Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT MODUL 3

(LESI JARINGAN LUNAK MULUT)

Mukokel

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik pada Modul 3

Oleh :

REGINA NORYA UTAMI


20100707360804047

Pembimbing :

Dr. drg. Dhona Afriza, M. Biomed

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ”Mukokel” untuk

memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul Ilmu

Penyakit Mulut.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses

yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan Dr. drg. Dhona Afriza, M.Biomed

selaku dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak

lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana

mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan

saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Penulis
MODUL 3
LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan laporan yang berjudul “Mukokel” guna melengkapi persyaratan


Kepaniteraan Klinik Pada Modul Lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut.

Padang, April 2021

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(Dr. drg. Dhona Afriza, M.Biomed)


LAPORAN KASUS

Nama pasien : Aksa


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 18 tahun
Alamat : Jln. By Pass KM. 14
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam

Hari /
Kasus Tindakan yang dilakukan Operator
Tanggal

 Anamnesa
20 April Mukokel Regina Norya Utami
 Pemeriksaan objektif
2021 (20- 047)
 Surat Rujukan
 KIE

Padang, April 2021

Pembimbing

(Dr. drg. Dhona Afriza, M.Biomed)


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Mukokel adalah lesi yang umum ditemukan pada mukosa oral dan merupakan lesi

jinak kelenjar saliva yang paling sering ditemukan pada rongga mulut. Mukokel

merupakan suatu lesi yang biasanya terjadi pada sisi sebelah dalam dari bibir dan pipi

(Ata-Ali dkk, 2010). Mukokel terjadi akibat ekstravasasi dan akumulasi sekresi

kelenjar saliva minor dalam jaringan periduktus sehingga memberikan gambaran pada

umumnya seperti gelembung mukosa kecil. Lesi ini pada umumnya dianggap sebagai

akibat trauma terus menerus.

Prevalensi mukokel rongga mulut adalah 2,5 lesi dari 1000 populasi dan biasanya

terjadi pada anak dan remaja. Lokasi mukokel ialah pada mukosa yang memiliki

kelenjar saliva minor. Tannure dkk (2010) mengatakan bahwa mukokel dapat terjadi

pada laki-laki maupun perempuan dan pada segala usia dengan insiden tertinggi pada

decade kedua dan terjadi pada daerah manapun didalam rongg mulut yang mengandung

kelenjar saliva minor, tetapi bibir bawah merupakan lokasi yang paling umum

dikarenakan bibir bawah mudah mengalami trauma.

Mukokel bisa didiagnosis secara langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis

dan palpasi. Mukokel sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Timbul

sebagai lesi fluktuan, warna kebiruan dan tidak nyeri. Biasanya riwayat hilang timbul

memperkuat dugaan adanya mukokel (Ata-Ali dkk, 2010).


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Glandula Saliva

Glandula saliva terbagi dua, yaitu glandula saliva mayor dan glandula saliva

minor. Glandula saliva mayor terdiri dari (Bradley, 2006):

1. Glandula parotis

Merupakan glandula terbesar yang letaknya pada permukaan otot masseter yang

berada di belakang ramus mandibula, di anterior dan inferior telinga. Glandula parotis

menghasilkan hanya 25% dari volume total saliva yang sebagian besar merupakan

cairan serus.

2. Glandula submandibular

Merupakan glandula terbesar kedua setelah glandula parotis. Letaknya dibagian

medial sudut bawah mandibula. Glandula submandibula menghasilkan 60-65% dari

volume total saliva di rongga mulut, yang merupakan campuran cairan serus dan

mukus.

3. Glandula sublingual

Glandula yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar mulut bagian anterior.

Merupakan glandula saliva mayor yang terkecil yang menghasilkan 10% dari volume

total saliva di rongga mulut dimana sekresinya didominasi oleh cairan mukus

Sedangkan glandula saliva minor terdiri dari 1000 kelenjar yang tersebar pada

lapisan mukosa rongga mulut, terutama di mukosa pipi, palatum, baik palatum durum

maupun palatum molle, mukosa lingual, mukosa bibir, dan juga terdapat di uvula, dasar

mulut, bagian posterior lidah, dasar atau ventral lidah, daerah sekitar retromolar, daerah
peritonsillar, dan sistem lakrimal. Glandula saliva minor terutama menghasilkan cairan

mukus, kecuali pada glandula Von Ebner’s (glandula yang berada pada papilla

circumvalata lidah) yang menghasilkan cairan serus (Darby dan Leonardi, 2006).

Gambar 2.1. Anatomi glandula saliva

2.2 Definisi Mukokel

Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus

glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak

(Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik (Neville dkk, 2002).

Mukokel merupakan kista benigna, tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya,

karena tidak memiliki epithelial lining pada gambaran histopatologisnya (Krol dan

Keels, 2007). Lokasinya bervariasi (Asgari dkk, 2009). Bibir bawah merupakan bagian

yang paling sering terkena mukokel, yaitu lebih dari 60% dari seluruh kasus yang ada.

Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline. Beberapa kasus ditemui pada

mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang terjadi pada bibir atas (Neville dkk, 2002).

Banyak literatur yang menyebut mukokel sebagai mucous cyst. Kebanyakan kasus

melaporkan insidensi tertinggi mukokel adalah usia muda tetapi hingga saat ini belum

ada studi khusus pada usia yang spesifik (Menta dkk, 2008).
2.3 Etiophatogenesis Mukokel

Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak

begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma

lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus

ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa

mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau

kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang,

menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada

permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum

susu botol atau dot), dan lain-lain (Menta dkk, 2008).

Dapat juga akibat trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses

kelahiran bayi yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan

suction untuk membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun

trauma yang disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi

sucking (menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada

proses kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma

yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula saliva minor

rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian cairan mukus

terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan

jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah

tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada

mukosa mulut yang disebut mukokel (Regezi dan Sciubba, 1989).


Kedua diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat

dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan mukus dalam duktus ekskresi

yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug mukus dari sialolith atau

inflamasi pada mukosa yang menekan duktus glandula saliva minor lalu

mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva minor tersebut,

terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang dan menumpuk pada duktus

glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur, kemudian lapisan subepitel digenangi oleh

cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan pada mukosa mulut yang disebut

mukokel (Neville dkk, 2002).

2.4 Klasifikasi Mukokel

Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mukokel ekstravasasi mukus yang sering disebut

sebagai mukokel superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik, dan

mukokel retensi mukus atau sering disebut kista retensi mukus dimana etiologinya plug

mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang menyebabkan duktus

glandula saliva tertekan dan tersumbat secara tidak langsung. Literatur lain

mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga, yaitu superficial mucocele yang letaknya

tepat di bawah lapisan mukosa dengan diameter 0,1-0,4 cm, classic mucocele yang

letaknya tepat di atas lapisan submukosa dengan diameter lebih kecil dari 1 cm, dan

deep mucocele yang letaknya lebih dalam dari kedua mukokel sebelumnya. Dikenal

pula tipe mukokel kongenital yang etiologinya trauma pada proses kelahiran bayi

(Menta dkk, 2008).


Gambar 2.2 Mukokel retensi mukus.

2.5 Gambaran Klinis dan Histopatologis Mukokel

Mukokel memiliki gambaran klinis yang khas, yaitu massa atau pembengkakan

lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu

dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila

massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini

berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter

mukokel umumnya kurang dari 1 cm (Menta dkk, 2008).

Gambar 2.3 Mukokel pada anterior Gambar 2.4 Mukokel pada bibir
median line ventral lidah. bawah

Gambaran histopatologi mukokel tipe ekstrsavasasi mukus berbeda dengan tipe

retensi mukus. Tipe ekstravasasi gambaran histopatologinya memperlihatkan glandula

yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Sedangkan tipe retensi menunjukkan adanya

epithelial lining (Menta dkk, 2008).


Gambar 2.5 Histopatologi mukokel Gambar 2.6 Histopatologi mukokel
ekstravasimukus pada bawah bibir. dimana dukusnya mengalami dilatasi.

2.6 Diagnosa Mukokel

Untuk menegakkan diagnosa mukokel dilakukan prosedur-prosedur yang meliputi

beberapa tahap. Pertama melakukan anamnesis dan mencatat riwayat pasien. Pada

pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnesis yang diperoleh dari orang terdekat

pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu

sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung

(Hasibuan, 2006).

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan melihat

tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum mencakup

pengukuran temperatur dan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral

mencakup pemeriksaan kelenjar limfe, pemeriksaan keadaan abnormal dengan

memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan abnormal, kemudian

pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan pada rongga mulut

yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan

apakah ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan

kepada pasien apakah ada rasa sakit pada saat dilakukan palpasi.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan laboratorium

dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam

menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan

diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui

kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan

radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan

(Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi

konfensional (Hasibuan, 2006).

2.7 Diagnosis Banding Mukokel

Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,

diantaranya ranula. Untuk dapat membedakan mukokel dengan penyakit-penyakit

tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas

yang menggambarkan ciri khas mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain,

dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain yang

akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi (Hasibuan, 2006).

1. Ranula

Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang letaknya di

dasar mulut. Kata ranula yang digunakan berasal dari bahasa latin “RANA” yang

berarti katak, karena pembengkakannya menyerupai bentuk tenggorokan bagian bawah

dari katak. Merupakan pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan

glandula sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor (Al-Tubaikh dan

Reiser, 2009). Ukuran ranula dapat membesar, dan apabila tidak segera diatasi akan
memberikan dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat mengganggu fungsi

bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas (Langlais dkk, 1994).

Kasus mukokel umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak tertutup

kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula saliva mayor tergantung pada

letaknya. Sedangkan ranula merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut

mukokel yang berada di dasar mulut, dan diketahui daerah dasar mulut dekat dengan

glandula sublingual dan glandula saliva minor. Dengan kata lain ranula umumnya

melibatkan glandula saliva minor ataupun glandula sublingual. Sama halnya dengan

mukokel, ranula juga dapat melibatkan glandula saliva mayor, misalnya glandula saliva

submandibula apabila ranula telah meluas ke otot milohioideus dan memasuki ruang

submandibular (Macdonald dkk, 2003).

Gambar 2.7 Gambaran klinis ranula

2.8 Perawatan Mukokel

Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta perawatan,

memiliki ukuran mukokel yang relatif besar. Perawatan mukokel dilakukan untuk

mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat

ukuran dan keberadaan massa. Sejumlah literatur menuliskan beberapa kasus mukokel
dapat hilang dengan sendirinya tanpa dilakukan perawatan terutama pada pasien anak-

anak (Neville dkk, 2002).

Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan

pembedahan massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk

menghindarkan terjadinya rekurensi. Umumnya mukokel yang etiologinya trauma

akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal dan mekanik yang terjadi terus menerus dapat

menyebabkan terjadinya rekurensi mukokel. Karena jika kebiasaan buruk atau hal yang

menyebabkan terjadinya trauma tidak segera disingkirkan atau dihilangkan, maka

mukokel akan dengan mudah muncul kembali walaupun sebelumnya sudah dilakukan

perawatan bedah. Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi,

dan dissecting. Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dan lokasi

massa (Neville dkk, 2002).


BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Kasus

Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke RSGM dengan keluhan terdapat

benjolan pada bagian dalam bibir bawah kanan setelah bibir tergigit 1 minggu yang

lalu. Benjolan ini tidak terasa sakit namun mengganggu. Hal yang sama pernah terjadi

sekitar sebulan yang lalu, namun benjolan ini pecah, mengeluarkan cairan yang bening.

Pada pemeriksaan intra oral terlihat vesikel pada mukosa labial regio 33 dengan

diameter 5 mm berwarna bening kebiruan. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ada

kelainan. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit sistemik.

3.2 Pemeriksaan Subjektif

A. Identitas Pasien

Nama pasien : Aksa

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 18 tahun

Alamat : Jln. By Pass KM. 14

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke RSGM dengan keluhan terdapat

benjolan pada bagian dalam bibir bawah kanan.


2. Keluhan Tambahan

Pasien juga mengeluhkan bengkak tersebut menggangu saat bicara, dan sudah

berlangsung selama seminggu, namun pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit.

Pasien juga mengatakan awal mula sebelum munculnya pembengkakan pada daerah

tersebut sebelumnya daerah tersebut pernah tergigit oleh pasien saat mengkonsumsi

makanan. Awalnya bengkak kecil kemudian membesar. Pasien juga mengatakan

bahwa pembengkakan sebelumnya juga pernah muncul 1 bulan yang lalu kemudian

pecah tanpa pengobatan dan muncul kembali saat ini.

C. Riwayat Dental dan Medis

Pasien diketahui sebelumnya pernah ke dokter gigi 3 bulan yang lalu untuk

membersihkan karang gigi, pasien juga mengatakan menyikat gigi sehari dua kali, pada

pagi dan malam hari sebelum tidur menggunakan pasta gigi ‘pepsodent’ dan tidak

menggunakan obat kumur. Pasien mengaku tidak memiliki penyakit sistemik.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan apapun dari keluarga.

E. Riwayat Sosial Pekerjaan

Pasien mengatakan sehari-hari pasien memiliki kesibukan sekolah mulai dari jam

08.00 hingga jam 14.00. Pasien memiliki kebiasaan suka mengkonsumsi makanan

dengan gerakan mengunyah yang terlalu cepat, sehingga terkadang menyebabkan bibir

dalamnya tergigit. Pasien tidak merokok.


3.3 Pemeriksaan Objektif

1. Ekstra Oral
a. Kelenjar getah bening
Submandibula : Normal
Submental : Normal
Servikal : Normal
b. TMJ : Normal
c. Wajah : Simetris
d. Mata : Normal
e. Sirkum oral : Normal
f. Bibir : Normal
g. Lain-lain (e.g .: telinga, hidung) : Normal
2. Intral Oral
a. Mukosa Labial : Terdapat lesi di labial bawah dengan
karakteristik sebagai berikut:
 Bentuk : vesikel
 Lokasi : labial kiri bawah (regio 33)
 Jumlah : single/1
 Bentuk : bulat
 Warna : bening kebiruan
 Ukuran : diameter 5 mm
 Permukaan : menonjol dari daerah sekitar dan terasa licin
 Konsistensi : kenyal
 Nyeri : tidak dirasakan
 Batas : tegas dan beraturan

b. Frenulum : Normal
c. Lidah : Normal
d. Mukosa Bukal : Normal
e. Dasar Mulut : Normal
f. Palatum : Normal
g. Gingiva : Normal
h. Jaringan periodontal : Normal
i. Uvula : Normal
j. Tonsil : Normal
k. Gigi geligi : Normal
l. Kebersihan mulut : c/s = 1/1 = baik

3. Gambaran klinis

Gambaran klinis mukokel pada pasien

4. Diagnosa
Diagnosa klinis : Mukokel
Diagnosa banding : Ranula

5. Prognosa : Baik
6. Rencana Perawatan
a. Non farmakologi : KIE, Surat Rujukan
1. Komunikasi, Informasi, Edukasi:
Menjelaskan kepada pasien tentang diagnosa dari penyakit yang

dialaminya, kemudian jelaskan juga fakor penyebabnya yaitu akibat dari

trauma tergigit yang dialami pasien sebelumnya, tetapi pasien tidak perlu

khawatir karena keadaan tersebut dapat diatasi dengan tindakan

pembedahan dalam bidang kedokteran gigi. Kemudian instruksikan juga

pasien untuk menghilangi kebiasaannya yaitu suka mengunyah terlalu

cepat. Menjelaskan jika pasien setuju nanti akan dirujuk untuk melakukan
tindakan pembedahan. Dan juga mukokel ini kemungkinan dapat muncul

kembali seandainya terjadi lagi trauma pada bibir, sehingga pasien perlu

untuk berhati-hati agar tidak lagi terjadi trauma pada bibirnya.


RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
YAYASAN PENDIDIKAN BAITURRAHMAH
Jl. Raya By Pass KM 14 Sungai Sapih Padang
Hp. 08117036000

SURAT RUJUKAN

Padang, April 2021

Kepada Yth. : drg. Maria, Sp. BM


Di RS : Semen Padang

Mohon pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut terhadap penderita:


Nama : Tn. Aksa
Tempat tgl lahir : Padang, 20 januari 2003
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. By Pass KM. 14
No. telpon : 0812345678

Anamnesa,
Keluhan : Pasien datang ke RSGM dengan keluhan pembengkakan
pada daerah bibir bawah.
Pemeriksaan EO : tidak ditemukan adanya kelainan
Pemeriksaan IO : Terdapat lesi vesikel di labial kiri bawah (regio 33), single/1,
bentuk bulat, warna bening kebiruan, diameter 5 mm,
menonjol dari daerah sekitar dan terasa licin, konsistensi
kenyal, tidak sakit, berbatas tegas dan beraturan

Diagnosa klinis : Mukokel

Demikian surat rujukan ini kami kirim. Kami mohon untuk dilakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut kepada pasien. Atas perhatian
Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

drg. Regina Norya Utami


No. SIP: 2010070110031
b. Farmakologis
Peresepan
Peresepan dilakukan oleh operator yang melakukan tindakan
pembedahan. Setelah dilakukan tindakan pembedahan pasien akan dilakukan
peresepan obat yaitu antibiotik dan analgetik. Tujuannya ialah untuk
mempercepat pemulihan pasca operasi serta menghilangkan kemungkinan
timbulnya rasa sakit pada pasien.
BAB 4

PEMBAHASAN

Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus

glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak

(Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik (Neville dkk, 2002).

mukokel dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dan pada segala usia dengan

insiden tertinggi pada decade kedua dan terjadi pada daerah manapun didalam rongga

mulut yang mengandung kelenjar saliva minor, tetapi bibir bawah merupakan lokasi

yang paling umum dikarenakan bibir bawah mudah mengalami trauma (Tanurre dkk,

2010).

Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak

begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, pertama diakibatkan trauma, baik trauma

lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mukus

ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa

mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan (Menta

dkk, 2008), tetapi tidak tertutup kemungkinan mukokel dapat melibatkan glandula

saliva mayor tergantung pada letaknya.

Kasus yang dialami pasien merupakan kasus mukokel yang terjadi pada bibir kiri

bawah bagian dalam, dengan etiologi trauma mekanis akibat kebiasaanya menyunyah

yang terlalu cepat, berdasarkan tipe mukokel, mukokel yang dialami pasien merupakan

mukokel mucus ekstravasasi dengan rekurensi, hal tersebut dikatakan pasien bahwa
sebelumya pembengkakan tersebut juga pernah dialami sebelumnya sekitar 1 bulan

yang lalu tetapi pecah/sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Perawatan yang akan dilakukan kepada pasien meliputi tindakan pembedahan

(eksisi), pemilihan perawatan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan

kemungkinan rekurensi pada pasien. Eksisi dilakukan dengan mengambil jaringan

kelenjar saliva yang terlibat pada mukokel tersebut. Prognosis baik pada pasien apabila

pasien mampu bekerjasama dengan operator.


BAB 5

KESIMPULAN

Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus

glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak,

umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Kasus mukokel

umumnya melibatkan glandula saliva minor. Tidak tertutup kemungkinan mukokel

dapat melibatkan glandula saliva mayor tergantung pada letaknya. Perawatan yang

dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan massa.


DAFTAR PUSTAKA

Asgari A, Kourtsounis P, Jacobson BL, Zhivago P. 2009. Mucocele Resection: A


Comparison of Two Techniques. Dentistry Today; May 31:1.

Ata-Ali J, Carrilo C, Bonet C, Balaguer J, Penarrocha M, 2010. Oral mucocel: review


of the literature. J clin exp dent. 2:18-21.

Al-Tubaikh JA, Reiser MF. 2009. Congenital Disease and Syndromes: The Head and
Neck. Berlin Heidenberg: 47-8.

Bradley PJ. 2006. Head and Neck: Pathology and Treatment of Salivary Gland
Conditions. Elsevier Ltd:304.

Darby H, Leonardi M. 2006. Comprehensive Riview of Dental Hygiene: Head and


Neck Anatomy and Phisiology. 6th ed. Mosby’s Elsevier:163-4.

Hasibuan S. 2006. Penuntun Prosedur Diagnosa Penyakit Mulut: Prosedur-prosedur


untuk Menegakkan Diagnosa Penyakit Jaringan Lunak Mulut. Bina Teknik
Press: Edisi II:30-1.

Krol DM, Keels MA. 2007. Pediatric in Review : Oral Condition. American Academy
of Pediatrics Journal Januari 1;28:18.

Langlais RP, Miller CS. 1994. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang Lazim.
Alih Bahasa. Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates:40-1.

Macdonald AJ, Salzman KL, Harnsberger HR. 2003. Giant Ranula of The Neck:
Differentiation from Cystic Hygroma. AJNR Am J Neuroradiology; 24:757-8.

Menta MSN, Hee JP, Vanessa SL. 2008. Mucocele in Pediatric Patients: Analysis of
36 Children. Pediatric Dermatology. Vol 25. Blackwell Publishing Inc:308-11.

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. 2002. Oral & Maxillofacial
Pathology: Salivary Gland Pathology. 2nd ed. W.B. Saunders Co:389-93.

Regezi JA, Sciubba JJ. 1989. Oral Pathology: Salivary Gland Diseases. WB Saunders
Co: 225-311.

Tannure PN, Oliveira SP, Primo LG, Maia LC, 2020. Management of oral mucocel in
a 6 months old child. Braz J Health. 1:210-214.

Anda mungkin juga menyukai