Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATANSISTEM PERNAPASAN (PNYAKIT TB PARU)

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu : Masyita Haerianti, S.Kep Ns., M.Kep

Oleh

Kelompok II

Kelas Keperawatan B 2019

Riska Wirdha Astrianti (B0219358)

Aqiyah Azzahra Azali (B0219501)

Sitti Rabiah (B0219341)

Yulianti (B0219514)

Masita (B0219354)

Nasrah (B0219509)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT Atas rahmat dan hidayahnya,makalah ini dapat
terselesaikan dengan sabaik-baiknya. Makalah ini adalah tugas kelompok dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada para pihak
yang telah membantu kelancaran tugas ini,terutama dosen Keperawatan Medikal Bedah I
yang telah memberikan banyak pengarahan serta ilmu kepada kami para mahasiswa.

Semoga makalah yang kami buat ini,bermanfaat bagi pembaca. Kami juga
mengharapkan kritik dan saran,supaya tugas selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun

Terimakasih

Majene,23 November 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar Isi.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2

A. Pengertian Penyakit TB Paru................................................................ 2


B. Prevalensi.............................................................................................. 3
C. Etiologi Penyakit.................................................................................. 3
D. Maniifestasi klinis................................................................................. 3
E. Komplikasi............................................................................................ 3
F. Penatalaksanaan.................................................................................... 4
G. Pemeriksaaan Penunjang...................................................................... 8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 10

A. Pengkajian............................................................................................. 10
B. Diagnosis Keperawatan........................................................................ 12
C. Intervensi.............................................................................................. 13

BAB IV PENUTUP......................................................................................... 19

A. Kesimpulan........................................................................................... 19
B. Saran..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernafasan atau yang sering disebut system respirasi merupakan sistem
organ yang digunakan untuk proses pertukaran gas, dimana sistem pernafasan
inimerupakan salah satu sistem yang berperan sangat penting dalam tubuh
untukmenunjang kelangsungan hidup. Sistem pernafasan dibentuk oleh beberapa
struktur, seluruh struktur tersebut terlibat didalam proses respirasi eksternal
yaitupertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbon
dioksidaantara darah dan atmosfer, selain itu terdapat juga respirasi internal yaitu
prosespertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan dimana system
respirasiinternal ini terjadi pada seluruh system tubuh. (Djojodibroto, 2012).

Struktur utama dalam sistem pernafasan adalah saluran udara pernafasan,


saluran-saluran ini terdiri dari jalan napas, saluran napas, serta paru-paru.
Struktursaluran napas dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya system penafasan
bagianatas dan bawah. Pada system pernafasan bagian atas terdiri dari hidung,
faring,laring dan trakhea. Struktur pernafasan tersebut memiliki peran masing
masingdalam system pernafasan. Sedangkan pada system pernafasan bagian bawah
terdiridari bronkus, bronkiolus dan alveolus (Manurung dkk, 2013).

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius,yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun
tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahan dan secara
khas di tandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb
paru dapat menular melalui udara,waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru
batuk,bersin atau bicara.

B. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
kepada perawat bagaimana cara memberikan dan melakukan tindakan asuhan
keperawatan kepada pasien yang mengalami gangguan pola pernafasan yaitu pada
penyakit asma.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penyakit TB Paru


Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis(Saputra, 2010).Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007),
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi batang tahanasam-alkohol (acid-alcohol-fast
bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru, kelenjar
getah bening, dan usus.
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit
menular paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini ditularkan dari penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air
liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap
penyakit ini. TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di
dunia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia termasuk dalam 6
besar negara dengan kasus baru TB terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi asuhan keperawatan tuberkulosis paru pada Ny. B dan Ny. S dengan
masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di
Ruang Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018. Desain yang digunakan
adalah laporan kasus yang dilakukan kepada dua orang pasien yang sudah terdiagnosa
tuberkulosis paru pada rekam medik klien. Data dikumpulkan dengan cara wawancara
dengan klien maupun keluarga, observasi, dan pemeriksaan fisik serta studi
dokumentasi. Partisipan terdiri dari dua orang yang memenuhi kriteria partisipan.
Intervensi utama yang dilakukan untuk menangani masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah mengecek tanda-tanda
malnutrisi (mukosa bibir kering, kehilangan rambut berlebih) dan menganjurkan
untuk makan sedikit tapi sering. Hasil yang didapatkan setelah melakukan
implementasi keperawatan pada kedua pasien adalah masalah teratasi sebagian. Pada
kedua pasien pengetahuan keluarga tentang nutrisi pasien bertambah namun status
nutrisi (berat badan) menunjukkan perbaikan karena perawatan nutrisi pada pasien
tuberkulosis memerlukan waktu yang cukup lama dalam mencapai kesembuhan. Dari
hasil tersebut, diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menambahkan waktu dalam
perawatan nutrisi pada pasien dan dapat ditambahkan inovasi terbaru dengan
menyesuaikan kondisi pasien agar tujuan masalah keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat segera teratasi.
B. Prevalensi
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan
tahun 2013 sebesar 0,4% tidak berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan TB paru
tertinggi yaitu Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI (0,6%), Gorontalo (0,5%),
Banten (0,4%), Papua Barat (0,4%), dan Jawa Tengah (0,4%) (Kemenkes, 2013). Dari
seluruh penduduk yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44,4 %
diobati dengan obat program. Lima provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan

2
obat program yaitu DKI Jakarta (68,9%), Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%),
Sulawesi Barat (54,2%) dan Jawa Tengah (50,4%) (Kemenkes, 2013). Prevalensi
Tuberkulosis per 100.000 penduduk provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42
penduduk. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kota Tegal (358,91 per 100.000
penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (44,04 per 100.000 penduduk)
(Dinkes Prov Jateng, 2012). Suspek TB di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
Surakarta mengalami penurunan tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sebesar
5684 orang, tahun 2012 sebesar 4987 orang dan di tahun 2013 sebesar 3820 orang.
Sedangkan prevalensi kasus TB paru BTA positif di Surakarta mengalami penurunan
yaitu 418 penderita (tahun 2011), 377 penderita (tahun 2012), dan 361 penderita
(tahun 2013) (Dinkes Surakarta, 2013).
C. Etiologi Penyakit
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um (Amin dan
Asril, 2007).
D. Manifestasi Klinis
 Demam
 Malaise
 Anoreksia
 Penurunan berat badan
 Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan)
 Peningkatan frekuensi pernapasan
 Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
 Bunyi napas hilang dan ronghi kasar,pekak pada saat perkusi
 Demam persistem
 Anemia
 Pucat
 Kelemahan
E. Komplikasi
1. Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga
bisa terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
2. Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.

3. Kerusakan hati dan ginjal


Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi
ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman
TB.

3
4. Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa
terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat
jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
5. Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami
iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.
6. Resistensi kuman
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin,
bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas
atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus
diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih
berat.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis paru (TB paru) dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase
intensif dan fase lanjutan. Penggunaan obat juga dapat dibagi menjadi obat utama dan
tambahan.

Medikamentosa
Obat anti tuberkulosis (OAT) yang dipakai sebagai tatalaksana lini pertama adalah
rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol, yang tersedia dalam
tablet tunggal maupun dalam sediaan dosis tetap (fixed dose combination). Jenis obat
lini kedua adalah kanamisin, kuinolon, dan derivat rifampisin dan isoniazid.

Dosis OAT adalah sebagai berikut :


 Rifampisin (R) diberikan dalam dosis 10 mg/KgBB per hari secara oral, atau 10
mg/kgBB oral dua kali seminggu dengan perlakuan DOT, maksimal 600
mg/hari. Dikonsumsi pada waktu perut kosong agar baik penyerapannya.

 Isoniazid (H) diberikan dalam dosis 5 mg/kgBB oral tidak melebihi 300 mg per
hari untuk TB paru aktif, sedangkan pada TB laten pasien dengan berat badan
>30 kg diberikan 300 mg oral. Pemberian isoniazid juga bersamaan dengan
Piridoksin (vitamin B6) 25-50 mg sekali sehari untuk mencegah neuropati
perifer.

 Pirazinamid (Z) pada pasien dengan HIV negatif diberikan 15-30 mg/kgBB per
hari secara oral dalam dosis terbagi, tidak boleh melebihi dua gram per hari.
Atau dapat diberikan dua kali seminggu dengan dosis 50 mg/kg BB secara oral.

 Etambutol (E) pada fase intensif dapat diberikan 20 mg/kgBB. Sedangkan pada
fase lanjutan dapat diberikan 15 mg/kgBB , atau 30 mg/kgBB diberikan 3 kali
seminggu, atau 45 mg/kgBB diberikan 2 kali seminggu.

4
 Streptomisin (S) dapat diberikan 15 mg/kgBB secara intra muskular, tidak
melebihi satu gram per hari. Atau dapat diberikan dengan dosis dua kali per
minggu, 25-30 mg/kgBB secara intra muskular, tidak melebihi 1,5 gram per
hari.

 Panduan pemberian OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian


Tuberkulosis di Indonesia adalah :

 Kategori 1 : 2RHZE/4RH3

 Kategori 2 : 2 RHZES/RHZE/5RH3E3

Kategori 1

OAT Kategori 1 diberikan pada pasien baru, yaitu pasien TB paru terkonfirmasi
bakteriologis, TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien TB ekstra paru. OAT kategori 1
diberikan dengan cara RHZ diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan RH 4 bulan.

Kategori 2

OAT Kategori 2 diberikan pada pasien BTA positif yang sudah diberikan
tatalaksana sebelumnya, yaitu pada pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan
kategori 1, dan pasien yang diobati kembali setelah putus obat.

Terapi MDR-TB

Gunakan sedikitnya 4-5 obat yang tidak pernah diberikan sebelumnya, dimana
obat-obat tersebut masih sensitif secara in vitro. Jangan gunakan obat yang sudah
resisten. Ada baiknya mengonsultasikan pasien dengan MDR-TB kepada spesialis
penyakit paru.

Berikut ini adalah pilihan obat yang dapat diberikan pada pasien dengan MDR-TB,
dengan catatan bahwa obat-obat ini masih sensitif :
 Grup 1: first- lineterapi oral, misalnya: pirazinamid, etambutol, rifampisin
 Grup 2: injeksi, misalnya: kanamisin, amikasin, capreomycin, streptomisin
 Grup 3: golongan fluoroquinolon, misalnya: levofloksasin, moxifloksasin,
ofloksasin
 Grup 4: second- lineterapi oral bakteriostatik, misalnya: cycloserine,
terizidone, asam para aminosalisilat (PAS), etionamide, protionamide
 Grup 5: obat-obat ini tidak dianjurkan oleh WHO untuk penggunaan rutin
karena efektifitasnya masih belum jelas. Namun diikutsertakan dengan alasan
bahwa bilamana ke 4 grup obat tersebut diatas tidak mungkin diberikan kepada
pasien, seperti pada XDR-TB.

5
Penggunaan obat ini mesti dikonsultasikan terlebih dahulu dengan spesialis
penyakit paru. Contoh obatnya: clofazimine, linezolid, amoksisilin klavulanat,
thiocetazone, imipenem/cilastatin, klaritromisin, INH dosis tinggi.

Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan


pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin dan kanamisin yang bersifat ototoksik pada janin.
Pemberian kedua obat tersebut akan menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan pada bayi ketika lahir.

Pada ibu hamil yang mengkonsumsi OAT, dianjurkan pemberian piridoksin 50


mg/hari. Vitamin K juga dianjurkan diberikan dengan dosis 10 mg/hari jika
rifampisin digunakan pada trimester ketiga.

Ibu Menyusui

Pada prinsipnya, pengobatan OAT pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman bagi ibu menyusui.
Tatalaksana OAT yang adekuat akan mencegah penularan TB ke bayi. Untuk bayi
yang menyusu dari ibu penderita TB, terapi profilaksis isoniazid dapat diberikan.

Rawat Inap

Umumnya pasien dengan tuberkulosis paru (TB Paru) tidak perlu dirawat inap.
Namun akan memerlukan rawat inap pada keadaan atau komplikasi berikut :
 Batuk darah masif
 Keadaan umum dan tanda vital buruk
 Pneumotoraks
 Batuk
 Empiema
 Efusi pleural masif/bilateral
 Sesak nafas berat yang tidak disebabkan oleh efusi pleura
Kriteria Sembuh

Seseorang pasien Tuberkulosis paru (TB Paru) dianggap sembuh apabila memenuhi
kriteria :
 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologik tetap sama atau menunjukkan
perbaikan
 Apabila dilakukan biakan, ditemukan biakan negatif

6
Monitoring

Monitoring pada tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan dengan dua tujuan, yaitu
evaluasi pengobatan dan evaluasi komplikasi maupun efek samping obat.

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, radiologik, dan bakteriologik. Pada


evaluasi klinik, penderita diperiksa setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan, kemudian dilanjutkan setiap 1 bulan. Hal yang dievaluasi adalah
keteraturan berobat, respon pengobatan, dan ada tidaknya efek samping pengobatan.
Pada setiap kali follow up, pasien dilakukan pemeriksaan fisik dan berat badan
diukur.

Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi


dahak. Evaluasi ini dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif,
dan pada akhir pengobatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan
asam (BTA) atau biakan apabila tersedia.

Evaluasi radiologik dilakukan menggunakan foto rontgen toraks. Evaluasi


dilakukan sebelum memulai pengobatan, setelah fase intensif, dan pada akhir
pengobatan.

Pada penderita yang telah dinyatakan sembuh, evaluasi tetap dilakukan selama
2 tahun pertama untuk mendeteksi adanya kekambuhan. Pemeriksaan BTA
dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan
pemeriksaan foto rontgen dada dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah
dinyatakan sembuh.

Evaluasi Efek Samping Obat

Pasien TB yang diberikan pirazinamid harus diperiksa baseline serum asam


urat dan tes fungsi hati. Sedangkan pasien yang diterapi etambutol mesti diperiksa
baseline ketajaman penglihatannya dan juga secara periodik dilakukan tes buta
warna merah-hijau, menggunakan tes Ishihara

Pasien yang mendapat suntikan streptomisin dimonitor ketajaman


pendengarannya, tes fungsi ginjal secara berkala, dan pemeriksaan neurologis
berkala.

Monitoring ini terintegrasi dalam program nasional bersama WHO, yaitu


strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) sejak tahun 1995, yang
dalam perkembangannya menghadapi banyak tantangan, sehingga diperluas pada
tahun 2005 menjadi strategi Stop TB untuk mengoptimalkan mutu DOTS.

7
Pembiayaan pengendalian program TB yang lebih banyak berpusat kepada
aspek kuratif masih bergantungan pada pendanaan dari donor internasional selain
alokasi APBD yang masih rendah [1]. Khusus warga DKI Jakarta yang berobat TB
melalui puskesmas, pemprov DKI memberikan subsidi pengobatan TB secara gratis.
Pada tingkat pertama, pasien yang datang ke puskesmas akan ditangani oleh seorang
dokter umum, dan bilamana dianggap perlu, pasien TB dirujuk ke rumah sakit
setempat yang memiliki fasilitas pemeriksaan spesialistik.

G. Pemeriksaan penunjang
 Anamnesis pada pemeriksaan fisik
 Laboratorium draah rutin (LED) normal atau meningkat, limfositosis)
 Foto thoraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis
TB, yaitu :
- Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal logus
bawah
- Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral, teruma di lapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetappada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan milier

1. Pemeriksaan sputum BTA


Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini
tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang dapat diagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.

2. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)


Merupaka uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidasi
staning untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
3. Tes mantoux/tuberkulin
4. Teknik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya retensi.
5. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC)
Deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tubercolosis.
6. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi. Pelaksanaannya
rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan
masalah.

8
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang di rekatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plasti, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila
terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh Kasus Tb Paru:

Tn.A 70 tahun masuk RS Harapan dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu ,di
sertai batuk berdarah,dan seluruh tubuh berkeringat di malam hari,setelah pasien masuk di
ruang inap.Keesokan harinya pada pukul 11.20 WIB Dengan keadaan malaise,dan keluhan
utama dahak,massa otot berkurang,napas pendek serta pembekakan kelenjar getah bening TD
130/80mmHg.Klien mengatakan berat badan menurun karena tidak nafsu makan.diagnosis
TB Paru.

A. PENGKAJIAN

Nama pasien : Tn. A

Usia : 70 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Nomor rekan medik : 05.89.09

Diagnosis medis : TB paru

Ruangan : Melati atas

Data Fokus

No. Data Subjektif Data Objektif


1. Kebiasaan mandi : 1. (lab basah) Berat badan 52 kg dengan TB 160 cm
setelah sakit
2. Aktivitas waktu luang tidak ada Terpasang infus

3. Kebiasaan tidur selama sakit pada Ketidakseimbangan nutrisi atau


malam : 3 jam kebutuhan nutrisi
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif Tugor kulit kering

5. Kurang kontrol tidur Pelaksanaan aktivitas : parsial

6. Mengeluh sulit tidur Pola nafas tidak efektif

7. Mengekspresikan keinginan untuk Pernapasan 27 kali permenit


meningkatkan tidur
8. Mengekspresikan keinginan untuk TD : 130/80mmHg
meningkatkan nutrisi
9. Mengikuti standar asupan nutrisi yang Bunyi nafas : ronchi
tepat
10. Ketidakmampuan menelan makanan Riwayat penyakit : Tubercollosis

10
11. Hambatan upaya nafas Masalah keperawatan : kecemasan

12. Gangguan pola tidur PLT. L142

13. RDW-SD L13,4

14. Heutrofil H 89,2

15. Limfosit L 6.2

16. Kesiapan peningkatan diri

17. Ketidakseimbangan cairan

18. Peradangan pankreas

19. Penggunaan otot bantu pernafasan

20. Fase ekspresi memanjang

21. Pernapasan cuping hidung

22. Kesiapan peningkatan nutrisi

ANALISIS DATA

Nama pasien : Tn. A

Usia : 70 Tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Nomor rekam medik : 05.89.09

Diagnosa medis: TB Paru

Ruangan: Melati atas

NDX Masalah Penyebab Tanda dan Faktor Resiko


Gejala
D.0005 Pola nafas tidak Hambatan Penggunaan otot
efektif upaya nafas bantu
pernafasan, fase
ekspirasi -
memanjang, dan
pernafasan
cuping hidung.

11
D.0055 Gangguan pola Kurang kontrol Mengeluh sulit
tidur tidur tidur
D.0032 Risiko Ketidakmampu
ketidakseimbanga an menelan
n nutrisi atau - - makan.
kebutuhan nutrisi
D.0036 Risiko - - Peradangan
ketidakseimbanga pankreas
n cairan
D.0058 Kesiapan - Mengekspresika -
peningkatan tidur n keinginan
untuk
meningkatkan
tidur
D.0026 Kesiapan - Mengekspresika -
peningkatan nutrisi n keinginan
untuk
meningkatkan
nutrisi dan
mengikuti
standar asupan
nutrisi yang
tepat.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Nama pasien :Tn. A

Usia :70 Tahun

Jenis kelamin :Laki-Laki

Nomor rekam medik :05.89.09

Diagnosis medis :TB Paru

Ruangan :Melati atas

NDX Diagnosis Tanggal Ditemukan Dan


Tanggal Teratasi
D.00O5 Pola nafas tidak efektif b.d -
hambatan upaya nafas d.d
penggunaan otot bantu
pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, dan pernafasan
cuping hidung.
D.0055 Gangguan pola tidur b.d -
kurang kontrol tidur d.d
mengeluh sulit tidur.
D0032 Resiko ketidakseimbangan -

12
nutrisi atau kebutuhan nutrisi
d.d ketidakmampuan
menelan makanan.
D.0036 Resiko ketidakseimbangan -
cairan d.d peradangan
pankreas.
D.0058 Kesiapan peningkatan tidur -
d.d mengekspresikan
keinginan untuk
meningkatkan tidur.
D.0026 Kesiapan peningkatan nutrisi -
d.d mengekspresikan
keinginan untuk
meningkatkan nutrisi dan
mengikuti standar asupan
nutrisi yang tepat.

C. INTERVENSI

NDX Diagnosis Luaran/ Tujuan Intervensi


Keperawatan dan Kriteria
Hasil
D.0005 Pola nafas tidak Setelah Manajemen jalan nafas
efektif b.d dilakukan
hambatan upaya intervensi Observasi
nafas d.d selama 3 jam,
oenggunaan otot maka pola nafas  Monitor pola nafas (frekuensi,
bantu pernafasan, efektif kedalaman, usaha nafas)
fase ekspirasi membaik,
memanjang, dan dengan kriteria:  Monitor bunyi nafas
pernafasan cuping (mis,gurgling,mengi,wheezing,
hidung. Penggunaan ronkhi kering)
otot bantu nafas
menurun  Monitor sputum
(jumlah,warna,aroma)
Pemanajangan
fase ekspirasi Terapeutik
meningkat
 Pertahankan kepatenan jalan
Frekuensi nafas nafas dengan head-tlit dan
membaik chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma servikal)
Kedalaman
nafas  Posisikan semi-fowler dan
meningkat fowler

13
 Berikan minuman hangat

 Lakukan fisioterapi dada, jika


perlu

 Lakukan penghisapan lendir


kurang dari 15 detik

 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endoktrakeal

 Keluarkan sumbatan benda


padat dengan forsep McGill

Edukasi

 Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,muk
olitik, jiak perlu.
D.0055 Gangguan pola Setelah Dukungan tidur
tidur b.d kurang dilakukan
kontrol tidur d.d intervensi Observasi
mengeluh sulit selama 4 jam,
tidur. maka pola tidur  Identifikasi pola aktivitas dan
membaik tidur
dengan kriteria:
 Identifikasi faktor pengganggu
Keluhan sulit tidur (fisik dan/psikologis)
tidur menrun
 Identifikasi mkanan dan
Keluhan tidak minuman yang mengganggu
puas tidur tidur
menurun (mis.kopi,teh,alkohol,makan
mendekati waktu tidur, minum
Keluhan sering banyak air sebelum tidur)
terjaga
menururn Terapeutik

Keluhan pola  Modifikasi lingkungan (mis.

14
tidur berubah Pencahayaan,kebisingan,suhu,
meningkat matras, dan tempat tidur)

 Batasi waktu tidur siang, jika


perlu

 Fasilitasi menghilangkan stress


sebelum tidur

 Tetapkan jadwal tidur rutin

 Lakukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan
(mis. Pijat,pengturan posisi,
terapi akupesur)

 Sesuaikan jadwal pemberian


obat dan tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga.

Edukasi

 Jelaskan pentingnya tidur


cukup selama sakit

 Anjurkan menepati kebiasaan


waktu tidur.

 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur.

 Anjurkan penggunaan obat


tidur yang tidak mengandung
supressor terhadap tidur rem

 Ajarkan faktor-faktor yang


berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
Psikologis,gaya hidup,sering
berubah sift bekerja)

 Ajarkan relaksasi otor


autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya.
D.0026 Kesiapan Setelah Edukasi nutrisi
peningkatan dilakukan
nutrisi d.d intervensi Observasi
mengekspresikan selama 1 hari,

15
keinginan untuk maka  Periksa status gizi, status alergi,
meningkatkan peningkatan program diet, kebutuhan dan
nutrisi dan nutrisi kemampuan pemenuhan
mengikuti standar membaik, kebutuhan gizi
asupan nutrisi dengan kriteria:
yang tepat  Identifikasi kemampuan dan
Porsi makanan waktu yang tepat menerima
yang informasi
dihabiskan .
meningkat Terapeutik

Perasaan cepat  Persiapan materi dan media


kenyang seperti jenis-jenis nutrisi, table
menurun makanan penukar, cara
mengelola dan cara menakar
Berat badan makanan.
meningkat
 Jadwalkan pendidikan
Kekuatan otor kesehatan sesuai kesepakatan
mengunyah
meningkat  Berikan kesempatan untuk
bertanya

Edukasi

 Jelaskan pada pasien dan


keluarga alergi makanan,
makanan yang harus dihindari,
kebutuhan jumlah kalori, jenis
makanan yang dibutuhkan
pasien.

 Ajarkan cara melaksanakan diet


sesuai program (mis. Perawatan
mulut, penggunaan gigi palsu,
obat-obat yang harus diberikan
sebelum makan)

 Demonstrasikan cara
membersihkan mulut

 Demonstrasikan cara mengatur


posisi saat makan

 Ajarkan pasien/keluarga
memantau kondisi kekurangan
nutrisi

 Anjurkan mendemonstrasikan

16
cara memberi makan,
menghitung kalori, menyiapkan
makan sesuai program diet.
D.0026 Kesiapan Setelah Dukungan tidur
peningkatan tidur dilakukan
d.d intervensi Observasi
mengekspresikan selama 4 jam,
keinginan untuk maka pola tidur  Identifikasi pola aktivitas dan
meningkatkan membaik tidur
tidur. dengan kriteria:
 Identifikasi faktor pengganggu
Keluhan sulit tidur (fisik dan/psikologis)
tidur menururn
 Identifikasi mkanan dan
Keluhan tidak minuman yang mengganggu
puas tidur tidur
menurun (mis.kopi,teh,alkohol,makan
mendekati waktu tidur, minum
Keluhan sering banyak air sebelum tidur)
terjaga menurun
 Identifikasi obat tidur yang
Keluhan pola dikonsumsi
tidur berubah
meningkat Terapeutik

 Modifikasi lingkungan (mis.


Pencahayaan,kebisingan,suhu,
matras, dan tempat tidur)

 Batasi waktu tidur siang, jika


perlu

 Fasilitasi menghilangkan stress


sebelum tidur

 Tetapkan jadwal tidur rutin

 Lakukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan
(mis. Pijat,pengturan posisi,
terapi akupesur)

 Sesuaikan jadwal pemberian


obat dan tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga.

Edukasi

 Jelaskan pentingnya tidur

17
cukup selama sakit

 Anjurkan menepati kebiasaan


waktu tidur

 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur.

 Anjurkan penggunaan obat


tidur yang tidak mengandung
supressor terhadap tidur REM

 Ajarkan faktor-faktor yang


berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
Psikologis,gaya hidup,sering
berubah sift bekerja)

Ajarkan relaksasi otor autogenic atau


cara nonfarmakologi lainnya.

18
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena
adanya bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah
penularan penyakit ini sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Tuberkulosis juga penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

B. SARAN
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis
adalahMeningkatkandayatahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit
yang dapatdisembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum
obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.

19
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C.L. 1996. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan)    Bandung.
Doengoes, M. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP Ppni. (2017). Standar Diagnosis Keprawatan Indonesia
Defenesi dan Indikator Diagnostik,Jakarta:Dewan Pengurus Pusat

20

Anda mungkin juga menyukai