Anda di halaman 1dari 14

TEORI DAN PRAKTEK SHALAT

SHALAT WAJIB MUNFARID/BERJAMAAH DAN SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

PRAKTEK IBADAH

Dosen Pengampu:

Mohammad Ma’mun, M.H.I

Disusun Oleh:

Feby Nurul Aulia (933414619)

Dewi Laila Wati (933415019)

Anita Kholifah Al Amin (933415519)

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Shalat” ini dengan
tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Praktek Ibadah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga penulis. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Kediri, 28 Maret 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Shalat adalah ibadah ritual yang telah ditetapkan tata cara dan waktu pelaksanaannya
oleh Allah, Swt. Shalat juga mengantar seseorang kepada keamanan, kedamaian, dan
keselamatan dari-Nya. Shalat adalah perilaku ihsan hamba terhadap Tuhannya.

Shalat yang dikerjakan lima waktu sehari semalam, dalam waktu yang telah
ditentukan merupakan fardhu ain. Shalat fardu dengan ketetapan waktu pelaksanaannya
dalam Al-Qur’an dan Al-sunnah mempunyai nilai disiplin yang tinggi bagi seorang muslim
yang mengamalkannya. Dan aktivitas ini tidak boleh dikerjakan dengan ketentuan diluar
syara’. Dalam melaksanakan shalat alangkah lebih baiknya adalah melakukan shalat
berjamaah daripada shalat sendirian. Karena Rasulullah mengatakan bahwa shalat sendirian
bernilai 1, sedangkan shalat berjamaah bernilai 27 kali lipat.

Namun demikian dalam kondisi-kondisi tertentu Allah memberikan rukhshah


(keringanan) bagi orang- orang yang mengalami kesulitan untuk mengerjakan shalat sesuai
dengan ketentuan dasar tersebut. Tujuan Allah memberikan rukhshah (keringanan) adalah
untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Bentuk keringan itu adalah dibolehkannya
menjamak dan mengqashar shalat. Dalam kitab-kitab fikih klasik dijelaskan bahwa alasan
dibolehkannya menjamak dan mengqashar shalat adalah perjalanan jauh . Namun dalam
kenyataan kehidupan sekarang banyak ditemukan keadaan-keadaan yang lebih menyulitkan
dibandingkan perjalanan jauh. Untuk memenuhi hajat kehidupan yang bertaraf dharuriyat
(kebutuhan esensial), menyangkut nafkah kehidupan, banyak yang bekerja sepenuh waktu
(supir, karyawan pabrik dan lainnya), terjebak kemacetan lalu lintas, dan lainnya yang
mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam menunaikan kewajiban shalat pada
waktunya.

Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian untuk menambah pemahaman tentang
shalat dan merespon realita yang terjadi di zaman modern ini . Dalam makalah ini penulis
akan mengkaji lebih lanjut tentang shalat lima waktu berjamaah/munfarid dan shalat jama’
dan qashar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan shalat lima waktu berjamaah ?
2. Apa yang dimaksud dengan shalat lima waktu munfarid ?
3. Apa yang dimaksud dengan shalat jama’ ?
4. Apa yang dimaksud dengan shalat qashar ?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian tentang shalat lima waktu berjamaah.
2. Untuk memahami pengertian tentang shalat lima waktu munfarid.
3. Untuk memahami pengertian tentang shalat jama’.
4. Untuk memahami pengertian tentang shalat qashar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Shalat Lima Waktu Berjama'ah

1. Pengertian Shalat Berjamaah

Salat berjamaah ialah salat yang dilakukan bersama-sama sekurang-kurangnya dua


orang, yaitu imam dan makmum. Seseorang berada didepan adalah sebagai imam, sedangkan
yang berada dibelakang imam sebagai pengikut atau makmum. Imam dalam salat berjamaah
hanya satu orang, sedangkan makmumnya boleh lebih dari satu orang karena hal tersebut
lebih baik dan banyaknya pahalanya disisi Allah Swt. Hukum mengerjakan salat berjemaah
adalah Sunah Muakad, artinya yang dikuatkan atau sangat dianjurkan untuk dikerjakan.

Adapun salat-salat yang dilakukan secara berjamaah, antara lain salat fardu lima
waktu, salat idain (Idul Fitri dan Idul Adha), salat Tarawih dan witir pada bulan Ramadhan,
salat Istisqa` (minta hujan), salat jenazah, dan salat gerhana, baik gerhana matahari (kusuf)
maupun gerhana bulan (khusuf).

2. Hukum Shalat Lima Waktu Berjamaah

Di kalangan ulama berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah.


Ada yang mengatakan fardhu 'ain. sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa.
Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah
kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat
jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah
muakkadah. Berikut ulasannya :

a. Fardu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy- Syafi'i dan Abu Hanifah. Demikian
juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun
yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari
kalangan mazhab Al- Hanafiyah dan Al-Malikiyah. Dikatakan sebagai fardhu kifayah
maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban
yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan
shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada disitu. Hal itu karena shalat
jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
b. Fardhu 'Ain Yang berpendapat demikian adalah Atha' bin Abi Rabah, Al-Auza'i, Abu
Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab
Hanabilah. Atho' berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal
selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar Adzan, haruslah dia mendatanginya
untuk shalat.
Dalilnya adalah hadits berikut : Dari Aisyah radhiyallahuanhu berkata,'Siapa yang
mendengar adzan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak
menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya.
Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa udzur, dia
berdoa namun shalatnya tetap sah.
c. Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana
disebutkan oleh imam As-Syaukani. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling
tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan
pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu 'ain, fardhu kifayah atau syarat
sahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya
sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur.
Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah
sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan
wajib.
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al- Malikiyah dalam kitabnya Al-
Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat
hukumnya sunnah muakkadah.
3. Ketentuan dan Praktik Shalat Berjamaah

a. Imam

Imam adalah pemimpin dalam salat berjamaah, baik dalam salat wajib maupun salat sunah,
semua gerak-geriknya akan di ikuti oleh para jemaah lainnya. Oleh karena itu, seorang Imam
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Sehat akalnya.

2. Orang yang fasih bacaan Al qur`annya.

3. Orang yang lebih tua usianya diantara jemaah yang lain.

4. Orang yang paling banyak hafalan surah-surah al qur`an.

5. Orang yang lebih alim (menguasai ilmu-ilmu agama).

6. Orang yang paling banyak amal salehnya dan sedikit berbuat maksiat.

b. Makmum

Untuk dapat menjadi makmum dalam salat berjemaah harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :

1. Makmum berniat mengikuti imam.

2. Makmum mengetahui segala gerak-gerik yang dilakukan oleh imam.

3. Tempat makmum tidak boleh lebih depan daripada imam.


4. Makmum tidak boleh mendahului imam dalam melakukan rukun-rukun salat (mulai
takbiratul ihram sampai salam).

5. Makmum tidak boleh melambatkan diri dari imam lebih dari dua rukun salat.

6. Niat salat makmum harus sama dengan salat imam. Contohnya : imam niat salat
zuhur, makmum juga berniat salat Zuhur bukan niat salat Ashar atau yang lainnya.

7. Makmum dan imam harus berada di satu tempat, tidak boleh ada dinding yang
menghalangi makmum dengan imam sehingga imam tidak mendengar yang di
ucapkan imam atau tidak mengetahui gerakan imam atau saf yang di belakang imam.

8. Jika imamnya batal, makmum sebelah kanan maju ke depan menggantikan imam.

9. Jika imam melakukan kesalahan atau lupa, maka makmum hendaknya


memberitahukan dengan mengucapkan Subhahanallah bagi makmum laki-laki dan
bertepuk tangan bagi makmum perempuan

c. Saf (Barisan) Salat Berjamaah

Saf dalam salat berjamaah juga penting untuk diperhatikan sehingga salat berjemaah
berjalan dengan rapi dan tertib. Oleh karena itu, tugas imam sebelum salat jemaah dimulai
diantaranya merapikan saf supaya lurus. Saf laki-laki yang paling depan adalah saf yang lebih
utama dibanding saf saf yang dibelakang. Akan tetapi bagi perempuan sebaik-baik saf adalah
yang paling belakang.
Adapun posisi yang benar dalam salat berjamaah adalah sebagai berikut :

1. Apabila imam laki-laki makmum laki-laki satu, maka makmum berada di sebelah
kanan.

2. Apabila makmum laki-laki dua, maka makmum berada di sebelah kanan dan kiri.

3. Apabila Imam laki-laki makmum laki-laki dan perempuanseorang, maka makmum


perempuan berada di belakang laki-laki sebelah kiri.

4. Apabila Imam laki-laki makmum laki-laki lebih dari tiga, makmum perempuan
berada di belakang laki-laki.

5. Apabila Imam perempuan maka makmum harus perempuan dan berada tidak jauh ke
belakang Imam.

B. Shalat Lima Waktu Munfarid


1. Pengertian Salat Munfarid

Salat munfarid adalah melakukan salat fardu atau sunah secara sendiri-sendiri / tidak
berjamaah. Menurut fiqih, pada dasarnya kita dianjurkan untuk melaksanakan salat secara
berjemaah. Akan tetapi, ada salat-salat tertentu yang lebih baik jika dilakukan secara
munfarid, seperti salat tahiyatul masjid, qabliyah, bakdiyah, tahajud, dan istikharah.

2. Hukum Shalat Lima Waktu Munfarid

Secara umum, salat berjamaah lebih baik daripada salat sendirian (munfarid). Saking
utamanya, sebagian ulama bahkan menyatakan bahwa salat lima waktu wajib dikerjakan
secara berjamaah bagi laki-laki muslim, serta berdosa jika meninggalkannya dengan sengaja.
Hukum shalat lima waktu sendiri itu adalah boleh, namun keutamaan salat berjamaah ini
amat besar, sebagaimana tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Salat berjamaah
lebih afdal daripada salat sendirian dengan perbandingan dua puluh tujuh derajat," (H.R.
Muslim).

3. Ketentuan dan Praktik Salat Munfarid

Berbeda dengan salat berjmaaah, salat munfarid dilakukan tanpa adanya imam atau
makmum. Dalam membaca surah-surah Al qur`an dan bacaan salat juga dipelankan (sirran).
Adapun syarat, rukun, sunah, dan praktik dalam salat munfarid sama seperti ketika
melakukan salat fardu. Perbedaan antara bacaan salat berjamaah dan munfarid terletak pada
niatnya.
Tentang rukun shalat ini dirumuskan menjadi 13 perkara:
1. Niat, artinya menyegaja di dalam hati untuk melakukan shalat.
a. Niat Sholat Subuh

Usholli Fardlon Shubhi Rok'ataini Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat,
saat ini, karena Allah ta'ala"
b. Niat Sholat Dzuhur

Usholli Fardlon dhuhri Arba'a Rok'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu dhuhur 4 rakaat, sambil menghadap qiblat,
saat ini, karena Allah ta'ala"

c. Niat Sholat Ashar

Usholli Fardlol Ashri Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu ashar 4 rakaat, sambil menghadap qiblat,
saat ini, karena Allah ta'ala"

d. Niat Sholat Maghrib

Usholli Fardlol Maghribi Tsalaatsa Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi


ta'aala
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap
qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"
e. Niat Sholat Isya

Usholli Fardlol I'syaa-i Arba'a Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi


ta'aala
Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu isya 4 rakaat, sambil menghadap qiblat,
saat ini, karena Allah ta'ala"

Niat sholat diatas adalah niat sholat ketika melakukan sholat sendirian. Untuk niat
sholat berjamaah ada tambahannya setelah bacaan "Adaa-an".

- Tambahkan bacaan makmuman " ‫ " ًأم ْ ُأ ْم َأم‬ketika jadi makmum.

- Tambahkan bacaan imaman " ‫ " ًا ًأم َأم‬jika jadi imam.


2. Berdiri, bagi orang yang kuasa ;(tidak dapat berdiri boleh dengan duduk tidak dapat
duduk boleh berbaring).
3. Takbiratul iliram, membaca "Allah Akbar", Artinya Allah maha Besar.
4. Membaca Surat Al-fatihah.
5. Rukun' dan thuma'ninah artinya membungkuk sehingga punggung menjadi sama datar
dengan leher dan kedua belaah tangannya memegang lutut.
6. I'tidal dengan thuma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah.
8. Duduk diantara dua sujud dengan thuma'ninah.
9. Duduk untuk tasyahud pertama.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi .
12. Mengucap salam yang pertama.
13. Tertib.

C. Shalat jama’

Shalat jama’adalah mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat
Maghrib dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama yang disebut jama’ taqdim atau di
waktu shalat kedua yang disebut jama’ ta’khir. Pada prinsipnya dalam situasi dan kondisi
yang normal, shalat wajib harus dikerjakan sesuai dengan waktunya yang sudah ditentukan.
Akan tetapi apabila dalam keadaan bepergian (musafir) yang jauhnya antara kurang lebih 81
Km, atau dalam keadaan masyaqqat, boleh dilakukan dengan cara jama’. Hukum
melaksanakan jama’ adalah boleh. Sebagaimana seseorang yang melakukan jama’ bila shalat
sendirian dan tidak jama’ bila shalat berjamaah. Namun lebih utama tidak melakukan jama’.
Menurut Yusuf Qaradhawi, sesungguhnya kebolehan menjama’ itu jarang dan
kemungkinannya sangat kecil, ha nya dalam rangka menghilangkan “masyaqqat” serta
kesulitan yang kadang-kadang dihadapi manusia. Hal-hal yang memperbolehkan shalat Jama’
:

a. Bermukim di Arafah dan Muzdalifah.


b. Safar (Bepergian).
c. Hujan.
d. Sakit.
e. Takut.
f. Keperluan (kepentingan) Mendesak.

Jama’ terbagi menjadi dua:

1. Jama’ Taqdim

Ialah penggabungan shalat yang dilaksanakan pada waktu shalat yang pertama,
misalnya shalat Dzuhur dengan shalat Ashar dikerjakan pada saat waktu shalat Dzuhur.
Syarat-syarat jama’Taqdim:

a. Jarak perjalanan minimal 2 marhalah.


b. Dalam perjalanan yang diperbolehkan (bukan perjalanan haram).
c. Urut (memulai dengan shalat yang pertama), yakni memulai shalat Dzuhur atau shalat
Maghrib terlebih dahulu kemudian diikuti shalat Ashar atau shalat Isya’.
d. Niat jama’

a. Niat shalat zhuhur di-jamak taqdim dengan ashar:


Ushallai fardodhuhri arba'a raka'aatin majmuu'an bilashri jam'a taqdiimin
makmuman/imaman lillahi ta'aala
Artinya: Saya melakukan shalat fardhu zhuhur sebanyak empat rakaat dikumpulkan
dengan shalat ashar dengan jama’ taqdîm (menjadi makmum/imam) karena Allah
Ta’ala.
b. Niat shalat maghrib di-jama’ taqdîm dengan isya’:
Ushallii fardolmaghribi tsalaatsa raka'aatin majmuu'an bil'isyaai jam'a taqdiimin
ma'muman/imaaman lillahi ta'aalas
Sedangkan apabila diqashar sekaligus maka
a. Niat shalat zhuhur di-jama’ taqdîm dengan ashar secara qashar.
Ushallii fardodhuhri rak'ataini majmuu'an bilashri jam'a taqdiimin qashran lillahi
ta'aala.
Artinya: Saya niat shalat fardhu zhuhur dua rakaat di-jama’ taqdîm dengan ashar
sambil diqashar karena Allah Ta’ala.
b. Lafal Niat shalat ashar di-jama’ taqdîm dengan zhuhur secara qashar.
Ushallii fardol 'ashri rak'ataini majmuu'an bidhuhri jam'a taqdiimin qashran lillahi
ta'aala.
Artinya: Saya niat shalat fardhu ashar dua rakaat di-jama’ taqdîm dengan zhuhur
sambil diqashar karena Allah Ta’ala.

e. Waktu shalat yang pertama masih cukup untuk melaksanakan dua shalat yang di-
jama’.
f. Melakukan shalat yang pertama dan shalat yang kedua secara berkesinambungan
menurut pandangan umum atau tidak melebihi kadar shalat dua rakaat dengan cepat.
g. Ada dugaan sahnya shalat yang pertama.
h. Masih dalam perjalanan (uzur) hingga takbiratul ihram shalat yang kedua sempurna.
i. Meyakini telah diperbolehkan jama’, sekiranya telah terpenuhi seluruh syarat-
syaratnya.

2. Jama’ Ta’khir

Shalat jamak yang dilaksanakan pada waktu shalat yang terakhir, misalnya shalat
Dzuhur dengan shalat Ashar dilaksanakan pada saat waktu shalat Ashar.
Syarat-syaratnya, yaitu:

a. Niat jama’ta’khir di waktu shalat yang pertama sekiranya masih tersisa kadar waktu
untuk melakukan satu rakaat shalat.
b. Masih dalam perjalanan (uzur) hingga shalat yang kedua selesai.

D. Shalat Qashar

Makna kata qashr (‫ ) قصر‬secara bahasa adalah mengurangi atau meringkas.


Disebutkan di dalam Al- Quran bahwa Rasulullah SAW bermimpi pergi haji, lalu sebagian
shahabat ada yang mencukur botak kepalanya (muhalliqin) dan ada yang mencukur sebagian
(muqashshirin). Sedangkan secara istilah, definisi qashr shalat adalah mengurangi bilangan
rakaat pada shalat fardhu, dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat Shubuh yang
jumlahnya dua rakaat, tidak ada ketentuan untuk mengqasharnya. Demikian juga Shalat
Maghrib yang tiga rakaat, juga tidak ada ketentuan untuk mengqasharnya. Dan shalat sunnah
pun tidak ada ketentuan qasharnya.

Rasulullah Saw:Telah bercerita Ya’la bin Umaiyah, “Saya telah berkata kepada Umar,
Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi). Umar
menjawab, “Saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada Rasulullah
Saw., dan beliau menjawab: “Shalat qasar itu sedekah yang diberikan Allah kepada kamu,
maka terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberian-Nya) itu”. (HR. Muslim)

Berdasarkan ayat dan hadis di atas, shalat dua rakaat dalam perjalanan menurut Abu
Hanifah, bukanlah rukhsah (pelaksanaan kewajiban yang mendapat keringanan karena ada
kesulitan), melainkan ‘azimah (pelaksanaan kewajiban yang sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan, tidak mendapat keringanan). Dengan demikian, shalat dalam perjalanan
cukup dilakukan dua rakaat saja.
Syaratnya adalah :

a. Perjalanan Jauh bukan untuk Kemaksiatan


b. Jarak perjalanan mencapai 16 farsakh
Al-Bukhari menambahkan komentar pada riwayatnya: “Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas
r.a. meong-qashar shalat dan tidak berpuasa dalam sepanjang perjalanan empat bard,
yaitu 19 fasakh, setara dengan 81 kilometer.
c. Shalat yang diqashar adalah empat rakaat.
d. Berniat meng-qashar shalat ketika takbiratul ihram.
e. Tidak bermakmum pada orang yang mukmin (penduduk setempat).

Sedangkan hal-hal yang menghalangi qashar adalah (1) berniat untuk tinggal di suatu tempat
selama 4 hari, tanpa termasuk 2 hari datang dan pergi. (2) ketika telah kembali ke tempat
asalnya. (3) niat kembali, sebelum menempuh jarak perjalanan yang diperbolehkan untuk
qashar, dan ini telah diketahui di awal pembahasan syarat-syarat qashar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan shalat lima waktu dapat dilakukan secara sendiri maupun berjamah.
Shalat berjamaah ialah salat yang dilakukan bersama-sama sekurang-kurangnya dua orang,
yaitu imam dan makmum. Seseorang berada didepan adalah sebagai imam, sedangkan yang
berada dibelakang imam sebagai pengikut atau makmum. Sementara salat munfarid adalah
melakukan salat fardu atau sunah secara sendiri-sendiri / tidak berjamaah. Hukum shalat lima
waktu berjamah bermacam-macam mulai dari fardu ‘ain, fardu kifayah hingga sunnah
muakkadah. Namun bagaimanapun shalatnya baik fardu maupun sunah akan lebih baik
dilakukan secara berjamaah daripada sendiri/munfarid.

Namun demikian dalam situasi tertentu Allah memberikan kemudahan ketika


seseorang mengalami kesulitan dalam melakukan ibadah shalat. Bentuk keringan itu adalah
dibolehkannya menjamak dan mengqashar shalat. Shalat jama’ adalah mengumpulkan shalat
Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama
yang disebut jama’ taqdim atau di waktu shalat kedua yang disebut jama’ ta’khir. Sementara
itu shalat qashar adalah mengurangi bilangan rakaat pada shalat fardhu, dari empat rakaat
menjadi dua rakaat.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bugha, Musthafa Dib. 2012.Al-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah Kwa al-Taqrib,


diterjemahkan oleh Toto Edidarmo, Ringkasan Fikih Madzhab Syafi’i Penjelasan
Kitab Matan Abu Syuja’ dengan Dalil al-Qur’an dan Hadis.Jakarta: Naoura Books.

Al-Dimasyiqi, Syaikh al-Alamah Muhammad bin ‘Abdurrahman. 2015. Fikih Empat


Madzhab.Bandung: Hasyimi.

Al-Husaini, Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar. 1983.Kifayatl Akhyar, alih bahasa: Anas
Thohir Syamsuddin. Surabaya: Bina Ilmu.

Dyah, Rustam. 2015.Fikih Ibadah Kontemporer.Semarang: CV. Karya Abadi.


Rifa’i, Moh. Risalah .Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang : CV. Toha Putra Semaran.1976.
Sarwat, Ahmad. Shalat Berjamaah. Jakarta : Rumah Fiqih Publishing. 2018.
Sarwat, Ahmad. Shalat Qashar Jama’. Jakarta : Rumah Fiqih Publishing. 2018.

Anda mungkin juga menyukai