Anda di halaman 1dari 21

BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. I
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Balikpapan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2016
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik Mata Rumkit Tk II Dr. R. Hardjanto

1.2 Anamnesa

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 25 Maret


2016
Keluhan utama :
Pasien mengeluh merah pada kedua mata sejak 1 minggu lalu.

Keluhan tambahan :

- Pasien mengeluh silau dan nyeri saat melihat cahaya sejak 1 minggu lalu.
- Pasien juga mengeluh adanya pandangan kabur pada kedua mata sejak 1
minggu lalu.

Riwayat penyakit sekarang

- 1 minggu sebelum datang ke poli mata, pasien mengeluh merah pada


kedua mata. Pasien juga mengeluhkan adanya pandangan yang kabur
pada kedua mata disertai silau dan nyeri saat melihat cahaya sejak 1
minggu lalu. Riwayat trauma pada mata disangkal pasien. Riwayat mata
keluar nanah, demam, mata berair, gatal disangkal pasien. Pasien tidak
menggunakan lensa kontak sebelumnya. Pasien tidak pernah menjalani
operasi plastik pada kelopak mata.

Riwayat penyakit dahulu

- Pasien pernah koma dan dirawat di rumah sakit pada tahun 2015
1
- Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya.
- Hipertensi (-)
- Diabetes Melitus (-)
- Penyakit jantung (-)
- Kelemahan sesisi pada wajah (-)
- Penyakit gondok / tiroid (-)

Riwayat penyakit keluarga

- Anggota keluarga tidak memiliki keluhan yang sama.

Riwayat kebiasaan

- Kebiasaan memimum minuman beralkohol (–), merokok (-)

Riwayat pengobatan

- Pasien tidak sedang menjalani pengobatan apapun.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Laju napas : 20 x / menit
Laju nadi : 78 x / menit
Suhu : 36.80C

Kepala : Normocephali, deformitas (-)


Mata : Status Oftalmologis
Thorax :
Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : supel,nyeri tekan (-), timpani, Bising usus (+) 3-4 x / menit
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

Status Oftalmologis OD OS

2
Visus
o Visus 5/5 5/5
o Pinhole - -
o Addisi - -
o Distantia pupil -
o Kacamata-lama - -
Kedudukan bola mata OD OS
o Exopthalmus - -
o Endopthalmus - -
o Deviasi - -
o Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Supersilia OD OS
o Warna Hitam Hitam
o Simetris Ya Ya
Palpebra superior dan inferior OD OS
o Edema Tidak ada Tidak ada
o Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
o Ektropion Tidak ada Tidak ada
o Entropion Tidak ada Tidak ada
o Blepharospasme Tidak ada Tidak ada
o Trichiasis Tidak ada Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
o Punctum lakrimal Normal Normal
o Fissura palpebra Normal Normal
Konjungtiva tarsalis superior dan OD OS
inferior
o Hiperemis - -
o Folikel Tidak ada Tidak ada
o Papil Tidak ada Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
o Hordeolum Tidak ada Tidak ada
o Kalazion Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi OD OS
3
o Sekret - -
o Injeksi konjungtiva - -
o Injeksi siliar + +
o Perdarahan subkonjungtiva - -
o Pterygium - -
o Pinguekula - -
o Nevus pigmentosa - -
o Kista dermoid - -
Sklera OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik - -
Nyeri tekan - -
Kornea OD OS
o Kejernihan Keruh di bagian Keruh di bagian
tengah dan inferior tengah dan inferior
o Permukaan Tidak rata Tidak rata
o Ukuran Normal Normal
o Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
o Infiltrat Tidak ada Tidak ada
o Kreatin presipitat Tidak ada Tidak ada
o Sikatriks Tidak ada Tidak ada
o Ulkus Tidak ada Tidak ada
o Perforasi Tidak ada Tidak ada
o Arcus senilis Tidak ada Tidak ada
Bilik mata depan OD OS
o Kedalaman Normal Normal
o Kejernihan Jernih Jernih
o Hifema Tidak ada Tidak ada
o Hipopion Tidak ada Tidak ada
o Efek tyndal Tidak ada Tidak ada
Iris OD OS
o Warna Coklat Coklat
o Kripte Normal Normal
4
o Sinekia Tidak ada Tidak ada
o Koloboma Tidak ada Tidak ada

Pupil OD OS
o Letak Di tengah Di tengah
o Bentuk Lonjong Lonjong

o Ukuran 3mm 3mm


o Refleks cahaya langsung + +
o Refleks cahaya tidak + +
langsung
Lensa OD OS
o Kejernihan Jernih Jernih
o Letak Di tengah Di tengah
o Tes shadow - -
Badan kaca OD OS
o Kejernihan Jernih Jernih
Fundus okuli OD OS
o Batas Sulit dinilai Sulit dinilai

o Warna Sulit dinilai Sulit dinilai

o Ekskavasio Sulit dinilai Sulit dinilai

o Rasio arteri : vena Sulit dinilai Sulit dinilai

o C/D ratio Sulit dinilai Sulit dinilai

o Macula leutea Sulit dinilai Sulit dinilai

o Retina Sulit dinilai Sulit dinilai

o Eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai

o Perdarahan Sulit dinilai Sulit dinilai

Palpasi OD OS
o Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
o Massa tumor - -
Tensi okuli OD OS

5
o Tonomoetri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kampus visus OD OS
o Tes konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gambar 1. Kekeruhan pada kedua kornea mata

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Fluorescein test : +/+

Gambar 2. Tes fluorescein +

1.5 Resume

Pasien datang dengan keluhan utama mata merah pada kedua mata sejak 1
minggu yang lalu, dengan disertai pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan
adanya fotofobia. Pasien memliki riwayat koma dan dirawat dirumah sakit pada
tahun 2015. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penggunaan lensa kontak
disangkal. Riwayat penyakit tiroid, kelemahan sesisi disangkal. Riwayat operasi
plastik kelopak mata disangkal. Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
keluhan yang sama.
6
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Laju napas : 20 x / menit
Laju nadi : 78 x / menit
Suhu : 36.80C
PF generalisata : dalam batas normal

Status ophtalmologis OD OS
Visus
o Visus 5/5 5/5
Palpebra superior dan inferior OD (N) OS (N)
Konjungtiva bulbi
o Injeksi siliar + +
Sklera OD (N) OS (N)

Kornea
o Kejernihan Keruh di bagian Keruh di bagian
tengah dan inferior tengah dan inferior
o Permukaan Tidak rata Tidak rata
Iris OD (N) OS (N)
Pupil OD (N) OS (N)
Lensa OD (N) OS (N)

Pemeriksaan penunjang:
Fluorescein test : +/+

1.6 Diagnosa kerja


Diagnosis kerja: exposure keratitis

1.7 Saran Pemeriksaan


-

1.8 Tatalaksana
 Rawat Jalan
 Cenfresh 4 dd 1 gtt ODS
 Cendophenicol 4 dd 1 ODS
7
 Kontrol 1 minggu sekali

1.9 Prognosis

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea


Kornea berasal dari bahasa Latin cornum yang berarti seperti tanduk. Kornea
terletak di bagian depan sklera, berupa selaput bening yang tembus cahaya. 1 Kornea
masuk ke bagian sklera di daerah limbus. Ketebalan kornea ± 550 µm di bagian
tengah, serta memiliki diameter horizontal 11,75 mm dan diameter vertikal 10,6
mm.2 Kornea memiliki kelengkungan yang lebih besar dibandingkan sklera.1

8
Gambar 3. Struktur Bola Mata1

Kornea terbagi menjadi lima lapisan dari anterior ke posterior sebagai


berikut:1,2
 Epitel
 Memiliki ketebalan 50 µm, terdiri atas lima sampai enam lapisan sel epitel
tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel
poligonal, dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat proses mitosis, sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan dapat mengakibatkan erosi rekuren.
9
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
 Membran Bowman
 Merupakan lapisan aselular yang terletak di bawah membran basal epitel
kornea.
 Terbentuk dari kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak memiliki kemampuan
regenerasi.
 Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang tersusun sejajar
satu dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedangkan di bagian perfier serat kolagen ini bercabang. Pembentukan
serat kolagen tersebut membutuhkan waktu sampai 15 bulan.
 Keratosit merupakan sel stroma kornea berupa fibroblas yang terletak di
antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
 Membrana Desemen
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea.
 Memiliki ketebalan 3 µm saat lahir dan akan berkembang terus seumur
hidup sehingga mencapai ketebalan 10-12 µm saat usia dewasa.
 Endotel
 Berasal dari mesotelium, terdiri dari satu lapisan, berbentuk heksagonal,
besarnya 20-40 µm. Endotel melekat pada membran Descemet melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
 Berperan dalam menjaga keadaan dehidrasi relatif dari stroma kornea.
Endotel cukup rentan mengalami kerusakan dan kehilangan sel seiring
dengan pertambahan usia. Perbaikan endotel terbatas pada pembesaran dan
pergeseran sel yang sudah ada, dengan kemampuan pembelahan sel yang
minimal. Kegagalan fungsi endotel mengakibatkan edema kornea.

10
Gambar 2. Lapisan Kornea Potongan Melintang1

Vaskularisasi dari kornea didapat dari konjungtiva, episklera dan sklera.


Kornea dipersarafi nervus trigeminus divisi oftalmikus dimana persarafan ini
berjalan melalui cabang saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V.Saraf siliar
longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea menembus
membran Bowman melepaskan selubung Schwann. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong membutuhkan waktu ± 3 bulan.1

2.2 Fisiologi Kornea


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan sebagai jendela sehingga
sinar datang dapat tembus dan sampai ke retina. Sifat transparan kornea disebabkan
karena struktur yang uniformis, avaskular, dan deturgesensi. Deturgesensi merupakan
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat
aktif lapisan endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Lapisan endotel lebih
penting dibandingkan epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel
akan lebih berat dibandingkan pada epitel. Kerusakan sel endotel akan menyebabkan
edema pada kornea dan kehilangan transparansinya (kekeruhan kornea), yang
cenderung akan menetap karena keterbatasan kemampuan perbaikan endotel.
11
Kerusakan pada lapisan epitel biasanya menimbulkan edema yang bersifat sementara
dan terbatas pada stroma kornea yang cepat hilang karena kemampuan regenerasi sel
epitel yang cepat. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menyebabkan
keadaan hipertonis pada lapisan tersebut, sehingga menarik air dari bagian superfisial
stroma kornea untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi obat-obatan
melalui kornea yang intak bersifat bifasik. Zat yang larut lemak dapat melalui epitel
yang intak, sedangkan zat yang larut air dapat menembus stroma yang intak.
Sehingga untuk dapat menembus kornea, sifat obat harus dapat larut dalam lemak
maupun air.1
Lapisan epitel merupakan barrier yang efisien untuk mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Ketika epitel mengalami trauma, walaupun
avaskular, stroma dan membran Bowman menjadi rentan terinfeksi oleh berbagai
jenis organisme, antara lain bakteri, amoeba, dan jamur. Streptococcus pneumonia
adalah bakteri patogen kornea, patogen lainnya membutuhkan inokulum yang berat
dan host dengan gangguan imun untuk menimbulkan infeksi.1
Kornea memiliki banyak serat nyeri, sehingga kebanyakan lesi kornea, baik
superfisial maupun dalam akan menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Rasa nyeri ini
diperberat oleh gerakan dari palpebra (terutama palpebra superior). Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea
umumnya mengaburkan penglihatan, terutama bila letaknya di pusat.1
Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat kontraksi iris meradang
yang nyeri. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena refleks yang timbul akibat iritasi
pada ujung saraf kornea.

2.3 Pemeriksaan Kornea1


2.3.1 Gejala dan Tanda
Pemeriksaan kornea dilakukan dengan inspeksi di bawah pencahayaan yang
memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan penetesan anestesi lokal.
Pemulasan fluorescein dapat memperjelas epitel superfisial yang tidak mungkin
terlihat bila tidak dipulas. Pemakaian slit-lamp penting untuk pemeriksaan kornea
dengan benar; jika tidak tersedia, dapat memakai kaca pembesar dan pencahayaan
terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakan cahaya
diatas kornea dengan seksama. Dengan cara ini, terlihat daerah kasar yang
menandakan adanya defek epitel.

12
Anamnesis bernilai penting pada penyakit kornea. Seringkali terungkap adanya
riwayat trauma- nyatanya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi kornea yang
paling umum. Adanya riwayat penyakit kornea juga memberikan makna. Perlu juga
ditanyakan riwayat pemakaian kortikosteroid topikal karena dapat menjadi
predisposisi bagi penyakit bakteri, jamur, atau virus, khususnya keratitis herpes
simpleks. Selain itu, mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik
seperti diabetes, HIV/AIDS, dan keganasan, serta akibat terapi imunosupresi khusus.

2.3.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemilihan terapi yang tepat terkadang membutuhkan pemeriksaan
laboratorium. Sebagai contohnya ulkus bakteri, dan ulkus fungi memerlukan obat
yang berbeda. Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram
maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri, selama pasien
menunggu. Kultur untuk jamur, acanthamoeba, atau virus dapat dilakukan bila tidak
ada respons terhadap terapi infeksi bakteri.

2.3.3 Pemeriksaan dengan Zat Fluorescein5


Penggunaan pemeriksaan dengan zat fluorescein telah digunakan selama lebih
dari satu abad lamanya. Kegunaan dari pemeriksaan dengan menggunakan zat
fluorescein antara lain bertujuan untuk mengetahui adanya lesi pada epitel kornea.
Zat topikal fluorescein merupakan zat yang sifatnya non-toksik, larut dalam air,
dimana mudah dilihat dengan menggunakan filter kobal biru.

Gambar 3. Bentuk botol tetes zat fluorescein


13
Pada pemeriksaan dengan zat fluorescein, adanya defek pada lapisan epitel
kornea akan menunjukan gambaran bercak berwarna hijau terang. Adanya
penampakan bercak hijau tersebut yang berkepanjangan menunjukan adanya
gangguan pada sistem drainase mata atau adanya defisiensi pada sistem lakrimasi.

2.4 Keratitis
2.4.1 Definisi
Keratitits adalah peradangan pada kornea, membran transparan yang
menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan pupil. Keratitis dapat terjadi pada
anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang
kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri
terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea
terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan
kornea dan tereksposnya kornea secara terus menerus yang umumnya terjadi pada
penderita dengan koma.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis
antara lain:
 Perawatan lensa kontak yang buruk; penggunaan lensa kontak yang berlebihan
 Herpes genital atau infeksi virus lain
 Kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain
 Higienis yang tidak baik
 Nutrisi yang kurang baik (terutama kekurangan vitamin A)

2.4.2 Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri virus dan jamur dapat
menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simpleks tipe 1.
Selain itu penyebab lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya
yang sangat terang, benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata
yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain,
kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.

2.4.3 Klasifikasi4
Berdasarkan etiologinya, keratitis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Keratitis infeksi:
- Bakteri
- Virus
- Jamur
- Chlamydia
- Protozoa
- Spirochaeta
2. Keratitis alergika

14
- Keratitis vernal
- Keratitis atopi
3. Keratitis trofik
- Exposure keratitis
- Neuroparalytic keratitis
- Keratomalasia
- Atheromatous ulcer
4. Keratitis berkaitan dengan penyakit kulit dan membran mukosa
5. Keratitis berkaitan dengan kelainan sistemik vaskular kolagen
6. Keratitis traumatik
7. Idiopatik keratitis:
- Ulkus kornea Mooren
- Keratokonjungtivitis limbik superior
- Keratitis pungtata superfisial Thygeson

2.5 Exposure keratitis


Pada umumnya, kornea tertutup oleh kelopak mata ketika tertidur dan terjaga
kelembapannya saat berkedip ketika terjaga.4 Exposure keratitis dapat timbul pada
situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup dibasahi dan dilindungi oleh
palpebra. Contohnya antara lain eksoftalmus, ektropion, hilangnya sebagian palpebra
akibat trauma, ataupun Bell’s Palsy.
Keluhan pasien yang dapat timbul, antara lain:1,3
 Sensasi benda asing
 Mata merah
 Iritasi bola mata
 Rasa terbakar

2.5.1 Gejala klinis


Mata yang tidak berkedip secara sempurna mengakibatkan keringnya kornea.
Ditemukan adanya defek pada lapisan epitel pungtata pada 1/3 bagian bawah kornea
sebagai garis horisontal di regio fisura palpebra
 Injeksi konjungtiva dan kemosis
 Erosi kornea
 Ulkus atau infiltrat
 Deformitas kelopak mata
 Abnormalitas penutupan kelopak mata

15
Gambar 4. Exposure keratitis pada tes fluorescein3
2.5.2 Etiologi
Faktor penyebabnya adalah pengeringan kornea dan paparan terhadap trauma
minor. Kornea yang terbuka mudah mengering selama waktu tidur. Ulkus yang
mungkin timbul, umumnya terjadi setelah trauma minor dan di sepertiga kornea
bagian bawah. Keratitis ini bersifat steril tetapi bisa mengalami infeksi sekunder.
Penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan exposure keratitis antara lain:1,3,4
 Parese nervus VII, seperti contohnya: Bell’s Palsy

Gambar 5. Parese Nervus VII perifer

 Dibawah efek sedasi yang lama / koma yang mengakibatkan kelopak mata
tidak tertutup secara sempurna.

16
Gambar 6. Pasien koma dengan mata terbuka
 Parese nervus III.

Gambar 7. Parese nervus III dextra


 Deformitas kelopak mata, seperti contohnya: ektropion, bekas luka akibat
trauma pada kelopak mata, luka bakar, dll

Gambar 8. Ektropion

 Nocturnal lagoftalmus: kegagalan menutup mata saat tertidur

17
Gambar 9. Nocturnal lagoftalmus

 Proptosis seperti pada penyakit tiroid yang mengakibatkan kelopak mata tidak
tertutup secara sempurna.

Gambar 10. Kelainan mata pada pasien dengan penyakit tiroid

 Setelah menjalani suatu prosedur operasi pada kelopak mata, contohnya:


blefaroplasti

Gambar 11. Prosedur blefaroplasti, palpebra superior tidak tertutup sempurna

2.5.3 Patogenesis
Adanya paparan terhadap udara luar mengakibatkan lapisan epitel mengering
yang diikuti dengan kekeringan ekstrim. Kemudian kekeringan ekstrim pada lapisan
epitel kornea akan mengakibatkan menghilangnya lapisan epitel kornea sehingga
meningkatkan resiko terinfeksi oleh organisme.4

18
2.5.4 Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis harus diperhatikan dari awal anamnesis hingga
pemeriksaan. 1,3
1. Riwayat Penyakit. Dalam anamnesis pasien, ditanyakan berbagai penyakit
yang mungkin menjadi penyebab terjadinya exposure keratitis, antara lain:
Bell’s palsy, tindakan operasi blefaroplasti, dalam sedasi dalam waktu lama, dll
2. Evaluasi penutupan kelopak mata. Minta pasien untuk menutup mata secara
perlahan seperti saat tidur. Evaluasi Bell’s phenomenon (pasien diminta untuk
menutup mata sekeras-kerasnya, dengan mata melihat keatas, apabila terdapat
kelainan, maka kelopak mata lesi nervus fascial LMN tidak dapat menutup).
3. Evaluasi sensasi kornea sebelum pemberian tetesan anestesi. Bila sensasi
meningkat, maka ada kemungkinan komplikasi kornea.
4. Pemeriksaan dengan tes fluorescein.
5. Pemeriksaan slit lamp: Evaluasi tear film dan integritas dari kornea dengan
menggunakan cairan fluorescein. Kemudian cari apakah ada infiltrat kornea,
reaksi segmen anterior, dan injeksi konjungtiva berat.

2.5.5 Tatalaksana
Dalam kasus ini, pencegahan merupakan hal yang penting. Tujuan dari
pengobatannya adalah memberi perlindungan dan membasahi seluruh permukaan
kornea. Pada pasien-pasien yang mengalami sedasi dan beresiko mendapat exposure
keratitis sebaiknya mendapat pelumas untuk mata. Metode pengobatan tergantung
pada kondisi penyebabnya. Yang perlu diperhatikan dalam terapi adalah:3,4
 Perbaiki penyakit utama penyebab exposure keratitis
 Berikan artificial tear sebanyak 6 jam sekali
 Salep lubrikasi diberikan malam hari sebelum tidur.
 Pertimbangkan pemasangan plester mata sebelum tidur untuk menjaga kelopak
mata dalam posisi tertutup. Bila berat, maka pertimbangkan pemasangan
plester pada 1/3 lateral dari kelopak mata yang tertutup, meninggalkan bagian
sisi visual aksis terbuka.

19
Gambar 12. Pemasangan plester pada mata
 Saat pengobatan diatas tidak berhasil, dapat dilakukan beberapa tindakan
operasi:
1. Partial tarsorrhaphy: (kelopak mata dijahit satu dengan yang lain)
2. Rekonstruksi kelopak mata

2.5.6 Prognosis
Evaluasi setiap 1-2 hari untuk kasus dengan adanya ulkus kornea. Pada kasus
dengan kelainan kornea yang lebih ringan, evaluasi/kontrol dapat dilakukan setiap
minggu atau setiap bulan untuk memantau perkembangan kondisi kornea. Pada
umumnya, perbaikan yang signifikan akan tampak dalam beberapa minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of The Eye. Dalam: Vaughan &


Asbury’s General Ophthalmology 17th ed. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill; 2008: 8-10
2. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008: 4-6.

20
3. Adam T. Gerstenblith, Michael P. Rabinowitz. The Wills Eye Manual. 6th ed.
2012. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Khurana A.K. Comprehensive Ophthalmology. 4th Ed. 2007. New Delhi: New
Age International (P) Limited.
5. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea. Section 8.
2005. USA: The Eye MD Association.
6. Langston D.P. Manual of Ocular Diagnostic and Therapy. 5th Ed. 2002. USA:
Lippincott Williams & Wilkins.

21

Anda mungkin juga menyukai