LP 1-7
LP 1-7
A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
3. Rentang Respon
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan Tugas perkembangan pasien terganggu
mislnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
pasientidak mampu mandiri sehjak kecil, mudah frustasi, hilangnya
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima di
ingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebih dialami seseorang
maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung
jawab mudah terjerumus padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal. 5)
Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwaanak
sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung
mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
b. Faktor Presipitasi
1) Biologis Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak,
yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan Ambang toleransi terhadap tress yang
berinteraksi terhadap stresosor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku. 3) Sumber Koping Sumber koping
mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.
(Prabowo, 2014 : 133) 4) Perilaku Respons klien terhadap
halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata
dan tidak.
5. Sumber Koping
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
a. Fase I : Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai
lepas kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tandatanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan reaita.
c. Fase III : Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar
berhubungan dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan dengan orang
lain.
d. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien
mengikuti perintah halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien
sangan membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130- 131)
6. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus
internal. (Prabowo, 2014 :134)
C. Pohon Masalah
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta :
FIK UI. 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
A. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri
6. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan b
erbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme ter
sebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Stuart,
2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang be
rhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi,
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifi
kasi proyektif.
Pada klien isolasi sosial ketika menghadapi stresor tidak mampu m
enggunakan mekanisme koping yang efektif. Mekanisme koping yang dig
unakan yaitu proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain. Proyeksi ada
lah memindahkan pikiran atau dorongan atau impuls emosional atau keing
inan-keinginan yang dapat diterima orang lain. Pada orang-orang yang mel
akukan mekanisme koping proyeksi, ide atau keinginan individu akan diali
hkan kepada orang lain sampai orang lain yang diajak berinteraksi dapat m
enerima idenya tersebut. Splitting adalah memandang orang atau situasi se
muanya baik atau semuanya buruk. Pada splitting individu mengalami keg
agalan dalam mengintegrasikan kualitas positif dan negatif dalam diri Sed
angkan merendahkan orang lain adalah mekanisme koping yang dilakukan
seseorang dengan memandang dirinya lebih baik dan lebih tinggi dari oran
g lain. Orang lain dianggap tidak mempunyai kemampuan lebih dari diri kl
ien (Townsend, 2009).
Menurut Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga ya
ng luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kre
atifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, mu
sik atau tulisan.
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat 3. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Kondisi difabel
Tindakan tidak berarti
TERAPI AKTIFITAS (I.05186)
Tidak ada kontak mata
Definisi :
Perkembangan terlambat
Menggunkan aktifitas fisik, kognitif, sosial,
Tidak bergairah / lesu
dan spiritual tertentu untuk memulihkan
keterlibatan, frekuensi, atau durasi aktivitas
Kondisi klinis terkait :
individu atau kelompok.
Penyakit alzheimar
AIDS
Tindakan
Tuberkulosis
Observasi :
Kondisi yang menyebabkan 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
gangguan mobilisasi 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
Gangguan psikiatrik (missal dalam aktivitas kelompok tertentu
depresi mayor, schiziprenia) 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Indentifikasi startegi meningkatkan
partisifasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktifitas rutin dan
waktu luang
6. Monitor respon emosional, fisik, dan
spiritual terhadap aktifitas
Terapeutik :
7. Fasilitasi focus pada kemapuan
8. Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktifitas
9. Fasilitasi memilih aktifitas dan tetapkan
tujuan aktifitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis dan sosial
10. Koordinasikan pemeilihan aktifitas
sesuai usia
11. Fasilitasi makna aktifitas yang dipilih
12. Fasillitasi transportasi untuk meghadiri
aktivitas, jika sesuai
13. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
14. Libatkan keluarga dalam aktifitas
15. Jadwalkan aktifitas dalam rutinitas
sehari-hari
16. Berikan pengutaan positif atas partisipasi
dalam aktifitas
17. Fasilitasimpasien dan keluarga
memantau kemajuan sendiri untuk
mencari tujuan
18. Fasiliatsi aktifitas fisik rutin
19. Libatkan dalam permainan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur dan
aktif
Edukasi :
20. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari
21. Ajarkan cara melakukan aktifitas yang
dipilih
22. Anjurkan melakukan aktifitas fisik,
sosial, spiritual dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan
23. Anjurkan terlibat dalam aktifitas
kelompok atau therapi
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.
ECG
A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
3. Rentang Respon
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu. Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi
perilaku kekerasan meliputi:
1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran
eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising
5. Sumber Koping
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan
tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) : Data
Subyektif : a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang
mengancam b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir Data
Obyektif : a. Wajah tegang merah b. Mondar mandir c. Mata melotot,
rahang mengatup d. Tangan mengepal e. Keluar banyak keringat f. Mata
merah g. Tatapan mata tajam
6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya
dimata masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
2) Proyeksi Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
3) Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan
hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci
itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
4) Reaksi formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresika.dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan
yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang
tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat 3. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
G. Intervensi Keperawatan
ungsi system keluarga 3. Verbalisasi kepuasan terhadap penampila 1. Monitor adanya benda yang berpotensi me
baian anak Dengan skala indicator : 6. Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk
1 Menurun mendukung keselamatan pasien
Riwayat atau ancaman kek 2 Cukup menurun
3 Sedang 7. Latih cara mengungkapkan perasaan secar
erasan terhadap diri sendir
4 Cukup meningkat
a asertif
i atau orang lain atau destr 5 Meningkat
8. Latih mengurangi kemarahan secara verbal
uktif property orang lain
10. Tindakan sesuai perasaan : membaik dan non verbal (missal relaksasi, bercerita)
Implusif
Dengan skala indicator :
Ilusi 1 Memburuk
PROMOSI KOPING (I.09312)
2 Cukup memburuk
3 Sedang Definisi :
4 Cukup membaik
5 Membaik Meningkatkan upaya kognitif dan perilaku unt
uk meilai dan merespon stressor dan/atau kem
ampuan menggunakan sumber-sumber yang a
da.
TINDAKAN
Observasi :
1. Identifikasi kegiatan jangka pendek dan pa
njang sesuai tujuan
2. Identifikasi kemampuan yang dimiliki
3. Identifikasi sumber daya yang tersedia uan
tuk memenuhi tujuan
4. Idnetifikasi pemahaman proses penyakit
5. Identifikasi dampak situasi terhadap peran
dan hubungan
6. Identifikasi metode penyelesaian masalah
7. Identifikasi kebutuhan dan keinginan terha
dap dukungan sosial
Terapeutik :
8. Diskusikan perubahan peran yang dialami
9. Gunakan pendekatan yang tenang dan mey
akinkan
10. Diskusikan alas an mengkritik diri sendiri
11. Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalhp
ahaman dan mnegevaluasi perilaku kekera
san
12. Diskusikan konsekuensi tidak menggunak
an rasa bersalah dan rasa malu
13. Diskusikan resiko yang menimbulkan baha
ya pada diri sendiri
14. Fasiliatasi dalam memperoleh informasi ya
ng dibutuhkan
15. Berikan pilihanrealistis mengenai aspek ter
tentu dalam perawatan
16. Motivasi untuk menentukan harapan yang
realistis
17. Tinjau kembali kemampuan dalam penga
mbilan keputusan
18. Hindari mengambil keputusan saat pasien
berada di bawah tekanan
19. Motovasi terlibat dalam kegiatan sosial
20. Motivasi mengidentifikasi system penduku
ng yang tersedia
21. Damping saat berduka
22. Perkenalkan dengan orang atau kelompok
yang berhasil mengalami pengalaman sam
a
23. Dukung penggunaan mekanisme pertahana
an yang tepat
24. Kurangi rangsangan lingkungan yang men
gancam
Edukasi :
25. Anjurkan menjalin hubungan yang memili
ki kepentingan dengan tujuan yang sama
26. Anjurkan penggunaan sumber spiritual
27. Anjurkanmengungkapkan perasaan dan pe
rsepsi
28. Anjurkan kelauga terlibat
29. Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesi
fik
30. Ajarkan cara memecahkan masalah secara
konstruktif
31. Latih menggunakan tehnik relaksasi
32. Latih keterampilan sosial
33. Latih mengembangkan penilaian obyektif
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal
karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (keliat.
1998). Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri rendah
adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
3. Rentang Respon
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.(Eko P, 2014).
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain.(Eko P,2014)
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang
tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe
peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial. (Stuart & Sundeen, 2006)
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma
emosi seperti penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa
anak-anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran
ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan
terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu
menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat
dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak mengetahui
harapan peran yang spesifik atau bingung tentang peran yang
sesuai (a) Trauma peran perkembangan (b) Perubahan normatif
yang berkaitan dengan pertumbuhan (c) Transisi peran situasi (d)
Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang (e) Transisi peran sehat-sakit (f) Pergeseran konsidi
pasien yang menyebabkan kehilangan bagian tubuh, perubahan
bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur medis dan
keperawatan. ( Herman,2011)
3) Perilaku
a) Citra tubuh Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian
tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan
keterbatasan atau cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi,
usaha pengobatan ,mandiri yang tidak tepat dan menyangkal
cacat tubuh.
b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,
produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan
peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan
kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan, distruktif
kepada diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri
paling penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu,
merasa bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif
terhadap tubuh.
c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral,
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal yang
ekploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang tentang
diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu
empati pada orang lain, masalah estimasi
d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang
kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari
kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung
tentang seksualitas diri,sulit membedakan diri dari orang lain,
gangguan citra tubuh, dunia seperti dalam mimpi, kognitif
bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya
ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda. ( Herman,2011)
5. Sumber Koping
Harga diri rendah dapat diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang.
Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selajutnya hal
ini menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut
lebih dari kemampuanya. Ketika seseorang mengalami harga diri
rendah,maka akan berdampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari
kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik diri.( Eko
P,2014) Harga diri rendah dapat berisiko terjadi isolasi sosial yaitu
menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial.( DEPKES,2003)
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini : Jangka pendek :
a. Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari
krisis identitas diri ( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton
tv secara obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti
semestara ( misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik,
kelompok, gerakan, atau geng)
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau
meningkatkan perasaan diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga
yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas) Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
d. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang
diinginkan oleh orang terdekat tanpa memerhatikan
keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu
e. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai
dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme
pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,
proyeksi, pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri
sendiri, dan amuk ). (Stuart,2006)
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat 3. Isolasi sosial : menarik diri
F. Diagnosis Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Harga diri rendah
3. Gangguan citra tubuh
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
PROMOSI KOPING(I.09312)
Definisi :
Meningkatkan upaya kognitif dan perilaku untuk menilai dan merespon st
ressor dan/atau kemampuan menggunakan sumber-sumber yang ada.
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang sesuai tujuan
2. Identifikasi kemampuan yang dimiliki
3. Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk mmemenuhi tujuan
4. Identifikasi pemahaman proses penyakit
5. Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
6. Identifikasi metode penyelesaian masalah
7. Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan social
Terapeutik :
8. Diskusikan perubahan peran yang dialami
9. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
10. Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
11. Diskusikan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dan mengevalua
si perilaku sendiri
12. Diskusikan konsekuensi tidak tidak menggunakan rasa bersalah dan
rasa malu
13. Diskusikan resiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
14. Fasilitasi dalam memeperoleh informasi yang dibutuhkan
15. Motivasi terlibat dalam kegiatan social
16. Damping saat berduka
17. Kurangi rangsangan lingkungan yag mengancam
Edukasi :
18. Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan
sama
19. Anjurkan penggunaan sumber spiritual
20. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
21. Anjurkan keluarga terlibat
22. Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
23. Aajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
24. Latih penggunaan tehnik relaksasi
25. Latih keterampilan social
26. Latih mengembangkan penilain objektif
DAFTAR PUSTAKA
A. Masalah Utama
Resiko bunuh diri
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah :
1) Faktor genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
(Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan (Hidayat, 2009 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kanak – kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
5) Struktur kepribadian Individu dengan konsep yang negative,
perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang
rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi
(Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu
seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi : 1)
Kehilangan kesehatan 2) Kehilangan fungsi seksualitas 3) Kehilangan
peran dalam keluarga
5. Sumber Koping
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (Husnudzon) dan kompensasi yang positif
(konstruktur). Apa bila kondisi tersebut tidak tercapai, maka akan
berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu depresi sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut,
tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo,
2014 : 117).
6. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain : Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi
dan proyeksi 11 yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan
pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo,
2014 : 117 – 118). a. Denail Dalam psikologi, terma “denail” artinya
penyangkalan dikenakan pada seseorang yang dengan kuat menyangkal
dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak
sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan pandangan-pandangannya.
Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri,
terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect”
atau “efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang
hidup dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri
tidak berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia
(Prabowo, 2014 : 118). b. Represi Represi merupakan bentuk paling dasar
diantara mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan
dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi adalah
mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik
pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan mekanisme lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara
untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan
pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada
kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
C. Pohon Masalah
Core/Problem 1. RBD
Gangguan fisik 1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain : 2. Identifikasi risiko keselamatan diri atau orang
Terapeutk :
5. Libatkan dalam perencanaan perawatan
mandiri
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan
keperawatan
7. Lakukan pendekatan langsung dan tidak
menghakimi saat membahas bunuh diri
8. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat
dan mudah dipantau
9. Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu
10. Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan
11. Pastikan obat ditelan
12. Diskusikan rencana menghadapi ide bunnuh
diri dimasa depan
Edukasi :
13. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang
dialami kepada orang lain
14. Anjurkan menggunakan sumber pendukung
15. Jelaskan tindakan pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau orang terdekat
16. Informasikan sumber daya masyarakat dan
program yang tersedia
17. Latih penegahan risiko bunuh diri
Kolaborasi :
18. Kolaborasi pemberiaan obat antiansietas atau
antipsikotok
19. Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA
20. Rujuk ke pelayanan kesehatan mental
DAFTAR PUSTAKA
A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
4. Penyebab
1. Faktor Predisposis
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yait
u:
1) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interperson
al seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya s
ehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebab
kan timbulnya waham.
3) Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, d
apat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran ter
hadap kenyataan.
4) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ve
rtikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waha
m, yaitu :
1) Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yan
g berarti atau diasingkan dari kelompok.
2) Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapa
t menjadi penyebab waham pada seseorang.
3) Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
5. Sumber Koping
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klie
n baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham da
pat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat t
erbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia unt
uk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn k
ompensasi yang salah.
Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia
seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang
dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dal
am kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya pe
nghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta me
nganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan men
dukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien meny
endiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri d
an menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap wak
tu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yan
g muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuh
an-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersif
at menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan a
ncaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusny
a bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konse
kuensi sosial
6. Mekanisme Koping
a. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang
masih dimiliki klien.
b. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga,
finansial keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia,
kemampuan keluarga memberikan asuhan.
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat 3 Kerusakan komunikasi verbal
Core/Problem
1. Perubahan isi pikir: waham
Penyebab/ Etiologi
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
F. Diagnosis Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal
2. Perubahan isi pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah .
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Stres berlebihan 4. Khawatir : Menurun 4. Tunjukan sikap tidak menghakimi secara konsi
Merasa sulit berkonsentrasi 9. Perilaku sesuai relaita : membaik 11. Anjurkan untuk mengungkapkan dan memvali
10. Isi pikiran sesuai realita : Membaik dsi waham (uji realitas) dengan orang yang dip
Merasa khawatir
11. Pembicaraan : Membaik ercaya
12. Konsentrasi : Membaik 12. Anjurkan melakukan rutinitas harian secara ko
Objektif :
13. Pola tidur : Membaik nsisten
Curiga berlebihan
14. Kemampuan mengambil keputusan : Membai 13. Latihan manajemen stress
Waspada berlebihan
k 14. Jelaskan tentang waham serta penyakit terkait,
Bicara berlebihan 15. Proses berfikir : Membaik cara mengatasi dan obat yang diberikan
Sikap menentang atau permusuhan 16. Perawatan diri : Membaik
Tindakan
Kondisi klinis terkait :
Observasi :
Skizofrenia
1. Monitor perubahan orientasi
Gangguan system limbic
2. Monitor perubahan kognitif dan perilaku
Gangguan ganglia basalis Terapeutik :
Tumor otak 3. Perkenalkan nama saat memulai interaksi
Depresi 4. Oroentasikan orang, tempat dan waktu
5. Hadirkan realita
6. Sediakan lingkungan dan rutinitas secara konsi
sten
7. Atur stimulus sensorik dan lingkungan
8. Gunakan symbol dalam mnegorientasikan ling
kungan
9. Libatkan dalam terapi kelompok orientasi
10. Berikan waktu istrahat dan tidur yang cukup
11. Fasilitasi akses informasi
Edukasi :
12. Anjurkan perawatan diri secara mandiri
13. Anjurkan penggunakan alat bantu
14. Anjurkan keluarga dalam perawatan orientasi r
ealita
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Stuart & Sundden. 1995. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-
5. St Louis: Mosby Year Book.
A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Sumber/ref : Jurnalis
Keperawan 2019
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1) Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59)
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
5. Sumber Koping
a. Regresi : Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan meru
pakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial) : Menyatakan ketidaksetujuan terhadap rea
litas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan
ini adalah paling sederhana dan primitive
c. Isolasi diri, menarik diri : Sikap mengelompokkan orang / keadaan
hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan unt
uk memadukan nilai-nilai positif dan negatif di dalam diri sendiri.
d. Intelektualisasi : Pengguna logika dan alasan yang berlebihan
untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart
& Sundeen, 2000) yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, b
elajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pert
umbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat 3. Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)
F. Diagnosis Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Gangguan psikologis dan atau psikot ningkat 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersiha
Keterangan :
Diagnosis ini dispesifikan menjadi salah
satu atau lebih dari :
Mandi
Berpakaian
Makan
DAFTAR PUSTAKA
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto