Dari tempat ini
plasenta di dorong keluar oleh tenaga mengejan, 20% secara spontan dan
selebihnya memerlukan pertolongan. Lahirnya plasenta lebih baik dengan
bantuan penolong dengan sedikit tekanan pada fundus uteri setelah plasenta
lepas. Tetapi pengeluaran plasenta jangan dipaksakan sebelum terjadi
pelepasan karena di khawatirkan menyebabkan inversion uteri. Traksi pada

25
tali pusat tidak boleh digunakan untuk menarik plasenta keluar dari uterus.
Pada saat korpus di tekan, tali pusat tetap di regangkan. Maneuver ini diulangi
sampai plasenta mencapai introitus, setelah introitus penekanan dilepaskan.
Tindakan hati-hati diperlukan untuk mencegah membran tidak terputus dan
tertinggal jika membrane robek pegang robekan tersebut dengan klem dan
Tarik perlahan. Periksa plasenta secara hati-hati untuk memastikan tidak ada
bagian plasenta yang tertinggal (Prawirohardjo, 2016).
4. Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Selaput ketuban utuh atau tidak
- Plasenta (ukuran plasenta) yang terdiri atas : Bagian maternal, jumlah
kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon, bagian fetal, utuh atau tidak.
- Tali pusat, meliputi: Jumlah arteri dan vena, adakah arteri atau vena yang
terputus untuk mendeteksi plasenta suksenturia, dan insersi tali pusat
apakah sentral, marginal, panjang tali pusat (Kurniarum, 2016).
5. Deteksi dan Komplikasi Kala III
- Perdarahan kala III
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum,
selama, atau sesudah lahirnya plasenta. Perdarahan menurut waktunya dibagi
atas:
 Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
 Perdarahan postpartum skunder (late postpartum hommorhage) yang
terjadi
antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir (Mochtar, 2013).
Penyebab perdarahan kala III yaitu:
a) Atonia Uteri
Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi
dengan baik setelah persalinan. Pada kondisi tertentu, otot rahim tersebut
tidak mampu berkontraksi atau kalaupun ada, kontraksi tersebut kurang

26
kuat. Akibatnya perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta
tidak akan berhenti sehingga kondisi tersebut sangat membahayakan ibu.
b) Laserasi Jalan Lahir atau Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Akan tetapi, hal tersebut dapat di
hindari atau dikurangi dengan cara mencegah kepala janin melewati dasar
panggul dengan cepat.
c) Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan plasenta yang tertahan atau belum lahir
hingga melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Plasenta biasanya
terlepas dari tempat implantasinya pada keadaan normal 15 menit setelah
bayi lahir.
d) Kelainan Pembekuan Darah
Perdarahan yang telah di jelaskan sebelumnya umumnya terjadi akibat
pembekuan darah intravascular merata dan kelainan bawaan pada
mekanisme pembekuan darah. Penyakit kelainan pembekuan darah seperti
amfibrinogenemia atau hipofibrinogenemia sangat membahayakan jiwa
ibu, bila tidak cepat di tanggulangi (Manuaba, 2010)

D. Kala IV (Kala pemantauan)


Kala IV ditetapkan sebagai waktu dua jam setelah plasenta lahir
lengkap, hal ini dimaksudkan agar dokter, bidan atau penolong persalinan
masih mendampingi ibu setelah persalinan selama 2 jam (2 jam postpartum).
Dengan cara ini kejadian-kejadian yang tidak diinginkan karena perdarahan
postpartum dapat dikurangi atau dihindarkan (Manuaba, 2010).
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan
selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang
tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehinga
menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan Serviks, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakan ada tidaknya robekan jalan lahir, periksa
darah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami

27
peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan
tampak terluka dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak
dan mengalami lecet.
Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
Sebagian besar kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi
pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi,
perdarahan dan ekslampsia. Oleh karena itu pemantauan selama dua jam
pertama persalinan postpartum sangat penting (Kurniarum, 2016).
Pemantauan dan evaluasi lanjut diantaranya: Tanda Vital ibu dan bayi,
pemantauan perdarahan, kontraksi uterus dan kandung kemih.
Tanda Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang
tanda bahaya: Demam, perdarahan aktif, pembekuan darah banyak, bau busuk
dari vagina, pusing, lemas luar biasa, kesulitan dalam menyusui, nyeri panggul
atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.

2.2. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)


2.2.1. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda
persalinan. Waktu sejak pecahnya ketuban sampai terjadi kontraksi rahim
disebut Kejadian ketuabn pecah dini (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya kantong ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun pertengahan
kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm yaitu KPD terjadi
sebelum kehamilan 37 minggu, KPD yang memanjang yaitu KPD yang terjadi
lebih dari 12 sebelum waktu melahirkan ((Prawirohadjo, 2016)).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KPD adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda persalinan. Ketuban pecah
dini yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPD preterm
sedangkan ketuban pecah dini yang terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu
disebut KPD aterm.

28
2.2.2. Etiologi
Dari beberapa laporan menyebutkan fakor-faktor yang berhubungan dengan
penyebeb KPD adalah:
a. Infeksi Ada 2 penyebeb dari infeksi yaitu :
1) Infeksi genetalia Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama
kehamilan disebabkan oleh candida candidiasis vaginalis, bakterial
vaginosis dan trikomonas yang bisa menyebebkan kekuarangnya
kekuatan membran selaput ketuban sehigga akan terjadi ketuban pecah
dini (Prawirohardjo, 2016)
2) Infeksi (amnionitis / koreoamnitis) Koreoamnitis adalah keadaan dimana
koreon amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis
sering disebebkan group bakteri streptococus microorganisme, selain itu
bakteroide fragilis, laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah
bakteri-bakteri yang serng ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri
tersebut melepaskan mediator inflamasi yang menyebebkan kontraksi
uterus. Hal ini akan menyebabkan pembukaan sercix dan pecahnya
selaput ketuban.
b. Servik yang tidak mengalami kontraksi (Inkompetensia )
Inkompetensi servik dapat menyebabkan kehilangan kehamilan pada
termester kedua. Kelainan ini berhubungan dengan kelainan uterus yang lain
seperti septum uterus dan bikornis. Bisa juga karena kasus bedah servik
pada konisasi, produksi eksisi elektrosurgical, dilatasi berlebihan servik
pada terminasi kehamilan atau bekas laserasi (Prawirohadjo, 2016).
c. Trauma
Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekwensi yang lebih 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan
penetrasi penis yang terlalu dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya
ketuban pecah dini.
d. Faktor Paritas
Faktor Paritas seperti primipara dan multipara. Primipara yaitu wanita yang
pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup.

29
Pada primipara berkaitan dengan kodisi psikologis, mencakup sakit saat
hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan pada
kehamilan . Pada ibu yang pernah melahirkan beberapa kali dan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang
terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah
dini pada kehamilan berikutnya (Cuningham, 2018)
e. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban
pecah dini dan pada preterm terutama pada pasien yang beresiko tinggi
karena membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Prawirohadjo, 2016).
f. Tekanan intra uteri yang meningkat secara berlebihan
Misalnya pada hidramnion dan gemelli atau bayi besar (Cuningham, 2016).
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun ( primi tua) Pada ibu
hamil dengan usia yang terlalu muda keadaan uterus kurang matur untuk
melahirkan sehingga rentan untuk mengalami ketuban pecah dini dan pada
ibu hamil dengan usia lebih 35 tahun tergolong usia terlalu tua untuk
melahirkan ( primitua) sehingga beresiko tinggi untuk terjadi ketuban pecah
dini ((Prawirohadjo, 2016).

2.2.3. Predisposisi
Ketuban pecah dini terjadi karena multifaktorial dan berbagai mekanisme.
Faktor epidemiologi dan faktor klinis dipertimbangkan sebagai pencetus dari
ketuban pecah dini. Faktor reproduksi wanita (Bakterial vaginosis,
Trikomoniasis, Gonorhea, Chlamydia, dan Korioamnionitis subklinis). Faktor
perilaku (merokok, penggunaan narkoba, status nutrisi, dan koitus).
Komplikasi obstetric (polihidramnion, kehamilan multiple, insufisiensi servik,
trauma antenatal dan perdarahan dalam kehamilan).
Faktor pencetus dari KPD diantaranya jika terdapat kehamilan multiple,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam, serviks tipis,

30
stress psikologi, dan sebagainya dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
yang pada akhirnya melahirkan bayi dengan BBLR (Prawirohadjo, 2016).

2.2.4. Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluamya cairan ketuban melalui vagina. Aroma
air ketuban berbau amis, berbeda dengan urin yang berbau pesing seperti bau
amoniak, dengan ciri pucat. Cairan ini tidak akan habis atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Cairan ketuban berwama jemih, kadang-
kadang bercampur lendir darah (Manuaba, 2010). Apabila telah terjadi infeksi,
maka dapat terjadi demam, keluamya bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
dan denyutjantung janin bertambah cepat. Secara garis besar menurut
Prawirahardjo (2016).
Tanda dan gejala yang timbul pada ketuban pecah dini yaitu:
a. Tanda maternal Tanda pada ibu yang timbul antara lain, demam, takikardi,
kontraksi uterus, keluamya cairan ketuban melalui vagina, cairan amnion
yang keruh dan berbau serta Leukositosis.
b. Tanda Fetal Tanda pada janin setelah dilahirkan antara lain, takikardi.
c. Tanda Cairan amnion Tanda pada cairan amnion antara lain, volume cairan
ketuban berkurang.

2.2.5. Patofisiologi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas sel epitel, sel
mesenkrim, dan sel trofoblas yang terkait dalam matriks kolagen. Selaput
ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban serta melindungi janin terhadap
infeksi. Ketuban pecah pada ibu hamil disebabkan oleh adanya kontraksi uterus
dan peregangan yang berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia, yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh. Selaput ketuban pada kehamilan muda sangat kuat, pada
trimester 3 selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan

31
aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar
kevagina (Prawirohadjo, 2016). Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi
karena pembukaan prematur servik dan membran terkait dengan pembukaan
terjadi devolarisasi dan nekrosis serta dapat di ikuti pecah spontan jaringan ikat
yang menyangga membran ketuban, dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolitik, enzim kolagenase. Masa interval sejak
ketuban pecah dini sampai terjadi kontraksi disebut fase laten (Manuaba,
2010).

2.2.6. Diagnosis
Menegakkan diagnosis ketuban pecah dini secara tepat sangat penting.
Diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai risiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau
keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat
(Prawirahardjo. 2016).
Menetapkan diagnosis pecahnya ketuban tidak selalu mudah, kecuali jelas
tampak atau dirasakan oleh pemeriksa, yaitu mengalimya air ketuban dari
mulut rahim.
Secara prosedural, diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan dengan cara:
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna keluamya cairan tersebut, his belum teratur atau belum
ada dan belum ada pengeluaran lendir darah (Prawirahardjo, 2016).
b. Pemeriksaan fisik
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan
ini akan lebih jelas. Adanya cairan yang berisi mekonium, vemiks kaseosa
(lemak putih) rambut lanugo (bulu-bulu halus), bila telah terlnfeksi akan

32
berbau (Prawirahardjo, 2016). Pada pemeriksaan dengan spekulum, akan
tampak keluar cairan dari OUE. Seandainya belum keluar, fundus uteri
ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver
valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari
ostium uteri dan terkumpul pada fomiks anterior. Lihat dan perhatikan
apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang
sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada fomiks posterior. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan cairan di dalam vagina dan selaput ketuban
sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam bimanual perlu dipertimbangkan
karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi
segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme
tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina
hanya dilakukan kalau ketuban pecah dini sudah dalam persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin (Prawirahardjo,
2016).
c. Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis ketuban pecah dini
antara lain:
1) Analisis urin dan kultur untuk infeksi saluran kemih.
2) Pemeriksaan serviks atau kultur Chlamydia trachomatis atau Neisseria
Gonorrhoea.
3) Pemeriksaan vagina untuk vaginosis bacterial (VB) dan trikomoniasis.
4) Lakukan pemeriksaan pH dengan kertas nitriazin. pH vagina yang asam
(4,5) akan berubah menjadi basa (7.0-7,7) dan tampak warna biru pada
kertas nitriazin.
5) Pemeriksaan mikroskopik akan tampak kristalisasi cairan amnion saat
mengering.
2.2.7. Penatalaksanaan
Menurut Sarwono (2016)
a. Penatalaksanaan konservatif
 Beri antibiotik bila ketuban pecah > 6 jam berupa ampisillin 4x 500 mg
atau gentamisin 1x80 mg.

33
 Umur kehamilan < 32 – 34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar sampai air ketuban tidak keluar lagi.
 Berikan steroid 2x6 mg selama 2 hari untuk kematangan paru janin
b. Penatalaksanaan aktif
Kehamilan > 37 minggu dilakukan:
 Induksi oksitosin, jika gagal dilakukan seksio sesarea
 Berikan misoprosol 50 mg intra vagina tiap 6 jam, maksimal 4 kali
pemberian , jika gagal dilakukan seksio sesarea
 Cara induksi yaitu 5 ui ositosin dalam dektrose 5% dimulai 4 tetes /
menit, tiap ¼ jam dinaikan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/menit.
Pada keadaan CPD, letak lintang harus dilakukan seksio sesarea. Bila ada
tanda – tanda infeksi beri antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri
(Prawirohadjo, 2016).

2.2.8. Komplikasi
Menurut Varney (2010) komplikasi akibat ketuban pecah dini adalah:
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera timbul persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah, sedangkan pada kehamilan 28-34 minggu 50%
persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu
b. Infeksi Resiko infeksi meningkat pada ibu dan janin , pada ibu terjadi
korioamnionitis, pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, dan pada
umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban
pecah dini prematur infeksi lebih sering dari pada aterm.Secara umum
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding
dengan lamanya periode laten
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban akan terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara

34
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin
Bila ketuban pecah terlalu dini maka akan menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat. Komplikasi yang sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernafasan, ini terjadi pada 10-
40% bayi baru lahir.resiko infeksi akan meningkat pada kejadian ketuban
pecah dini, semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis. Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat bisa terjadi pada ketuban pecah
dini. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah
dini preterm, kejadiannya hampir 100%, apabila ketuban pecah dini preterm
ini terjadi pada usia kehamilan kurang 23 minggu.

2.2.9. Prognosis
a. Prognosis ibu
1) Infeksi intra partal (dalam persalinan)
2) Infeksi puerperalis (masa nifas)
3) Partus lama
4) Meningkatkan tindakan operatif obstetric
5) Morbiditas dan mortalitas maternal
b. Prognosis janin
1) Prematuritas
2) Infeksi
3) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
4) Sindrom deformitas janin yang terjadi akibat dari oligohidramnion
Morbiditas dan mortalitas perinatal
2.3. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Inpartu Kala I Fase Aktif
Merupakan suatu sistem dalam perencanaan pelayanan yang menpunyai 7
tahap sesuai manajemen kebidanan Varney yaitu: pengkajian data, analisa data,
diagnosa masalah, diagnosa potensial, tindakan segera, perencanaan asuhan
kebidanan, pelaksanaan asuhan kebidanan, evaluasi (Varney, 2010).

35
2.2.1. Pengumpulan data
A. Data Subjektif
Data Subyektif diperoleh dengan cara anamnesa pada klien secara
langsung/pengantar yang dapat memberikan informasi secara akurat.
1) Identitas
Wanita berusia di antara 20-35 tahun (wanita usia subur) (Cunningham,
2016). Usia < 15 tahun atau > 35 tahun merupakan faktor resiko
terjadinya komplikasi persalinan. Usia 20-30 tahun merupakan periode
paling aman untuk melahirkan
2) Riwayat Kesehatan
3) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh ibu bersalin keluar cairan bening tiba-tiba
dari kemaluan, berbau amis, disertai nyeri perut /kenceng-kenceng ysng
menetap dan semakin pendek durasinya.
4) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat persalinan dan nifas saat ini)
Resiko tinggi terjadinya komplikasi saat persalinan akibat KPD
(Manuaba, 2010).
5) Riwayat kesehatan dulu
Riwayat kesehatan penyakit terdahulu sebagai dasar penapisan
dalam pertolongan saat proses persalinan
6) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit hipertensi, diabetes, jantung, astma pada keluarga dapat
diturunkan pada anggota keluarga yang lain begitu pula pada ibu,
sehingga akan mempengaruhi proses persalinan.
7) Riwayat obstetri yang lalu
Wanita primigravida dan multigravida memiliki resiko lebih besar
mengalami komplikasi saat persalinan
8) Riwayat kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi hormonal sebagai indikator
penapisan saat persalinan, terjadinya retensio plasenta pada kala III.
9) Pemenuhan kebutuhan (mengkaji sebelum dan sesudah menjalani
perawatan di klinik)

36
o Nutrisi/hidrasi
Pola nutrisi yang baik pada proses persalinan sebagai kekuatan saat
proses persalinan untuk membantu kondisi kesehatan ibu bersalin.
o Pola eliminasi
Tekanan kepala bayi pada dasar panggul menyebabkan gangguan
eliminasi, baik BAK dan BAB.
o Pola istirahat
Terdapat gangguan istirahat pada pasien inpartu akibat nyeri dari
kontraksi saat inpartu.
Ibu inpartu disarankan untuk menyimpan tenaga selama proses
persalinan untuk mencegah kelelahan yang berlebihan dan terjadi
partus lama.
o Mobilisasi
Pada ibu inpartu dengan KPD disarankan untuk tirah barng
mengurangi mobilisasi apabila selama proses persalinan, diharapkan
ketuban tidak kering/habis saat kala II.
o Personal Hygiene
Ibu inpartu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu bagi ibu
dalam proses persalinan normal, dianjurkan untuk menjaga
kebersihan saat BAK maupun BAB.
o Konsumsi obat
Komsumsi vitamin tambahan ataupun obat penguat kontraksi selama
proses persalinan untuk membantu kelancaran proses persalinan.
o Pola kebiasaan
Merokok dapat memperburuk proses ibu inpartu selama persalinan.
Meminum jamu-jamuan akan mempengaruhi kondisi ketuban dan
kesehatan janin selama proses persalinan.
10) Riwayat psiko-sosial-budaya
Riwayat pernikahan, dukungan suami dan keluarga terhadap keadaan
saat ini, kebiasaan/mitos yang dipercayai selama proses persalinan.
Usia kawin < 20 tahun menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya
komplikasi saat inpartu. Ibu multipara yang memiliki anak > 3

37
mempunyai resiko lebih besar terjadinya perdarahan selama proses
inpartu kala IV (Kurniarum, 2016).

B. Data Objektif
Data obyektif diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi serta pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
1) Pemeriksaan umum
Keadaan umum: Baik / Sedang / Buruk
Kesadaran : Compos Mentis/Apatis/Delirium/Somnolen/Sopor/Koma
Keadan umum ibu inpartu dapat baik sampai lemah (Wiknjosastro,
2010).
Pada keadaan normal, ibu inpartu seharusnya dapat menjawab semua
pertanyaan petugas. Namun jika terjadi kesadaran yang menurun,
menggambarkan adanya masalah selama proses persalinan
(Cuningham, 2016).
Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : normal sistole ≤120 mmHg, diastole ≥70
mmHg,
Pada pre-eklampsia tekanan darah ≥ 140/≥ 90 mmHg (Sarwono,
2010) atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau
peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg (Fraser, 2009). Tekanan
darah sebagai penapisan untuk melakukan rujukan pada saat proses
inpartu apabila terdapat kegawatan.
 Respirasi : normal 16 - 18 x/menit
 Nadi : normal 60-80 x/menit
 Suhu : normal 36ºc – 37.5ºc
Suhu Tubuh Meningkat juga menggambarkan adanya peningkatan
metabolisme selama proses persalinan/terjadi infeksi akibat KPD,
suhu tubuh meningkat dianggap normal apabila tidak lebih dari
37.5ºC dan menurun setelah selesai persalinan
Berat badan
Penambahan berat badan ≥ 2 pon/minggu karena pengaruh kehamilan.

38
Kegemukan disamping menyebabkan meningkatkan kolesterol dalam
darah, juga menyebabkan kerja jantung yang lebih berat karena jumlah
darah yang beredar dalam tubuh sekitar 15% dari berat badan. Obesitas
dapat mempengaruhi proses persalinan.

2) Pemeriksaan Fisik
 Wajah
Normal, tidak pucat
 Mata
Konjungtiva normal (tidak anemis), minus pada mata
mempengaruhi proses meneran saat inpartu kala II, terjadinya
kerusakan retina saat proses meneran
 Dada
Pada ibu inpartu dengan riwayat jantung dan astma: nafas pendek,
ronkhi (+)/wheezing (+), salah satu penapisan saat melakukan
rujukan ibu impartu dan/ pemantauan kondisi ibu selama proses
persalinan
 Payudara
Payudara mulai mengeluarkan colostrum pada usia kehamilan 7
bula, dan/ 48 jam pertama setelah persalinan, berlanjut pada ASI
biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan
menyusui dimulai
Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu sesuai dengan
stadium laktasi. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam
sesuai dengan stadiumnya, yaitu sebagai berikut:
a) Kolostrum, yaitu air susu yang keluar sampai hari ketiga
setelah persalinan, berwarna kekuningan, kental, dan agak
lengket. Dibandingkan dengan air susu yang berwarna putih,
kolostrum mengandung lebih banyak protein, imunoglobulin
A, laktoferin, dan sel-sel darah putih (berperan penting dalam
mencegah timbulnya infeksi penyakit), lebih banyak vitamin A,

39
serta lebih banyak natrium dan seng. Namun, kolostrum kurang
dalam hal lemak dan laktose.
b) ASI masa transisi, yaitu mulai hari ke empat sampai hari ke
sepuluh.
c) ASI mature yang dihasilkan sesudah hari ke sepuluh.
 Abdomen
Untuk mengetahui adanya jaringan parut bekas operasi SC
sebelumnya/ operasi lain, pembesaran abdomen sesuai dengan
masa kehamilan atau tidak, pengukuran TFU menggunakan
metelin untuk tafsiran BB Janin, pergerakan janin, DJJ janin, dan
posisi bagian terbawah janin (Fraser, 2011).
Pemeriksaan Kebidanan palpasi menurut Leopold adalah sebagai
berikut:
a. Leopold I:
Untuk mengetahui tinggi fundus uteri dan bagian yang berada di
fundus. Pada keadaan normal TFU sesuai dengan usia
kehamilan, serta pada fundus teraba bagian lunak dan bulat.
b. Leopold II:
Untuk mengetahui bagian apa yang berada di sisi kiri dan kanan
perut ibu. Pada letak yang normal, teraba bagian punggung janin
di satu sisi perut ibu dan sisi perut yang lain teraba bagian
ekstremitas janin.
c. Leopold III:
Untuk mengetahui presentasi /bagian terbawah janin yang ada di
symfisis ibu. Pada keadaan normal teraba bagian yang bulat,
keras, dan melenting (kepala).
d. Leopold IV:
Untuk mengetahui apakah bagian terbawah janin sudah masuk
ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP) atau belum.
DJJ normal biasa terdengar di bawah pusat ibu (baik di bagian kiri
atau kanan) atau kuadran bagian punggung 3 jari dibawah pusat
ibu. DJJ yang normal 120-160 kali/menit.

40
Kontraksi HIS: ± 2-3 x 10 menit lama ± 35-45 ’’
 Genetalia
Inspeksi:
Vulva/vagina: tampak cairan bening dari vagina.
VT:
Pembukaan:
Fase laten: pembukaan 1-3
Fase aktif: 4-10
Penipisan: 0-100%
Bagian bawah dari posisi janin: kepala, dan/atau disertai bagian
kecil lainnya
Bagian terendah: UUK/UUB, posisi UUK/UUB dan/atau bagian
kecil lainnya
Selaput ketuban: - (jernih/keruh)
Penurunan bagian terendah: Hodge I-IV
 Ekstremitas
Simetris, adakah oedema pada ekstremitas. Adanya edema
merupakan salah satu tanda dari pre-eklampsia juga. Pemeriksaan
reflek patella berguna untuk menilai apakah ibu mengalami
kelemahan otot atau tidak (Prawirohardjo, 2016).
3) Pemeriksaan Penunjang
Adalah pemeriksaan yang dapat menunjang, seperti pemeriksaan
labolatorium bila dalam data subjektif maupun objektif memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
a. Kertas Lakmus warna biru/merah
Warna Biru: Kertas tidak berubah warna (tetap warna biru) apabila
cairan yang keluar adalah ketuban.
Warna Merah: Kertas berubah warna (menjadi warna biru) apabila
cairan yang keluar adalah ketuban
2.2.2. Identifikasi Diagnosis dan Masalah
Analisis data berupa diagnosa yang didapatkan melalui hasil pengkajian
data subyektif dan data obyektif.

41
1) Diagnosis aktual
G… P A P A H Ab… UK .... mgg I/T/H inpartu dengan KPD
2) Masalah
Masalah yang mungkin timbul pada inpartu yaitu: Infeksi, demam,
partus lama, kegagalan persalinan normal.

2.2.3. Identifikasi diagnosis dan masalah potensial


Mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial sesuai dengan diagnosis
dan masalah yang sudah diidentifikasi. Diagnosis potensial pada ibu inpartu
dengan KPD adalah terjadi kegagalan proses persalinan normal dan infeksi baik
pada ibu maupun janin, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk mencegah
kegawatan tersebut.

2.2.4. Identifikasi kebutuhan tindakan segera


Menentukan kebutuhan atau tindakan yang perlu segera dilakukan,
misalnya tindakan mandiri, konsultasi, kolaborasi, dan rujukan.

2.2.5. Perencanaan
Merumuskan rencana asuhan kebidanan, harus didasarkan pada data yang
diperoleh disertai dengan rasional dari perencanaan tersebut. Perencanaan pada
ibu inpartu fase aktif adalah:
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan
Rasional : Dengan memberikan penjelasan tentang hasil pemeriksaan
diharapkan ibu mengetahui tentang keadaan dirinya.
2. Berikan edukasi terkait masalah ketuban yang pecah sebelum waktu tafsiran
persalinan, perawatan, dan bagaimana cara menyikapinya.
Rasional : Dengan memberikan edukasi kecemasan dapat dikuragi, ibu lebih
nyaman dan tenang dalam menghadapi proses persalinan.
3. Berikan edukasi terkait proses meneran dan dukungan emosional baik bagi ibu
dan keluarga

42
Rasional : Dengan memberikan edukasi dan dukungan emosional, gangguan
psikologis yang berupa kecemasan dapat dikuragi, ibu lebih nyaman dan
tenang dalam menghadapi proses persalinan
4. Memberi tahu ibu teknik mengurangi rasa sakit saat terjadinya kontraksi
(relaksasi, distraksi, massage).
Rasional : mengurangi masalah nyeri selama kontraksi persalinan.
5. Pantau dan periksa kondisi ibu selama proses inpartu, periksa TTV: TD dan
Suhu ± tiap 4 jam sekali apabila tidak terdapat komplikasi yang meyertai,
Nadi, pernafasan tiap 30 menit sekali, HIS dan DJJ: ± 30 menit sekali, VT: ± 4
jam sekali apabila tidak ada indikasi untuk dilakukan VT sebelum 4 jam.
Rasional : pemantauan kondisi ibu dan janin selama persalinan untuk
mengetahui adanya tanda-tanda kegawatan selama proses persalinan
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi, hidrasi dan eliminasi.
Rasional : memantau intake cairan untuk menghindari dehidrasi selama
proses inpartu dan BAK untuk mencegah terjadinya partus lama karena
kandung kemih penuh.
7. Berikan terapi antibiotik pada ibu inpartu untuk mencegah terjadinya infeksi
selama proses persalinan, dan terapi penguat kontraksi.
Rasional: terapi antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada ibu dan
bayi akibat KPD, dan penguat kontraksi untuk mempertahankan kontraksi/HIS
adekuat selama proses persalinan.
8. Informasikan kepada ibu dan keluarga tentang tanda-tanda saat bayi sudah
didasar panggul dan pembukaan sudah lengkap.
Rasional : ibu dan keluarga mengetahui tanda-tanda ketika bayi siap untuk
lahir sehingga dapat menghubungi bidan tepat waktu.
9. Bantu ibu untuk mobilisasi selama proses persalinan/ miring ke kiri atau ke
kanan
Rasional : dengan mobilisasi akan mempercepat proses penurunan kepala
bayi ke dasar panggul dan merangsang terjadinya kontraksi.
10. Bantu ibu untuk memilih posisi meneran yang nyaman
Rasional : memudahkan proses persalinan

43
11. Persiapan untuk membantu ibu melahirkan bayi saat sudah pembukaan
lengkap dan kepala sudah berada di dasar panggul dengan tanda ibu sudah
ingin meneran.
Rasional : Persiapan ibu, keluarga, dan penolong dapat membantu
meminimalisir terjadinya kegawatan selama proses persalinan.
12. Manajemen asuhan persalinan normal
Rasional: Asuhan persalinan normal dengan prinsip sayang ibu dan bayi agar
meminimalisir trauma saat proses persalinan dan terjadi kegawatan pada bayi
13. Kolaborsi dengan dokter spesialis/ rujukan apabila terjadi kegawatan baik
pada ibu maupun bayi
Rasional: penanganan segera dapat meminimalkan terjadinya resiko
komplikasi pada ibu maupun bayi.
14. Evaluasi kondisi ibu dan bayi selama perawatan 6 jam masa nifas
Rasional : Memantau keadaan ibu dan bayinya serta memastikan kebutuhan
ibu dan bayi terpenuhi.

2.2.6. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun.
Pelaksanaan yang efisien menyingkat waktu dan biaya serta menghasilkan mutu
asuhan yang terjamin.

2.2.7. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari keseluruhan asuhan proses kebidanan.
Evaluasi menilai apakah asuhan yang diberikan sudah efektif atau tidak. Setelah
melakukan asuhan kebidanan, diharapkan :
Subyektif :
Sudah tidak ada masalah yang dialami ibu (tidak ada keluhan)
Ibu dan keluarga telah mengetahui kondisi kesehatannya saat ini, sehingga
masalah teratasi baik sebagian atau seluruhnya.
Objektif :

44
Pada pemeriksaan, pasien didapatkan dalam kondisi yang normal/tidak ada
kelainan hasil pemeriksaan ditandai dengan normalnya tanda-tanda vital, proses
inpartu normal, ibu dan janin sehat
Analisisis :
G… P A P A H Ab… UK .... mgg I/T/H inpartu dengan KPD, kondisi ibu dan bayi
baik
Penatalaksanaan :
- Jelaskan hasil evaluasi
- Observasi keadaan ibu secara berkala
- Lanjutkan tindakan perawatan sesuai kebutuhan

45
BAB 3
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN
PADA NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H
Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan KPD
di Ruang Kaber KRI Nusantara Kepanjen Kab. Malang

MRS : Kamis / 20 Oktober 2022 (Pkl. 03.50 wib)


Hari/Tgl Pengkajian : Kamis / 20 Oktober 2022
Waktu : Pukul 03.50 wib
Tempat : Kaber KRI Nusantara
Tenkes (Bidan) : Dini Ria Oktavia
No. Rekam medik : 010325/22

Data Subjektif
1. Identitas
Biodata Pasien Suami
Nama Ny. ”A” Tn. ”E”
Usia/Tanggal lahir 33 thn 37 thn
Pendidikan terakhir SMA SMK
Pekerjaan Tidak bekerja swasta
Agama Islam Islam
Alamat Dsn. Tempur Kemiri

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Ibu mengeluh keluar cairan bening dari kemaluannya, berbau anyir pada
tanggal 20 Oktober 2022 pukul 03.25 wib, dan tidak terasa kenceng-
kenceng pada perut.
b. Riwayat kesehatan pasien

46
Sebelum hamil ibu tidak memiliki penyakit hipertensi, diabetes,
jantung, alergi, paru-paru, asma, TB, hingga saat ini
c. Riwayat kesehatan dulu
Ibu tidak memiliki riwayat alergi, hipertensi, penyakit jantung, paru-
paru, asma, TB maupun diabetes mellitus.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ibu tidak memiliki riwayat alergi, hipertensi, penyakit
jantung, asma, TB maupun diabetes mellitus.
3. Riwayat Obstetri
HPHT : 07 Februari 2022
TP : 14 November 2022
Kehamilan Persalinan Bayi

N
Penolong

Thn Nifas BB AS KB
Penyulit

Penyulit
Tempat
Umur

Jenis

o JK H/M
(kg) I

9 Bida 2900 Tidak


1 2014 - PMB Normal - Normal L H √
bln n gr Pernah
2 Hamil ini

4. Riwayat kehamilan saat ini


Selama kehamilan, ibu memeriksakan kehamilannya di Puskesmas (3x)
dan Poli KIA Klinik Nusantara (2x).
Pada Trimester I ibu mengeluh mual, muntah, dan pusing, ibu
mendapatkan terapi obat muntah, paracetamol, dan vitamin.
Pada Trimester II ibu tidak ada keluhan, sudah tidak muntah, dan
pusing. Dari puskesmas ibu mendapatkan terapi tambah darah dan kalsium.
Pada Trimester III ibu mengeluh nyeri di bagian bawah daerah tulang
simphysis, ibu mendapatkan terapi paracetamol, tambah darah, kalsium.
Pada tanggal 20 Oktober pukul 03.50 wib ibu memeriksakan
kehamilannya di klinik ditemani oleh suami. Ibu mengeluh keluar cairan
bening dari kemaluannya, berbau anyir, tetapi tidak terdapat lendir darah
maupun keputihan.
5. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

47
Pemenuhan
Saat Persalinan
kebutuhan
Nutrisi/Hidrasi Ibu belum makan sebelum datang ke klinik, makan
malam hari pukul 20.00 wib. Ibu minum air putih di botol
aqua sedang sebagian.
Eliminasi Ibu sering BAK sebelum datang ke klinik. Ibu mengeluh
sulit BAB selama 3 hari terkahir.

Istirahat Ibu tidak bisa tidue semalam, sering bangun di malam


hari, karena nyeri perut di bagian bawah.

Mobilisasi Ibu melakukan aktifitas sendiri, tanpa/terkadang ada


bantuan.

Personal Ibu belum mandi pagi ini, ganti pakaian dalam dengan
hygiene softex karena basah cairan yang keluar dari kemaluan.

6. Data Psiko-sosio-budaya
 Riwayat pernikahan : ini adalah pernikahan yang pertama bagi ibu
maupun suami, pernikah berlangsung pada tahun 2014
 Dukungan suami dan keluarga : kehamilan ini direncanakan dan sangat
diharapkan oleh ibu, suami maupun keluarga.
 Mitos seputar masa hamil dan persalinan: tidak ada

Data Objektif

1. Pemeriksaan umum
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital : TD = 100/70 mmHg, N = 78 x/mnt, R = 24 x/mnt,
S = 36 °C

 TB : 153 cm
 BB sekarang : 70 kg

48
 BB sebelum : 58 kg

2. Pemeriksaan fisik
 Wajah : tidak pucat, tidak odema
 Mata : Konjungtiva merah muda, sclera agak kekuningan
 Payudara : ASI belum keluar, konsistensi lembek, bersih, puting
menonjol, areola mammae hiperpigmentasi.
 Abdomen : tidak ada jaringan parut akibat operasi, pembesaran sesuai
usia kehamilan, perut tegang.
a. Palpasi
: Teraba satu bagian bulat, lunak dan tidak melenting
Leopold I
pada perut ibu bagian atas (bokong), TFU 3 jari di atas pusat

: Teraba satu bagian panjang, keras, seperti papan pada perut ibu
Leopold II sebelah kanan, dan teraba bagian kecil-kecil atau
ekstremitas pada perut bagian sebelah kiri ibu.

: Teraba satu bagian bulat, keras dan melenting pada


Leopold III
perut ibu bagian bawah (kepala), dan tidak dapat digoyangkan.

Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP (2/5).

TFU : 25 Cm

HIS : 1 x 10 menit lama 20 detik

b. Fetus
- Pergerakan janin dapat dirasakan
- DJJ : Ada
- Frekuensi : 132 x/menit
- Interval : Teratur
 Genitalia : Bersih, tidak ada varises, pembengkakan kelenjar
bartolini, tidak ada fluor albus, tampak keluar cairan
bening pada vagina, berbau anyir.
 Ekstremitas : Tidak terdapat oedem pada kaki.
3. Pemeriksaan Dalam (VT)

49
Tanggal 20 Oktober 2022 Pkl. 04.00 wib

Pemeriksaan Hasil

Pukul 04.00: VT - Ꝋ: 1 cm
- Eff: 25%
- Bagian bawah: kepala
- Bagian terendah: UUK
- Tidak ada bagian kecil/tali pusat yang
menyertai
- Molase –
- Hodge I
- Ketuban – (jernih)

Pemeriksaan pH dengan kertas nitriazin (kertas warna merah): tampak warna


biru pada kertas nitriazin (ketuban dg pH Basa; 7.0-7,7).

Analisis
NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H Presentasi Kepala Inpartu
Kala 1 Fase Laten dengan KPD
Masalah : -

Penatalaksanaan
Tgl/Jam Penatalaksanaan Petugas
20 Okt 22 1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil
Kamis, pemeriksaan yang telah dilakukan Dini
pkl. 04.10 Evaluasi : Ibu mengetahui kondisi kesehatannya
wib saat ini.
2. Memberikan edukasi terkait masalah ketuban yang
pecah sebelum waktu tafsiran persalinan, perawatan,
dan bagaimana cara menyikapinya.
Evaluasi : Kecemasan ibu berkurang, dan lebih
rileks dalam proses persalinan.
3. Memberikan edukasi terkait proses meneran dan
dukungan emosional baik bagi ibu dan keluarga

50
Evaluasi : Kecemasan ibu berkurang, lebih rileks,
ibu lebih nyaman dan tenang dalam menghadapi
proses persalinan
4. Memberi tahu ibu teknik mengurangi rasa sakit saat
terjadinya kontraksi (relaksasi, distraksi, massage).
Evaluasi : Ibu merasa lebih rileks saat terjadi
kontraksi.
5. Memantau dan periksa kondisi ibu selama proses
inpartu, periksa TTV: TD dan Suhu ± tiap 4 jam
sekali apabila tidak terdapat komplikasi yang
meyertai, Nadi, pernafasan tiap 30 menit sekali, HIS
dan DJJ: ± 30 menit sekali, VT: ± 4 jam sekali
apabila tidak ada indikasi untuk dilakukan VT
sebelum 4 jam.
Evaluasi : pemantauan kondisi ibu dan janin
selama proses persalinan
6. Memenuhi kebutuhan nutrisi, hidrasi, dan eliminasi
Evaluasi : kebutuhan intake cairan terpenuhi
selama proses inpartu dan ibu BAK dengan
menggunakan pispot.
7. Memberikan tambahan cairan hidrasi pada ibu
Evaluasi: Telah terpasang infus RL di lengan kiri
(tetesan 16 tpm) pada tanggal 20 Oktober 2022
pukul 04.40 wib.
8. Memberikan terapi antibiotik pada ibu inpartu untuk
mencegah terjadinya infeksi selama proses
persalinan, dan terapi penguat kontraksi.
Evaluasi : terapi antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi pada ibu dan bayi akibat KPD, dan
penguat kontraksi (kandungan thiamin/B1) untuk
merangsang terjadinya kontraksi/HIS adekuat
selama proses persalinan.

51
9. Informasikan kepada ibu dan keluarga tentang
tanda-tanda saat bayi sudah didasar panggul dan
pembukaan sudah lengkap.
Evaluasi : ibu dan keluarga mengetahui tanda-
tanda ketika bayi siap untuk lahir sehingga dapat
menghubungi bidan tepat waktu.
10. Bantu ibu untuk mobilisasi selama proses
persalinan/ miring ke kiri atau ke kanan dengan
mengurangi mobilisasi/jalan-jalan.
Evaluasi : Ibu mobilisasi miring ke kiri dan ke
kanan.

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/Tanggal : Kamis/20 Oktober 2022
Tempat : Kaber KRI Nusantara Kepanjen
Waktu : pukul 08.00 wib
Pengkaji : Dini Ria Oktavia

Subjektif
Keluhan : Ibu Ingin meneran seperti BAB.

Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg, N : 80x/mnt, R : 20x/mnt, S : 36,5 C
Abdomen : perut kontraksi, HIS: 3x10 menit lama 40”
DJJ + 140 x menit reguler
Genitalia : Bloodshow, ketuban jernih

Pemeriksaan Hasil

Pukul 08.00 wib: VT - Ꝋ: 10 cm

52
- Eff: 100%
- Bagian bawah: kepala
- Bagian terendah: UUK jam 12
- Tidak ada bagian kecil/tali pusat yang
menyertai
- Molase –
- Hodge II+
- Ketuban jernih

Analisis
NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H Presentasi Belakang
Kepala Inpartu Kala II dengan KPD
Masalah : -

Penatalaksanaan
Tgl/Jam Penatalaksanaan Petugas
20/10/202 1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil
2 pemeriksaan yang telah dilakukan Dini Ria
08.10 wib Evaluasi : Dengan memberikan penjelasan
tentang hasil pemeriksaan diharapkan ibu
mengetahui tentang keadaan dirinya.
2. Menginformasikan kepada ibu dan keluarga bahwa
bayi sudah didasar panggul, pembukaan sudah
lengkap dan diperbolehkan untuk meneran.
Evaluasi : ibu dan keluarga mengerti dengan
penjelasan bidan
3. Membantu ibu untuk memilih posisi meneran yang
nyaman
Evaluasi : Posisi dorsal recument dalam
persiapan meneran
4. Memenuhi kebutuhan hidrasi selama proses
meneran.

53
Evaluasi : memantau intake cairan untuk
menghindari dehidrasi selama proses meneran, ibu
minum air putih disela-sela meneran dibantu oleh
suami
5. Membantu ibu melahirkan bayi saat sudah
pembukaan lengkap dan kepala sudah berada di
dasar panggul dengan tanda ibu sudah ingin
meneran.
Evaluasi : Asuhan persalinan sayang ibu.
6. Manajemen asuhan persalinan normal
Evaluasi : Bayi lahir tgl 20 Oktober 2022 pukul
08.40 wib, tunggal, secara normal belakang kepala,
bayi menangis kuat, gerak aktif, kulit kemerahan.

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/Tanggal : Kamis/20 Oktober 2022
Tempat : Kaber KRI Nusantara Kepanjen
Waktu : Pukul 08.50 wib
Pengkaji : Dini Ria Oktavia

Subjektif
Keluhan : Ibu mengatakan lega karena bayinya sudah lahir dengan selamat.

Objektif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg, N : 90x/mnt, R : 20x/mnt, S : 36,5 C
Abdomen : janin tunggal, kontraksi keras globuler.
Genitalia : tampak tali pusat pada jalan lahir
Analisis
NY. ”A” Usia 33 Thn P2 A0 dengan inpartu kala III
Masalah : -

54
Penatalaksanaan
Tgl/Jam Penatalaksanaan Petugas
20/10/202 1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil
2 pemeriksaan yang telah dilakukan. Bayi tunggal, Dini Ria
08.55 wib menangis kuat warna kebiruan, sehat.
Evaluasi : Ibu mengetahui kondisi kesehatannya
saat ini.
2. Menjelaskan bahwa akan dilakukan penyuntikan
oksitosin pada paha ibu.
Rasional : Oksitosin 1 mg disuntikkan pada paha
kanan ibu.
3. Melakukan Teknik Plasenta PTT/peregangan tali
pusat terkendali dalam melahirkan plasenta.
Evaluasi Plasenta lahir lengkap pukul 09.05 wib.
4. Melakukan pengecekan plasenta saat sudah
dilahirkan
Evaluasi : Plasenta lengkap tidak ada sisa selaput
dan kotiledon.
5. Melakukan pengecekan trauma/robekan jalan lahir,
tidak terdapat robekan perineum
Evaluasi : menghindari terjadinya komplikasi saat
kala IV/proses penjahitan apabila terdapat robekan
jalan lahir

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/Tanggal : Kamis/20 Oktober 2022
Tempat : Kaber KRI Nusantara Kepanjen

55
Waktu : pukul 09.10 wib
Pengkaji : Dini Ria Oktavia

Subjektif
Keluhan : Ibu dalam keadaan tenang, tidak ada keluhan apapun.

Objektif
Keadaan umum Ibu : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg, N : 90x/mnt, R : 20x/mnt, S : 36,5 C
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi keras globuler.
Genitalia : Lochea Rubra, perdarahan ± 100 cc, tidak ada jahitan
perineum.

Keadaan umum Bayi : Baik


Tanda Vital : N : 100x/mnt, R : 30x/mnt, S : 36,5 C
Jenis kelamin : Perempuan
Berat Lahir : 2100 gram
PB : 45 cm
LiKa : 26 cm
LiLa : 10 cm
LiDa : 28 cm

Analisis
NY. ”A” Usia 33 Thn P2 A0 dengan inpartu kala IV
Masalah : -

Penatalaksanaan
Tgl/Jam Penatalaksanaan Petugas
20/10/202 1. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil

56
2 pemeriksaan yang telah dilakukan. Ibu dalam Dini Ria
09.15 wib keadaan normal. Bayi tunggal lahir hari Kamis 20
Oktober 2022, pukul 08.50 wib, jenis kelamin:
perempuan, berat lahir: 2100 gram, PB: 45 cm,
LiLa, 10 cm, LiKa: 26 cm, LiDa: 28 cm, menangis
kuat warna kebiruan, sehat.
Evaluasi : Dengan memberikan penjelasan
tentang hasil pemeriksaan, ibu mengetahui tentang
keadaan dirinya dan bayinya.
2. Menjelaskan tentang perawatan yang akan
dilakukan pada ibu selama 6 jam pasca melahirkan,
beserta tanda bahaya masa nifas 6 jam sesudah
persalinan.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang keadaan dirinya.
3. Menjelaskan tentang perawatan yang akan
dilakukan pada bayi selama 6 jam pasca melahirkan,
beserta tanda bahaya pada bayi saat 6 jam sesudah
persalinan.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang keadaan bayinya.
4. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Evaluasi : Kebutuhan nutrisi dan cairan
terpenuhi.
5. Memberikann edukasi ibu untuk mobilisasi ± 2 jam
pasca persalinan
Evaluasi : Ibu mobilisasi miring kanan dan kiri,
duduk dan ke kamar mandi.
7. Melakukan evaluasi kondisi ibu dan bayi selama
perawatan 6 jam masa nifas
Evaluasi : Kondisi ibu dan bayi sehat
8. Memberikan edukasi ibu terkait pemulihan masa
nifas, personal hygiene, menyusui Bayi, dan KB.
Evaluasi: Ibu melalui masa adaptasi nifas dalam

57
perawatan ibu nifas untuk mencegah adanya
komplikasi.
9. Melakukan proses pemulangan Ibu dan Bayi pasca
melahirkan ± 8-10 jam pasca melahirkan
Evaluasi: kondisi pemulihan masa nifas 6 jam
pasca persalinan baik, ibu sudah mampu mobilisasi
dan Eliminasi (BAK) lancar, bayi stabil.

BAB 4

58
PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada ibu inpartu kala I fase laten
dengan KPD, pada hari Kamis, tanggal 20 Oktober 2022 di Kaber KRI Nusantara
Kepanjen, penulis mendapatkan kesesuaian antara teori dan tinjauan kasus yang
ada, yaitu :
1. Data subjektif;
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya kantong ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun pertengahan
kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm yaitu KPD terjadi
sebelum kehamilan 37 minggu (Prawirohardjo, 2016). Tanda yang terjadi
adalah keluamya cairan ketuban melalui vagina. Aroma air ketuban berbau
amis, berbeda dengan urin yang berbau pesing seperti bau amoniak, dengan
ciri pucat (Manuaba, 2010).
Data anamnesa yang didapatkan; ibu mengeluh keluar cairan bening, berbau
anyir dari kemaluannya tanpa disertai perut kenceng-kenceng, namun belum
memasuki tafsiran tangal persalinan.
2. Data objektif, didapatkan:
Kehamilan cukup bulan adalah usia kehamilan 37-42 minggu. Fase laten,
dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, dimulai sejak awal kontraksi
yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai 3 cm,
berlangsung dalam 7-8 jam. Lakukan pemeriksaan pH dengan kertas nitriazin.
pH vagina yang asam (4,5) akan berubah menjadi basa (7.0-7,7) dan tampak
warna biru pada kertas nitriazin. Pemantauan DJJ bayi kala 1, periksa DJJ
setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus bahwa DJJ dalam batas normal (120-
160x/menit) (Prawirohardjo, 2016).
Pada pemeriksaan didapatkan:
 Hasil pengkajian data pada ibu didapatkan tafsiran tanggal persalinan maju
4 mingu dari HPHT (14 November 2022).
 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan keadaan janin baik (DJJ
138x/menit), kontraksi His sesuai dengan teori kurang adekuat (3xdalam
10 menit lama 30”).

59
 Hasil pemeriksaan dalam Pukul 04.00 wib menunjukkan adanya ketuban
pecah dini, sebelum terjadi persalinan, Ꝋ: 1 cm, Eff: 25%, Bagian bawah:
kepala, Bagian terendah: UUK, Tidak ada bagian kecil/tali pusat yang
menyertai, Molase –, Hodge I, Ketuban (-) jernih. Pemeriksaan dengan
kertas nitriazin (warna merah): tampak warna biru pada kerta nitriazin (pH
Basa 7.0-7,7) (Prawirohardjo, 2016).
Dari data subjektif maupun objektif tersebut membuktikan adanya
kesesuaian antara teori dan tinjauan kasus yang didapat, yang juga
menunjukkan bahwa NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu
I/T/H Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan KPD.
3. Analisis
Penegakan diagnosa pada prinsipnya berdasarkan data hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Prawirohardjo, 2016). Pada
kasus Ny. “A” data subjektif dan data objektif mendukung penegakan
diagnosa Inpartu dengan KPD. Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan, yaitu
Ꝋ: 1 cm, Eff: 25%, Bagian bawah: kepala, Bagian terendah: UUK, Tidak ada
bagian kecil/tali pusat yang menyertai, Molase –, Hodge I, Ketuban (–) jernih,
menyatakan bahwa ibu dalam fase inpartu kala 1 fase laten dengan KPD.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H
Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan KPD dilakukan sesuai
dengan teori dan kondisi yang ada. Persalinan kala I meliputi fase pembukaan
1-10 cm, yang di tandai dengan penipisan dan pembukaan serviks, kontraksi
uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam
10 menit), cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina (Manuaba,
2010). Penatalaksanaan ketuban pecah dini; induksi oksitosin, jika gagal
dilakukan seksio sesarea, berikan misoprosol 50 mg intra vagina tiap 6 jam,
maksimal 4 kali pemberian, jika gagal dilakukan seksio sesarea, pencegahan
infeksi di beri antibiotik dan persalinan diakhiri, infus dekstrose/RL (16 tpm)
(Prawirohadjo, 2016). Observasi inpartu kala 1 fase laten; pembukaan,
penipisan, dan penurunan kepala. Penatalaksanaan asuhan persalinan sayang
ibu dengan pemantauan aktif pada kala IV. Dilakukan pertolongan persalinan

60
60 langkah sesuai dengan teori, tetapi ada beberapa asuhan yang tidak
dilakukan, yaitu: pemberian penguat kontraksi dengan thiamine (B1) sebagai
perangsang kontraksi, tidak dilakukan asuhan IMD segera setelah bayi lahir.
Pada teori asuhan persalinan, bayi dikeringkan mulai dari muka, kepala,
bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks
caseosa. Ganti handuk yang basah dengan handuk kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu selama 1 jam baik berhasil/tidak IMD, kemudian dilakukan asuhan
pada bayi (Kuniarum, 2016). Pada asuhan persalinan Ny. ”A”, bayi diletakkan
di cove setelah dikeringkan dan diganti baju. Bayi dilakukan IMD segera
setelah ibu selesai dilakukan perawatan hingga kala IV.

61
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Asuhan Kebidanan yang dilakukan pada NY. ”A” Usia
33 Thn G2 P1 A0 UK 36-37 Minggu I/T/H Presentasi Kepala Inpartu Kala 1
Fase Laten dengan KPD, maka:
1. Persalinan dan kelahiran normal merupakan suatu proses pengeluaran
janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu).dengan
ditandai terjadinya his persalinan yaitu his pembukaan dengan sifat-
sifatnya sebagai berikut: Nyeri melingkar dari punggung memancar ke
perut bagian depan, teratur, makin lama makin pendek intervalnya dan
makin kuat intensitasnya, jika dibawa berjalan bertambah kuat, dan
mempunyai pengaruh pada penipisan dan pembukaan serviks.
2. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya kantong ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
pertengahan kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm
yaitu KPD terjadi sebelum kehamilan 37 minggu (Prawirohardjo, 2016).
Tanda yang terjadi adalah keluamya cairan ketuban melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis, berbeda dengan urin yang berbau pesing
seperti bau amoniak, dengan ciri pucat (Manuaba, 2010).
3. Pada ibu inpartu kala 1 fase aktif laten dengan KPD dilakukan asuhan
sesuai dengan prinsip asuhan sayang ibu yang berdasarkan pada teori dan
kondisi ibu saat itu, bayi lahir normal tunggal, sehat, ibu juga tidak
mengalami kegawatan, proses persalinan normal dan ibu sehat.
4. Dalam melakukan asuhan, tidak didapatkan kesenjangan, asuhan sesuai
antara kasus yang didapat dengan teori dan konsep dasar yang telah
dipahami.
5. Telah dilakukan pendokumentasian SOAP menggunakan pola pikir
pendekatan 7 langkah Varney pada NY. ”A” Usia 33 Thn G2 P1 A0 UK
36-37 Minggu I/T/H Presentasi Kepala Inpartu Kala 1 Fase Laten dengan
KPD.

62
5.2 Saran
5.2.1 Bagi klien
Proses persalinan dalam masa inpartu bukan hanya bersumber dari
petugas kesehatan, tetapi juga dari ibu dan keluarga. Motivasi ibu dalam
setiap proses inpartu untuk membantu kenormalan dalam setiap prosesnya
demi kesehatan ibu dan bayi.

5.2.2 Bagi Petugas


Bidan sebagai pelaksana yang ada di garis depan harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat melakukan asuhan
kebidanan yang komprehensif.

5.2.3 Bagi Pendidikan/Akademik


Institusi pendidikan memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan
ilmu terbaru mengenai kebidanan, sehingga dalam melaksanakan asuhannya
petugas kesehatan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai ilmu
terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

63
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. 2018. Williams Obstetri 21nd.
Jakarta: EGC.

Fraser, Diane M and Cooper,Margaret A. 2011. Myles Buku Ajar Bidan Myles
Buku Ajar Bidan ed.14 alih bahasa Sri Rahayu, Jakarta: EGC

Kurniarum, Ari. Modul bahan ajar cetak kebidanan. Asuhan Kebidanan


Persalinan dan Bayi Baru Lahir. 2016. Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan
Kemenkes RI.

Leveno KJ, Cunningham FG, Bloom SL et al. 2016. Obstetri Williams Panduan
Ringkas. Jakarta: EGC.

Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: EGC

Mochtar, R. 2013. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi. Edisi 2.


Jakarta: EGC

Saifuddin, AB, Wignjosastro, G., dan Waspodo, D., 2011. Buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Sofian, Amru. 2012. Ustam Mochtar Sinopsis Obstetri Edisi 3. Jakarta: EGC.

Varney, H., Kriebs, JM., dan Gegor, C. 2010. Buku ajar asuhan kebidanan
volume 1. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan ed. 4 cetakan V. Jakarta: YBPSP.

64

Anda mungkin juga menyukai