Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISU-ISU PENDIDIKAN ISLAM DI MADRASAH

Disusun Oleh :
Nama : Nurhalimah
NIM : 2018020022

Dosen Pembimbing :
M. Komarudin, M.Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


NAHDATUL ULAMA
OKU TIMUR
Tahun Akademik 2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada
Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih
payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Kami
menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan
amal sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Ya Rabbal’alamin.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Isu-Isu Pendidikan Islam di Madrasah.................................................3
1. Konsepsi tentang strategi dan mutu................................................3
2. Permasalahan madrasah..................................................................4
3. Peningkatan mutu madrasah...........................................................6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................13

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berdiri sekitar pertengahan
abad ke-5 M. Dengan ditandai berdirinya madrasah yang megah yaitu Madrasah
Nizhamiyah di Baghdad. Pada awal berdirinya, madrasah sudah memiliki sistem
administrasi yang teratur dan rapi serta memberikan kebebasan pada guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang berciri khas Islam yang
menarik perhatian masyarakat dewasa ini, karena eksistensinya dan peran yang
tampak dalam peraturan Pendidikan Nasional. Peran itu terlihat antara lain dengan
adanya reposisi madrasah dalam menghasilkan pendidikan putra bangsa, bermoral
tinggi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara beriringan, sekaligus
juga meninggalkan pola manajemen konvensional yang selama ini dianggap
memberikan kontribusi terhadap keterbelakangan para lulusan madrasah itu
sendiri.
Fenomena keterbelakangan madrasah terlihat dari lulusan madrasah yang
kurang terampil dan tidak sesuai dengan tujuan dari pendidikan tersebut serta
tidak mampu bersosialisasi dengan masyarakat secara baik, misalnya lulusan
madrasah tidak paham tentang agama Islam, tidak bisa mengaji Al-Qur’an dan
lain sebagainya. Permasalahan madrasah bukan hanya dari siswa tetapi
melibatkan semua komponen pendidikan di antaranya kurangnya keprofesionalan
guru atau kurikulumnya. Fenomena ini tentunya sudah dipikirkan oleh para pakar
pendidikan Islam untuk memperbaiki mutu pendidikan madrasah tersebut. Niat ini
tentunya perlu didukung oleh semua pihak terutama masyarakat Islam baik dari
segi pemikiran atau dana.
Dalam perkembangannya yang panjang eksistensi madrasah melahirkan
banyak hal positif dan negatif, sesuai dengan pasang surut kualitas para pengelola
yang terkait di dalamnya. Tetapi prospek madrasah di masa depan cukup cerah,
karena pendidikan semacam ini dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dunia
yang semakin global. Madrasah yang kaya pengalaman, memiliki ciri khas

1
keIslaman dan mengutamakan pendidikan moral merupakan reaktualisasi potensi
madrasah dalam memenuhi kebutuhan serta pemberdayaan masyarakat.
Menghadapi tantangan globalisasi yang tidak memiliki batas wilayah, pendidikan
madrasah dapat dijadikan benteng diri dari arus globalisasi yang membawa
kepada kerusakan pada pemikiran dan moral anak bangsa.

B.     Rumusan Masalah


Memahami tentang Isu-Isu Aktual dan Kontemporer Tentang Pendidikan
Islam di Madrasah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

B. Isu-isu Pendidikan Islam di Madrasah


1.        Konsepsi tentang Strategi dan Mutu
Sebelum kita membahas tentang isu-isu pendidikan Islam di madrasah
ditinjau dari strategi dan mutu. Terlebih dahulu dijelaskan tentang pengertian
strategi dan mutu. Pupuh Fathurrohman mendefenisikan strategi adalah suatu
garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.1
[4] Sedangkan Solusu mendefenisikan strategi sebagai suatu seni menggunakan
kecakapan dan sumber daya untuk mencapai sasaran melalui hubungan efektif
dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Selanjutnya Jhon
R. Scherchom menjelaskan “a strategy is comprehensive plan the set critical
direction and guides the allocation of resources to achieve long-term or
organizational objectives”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan strategi
merupakan suatu cara/kiat dalam bertindak dengan menggunakan kecakapan dan
sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan secara optimal.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, suatu strategi amat
diperlukan karena madrasah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki sistem
pendidikan yang teratur. Strategi tidak dapat berbuat apa pun jika tidak digunakan
oleh unsur-unsur dalam lembaga tersebut. Oleh karena itu, diperlukan komitmen
oleh semua pihak dalam suatu lembaga.
Menurut Akmal Hawi, mutu merupakan kata kunci suksesnya bersaing
dalam kinerja berusaha, termasuk dalam bidang pendidikan. Hal ini berdasarkan
pada pendapat Pfeffer dan Coote, perkataan mutu menunjukkan kepada suatu
ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan pada barang atau jasa
berdasarkan pertimbangann objektif atau bobot atau kinerjanya.2[6]
Mutu merupakan kualitas yang memiliki standar atau patokan. Semua
lembaga pendidikan termasuk madrasah mempunyai keinginan yaitu sebagai

3
lembaga pendidikan yang berkualitas di semua unsur seperti guru dan siswa.
Untuk mencapai mutu yang baik, tentunya harus memiliki strategi yang baik serta
sinergitas antarkomponen pendidikan.
2.        Permasalahan Madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang menjadi tumpuan harapan
masyarakat muslim untuk kepentingan pendidikan anak mereka. Harapan itu
tidaklah berlebihan mengingat mayoritas masyarakat Indonesia adalah Islam.
Hanya saja sampai saat ini madrasah dalam kanca pendidikan nasional masih
tertinggal dari lembaga pendidikan umum lainnya, khususnya dalam bidang
eksakta dan teknologi. Meskipun usaha perbaikan telah dilakukan dengan
memperbaiki kurikulum, yakni memberi mata pelajaran umum 70% dan sisanya
pelajaran agama.3[7] Permasalahan yang terjadi di madrasah merupakan masalah
yang harus diselesaikan dengan pemikiran-pemikiran yang rasional dan diikuti
dengan keikhlasan dalam beramal. Dengan demikian terciptanya mutu pendidikan
yang sesuai dengan harapan.
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah di Indonesia cukup banyak,
tetapi terbesar adalah berstatus swasta, yakni lebih kurang 96,4%, sedangkan yang
berstatus negeri hanya lebih kurang 3,6% dengan total keseluruhan 49.945 buah.4
[8] Jumlah tersebut mengindikasikan bahwa kepercayaan masyarakat kepada
lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah sangat tinggi. Diharapkan kepada
seluruh lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah untuk tidak menyia-nyiakan
kepercayaan tersebut dengan melakukan terobosan yang positif dan berusaha
memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam sistem pendidikan madrasah.
Menurut Akmal Hawi, ada beberapa sisi kelemahan-kelemanahan yang
secara mendasar dimiliki oleh madrasah, antara lain :
a.       Secara struktural, pola kebijakan penyelenggaraan madrasah cenderung
bersifat sentralistik. Hampir setiap urusan diatur dan dikendalikan secara
terpusat, mulai dari sistem pengelolaan lembaga sampai kepada teknis
pengelolaan pembelajaran. Sehingga istilah “otonomi paedagogiknya
terampas”, karena guru hanya bertindak sebagai operator.

4
b.      Secara manajerial, sistem pengangkatan tenaga pendidik yang berlum
profesional dan masih bermakna defendent, keadaan ini cenderung
mempengaruhi proses perkembangan madrasah. Begitu juga dengan
pengangkatan dan pembinaan kepala sekolah sebagai figur sentral di
sekolahnya.
c.       Secara finansial, madrasah dalam posisi ini masih sangat kekurangan.
Perhatian pemerintah dirasakan belum begitu optimal bila dibandingkan
dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Keadaan tersebut berlangsung hingga
sekarang.
d.      Secara potensial, pemberdayaan peran serta masyarakat baru pada
kepentingan dukungan finansial dan terbatas lewat BP3, sedangkan sumber-
sumber daya pendidikan yang lainnya masih belum terjamah secara optimal
untuk penyelenggara pendidikan.
e.       Belum adanya organisasi yang berjuang sungguh-sungguh untuk kepentingan
madrasah secara umum.5[9]
Dari pendapat di atas, Akmal Hawi ini, memandang permasalahan secara
keseluruhan dari madrasah. Permasalahan tersebut terdiri dari segi struktural
(kepengurusan), manajerial (pengelolaan), biaya, pemberdayaan peran
masyarakat.
Banyak para pakar pendidikan umum dan agama mengomentari
permasalahan yang dihadapi oleh madrasah. Adapun permasalahan-permasalahan
tersebut sebagai berikut :
a.       Romo Mangun Wijaya, bahwa proses pembelajaran di lembaga pendidikan
khususnya agama dalam proses pembelajaran lebih mementikan huruf
daripada roh, lebih mendahulukan tafsiran harfiah di atas cinta kasih.
b.      Azyumardi Azra, bahwa metodologis pembelajaran PAI masih terjebak ke
dalam metodologis yang bersifat kognitif dogmatif.6[10]
c.       Nurcholis Madjid, bahwa kegagalan pendidikan agama disebabkan
Pendidikan Agama Islam lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat

5
formal dan hafalan, bukan pada pemaknaannya (Pikiran Rakyat, 30 juni
2003).
d.      Materi Agama (Said Agil al-Munawar), bahwa Pendidikan Agama Islam di
sekolah mengalami masalah metodologi, (Pikiran Rakyat, 2003:9)7[11]
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di madrasah tersebut, menjelaskan
pokok permasalahannya adalah terletak pada proses pembelajaran di madrasah,
seperti metodologi. Permasalahan tersebut bukan hanya pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan oleh pemerintah saja, melainkan permasalahan bagi umat Islam
di Indonesia. Era globalisasi sangat membutuhkan sekali lembaga pendidikan
yang bernuansa agama untuk membentengi diri anak didik dari pengaruh negatif
globalisasi dan mempergunakan globalisasi sesuai dengan petunjuk Islam. Oleh
karena itu, lembaga pendidikan Islam harus mengutamakan pendidikan akhlak.
Pendidikan akhlak merupakan ruhnya daripada pendidikan Islam. Sesuai dengan
sabda Rasul Saw : Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus di muka bumi ini
untuk menyempurnakan akhlak.
Mengenai krisis pendidikan Islam di dunia termasuk madrasah, Dr. Fadhil
al-Djamaly menghimbau agar umat Islam menciptakan pendidikan yang didasari
kepada keimanan kepada Allah, karena hanya iman yang benarlah yang menjadi
dasar pendidikan yang benar dan memimpin kita kepada usaha yang mendalami
hakikat dan menuntut ilmu yang benar sedang ilmu yang benar memimpin kita ke
arah amal yang shaleh.8[12] Hakikat dari penyelenggaraan pendidikan Islam
khususnya madrasah harus diniatkan ikhlas karena Allah Swt. dan bentuk ibadah
kepada-Nya, dengan niat ibadah tersebut dapat melahirkan anak-anak didik yang
berkualitas.
3.        Peningkatan Mutu Madrasah
Dalam rangka untuk meningkatkan mutu madrasah baik secara kualitatif
dan kuantitatif. Perlu dilakukan strategi untuk meningkatkan mutu tersebut.
Namun, dalam hal dibutuhkan kerjasama dan keterlibatan semua pihak yang
berkepentingan dengan madrasah. Menurut Akmal Hawi, berikut strategi
peningkatan mutu madrasah yang dapat dilakukan dengan usaha sebagai berikut :

6
a.         Akuntabilitas Proses
Untuk meningkatkan mutu madrasah, maka upaya yang paling efektif
dengan cara peningkatan akuntabilitas proses pendidikannya. Akuntabilitas
proses diharapkan benar-benar mampu menjamin madrasah yang dapat
menjaga dan meningkatkan mutunya secara progresif dan terus menerus.
Mutu di sini tidak hanya menyangkut masalah isi saja, melainkan juga
kesesuaian metodologi pembelajaran.
Akuntabilitas proses pendidikan dikembangkan dengan cara :
1)      Lebih pada kegiatan belajar daripada mengajar.
2)      Orientasi pelatihan guru lebih kepada memfasilitasi proses belajar
daripada mengajar.
3)      Menerapkan pengembangan kurikulum secara komprehensif yang
dirancang untuk memelihara integritas pengembangan kemampuan
akademik dan teknis dalam proses pembelajaran.
4)      Mengembangkan sistem penilaian menyeluruh terhadap peserta didik
untuk menentukan keberhasilan pendidikan sesuai tuntunan masyarakat.
5)      Menerapkan manajemen sistem pendidikan dan pelatihan yang efektif
dan efesien dengan memanfaatkan hasil pengalaman belajar awal,
sehingga dapat diketahui pengalaman belajar mana yang sudah dimiliki
dan belum dikuasai.
6)      Mengembangkan manajemen berbasis pada masyarakat sekolah,
sehingga program dan proses pendidikan yang berlangsung dapat diterima
dan didukung masyarakat.9[13]
Pendapat Akmal Hawi ini menjelaskan bahwa sekolah harus bertanggung
jawab dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran di madrasah. Madrasah
harus meningkatkan mutu proses pembelajaran dengan melakukan tindakan
seperti guru harus mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran bukan
pengajaran (identik dengan guru sebagai pusat); guru berperan sebagai
fasilitator (mengetahui apa yang dikehendaki oleh anak didik); guru menitik-
beratkan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik begitu juga dalam hal

7
penilaian; sebelum mengajar guru harus melakukan post test; dan mendidik
anak didik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
b.        Profesionalisme
Profesionalisme merupakan aspek penting lainnya untuk menentukan
kualitas pendidikan. Selama ini di madrasah belum sepenuhnya menempatkan
para profesional secara memadai untuk menunjang kegiatannya.
Pertama, guru sebagai penanggungjawab utama perlu mendapatkan
perhatian yang sungguh-sungguh. Karena didasari bahwa penentu
keberhasilan pelaksanaan pendidikan di madrasah lebih banyak bertumpu
pada manajemen guru, sehingga berbagai aspek yang berkaitan dengan guru
perlu diperhitungkan, di antaranya, aspek rekrutmen, pelatihan perkembangan
karir, dan isentif.
Kedua, kepala sekolah sebagai personil yang memiliki posisi sangat
strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena penunjukkan
kepala sekolah harus melalui seleksi ketat. Apabila memungkinkan dapat
dibentuk dewan sekolah yang bertugas di antaranya mengadakan pemilihan
kepala sekolah. Setelah melalui proses demokratis, kemudian diusulkan
kepada pihak Departemen Agama untuk mengeluarkan SK-nya.10[14]
Menurut Surya, guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditindai dengan keahlian baik dalam materi
maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya
dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya.11[15]
Dalam lembaga pendidikan Islam, istilah “guru salah kamar” merupakan
istilah yang sudah biasa di lembaga ini. Seperti guru Matematika mengajar
PAI, guru PAI mengajar Olahraga. Lembaga pendidikan Islam dituntut untuk
merekrut guru yang sesuai dengan sertifikat pendidiknya, berpengalaman, dan
diberi gaji tambahan untuk kesejahteraan guru. Selanjutnya dalam hal
pemilihan kepala sekolah harus diserahkan kepada komite sekolahnya bukan
kepada Depag. Biasanya kepala sekolah yang dipilih oleh Depag lebih kepada
hubungan keluarga (nepotisme), dapat diinterpensi, terjadinya korupsi

10

11

8
berjemaah. Kepala sekolah yang dipilih oleh Depag tidak sesuai dengan
aspirasi guru.
c.         Meningkatkan Anggaran Biaya
Berkenaan dengan pembiayaan madrasah, maka perlu upaya sistematis dan
terprogram untuk memperjuangkan anggaran pendidikan lebih besar dan
keadaan sekarang, sehingga pos-pos pengeluaran untuk kepentingan
peningkatan mutu madrasah dapat terpenuhi secara baik, seperti pengadaan
sarana dan prasarana.
Pihak Departemen Agama haruslah melakukan upaya lobi yang sungguh
untuk mendapatkan anggaran biaya pendidikan yang lebih besar untuk
madrasah. Upaya ini memiliki arti penting meningkatkan mutu dan citra
madrasah. Di sisi status madrasah disamakan dengan kedudukannya dengan
sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan Nasional, namun dari sisi
finansial ada ketidak adilan yang terjadi. Dualisme perlakuan selama ini harus
segera disadari dan dilakukan upaya nyata dalam rangka peningkatan mutu
madrasah.12[16]
Untuk menciptakan anak yang berakhlak mulia, lembaga pendidikan Islam
memerlukan biaya sebagai suatu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Untuk itu pihak Depag harus mengetahui hal tersebut dengan
melakukan lobi kepada pemerintah atau kepada pihak swasta untuk
mendapatkan biaya yang besar seperti halnya yang diterima oleh Diknas.
Lembaga pendidikan Islam selalu mendapatkan diskriminasi (dalam hal
biaya) dari pemerintah. Menurut Amin Suyitno, negara dan agama merupakan
suatu hal yang tidak terpisahkan. Selanjutnya, agama memiliki peran yang
amat besar dalam hal memajukan suatu negara seperti halnya pendidikan.
Untuk itu, tidak ada alasan bagi pemerintah tidak membantu keperluan agama
Islam (termasuk pendidikan yang dikembangkan oleh ormas Islam)
mengingat perannya yang amat besar.13[17] Dengan demikian, jika
pemerintah tidak membantu lembaga pendidikan Islam berarti pemerintah
lupa akan sejarah negara ini.

12

13

9
d.        Meningkatkan Peranserta Masyarakat
Menyadari akan pentingnya peranserta masyarakat dalam peningkatan
mutu madrasah haruslah dimaknai secara luas, yang tidak hanya memberikan
kontribusi secara finansial bagi kepentingan madrasah seperti yang dilakukan
BP3 selama ini, namun juga sama pentingnya yaitu keterlibatan masyarakat
dalam memerankan dirinya sebagai pengendali kualitas madrasah.
Keberadaan BP3 selama ini harus segera diganti dengan nama lain sebab
nama tersebut bermakna sempit hanya untuk kepentingan kegiatan
pengumpulan dana sekolah saja. Upaya pergantian nama seperti dengan
dewan sekolah (madrasah) atau POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan
Guru) diharapkan dapat meningkatkan peranserta masyarakat memajukan
masyarakat.
Melalui dewan sekolah (madrasah) atau POMG, orang tua dan masyarakat
dapat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sekolah. Dengan demikian
masyarakat dapat memahami, mengawasi, dan membantu sekolah dalam
pengelolaan termasuk dalam kegiatan belajar. Besarnya peranan masyarakat
dalam pengelolaan sekolah tersebut mungkin dapat menimbulkan benturan
kepentingan antara madrasah dengan masyarakat. Untuk mencegah terjadinya
benturan kepentingan antara sekolah, orang tua dan masyarakat, maka perlu
dirumuskan batasan peranan masing-masing.14[18]
Menurut Akmal Hawi, peranserta masyarakat jangan hanya terletak pada
segi finansial (biaya). Madrasah membutuhkan peranserta masyarakat bukan
hanya dibidang finansial, melainkan peran dalam hal pengawasan, pemikiran
dan moral. Pengawasan dalam artian mengawasi penyelenggaraan proses
pembelajaran, biaya operasional sekolah, kebijakan sekolah. Pemikiran dalam
artian memberikan kontribusi pemikiran berupa ide dan gagasan. Dan moral
dalam artian memberikan semangat, motivasi, mencontohkan akhlak yang
baik kepada anak didik. Namun Akmal Hawi menegaskan perlu diberikan
pembatasan dalam hal peranserta masyarakat, agar masyarakat tidak terlalu
jauh ikut mencampuri urusan sekolah. Jika terlalu jauh ikut campur, maka

14

10
kemandirian dari suatu sekolah akan lenyap. Tentunya hal ini berlawanan
akan harapan pemerintah untuk membuat suatu sekolah yang mandiri.
e.         Evaluasi Diri
Penggunaan istilah evaluasi untuk sekolah-sekolah khususnya madrasah
masih belum populer, padahal evaluasi diri ini merupakan keadaan dimana
kita dapat melihat tingkat keberhasilan proses pendidikan yang berlangsung
serta kelemahannya sehingga dapat segera diperbaiki.
Proses evaluasi dan berkaitan erat dengan analisa terhadap data yang
dikumpulkan berkaitan dengan komponen :
1)      Efesiensi, merupakan keterkaitan antara masukan/sumber daya dan
proses, dan menunjukkan derajat kehematan dalam pengunaan sumber
daya dalam proses.
2)      Produktivitas, merupakan keterkaitan antara proses dan keluaran (dalam
hal ini), menunjukkan jumlah satuan hasil yang terjadi karena suatu
proses tertentu, dihitung berdasarkan penggunaan sumber daya tertentu.
3)      Efektivitas, merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang
dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang
dinyatakan dengan hasil yang dicapai.
4)      Akuntabilitas, merupakan derajat pertanggunngjawaban dalam
penyelenggaraan madrasah (sekolah).
5)      Kemampuan inovasi, berhubungan derajat kelenturan madrasah atau
program-program terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.15[19]
Menurut Anas Sudjiono, bahwa evaluasi pendidikan memiliki fungsi
sebagai berikut :
1)      Mengukur kemajuan
2)      Menunjang penyusunan rencana
3)      Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.16[20]

15

16

11
Selanjutnya, menurut Sukmadinata, bahwa ada dua bentuk yang menjadi
objek evaluasi yaitu : 1) evaluasi hasil belajar; dan 2) evaluasi pelaksanaan
pembelajaran.17[21]
Evaluasi merupakan tahap akhir dari kesemua komponen di atas. Evaluasi
digunakan untuk menilai seberapa jauh keberhasilan dalam proses
pembelajaran dan untuk perbaikan. Evaluasi merupakan hal yang penting
karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui keberhasilan yang dicapai dan
mana komponen-komponen yang akan diperbaiki untuk selanjutnya.
Mengenai peningkatan mutu madrasah dalam suatu situs menjelaskan
bahwa, upaya meningkatkan mutu pendidikan sudah sejak lama dilakukan
pemerintah. Beberapa aspek yang menjadi sasaran dalam upaya tersebut
adalah meningkatkan kemampuan guru sehubungan dengan mutu Proses
Belajar Mengajar (PBM). Meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah
sehubungan dengan pengelolaan dan manajemen sekolah. Kemampuan para
Supervisor/pengawas sehubungan dengan proses pengawasan dan penilaian
pelaksanaan pendidikan di sekolah. 18[22]

17

18

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah memiliki banyak
permasalahan yang dihadapinya seperti permasalah perekrutan tenaga pengajar;
pemilihan kepala sekolah; kurangnya biaya; kurangnya semangat juang organisasi
pendidikan; dan pemberdayaan peranserta masyarakat. Untuk menyelesaikan
permalahan tersebut diperlukankan strategi yang jitu untuk mencapai mutu
pendidikan yang berkualitas.
Adapun yang perlu dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam khususnya
madrasah untuk meningkatkan mutunya adalah akuntabilitas proses,
profesionalisme, peningkatan anggaran biaya, meningkatkan peranserta
masyarakat, dan evaluasi diri. Diharapkan solusi tersebut dapat meningkatkan
mutu pendidikan madrasah.

13
Daftar Pustaka

Abdurahmansyah. 2009. Teori Pengembangan Kurikulum dan Aplikasi.


Jakarta. Grafika Telindo Press.

Arifin, Muzayyin Arifin. 2009. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta.


Bumi Aksara.

Djamaludin dan Abdullah Aly. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam.


Bandung. Pustaka Setia.

Fathurrohman, Pupuh dan Sobri Sutikno. 2010. Strategi Belajar


Mengajar. Bandung. Refika Aditama.

Forum diskusi mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Islam

Hawi, Akmal. 2008. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Palembang. IAIN


Raden Fatah Press.

Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Niswah, Choirun. 2010. Sejarah Pendidikan Islam (Timur Tengah dan


Indonesia). Palembang. Rafah Press.

Sudjiono, Anas. 2011. Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Raja Grafindo


Persada.

Suyitno, Amin. Bedah Buku “Matahari Terbit Bintang Sembilan”, di


sampaikan di Ruang Seminar Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang.

http://semy22.blogspot.com/2010/04/seni-dan-budaya-dalam-pendidikan-
agama.html, Di Akses 06 April 2011, 14:55

14

Anda mungkin juga menyukai