Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEPEMIMPINAN DALAM SUPERVISI

Dosen Pengampu: Mukhlis Mustofa, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Pambudya Luhur Wijaya 19540039

Ibnu Fajri Nurhuda 19540099

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH

DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas prasyarat UAS untuk mata kuliah Kepemimpinan Supervisi,
dengan judul “Kepemimpinan Dalam Supervisi”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritikan yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi teman – teman semua terkhususnya bagi dunia pendidikan.

Surakarta, 21 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan dapat memberikan harapan dan
kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya
dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak langkah dan
perkembangan dunia pendidikan. Keberhasilan manajemen pendidikan, tidak terlepas
dari bagaimana kemampuan seseorang dalam memimpin lembaga atau institusi
pendidikan. Kepemimpinan menjadi inti dalam kegiatan manajemen di institusi
pendidikan (Syafaruddin, 2015:48). Sekolah sebagai lembaga atau institusi pendidikan
yang merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang
kompleks dan dinamis. Sekolah bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan
murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan
oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan
pengelolaan.
Hal ini diperlukan suatu perubahan kebijakan dibidang manajemen pendidikan
dengan prinsip memberikan kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan
keputusan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masing- masing sekolah secara lokal
(Fattah, 2017:3). Lahirnya konsep manajemen ditengah gejolak masyarakat sebagai
konsekuensi akibat dari ketidak seimbangnya pengembangan teknis dengan
kemampuan sosial. Meskipun pada kenyataanya, perkembangan ilmu manajemen
sangat terlambat jauh dibandingkan peradaban manusia di muka bumi ini yang
dimulai sejak keberadaan Adam dan Hawa. Istilah manajemen telah diartikan oleh
berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda misalnya pengelolaan, pembinaan,
pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pemimpin, ketatapengurusan,
administrasi dan sebagainya (Siswanto B, 2017:1)
Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses penggunaan sumber daya
secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Istilah manajemen biasanya
dikenal dalam bidang ilmu ekonomi, yang memfokuskan pada profit (keuntungan) dan
komoditas komersial (Muhaimin dkk, 2017:4).
Masalah profesi kependidikan sampai sekarang masih banyak diperbincangkan,
baik dari kalangan pendidikan maupun diluar pendidikan. Kendatipun berbagai
pandangan tentang masalah tersebut telah banyak dikemukakan oleh para pakar ahli

3
pendidikan, namun satu hal yang sudah pasti bahwa masyarakat merasakan perlunya
suatu lembaga pendidikan guru yang khusus berfungsi mempersiapkan tenaga guru
yang terdidik dan terlatih dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami akan membahas permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan kepemimpinan dan supervisi pendidikan, antara lain :
1. Apa yang dimaksud hakekat guru?
2. Apakah problematika yang dihadapi guru disekolah?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian hakekat guru.
2. Mengetahui problematika yang dihadapi guru disekolah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Guru
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang
melaksanakan pendidikan di ttempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bias juga di masjid, di surau/mushalla, di rumah, dan
sebagainya. Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat.
Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak
meragukan figure guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak
didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Dengan kepercayaan
yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan tanggung jawab
yang berat. Mengemban tugas memang berat. Tapi lebih berat lagi mengemban
tanggung jawab. Sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah,
tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru beerikan pun tidak hanya secara
kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut
guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya,
tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi di luar sekolah sekalipun. Karena itu, tepatlah,
bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru adalah
semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan
membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di
luarsekolah.

B. Problematika yang dihadapi Guru di Sekolah


Menurut Chandler dan Petty, yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, bahwa
masalah-masalah yang dihadapi guru pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
oKebutuhan akan perumahan/tempat tinggal yang sesuai atau wajar bagi
seorang guru;
oMemperoleh perkenalan dengan personel sekolah (guru-guru dan pegawai)
oMemperoleh pengertian tentang system dan tujuan sekolah.
oMengerti tentang peraturan-peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah
itu.
oMengerti dan dapat mengenal masyarakat serta lingkungan sekitar.
oMengenal organisasi-organisasi professional dan etika jabatan, dan
oMasalah-masalah penting lainnya yang berhubungan langsung dengan tugas
pekerjaannya sebagai guru di sekolah itu.

5
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah
professional adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang
kompleks. Guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi
kelas untuk mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik
dapat belajar. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi
pengajaran yang efektif. Tugas utama dan yang paling sulit dilakukan guru adalah
pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling
baik.

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara


kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam
proses interaksi edukatif. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan
mempertahankan konsisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Yang
termasuk ke dalam hal ini adalah misalnya penghentian tingkah laku anak didik yang
menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu
penyelesaian tugas nak didik, atau penetapan norma kelompok yang produktif.

Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur
anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif
merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif.

Adapun tujuan keterampilan mengelola kelas adalah sebagai berikut : Untuk


anak didik :
Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap
tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib
kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan
kemarahan.
Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan
padakegiatanyangdiadakan.

Untuk Guru :
Mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan
yang lancer dan kecepatan yang tepat.
Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi
petunjuk secara jelas kepada anak didik.
Mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak
didik yang mengganggu.
Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat dipergunakan
dalam hubungannya dengan masalah tingkah laku anak didik yang muncul di dalam
kelas.
Jamaluddin Idris, Kompilasi Pemikiran Pendidikan (Yogyakarta : Taufiqiyah
Sa’adah-Suluh Press, 2005).

Mutu pendidikan adalah persoalan mikro di sekolah, bahkan perorangan. Mutu


hanya terwujud jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa
belajar dan belajar sebanyak mungkin. Mutu penidikan harus dilihat dari meningkatnya
kemampuan belajar siswa secara mandiri. Pengetahuan apapun yang mereka kuasai
adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri.
6
Pendekatan Pembelajaran adalah pelaksanaan pendidikan yang bersifat mikro di
sekolah. Pendekatan pembelajaran yang berbasis kepada kompetensi siswa terwujud
jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa belajar dan belajar
sebanyak mungkin. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari meningkatnya
kemampuan belajar siswa secarra mandiri. Pengetahuan apapun yang mereka kuasai
adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dihidupkan dalam proses belajar
mengajar, yaitu :
Pertama, perkembangan anak didik. Fungsi pendidikan pertama-tama adalah
membantu peserta didik untuk berkembang, secara baik. Ini berarti perkembangan anak
harus menjadi focus pelaksanaan pendidikan. Salah satu nilai mendasar dalam
menumbuhkan perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri. Karena itu,
dialog dan pengakuan diri perlu mendapat perhatian. Hanya dengan nilai-nilai inilah
pemekaran diri anak akan terwujud. Anak diberi kesempatan untuk membedah dirinya
sendiri. Dalam kerangka ini fungsi guru adalah membantu anak untuk mengetahui
sesuatu yang ada dalam dirinya itu. Jadi guru menjadi bidan yang harus aktif untuk
menolong anak, akan tetapi proses kelahirannya harus dilakukan oleh anak didi sendiri.
Kedua, Kemandirian anak. Terkait dengan hal di atas yang perlu dihidup0kan
dalam proses belajar mengajar adalah otonomi, karena aktivitas mandiri ini merupakan
jaminan satu-satunya untuk membentuk kepribadian yang sebenarnya. Artinya, upaya
guru melatih peserta didik untuk mempunyai pendirian terhadap sesuatu hal perlu
mendapatkan perhatian. Untuk itu, kemampuan anak untuk menentuakan diri, pendapat
maupun penilaian atas diri dan relitas social harus dihargai.
Ketiga, vitalisasi model hubungan demokratis. Konskuensi dari penghidupan
sikap otonomi anak adalah pembaharuan relasi murid dengan guru dan sebaliknya.
Artinya, yang diberlakukan dalam proses belajar mengajar bukan sikap otoriter, yang
menempatkan murid sebagai lawan dari guru, melainkan sikap partisipatif dan
kooperatif. Dalam sikap partisipatif dan kooperatif itu anak justeru diakui sebagai
pelaku, bukan sebagai objek. Dengan pengakuan itu pula bagi peserta didik peristiwa
sekolah menjadi sebuah peristiwa yang menghidupkan perjumpaan antarpribadi uyang
saling mengasihi dan kemitraan yang saling memekarkan persaudaraan dan
menggembirakan.
Keempat, vitalisasi jiwa eksploratif. Perlu diakui bahwa peserta didik kaya
dengan daya cipta, rasa dan karsa. Dan potensi-potensi ini harus diakui dan ditumbuh-
kembangkan dalam proses pembelajaran. Justeru disini fungsi pendidikan amat
kelihatan. Dalam kerangka ini, jiwa eksploratif sangatlah penting mendapat ruang
gerak. Daya kritis anak, semangat mencari, menyelidiki dan meneliti perlu
ditumbuhkan. Hal inilah sebagai basis bagi lahirnya kreativitas.
Kelima, kebebasan. Untuk mewujudkan semua hal di atas iklim kebebasan bagi
anak sangatlah mutlak. Ada dua hal mengapa kebebasan diperlukan, (1) kebebasan itu
sendiri merupakan hak azasi manusia yang mendasar. Artinya, hak untuk berbicara,
berkreasi merupakan bagian dari hak azasi manusia. (2) kebebasan merupakan syarat
untuk perkembangan. Anak-anak yang selalu dikekang dengan sikap otoriter tidak
mungkin akan bias berkembang secara kritis, apalagi mampu berkreasi, selain memiliki
ketergantungan yang mutlak.
Kebebasan yang dimaksudkan disini bukan berarti kebebasan yang sewenang-
wenang, melainkan kebebasan yang menjunjung tinggi disiplin, dengan kata lain
kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab. Peserta didik dilatih untuk mampu
menghayati keterikatan yang memuaskan dan menggembirakan, karena memberi
7
pengakuan atas kemampuannya untuk mengatasi hal-hal yang sulit dan berat.
Keenam, menghidupkan pengalaman anak. Tak biasa disangkal bahwa salah
satu esensi pendidikan adalah membuat anak agar tidak terasing dari pengalamannya.
Ini berarti materi pelajaran yang diberikan harus terkait dengan dunia praktis serta
lingkungan yang disaksikan oleh anak di sekitarnya. Dengan kata lain, pengalaman
anak harus mendapat perhatian. Mengapa ? Karena anak didik akan lebih tertarik dan
mengikutkan hatinya dalam kegiatan belajar kalau apa yang diterimanya terkait dengan
dunia nyata yang dialaminya. Ketika sesuatu dibicarakan diluar realitas yang dialami
oleh si anak, maka sangat sulit bagi anak untuk menangkapnya. Ini mempengaruhi
keseriusan anak dalam menerima pelajaran (flow).
Ketujuh, Keseimbangan pengembangan aspek personal dan social. Dua nilai ini
merupakan nilai mendasar kemanusiaan peserta didik. Artinya dimensi individualitas
yang terungkap dalam pengembangan kemampuan anak untuk menemukan hal-hal
baru melalui daya eksploratif dan kreatif serta inovatifnya harus diimbangi dengan
sikap kebersamaan dan penghargaan terhadap sesamanya. Jadi selain mengandalkan
kemampuan dirinya, si anak juga harus mampu bekerja sama dengan satu atau
beberapa teman dalam proses dialiktika dan dialog. Sehingga menumbuh-kembangkan
semangat kepekaan anak terhadap sesamanya. Karena nilai-nilai kebersamaan dalam
proses belajar perlu ditanamkan. Jika pendidikan hanya menekankan dimensi
individualitas peserta didik akan berkembang menjadi seorang yang cenderung
egoistis. Keseimbangan individualitas dan social akan melatih peserta didik untuk
mampu bekerjasama dalam masyarakat. Dan anak akan terlatih untuk mebiasakan diri
hidup dalam kompetisi yang sehat dengan semangat solider dan saling menghargai.
Kedelapan, Kecerdasan emosional dan Spiritual. Membentuk anak didik mejadi
manusia berkualitas baik secara moral, personal maupun social tidak cukup hanya
dengan mengembangkan dimensi kognitifnya (IQ), melainkan harus juga disertai
dengan pengembangan efektif atau emosionalnya. Dengan kata lain, kecerdasan
emosional anak perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran. Pengembangan
emosi ini justru sangat penting karena kecerdasan emosi memungkinkan peserta didik
mampu menumbuhkan sikap empati dan kepedulian, kejujuran, tenggang rasa,
pengertian dan integritas diri serta keterampilan social yang merupakan landasan bagi
tumbuhnya kesadaran moral anak.

Disamping pembelajaran dengan mengaktifkan kecerdasan baik yang bersifat


kognitif dan emosional, aspek yang lain yang perlu ditanamkan dalam pembelajaran
adalah kecerdasan spiritual (SQ). kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dapat
menyembuh dan membangun diri secara utuh, karena ia dibagian diri yang dalam.

Bagi kita sebagai muslim, SQ ini adalah identik dengan hati nurani yaitu fitrah.
Allah menciptakan manusia berdasarkan fitrah yaitu nilai ketauhidan yaitu agama yang
lurus (Lihat Q.S, Ar Rum : 30). Dasar inilah yang mewajibkan kita menciptakan suatu
bentuk pendidikan yang berbasis kepada ajaran Islam.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di
sekolah maupun di luar sekolah.

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara


kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam
proses interaksi edukatif. Sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat menciptakan dan
mempertahankan konsisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif,
misalnya penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas anak didik, atau
penetapan norma kelompok yang produktif.

Mutu pendidikan adalah persoalan mikro di sekolah, bahkan perorangan. Hal


ini bisa terwujud jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa
belajar dan belajar sebanyak mungkin serta harus dilihat dari meningkatnya
kemampuan belajar siswa secara mandiri.

Ada beberapa hal yang perlu dihidupkan dalam proses belajar mengajar, yaitu
perkembangan anak didik, Kemandirian anak, vitalisasi model hubungan demokratis,
vitalisasi jiwa eksploratif, kebebasan, menghidupkan pengalaman anak, kecerdasan
emosional dan Spiritual, keseimbangan pengembangan aspek personal dan social.

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai