Rencana struktur ruang wilayah kota diarahkan untuk menghasilkan tujuan berikut ini:
Bab 4 - 2
Bombana, adalah rencana susunan kawasan baik sebagai kelurahan maupun kecamatan
di dalam wilayah Kabupaten Bombana yang menunjukkan keterkaitan saat ini, maupun
rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi
tertentu dalam wilayah Kabupaten Bombana.
Bab 4 - 3
Gambar 4. 1 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bombana
Bab 4 - 4
Mengacu kepada pedoman penyusunan RTRW Kota (Permen PU No. 17 Tahun 2009),
Pusat kegiatan di wilayah kota merupakan simpul pelayanan sosial, ekonomi, budaya,
dan atau administrasi masyarakat di wilayah kota, terdiri dari: 1) Sistem pusat-pusat
permukiman; 2) pola persebaran penduduk; dan 3) struktur pelayanan kegiatan kota.
Berikut ini penjelasan rinci tentang Wilayah Pengembangan, fungsi, dan peran, serta
arah pengembangan untuk setiap Pusat Kegiatan Lingkungan
Bab 4 - 5
Tabel 4. 2 Pembagian Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) di Dalam Wilayah
Bab 4 - 6
a. Jaringan Jalan
Untuk mencapai tujuan pengembangan sistem jaringan jalan, jaringan transportasi yang
membentuk struktur ruang Kabupaten Bombana dapat lihat pada Tabel 3.3 dan Tabel
4.3 berikut ini.
Bab 4 - 7
Ruas Jalan K1 yang ada di Kabupaten Bombana meliputi ruas jalan Lantari – Konawe
Selatan dan Ruas Jalan Rakadua – Kolaka. Panjang total ruas jalan ini mencapai ±
40,95 km dengan kondisi jalan cukup memadai sehingga untuk jalan ini ditekankan
pada pemeliharaan jalan.
Ruas Jalan K2 yang ada di Kabupaten Bombana meliputi ruas jalan ruas jalan Lantari
– Aneka Marga, ruas jalan Aneka Marga – Kasipute, ruas jalan Kasipute – Lora, ruas
jalan Kasipute – Taubonto, ruas jalan Taubonto – Toburi, ruas jalan Toburi –
Bambaea, ruas jalan Bambaea – Waemputang, ruas jalan Waemputang – Mulaeno,
ruas jalan Mulaeno – Boepinang, dan ruas jalan Boepinang – Rakadua. Panjang total
ruas jalan ini mencapai ± 144.86 km dengan kondisi jalan rata – rata rusak ringan
hingga berat sehingga untuk jalan ini ditekankan pada perbaikan jalan.
Bab 4 - 8
Simpul terminal transportasi jalan Waeputang diarahkan sebagai asal tujuan pola
pelayanan angkutan persedaan dan angkutan perbatasan dengan Kota Metro dan
sebagai pusat simpul untuk pelayanan kecamatan Poleang, Poleang Selatan, Poleang
Barat dan wilayah terdekat lainnya.
Optimalisasi terminal dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan lalu lintas yang
lancer, aman, nyaman, tertib, selamat dan berwawasan lingkungan. Optimalisasi ini
disesuaikan dengan pola perjalanan pergerakan orang maupun barang, jaringan jalan
dan pengembangan wilayah. Pengoptimalan terminal yang ada saat ini di Kasipute.
Dengan mempertimbangkan peran dan fungsi terminal yaitu untuk melayani naik-
turunnya penumpang dan perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi,
Kabupaten Bombana diharapkan mampu mengembangkan terminal dan sarana
pendukungnya, yang mampu melayani pergeranan intra dan antar kota sesuai dengan
kebutuhan angkutan dengan memperhatikan persyaratan pembangunan angkutan
dengan memperhatikan persyaratan pembangunan terminal seperti kondisi jaringan
trayek, lokasi berada di jalan arteri, kolektor atau lokal primer sesuai kelas jalan yang
dilalui dan jarak antara terminal sejenis serta kebutuhan lahan sesuai dengan dengan
penetapan simpul transportasi.
Bab 4 - 9
Jenis Terminal Nama Terminal Rencana Pengembangan
Terminal Tipe B Terminal Kasipute direncanakan sebagai Terminal Tipe B untuk
mendukung fungsi Kasipute yang direncanakan
sebagai PPK dan juga sebagai ibukota
Kabupaten Bombana. Rencana pengembangan
meliputi pembenahan sarana pendukung dan
infrastruktur terminal sehingga dapat
memenuhi kriteria terminal tipe B
Terminal Tipe C Terminal Bambaeya Pembangunan terminal baru
Terminal Boepinang Pembangunan terminal baru
Terminal Toari Pembangunan terminal baru
Terminal Sikeli Pembangunan terminal baru
Terminal Dongkala Pembangunan terminal baru
Sumber: Hasil Analisis, 2010
dengan melihat peraturan yang ada bahwa dalam penyelenggaraan angkutan penumpang
telah ditetapkan mekanisme dan tata cara penyelenggaraan angkutan, untuk itu
diperlukan suatu penataan rute angkutan yang disesuaikan dengan pasokan dan
permintaan angkutan. Penataan rute tersebut dilakukan pada rute angkutan perkotaan,
angkutan pedesaan, dan angkutan sewa.
Pembukaan rute baru dilakukan dengan melihat potensi perjalanan dan prasarana
jalan yang memadai. Rute-rute yang kemudian dapat direncanakan dibuka antara
lain :
Angkutan perdesaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat laian dalam satu
daerah Kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada di dalam
wilayah ibukota Kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil
penumpang angkutan pedesaan yang direncanakan :
Bab 4 - 10
Rute angkutan khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap,
yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan,
permukiman, dan simpul yang bebeda. Kawasan khusus dalam hal ini adalah kawasan
andalan yang berpotensi untuk dilayani suatu angkutan. Kawasan khusus yang dapat
dilayani angkutan khusus meliputi Kawasan Agropolitan, Kawasan Wisata, dan
Kawasan Tambang.
Bab 4 - 11
3. Rencana Pengembangan Bandar Udara
Sistem Jaringan Transportasi Udara saat ini masih belum tersedia, akan tetapi sebagai
upaya didalam menunjang keberlangsungan pengembangan wilayah dimasa yang akan
datang pembangunan bandar udara pengumpan yang melayani penerbangan PKN Kota
Kendari (Bandara Haluoleo) dan penerbangan ke PKN Kota Makasar (Bandara
Internasional Sultan Hasanuddin) tersebut direkomendasi di Waemputang di Kecamatan
Poleang Selatan.
Bab 4 - 12
Bab 4 - 13
4.2.2 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN
PRASARANA LISTRIK
Penyediaan listrik di Kabupaten Bombana dikelompokkan menurut rumah tangga,
perkantoran, perdagangan dan industri. Keterbatasan dalam kemampuan penyediaan
energi untuk masa kini diantisipasi dengan memprioritaskan pada kegiatan perkantoran
perdagangan dan industri kemudian prioritas berikutnya adalah rumah tangga. Untuk
sumber energi listrlk selain PLTD. dapat dipenuhi dengan pembangkit listrik tenaga Mini
Hidro dan pembangkit listrik tenaga Air.
Dikarenakan lokasi permukiman dan aktivitas masyarakat yang tersebar maka akan
sangat tidak efisien jika dalam usaha pemenuhan kebutuhan energi khususnya listrik
dilakukan secara konvensional yaitu disebarkan melalui transmisi kabel. Maka arahan
pengembangan pelayanan / pemenuhan kebutuhan listrik dilakukan dengan teknologi
mikrohidro, apalagi dengan topografi yang cukup curam ditambah dengan banyaknya
sungai maka pemenuhan kebutuhan listrik Kabupaten Bombana akan sangat lebih baik
jika menggunakan yang lebih dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.
Dengan teknologi ini maka pemenuhan kebutuhan listrik dapat dilakukan secara local.
Pengembangan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) akan sangat cocok
ditempatkan di lokasi-lokasi yang curam dimana sangat banyak terdapat di Kabupaten
Bombana.
Produksi listrik pada semua unit pelayanan di Kabupaten Bombana tahun 2009 sebanyak
7.935.442 KWH; jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008) meningkat 136,48%
dan selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) meningkat dari 153.852 KWH (2005)
menjadi 7.935.442 KWH (2009). Keadaan dan perkembangan produksi listrik menurut
jenisnya keadaan tahun 2009 dan selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2009).
Dengan kapasitas PLTMH rata sekitar 100-200 kWatt maka kira-kira akan diperlukan 20-
40 unit Pembangkit listrik Tenaga Mikrohidro. Adapun lokasi-lokasi yang sudah memiliki
PLTMH adalah di Lakambulo Pulau Kabaena, dan Pomontoro di Kecamatan Mataoleo.
Berdasarkan proyeksi kebutuhan listrik dapat diketahui bahwa dalam waktu 5 tahun
kebutuhan listrik ini akan meningkat sebanyak 1 megaWatt atau setara dengan 5-10
PLTMH. Pemenuhan kebutuhan listrik ini untuk jangka panjang diharapkan tidak hanya
tergantung pada pembangkit-pembangkit listrik ukuran kecil saja, harus difikirkan
Bab 4 - 14
strategi pemenuhan kebutuhan listrik secara masal. Pembangunan pembangit listrik
skala besar ini diharapkan akan memenuhi kebutuhan listrrik di Kabupaten Bombana dan
Pulau Buton secara umum nantinya. Sehubungan dengan program percepatan
pembangunan listrik 10.000 megawatt, dimana di Sulawesi Tenggara akan dibangun 2
PLTU dengan kapasitas masing-masing 12 MW. Diharapkan pembangunan PLTU ini akan
sedikit banyak membantu memperbaiki pelayanan kebutuhan listrik di Kabupaten
Bombana.
Maka berdasarkan kondisi tersebut dan melihat beberapa kebijakan lainnya, rencana
pengembangan pelayanan jaringan transmisi tenaga listrik dan gardu induk distribusi
tenaga listrik Bombana adalah sebagai berikut :
Bab 4 - 15
Gambar 4. 3 Peta Rencana Pengembangan Sistem Pengembangan Sistem Jaringan
Listrik
Bab 4 - 16
4.2.3 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN
TELEKOMUNIKASI
Salah satu modal daerah untuk menarik investasi dan sekaligus meningkatkan
perekonomian wilayah adalah tersedianya infrastruktur telekomunikasi yang memadai.
Saat ini telekomunikasi nirkabel sudah bertumbuh kembang di Bombana. Mengingat
besarnya peran telekomunikasi memerlukan dukungan dari teknologi informasi seperti
telepon nirkabel dan internet, maka pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang
cenderung berteknologi tinggi ini perlu lebih baik lagi, seperti perlunya penggunaan
bersama BTS (join provider). Satu BTS dapat digunakan secara bersama dari 3-7
provider.
Efisiensi ini tidak saja akan mengurangi biaya masing-masing provider tapi juga akan
menciptakan estetika permukiman dan pengurangan dampak negatif dari sistem BTS
tersebut, seperti pengurangan sebaran (radius) radiasi dari pancaran elektromagnetik
BTS tersebut. Pengembangan jaringan internet ke seluruh kantor kecamatan dan
lembaga pelayanan publik lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi juga akan
meningkatkan profesionalitas, efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas kerja
pemerintahan, baik secara internal maupun eksternal. Penentuan daerah pelayanan
dilakukan berdasarkan pertimbangan luas maksimum untuk komunikasi data. Daerah
pengembangan pelayanan jaringan telekomunikasi tersebut yakni diselutuh kecamatan.
Adapun pola permintaan sambungan telepon secara mikroskopik dibagi atas 4 kegiatan
utama yaitu : perumahan, jasa/pusat kota, industri dan fasilitas umum.
Bab 4 - 17
transmisi yang selanjutnya ke drop wire dan akhirnya ke rumah-rumah atau ke
tempat kegiatan lainnya.
4. Sistem jaringan kabel primer dan sekunder saat ini sudah menggunakan kabel
bawah tanah, hanya dari kabel rumah box telepon pembagi menggunakan kabel
atas. Untuk waktu yang akan datang kurun waktu 2009 – 2031 sistem tersebut
diharapkan dapat ditingkatkan, untuk kawasan baru hendaknya sistem kabel atas
dari rumah box telepon pembagi ke rumah-bangunan sudah sistem bawah
tanah/sistem instalasi yang menyatu dengan rencana kawasan tersebut.
Untuk kabel primer dan sekunder di bawah tanah harus diatur pola jaringannya dengan
mengikiuti pola jaringan jalan yang ada di sisi jaringan jalan sebelah kanan, tidak satu
jalur dengan jaringan pipa air bersih dan dengan jaringan kabel listrik. Begitu juga
dengan jaringan kabel atas dari rumah box telepon pembagi ke rumah-rumah bangunan-
bangunan hendaknya mengikuti pola jaringan jalan atau gang/lorong yang ada disisi
sebelah kanan. Kabel primer-sekunder bawah tanah tersebut hendaknya ditempatkan
dalam satu box utilitas telepon khusus. Penempatan box utilitas telepon tersebut
hendaknya disesuaikan dengan kondisi jalan yang ada dan atau rencana jalan yang ada.
Untuk rumah box pembagi telepon harus diatur peletakannya agar tercipta keindahan
dan kerapian kota. Rumah box pembagi telepon tersebut hendaknya diletakkan pada
luasan tertentu. Tidak terletak di bahu jalan atau trotoar dan untuk box telepon umum
direncanakan pada pusat-pusat kegiatan kota, mulai dari pusat utama kota, pusat sub
kota bagian wilayah kota, pusat kota kecamatan, pusat sub pembagian
kota/kelurahan/pusat lingkungan dan kawasan-kawasan fungsional kota dan ruas-ruas
jalan utama serta pertemuan 3 jalan utama atau lebih serta di komplek fasilitas
bangunan rumah. Sebagai acuan, standar pengadaan sarana telepon adalah 4 unit untuk
setiap 100 penduduk. Berdasar standar tersebut, maka pengembangan jaringan telepon
Kabupaten Bombana direncanakan dengan mengembangkan/meningkatkan STO serta
menambah Rumah Kabel (RK) guna meningkatkan kapasitas sambungan telepon
terpasangnya.
Bab 4 - 18
untuk lebih jelasnya mengenai proyeksi kebutuhan jaringan telekomunikasi dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kebutuhan (Unit)
Jumlah
Tahun Pendudu
k (jiwa) Saluran Telepo
Rumah n Wartel
Tangga Umum
2012 141184 1412 706 141
2022 145165 1452 726 145
2032 149258 1493 746 149
Sumber : Hasil Rencana, 2011
Bab 4 - 19
Gambar 4. 4 Peta Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Listrik
Bab 4 - 20
4.2.4 RENCANA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR
Pemanfaatan sumber air untuk berbagai keperluan disatu pihak terus meningkat dari
tahun ke tahun, sebagai dampak pertumbuhan penduduk dan pengembangan
aktivitasnya. Padahal dilain pihak ketersediaan sumber air semakin terbatas malahan
cenderung semakin langka terutama akibat penurunan kualitas lingkungan dan
penurunan kualitas air akibat pencemaran dan aktivitas pertambangan yang ada di
Kabupaten Bombana.
Apabila hal seperti ini tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan
ketegangan dan bahkan konflik akibat benturan kepentingan manakala permintaan
(demand) tidak lagi seimbang dengan ketersediaan sumber air untuk pemenuhannya
(supply). Oleh karena itu perlu upaya secara proporsional dan seimbang antara
pengembangan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber air baik dilihat dari aspek teknis
maupun aspek legal.
Bab 4 - 21
1. Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi di Kabupaten Bombana terdiri atas :
a. Interkoneksi antar jaringan irigasi yang merupakan wewenang tanggung jawab
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten;
b. Melindungi DAS dan mengoptimalkan pemanfaatan jaringan irigasi untuk mengairi
lahan pertanian;
c. Melakukan pembangunan dan konservasi jaringan irigasi yang meliputi
pembangunan dan perbaikan pintu air diseluruh kecamatan dan normalisasi
jaringan irigasi diseluruh kecamatan guna mencegah pendangkalan; dan
d. Meningkatkan manajemen HIPPA/GHIPPA semua D.I (Daerah Irigasi) dalam
pengelolaan sarana dan prasarana pengairan.
e. Daerah Irigasi (D.I) sebagaimana terdiri DI Batulasa dengan luas pelayanan 250
ha, DI Kasipute dengan luas pelayanan 673 ha, DI Langkowala dengan luas
pelayanan 639 ha, DI Taubonto dengan luas pelayanan 296 ha dan DI Toburi
dengan luas pelayanan 379 ha.
Berdasarkan sistem mikro, irigasi dapat dibedakan menjadi irigasi teknis, setengah
teknis dan sederhana. Kriteria teknis irigasi diukur dari kualitas fisik irigasi (segi
bangunan fisik), sumber pembangunan irigasi tersebut, dapat/tidak diaturnya airnya,
luas areal yang dialiri, dan siapa pelaksana pembangunannya. Dalam hal ini jika yang
melakukan pembangunan dari pihak PU-Pengairan berarti irigasi teknis atau semi teknis,
sedangkan jika petani/masyarakat desa yang membangunnya berarti irigasi sederhana
atau non teknis. Selain itu ada juga irigasi desa, yang mana saluran irigasi ini dibangun
oleh pemerintah tapi perawatannya diserahkan pada masyarakat/desa yang
bersangkutan.
2. Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air bersih di Kabupaten Bombana
terdiri atas :
a. meningkatkan dan mengembangkan sistem instalasi pengolahan air bersih (IPA) di
seluruh kecamatan yang mempunyai potensi air baku untuk sumber air;
Bab 4 - 22
b. pendayagunaan sumber daya air untuk air bersih tetap mengutamakan
pemanfaatan sumber air yang berasal dari air permukaan;
c. pemanfaatkan sumber air dengan debit dibawah 100 liter/detik meliputi sumber
mata air G. Jupa dan G. Kahar (di sekitar daerah Salosa) dan air terjun Sangkona
dengan kapasitas ± 30 liter/detik, sungai Poleang dengan kapasitas ± 50
liter/detik, Sungai Amotipa dengan kapasitas ± 20 liter/detik, pegunungan yang
terdapat di pulau Kabaena dengan kapasitas ± 20 Iiter/detik ditambah dengan
mata air panas yang berada di daerah Teomokole.
d. pemanfaatan air tanah dangkal di kawasan permukiman yang tersebar di seluruh
kecamatan dan dapat dimanfaatkan terutama untuk pemenuhan kebutuhan air
bersih domestik pada skala penggunaan individu (unit rumah tangga) yang relatif
kecil; dan
e. pemanfaatan potensi air tanah dalam di seluruh Kecamatan dengan perijinan dan
pengawasan oleh instansi yang berwenang.
f. Rencana pengadaan air bersih dan penampungan air hujan di Pulau Masaloka
yang tidak mempunyai sumber air bersih.
Alternatif sistem penyediaan air minum secara garis besar ditunjukan pada tabel
berikut.
Bab 4 - 23
Tabel 4. 8 Rancangan Masing-Masing Komponen Sistem Sumber Air Baku Untuk Air Bersih
Bab 4 - 26
4.2.5 RENCANA PRASARANA PERSAMPAHAN
Perencanaan pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan meliputi perencanaan
jumlah serta lokasi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA). Perencanaan ini bertujuan agar seluruh kecamatan dapat terlayani dengan
baik dalam hal pembuangan sampah. Penetapan lokasi TPS dan TPA didasarkan pada
kebutuhan tiap-tiap kecamatan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan.
Keterangan:
Bab 4 - 27
Berdasarkan analisis, pada tahun perencanaan 2022 Jumlah timbunan sampah di
Kabupaten Bombana sebesar 468,87 M3. Proyeksi timbunan sampah terbesar adalah
Kecamatan Poleang dan Rumbia, sedangkan timbunan sampah yang paling sedidit
berada di Kecamatan Mata Usu. Untuk proyeksi kebutuhan jaringan sampah, Kabupaten
Bombana membutuhkan 1 unit TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), 9 unit TPS (Tempat
Pembuangan Sementara), 26 unit Truck, 78 buah Kontainer, 238 Gerobak, dan 11722
Sampah.
Rencananya, TPS akan diadakan untuk setiap kecamatan yang ada di Kabupaten
Bombana. Sarana TPA sudah ada 2 unit yaitu di daerah Kecamatan Rumbia dan
Kecamatan Kabaena Barat.
Bab 4 - 28
Sistem pengumpulan sampah dilakukan bersama dengan masyarakat. mayoritas
menggunakan sistem on site, sampah rumah tangga dikumpulkan dalam tempat sampah
lalu ditimbun atau dibakar. Penyimpangan yang terjadi adalah masih adanya masyarakat
yang membuang sampah secara langsung ke sungai atau saluran drainase yang ada.
1. Pewadahan sampah (on storage), sistem penampungan sampah begitu sampah itu
diproduksi. Biasanya berupa tempat sampah.
2. Pengumpulan sampah (collection), sistem pengumpulan sampah dari wadah-wadah.
Dilakukan secara door to door dengan menggunakan gerobak sampah (maksimal 1
m3) dan dump truck.
3. Pemindahan sampah (transfer), yaitu penampungan sementara sebelum sampah
tersebut akan diangkut ke tempat pengolahan. Sarana pada sistem ini adalah
container atau transfer depo yang berfungsi sebagai TPS.
4. Pengangkutan sampah (transportation), sistem pengangkutan sampah dari TPS ke
TPA.
Bab 4 - 29
Gambar 4. 6 Peta Rencana Pengembangan Sistem Persampahan di Kabupaten
Bombana
Bab 4 - 30
4.2.6 RENCANA SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH
Rencana pengembangan prasarana air limbah di Kabupaten Bombana terdiri dari :
1. Rencana pengelolaan limbah rumah tangga meliputi:
a. pengelolaan limbah buangan rumah tangga secara terpadu dengan sistem riol
(saluran tertutup) pada kawasan padat penduduk sebagai antisipasi jika terjadi
lonjakan penduduk, sedangkan pada kawasan permukiman perdesaan yang
jumlah penduduknya relatif sedikit (kepadatan penduduk < 200 jiwa/Ha)
cukup dengan pengembangan pengalolaan limbah secara onsite system
(saluran terbuka);
b. mengarahkan program pemanfaatan septic tank di kawasan permukiman;
c. penyediaan sarana pendukung, yaitu penyediaan truk tinja untuk membantu
masyarakat mengatasi masalah limbah rumah tangga; dan
d. membangun Instalasi Pengolahan Limbah Tinja masyarakat di Kabupaten
Bombana.
2. Rencana pengelolaan limbah medis meliputi rumah sakit, puskesmas, klinik
bersalin, dan kegiatan lain yang menimbulkan dampak lingkungan.
3. Rencana pengelolaan limbah industry berupa pengembangan Instalasi Pengolaan
Air Limbah (IPAL) diseluruh kegiatan industry di Kabupaten Bombana.
4. Rencana pengelolaan limbah Kegiatan pertambangan emas berupa
pengembangan Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) diseluruh kegiatan
pertambangan emas di Kabupaten Bombana.
5. Mengembangkan, meningkatkan dan menangani sistem pengolahan limbah bahan
beracun dan berbahaya sehingga tidak mencemari kawasan pertanian maupun
permukiman.
6. Melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cair yang di buang ke
badan air melalui inventarisasi jenis limbah.
Bab 4 - 31
terjadi bencana banjir seperti pada Kecamatan Rumbia, Kecamatan Poleang,
Kecamatan Kabaena Barat, Kecamatan Poleang Selatan, dan Kecamatan
Rarowatu Utara.
d. Normalisasi dan pengerukkan secara berkala pada sungai yang terjadi
pendangkalan karena sungai merupakan drainase primer yang alami.
a. jalur evakuasi bencana mengikuti pola jaringan jalan utama yang diberi rambu
untuk arah evakuasi; dan
b. ruang evakuasi bencana diarahkan di kantor desa dan bangunan sekolah pada
kawasan-kawasan rawan banjir meliputi Kecamatan Rumbia, Kecamatan
Rarowatu Utara, Kecamatan Kabaena Barat, dan Kabaena Timur.
c. ruang evakuasi bencana diarahkan di kantor desa dan bangunan sekolah pada
kawasan-kawasan rawan longsor Kecamatan Rumbia dan Kecamatan Rarowatu
Utara.
d. ruang evakuasi bencana diarahkan di kantor desa dan bangunan sekolah pada
kawasan-kawasan rawan abrasi Kecamatan Poleang dan Poleang Selatan.
Bab 4 - 32
Gambar 4. 7 Peta Rawan Bencana di Kabupaten Bombana
Bab 4 - 33
4.1 HIERARKI PUSAT PELAYANAN WILAYAH KABUPATEN BOMBANA........................2
4.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA SKALA KABUPATEN...........................6
4.2.1 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI.....6
4.2.2 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN PRASARANA LISTRIK............14
4.2.3 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI................17
4.2.4 RENCANA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR.....................................21
4.2.5 RENCANA PRASARANA PERSAMPAHAN................................................1
4.2.6 RENCANA SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH........................................5
4.2.7 RENCANA SISTEM DRAINASE............................................................5
4.2.8 RENCANA JALUR DAN RUANG EVAKUASI BENCANA..................................6
Bab 4 - 34