Anda di halaman 1dari 4

Najis Mukhaffafah dan Cara Mensucikannya dalam Islam

Fahmudin Sidiq
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H. Nasution no 105, Cibiru, Bandung, 40614
Email: sidiqfahmudin@gmail.com

Abstract: This research discusses about mukhaffafah najis (light or small), the meaning of it, and how to
purify it. The method that used in this research is the library research method or literature study, namely
data collection techniques with literature review and collection of books, written materials and references
that relevant to the research being carried out by the author. The results showed that mukhaffafah najis is
the urine of a baby boy who has not eaten and drank other than breast milk and hasn’t reached two years
old, and it can be purified by sprinkling water on the area that affected by najis.
Keywords:
Najis, Mukhaffafah, Purify

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang najis mukhaffafah (ringan atau kecil), maksudnya,
dan bagaimana cara mensucikannya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metodi library research atau studi pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan
tinjauan pustaka dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi
yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa najis mukhaffafah adalah air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan
dan minum selain ASI dan belum mencapai umur dua tahun, dan dapat disucikan dengan cara
memercikan air ke tempat yang terkena najis.
Kata Kunci:
Najis, Mukhaffafah, Mensucikan

PENDAHULUAN
Najis Mukhaffafah (najis ringan) adalah najis yang berupa air seni bayi laki-laki
yang belum genap berumur dua tahun dan belum pernah mengkonsumsi selain ASI.
Adapun cara mensucikan najis mukhaffafah sesuai dengan yang disyari’atkan oleh
Rasulullah SAW adalah dengan memercikan air pada area atau benda yang terkena
najis meskipun tidak mengalir. Walaupun najis mukhaffafah ini adalah najis ringan,
namun tetap saja itu adalah najis yang dianggap kotor dan dapat membuat tidak
sahnya shalat apabila tidak dibersihkan. Oleh karena itu, penelitian ini sangat berguna
untuk memberikan tambahan wawasan mengenai najis mukhaffafah dan cara
mensucikannya sesuai dengan syari’at.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kepustakaan atau library
research, yang merupakan teknik pengumpulan data dengan tinjauan pustaka dan
pengumpulan buku-buku, bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi yang relevan
dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.
Kajian kepustakaan menggunakan dua sumber data, yaitu data primer pada
ayat-ayat al-Qur‟an yang berhubungan dengan najasat. Sedangkan data sekunder
adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data
atau peneliti.

1
Najis Mukhaffafah dan Cara Mensucikannya dalam Islam

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Kata Najis berasal dari bahasa arab An-Najaasat (‫ )النجاسة‬yang bermakna kotoran
(‫ )القذارة‬atau juga disebut (‫ )تن ّجس الشيء‬maknanya sesuatu menjadi ktoro. Najis menurut
istilah adalah suatu bendah yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu
ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti salat dan tawaf. Asy-Syafi'iyah
mendefinisikan najāsat dengan kotoran yang menghalangi shalat. Sedangkan al-
Malikiyah mendefinisikan najāsat sebagai sesuatu yang bersifat hukum yang
mewajibkan dengan sifat itu penghalangan atas shalat dengan sifat itu atau di dalam
sifat itu (Sarwat, 2010). Najāsat adalah segala sesuatu yang kotor dalam syari‟at,
memerintahkan umat Islam untuk menjauhinya (Kompilasi Ulama Fiqh Lembaga
Malik Fadh, 2016). Apabila seseorang terkena suatu zat yang najis maka ia wajib untuk
membersihkannya sesuai dengan yang telah dituntunkan dalam syari‟at Islam.
Apabila seseorang tidak bersuci, maka ibadah shalat yang ia kerjakan tidak diterima,
karena di dalam syari‟at diperintahkan untuk senantiasa bersuci.
Di dalam fiqih najis dikelompokkan dalam 3 kategori, yakni najis mukhaffafah,
najis mutawassithah, dan najis mughalazhah. Sebagaimana ditulis oleh para fuqaha
dalam kitab-kitabnya, salah satunya oleh syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam
kitabnya Safiinatun Najaa:

‫ مغلظة ومخففة ومتوسطة المغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع‬: ‫فصل النجاسات ثالث‬
‫أحدهما والمخففة بول الصبي الذى لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين والمتوسطة سا ئر‬
‫النجاسات‬

“Fashal, najis ada tiga macam: Mughalazhah, mukhaffafah, dan mutawassitah. Najis
mughalazhah adalah najisnya anjing dan babi beserta anakan salah satu dari keduanya. Najis
mukhaffafah adalah najis air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan selain air uu ibu dan
belum sampai usia dua tahun. Sedangkan najis mutawassithah adalah najis-najis lainnya.”

Adapun najis mukhaffah adalah najis yang ringan atau kecil. Dinamakan najis
ringan atau kecil karena cara mensucikan najis mukhaffafah ini sangat ringan, yaitu
tidak perlu najis itu sampai hilang. Cukup dilakukan tuntunan sederhana, yaitu
dengan memercikan air pada daerah yang terkena najis, sehingga benda najis tersebut
berubah menjadi suci. Yang termasuk najis mukhaffafah ialah air seninya anak laki-laki
yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu kecuali air
susu ibu (ASI). Air seni adalah cairan sisa yang dieksresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksresi urin
diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh
ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Berbeda halnya dengan air
kencingnya anak perempuan yang harus dibasuh untuk membersihkannya, Karena
urin bayi perempuan yang baru lahir langsung dikelompokkan ke dalam najis
mutawasthah sedangkan urin bayi laki-laki merupakan najis mukhaffafah (Rusyd, 1990).
Hal ini sesuai dengan yang di sabdakan Raululah SAW:

)‫يغسل من بول الجارية ويرشّ من بول الغالم (رواه ابو داود‬

“Kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan kencing anak laki-laki itu diperciki.“
(HR. Abu Dawud)

2 Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal ... (...) ...
Fahmudin Sidiq

Juga dalam hadits lain:

‫عن عبيدهّللا بن عبدهّللا بن عتبة بن مسعود أن أ ّم قيس بنت محصن وكانت من المهاجرات األول‬
‫ااّل تي بايعن رسول هّللا ﷺ وهي أخت ع ّكاشة بن محصن أحد بني أسد بن خزيمة‬
‫أخبرتنى أ ّنها أتت رسول هّللا ﷺ بابن لها لم يبلغ أن يأكل الطعام قال عبيدهّللا قال‬
‫أخبرتني أنّ ابنها ذاك بال في حجر رسول هّللا ﷺ فدعا رسول هّللا‬
‫ﷺ بماء فنضحه على ثوبه ولم يغسله غسال‬
“Dari Ubaidillah bin Abdullah bin utbah bin mas’ud bahwa Ummu Qais binti Mihshan-
Seorang wanita yang pernah hijrah prtama-tama dan berbaiat kepada Rasulullah SAW dan dia
adalah saudari Ukkasyah bin Mihshan, salah seorang dari bani Asad bin Khuzaimah-
Ubaidullah berkata, ‘Ummu Qais telah mengabarkan kepadaku bahwa ia pernah dating kepada
Rasulullah SAW dengan membawa putranya yang belum makan makanan. Ummu Qais
kemudian mengabarkan kepadaku bahwa bayinya kencing dipangkuanRasulullah SAW, beliau
lalu meminta air seraya memercikannya pada bajunya, dan tidak mencucinya”. (HR. Muslim,
Juz 2, hal 433)

‫عن أ ّم قيس بنت محصن أ ّنها أتت بابن لها صغيرلم يأكل الطعام الى رسول هّللا‬
‫ﷺ فأجلسه رسول هّللا ﷺ في حجره فبال على ثوبه فدعا بماء‬
‫فنضحه ولم يغسله‬
“Dari Ummu Qais binti Mihsan bahwa dia pernah dating kepada Rasulullah SAW bersama
anak laki-laki nya yang masih kecil dan belum makan makanan. Rasulullah SAW kemudian
mendudukkan anak laki-laki tersebut di pangkuannya, lalu anak kecil tersebut kencing, maka
Nabi SAW minta air, lalu memercikannya dengan air tersebut, dan tidak mencucinya” HR
An-Nasa’I, juz 1, hal 491)

Imam An-Nawawi juga menerangkan bahwa cara membersihkan air kencing


laki-laki yang belum memakan makanan selain ASI cukup dengan dipercikkan air,
sedangkan untuk bayi perempuan yang belum memakan makanan selain ASI tetap
dengan dicuci yang keadaannya sama dengan air kencing orang dewasa. Sedangkan
ulama Hanafiah berpandangan bahwa air kencing tetap najis, sedangkan mengenai
hadis Nabi yang menerangkan air kencing laki-laki dicucikan dengan cara
dipercikkan, diartikan dengan dipercikkan dengan air yang banyak, artinya tetap
dibasuh. Pendapat ini tidak dibangun diatas dalil, bahkan menyelisihi hadits yang
shahih (Yusuf, 2004).
Maka demikian pula air kencing bayi laki-laki yang sudah mengkonsumsi
makanan yang selain susu ibu, seperti susu kaleng buatan pabrik, maka air kencing
tersebut sudah tidak bisa dikatakan najis ringan. Sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Al-Ma’idah/5:6.

.... )6( .... ‫أوجاء أحد مّنكم مّن الغائط‬


Terjemahnya: “...atau kembali dari tempat buang air (kakus)...”

Ayat tersebut menjelaskan dari tempat buang air adalah hadas (Tafsir al-Jalalain)
dan hal tersebut membuktikan bahwa segala sesuatu yang keluar dari qubul dan

Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal ... (...) ... 3
Najis Mukhaffafah dan Cara Mensucikannya dalam Islam

dubur merupakan suatu hal yang dapat membatalkan wudu dan menghalangi
seseorang untuk melakukan ibadah shalat.
Terdapat perbedaan perlakuan antara cara membersihkan najis pada urin bayi
perempuan dan urin bayi laki-laki. Hal ini terjadi karena memang berbeda sifat najis
antara bayi laki-laki dan perempuan. Dibawah ini akan dijelaskan perbedaan sifat najis
antara bayi laki-laki dan perempuan (Syafiqie, 2012)
a. Kencing bayi laki-laki lebih lembut ketimbang kencing bayi perempuan. Menurut
kitab al-fiqh islami-Zuhaily “Kencing laki-laki lebih lembut lebih lembut
ketimbang kencing bayi perempuan sehingga bertemunya kencing laki-laki
tempat yang terkencingi tidak sekuat bayi perempuan” karenanya kencing bayi
laki-laki diringankan hukumnya tidak seperti kencing bayi perempuan.
b. Tanda balig (dewasa) nya anak laki-laki ditandai dengan cairan suci yaitu mani
sedang tanda balig (dewasa) nya anak perempuan ditandai dengan mani dan
cairan najis yaitu darah haid. Oleh karena itu sangat berpengaruh pada sifat
kenajisan air kencing perempuan. Terkait dengan hal ini, asal kejadian laki-laki
dari air dan tanahsedang asal kejadian wanita dari daging dan darah (najis) karena
Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam AS yang pendek.
c. Air kencing anak perempuan lebih pekat, lebih kekuning-kuningan, dan lebh
tajam baunya berebeda dengan anak laki-laki.

SIMPULAN
Najis mukhaffah adalah najis yang ringan atau kecil. Dinamakan najis ringan atau
kecil karena cara mensucikan najis mukhaffafah ini sangat ringan, yaitu tidak perlu najis
itu sampai hilang. Cukup dilakukan tuntunan sederhana, yaitu dengan memercikan
air pada daerah yang terkena najis, sehingga benda najis tersebut berubah menjadi
suci. Yang termasuk najis mukhaffafah ialah air seninya anak laki-laki yang belum
berumur dua tahun dan belum makan atau minum sesuatu kecuali air susu ibu (ASI).
Adapun air kencing bayi laki-laki yang sudah mengkonsumsi makanan yang selain
susu ibu, seperti susu kaleng buatan pabrik, maka air kencing tersebut sudah tidak
bisa dikatakan najis ringan. Pun sama halnya dengan air kencing bayi perempuan
tidaklah termasuk kategori najis mukhaffafah.

REFERENSI

Abdul Husain Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim. Riyadh: Maktabah as-Syamilah,
2.09, tth.
An-Nasa’I, Abu abd al-Rahman Ahmad bin Ali. Sunan An-Nasa’I. Riyadh: maktabah as-
Syamilah, 2.09
Muttaqin, Yazid. (2017). Tiga Macam Najis dan Cara Menyucikannya.
(https://islam.nu.or.id/post/read/82513/tiga-macam-najis-dan-cara-
menyucikannya) diakses pada 07-04-2021, jam 02.35 WIB
Rusyd, Ibnu. (1990). Terjemah Bidayatu’l Mujtahid. Semarang: CV Asy-Syifa.
Sarwat, Ahmad. (2010). Fiqh Thaharahi (Cet. I; t.tp.: DU Center Press).
Syafiqie, Imam. (2012). Peredaan Kencing Bayi Laki-laki dan Perempuan.
(http://www.piss-ktb.com/2012/02/699-thoharoh-ompol-bayi.html?m=1)
diakses pada 07-04-2021, jam 09.28 WIB
Yusuf, Abdul ‘Aziz Syaikh Sa’ad. (2004). 1001 Wasiat Rasul Untuk Wanita (penj:
Muhammad Hafidz). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

4 Atthulab: Islamic Religion Teaching & Learning Journal ... (...) ...

Anda mungkin juga menyukai