Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karuniaNya saya dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai Prespektif PKN dalam kajian
filsafat.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu, saya mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2014

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….. i
Daftar Isi………………………………………………………………………… ii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………. 2
BAB II : Landasan Teori
2.1 Definisi PKn…………………………………………………………. 3
2.2 Definisi Filsafat Ilmu………………………………………………… 4
BAB III : Pembahasan
3.1 Ontologi PKn …….………………………………………………….. 6
3.2 Epistemologi PKn …………………………………………………… 8
3.3 Aksiologi PKn ……………………………………………………… 12
BAB IV : Penutup
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 14
4.2 Saran ………………………………………………………………... 14
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut referensi dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan.Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi”.

Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan


selama penjajahan ,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan
sampai dengan mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang
berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat perjuangan bangsa mengalami
fase pasang surut sesuai dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh
globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan IPTEK (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi, kreasi yang berkembang sehingga
membuat dunia menjadi sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,
tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu yang mengakibatkan
banyak pemikiran-pemikiran yang timbul.

Sebagai warga negara yang baik, seharusnya memiliki wawasan dan


kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air, serta mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

1
Melihat penjelasan diatas, adanya pembelajaran PKn berguna untuk
mempertahankan nilai-nilai tersebut, agar nilai itu terus menyatu dalam setiap
warga negara dan agar warga negara tahu hak dan kewajiban dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pada intinya pendidikan ialah upaya sadar dari suatu
masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan
kehidupan generasi penerusnya. Jadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila
adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara upaya sadar yang
ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran
bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku
sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi tetap utuh
dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Imdonesia (NKRI).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi Ontologi?
2. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi Epistemologi?
3. Bagaimana Hakikat Pembelajaran PKn dari Segi Aksiologi?

1.3 Tujuan Penulisan


- Untuk mengetahui pengertian dan tujuan pembelajaran PKn.
- Untuk mengetahui pengertian Filsafat Ilmu.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi ontologi.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi episstemologi.
- Untuk mengetahui hakikat PKn dari segi aksiologi.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi PKn

Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya,


kata Civicus diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya
mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civic
yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic Education, yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan. Pelajaran Civics atau kewarganegaraan telah dikenal di
Indonesia sejak zaman kolonial Belanda dengan nama Burgerkunde. Pelajaran ini
pada hakikatnya untuk kepentingan penguasa kolonial, yang pada saat itu
diberikandi sekolah guru. Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
mata kuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa di Peguruan Tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi sekarang ini diwujudkan
dengan matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan SK Dirjen Dikti
No.267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Kemudian penjabaran operasional mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
lebih lanjut diatur maupun diawasi dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen
Dikti No.38/Dikti/Kep/2002 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Menurut Pasha pengertian Pendidikan Kewarganegaraan merupakan


materi perkuliahan yang menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan,
kesadaran warga negara dalam bernegara, hak dankewajiban warga negara dalam
berbangsa dan bernegara, serta pendidikan bela negara. Lalu, menurut Azra
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari
pendidikan demokasi dan pendidikan HAM. Zamroni dalam Tim ICCE UIN
Jakarta bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang

3
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis. Berbeda dengan pendapat di atas, Soemantri dalam Tim ICCE UIN
Jakarta mengenai Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kegiatan yang meliputi
seluruh program sekolah yang meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang
dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat
demokratis. Sedangkan, menurut Civitas Internasional dalam Tim ICCE UIN
Jakarta bahwa Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan yang mencakup pemahaman dasartentang cara kerja demokrasi dan
lembaga-lembaganya, tentang rule of law ,HAM, penguatan keterampilan
partisipatif yang demokratis, pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian.
Dikemukakan oleh Puskur dalam Depdiknas bahwa Kewarganegaraan
(Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskanpada pembentukan
diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,usia dan suku bangsa
untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,terampil dan berkarakter yang
diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran atau kuliah yang diajarkan di sekolah
maupun di perguruan tinggi yang berisi program pendidikan dan mencakup
pemahaman tentang masalah kebangsaan, pendidikan bela
negara,kewarganegaraan dalam hubungannya dengan negara, demokrasi,
HAM,penegakan rule of law, dan masyarakat madani.

2.2 Definisi Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat,
asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam
dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat
dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam

4
melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan
untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah
terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Ontologi PKn


PKn merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan konteks
lintas keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan, ia memiliki Ontologi pokok ilmu
politik khususnya konsep“political democracy” untuk aspek “duties and right
citizens” (Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah berkembang
konsep “Civics”, yang secara harfiah diambil dari bahasa latin
yaitu “civicus” yang artinya warga negara pada masa yunani kuno, yang
kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya “civic education”, yang
selanjutnya di indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan”
(PKn). Saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu “Body of
knowledge” yang dikenal memiliki paradigma sistemik, yang didalamnya terdapat
tiga domain “Citizenship education”, yakni  domain akademis, domain kurikuler,
dan domain sosial kultural.

Ketiga domain tersebut satua sama lain saling memiliki keterkaitan


stuktural dan fungsional yang diikat oleh konsepsi “civic virtue and cultere” yang
mencakup civic knowledge, civic disposition, civic skills, civic confidence, civic
comitment dan civic competence. Oleh karena itu ontologi PKn saat ini
sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian keilmuan PKn,
program kurikuler PKn, dan aktivitas social-kultural PKn saat ini benar-benar
multifaset atau multi dimensional. Sifat multidimensional inilah yang membuat
bidang studi PKn dapat disikapi sebagai : pendidikan kewarganegaraan,
pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan
pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia, dan
pendidikan demokrasi.

6
Menurut pendapat di atas, pendidikan kewaganegaraan merupakan bidang
studi yang mencakup lintas bidang keilmuan karena dalam pendidikan
kewarganegaraan terdapat pula pokok ilmu politik kemudian berkembang konsep
civics yang berarti warga negara kemudian berkembang menjadi civics education
yang selanjutnya diadaptasi menjadi pendidikan kewarganegaraan.  Namun PKn
di Indonesia selain mendasarkan pada Ontologi pokok yaitu Ilmu Politik juga
brangkat dari Pancasila dan Konsepsi kewarganegaraan lainnya, oleh karena itu di
indonesia PKn sering juga disebut dengan PPKN (Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan). Perkembangan PKn di Indonesia juga tidak boleh keluar dari
landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan
operasional Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20
tahun 2003.

Pendapat lain mengatakan PKn Secara ontologikal memilki dua dimensi,


yakni obyek telaah dan obyek pengembangan (Winataputra, 2001). Obyek telaah
adalah keseluruhan aspek idiil, instrumental, dan praktis PKn yang secara internal
dan eksternal mendukung sistem kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah dan
di luar sekolah, serta format gerakan sosial-kultural kewarganegaraan masyarakat.
Sedangkan obyek pengembangan atau sasaran pembentukan adalah keseluruhan
ranah sosio-psikologis peserta didik yang oleh Bloom dkk, dikategorikan ke
dalam ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik, yang menyangkut status,
hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang perlu dimuliakan dan
dikembangkan secara programtik guna mencapai kualitas warga negara yang
“cerdas, dan baik” dalam arti religius, demokratis dan berkeadaban dalam konteks
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Yang dimaksud dengan aspek idiil dalam objek telaah PKn adalah
landasan dan kerangka filosofis yang menjadi titik tolak dan sekaligus sebagai
muaranya pendidikan kewarganegaraan diIndonesia. Yang termasuk dalam aspek
idiil PKn adalah landasan dan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tertuang
dalam UUD 1945, UU No. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Aspek instrumental dalam objek telaah PKn adalah sarana programatik

7
pendidikan yang sengaja dibangun dan dikembangkan untuk menjabarkan
substansi aspek-aspek idiil. Yang termasuk ke dalam aspek ini adalah; kurikulum,
bahan belajar, guru, media dan sumber belajar, alat penilaian belajar, ruang
belajar dan lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek praktis dalam
objek telaah PKn adalah perwujudan nyata dari sarana programatik kependidikan
yang kasat mata, yang pada hakekatnya merupakan penerapan konsep, prinsip,
prosedur, nilai, dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai dimensi “poietike”
yang berinteraksi dengan keyakinan, semangat, dan kemampuan para praktisi,
serta konteks pendidikan kewarganegaraan, yang diikat oleh substansi idiil
sebagai dimensi “pronesis” yakni truth and justice. Termasuk juga dalam aspek
praktis ini adalah interaksi belajar di kelas dan atau di luar kelas, dan pergaulan
sosial-budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
memberi dampak edukatif kewarganegaraan.

Pengembangan ketiga aspek tersebut dalam pendidikan kewarganegaraan


dimaksudkan menghasilkan peserta didik yang memiliki budi pekerti dan selalu
berpikir kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraan serta selalu berpartisipasi
aktif dan bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan karakter
masyarakat Indonesia yang baik dan aktif dalam kehidupan antar bangsa dan
negara

3.2 Epistemologi PKN


Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan
aspek ontologi pendidikan kewarganegaraan, karena memang proses
epistemologis, yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai bentuk kegiatan
sistematis dalam upaya membangun pengetahuan bidang kajian ilmiah pendidikan
kewarganegaraan sudah seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek
pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan kewarganegaraan
mencakup metodologi penelitian dan metodologi pengembangan. Metodologi
penelitian digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui:

8
1. metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan proses pengukuran dan
generalisasi untuk mendukung proses konseptualisasi.
2. metode penelitian kualitatif yang menonjolkan pemahaman holistik
terhadap fenomena alamiah untuk membangun suatu teori.

Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk mendapatkan


paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler yang relevan guna mengembangkan
aspek-aspek sosial-psikologis peserta didik, dengan cara mengorganisasikan
berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan.

Secara historis-epistemologis Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai


negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler dalam pengembangan konsep
dan paradigma “civics”. Pelajaran civics mulai di perkenalkan pada tahun 1970
dalam rangka meng-amerika-kan bangsa Amerika (nation building), sebab bangsa
amerika terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras, maupun etnik. Usaha ini
dinamakan dengan “theory of americanzation”. Kemudian pada tahun 1880-an
mulai diperkenalkan pelajaran civics disekolah yang berisikan materi tentang
pemerintahan. Seorang ahli bernama Chresore (1886), pada waktu itu
mengartikan “civics” sebagai “the science of citizenship” atau ilmu
kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antar individu dan antar
individu dengan negara. Selanjutnya pada tahun 1900-an berkembang mata
pelajaran civics yang diisi dengan materi mengenai stuktur pemerintahan negara
bagian dan federasi.

Winataputra mengatakan bahwa selain istilah “civics”, pada tahun 1900-an


mulai diperkenalkan istilah “citizenship education” dan ”civic education”. Istilah-
istilah “civics”dan “civic education”, lebih cenderung digunakan dalam makna
yang serupa untuk mata pelajaran di sekolah yang merupakan suatu lembaga
pendidikan formal yang memiliki tujuan utama untuk mengembangkan siswa
sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Sedangkan  istilah “Citizenship
education” lebih cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas secara informal
dan nonformal mulai dari lingkungan keluarga, organisasi sosial kemasyarakatan

9
sampai pada lingkungan tempat bekerja, dimana untuk 
menunjukkan “instruktusional effects” dan“nurturant effects” dari keseluruhan
proses pendidikan terhadap pembentukan karakter individu sebagai warganegara
yang cerdas dan baik, yang dimaksud untuk membantu perserta didik menjadi
warga negara yang aktif, berwawasan luas dan bertanggung jawab.

Dilihat visi lain perkembangan citizenship education  dan  civic education,


dalam kenyataannya secara historis-epistemologis tidak bisa dipisahkan
dari perkembangan pemikiran tentang  social studies/social studies
education, seperti dapat dilihat di USA. Mengenai saling keterkaitan
antara citizenship education dan civic education  dan social studie, pada dasarnya
ada dua pandangan utama. Pandangan pertama melihat citizenship
education dancivic education sebagai bagian dari social studies, dan pandangan
kedua melihat citizenship education dan civic education sebagai esensi atau inti
dari social studies. Sementara itu secara epistemologis, sesungguhnya “Social
studies” juga memiliki hubungan erat dengan “social sciences”, karena itu
kedudukannya dan keterkaitannya juga harus dipahami dengan jelas.

Mencermati penjelasan diatas, maka consep civics tidak pernah lepas


dari civic educationdan citizenship education, begitu pula perkembangannya di
Indonesia, civics dan civics education telah muncul pada tahun 1957, dengan
istilah Kewarganegaraan, lalu pada tahun 1962 pelajaran civics masuk dalam
kurikulum sekolah, dengan bukunya “manusia baru indonesia” yang dikarang oleh
Mr. Doepardo, dengan tujuan untuk membentuk warga negara yang baik. pada
tahun 1968 keluarlah kurikulum pendidikan tahun 1968 yang baru, maka istilah
mata pelajaran civic-kewarganegaraan diganti lagi menjadi pendidikan
kewarganegaraan (PKN), pada masa ini metodenya sudah tidak indoktrinasi lagi.
Namun pada tahun 1975 melalui GBHN yang mengatakan bahwa “pendidikan
pancasila masuk kedalam pendidikan moral pancasila dimasukan dalam
kurikulum tingkat sekolah sampai perguruan tinggi” maka nama pendidikan
kewarganegaraan berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada
tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan

10
Kewarganegaraan (PPKn) misi yang diembannya adalah pendidikan nilai moral
pancasila, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan hukum, dan kemasyarakatan
sebagai pendidikan politik. Hingga pada tahun 2003, semua tingkat pendidikan
menggunakan nama dan kurikulum yang baru dengan sebutan Pendidikan
Kewarganegaraan hingga sampai saat ini.

Sampai saat ini secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3
dimensi yaitu:

1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang


mencakup bidang politik, hukum dan moral.

2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills) meliputi


keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Dimensi Nilai-nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mencakup antara


lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan moral luhur.

Berdasarkan uraian di atas saya berpendapat bahwa dalam mata pelajaran


Kewarganegaraan seorang siswa bukan saja menerima pelajaran berupa
pengetahuan, tetapi pada diri siswa juga harus berkembang sikap, keterampilan
dan nilai-nilai. Sesuai dengan Depdiknas yang menyatakan bahwa tujuan PKn
untuk setiap jenjang pendidikan yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara
yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial dan intelektuan, serta
berprestasi dalam memecahkan masalah di lingkungannya. Untuk mencapai
tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, maka guru berupaya melalui
kualitas pembelajaran yang dikelolanya, upaya ini bisa dicapai jika siswa mau
belajar. Dalam belajar inilah guru berusaha mengarahkan dan membentuk sikap
serta perilaku siswa sebagai mana yang dikehendaki dalam pembelajaran PKn.

11
3.3 Aksiologi PKN
Pendidikan kewarganegaraan yang sekarang ada di indonesia
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.

Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di tumbuh kembangkan dalam


tradisi Citizenship Education yang tujuannya sesuai dengan tujuan nasional
negara. Namun, secara umum menurut Nu’man Somantri dalam pendapatnya
diatas tujuan mengembangkan pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah agar
setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni
warga yang memiliki kecerdasan (Civic Intelligence) baik intelektual, emosional,
sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (Civic
Responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara (Civic Participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Sedangkan menurut pendapat A. Kosasih Djahiri (1994/1995:10) adapun tujuan


pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :

 Secara umum tujuan PKn harus mendukung keberhasilan pencapaian


Pendidikan Nasional yaitu : Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu menusia beriman,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur
memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani
kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
 Secara khusus PKn bertujuan untuk : membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang memancarkan
iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Esa dalam masyarakat yang terdiri
dari berbagai golongan agama, prilaku yang bersifat kemanusiaan yang
adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan

12
masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat kepentingan dapat diatasi melalui
musyawarah mufakat serta prilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Menurut pendapat di atas, tujuan utama pendidikan kewarganegaraan yaitu


untuk membentuk masyarakat yang memiliki budi pekerti dan selalu berpikir
kritis dalam menanggapi isu kewarganegaraanserta selalu berpartisipasi aktif dan
bertanggung jawab serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga akan menciptakan karakter masyarakat
Indonesia yang baik dan aktif dalam kehidupan antar bangsa dan negara.

       Dari tujuan-tujuan yang dimilikinta tersebut sudah jelaslah bahwa pendidikan
kewarganegaraan memiliki manfaat yang sangat fital bagi bangsa dan negara, dan
sudah barang tentu pendidikan kewarganegaraan ada di setiap jenjang pendidikan
yang ada di indonesia karena bisa membuahkan generasi-generasi  penerus yang
diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan
selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa dan negara, serta memiliki
wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara berlandaskan pemahaman politik
kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam
perikehidupan bangsa dan bernegara. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan
selama penjajahan ,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan
sampai dengan mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang
berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Semangat perjuangan bangsa mengalami
fase pasang surut sesuai dengan perjalanan kehidupan, antara lain pengaruh
globalisasi yang sekarang lebih dikenal dengan kemajuan IPTEK (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, banyak inovasi, kreasi yang berkembang sehingga
membuat dunia menjadi sempit, seakan-akan dunia hanya sebuah perkampungan,
tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang seperti itu yang mengakibatkan
banyak pemikiran-pemikiran yang timbul.
Pengembangan pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan menghasilkan
peserta didik yang memiliki budi pekerti dan selalu berpikir kritis dalam
menanggapi isu kewarganegaraan serta selalu berpartisipasi aktif dan bertanggung
jawab serta bertindak secara cerdas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sehingga akan menciptakan karakter masyarakat Indonesia yang
baik dan aktif dalam kehidupan antar bangsa dan Negara.

4.2 Saran
Kepada para pembaca, saya yakin di dalam makalah ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan terlebih dari segi isi, hal itu disebabkan oleh
terbatasnya ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu saya membuka pintu kritik dan
saran yang selebar-lebarnya agar ilmu yang saya miliki sesuai dengan yang
seharusnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/PKN
id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu
http://wahyu-setyawan.blogspot.com/2013/05/hakikat-pendidikan-
kewarganegaraan.html
http://mediaarqom.blogspot.com/2008/07/pendidikan-kewarganegaraan-
sebagai.html
http://www.pusakaindonesia.org/mata-pelajaran-pkn-dan-membangun-karakter-
bangsa/

Anda mungkin juga menyukai