D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat serta
karunianya, sehingga penulis memiliki kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Manajemen Perjalanan Dinas , Critical Book Report oleh dosen kami Rotua Sahat Pardamaen
Simanullang, S.Pd, M.Si. Penulisan bedah buku ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan
pembelajaran Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Dengan penuh kesadaran penulis tahu bahwa sesungguhnya ini masih jauh dari
kesempurnaan. Dalam proses pembuatan Critical Book Report ini penulis menjumpai hambatan,
namun berkat dukungan materi dari berbagi pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Critical
Book Report ini dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih.
Penulis mohon maaf jika ada kesalahan dalam tugas Critical Book Report penulis, akhir
kata penulis ucapkan banyak terimah kasih, semoga tugas penulis ini dapat memberikan manfaat
serta ilmu dalam perkembangan dunia pendidikan dan yang pastinya dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.
Medan,April 2021
Penulis
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi pentingnya CBR 4
B. Tujuan penulisan CBR 4
C. Manfaat CBR 4
D. Identitas jurnal yang direview 5
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan 58
B. Saran 58
DAFTAR PUSAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
C. Manfaat
Dalam pembuatan Critical Book Report, kegiatan ini bermanfaat untuk
menambah wawasan pada mahasiswa yang mengerjakan serta yang membaca hasil
CBR tersebut. Di samping itu, CBR juga mampu memberikan pengaruh agar
mahasiswa selalu rajin untuk selalu update mengenai informasi yang berbau ilmu
pengetahuan khususnya Manajemen Perjalanan Dinas.
4
D. Identitas Buku Yang Direview
1. Identitas Buku Utama
1.Judul : Dasar-Dasar Kepariwisataandan Pengelolaan
Destinasi Pariwisata
2.Edisi : Pertama (1)
3.Pengarang : Isdarmanto, SE., MM., M.Par
4.Penerbit : Gerbang Media Aksara
5.Kota Terbit : Yogyakarta
6.Tahun Terbit : 2016
7.ISBN : 978-602-72332-5-6
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pariwisata yang telah diakui sebagai ilmu mandiri sejak 13 juli 2008 di Jakarta
yang lalu benar-benar merupakan suatu kebijakan yang tepat dan jelas sesuai dengan
kenyataannya memang ilmu Kepariwisataan harus lebih diperdalam pemahamannya
khususnya bagi pendidikan pariwisata dan dikembangkan searah dengan perubahan
globalisasi yang sangat cepat ini. Pariwisata lebih spesifik merupakan gejala dari
pergerakan manusia secara temporer dan spontan di dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan keinginan tertentu. Gejala-gejala tersebut mendorong dan
menumbuhkan kegiatan-kegiatan dalam bidang konsumsi dan produksi barang dan
jasa-jasa dan pelayanan yang diperlukan oleh wisatawan. Banyak Negara berkembang
saat ini sudah lebih professional dalam menggarap aspek pengembangan pariwisatanya
seperti Singapore, Malaysia, Thailand bahkan Cambodia yang potensi wisatanya
kurang namun telah mampu menyerap wisatawan yang luar biasa mengalahkan
Indonesia
6
maupun sementara. (Hunziger, 2008) Jadi dapat di katakan pada dasarnya pariwisata itu
motif kegiatannya adalah untuk mengisi waktu luang, untuk bersenang-senang,
bersantai, studi, kegiatan Agama, dan mungkin untuk kegiatan olahraga. Selain itu
semua kegiatan tersebut dapat memberi keuntungan bagi pelakunya baik secara fisik
maupun psikis baik sementara maupun dalam jangka waktu lama,serta untuk prospek
jangka panjangnya (sustainable tourism). Jutaan orang telah mengenal tentang
pariwisata, bahkan sering melakukan dan mampu menikmati pariwisata setiap saat,
namun kenyataannya masih belum mampu mendalami arti dan makna pariwisata secara
utuh.
Pengertian tentang Pariwisata dan wisatawan timbul di Perancis pada akhir abad
ke 17. Tahun 1972 Maurice Menerbitkan buku petunjuk “The True Quide For
Foreigners Travelling in France to Appreciate its Benevialities, Learn the language and
take exercise.” Dalam buku ini disebutkan ada dua perjalanan yaitu perjalanan besar
dan kecil (Grand Tour dan Petit Tour). (Maurice, 1972) Menurut sejarah Grand Tour di
Inggris mendapat arti yang berbeda 6 yaitu dijadikan unsur pendidikan diplomasi dan
politik. Pertengahan abad ke-19 Jumlah orang yang berwisata masih terbatas karena
butuh waktu lama dan biaya besar, keamanan kurang terjamin, dan sarananya masih
sederhana, tetapi sesudah Revolusi Industri Keadaan itu berbuah, tidak hanya golongan
elite saja yang bisa berpariwisata tapi kelas menengah juga. Hal ini ditunjang juga oleh
adanya kereta api. Pada abad Ke-20 terutama setelah perang dunia II kemajuan teknik
produksi dan teknik penerbangan menimbulkan peledakan pariwisata. Perkembangan
terkahir dalam pariwisata adalah munculnya perjalanan paket (Package tour).
BAB II
7
INDUSTRI PARIWISATA
Pada dasarnya bagian-bagian dari gejala pariwisata terdiri dari tiga unsur :
a. Daya tarik wisata alam (natural tourist attractions), segala bentuk daya tarik
yang dimiliki oleh alam, misalnya: laut, pantai, gunung, danau, lembah, bukit,
air terjun, ngarai, sungai, hutan
8
b. Daya tarik wisata buatan manusia (man-made tourist attractions), meliputi:
Daya tarik wisata budaya (cultural tourist attractions),misalnya: tarian, wayang,
upacara adat, lagu, upacara ritual dan daya tarik wisata yang merupakan hasil
karya cipta, misalnya: bangunan seni, seni pahat, ukir, lukis.
2. Fasilitas dan Jasa Pelayanan Wisata (Amenities)
Amenity atau amenitas adalah segala fasilitas pendukung yang bisa memenuhi
kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Amenitas berkaitan
dengan ketersediaan sarana akomodasi untuk menginap serta restoran atau warung
untuk makan dan minum. Kebutuhan lain yang mungkin juga diinginkan dan
diperlukan oleh wisatawan, seperti toilet umum, rest area, tempat parkir, klinik
kesehatan, dan sarana ibadah sebaiknya juga tersedia di sebuah destinasi.
aspek hospitality keramah tamahan ini adalah sangat penting yang memberikan
kesan dan kenangan kepuasan bagi wisatawan dan dapat menciptakan citra positif
sebagai pengembangan pemasaran “words of mouth” (gethok tular = Jawa) yang
merupakan aspek pemasaran yang paling unggul saat ini.
Dilihat dari kacamata ekonomi makro, jelas pariwisata memberikan dampak positif,
antara lain:
9
2. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus memercepat pemerataan pendapatan
masyarakat. Sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran
wisatawan yang relatif cukup besar.
3. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. Setiap
wisatawan berbelanja selalu dikenakan pajak sebesar 10% sesuai Peraturan
pemerintah yang berlaku.
4. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB).
5. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor
ekonomi lainnya. Dapat memperkuat neraca pembayaran.
Bila neraca perdagangan dari Pariwisata mengalami surplus, dengan sendirinya akan
memperkuat neraca pembayarannya.
BAB III
PENGERTIAN POKOK-POKOK TENTANG PARIWISATA
Arti dari istilah pariwisata belum banyak diungkapkan oleh para ahli bahasa dan
pariwisata di Indonesia. Yang jelas kata pariwisata berasal dari bahasa Sangsakerta ,
terdiri dari dua suku kata, yaitu “ pari” dan “ wisata” . Pari berarti banyak, berkali-kali
atau berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata
berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling.
Definisi pariwisata yang lebih lengkap dikemukakan oleh Prof. Hunziker dan
Kraft (1942)[22], sebagai berikut : “ Tourism is the totality of relationships and
phenomena arising from the travel and stay of strangers, provided the stay does not
imply the establishment of a permanent residence and is not connected with a
remunerated activity”. ( Pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala –gejala
atau peristiwa – peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang
asing, dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada
hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah).
10
untuk menetap atau bekerja tetap, dan membelanjakan uangnya di tempat tersebut
dengan uang yang diperolehnya di tempat lain.)
Produk wisata adalah segala sesuatu dihasilkan sesuai dengan yang diperlukan
oleh wisatawan dari mulai ia meninggalkan tempat tinggalnya sampai kembali ke
tempat tinggalnya semula. Produk wisata dapat bersifat nyata (Tangible) dan tidak
nyata (intangible). Produk nyata (Tangible products) yang dapat langsung dilihat dan
diraba sehingga wisatawan dengan melihat langsung daya tariknya apakah sesuai
dengan yang diharapkan. Sedangkan produk yang tidak nyata (intangible products)
adalah berupa pelayanan (service) yang mampu diberikan oleh pengelola dan penyaji
wisata yang mampu menciptakan kepuasan wisatawan (satisfaction).
1. Atraksi berupa Ciptaan TUHAN Yang Maha Kuasa: keindahan alam, danau,
gunung, hutan, flaura & fauna, pantai, goa dsb.
2. Atraksi buatan Karya Manusia: budaya (kesenian, adat istiadat, upacara
tradisionil, barang kerajinan patung, wayang kulit; tas kulit, baju batik dsb).
3. Site attraction: (disini obyeknya tetap). Panorama gunung, candi, keraton dsb
yang tidak dapat dipindahkan.
4. Event attraction: (disini obyeknya suatu peristiwa). Seperti halnya: Festival tari
kesenian, upacara Labuhan di pantai, dan labuhan di gunung Merapi, serta
Upacara Grebeg Sekatenan; Festival Borobudur; dapat juga acara event
olahraga (Sea games) dsb.
11
3.5. Sarana wisata
Sarana Wisata adalah sarana yang dibutuhkan oleh wisatawan, dari aspek
ekonomi yang merupakan berbagai fasilitas amenities yang selalu diperlukan atau
dibutuhkan langsung oleh wisatawan, seperti: adanya Transportasi, Akomodasi,
Restoran, Jasa penunjang/ pemandu wisata, Souvenir dan lain-lain.
1. Menurut asal wisatawan. Dilihat dari asal wisatawan, apakah asal wisata itu dari
dalam atau luar negeri. Jika dalam negara berarti bahwa sang wisatawan ini
hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya
(pariwisata domestik), sedangkan jika ia datang dari luar negeri dinamakan
pariwisata Internasional.
2. Akibatnya terhadap neraca pembayaran adalah menghasilkan devisa.
Kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang asing, dan
pemasukan valuta asing itu berarti memberi efek positif terhadap neraca
pembayaran luar negeri, type pariwisata yang dikunjungi wisatawan ini disebut
pariwisata aktif. Sedangkan kepergian seorang warga negara keluar negeri
memberikan efek negatif terhadap neraca pembayaran luar negeri negaranya ini
dinamakan pariwisata pasif. (Orang Indonesia yang berwisata belanja ke
Singapore).
3. Menurut jangka waktu, kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau
negara diperhitungkan pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau
negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka
pendek dan jangka panjang, yang mana tergantung kepada ketentuan-ketentuan
12
yang berlaku oleh suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu
yang dimaksud.
4. Menurut jumlah wisatawan. Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlahnya
wisatawan yang datang, apakah sang wisatawan datang sendiri atau dalam suatu
rombongan. Maka timbullah istilah pariwisata tunggal dan rombongan.
5. Menurut alat angkut yang dipergunakan. Dilihat dari segi penggunaan alat
pengangkutan yang dipergunakan oleh sang wisatawan, maka katagori ini dapat
dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api dan
pariwisata mobil, tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara,
kapal laut, kereta api atau mobil. Sedangkan menurut lokasi kawasan obyek
wisata bisa bervariasi.
BAB IV
Inilah kenyataan yang dapat diprediksi akan terjadi di Abad 21 ini, untuk itu
industry pariwisata Indonesia mau tidak mau harus bersiap diri mengikuti arus yang
besar ini. Kesiapan menentukan apakah mampu ikut melaju atau sebaliknya, bahkan
tenggelam di samudera.
13
Perkembangan pariwisata ada beberapa isu pariwisata internasional yang
diperkirakan cukup mempengaruhi industri kepariwisataan dunia antara lain: •
Keamanan dunia, Terorisme, dan Hak Asasi Manusia, • Pergeseran kecenderungan dari
Pariwisata Masal menuju Pariwisata Minat Khusus (Special Interest Tourism), •
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development), •
Pembangunan yang memberdayakan dan melibatkan Masyarakat (Community Based
Development), • Revolusi Teknologi Informasi, • Semakin terbukanya Pergerakan dan
Perjalanan manusia Lintas Batas Negara dan Wilayah (Borderless Tourism), •
Perlindungan konsumen yang semakin ketat (Consumer Right), • Era Perdagangan
Bebas dan Liberalisasi Industri, • Serangan Amerika Serikat terhadap Irak.
14
a). Menurut jumlah orang yang bepergian:
1. Pariwisata Individu yakni kegiatan berwisata yang dilakukan oleh hanya
seorang atau satu keluarga yang bepergian untuk menikmati acara liburan ke
tempat wisata yang diinginkan, sesuai seleranya dengan tidak menetap.
Biasanya dilakukan pada saat liburan atau ada acara tertentu yang tidak
melibatkan kelompok lain.
2. Pariwisata Rombongan yakni sekolompok orang, atau rombongan orang banyak
yang biasanya terikat oleh hubungan-hubungan tertentu (perusahaan, komunitas
masyarakat, bisnis dsb) kemudian melakukan perjalanan wisata bersama-sama
atau paket tour yang diorganisasi oleh suatu usaha perjalanan (travel agent) dan
biasanya didampingi oleh seorang tour leader sebagai pemimpin perjalanan dan
pramu wisata sebagai Guide selama perjalanan.
b). Menurut maksud bepergian:
a. Pariwisata Rekreasi / Pariwisata Santai, yang maksud kepergian ini adalah
untuk memulihkan kemampuan fisik dan mental setiap peserta wisata dan
memberikan kesempatan rileks dari efek kebosanan dan keletihan kerja, sehingga
perlu difasilitasi dengan sarana prasarana tertentu yang sesuai dengan kebutuhan
wisatawan.
b. Pariwisata Budaya, maksudnya untuk memperkaya informasi dan pengetahuan
tentang budaya dari negara lain dan untuk tujuan kepuasan menikmati kebutuhan
hiburan. \
c. Pariwisata Pulih Sehat, suatu kegiatan wisata yang membutuhkan 65 kebutuhan
perawatan medis dengan fasilitas penyembuhan.
d. Pariwisata Sport, adalah kegiatan wisata yang bertujuan untuk memuaskan
berbagai hobi olahraga wisatawan seperti misalnya memancing, berburu binatang
liar, menyelam (diving), snorkling, bermain ski, dan mendaki gunung (mountain
climbing). Dengan demikian membutuhkan sarana dan prasarana yang spesifik dan
memadahi.
e. Pariwisata Temu wicara adalah kegiatan pariwisata konvensi yang mencakup
pertemuan-pertemuan ilmiah, profesi, dan bahkan politik. Pariwisata jenis ini
memerlukan tersedianya fasilitas pertemuan di negara tujuan dan faktor-faktor lain
yang penting seperti letak yang strategis, tersedianya transportasi yang mudah,
iklim yang cerah, dan lain sebagainya.
BAB V
15
a). Irrasional (dorongan dari bawah sadar):
Aplikasi dari sapta pesona yang sudah lama disosialisasi pemerintah dan disebar-
luaskan untuk diterapkan dalam dunia pariwisata di Indonesia:
1. Indah (keindahan obyek daya tarik wisata yang mampu memberikan daya tarik
khusus dari aspek kondisi alam, penataan landscape; arsitektur bangunan dan
pernik-pernik assesories yang sesuai dengan lingkungan yang ada).
2. Aman (factor jaminan keamanan dan kenyamanan berwisata; terbentuknya
privasi individu maupun kelompok dalam menikmati suasana berwisata,
tegaknya disiplin yang tinggi pengelola wisata juga wisatawan,fasilitas
pengamanan dengan CCTV, alarm warning. Sehingga terhindari perbuatan –
perbuatan yang pelanggaran hukum.
3. Tertib (infrastruktur yang terkelola dengan baik, rambu-rambu, petunjuk yang
jelas, tanda-tanda larangan dsb).
4. Bersih (kondisi nyata lingkungan dan keberadaan fasilitas sarana, prasarana
obyek wisata yang terjamin bersih dan berkualitas akan mampu memberikan
kenyamanan bagi wisatawan dalam menggunakan fasilitas yang ada.
5. Sejuk (suasana dan atmosfeer lingkungan yang dapat dinikmati wisatawan
selama berkunjung sehingga mereka betah dan nyaman berwisata).
6. Ramah, (sikap dan perilaku SDM pariwisata sebagai pengelola dalam
memberikan pelayanan (service) mampu memberikankepuasankepada
wisatawan (customer satisfaction)
7. Kenangan (merupakan salah satu amenities yang berupa souvenir, cidera mata,
yang diharapkan mampu memberikan sentuhan hati wisatawan untuk dibawa
16
pulang ke daerahnya dapat berupa produk seni kriya yang spesifik dengan
kemasan yang bagus menarik dan mudah dibawa seperti: T-shirt; Keychain;
keyholder, Magnet, small bag, topi; baju batik; slayer; dsb).
17
4. Bar /Café/ Barista
5. Pramuwisata/ Guide
6. Rekreasi dan hiburan
7. Kawasan Wisata (Tourism Resort).
8. Mandala wisata
9. Pondok wisata
10. Penginapan remaja (Youth Hostel) 1
11. Bumi Perkemahan (Camping Ground)
12. Promosi Daerah melalui pemasaran branding, media social, network
BAB VI
PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE TOURISM)
Untuk menjamin bahwa produk-produk yang ditawarkan usaha dan destinasi pariwisata
betul-betul ramah lingkungan dan berkelanjutan dan mudah dikenali pasar yang
menginginkan produk tersebut, beberapa negara telah mengembangkan berbagai skema
penilaian dan sertifikasi terhadap komponen produk wisata mulai dari daya tarik
nasional: 1. Blue Flag untuk pantai, 2. Green Leaf, untuk akomodasi, 3. GreenSuitcase
untuk biro perjalanan, 4. Green Globe untuk kawasan wisata dan destinasi.
18
Undang-Undang no.10/Th. 2009 didefinisikan sbb:“Daerah Tujuan Pariwisata, yang
selanjutnya disebut destinasi pariwisata, adalah kawasan geografis yang berada dalam
satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait
dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan”.
Pada jaman dahulu aktifitas wisata bahari hanya sebatas di bentang darat, dan belum
adanya kemajuan teknologi seperti sekarang. Aktivitasnya pun terbatas seperti bermain
pasir di pantai, sight seeing,berenang, dan aktivitas sosial di pantai. Namun sekarang
percepatan perkembangan teknologi (cyber technology). Seiring berjalannya waktu dan
perkembangan teknologi marine sudah lebih canggih. Dahulu kegiatan menyelam
(diving) hanya terbatas kedalamnya namun sekarang dengan peralatan yang canggih,
sudah tidak ada lagi kendala dalam penyelaman. Keterbatasan manusia sebagai
makhluk darat, masuk kedalam permukaan laut sangat mudah. Manusia dapat
mengeksplorasi “in and on the water” dalam kurun waktu, cara, dan aktivitas tertentu.
Karena teknologi pun semakin maju aktifitas wisata bahari pun juga semakin berfareasi
19
dengan berbagai alat yang juga sudah berkembang seperti diving, snorkling, kapal
selam hingga wisata cruise ship.
Ringkasan Buku II :
BAB I
BANGUNAN ILMU PARIWISATA
1.1. Rasionale
Wisatawan semakin intelek dalam memilih destinasi, dengan berbagai pertimbangan
yang rasional sehingga peran lembaga pendidikan di bidang pariwisata menjadi sangat
penting dan harusnya ilmu pariwisata menjadi ilmu mandiri dapat diwujudkan dalam
tindakan nyata, dan kenyataan tersebut telah terjadi saat ini, dimana kemandirian ilmu
pariwisata telah diwujudkan dengan diberikannya ijin penyelenggaraan program studi
pariwisata secara mendiri dari jenjang S1, S2, dan bahkan telah sampai pada jenjang
S3.
20
1.2. Sejarah Perjuangan Kemandirin Ilmu Pariwisata
Perjalanan panjang pariwisata untuk diakui sebagai disiplin ilmu mandiri sejak lama
telah dilakukan, dan masih terus diperjuangkan. Pengakuan tersebut dibutuhkan
berkenaan dengan
peningkatan kualifikasi sumberdaya manusia bidang pariwisata, terutama pengakuan
dan legitimasi dari pemerintah (c.q Depdiknas) dalam bentuk ijin operasional bagi
penyelenggaraan pendidikan Sarjana Pariwisata (S1), Magister Pariwisata (S2) dan
Doktor Pariwisata (S3)
BAB II
21
dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang pariwisata dari
dimensi akademis dan sosial budaya.
Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai industri/bisnis. Buku-buku
yang membahas tentang definisi pariwisata dari dimensi ini merupakan buku dengan
topik bahasan manajemen atau pemasaran. Definisi pariwisata yang dipandang dari
dimensi industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa untuk
memfasilitasi perjalanan wisata. Smith (Seaton dan Bennett1996) mendefinisikan
pariwisata sebagai kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk
memfasilitasi kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang
dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.
2) interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya, seperti yang
dikemukakan oleh Leiper (Gartner, 1996).
3) Kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan oleh MacCannell (Herbert,
1995).
22
2.2. Definisi Pariwisata di Indonesia
Menurut arti katanya, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua
kata yaitu kata Pari dan kata Wisata. Kata Pari berarti penuh, seluruh, atau semua dan
kata wisata berarti perjalanan. Menurut Yoeti (2003), syarat suatu perjalanan disebut
sebagai perjalanan pariwisata apabila: (1) Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke
tempat yang lain, di luar tempat kediaman orang tersebut biasa tinggal; (2) Tujuan
perjalanan semata-mata untuk bersenang-senang, dan tidak mencari nafkah di tempat
atau negara yang di kunjunginya; (3) Semata-mata sebagai konsumen di tempat yang
dikunjungi.
BAB III
Manurut Theobald pada bukunya yang berjudul “The meaning, scope and
measurement of travel and tourism. Perjalanan telah ada sejak jaman primitif dimana
kegiatan ini dilakukan untuk pencarian makanan, berburu binatang untuk
mempertahankan hidup, kemudian berkembang dengan kegiatan berdagang,
keagamaan, perang, bermigrasi dan kegiatan lainnya sesuai dengan motivasinya. Pada
era Romawi perjalanan juga dilakukan untuk kegiatan bersenang-senang (pleasure)
pada resort di pinggir pantai. Pariwisata yang dikenal saat ini merupakan phenomena
sejak 20 tahun yang lalu, para pelaku sejarah mencatat bahwa kegiatan pariwisata
dimulai di Inggris sejak terjadinya revolusi industri dengan munculnya kelompok kelas
mengengah dan transportasi yang murah. Dengan adanya pesawat komersial dan
perang dunia ke dua serta berkembangnya jet pada tahun 1950an yang ditandai dengan
tumbuh dan berkembangnya perjalanan internasional perkembangan pariwisata menjadi
semakin pesat. Sejarah perkembangan pariwisata dunia secara umum dibagi menjadi 3
(tiga) tahapan, yaitu : Jaman Pra Sejarah atau Prehistory, Jaman Sejarah, dan Jaman
Setelah Sejarah atau Post History.
Dunia modern adalah sesudah tahun 1919. Dimana hal ini ditandai dengan
pemakaian angkutan mobil untuk kepentingan perjalanan pribadi sesudah perang dunia
I (1914– 1918). Perang dunia I ini memberi pengalaman kepada orang untuk mengenal
negara lain sehingga membangkitkan minat berwisata ke negara lain. Sehingga dengan
adanya kesempatan berwisata ke negara lain maka berkembang pula arti pariwisata
internasional sebagai salah satu alat untuk mencapai perdamaian dunia, dan
berkembangnya penggunaan sarana angkutan dari penggunaan mobil pribadi ke
penggunaan pesawat terbang berkecepatan suara. Pada tahun 1914, perusahaan kereta
23
api di Inggris mengalami keruntuhan dalam keuangan sehingga diambillah
kebijaksanaan sebagai berikut ini : “Kereta api yang bermesin uap diganti menjadi
mesin diesel dan mesin bertenaga listrik serta Pengurangan jalur kererta api yang
kurang menguntungkan”. Pada masa ini pula timbul sarana angkutan bertehnologi
tinggi, seperti mobil dan pesawat sebagai sarana transportasi wisata yang lebih nyaman
serta lebih cepat.
BAB IV
INDUSTRI PERHOTELAN
24
4.2. Klasifikasi Hotel
Meskipun kegiatan yang berada di dalam setiap hotel sama, beberapa hotel
memiliki keunikan rancangan yang berbeda-beda baik dari sisi kelengkapan ruang,
kelengkapan layanan, penampilan bangunan, maupun suasana dalam bangunan yang
dirancang,. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan khusus atau lebih spesifik dari para tamu
hotel. Proses perncanaan sebuah hotel perlu diperhatikan berbagai komponen yang
terkait, yang berbeda-beda sesuai dengan jenis htel yang direncanakan.
1. Transit Hotel Hotel dengan waktu inap tiak lama (harian). Fasilitas yang
dapat mendukung hotel seperti ini adalah layanan pada tamu dalam waktu
singkat seperti laundry, restoran, dan agen perjalanan.
2. Semiresidential Hotel Hotel dengan rata-rata waktu inap tamu cukup lama
(mingguan). Fasilitas hotel seperti ini perlu dilengkapi dengan fasilitas yang
lebih bervariasi, tidak membosankan, dan untuk waktu yang relatif lebih lama,
seperti fasilitas kebugaran (spa, jogging track, tenis, kolam renang,dll), dan
fasilitas rekreasi (restoran, cafe, taman bermain, dll).
25
3. Residential Hotel Hotel dengan waktu kunjungan tamu yangtergolong lama
(bulanan). Hotel seperti ini mengedepankan rasa nyaman dan keamanan pada
tamu hotel. Fasilitas yang disediakan biasanya fasilitas yang dibutuhkan sehari-
hari seperti supermaket atau perbelanjaan, fasilitas kebugaran, (spa, jogging
track, tenis, kolam renang,dll), fasilitas rekresi (taman bermain, restoran, cafe,
dll). Maka dari itu perletakan hotel yang seperti ini biasanya digabungkan atau
join dengan tempat perbelanjaan atau supermaket agar saling dapat memberikan
keuntungan, layanan dan sebagai daya tarik pengunjung.
BAB V
INDUSTRI JASA MAKANAN DAN MINUMAN
26
5.2. Fungsi FB Service
Ada beberapa fungsi FB Service yaitu :
1. Melayani makanan dan minuman kepada tamu, pelayanan ini dapat dilakukan di
restaurant, bar, kamar tamu dan di luar hotel (Cattering).
2. Untuk mendatangkan dan meningkatkan keuntungan bagi pihak management
3. Memelihara kebersihan dan keutuhan peralatan di FB. Yang dilakukan oleh seksi
Steward.
4. Memberikan pelayanan dan menjaga hubungan yang baik dan harmonis kepada
semua tamu yang datang ke hotel.
BAB VI
ATRAKSI WISATA, HIBURAN, REKREASI DAN LAINNYA
1. Wisata Budaya
Yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas
pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau
peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat,
kebiasaan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka.
2. Wisata Maritim atau Bahari
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih–lebih
di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil
27
melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat–
lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta
berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan didaerah–daerah atau negara–
negara maritim, di Laut Karibia, Hawaii, Tahiti, Fiji dan sebagainya.
3. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)
Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro
perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan jalan mengatur wisata ke
tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan
sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang–undang. Wisata cagar
alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam
kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa serta
pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat perlindungan
dari pemerintah dan masyarakat.
4. Wisata Konvensi
Yang dekat dengan wisata jenis politik adalah apa yang dinamakan wisata
konvensi. Berbagai negara pada dewasa ini membangun wisata konvensi ini
dengan menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan–ruangan tempat
bersidang bagi para peserta suatu konfrensi, musyawarah, konvensi atau
pertemuan lainnya baik yang bersifat nasional maupun internasional. Jerman
Barat misalnya memiliki Pusat Kongres Internasiona (International
Convention Center) di Berlin, Philipina mempunyai PICC (Philippine
International Convention Center) di Manila dan Indonesia mempunyai Balai
Sidang Senayan di Jakarta untuk tempat penyelenggaraan sidang–sidang
pertemuan besar dengan perlengkapan modern.
5. Wisata Pertanian (Agrowisata)
Sebagai halnya wisata industri, wisata pertanian ini adalah pengorganisasian
perjalanan yang dilakukan ke proyek–proyek pertanian, perkebunan, ladang
pembibitan dan sebagainya dimana wisatawan rombongan dapat mengadakan
kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi maupun melihat–lihat keliling
sambil menikmati segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan
berbagai jenis sayur–mayur dan palawija di sekitar perkebunan yang
dikunjungi.
6. Wisata Buru
Jenis ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang memiliki daerah atau
hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh
berbagai agen atau biro perjalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari
buru ke daerah atau hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah negara yang
bersangkutan, seperti berbagai negeri di Afrika untuk berburu gajah, singa,
ziraf, dan sebagainya.
7. Wisata Ziarah
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat
istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah
28
banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat–tempat suci, ke
makam–makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau
gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin
sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan
dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan
batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah
dan kekayaan melimpah.
BAB VII
Wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke
tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya itu. (Spillane,
1993).Menurut Plog, 1972 (dalam Pitana, 2005) mengelompokkan tipologi wisatawan
sebagai berikut:
2. Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi daerah tujuan wisata
sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan di negaranya.
Pada umumnya kelompok wisatawan yang datang ke Indonesia terdiri dari kelompok
wisatawan psikosentris (Psycocentris). Kelompok ini sangat peka pada keadaan yang
dipandang tidak aman dan sangsi akan keselamatan dirinya, sehingga wisatawan
tersebut enggan datang atau membatalkan kunjungannya yang sudah dijadualkan
(Darsoprajitno, 2001).
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A) yang harus
diperhatikan dalam penawaran pariwisata.
Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.
b) Accesable (transportasi);
c) Amenities (fasilitas);
d) Ancillary (kelembagaan).
29
2. Aspek Permintaan Pariwisata
Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005), faktor-faktor utama dan faktor lain
yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Harga;
b) Pendapatan;
c) Sosial Budaya;
e) Intensitas keluarga;
Motivasi dipandang sebagai bagian dari sisi kebutuhan dan keinginan psikologis
maupun biologis, yang mencangkup bagian yang tidak dapat dipisahkan yang dapat
mendorong dan menarik seseorang untuk berbuat atau melakukan aktivitas tertentu
(Dann, 1981; Pearce,1982; Uysal dan Hagan, 1993; Iso-Ahola, 1991; Yoon and
Uysal,2003).
Motivasi pendorong berhubungan dengan dorongan, perasaan, dan insting yang berasal
dari dalam diri seseorang. Motivasi penarik melibatkan representasi mental seperti
pengetahuan atau keyakinan. Dari pandangan antropolog, wisatawan dimotivasi oleh
kedua hal tersebut, untuk melakukan perjalanan wisata ke suatu destinasi karena
mereka yakin dari pengetahuan yang mereka miliki bahwa suatu destinasi diharapkan
seperti apa yang mereka yakini (MacCannell, 1977; Iso-Ahola, 1999; Yoon dan Uysal,
2003).
30
BAB VIII
KOMPONEN SUPLAI DAN KEPUASAN WISATAWAN
Prasarana perhubungan, meliputi: jalan raya, jembatan dan terminal bus, rel
kereta api dan stasiun, pelabuhan udara (air-port) dan pelabuhan laut (sea
port/harbour)
Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih. Instalasi penyulingan bahan
bakar minyak.
Sistem pengairan atau irigasi untuk kepentingan pertanian, peternakan dan
perkebunan.
Sistem perbankan dan moneter.
Sistem telekomunikasi seperti telepon, pos, telegraf, faksimili, telex, email, dan
lain.
Prasarana kesehatan seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat.
Prasarana, keamanan, pendidikan dan hiburan.
31
penunjang tumbuh dengan pesat di pusat hunian wisata ataupun di kawasan
obyek wisata seperti misalnya restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan, dan
rekreasi.
BAB IX
32
berbagai atribut yang ditawarkan oleh pengelolanya. Wisatawan yang puas akan
cenderung menjadi loyal untuk mengulang liburannya dimasa mendatang, dan
memungkinkan mereka merekomen teman-teman, dan kerabatnya untuk berlibur ke
tempat yang sama (Som dan Badarneh, 2011). Fenomena yang terjadi pada trend
pariwisata, khususnya di dunia saat ini adalah pesatnya pertumbuhan wisata kota.
1. Mendatangkan devisa bagi negara melalui penukaran mata uang asing di daerah
tujuan wisata,
2. Pasar potensial bagi produk barang dan jasa masyarakat setempat,
3. Meningkatkan pendapatan masyarakat yang kegiatannya terkait langsung atau
tidak langsung dengan jasa pariwisata,
4. Memperluas penciptaan kesempatan kerja, baik pada sektor-sektor yang terkait
langsung seperti perhotelan, restoran, agen perjalanan, maupun pada sektor-
sektor yang tidak terkait langsung seperti industri kerajinan, penyediaan
produk-produk pertanian, atraksi budaya, bisnis eceran, jasa-jasa lain dan
sebagainya,
5. Sumber pendapatan asli daerah (pad), dan (6) merangsang kreaktivitas seniman,
baik seniman pengrajin industri kecil maupun seniman „tabuh‟ dan tayang
diperuntukkan konsumsi wisatawan (antara, 2011).
33
disebut eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif (negative externality= external cost
= external diseconomy), yaitu aktivitas kepariwisataan yang menimbulkan kerusakan
lingkungan, polusi air (sungai, laut dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan
kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata.
BAB X
ASPEK SOSIAL DAN BUDAYA PARIWISATA
10.1. Dampak Sosial dan Budaya Pariwisata
Dalam hubungan dengan evolusi sikap masyarakat terhadap wisatawan, Doxey
yang dikutip Pitana (2005 : 84) mengembangkan sebuah kerangka teori yang
disebut Irritation Index (Irrindex) yang menggambarkan perubahan sikap
masyarakat terhadap wisatawan secara linier. Sikap yang mula-mula positif berubah
menjadi semakin negatif seiring dengan pertumbuhan wisatawan. Tahapan-tahapan
sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan mulai dari euphoria, apathy, irritation,
annoyance, dan antagonism, xenophobia:
1) Euphoria; kedatangan wisatawan diterima dengan baik dengan berbagai
harapan.
2) Apathy; masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah dan
hubungan antara masyarakat dengan wisatawan mulai berjalan dalam bentuk
hubungan komersial.
3) Annoyance; titik kejenuhan sudah hampir dicapai dan masyarakat mulai merasa
terganggu dengan kehadiran wisatawan.
4) Antagonism; masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidak
senangannya dan melihat wisatawan sebagai sumbu masalah.
5) Xenophobia; adanya perubahan lingkungan yang diakibatkan pariwisata
masyarakat menjadi tidak ramah diakibatkan oleh adanya perubahan.
Sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan tersebut diatas tentunya dibutuhkan
suatu penyesuaian dan penelitian yang mendalam terhadap masyarakat di sebuah
kawasan wisata. Penelitian agar memberikan gambaran bagi pengambil keputusan
dalam mengambil tindakan dan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang muncul
baik positif maupun negatif ditengah-tengah masyarakat.
34
perjalanan wisata merupakan kompensasi terhadap permasalahan-permasalahan
tersebut diatas.
b. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan berinteraksi dengan
masyarakat lokal. Hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal sangat
dipengaruhi oleh sistem sosial budaya kedua belah pihak. Hubungan wisatawan
dengan masyarakat lokal bersifat sementara, ada kendala ruang dan waktu,
hubungan yang terjadi banyak yang bersifat transaksi ekonomi yang tidak ada
lain merupakan proses komersialisasi.
c. Pariwisata memberikan keuntungan sosial ekonomi pada satu sisi, tetapi disisi
lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial dan berbagai masalah
sosial.
d. Pariwisata membawa berbagai peluang baru bagi masyarakat dan mendorong
berbagai bentuk perubahan sosial.
e. Munculnya kondisi frustasi ditengah-tengah masyarakat yang merasa jadi obyek
tetapi tidak merasa menikmati keuntungan dari pembangunan kepariwisataan.
35
yang dapat menambah pengalaman perjalanan baru bagi wisatawan dan
peningkatan berusaha bagi masyarakat.
BAB XI
11.1. Ekowisata
36
memiliki tingkat kepercayaan yang efektif dalam komunikasi pemasaran pariwisata dan
perhotelan.
BAB XII
KOMUNIKASI PEMASARAN PARIWISATA
BAB XIII
SPC SEBAGAI SISTEM PENGELOLAAN INDUSTRI PARIWISATA
37
13.1. Logika Kerja SPC
Perlunya memperhatikan sumber daya manusia karena sifat yang inseparability (proses
produksi dan konsumsi jasa terjadi secara bersamaan) dan variability (variasi bentuk,
kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan,
maka kerjasama antara perusahaan jasa, dalam hal ini diwakili oleh karyawan dengan
pelanggannya sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu, kualitas jasa terkait erat dengan
kinerja manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Zeithaml dan Bitner (2000) yang
mengatakan kontak karyawan mewakili organisasi dan dapat secara langsung
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut Rucci (1998) titik tolak “The Service-
Profit-Chain” tidak terlepas dari tujuan mendasar dari keseluruhan entitas bisnis secara
umum, yaitu menaikkan laba dari aktivitas operasionalnya, meningkatkan produktivitas
serta meningkatkan pertumbuhan pendapatan.
BAB XIV
BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENILAIAN KINERJA INDUSTRI
PARIWISATA
38
14.1. Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis melampaui
rangkuman ukuran finansial, yang mampu membuat eksekutif perusahaan mengukur
seberapa unit bisnis mereka menciptakan nilai bagi para pelanggan perusahaan saat ini
dan yang akan datang, serta seberapa banyak perusahaan harus meningkatkan
kapabilitas internal dan investasi dalam sumber daya manusia.
39
kinerja yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus
melakukan
investasi dalam bentuk reskilling employes.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Buku ini ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dipahami dan juga sesuai
dengan standart
2. Buku ini menjelaskan secara rinci pada setiap bab maupun sub bab.
3. Buku ini banyak mencantumkan studi kasus dan latihan soal yang memperjelas
materi.
1. Materi yang disampaikan pada buku ini sangat jelas dan juga mudah untuk
dipahami oleh para pembaca, khususnya untuk mahasiswa.
2. Materi yang disampaikan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah
dimengerti.
3. Mampu memberikan informasi tentang cara menulis karya ilmiah yang baik dan
benar dan kelak akan berguna bagi mahasiswa untuk menghadapi tugas akhir.
40
Daftar Pustaka
Pengantar Industri Pariwisata /oleh I Gusti Bagus Rai Utama.-- Ed.1, Cet. 1--
Yogyakarta: Deepublish, Agustus 2014.
Dasar-Dasar Kepariwisataandan Pengelolaan Destinasi Pariwisata/ oleh Isdarmanto,
SE., MM., M.Par—Ed 1, Cet 1-- Yogyakarta: Gerbang Media Aksara, Agustus 2016.
41