Anda di halaman 1dari 97

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

TATA LAKSANA KASUS


SMF INDERA PERABA / KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI


TAHUN 2014

1
PEDOMAN KERJA KREDENSIALING
SUB KOMITE KREDENSIAL KOMITE MEDIK

RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI


TAHUN 2014

2
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

ERYSIPELAS ( ICD 10 : A46 )


1. Pengertian Inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan edema disertai adanya indurasi dan
rasa nyeri. Infeksi kulit superfisial ini terjadi pada lapisan dermis dan subkutaneus
kulit, yang mempengaruhi limfatik superfisial dermal dan jaringan sekitarnya.
Penyebab: S. aureus atau Streptokokus β-hemolitikus.
2. Anamnesis Bengkak dan kemerahan pada kulit yang nyeri disertai gejala sistemik seperti
demam, menggigil dan lemas.
3. Pemeriksaan Fisik Eritema (peau d’orange), edema dengan indurasi lunak, batas tegas, meluas ke
area sekitarnya.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Banding Selulitis, Lupus eritematosus, dermatitis kontak, insect bite, deep venous
thrombosis, limfedema, sarkoidosis, dermatoses neutrofilik, sinus abses, infeksi
mikobakterium atipikal, necrotizing fasciitis
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan gram , kultur, pemeriksaan darah lengkap dan radiologi (USG)
7. Konsultasi SMF Penyakit Dalam,Mikrobiologi Klinik, Bedah
6. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
7. Terapi / tindakan 1. Cefotaksim 3 x 1gram intravena selama 7-10 hari
(ICD 9-CM) 2. Kompres NaCl 0,9% pada area edema
8. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap
9. Penyulit MRSA, Diabetes Melitus, DVT
10. Informed Consent Bila perlu
11. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
12. Lama Perawatan 7 hari
13. Masa Pemulihan 7 hari
14. Hasil Sembuh dengan sempurna
15. Patologi Tidak diperlukan
16. Otopsi Tidak diperlukan
17. Prognosis Dubius ad Bonam
18. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin

3
19. Tingkat Evidens & Ia & rekomendasi A
Rekomendasi
20. Indikator Medis Edema hilang, lesi menjadi makula hiperpigmentasi
21. Edukasi 1. Elevasi tungkai selama perawatan di ruang perawatan
2. Jika terdapat luka, agar dirawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi
22. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

IMPETIGO ( ICD 10 : L01.0 )


1. Pengertian Impetigo adalah infeksi bakteri superfisial yang disebabkan oleh Staphylococcus
atau Streptococcus beta hemoliticus grup A. Ada 2 bentuk:
1. Impetigo krustosa: bula segera pecah, terbentuk krusta yang tebal, berwarna

4
kuning madu atau keemasan, jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya.
2. Impetigo bulosa: dinding bula lebih tebal dan bertahan lebih lama sehingga
tampak bula dengan dinding kendor dengan cairan seropurulen.
3. Impetigo neonatorum: varian impetigo bulosa yang terjadi pada neonatus
2. Anamnesis Gelembung berair pada daerah wajah, sekitar hidung dan ketiak
3. Pemeriksaan Fisik Karakteristik meliputi lesi bula yang dengan cepat pecah, meninggalkan kerak
kuning keemasan. Kondisi ini umumnya terletak pada wajah, terutama pada mulut
dan hidung.
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Banding Sifilis kongenital
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pengecatan gram: ditemukan coccus gram positif
2. Kultur
3. VDRL untuk membedakan dengan sifilis kongenital
7. Konsultasi Mikrobiologi, Pediatri (bila terjadi penyulit )
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan kecuali dengan penyulit
9. Terapi / tindakan Salep topikal mengandung asam fusidat atau mupirosin, antibiotika sistemik jika
(ICD 9-CM) lesi luas seperti amoksisilin, kloksasilin, eritromisin

10. Tempat Pelayanan Poliklinik


11. Penyulit 1. Sepsis
2. Glomerulonefritis akut
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 1 minggu (bila tidak ada penyulit)
15. Masa Pemulihan 5.7 hari
16. Hasil Sembuh dengan sempurna

17. Patologi Dikerjakan untuk mengetahui penyebabnya


18. Otopsi Bila diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Ia &A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Lesi berubah menjadi makula hiperpigmentasi
23. Edukasi Menjaga kebersihan karena tergolong penyakit menular, cuci tangan setelah
memegang lesi

5
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

PRURIGO NODULARIS ( ICD 10 : L28.1 )

1. Pengertian Prurigo adalah suatu kondisi kulit dengan karakteristik adanya benjolan dengan
rasa gatal, perlu dibedakan dengan:
1. Penyakit perforasi
2. Hypertrophic lichen planus
3. Pemphigoid nodularis
4. Actinic prurigo
5. Multiple keratoachantomas
2. Anamnesis Benjolan yang terasa gatal serta teraba lunak, pada daerah tungkai, terutama pada
ekstensor
3. Pemeriksaan Fisik Nodul multipel, simetris, biasanya diawali dari lengan dan kaki bawah, kadang
disertai ekskoriasi oleh karena garukan

6
4. Kriteria Diagnosis Nodul multipel, disertai rasa gatal, lesi terutama pada daerah ekstensor
5. Diagnosis Banding 1. Penyakit perforasi
2. Hypertrophic lichen planus
3. Pemphigoid nodularis
4. Actinic prurigo
5. Multiple keratoachantomas
6. Pemeriksaan Penunjang Biopsi kulit untuk histopatologi
7. Konsultasi Tidak diperlukan
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan
9. Terapi / tindakan Topical Kortikosteroid potensi kuat – sedang.
(ICD 9-CM)
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Infeksi sekunder, imunokompromais
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan -

16. Hasil Post inflamasi hiperpigmentasi


17. Patologi Terjadi parakeratosis, hipergranulosis, hyperplasia epidermis psoriasi form,
penebalan kolagen papila dermis dan dapat dijumpai hipertropi neural
18. Otopsi Tidak diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Ia & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Penipisan nodul/benjolan, gatal tidak dirasakan
23. Edukasi Tidak menggaruk lesi dan memotong kuku pendek.
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN SYNDROME (SSSS) ( ICD 10 : L00 )

1. Pengertian Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan penyakit kulit melepuh yang disebabkan oleh toksin
epidermolitik yang diproduksi oleh Staphylococous aureus grup II.
2. Anamnesis Umumnya diawali dengan infeksi lokal pada konjungtiva, lubang hidung, daerah
perioral, perineum atau umbilikus. Terlepasnya krusta perioral sering menyebabkan
fisura berbentuk lingkaran di sekitar mulut yang menjadi lesi khas pada wajah.
Infeksi awal lainnya dari SSSS antara lain pneumonia, septic artritis, endokarditis
atau piomiositis. Demam, malaise, letargi, mudah menangis dan susah makan dapat
muncul yang kemudian diikuti dengan erupsi kulit luas. Lesi kulit diawali dengan
makula yang muncul dilipatan tubuh dalam 24 jam meluas ke seluruh tubuh, dalam
1-2 hari menjadi bula dan mengelupas dalam bentuk lembaran-lembaran.
Penyembuhan dalam 5-7 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
3. Pemeriksaan Fisik Lesi ditandai dengan eritema yang meluas, bula superfisial yang rapuh dan mudah
pecah, yang menyebabkan kulit mengelupas, mengalami deskuamasi, eritema dan
nyeri. Tanda Nikolsky positif (perluasan daerah bula dengan pemberian sedikit
tekanan pada tepi bula)
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Banding 1. Toxic Epidermal Necrosis (TEN)
2. Luka bakar
3. Epidermolisis bulosa, graft versus host disease
4. Dermatosis defisiensi nutrisi dan iktiosis bulosa (pada neonatus)

8
6. Pemeriksaan Penunjang Biopsi kulit untuk histopatologi, frozen section
Pemeriksaan rutin : Darah lengkap, elektrolit, gram dan kultur
7. Konsultasi Konsultasikan ke Bagian Anak, THT dan Gigi
8. Perawatan Rumah Sakit Segera rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Terapi suportif (terapi cairan)
(ICD 9-CM) 2. Terapi antibiotika sistemik : penisilin resisten penisilinase, sepalosporin generasi
pertama atau kedua, klindamisin merupakan agen pilihan pertama yang tepat
atau terapi sesuai dengan tes sensitivitas. Pada pasien dengan infeksi MRSA
diterapi dengan vankomisin parental atau agen lain (sesuai dengan pola
resistensi lokal)
3. Terapi antibiotika topikal : mupirocin, natrium fusidat

10. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap


11. Penyulit 1. Sepsis
2. Pneumonia
3. Infeksi MRSA
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 1-2 minggu
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil Dengan penanganan yang tepat, kulit dapat sembuh sempurna tanpa bekas
17. Patologi Dikerjakan untuk mengetahui penyebabnya
18. Otopsi Bila diperlukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Ia & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Pasien makan – minum baik, tidak ada lesi baru
23. Edukasi 1. Dengan pengelupasan kulit yang luas, pasien dapat mengalami penurunan
kemampuan untuk mengatur suhu tubuh, kehilangan cairan dan terjadi
ketidakseimbangan elektrolit serta meningkatnya risiko untuk terjadi infeksi
sekunder dan sepsis.
2. KIE : menjaga keseimbangan termoregulasi, keseimbangan elektrolit,
menggunakan pakaian yang lembut atau berbahan katun dan menjaga
kebersihan tubuh
24. Kepustakaan 1. Paller, A.S., Mancini, A.J. Bacterial, Mycobacterial, and Protozoa Infection of the
Skin In: Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Endinburg:
ElsevierSaunders; 2011.p. 330-35.

9
2. Travers, J.B, Mousdicas, N. Gram-Positive Infection Associated With Toxin
Production. In : In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PallerAS, Leffell DJ,
Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed. New York:
McGraw Hill Companies; 2012.p.1710-19.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

TINEA CAPITIS ( ICD 10 : B35.0 )


1. Pengertian Infeksi jamur dermatofita pada kulit kepala dan rambut yang biasanya ditandai
dengan alopesia berbentuk patch dan pembentukan skuama, ditemukan terutama
pada anak prapubertas
2. Anamnesis Adanya bercak kemerahan disertai sisik, botak setempat, bintik-bintik hitam atau
bintil bernanah pada kulit kepala kadang disertai rasa gatal
3. Pemeriksaan Fisik Alopecia, makula eritema dengan skuama, pustul, black dot, kerion, favus, scarring
alopecia, kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening region servikal atau
oksipital
4. Kriteria Diagnosis Baku emas diagnosis dengan kultur jamur
5. Diagnosis Banding Dermatitis seboroik, psoriasis, alopesia areata, trikotilomania, folikulitis, impetigo,
lupus eritematosus, dan penyebab alopesia lainnya
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan lampu wood, KOH, kultur jamur
7. Konsultasi Tidak diperlukan
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak diperlukan
9. Terapi / tindakan Terapi sistemik dengan anti jamur secara oral (griseofulvin, terbinafin, ketokonazol,
(ICD 9-CM) flukonazol, itrakonazol)

10. Tempat Pelayanan Ruang rawat jalan


11. Penyulit Infeksi bakteri sekunder, reaksi Id terhadap jamur, tipe inflamasi yang berat seperti
kerion dan favus dapat menyebabkan sequalae berupa scarring dan alopesia yang
permanen
12. Informed Consent Bila perlu

10
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 4.12 inggu
15. Masa Pemulihan 4.12 inggu
16. Hasil Sembuh sempurna pada tipe non inflmasi atau dapat meninggalkan sequalae
berupa scarring alopecia pada tipe inflamasi yang berat
17. Patologi Tidak dilakukan
18. Otopsi Tidak diperlukan

19. Prognosis Dubius ad bonam


20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Ia & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Lesi membaik, rambut tumbuh kembali
23. Edukasi Mencegah penularan, menjaga kebersihan dan higienitas
24. Kepustakaan Hurwit’sClinical Pediatric Dermatologyedisi ke-4

11
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

VARICELLA ( ICD 10 : B01.9 )

1. Pengertian Varicella adalah infeksi kulit yang disebabkan virus varicella zoster, muncul pada
semua umur tapi paling sering pada anak-anak, maka perlu dibedakan dengan
herpes zoster generalisata yang lebih sering ditemukan pada dewasa dan pasien
imunokompromais.
2. Anamnesis Bintil berair yang ditemukan di wajah, badan, tangan dan kaki. Sebelumnya
didahului demam atau nyeri kepala. Gatal jarang ditemukan.
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema, multipel papul, vesikel, pustul, bisa ditemukan erosi ditutupi krusta.
4. Kriteria Diagnosis 1. Malaise dengan gejala prodromal seperti sakit kepala, demam subfebril
2. Erupsi kulit dimulai dengan makula eritematosa, menjadi vesikel, pustul, pecah
meninggalkan krusta
5. Diagnosis Banding 1. Herpes zoster generalisata
2. Variola
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Tes Tzanck
2. Tes serologi untuk mengetahui antibodi terhadap VVZ
3. Biakan jaringan untuk diagnosis pasti dan membedakan dengan herpes
simpleks
7. Konsultasi Konsultasikan ke Bagian Anak untuk kebutuhan cairan apabila pasien dirawat inap
8. Perawatan Rumah Sakit Tidak perlu, kecuali tidak bisa makan
9. Terapi / tindakan 1. Kebutuhan cairan
(ICD 9-CM) 2. Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari, 20 mg/kg 4 x sehari selama 5 hari (anak)
48 jam pertama
3. Antipiretik (kecuali salisilat / aspirin) bila perlu
4. Antihistamin bila perlu
5. Topikal
 Bedak salisilat mentol (untuk lesi yang belum pecah)
 Antibiotik topikal asamfusidat (untuk lesi yang sudah pecah)
6. Tempat Pelayanan Ruang poli, ruang rawat inap
7. Penyulit Gangguan keseimbangan cairan / elektrolit, pneumoni, pielonefritis, encephalitis

12
8. Informed Consent Bila perlu

9. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
10. Lama Perawatan 1 minggu
11. Masa Pemulihan 1-2 minggu
12. Hasil Sembuh dengan sempurna
13. Patologi Tidak perlu
14. Otopsi Tidak perlu
15. Prognosis Dubius ad bonam
16. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
17. Tingkat Evidens & Ia & A
Rekomendasi
18. Indikator Medis Lesi menjadi hiperpigmentasi
19. Edukasi Istirahat cukup, makan minum cukup.
20. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

13
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

SELULITIS ( ICD 10 : L03.9 )

1. Pengertian Inflamasi akut pada kulit yang ditandai dengan edema yang meluas disertai
adanya indurasi dan rasa nyeri. Infeksi ini terjadi pada lapisan dermis dan
subkutaneus kulit, yang mempengaruhi sistem limfatik dermal dan jaringan
sekitarnya. Selulitis disebabkan oleh S. aureus atau Streptokokus β-hemolitikus.
2. Anamnesis Bengkak dan kemerahan pada kulit yang disertai rasa nyeri dan gejala sistemik
seperti demam, menggigil dan lemas.
3. Pemeriksaan Fisik Eritema, edema dengan indurasi lunak, batas tidak tegas, meluas ke area
sekitarnya. Limfadenopati regional (+)
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Banding Erisipelas, Lupus eritematosus, dermatitis kontak, insect bite, deep venous
thrombosis, limfedema, sarkoidosis, dermatoses neutrofilik, sinus abses, infeksi
mikobakterium atipikal, necrotizing fasciitis
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan gram, kultur, histopatologi, pemeriksaan darah lengkap dan radiologi
(USG atau MRI)
7. Konsultasi SMF Penyakit Dalam,Mikrobiologi Klinik, Bedah
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Cefotaksim 3 x 1 gram selama 7 – 10 hari
(ICD 9-CM) 2. Kompres NaCl 0,9% pada area edema.
3. Pada kasus Refraktori: vankomisin, linezolid
10. Tempat Pelayanan Poliklinik, ruang rawat inap
11. Penyulit MRSA, DM, DVT
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 7 hari (bila tidak ada penyulit)
15. Masa Pemulihan 7 hari
16. Hasil Sembuh dengan sempurna
17. Patologi Dikerjakan untuk konfirmasi diagnosis
18. Otopsi Bila diperlukan

14
19. Prognosis Dubius ad Bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Ia & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Edema hilang, lesi menjadi makula hiperpigmentasi
23. Edukasi 1. Elevasi tungkai selama perawatan di ruang perawatan
2. Jika terdapat luka, agar dirawat dengan baik sehingga tidak terjadi infeksi
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

BAKTERIAL VAGINOSIS ( ICD 10 : A64 )

1. Pengertian Merupakan sindrom klinis akibat perubahan flora normal vagina yang ditandai
adanya duh tubuh berwarna putih keabuan. Melekat pada dinding vagina dan

15
berbau amis. Etiologi Gardanelaa vaginalis bersama-sama dengan bakteri anaerob
lainnya sepeti Bacteroides spp dan Mobiluncus spp.
2. Anamnesis Keputihan dengan bau yang amis, terutama setelah melakukan hubungan seksual
3. Pemeriksaan Fisik Duh tubuh yang homogen, berwarna putih keabuan dan melekat pada dinding
vagina. Pada dinding vagina tidak tampak adanya eritema atau edema.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : ditemukan duh tubuh yang homogen berwarna putih keabuan, melekat
pada dinding vagina dan berbau amis
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Preparat Gram : ditemukan clue cell
b. Tes amin : duh tubuh vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10% akan timbul
bau amis
c. pH vagina > 4,5
5. Diagnosis Banding 1. Kandidosis vulvovaginal
2. Trikomoniasis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Preparat Gram : ditemukan clue cell
2. Tes amin : duh tubuh vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10% akan timbul bau
amis
3. pH vagina > 4,5
7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi (pasien bakterial vaginosis dengan kehamilan)
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Metronidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 hari, atau
(ICD 9-CM) 2. Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
3. Klindamisin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari, atau
4. Metronidazol gel 0,75% 5 gram diberikan 2 kali sehari intra vagina selama 5
hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin

11. Penyulit 1. Penyakit radang panggul


2. Pada kehamilan dapat menyebabkan korioamnionitis, infeksi cairan amnion,
infeksi nifas, kelahiran prematur dan his prematur.
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 5 – 7 hari

16
15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi 1. Mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi seperti penggunaan bahan
antiseptic / antibiotika vaginal atau bahan pembilas vagina.
2. Pasien dengan pengobatan metronidazol agar diperingati untuk tidak
mengkonsumsi alkohol selama menggunakan obat tersebut sampai dengan 24
jam sesudah penggunaan obat yang terakhir.
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

HERPES GENITALIS ( ICD 10 : A60.0 )


1. Pengertian Penyakit infeksi pada genitalia yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV)
dengan gejala yang khas berupa vesikel atau erosi multipel di atas kulit / mukosa
eritema dan bersifat rekuren.

17
2. Anamnesis Keluhan berupa muncul bintik-bintik berair pada daerah genitalia yang mudah
pecah dan menjadi luka (erosi multipel). Sebelum muncul lesi dapat diawali oleh
rasa terbakar atau gatal. Dapat disertai keluhan lain seperti demam, malaise dan
nyeri otot.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Infeksi primer : gerombolan vesikel di atas kulit eritema. Dapat disertai
pembesaran kelenjar limfe regional yang nyeri pada perabaan. Lokasi pada
pria umumnya adalah preputium, glans penis, batang penis, uretra dan daerah
anal pada homoseksual, jarang pada skrotum. Pada wanita lokasi umumnya
adalah labia mayor / minor, klitoris, introitus vagina atau serviks.
2. Infeksi rekuren : gejala lebih ringan, lokasi umumnya sama dengan lokasi
infeksi primer, biasanya tidak disertai gejala konstitusi. Lesi berupa vesikel
bergerombol di atas kulit eritema namun jumlah lesi lebih sedikit dan unilateral.
Limfadenopati inguinal dapat dijumpai.
3. Infeksi asimtomatik : tidak memberikan gejala klinis (laten).
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : pada genetalia tampak adanya vesikel bergerombol atau erosi multipel
di atas kulit / mukosa eritema, terasa nyeri dan sering rekuren. Kelenjar limfe
regional membengkak dan disertai nyeri tekan. Pada infeksi primer umumnya
disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise dan nyeri otot.
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan sitologi (Tzanck test)
ditemukan sel datia berinti banyak (multinucleated giant cell)
5. Diagnosis Banding 1. Ulkus durum
2. Ulkus mole
3. Afek primer LGV
4. Herpes zoster
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sitologi (Tzanck test) : ditemukan sel datia berinti banyak
(multinucleated giant cell)
2. Serologi : menemukan antibodi spesifik (Ig M atau Ig G anti HSV 2 & HSV1)
3. Imunofloresensi : menemukan HSV dari kerokan lesi
4. PCR : menemukan asam nukleat virus
5. Biakan jaringan

7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi (divisi Fetomaternal) untuk kasus herpes genitalis pada
kehamilan
8. Perawatan Rumah Sakit 1. Rawat inap pada kasus herpes genitalis primer yang berat
2. Rawat jalan (poliklinis) pada kasus herpes genitalis rekuren
9. Terapi / tindakan 1. Infeksi primer : Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 7 hari atau Valasiklovir 2 x 500
(ICD 9-CM) mg selama 7 hari
2. Infeksi rekuren : Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari atau Valasiklovir 2 x
500 mg selama 5 hari
3. Antipiretik bila terdapat demam

18
4. Topikal diberikan kompres larutan saline
5. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan analgetik seperti asam mefenamat
atau antalgin.
6. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika seperti eritromisin, atau
amoksisilin.
10 Tempat Pelayanan 1. Ruang perawatan rawat inap untuk kasus herpes genitalis primer yang berat
2. Poliklinik Kulit dan Kelamin untuk kasus herpes genitalis rekuren
11 Penyulit 1. Infeksi sekunder
2. Konstipasi, inkontinensia dan atau retensi urine
3. Meningitis aseptik
4. Herpes genitalis pada kehamilan
5. Herpes genitalis pada imunokompromais
12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14 Lama Perawatan 5 – 7 hari
15 Masa Pemulihan 6 – 10 hari
16 Hasil Sembuh, tetapi dapat terjadi rekurensi
17 Patologi -
18 Otopsi -
19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21 Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis

23 Edukasi 1. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis kembali normal


2. Penggunaan kondom secara konsisten untuk memperkecil penularan kepada
mitra seksual
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

19
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

BALANITIS KANDIDA DAN KANDIDOSIS VULVOVAGINAL


( ICD 10 : B37.3 : KANDIDOSIS VULVOVAGINAL, ICD 10 : B37.4 : BALANITIS KANDIDA )
1. Pengertian Kandidosis vulvovaginal (KVV) adalah infeksi oleh kandida khususnya Candida
albicans pada vagina dan / atau vulva. Sedangkan balanitis kandida adalah infeksi
oleh kandida pada glans penis.
2. Anamnesis 1. Pada wanita keluhannya berupa keluar duh tubuh yang tidak berbau tetapi
disertai rasa gatal atau panas pada vagina, vulva dan daerah sekitarnya.
2. Pada pria keluhannya berupa rasa gatal atau panas disekitar glans penis.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada wanita tampak dinding vagina eritema dan edema disertai duh tubuh
berwarna putih (pseudomembran), bergumpal seperti susu basi atau
gumpalan keju (cottage cheese). Lesi juga dapat ditemukan pada vulva dan
lipat paha berupa maserasi, pseudomembran, fisura dan lesi satelit
papulopustular.

20
2. Pada pria tampak mukosa glans penis eritema dan edema disertai
pseudomembran berwarna putih di atasnya
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : pada wanita tampak dinding vagina eritema disertai duh tubuh
berwarna putih (pseudomembran), bergumpal sepeti susu basi atau gumpalan
keju (cottage cheese). Pada pria tampak mukosa gland penis eritema dan
edema disertai pseudomembran berwarna putih diatasnya
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan KOH 10-20 % ditemukan
blastospora dan hifa semu
5. Diagnosis Banding 1. Trikomoniasis
2. Bakterial vaginosis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Preparat Gram : jumlah PMN lebih sedikit dari pada sel epitel dan tidak
dijumpai adanya clue cell
2. Tes amin (sniff test) : sekret vagina ditambahkan 2 tetes KOH 10 % tidak
menimbulkan bau amis
3. Preparat KOH 10-20 % : ditemukan blastospora dan hifa semu
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)

9. Terapi / tindakan 1. Pada kandidosis vulvovaginal tanpa kehamilan :


(ICD 9-CM) a. Klotrimazol 200 mg intra vagina, setiap hari selama 3 hari, atau
b. Klotrimazol 500 mg intra vagina dosis tunggal, atau
c. Flukonazol 150 mg per oral dosis tunggal,atau
d. Itrakonazol 200 mg peroral 2 kali sehari dosis tunggal, atau
e. Nistatin 100.000 IU intra vagina diberikan setiap hari selama 14 hari
2. Pada kandidosis vulvovaginal dengan kehamilan pengobatan yang dianjurkan
hanya derivat azol topikal
3. Pada pria : krim nistatin atau klotrimazol topikal yang diaplikasikan 2 kali sehari
selama 7 hari
10 Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11 Penyulit 1. Kandidosis vulvovaginal rekuren dan kronis
2. Ko-infeksi dengan bakterial vaginosis dan trikomoniasis
3. Kandidosis vulvovaginal dan balanitis kandida pada imunokompromais
12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14 Lama Perawatan 6 - 7 hari

21
15 Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16 Hasil Sembuh
17 Patologi Tidak diperlukan
18 Otopsi Tidak diperlukan
19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21 Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23 Edukasi 1. Pada wanita agar mengurangi atau menghilangkan faktor predisposisi seperti
penggunaan bahan antiseptik / antibiotik vaginal atau bahan pembilas vagina
2. Pada pria agar menjaga daerah gland penis tetap kering dan bersih, salah satu
cara dengan sirkumsisi
3. Pada kasus yang sering mengalami kekambuhan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan dan pengobatan pada mitra seksualnya
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts
DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York : MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia (KSPMSI) tahun
2011

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

KONDILOMA AKUMINATA ( ICD 10 : A63.0 )

1. Pengertian Kutil anogenital yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma virus (HPV). Kutil
berupa papul atau nodul epidermis dengan permukaan verukosa yang dapat
muncul pada perineum, genetalia, lipat paha dan anus.
HPV tipe 6 dan 11 menimbulkan lesi dengan pertumbuhan berdungkul (jengger
ayam).
HPV tipe 16, 18 dan 31 menimbulkan lesi yang datar (flat)
HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan karsinoma genital
2. Anamnesis Muncul kutil pada area anogenital tanpa disertai rasa nyeri maupun gatal.
3. Pemeriksaan Fisik Papul dapat soliter atau multipel dengan permukaan yang verukosa atau seperti
jengger ayam. Predileksi umumnya di daerah anogenital

22
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis: papul multipel, permukaan lesi dapat flat atau verukosa, bersifat lunak
dan tidak nyeri
2. Pemeriksaan penunjang : dengan pengolesan asam asetat 3 – 5% ( test
acetowhite) terjadi perubahan warna lesi menjadi putih
5. Diagnosis Banding Kondiloma lata
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Test acetowhite menggunakan asam asetat 3-5 %
2. Histopatologi
7. Konsultasi 1. Patologi anatomi (untuk konsultasi hasil pemeriksaan histopatologi)
2. Bedah Onkologi (bila berkembang kearah keganasan / karsinoma sel
skuamosa)
3. Obstetri dan Ginekologi untuk kutil pada serviks dan pap smear
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Bedah listrik
(ICD 9-CM) 2. Tutul dengan tinctura podofilin 10-25 %
3. Tutul trichlor acetic acid (TCA) 80 -90%
4. Podofilotoksin 5%
5. Bedah beku (N2O liquid)
6. Injeksi intralesi dengan interferon
7. Pengangkatan lesi dengan cara pembedahan
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin

11. Penyulit 1. Erosi, phimosis, striktur urethra paska tindakan


2. Karsinoma sel skuamosa
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan -
16. Hasil Membaik, tapi kemungkinan untuk muncul lesi baru tetap ada
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad malam. Pengangkatan lesi bukan berarti suatu penyembuhan dari
infeksi dan tidak ada cara pengobatan yang memuaskan
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi

23
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis
23. Edukasi Penyulit, prognosis dan kemungkinan menularkan penyakit pada mitra seksualnya
dan penggunaan kondom untuk membantu mengurangi penularan selanjutnya.
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016
SERVISITIS GONOKOKAL ( ICD 10 : A54.0 )
1. Pengertian Infeksi oleh Neisseria gonorrhoeae pada wanita yang ditandai dengan keluarnya
duh tubuh purulen (keputihan) dari serviks
2. Anamnesis Duh tubuh yang disertai nyeri kencing, perdarahan intermenstrual, menorrhagia
(perdarahan menstruasi yang terlalu banyak). Keluhan umumnya muncul 2-10 hari
paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Tampak duh tubuh serviks yang purulen atau mukopurulen, disertai eritema dan
edema pada Orifisium Uretra Eksternum (OUE). Mudah terjadi perdarahan mukosa
pada waktu melakukan swab di endoserviks. Duh tubuh purulen juga dapat
dijumpai pada uretra, kelenjar periuretra dan duktus kelenjar Bartholin
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : tampak duh tubuh serviks yang purulen atau mukopurulen, disertai
eritema dan edema pada OUE. Duh tubuh purulen juga dapat dijumpai pada

24
uretra, kelenjar periuretra dan duktus kelenjar Bartholin.
2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan pulasan Gram dari duh tubuh serviks
dijumpai peningkatan leukosit PMN > 30/lapangan pandang dan terdapat
diplokokus gram negatif intra dan ekstraseluler (pembesaran 1000X)
5. Diagnosis Banding Servisitis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram: peningkatan jumlah leukosit PMN > 30/lapangan
pandang serta adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Biakan media Thayer Martin diikuti dengan tes oksidase, tes fermentasi dan uji
kepekaan
3. Tes beta laktamase untuk mengetahui strain PPNG
7. Konsultasi 1. Mikrobiologi klinik (konsultasi hasil pemeriksaan penunjang)
2. Obstetri dan Ginekologi (bila terdapat penyulit PRP/PID)
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Servisitis gonokokal non komplikata :
(ICD 9-CM) a. Cefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal, atau
b. Levofloksasin 1 x 500 dosis tunggal, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau
d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau
e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m dosis tunggal
2. Servisitis gonokokal komplikata
a. Cefiksim 1 x 400 mg / hari selama 5 hari, atau
b. Levofloksasin 1 x 500/hari selama 5 hari, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau
d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau
e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m sekali sehari selama 3 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Bartholinitis, penyakit radang panggul (PRP/PID)
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih.
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam.
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin pada hari ke-3, 7 dan ke-14 paska pemberian
terapi antibiotika.

25
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A.
Rekomendasi
22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium.
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal.
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008.
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

SERVISITIS NON GONOKOKAL ( ICD 10 : A56.0 )

1. Pengertian Infeksi traktus genital pada wanita, terutama pada serviks, yang penyebabnya non
spesifik atau tidak dapat ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium sederhana
seperti Chlamydia trachomatis dan Ureaplasma urealyticum
2. Anamnesis Gejala sering tidak khas, asimptomatik atau sangat ringan. Pada kasus yang
simptomatis umumnya mengeluh adanya duh tubuh vagina warna kekuningan.
Keluhan umumnya muncul 1 – 5 minggu paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Terdapat duh tubuh serviks yang mukoid atau mukopurulen. Pada serviks dapat
dijumpai gambaran eritema, edema, ektopi, erosi serviks dan folikel-folikel kecil
(microfollicles) yang mudah berdarah
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : terdapat duh tubuh serviks yang mukoid atau mukopurulen. Pada
serviks dapat dijumpai gambaran eritema, edema, ektopi, erosi serviks dan
folikel-folikel kecil (microfollicles) yang mudah berdarah.
2. Pemeriksaan penunjang :
a. Pada pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh tubuh serviks
ditemukan adanya peningkatan lekosit PMN > 30/lapangan pandang tetapi

26
tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra maupun ekstra seluler
(pembesaran 1000 X)
b. Pada pemeriksaan sediaan basah tidak dijumpai adanya pergerakan
Trichomonas vaginalis
5. Diagnosis Banding Servisitis gonokokal, trikhomoniasis
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh tubuh serviks :
a. Ditemukan > 30 PMN/lapangan pandang dengan pembesaran 1000X
b. Tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Enzym immunoassay (EIA) untuk dideteksi antigen dalam sekret
3. Gen –probe technique untuk deteksi asam nukleat dalam sekret
4. Biakan jaringan
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)

9. Terapi / tindakan 1. Doksisiklin 2 x 100 mg po/hari selama 7 hari, atau


(ICD 9-CM) 2. Azitromisin 1 gram po dosis tunggal, atau
3. Tetrasiklin 4 x 500 mg po/hari selama 7 hari, atau
4. Eritromisin 4 x 500 mg po/hari selama 7 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Bartholinitis, endometritis, salpingitis dan perihepatitis (Fitz-Hugh-Curtis Syndrome)
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 7 – 14 hari
15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium

27
23. Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal
3. Pasien dengan pengobatan eritromisin, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada
saat lambung kosong
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

SIFILIS ( ICD 10 : A51.0 )

1. Pengertian Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Merupakan
penyakit kronis, bersifat sistemik dan dapat menyerang hampir semua organ tubuh.
Ada masa laten tanpa manifestasi klinis dan dapat ditularkan kepada bayi dalam
kandungan
2. Anamnesis 1. Pada sifilis I keluhan dapat berupa ulkus pada kelamin yang tidak nyeri.
2. Pada sifilis II keluhan dapat berupa kerontokan rambut dan / atau bercak
kemerahan pada badan, telapak tangan atau telapak kaki tanpa disertai rasa
gatal.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Sifilis I : terdapat ulkus atau erosi bentuk bulat atau bulat lonjong, tepi landai,
bersih, kulit sekitarnya tidak meradang, relatif tidak nyeri (indolen) dan teraba
keras (indurasi). Lokasi pada sulkus koronarius (laki-laki) dan labia minora dan
mayora (wanita). Kelenjar limfe regional membesar, soliter dan tidak nyeri.
2. Sifilis II : muncul 6-8 minggu sesudah infeksi, lebih banyak sebagai kelainan
kulit berupa makula, papul atau papuloskuamosa berwarna merah tembaga,
kadang-kadang terdapat pustul. Lesi terutama terdapat pada badan, telapak
tangan, telapak kaki, dan tidak terasa gatal. Disamping itu terdapat pula
kondiloma lata, lesi pada mukosa mulut atau genital (mucous patches) dan
alopesia. Terdapat limfadenopati generalisata.

28
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis :
a. Sifilis I : erosi atau ulkus soliter, bentuk bulat, bersih, tepi landai, tidak
nyeri, teraba keras, dan kulit di sekitarnya tidak meradang. Kelenjar limfe
inguinal membesar, soliter, kenyal, dan tidak nyeri.
b. Sifilis II : makulopapular atau papuloskuamosa berwarna merah tembaga
tersebar pada badan, telapak tangan dan telapak kaki tidak terasa gatal.
Terdapat pula kondiloma lata, mucous patches, dan limfadenopati
generalisata.
2. Mikroskop lapangan gelap dengan spesimen berasal dari ulkus, lesi kulit dan /
atau aspirasi kelenjar : ditemukan gerakan Treponema pallidum
3. Tes Serologis Sifilis : VDRL titer >1:8 ; TPHA positif
5. Diagnosis Banding 1. Sifilis I : herpes genitalis, ulkus mole, ulkus piogenik,scabies
2. Sifilis II : erupsi obat, morbili, pityriasis rosea, psoriasis vulgaris, kondiloma
akuminata, alopesia areata
3. Sifilis III : jamur sistemik, tuberculosis kutis, keganasan

6. Pemeriksaan Penunjang 1. Mikroskop lapangan gelap (dark field microscope) dengan spesimen berasal
dari ulkus, lesi kulit dan / atau aspirasi kelenjar : ditemukan gerakan
Treponema pallidum
2. Pemeriksaan untuk menentukan antibodi non spesifik : test Wasserman, test
Kahn, test VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), test RPR (Rapid
Plasma Reagin) dan test automated regin.
3. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu test RPCF (Reiter Protein
Complement Fixation)
4. Pemeriksaan antibodi spesifik : test TPI (Treponema Pallidum Immobolization),
test FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed), test TPHA (Treponema
Pallidum Haemaglutination Assay) dan test Elisa (Enzym Link Immunosorbent
Assay)
7. Konsultasi 1. Bagian Pediatri untuk kasus sifilis kongenital
2. Bagian Neurologi untuk kasus Neurosifilis
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Sifilis dini (sifilis primer, sekunder dan laten dini)
(ICD 9-CM) a. Benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM satu kali suntikan, atau
b. Prokain penisilin G 0,6 juta unit IM 1x/hari selama 10 hari
c. Bila alergi penisilin diberikan :
Tetrasiklin hidroklorida 4 x 500 mg po/hari selama 30 hari atau Doksisiklin
2 x 100 mg po/hari selama 30 hari atau Eritromisin stearat 4 x 500 mg
po/hari selama 30 hari (wanita hamil)
2. Sifilis lanjut (sifilis laten lanjut, kardiovaskuler, sifilis lanjut benigna), kecuali

29
neurosifilis
a. Benzatin penisilin G 2,4 juta unit i.m 1x/minggu selama 3 minggu berturut-
turut atau
b. Prokain penisilin G 0,6 juta unit i.m 1x/hari selama 21 hari berturut-turut
c. Bila alergi penisilin diberikan :
Tetrasiklin hidroklorida 4 x 500 mg po/hari selama lebih dari 30 hari atau
Doksisiklin 2 x 100 mg po/hari selama lebih dari 30 hari atau Eritromisin
stearat 4 x 500 mg po/hari selama lebih dari 30 hari (wanita hamil)
3. Pengobatan neurosifilis :
a. Diberikan aqueous benzylpenisilin 12 – 24 juta unit i.v, diberikan sebanyak
2 – 4 juta unit setiap 4 jam dalam sehari selama 14 hari atau
b. Prokain benzilpenisilin 1,2 juta unit i.m + probenesid 4 x 500 mg/hari setiap
hari selama 10 – 14 hari
4. Sifilis kongenital :
Setiap bayi sebelum diberi pengobatan harus diperiksa cairan sumsum tulang
belakang (CSTB) untuk memperoleh pengobatan dasar
a. Bayi yang menderita sifilis kongenital dini dengan kelainan CSTB :
a) Penisilin G kristalin 50.000 unit/kgBB i.m atau i.v 2x/hari selama 10
hari, atau
b) Penisilin G prokain dalam aqua 50.000 unit/kgBB i.m sekali suntik
selama 10 hari
b. Bayi dengan CSTB normal :
i. Penisilin G prokain dalam aqua 50.000 unit/kgBB i.m sekali suntik
selama 10 hari
ii. Penisilin G Benzatin 50.000 unit/kg BB i.m injeksi tunggal
c. Antibiotika selain penisilin tidak dianjurkan
d. Terhadap sifilis kongenital > 2 tahun, dosis tidak lebih dari sifilis lanjut yang
didapat.
e. Setelah masa neonatus, untuk yang alergi terhadap penisilin diberikan
eritromisin dengan dosis tidak lebih dari sifilis didapat.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit 1. Neurosifilis
2. Sifilis kardiovaskular
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan -
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -

30
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin untuk evaluasi klinis dan serologis sesudah 3
bulan pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan sesudah 6 bulan. Bila ada indikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan pada bulan ke 6 tersebut, dapat dilakukan evaluasi
kembali pada bulan ke 12.
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium (serologis)
23. Edukasi 1. Menerangkan kepada pasien mengenai penyakitnya, penyebab dan perjalanan
penyakit
2. Mencegah penularan kepada mitra seksualnya
3. Kemungkinan tertular HIV
4. Pemeriksaan terhadap mitra seksualnya

24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

31
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

TRIKOMONIASIS ( ICD 10 : A59 )


1. Pengertian Penyakit infeksi pada traktus urogenitalis bagian bawah wanita maupun pria yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
2. Anamnesis 1. Keluhan umumnya muncul 2 – 28 hari paska coitus suspectus
2. Pada pria sebagian besar asimptomatik. Pada kasus yang simptomatis dapat
muncul keluhan rasa gatal pada saluran kencing, nyeri kencing disertai
keluarnya duh tubuh uretra yang biasanya keluar secara intermiten
3. Pada wanita, beberapa kasus juga dapat bersifat asimptomatis. Pada kasus
yang simptomatis umumnya mengeluh adanya duh tubuh, jumlah banyak,
warna kehijauan dan berbusa, berbau busuk disertai rasa gatal dan perih pada
vulva dan kulit sekitarnya. Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah disuria,
polakisuria, dispareunia, perdarahan paska koitus dan perdarahan
intermenstrual.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Trikomoniasis pada pria : orificium urethrae exsternum tampak eritema, edema
disertai keluarnya duh tubuh mukoid atau seropurulen.
2. Trikomoniasis pada wanita : dinding vagina eritema, edema, dengan duh tubuh
sero purulen, berwarna kuning kehijauan, berbuih dan berbau busuk. Pada
serviks dapat ditemukan bintik-bintik perdarahan sehingga menyerupai
granuloma (strawberry appearance)
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis :
a. Pada pria : orificium urethra externum tampak eritema, edema disertai
keluarnya duh tubuh mukoid atau seropurulen.
b. Pada wanita : dinding vagina eritema, edema, dengan duh tubuh sero
purulen, berwarna kuning kehijauan, berbuih dan berbau tidak enak. Pada
serviks dapat ditemukan bintik-bintik perdarahan (strawberry cervix).
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan sediaan basah dapat diamati
adanya Trichomonas vaginalis.

32
5. Diagnosis Banding 1. Pada wanita : bakterial vaginosis, kandidosis vulvovaginal
2. Pada pria : uretritis gonokokal, uretritis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sediaan basah dengan larutan fisiologis untuk mengamati
adanya Trichomonas vaginalis
2. Biakan pada media Diamond modifikasi, Feinberg atau Kupferberg
7. Konsultasi Obstetri dan Ginekologi pada kasus trikomoniasis dengan kehamilan

8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)


9. Terapi / tindakan 1. Pada wanita :
(ICD 9-CM) a. Metronidazole 2 gram per oral dosis tunggal, atau
b. Metronidazol 2 x 500 mg/hari per oral selama 7 – 14 hari, atau
c. Tinidazol 2 gram per oral dosis tunggal, atau
d. Tinidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 – 14 hari
2. Pada pria :
a. Metronidazol 2 x 500 mg/hari per oral selama 7 – 14 hari, atau
b. Tinidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 – 14 hari
10 Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11 Penyulit Trikomoniasis rekuren dan persisten
12 Informed Consent Bila perlu
13 Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14 Lama Perawatan 6 – 14 hari
15 Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16 Hasil Sembuh
17 Patologi -
18 Otopsi -
19 Prognosis Dubius ad bonam
20 Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21 Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22 Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23 Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan kepada mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai pasien dan mitra seksualnya mengalami
perbaikan klinis dan laboratorium

33
3. Selama pengobatan dengan metronidazol, pasien diperingati untuk tidak
mengkonsumsi alkohol selama menggunakan obat tersebut sampai dengan 24
jam sesudah penggunaan obat yang terakhir.
24 Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

ULKUS MOLLE ( ICD 10 : A57 )

1. Pengertian Infeksi genitalia yang disebabkan oleh Haemophilus Ducreyi ditandai adanya ulkus
multipel, tertutup jaringan nekrotik dan terasa sangat nyeri.
2. Anamnesis Muncul beberapa ulkus yang sangat nyeri pada kelamin, kurang lebih 1- 4 minggu
setelah kontak seksual disertai pembengkakan pada kelenjar pada lipat paha.
3. Pemeriksaan Fisik Ulkus multipel, nyeri, lunak pada perabaan, bentuk seperti cawan, dinding
bergaung, dengan tepi yang tidak teratur. Dasar ulkus berupa jaringan granulasi
yang mudah berdarah dan ditutup jaringan nekrotik purulen berwarna kuning
keabuan. Ulkus biasanya meluas ke perifer dan kulit di sekitar ulkus tampak
eritema. Lokasi ulkus pada pria umumnya adalah preputium, sulkus koronarius,
frenulum, atau batang penis. Pada wanita sering pada labia, klitoris, vestibulum.
Dapat terjadi oto-inokulasi sehingga dapat timbul pada pubis, paha dan abdomen.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : ulkus multipel, nyeri, teraba lunak, bentuk seperti cawan, dinding
bergaung, tepi tidak teratur dan ditutup jaringan nekrotik. Disertai pembesaran
kelenjar pada lipat paha.
2. Pemeriksaan penunjang : pulasan Gram dari apusan dasar lesi ditemukan
basil gram negatif yang berderet berpasangan seperti rantai atau tampak
seperti kumpulan ikan (school of fish) intra dan ekstra seluler
5. Diagnosis Banding 1. Ulkus banal
2. Ulkus durum
3. Herpes genitalis
4. Limfogranuloma venerium
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pulasan Gram dari apusan dasar lesi
2. Biakan / kultur Haemophilus ducreyi

34
3. Tes Ito-Reenstierna, positif bila timbul infiltrat > 0,5 cm dalam 48 jam
7. Konsultasi Mikrobiologi Klinik (untuk konsultasi hasil pemeriksaan penunjang)
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Siprofloksasin 2 x 500mg/hari selama 7 hari, atau
(ICD 9-CM) 2. Eritromisin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari, atau
3. Azitromisin 1 gram dosis tunggal, atau
4. Seftriakson injeksi IM 250 mg dosis tunggal
5. Tidak diperlukan penanganan khusus terhadap lesi. Lesi ulseratif dijaga tetap
bersih, bila perlu dapat diberikan kompres dengan larutan NaCl 0,9%
6. Untuk kelenjar getah bening yang berfluktuasi dapat dilakukan aspirasi melalui
kulit yang sehat. Tidak dianjurkan melakukan insisi, drainase maupun eksisi
dari kelenjar karena akan memperlambat penyembuhan.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit 1. Limfadenopati inguinal suppuratif (bubo)
2. Giant ulcer/giant chancroid
3. Phimosis atau autoamputasi akibat fibrosis
4. Fisura dan atau striktura uretra
5. Fistel rektovagina
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin setiap minggu sampai terlihat perbaikan nyata
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium membaik
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011.

35
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

URETRITIS GONOKOKAL ( ICD 10 : A54.0 )

1. Pengertian Infeksi Neisseria gonorrhoea pada uretra yang ditandai dengan keluarnya duh
tubuh purulen dan nyeri saat kencing
2. Anamnesis Keluarnya duh tubuh purulen dari orificium urethra externum (OUE) 2-7 hari paska
coitus suspectus disertai nyeri saat kencing.
3. Pemeriksaan Fisik Orifisium urethra eksternum tampak eritema, edema, ektropion disertai keluarnya
duh tubuh purulen.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : orifisium urethra eksternum tampak eritema, edema, ektropion disertai
keluarnya duh tubuh purulen atau mukopurulen disertai nyeri pada saat kencing
2. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan pulasan Gram dari duh tubuh urethra
tampak peningkatan leukosit PMN > 5/lapangan pandang serta terdapat
diplokokus gram negatif intra dan ekstraseluler (pembesaran 1000X)
5. Diagnosis Banding Uretritis non gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram : peningkatan jumlah leukosit PMN > 5/lapangan
pandang serta adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Biakan pada media Thayer Martin diikuti dengan tes oksidase, tes fermentasi
dan uji kepekaan
3. Tes beta laktamase untuk mengetahui strain PPNG
7. Konsultasi Mikrobiologi Klinik (konsultasi hasil pemeriksaan penunjang)
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Urethritis gonokokal non komplikata :
(ICD 9-CM) a. Sefiksim 1 x 400 mg dosis tunggal, atau
b. Levofloksasin 1 x 500 dosis tunggal, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau
d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m dosis tunggal, atau

36
e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m dosis tunggal
2. Urethritis gonokokal komplikata
a. Sefiksim 1 x 400 mg / hari selama 5 hari, atau
b. Levofloksasin 1 x 500/hari selama 5 hari, atau
c. Kanamisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau
d. Spektinomisin injeksi 2 gram i.m sekali sehari selama 3 hari, atau
e. Seftriakson injeksi 250 mg i.m sekali sehari selama 3 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Epididimitis, orchitis
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan 5 – 7 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin pada hari ke-3, 7 dan ke-14 paska pemberian
terapi antibiotika
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Klinis dan laboratorium
23. Edukasi Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011

37
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

URETRITIS NON GONOKOKAL ( ICD 10 : A56.0 )

1. Pengertian Infeksi traktus urogenital pada pria yang penyebabnya non spesifik atau tidak dapat
ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium sederhana seperti Chlamydia
trachomatis dan Ureaplasma urealyticum.
2. Anamnesis Terdapat keluhan rasa gatal pada saluran kencing, nyeri kencing disertai keluarnya
duh tubuh uretra yang umumnya keluar pada pagi hari (morning drops). Keluhan
tersebut muncul 1 – 5 minggu paska coitus suspectus
3. Pemeriksaan Fisik Orificium urethrae externum mengalami peradangan ringan atau tampak normal.
Dijumpai pula adanya duh tubuh yang serus atau mukoid dalam jumlah yang
sedikit.
4. Kriteria Diagnosis 1. Klinis : orificium urethrae externum mengalami peradangan ringan atau tampak
normal disertai keluarnya duh tubuh serus atau mukoid.
2. Pemeriksaan penunjang : pada pemeriksaan pulasan Gram dari apusan duh
tubuh uretra ditemukan peningkatan leukosit PMN > 5/lapangan pandang,
tetapi tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra maupun ekstra
seluler.
5. Diagnosis Banding Uretritis gonokokal
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan pulasan Gram :
a. Dari apusan duh tubuh uretra ditemukan peningkatan leukosit PMN >
5/lapangan pandang (pembesaran 1000X)
b. Sedimen urine ditemukan > 15 PMN/lapangan pandang (pembesaran
400X)
c. Tidak dijumpai adanya diplokokus gram negatif intra dan ekstra seluler
2. Enzym immunoassay (EIA) untuk dideteksi antigen dalam sekret.
3. Gen –probe technique untuk deteksi asam nukleat dalam sekret.
4. Biakan jaringan
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan (poliklinis)
9. Terapi / tindakan 1. Doksisiklin 2x100 mg po/hari selama 7 hari, atau
(ICD 9-CM) 2. Azitromisin 1 gram po dosis tunggal, atau
3. Tetrasiklin 4x500 mg po/hari selama 7 hari, atau

38
4. Eritromisin 4x500 mg po/hari selama 7 hari
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Epididimitis, proktitis dan Reiter’s syndrome
12. Informed Consent Bila perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum/residen kulit, perawat yang terlatih
14. Lama Perawatan 7 – 14 hari
15. Masa Pemulihan 7 – 14 hari
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & Tingkat eviden 1a dan rekomendasi grade A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi 1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap mitra seksual
2. Abstinensia hubungan seksual sampai klinis dan laboratorium kembali normal
3. Pasien dengan pengobatan eritromisin, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada
saat lambung kosong
24. Kepustakaan 1. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen
MS, Watts DH, In : Sexually Transmitted Disease. Forth ed. New York :
MacGraw-Hill, 2008
2. Pedoman penatalaksanaan IMS oleh Kelompok Studi PMS Indonesia
(KSPMSI) tahun 2011.

39
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

DERMATITIS KONTAK ALERGI ( ICD 10 : L23 )

1. Pengertian Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat
allergen
2. Anamnesis 1. Bercak merah, batas tidak tegas, tampak basah
2. Sebelumnya ada riwayat kontak berulang dengan bahan yang bersifat alergen
3. Riwayat asma, rhinitis alergi
3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi akut
Lesi polimorf: makula eritema disertai udem, batas tidak jelas, diatas makula
eritema terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi menjadi
lesi yang eksudatif dan krusta.
2. Lesi kronis
Makula / plakat dengan batas yang tidak tegas disertai penebalan kulit dan
diatas plakat tersebut ditemukan adanya skuama, likenifikasi, bekas garukan
dan hiperpigmentasi
3. Lesi subakut
Diantara kedua bentuk tersebut yaitu dermatitis akut yang sudah mongering
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan
standar atau bahan yang dicurigai.
5. Diagnosis Banding 1. Dermatitis Kontak Iritan
2. Dermatofitosis
3. Dermatitis atopik
6. Pemeriksaan Penunjang Patch test / Testempel
7. Konsultasi Tidak perlu
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan
9. Terapi / tindakan 1. Lesi akut:
(ICD 9-CM) a. Antihistamin: Chlortrimeton 3x4 mg/hari untuk menghilangkan gatal
b. Pada dermatitis berat / luas: prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada
perbaikan dilakukan tapering.
c. Bila terdapat infeksi sekunder: antibiotika (amoksisilin / eritromisin) 3x500
mg/hari selama 5-7 hari
d. Lokal: kompres larutan garam fisiologis atau larutan kalium permanganas
1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang
mengandung hidrokortison 1-2,5%

40
2. Lesi kronis:
a. Antihistamin: Chlortrimeton 3x4 mg/hari untuk menghilangkan gatal
b. Tidak perlu prednison
c. Topikal: salep yang mengandung steroid yang lebih poten seperti
hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason,
diflukortolon
10. Tempat Pelayanan Poliklinik RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Infeksi sekunder
12. Informed Consent -
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit, perawat terlatih
14. Lama Perawatan 5-7 hari
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil Sembuh, tetapi dapat kambuh kembali bila terpapar dengan bahan alergen
17. Patologi Bila perlu
18. Otopsi Tidak perlu
19. Prognosis Bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol ke Poliklinik Kulit dan kelamin
21. Tingkat Evidens & 1A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Rutin kontrol dan hindari bahan yang menyebabkan alergi
24. Kepustakaan 1. Tardan M.P.C., Zug K.A. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith L.A., Katz
S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8 th. p. 152-
164.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)

41
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

HERPES GENITALIS ( ICD 10 : A60.0 )

1. Pengertian Penyakit kulit yang ditandai dengan gejala bula berdinding tegang diatas kulit yang
eritema dengan perjalanan kronis residif
2. Anamnesis 1. Timbul gelembung berair yang tidak mudah pecah di perut bagian bawah dan
paha bagian tengah
2. Sebelumnya sering ditemukan bercak merah atau bentol-bentol merah yang
cepat hilang.
3. Sedikit rasa gatal
3. Pemeriksaan Fisik 1. Bula dinding tegang diatas kulit yang normal atau eritematosa, berisi cairan
serous, kadang-kadang hemoragik
2. Lesi dimulai dengan makula eritematosa atau urtika.
3. Bila bula pecah akan terbentuk erosi, menyembuh tanpa sikatriks dan
meninggalkan bekas hiperpigmentasi yang bertahan selama beberapa bulan.
4. Predileksi: terutama permukaan fleksor, abdomen bagian bawah dan paha
bagian medial, namun bisa tampak dimana saja.
5. Lesi membran mukosa terjadi sekitar 10% pasien dan hampir selalu terbatas
membran mukosa oral terutama mukosa bagian bukal.
6. Tanda Nikolsky dan Asboe Hansen negatif
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, sitologi dan histopatologi
Terutama usia > 60 tahun
5. Diagnosis Banding 1. Pemfigus vulgaris
2. Dermatitis herpetiformis
3. Eritema multiforme
4. Epidermolisis bulosa
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sitologi / Tes Tzanck: sel Tzanck negatif
2. Histopatologi / PA: bula terletak sub epidermal, tidak ada akantolisis, dominan
sel eosinofil.
3. DL, UL, BSN, LFT, RFT, elektrolit, imufloresensi (belum bisa dikerjakan)
7. Konsultasi Penyakit Dalam, THT, Gigi dan Mulut, Mata
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Kortikosteroid, prednisone dengan dosis awal 60 mg/hari (metal prednisolon,
(ICD 9-CM) deksametason) kemudian diturunkan secara perlahan-lahan bila klinis membaik
2. Antihistamin bila gatal
3. Bila dengan kortikosteroid tidak ada perbaikan dapat diberikan DDS 200-300

42
mg/hari
4. Bila terdapat kontraindikasi pemberian steroid dan DDS atau bila ingin
menurunkan dosis steroid diberikan tetrasiklin 3x500mg/hari dan nikotinamid
3x500 mg/hari
5. Terapi topikal:
a. Lesi kering: krim hidrokortison 1-2,5% dan antibiotik
b. Bula utuh: bedak asam salisilat 1% dan menthol 0,5%
c. Lesi basah: kompres dengan garam faali (NaCl 0,9%) atau kalium
permanganas 1:10.000
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit 1. Sepsis dan bronkopneumonia
2. Diabetes mellitus
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Efek samping pemakaian steroid dosis tinggi lainnya, yaitu ulkus peptikum
5. Osteoporosis
12. Informed Consent Bila perlu (Pemeriksaan laboratorium, sitologi, histopatologi)
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit, perawat terlatih
14. Lama Perawatan 4-8 minggu
15. Masa Pemulihan 1-2 minggu
16. Hasil Sebagian besar sembuh, tetapi dapat kambuh kembali
17. Patologi Dilakukan untuk menegakkan diagnosis
18. Otopsi Bila perlu
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 1A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Rutin kontrol dan minum obat
24. Kepustakaan 1. Culton D.A., Liu Z., Diaz L.A. Bullous Pemphigoid. In: Goldsmith L.A., Katz S.I.,
Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8 th. p. 608-
23.

43
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

PSORIASIS VULGARIS ( ICD 10 : L40.0 )

1. Pengertian Penyakit peradangan kulit yang kronik residif ditandai dengan plak eritematosa,
berbatas tegas diatasnya terdapat skuama yang kasar dan berlapis-lapis,
transparan disertai fenomena bercak lilin, tanda Auspitz dan fenomena Koebner.
2. Anamnesis Tampak bercak merah bersisik tebal terutama siku dan lutut, kulit kepala, bokong,
pantat, dan kelamin. Bisa juga di daerah pusar dan celah pantat.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Plak merah dengan permukaan tampak skuama putih, batas tegas.
2. Ukuran lesi bervariasi mulai dari papul pinpoint hingga plak.
3. Predileksi: terutama ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala,
lumbosakral bagian bawah, pantat, dan genital. Bisa juga pada umbilicus dan
celah intergluteal.
4. Fenomena bercak lilin (kaarsvlek phenomen): skuama tebal, kasar garis-garis
putih yang kabur seperti lilin yang digores.
5. Auspitz sign: kulit dibawah skuama tampak eritema homogen yang mengkilat
dan tampak bintik-bintik perdarahan ketika skuama dikerok karena trauma
kapiler yang mengalami dilatasi
6. Fenomena Koebner: trauma pada kulit normal dapat menginduksi psoriasis
yang terjadi 7-14 hari setelah trauma.
7. Pitting nail: lekukan-lekukan kecil, simetris
8. Klasifikasi:
a. Psoriasis ringan: PASI < 8, luas lesi < 5% dari permukaan kulit
b. Psoriasis sedang: PASI 8-12, luas lesi 5-20%
c. Psoriasis berat: PASI > 12, luas lesi > 20%, komplikasi pustular psoriasis,
mengenai telapak tangan dan kaki, tidak responsive terhadap
kortikosteroid topikal.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan histopatologi
5. Diagnosis Banding 1. Dermatofitosis
2. Sifilis psoriasiformis
3. Dermatitis seboroik
6. Pemeriksaan Penunjang DL, UL, FL, BUN, serum kreatinin, LFT, albumin, asam urat dan biopsy kulit

44
7. Konsultasi Penyakit dalam (Divisi reumatologi), THT, Gigi dan Mulut, Psikiatri
8. Perawatan Rumah Sakit 1. Rawat jalan
2. Rawat inap: psoriasis berat dengan penyulit eritrodermi
9. Terapi / tindakan 1. Psoriasis ringan:
(ICD 9-CM) a. Topikal:
a) Lini pertama: emolien, kortikosteroid, vitamin D3 analog
b) Lini kedua: asam salisilat, ditranol, tazaroten, tar.
b. Fototerapi (bila terapi topikal gagal)
a) Lini pertama: NB-UVB, BB-UVB
b) Lini kedua: PUVA (foto kemoterapi memakai psoralen), excimer,
klimatoterapi
2. Psoriasis sedang:
a. Terapi topikal
b. Fototerapi
c. Terapi sistemik (bila terapi topikal dan fototerapi gagal)
a) Lini pertama: metotreksat, asitretin, biologis (alefasept, etarnecept,
adalimumab, infliximab, ustekinumab)
b) Lini kedua: siklosporin, agen lain (hidoksi urea, 6-thioguanine,
cellecept, sulfasalazine)
3. Psoriasis berat:
a. Terapi topikal
b. Fototerapi
c. Sistemik

Sistemik:
Metroteksat 7,5-25 mg p.o/minggu selama 4-6 minggu atau Retinoid: Acitretin
0,3-1,0 mg/kg hari selama 2-4 bulan
Topikal:
Salep campuran asam salisilat 3-5% dan tar (LCD 3-5%), antralin 0,2-0,6%
salep/krim, kortikosteroid topikal poten atau kalsipotriol krim.
Untuk mencari fokal infeksi konsul ke THT, Gigi.
10. Tempat Pelayanan Rawat inap RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit 1. Eritrodermi: seringkali diakibatkan pemberian steroid sistemik atau oleh karena
obat-obat topikal yang sangat iritasi
2. Infeksi: infeksi tenggorokan karena Streptococcus, HIV, hepatitis C
3. Stres fisik dan mental
4. Sindrom metabolik
5. Hipertensi

12. Informed Consent Pemeriksaan laboratorium dan histopatologi

45
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, perawat
14. Lama Perawatan 1-2 minggu
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil Sebagian besar sembuh, tetapi dapat kambuh kembali
17. Patologi 1. Akantosis dengan disertai pemanjangan rete ridges
2. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis
3. Hiperkeratosis dan parakeratosis
4. Penipisan sampai hilangnya stratum granulosum
5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis
6. Edema dermis disertai infiltrasi limdfosit dan monosit
7. Mikro abses dari Munro yang merupakan kumpulan kecil dari sel-sel neutrofil
pada stratum korneum
18. Otopsi Bila perlu
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 1A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Klinis
23. Edukasi Rutin control dan hindari factor pencetus
24. Kepustakaan 1. Gudjonsson J.E., Elder J.T. Psoriasis. In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest
B.A., Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8th. p. 197-231.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

46
STEVENS JOHNSON SYNDROME / SINDROMA STEVENS JOHNSON (SSJ)
( ICD 10 : L51.1 )
1. Pengertian Penyakit kulit yang akut dan fatal, ditandai oleh demam yang tinggi, lesi pada kulit,
mata dan mukosa lubang alam seperti mulut, hidung, vagina / penis dan anus
2. Anamnesis 1. Gejala prodromal: demam 39-40ºC, sakit kepala
2. Gejala kulit: eritema, papul, vesikel dan bula yang kemudian pecah sehingga
terjadi erosi (10%). Dapat disertai purpura. Lesi timbul akut, tersebar simetris,
generalisata.
3. Keterlibatan mukosa: 80% dua atau lebih mukosa (mukosa mata, oral,
genitalia, kadang di hidung dan anus). Berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
krusta hitam
4. Penyakit ini sering dihubungkan dengan alergi obat dan infeksi.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Gejala prodromal: demam 39-40ºC, sakit kepala
2. Gejala kulit: eritema, papul,vesikel dan bula yang kemudian pecah sehingga
terjadi erosi (10%). Dapat disertai purpura. Lesi timbul akut, tersebar simetris,
generalisata.
3. Keterlibatan mukosa: 80% dua atau lebih mukosa (mukosa mata, oral,
genitalia, kadang di hidung dan anus). Berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
krusta hitam
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memenuhi TRIAS
2. Riwayat minum obat dan infeksi
5. Diagnosis Banding 1. Toxic Epidermal Necrolysis / Nekrolisis epidermal toksi (NET)
2. Pemfigus vulgaris
6. Pemeriksaan Penunjang DL, UL, FL, LFT, RFT, elektrolit, analisa gas darah, rontgen toraks
7. Konsultasi Penyakit Dalam, Anestesi dan Terapi Intensif, THT, Mata, Patologi Klinik, Radiologi
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Observasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran 24 jam
(ICD 9-CM) 2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, diberikan infuse NaCl 0,9% dan
glukosa 5% (1:1). Bila terdapat syok atau gagal ginjal dikonsulkan ke Dokter
Spesialis Penyakit Dalam
3. Semua obat yang diminum sebelumnya dihentikan
4. Diberikan deksametason i.v 2x10 mg/hari. Bila keadaan kritis telah diatasi,
turunkan dosis dengan cepat (5mg/hari). Bila dosis sudah rendah diganti
dengan prednisone / metilprednisolon dan tapering.
5. Antibiotik spektrum luas (jarang menimbulkan alergi) diberikan bersama-sama
dengan pemberian deksametason, yaitu gentamisin 2x80 mg i.v/hari selama 5-
7 hari. Bila alergi gentamisin atau terdapat kelainan ginjal, diberikan
siprofloksasin 2x400 mg i.v atau klindamisin 2x600 mg i.v
6. Bila demam menetap, antipiretik diberikan dengan hati-hati (melalui rapat
khusus)

47
7. Diet rendah garam dan tinggi protein
8. Bila kadar kalium rendah diberikan KCl 3x500 mg/hari
9. Untuk stomatitis diberikan boraks gliserin 10% atau kenalog in orabase
10. Lesi basah: kompres salin NaCl 0,9% atau kalium permanganas 1/10.000 dan
lesi yang kering diberikan bedak salisil 15 atau krim hidrokortison 1-2,5%
11. Tes kulit (tes tempel) dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan 6 minggu
setelah sembuh
12. Diberikan kartu alergi yang memuat obat yang dicurigai sebagai penyebab.
10. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit 1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Perdarahan usus
3. Gagal ginjal
4. Sepsis, pneumoni
12. Informed Consent Perlu, tertulis (Pemeriksaan laboratorium, rontgen toraks)
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Dokter Umum / Residen Kulit, perawat terlatih.
14. Lama Perawatan 1-2 minggu
15. Masa Pemulihan 1 minggu
16. Hasil 1. Sembuh atau dengan kelainan mata ringan sampai kebutaan
2. Dapat juga terjadi kematian
17. Patologi Dari biopsy kulit untuk konfirmasi diagnosis
18. Otopsi Perlu, bila terjadi kematian.
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 1A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Rutin kontrol dan hindari obat penyebab
24. Kepustakaan 1. Allanore L.V., Roujeau J.C. Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome
and Toxic Epidermal Necrolysis). In: Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A.,
Paller A.S., Leffell D. J., Wolff K. editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. New York: McGraw Hill;2012. ed 8th. p. 43948-23.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

48
2014-2016

FIXED DRUG ERUPTION ( ICD 10 : L.270 )

1. Pengertian Erupsi obat yang umumnya ditandai dengan bercak tebal berwarna keunguan yang
timbul berulang pada daerah yang sama
2. Anamnesis Riwayat terpapar obat, muncul lesi kulit di tempat yang sama, gatal, paling sering
pada genital dan perianal, tangan, kaki, gatal, terbakar, demam, malaise, gejala
saluran cerna
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema, soliter, bulat atau oval, batas tegas, merah cerah atau merah
kehitaman yang berkembang menjadi plak edema,
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis : Riwayat minum obat
Pemeriksaan Klinis : timbul lesi yang khas di tempat yang sama dengan lesi
sebelumnya yang pernah dialami
5. Diagnosis Banding TEN, Eritema multiforme mayor
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, feses lengkap, SGOT / SGPT, Ureum,
creatinin, histopatologi
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam, THT, Patologi Anatomi
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan jika tidak ada penyulit
9. Terapi / tindakan 1. Eliminasi obat yang dicurigai
(ICD 9-CM) 2. Kortikosteroid (prednisolon / metilprednisolon) 30-40 mg/hari selama 5-7 hari
kemudian ditappering
3. Antihistamin CTM 3x4 mg atau mebhydroline napadisilate 2x50 mg/hari
4. Antibiotik eritromisin 3x500 mg/hari selama 5 hari jika ada infeksi sekunder
5. Jika lesi basah : kompresNaCl 0,9 %
6. Lesi kering : krim hidrokortison 1-2,5 % atau bedak salisil 1%
7. Tes tempel dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan 6 minggu setelah
sembuh
10. Tempat Pelayanan Rawat inap jika ada penyulit
11. Penyulit Perluasan ke arah epidermal nekrolisis / erupsi obat yang lebih berat dengan
keterlibatan traktus respiratorius, gastrointestinal
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, residen, perawat, co ass (observasi)

49
14. Lama Perawatan 5- 7 hari jika tidak ada penyulit
15. Masa Pemulihan 2 – 3 minggu
16. Hasil Sembuh bila obat pencetus dihindari dan obat lain yang memiliki struktur kimia yang
sama
17. Patologi Reaksi likenoid dengan perubahan vacuolar dan pembentukan civate bodies.
Infiltrat cenderung meluas sampai ke dermis, terdapat netrofil dan melanin
18. Otopsi Tidak diperlukan
19. Prognosis Baik bila tidak ditemukan keterlibatan sistemik dan perkembangan lesi kulit kearah
epidermal nekrolisis atau eritroderma
20. Tindak Lanjut Poliklinik kulit dan kelamin
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi Hindari obat pencetus
24. Kepustakaan Shear NH, Knowles SR, Sullivan JR, Shapir OL: Cutaneus Reaction to drugs. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th edition. New York: McGraw-
Hill.2012; 449 – 50.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

50
LUPUS ERITEMATOSUS KUTANEUS ( ICD 10 : L.931 )

1. Pengertian Kelainan kulit autoimun yang dapat mengenai wajah, badan terutama yang terpapar
matahari, ditandai dengan lesi batas tegas berupa plak eritema berskuama
berbagai ukuran, bila sembuh ditandai dengan atrofi, skar dan perubahan pigmen.
2. Anamnesis Bercak merah pada wajah simetris, rambut rontok, ulkus mulut, fotosensitivitas,
vasculitis, bercak merah seluruh tubuh.
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema berkonfluent, bagian tangan edema, morbiliformis, papulo
skuamosa, leukoderma, telangiektasis, macula papul berwarna merah keunguan
dengan skuama diatasnya, carpet tacks, skaratrofi sentral, nail plate distrofi.
Gambaran klinis lupus eritematosus bervariasi tergantung stadium LE, perlu
dilakukan pemantuan penyakit agar keterlibatan sistemik terdeteksi dini.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan klinis : timbul lesi kulit terutama timbul pada area yang terpapar
sinar, disertai telangiektasis, atrofi, perubahan pada mukosa, rambut dan kuku
2. Pemeriksaan penunjang :
Ditemukan anemia, lekopenia, trombositopenia, peningkatan LED,
proteinuria, hematuria, pemeriksaan autoantibody tes ANA psoitif bervariasi.
5. Diagnosis Banding Dermatitis seboroik, dermatomiositis, aknerosasea, drug eruption,mikosisfungoides,
dermatitis kontak, psoriasis.
6. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, LED, Urinalisis, Ureum, Creatinin, SGOT / SGPT, tes ANA, tes
antibodi anti ds-DNA, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan imunopatologik,
pemeriksaan imunoflorosensi.
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam divisi Reumatologi, Patologi Anatomi, Patologi Klinik
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Pengobatan sistemik : hidroksi klorokuin, quinakrin, dapson, retinoid, klofazimin
(ICD 9-CM) 2. Pengobatan topikal : tabir surya, kortikosteroid topical super poten / intralesi,
tacrolimus / pimecrolimus
10. Tempat Pelayanan Rawat inap
11. Penyulit Keterlibatan organ sistemik yang mengarah ke sistemik lupus eritematosis
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, residen, perawat, co ass (observasi)
14. Lama Perawatan 7 – 10 hari jika tidak ada penyulit

15. Masa Pemulihan 2 – 3 minggu jika tidak ada penyulit


16. Hasil Anemia, leukopenia, peningkatan LED, hipergamaglobulin, proteinuri, hematuri,
kristal urin, peningkatan BUN dan kreatinin. Tes ANA (+), ds DNA, sm, Pemeriksaan
imunoflorosensi ditemukan deposit Ig G, Ig A, Ig M, dan C3, C4 CI q atau properdin.
Pemeriksaan imunopatologi ditemukan Lupus band test (+)
17. Patologi 1. ACLE : edema epidermis atas, degenerasi liquefaction fokal

51
2. SCLE: infiltrasi sel mononuclear terbatas pada perivaskular dan struktur
adneksa kulit.
3. DLE : hiperkeratosis dan follicular plugging, atrofi, pada membrane basal
terdapat degenerasi liquefaction atau vakuolar, pada dermis ditemukan infiltrasi
sel mononuclear terutama limfosit sel T.
18. Otopsi Tidak diperlukan
19. Prognosis Baik jika tidak ada penyulit
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin serta poliklinik lain yang terkait
penyulit
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi Hindari pencetus
24. Kepustakaan Costner MI, Sontheimer RD. Lupus Erythematosus. In :Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz Si. EdsFitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 8thed. New York: McGraw-Hill, 2012:1909 – 26.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK (NET) ( ICD 10 : L.51.1 )

1. Pengertian Reaksi mukokutan akut yang berat dan fatal, paling sering terjadi akibat obat,
kadang-kadang disebabkan oleh infeksi. Ditandai dengan pengelupasan kulit yang
luas (> 30%), lesi pada mukosa lubang alam dan gejala konstitusi yang berat.
2. Anamnesis 1. Riwayat minum obat-obatan.

52
2. Awalnya timbul gejala prodromal berupa demam, malaise, sakit kepala, batuk,
pilek, nyeri tenggorok, nyeri dada, muntah, diare, mialgia, arthralgia. Kemudian
timbul bercak kemerahan simetris pada wajah, leher, badan kemudian
menyebar ke ekstremitas dan timbul bula dinding kendor dan bergabung
menjadi satu. Jika tergesek akan terjadi pengelupasan kulit yang luas dan
nyeri. Mukosa bibir biasanya selalu terkena, juga dapat mengenai mukosa lain
seperti konjungtiva, hidung, anogenital.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Demam tinggi 39-40°C
2. Pengelupasan kulit / erosi yang luas pada wajah, badan, ekstremitas juga dapat
mengenai mukosa bibir, mata, hidung, genital, anus.
3. Tanda Nikolsky (+)
4. Kriteria Diagnosis Pengelupasan kulit yang luas (>30%), lesi pada bibir, mata, hidung, genital. Gejala
prodromal yang berat, Riwayat minum obat. Terjadi akut dan terdapat epidermolisis
(Tanda Nikolsky positif). Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan nekrosis pada
epidermis, dapat terjadi celah subepidermal, sebukan sel radang mononuclear pada
papilla dermis dengan eksositosis ke epidermis.
5. Diagnosis Banding Sindrom Steven Jonhson, Staphylococcal Scalded Skin Syndrome(SSSS),
Eritemamultiforme mayor, Fixed drug eruption bulosa generalisata,
6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaandarahlengkap, urinalisis, feseslengkap, SGOT/SGPT, Ureum,
Kreatinin, LED, elektrolit, albumin,fotorontgenparu, kulturdarah,
kulturusaptenggorokan, pemeriksaanhistopatologi.
7. Konsultasi Mata, THT, Gigi & mulut, Penyakit Dalam, Bedah plastik, ICU
8. Perawatan Rumah Sakit Penderita harus dirawat di rumah sakit dan awasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran /
24 jam
9. Terapi / tindakan 1. Segera hentikan obat-obat yang dicurigai
(ICD 9-CM) 2. Infus NaCl 0,9% : Glukosa 5% = 1:1
3. Deksametason 3x10 mg iv, bila keadaan telah diatasi turunkan dosis dengan
cepat (5 mg/hari), bila dosis sudah rendah diganti dengan prednisone dan
metilprednisolon dan tapering.
4. Antibiotik spektrum luas gentamisin 2x80 mg i.v selama 5-7 hari, bila alergi
gentamisin atau terdapat kelainan ginjal diberikan siprofloksasin 2x400 mg i.v
atau klindamisin 2x600 mg i.v.
5. Bila demam berikan antipiretik dengan hati-hati
6. Diet rendah garam dan tinggi protein
7. Bila kadar kalium rendah berikan KCl 3x500 mg/hari
8. Bila ada stomatitis berikan boraks gliserin 10% atau kenalog in ora base
9. Jika lesi basah : kompres NaCl 0,9 %
10. Lesi kering : krim hidrokortison 1-2,5 % atau bedaksalisil 1%
11. Tes tempel dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan 6 minggu setelah
sembuh
10. Tempat Pelayanan Ruang perawatan : IGD / Ruang rawat inap
11. Penyulit Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gagal ginjal dapat terjadi pneumonia
dan sepsis. Akibat terapi kortikosteroid tinggi dapat memicu terjadinya DM akibat

53
obat atau edema serebri dan efek samping lainnya.
12. Informed Consent Tertulis (perlu untuk perwatan, pemeriksaan histopatologi)
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, Dokter umum / Residen kulit, perawat terlatih.
14. Lama Perawatan 2 minggu
15. Masa Pemulihan 2 minggu
16. Hasil 1. Dapat terjadi peningkatan LED, lekositosis, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, mikroalbuminuria, hipoproteinemia, anemia, eosinofilia.
2. Sembuh, atau dengan kelainan mata ringan sampai kebutaan atau terjadi
kematian.
17. Patologi Nekrosis pada epidermis, dapat terjadi celah subepidermal, sebukan selradang
mononuclear pada papilla dermis dengan eksositosis ke epidermis.
18. Otopsi Tidak diperlukan
19. Prognosis Bergantung pada keparahan penyakit dan kualitas perawatan medis yang didapat.
Kematian terjadi akibat septikemia, pneumonia, perdarahan saluran cerna, infark
miokardium, insufisiensi jantung, sepsis.
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik kulit dan kelamin.
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi Eliminasi obat-obat yang dicurigai menyebabkan alergi.
24. Kepustakaan Allanore LV, Roujeau JC. Epidermal Necrolysis (stevens Johnson syndrome and
toxic epidermal necrolysis). In :Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition.
New York: McGraw-Hill, 2012.p: 439 – 49.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

DERMATITIS ATOPIK ( ICD 10 : L.209 )

1. Pengertian Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit kronik berulang yang terutama
mengenai bayi dan anak-anak usia dini.
Dermatitis atopik berdasarkan onset usia :
1. Dermatitis atopik pada neonatus / bayi
Fase akut, distribusi pada wajah, skalp dan ekstremitas bagian ekstensor.

54
2. Dermatitis atopik pada anak-anak
Fase kronik, likenifikasi, distribusi pada ekstremitas bagian fleksor.
3. Dermatitis atopik pada dewasa
Inflamasi kronik dan gatal terkait paparan terhadap iritan eksogen
Dermatitis atopik berdasarkan umur lesi:
1. Dermatitis akut
Papul eritema disertai ekskoriasi dan eksudat serus dengan keluhan gatal yang
parah.
2. Dermatitis subakut
Papul eritema berskuama disertai ekskoriasi
3. Dermatitis atopik kronis
Penebalan kulit disertai likenifikasi dan papul fibrosis (prurigo nodularis)
2. Anamnesis 1. Bercak-bercak merah pada kulit berlangsung kronik dan berulang dengan
predileksi khas menurut usia.
2. Keluhan berhubungan dengan kelembaban dan debu rumah.
3. Keluhan menghilang saat minum obat antihistamin dan salep / krim dari dokter.
4. Gatal intermiten terutama malam hari dan bertambah saat berkeringat.
5. Terdapat riwayat pasien dan atau keluarga dengan atopi (rhinitis alergi, asma,
dermatitis atopik)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Erupsi eksantema berupa makula, papul, vesikel disertai erosi dan ekskoriasi,
eksudat serus pada fase akut, disertai gatal yang berat, berkembang menjadi
plak disertai likenifikasi dan skuama putih tipis pada fase kronik.
2. Predileksi khas menurut usia: wajah, skalp, dan ekstremitas bagian ekstensor
(pada bayi), fase kronik ditandai likenifikasi pada ekstremitas bagian fleksor
(pada anak-anak).
4. Kriteria Diagnosis Kriteria Hanifin dan Radjka:
Kriteria mayor :
1. Pruritus
2. Dermatitis eksema dengan morfologi dan distribusi lesi khas menurut umur.
3. Berlangsung kronik berulang
4. Riwayat personal dan keluarga dengan penyakit atopik (asma, rhinitis alergi,
dermatitis atopik)
Kriteria minor :
1. Xerosis
2. Lipatan Denie Morgan
3. Allergic shiners
4. Facial pallor
5. White dermographism
6. Pityriasis alba
7. Keratosis pilaris
8. Ikhtiosis vulgaris
9. Hiperlinearis Palmaris dan plantaris
10. White dermograpism

55
11. Konjungtivitis
12. Keratokonus
13. Katarak subkaspsular anterior
14. Peningkatan serum IgE
15. Test reaksikulit immediate
Diagnosis ditegakkan bila memenuhi 3 kriteria mayor + 1/>kriteria minor.
5. Diagnosis Banding 1. Dermatitis kontak alergi atau iritan
2. Dermatitis seboroik
3. Skabies
4. Psoriasis
5. Ikhtiosis vulgaris
6. Keratosis pilaris
7. Dermatofitosis
8. Erupsi obat
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap : eosinofilia
2. Serum IgE
3. Pengecatan gram
4. Biopsi histopatologi (pada kasus sulit)
5. Test tempel
6. Test tusuk
7. Konsultasi 1. Pediatric
2. Mata : Jika ada keluhan pada mata
3. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap jika ada penyulit
4. Terapi / tindakan 1. Edukasi kepada pasien dan keluargany amengenai penyakitnya, kemungkinan
(ICD 9-CM) penyebab / pencetusnya dan pentingnya upaya untuk menghindarinya,
perjalanan penyakitnya, jenis dan cara penggunaan obat yang benar.
2. Hidrasi (berendam di air hangat selama 20 menit diikuti aplikasi emolien : urea
10%, moisturizer)
3. Menghindari bahan iritan
4. Identifikasi dan menghindari alergen yang sudah terbukti sebagai etiologi
5. Anti inflamasi (steroid topikal, penghambat kalsinurin topikal)
6. Antipruritus (antihistamin sedatif)
7. Antibiotika topical atau sistemik bila terjadi infeksi sekunder.
5. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub Divisi Imunologi-Pediatrik Dermatologi.
6. Penyulit 1. Infeksi sekunder
2. Dermatitis eksfoliativa
3. Dermatitis Kontak Iritan Tangan
4. Efek samping kortikosteroid (topikal / sistemik)
5. Gangguan Psikososial
7. Informed Consent 1. Test tempel
2. Test Tusuk
8. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum / residen, perawat terlatih

56
9. Lama Perawatan 7 – 10 hari jika tidak ada penyulit
10. Masa Pemulihan 2 – 3 minggu jika tidak ada penyulit
11. Hasil Membaik tetapi dapat mengalami rekurensi
12. Patologi Spongiosis dan vesikulasi spongiotik pada fase akut, sub akut ditemukan ireguler
akantosis, psoriasiform hyperplasia, lesi kronis ditemukan hyperkeratosis,
psoriasiform hyperplasia dan spongiosis ringan
13. Otopsi Diperlukan bila dikerjakan test temple dan test tusuk.
14. Prognosis 1. Dapat mengalami remisi secara spontan dan membaik dengan pertambahan
usia.
2. Pada remaja-dewasa berkembang menjadi hand dermatitis terkait pekerjaan.
3. Prognosis buruk berkaitan dengan :
DA luas pada masa kanak-kanak, riwayat asma dan rhinitis alergi, riwayat DA
pada orang tua atau saudara sekandung, onset DA sejak usia dini, anak
tunggal, IgE serum tinggi.
15. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit & Kelamin subdivisi imunologi-pediatrik dermatologi.
16. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
17. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium

18. Edukasi KIE kepada keluarga mengenai perjalanan penyakit dermatitis atopik yang kronik
berulang, factor pencetus, perawatan kulit terutama dengan emolien dan
menghindari kontak dengan bahan iritan, pemakaian kortikosteroid yang tepat.
19. Kepustakaan Leung D. Y. M., Eichenfield L.F., Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In :Fitzpattrick in
General Medicine. 8th edition. 2012; vol 1: p.165-182.

57
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

ERITRODERMA ( ICD 10 : L.26 )

1. Pengertian Penyakit kulit inflamasi yang ditandai dengan kemerahan dan sisik hampir seluruh
tubuh (90%) yang bisa disebabkan oleh perluasan penyakit kulit yang ada
sebelumnya, obat, keganasan, penyakit sistemik dan idiopatik.
2. Anamnesis 1. Riwayat Penyakit sekarang: Sejak kapan timbul bercak kemerahan? Lokasi
pertama timbul? Bagaimana cara penyebaran lesi? Bagaimana bentuk, ukuran,
jenis, warna sisik? Apakah timbul untuk pertama kali atau berulang? Obat apa
saja yang sudah pernah diberikan? Apakah ada bentuk lesi selain bercak
eritema dan sisik? Riwayat eksim atau alergi lainnya? Keluhan rambut rontok /
ketombe? Nyeri sendi? Riwayat konsumsi obat sebelum timbul lesi kulit?
Pedigre penderita? Masalah medis lain? Riwayat penyakit yang dahulu :
riwayat sakit kulit serupa yang berulang?
3. Pemeriksaan Fisik Vital sign : tensi, nadi, suhu, inspeksi lesi kulit, palpasi ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening regional, pemeriksaan rambut, mukosa, kuku
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan klinis: timbul bercak kemerahan disertai sisik mengenai hampir
seluruh tubuh (90% luas tubuh)
2. Pemeriksaan penunjang: tidak spesifik dapat ditemukan lekositosis,
peningkatan transaminase, laju endap darah (LED), tes fungsi ginjal,
hipoalbumin, ketidakseimbangan elektrolit dan cairan, dan sel sezary dalam
sirkulasi darah, tergantung etiologi penyebab, serta fokal infeksi pada gigi,
telinga, hidung, tenggorokan
5. Diagnosis Banding Diagnosis banding etiologi meliputi : perluasan lesi kulit yang ada sebelumnya
(psoriasis, dermatitis spongiosis, Pityriasis rubra pilaris), obat, keganasan, penyakit
sistemik
6. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, gambaran darah tepi, laju endap darah (LED), tes fungsi hepar, tes

58
fungsi ginjal, urinalisis, feses lengkap, albumin, elektrolit, pemeriksaan sel sezary
dalam sirkulasi darah, dilakukan biopsi serial untuk membantu mencari etiologi
eritroderma
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam, Bagian THT, Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut, Ilmu Patologi
Klinik, Patologi Anatomi, Gizi Klinik.
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap
9. Terapi / tindakan 1. Monitoring vital sign
(ICD 9-CM) 2. Prednison 0,5-2 mg/KgBB, dosis terbagi harian, jika sudah menyingkirkan
psoriasis vulgaris sebagai penyebab eritroderma
3. Jika psoriasis sebagai penyebab eritroderma : Metotrexate dosis 7,5mg-15
mg/minggu terbagi dalam 3 dosis dengan selang pemberian 12 jam disertai
pemberian asam folat
4. Antihistamin H1
5. Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Jika erupsi obat sebagai penyebab, hindari obat yang dicurigai
7. Perawatan kulit sportif emolien dan kortikosteroid topikal
10. Tempat Pelayanan Bangsal rawat inap
11. Penyulit Gangguan kardiovaskular, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
hipoalbuminemia, gangguan termoregulator suhu, sepsis, pneumonia
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, residen, perawat, Co ass (observasi)
14. Lama Perawatan 7 – 10 hari tergantung penyulit
15. Masa Pemulihan 3 – 4 minggu
16. Hasil Dapat mengalami remisi dan rekurensi tergantung etiologi
17. Patologi Tidak spesifik dapat ditemukan hyperkeratosis, spngiosis, infiltrate sel radang,
diperlukan biopsi serial untuk membantu menegakkan etiologi
18. Otopsi Tidak perlu
19. Prognosis Tergantung penyebab, jika penyebabnya erupsi obat prognosis baik, jika psoriasis
dapat rekurensi, jika terkait keganasan internal resisten terhadap pengobatan dan
mortalitas
20. Tindak Lanjut Rawat poliklinik kulit dan kelamin dan poliklinik lain terkait penyulit
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan secara klinis
23. Edukasi Hindari faktor pencetus
24. Kepustakaan Grant JM, Fedeles F, Rothe MJ.Exfoliative Dermatitis. In : Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz Si.eds. Fitzpatricks Dermatology In General.
10th ed. New York:McGrawHill, 2012: 266 – 70.

59
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

ERUPSI OBAT ( ICD 10 : L.270 )

1. Pengertian Reaksi alergi pada kulit dan atau mukosa sebagai akibat pemberian obat pada
orang yang hipersensitif terhadap obat tersebut
2. Anamnesis Timbul ruam pada kulit setelah mengkonsumsi obat, keluhan pertama atau sudah
berapa kali mengalami kekambuhan, timbul pada lokasi mana dan apakah terdapat
keterlibatan selaput lendir mulut dan kelamin yang terkena, riwayat obat +/- 8
minggu yang diminum. Dapat disertai gejala prodromal berupa demam, malaise,
nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan
3. Pemeriksaan Fisik Ruam kulit polimorfik ringan hingga luas, berupa makulopapular rash (exanthema),
pustul, urtika, angioedema, purpura, disertai atau tanpa disertai keterlibatan
mukosa mata, bibir, genitalia
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan klinis: timbul ruam polimorfik ringan hingga luas, berupa
makulopapular rash (exanthema), pustul, urtika, purpura, pada umumnya
menyebar secara sentrifugal (dari badan ke ekstremitas) disertai atau tanpa
disertai keterlibatan mukosa mata, bibir, genitalia pada kulit setelah
mengkonsumsi obatdapat disertai gejala prodromal (panas badan, nyeri sendi,
nausea).
2. Pemeriksaan penunjang: tidak khas, dapat dijumpai eosinofilia darah tepi,
peningkatan serum IgE, peningkatan serum transaminase, biopsi.
5. Diagnosis Banding Viral exanthema untuk erupsi obat tipe makulopapular, urtikaria dan angioedema
yang bukan disebabkan oleh obat, subkornea pustular dermatosis dan psoriasis
pustulosa untuk erupsi obat tipe pustular
6. Pemeriksaan Penunjang Tidak khas, darah lengkap, gambaran darah tepi, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal,
urinalisis, tes imunologi IgE, biopsi untuk menyingkirkan diagnosis banding.
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Anastesi dan Terapi Intensif, Ilmu
kesehatan Mata, Ilmu Patologi Klinik dan Patologi Anatomi
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat Inap
9. Terapi / tindakan 1. Eliminasi obat yang dicurigai

60
(ICD 9-CM) 2. Kortikosteroid : prednison 0.5 – 2 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi harian.
3. Antihistamin H1
4. Topikal salicyl talc 1%, kortikosteroid potensi ringan-sedang, triamsinolone
acetonide pada mukosa bibir.

10. Tempat Pelayanan Rawat inap jika ada penyulit


11. Penyulit Erosi pada mukosa mata atau traktus respiratorius, gastrointestinal,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
12. Informed Consent Lisan dan tertulis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum, residen, co ass (observasi)
14. Lama Perawatan 5 – 7 hari bila tanpa keterlibatan organ dalam
15. Masa Pemulihan 1 – 2 minggu setelah lesi lama mengering
16. Hasil Sembuh bila obat pencetus dihindari dan obat lain yang memiliki struktur kimia yang
sama
17. Patologi civate bodies
18. Otopsi Tidak perlu
19. Prognosis Baik bila tidak ditemukan keterlibatan sistemik dan perkembangan lesi kulit ke arah
epidermal nekrolisis atau eritroderma.
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan poliklinik lain yang terkait
penyulit
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi Hindari obat pencetus
24. Kepustakaan 1. Breathnach SM, Tony B, Cox N, Griffiths C: Rook’s Textbook of dermatology,
7th ed. USA : Blackwell Publishing Company, 2004; 73.1-18.
2. Shear NH, Knowles SR, Sullivan JR, Shapir OL: Cutaneus Reaction to drugs.
In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th edition. New York:
McGraw-Hill.2012; 449 – 50.

61
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

DERMATITIS HERPETIFORMIS ( ICD 10 : L.13.0 )

1. Pengertian Dermatitis herpertiformis merupakan penyakit kulit yang khas ditandai erupsi
vesikulobula, berkelompok diatas kulit eritema, yang berlangsung kronik residif.
2. Anamnesis Muncul gelembung-gelembung berair pada kulit diawali bercak merah dengan rasa
gatal atau rasa terbakar kemudian dengan cepat terbentuk gelembung berair.
3. Pemeriksaan Fisik Vesikel, bula berkelompok diatas kulit eritema, berisi cairan serus, dinding tegang,
distribusi simetris, bilateral, tanda Nikolsky negatif.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kelompok vesikel dan bula tegang diatas kulit eritema, tanda Nikolsky negatif,
sangat gatal.
2. Predileksi: kulit kepala, skapula, punggung, bokong, paha, siku, lutut dan
ekstensor lengan.
3. Distribusi bilateral simetris, terutama pada usia remaja.
4. Terdapat glutein sensitive enteropathy.
5. Diagnosis Banding 1. Pemfigoid Bulosa
2. Eritema multiforme
3. Epidermolisis Bulosa
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap,
2. Test Tzanck : sel Tzanck negatif
3. Histopatologi : bula subepidermal, sel akantolisis negatif, infiltrate sel radang
neutrofil
4. Direct Imunofluoresensi: deposit IgA linear pada papiler dermis.
5. Indirect Imunofluoresensi: tidak ditemukan auto antibodi
7. Konsultasi Bagian Ilmu Penyakit Dalam
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap jika ada penyulit
9. Terapi / tindakan 1. Dapson 100-300 mg/hari sampai lesi menyembuh kemudian dosis diturunkan
(ICD 9-CM) setiap minggu sehingga dosis mencapai 25 mg/hari kemudian 25 mg per 2
hari, kemudian 25 mg perminggu.
2. Antihistamin CTM 3x1 tablet/hari
3. Bedak asam salisil 1% dicampur menthol 0,5% atau krim hidrokortison 1-2,5%
2x perhari.
4. Diet Glutein
5. P/ cek darah lengkap setiap 2 minggu.

62
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub Divisi Imunologi
11. Penyulit Anemiahemolitik (EfeksampingDapson)
12. Informed Consent Lisan dna tertulis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum /residen, perawat terlatih
14. Lama Perawatan 7 – 10 hari jika tidak ada penyulit
15. Masa Pemulihan 2 – 3 minggu jika tidak ada penyulit
16. Hasil Membaik tetapi dapat mengalami rekurensi
17. Patologi 1. Bula subepidermal, sel akantolisis negatif, infiltrat sel radang neutrofil
2. Imunofluoresensi direct: deposit Iga linear pada dermis papiler.
3. Imunofluoresensi indirect: tidak ditemukan auto antibodi
18. Otopsi Tidak dibutuhkan otopsi
19. Prognosis Baik tetapi dapat mengalami rekurensi
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik Kulit & Kelamin subdivisi imunologi
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
23. Edukasi KIE mengenai penyakit dan perjalanan penyakit yang bersifat kronik dan residif,
efek samping pengobatan dapson.
24. Kepustakaan Ronaghy A., Katz S.I., Hall R. S. Dermatitis Herpertiformis. In :Fitzpattrick in
General Medicine. 8th edition. 2012; vol1 : p.642-649.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

63
2014-2016

PSORIASIS ( ICD 10 : L.40 )

1. Pengertian Penyakit kulit kronis yang berulang ditandai dengan gambaran klinis
eritroskuamosa yang bervariasi. Pada tipe tertentu ditandai oleh pustul atau lake of
pustulae, dapat terlokalisir atau generalisata, selain mengenai kulit dan mengenai
mukosa, kuku dan atau persendian.
2. Anamnesis Timbul bercak merah tebal bersisik putih kasar seperti perak, pada kedua
ektremitas atas bawah terutama pada bagian ekstensor, dapat dijumpai riwayat
yang sama pada anggota keluarga lain.
3. Pemeriksaan Fisik Secara klinis dijumpai lesi bervariasi dari plakat eritematosa, skuama kering, tebal
disertai dengan fenomena tetes lilin, auspitz, koebner disertai keterlibatan
ekstrakutaneus seperti geographic tounge dan pitting nail, skor PASI.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan klinis: timbul plakat eritematosa tebal bersisik putih kasar
seperti perak, pada kedua ektremitas atas bawah terutama pada bagian
ekstensor, disertai tanda auspitz yang positif, skor PASI.
2. Pemeriksaan penunjang: tidak spesifik, dapat ditemukan lekositosis,
peningkatan fungsi liver / transaminasie, hipoalbumin, dan pemeriksaan auspitz
sign yang positif.
5. Diagnosis Banding Dermatitis seboroik, pityriasis rubra pilaris, pityriasis rosea, parapsoriasis, pityriasis
likenoides, roseola sifilitika, porokeratosis
6. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, tes fungsi hepar, tes fungsi ginjal, albumin, elektrolit, urinalisis,
histopatologi
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam, THT, Gigi dan Mulut, Patologi Anatomi
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat inap jika skor PASI > 10% dengan penyulit : eritroderma, psoriasis pustulosa
generalisata, psoriasis dalam kehamilan, psoriasis artritis
9. Terapi / tindakan 1. Untuk lesi dengan skor PASI < 10% : obat topikal meliputi :
(ICD 9-CM) Topikal kortikosteroid potensi sedang-super poten, preparat tar konsentrasi 2-
5%, vitamin D3 dan analognya seperti kalsipotriol dan emolien.
2. Untuk lesi dengan skor PASI 10-30% : terapi kombinasi obat topikal dengan
obat sistemik maupun fototerapi, meliputi :
Metotreksat peroral dosis 7,5 mg – 15 mg per minggu setiap dosis diberikan
dengan selang pemberian 12 jam, Metotreksat i.v atau i.m dosis 10 – 25 mg
sekali sehari disertai pemberian asam folat.
Narrow band (NB) UVB 311 nm
3. Jika skor PASI >30% : diberikan terapi sistemik atau fototerapi.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin jika skor PASI 5 – 10%, rawat inap jika skor PASI >10%
disertai keterlibatan sistemik

64
11. Penyulit Infeksi, toksisitas obat sistemik, psoriasis artritis, keterlibat sistemik seperti kelainan
metabolisme penyerta dan gangguan kardiovaskular.
12. Informed Consent Perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum, residen, koas (observasi)
14. Lama Perawatan 1 – 2 minggu
15. Masa Pemulihan 2 – 3 minggu
16. Hasil Dapat mengalami remisi dan rekurensi
17. Patologi Parakeratosis, hyperkeratosis, psoriasiform hyperplasia, spongiosis of kogoj, abses
munro
18. Otopsi Tidak perlu
19. Prognosis Baik jika skor PASI <5% tanpa keterlibatan sistemik
20. Tindak Lanjut Rawat poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan klinis
23. Edukasi Hindari faktor pencetus psoriasis
24. Kepustakaan Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th
edition. New York: McGraw-Hill, 2012.p: 197 – 230.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

65
URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA ( ICD 10 : L.50 )

1. Pengertian Edema dan eritema meninggi di permukaan kulit, berbatas tegas melibatkan dermis
superfisial yang terjadi secara akut (< 6 minggu), kronis (> 6 minggu), bersifat
hilang timbul dalam waktu < 24 jam, jika edema meluas hingga dermis bawah dan
lapisan subkutan atau submukosa disebut angioedema. Traktus respiratorius,
gastrointestinal dan kardiovaskular dapat terlibat.
2. Anamnesis Gejala subyektif timbul rasa gatal, kadang nyeri atau rasa terbakar. Gejala sistemik
yang dapat menyertai adalah nyeri kepala, hipotensi, sinkop, sesak nafas, nausea,
vomitus, palpitasi, demam, diare, menggigil, atralgia, mialgia dan flushing.
3. Pemeriksaan Fisik Urtika dengan bentuk lesi dapat teratur atau tidak teratur, berukuran dari miliar
hingga plakat dengan distribusi dapat lokalisata, generalisata. Lesi dapat hilang
timbul. Angioedema dapat timbul pada kelopak mata, bibir, dapat disertai atau tidak
disertai keterlibatan organ lain.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan klinis : ditemukan lesi urtika dan angioedema, episodik, hilang
timbul atau menetap lebih dari 48 jam pada bentuk vaskulitis disertai gejala
subyektif dan sistemik.
2. Pemeriksaan penunjang : tidak spesifik dapat ditemukan lekositosis,
peningkatan laju endap darah, peningkatan fungsi hepar, urinalisis,
feses,eosinofilia, kadar komplemen, IgE, ANA, fokal infeksi.
5. Diagnosis Banding Urtikaria pigmentosa, eritema multiforme, eritema migrans, foto sensitivitas akut,
fixed drug eruption, pemfigoid bulosa (lesi urtika)
6. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, laju endap darah, kimia darah, urinalisis, feses, hitung eosinofil,
pemeriksaan terhadap infeksi. Jika diduga terkait autoimun diperiksa kadar
komplemen, Ig E, cryoprotein, ANA, jika diduga urtikaria fisik dilakukan Uji
rangsangan dingin dan hangat, excercise dan uji foto pada urtikaria fisik. Uji tusuk
dan biopsi kulit untuk menyingkirkan diagnosis banding dan identifikasi urtikaria
vaskulitis.
7. Konsultasi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Kardiologi, THT, Gigi (untuk mencari
fokal infeksi), Patologi Anatomi.
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan bila tidak disertai keterlibatan sistemik atau organ lain.
9. Terapi / tindakan 1. Identifikasi dan menghindari pencetus.
(ICD 9-CM) 2. Losio yang mengandung antipruritus.
3. Antihistamin H1 sedatif atau non sedatif, antidepresan trisiklik, prednison 15 –
30 mg/hari jangka pendek.
4. Epinefrin untuk kasus kegawatdaruratan medis seperti edem laring dan kolaps
kardiovaskular.
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin dan Rawat inap pada kasus berat dengan keterlibatan
organ lain.
11. Penyulit Terdapat keterlibatan organ lain seperti traktus respiratorius, traktus gastrointestinal
dan kardiovaskular.
12. Informed Consent Perlu

66
13. Tenaga Standar Dokter spesialis, dokter umum, residen, perawat, co ass (observasi)
14. Lama Perawatan 5 – 7 hari jika tidak ada penyulit
15. Masa Pemulihan 1 – 2 minggu jika tidak ada penyulit
16. Hasil Sembuh
17. Patologi Edem dermis superfisial, vasodilatasi pembuluh darah, infiltrasi sel radang
18. Otopsi -
19. Prognosis Dapat kronik residif tergantung penyebab penyakit
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan secara klinis untuk kasus akut
23. Edukasi Hindari faktor pencetus
24. Kepustakaan Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th
edition. New York: McGraw-Hill, 2012.p: 414 – 30.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

PEMFIGUS VULGARIS ( ICD 10 : L10.1 )

Pengertian Penyakit vesikobulosa bersifat autoimun yang menyerang kulit dan mukosa yang
ditandai dengan bula berdinding kendur, terletak intraepidermal yang terjadi akibat
proses akantolisis. Perjalanan penyakit kronis, sering diikuti dengan kekambuhan

67
akut, dan dapat berakhir fatal. Secara klinis dibedakan atas bentuk ringan (kelainan
kulit < 1/3 luas permukaan kulit), sedang (kelainan kulit sampai 50% luas
permukaan kulit), berat (> 50% luas permukaan kulit).
1. Anamnesis Lepuh pada bibir, badan, lengan, tungkai, bokong, lipat paha, aksila. Luka yang
basah, nyeri dan berbau. Kadang ada gatal. Subfebris, malaise, anoreksia, sulit
menelan. Paparan terhadap radiasi Ultraviolet memperberat penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik Bula dan vesikel dinding kendor diatas kulit normal atau eritema, erosi, krusta,
makula hiperpigmentasi. Distribusi lesi generalisata. Tanda Nikolsky (+)
3. Kriteria Diagnosis Bula dan vesikel dinding kendor, multipel, lukal uas yang basah dan nyeri,
mengenai kulit dan mukosa, Nikolsky (+), keadaan umum jelek Pemeriksaan
Tzanck ditemukan sel-sel akantolitik, Pemeriksaan histopatologi ditemukan bula
intraepidermal suprabasal dan sel-sel akantolisis. Pada pemeriksaan imunoflorosen
langsung didapatkan deposit IgG dan C3 intraseluler. Pada imunoflorosen tidak
langsung tampak autoantibodi intraseluler Ig G.
4. Diagnosis Banding Pemfigoid bulosa, Dermatitis herpetiformis, Pemfigus foliaceus, Pemfigus vegetans,
Linear IgA Dermatosis, Epidermolisis bulosa aquisita.
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Tzank, Pemeriksaan histopatologi, Imunoflorosensi langsung, Darah
lengkap, Urin rutin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Gula darah, Albumin, Elektrolit,
Foto rontgen paru.
6. Konsultasi Penyakit dalam, THT, Gigi & Mulut, Mata, Burn Unit
7. Perawatan Rumah Sakit Penderita dirawat di Rumah Sakit untuk memperbaiki keadaan umum.
8. Terapi / tindakan 1. Infus NaCl 0,9 %
(ICD 9-CM) 2. Kortikosteroid (prednison, metilprednisolon, dexametason) dengan dosis 60 mg
untuk penyakit yang ringan, 100 mg untuk penyakit yang sedang, dan 150 mg
untuk penyakit yang berat. Kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan sesuai
dengan kemajuan klinis dan dipertahankan pada dosis pemeliharaan yang
diberikan sekali sehari pada jam 08.00 pagi.
3. Kortikosteroid dapat dikombinasi denganagen imunosupresif seperti azatioprin
2,5 mg/kg/hari selama 12 minggu, mikofenolatmofetil 30-40 mg/kg/hari 2x
sehari, siklofosfamid 1,1-2,5 mg/kg/hari.
4. Jika terapi standard diatas tidak efektif dapat diberikan rituximab,
immunoglobulin intravena, plasma pharesis.
5. Antibiotik: amoksilin, kloksasilin atau sefotaksim selama 5-7 hari bila terdapat
infeksi sekunder.
6. Pengobatan topikal :
a. Bila lesi kering : krim hidrokortison 1-2,5% dan antibiotik
b. Bia vesikel dan bula utuh : bedak salisil 1% dan menthol 0,5%
c. Bila lesi basah : kompres larutan salin / NaCl 0,9 %.
9. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap atau IGD
10. Penyulit Keadaan umum yang lemah, malnutrisi, dehidrasi, sepsis. Lesi yang mengenai bibir
dan rongga orofaring menyebabkan pasien kesulitan menelan, makan dan minum
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk mengontrol penyakit dan
penggantian cairan intravena dan nutrisi.

68
11. Informed Consent Tertulis (perlu untuk perawatan, pemeriksaan histopatologi)
12. Tenaga Standar Dokter spesialis, Dokter umum / Residen kulit, perawat terlatih.
13. Lama Perawatan 2-8 minggu
14. Masa Pemulihan 1-2 minggu
15. Hasil Sembuh parsial dengan ketergantungan steroid, dapat terjadi kematian.
16. Patologi Bula intraepidermal suprabasal dan sel-sel akantolisis.
17. Otopsi Tidak diperlukan
18. Prognosis 1. Dubia ad malam
2. Fatal pada 60% pasien dan pada pasien usia tua dengan masalah medis yang
bersamaan.
19. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik kulit dan kelamin
20. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
21. Indikator Medis Perbaikan secara klinis dan laboratorium
22. Edukasi Berobat dan kontrol teratur.
23. Kepustakaan Payne AS, Stanley JR. Pemphigus. In :Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition.
New York: McGraw-Hill, 2012.p: 586 – 600.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

VERUKA VULGARIS ( ICD 10 : B.07 )

1. Pengertian Veruka vulgaris merupakan kelainan kulit yang bersifat jinak, menular, disebabkan
oleh virus, ditandai oleh adanya papula yang berbatas tegas, padat, menimbulkan
dengan permukaan yang kasar dan tidak teratur.
2. Anamnesis Bintil pada kulit yang teraba kasar dan cepat menyebar ke tempat-tempat lain.
Predileksi terutama pada siku, lutut, kulit kepala, dll.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi berupa papul yang hiperkeratosis dengan permukaan kasar (verukosa)

69
yang berbatas tegas, warna putih keabuan, dapat single tunggal atau multipel.
Biasanya tidak gatal dan tidak sakit.
2. Variasi klinis
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Banding Moloskum kontangiosum, keratoakantoma
6. Pemeriksaan Penunjang -
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan : tindakan, perawatan luka paska tindakan
9. Terapi / tindakan 1. Bedah beku dengan Nitrogen cair
(ICD 9-CM) Dilakukan dengan cara menempelkan cairan tersebut melalui kapas lidi pada
lesi di kulit sampai timbul halo pembekuan pada jaringan sehat di dasar kulit.
2. Elektrodesikasi dan kuretase
Setelah diberikan anestesi lokal dengan lidokain, letakkan jarum listrik pada
pucak lesi dan tahan hingga jaringan mulai agak menggelembung. Selanjutnya
lesi dapat diangkat dengan kuret.
3. Salep salisil 50% dengan plester
Dapat diberikan salep Salisil dengan plaster yang dilubangi bagian tengahnya
untuk melindungi kulit disekitarnya. Setelah diberikan salep lalu ditutup dengan
plester lain. Lakukan pergantian setiap hari sekali. Setelah 1 sampai 2 minggu
biasanya lesi akan menjadi putih dan lembek sehingga mudah dilepas.
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Nyeri, perdarahan
12. Informed Consent Persetujuan tindakan medis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter residen, perawat

14. Lama Perawatan -


15. Masa Pemulihan 14 hari
16. Hasil Baik
17. Patologi Bila ada indikasi
18. Otopsi -
19. Prognosis Baik
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinis
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi

22. Indikator Medis Kesembuhan klinis

70
23. Edukasi Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

MOLUSKUM KONTAGIOSUM ( ICD 10 : B08.1 )

1. Pengertian Moluskum kontagiosum merupakan tumor jinak kulit yang disebabkan virus
moluscum contageousum, banyak menyerang anak-anak, dengan ditandai papula
yang lunak dengan cekungan (dele) diatasnya.
2. Anamnesis Bintil pada kulit dengan permukaan halus mengkilap disertai cekungan
ditengahnya.
3. Pemeriksaan Fisik Lesinya berupa papula kecil. Biasanya dengan diameter 3 sampai 6 mm, walaupun
jarang dapat mencapai diameter 3 cm. Lesi secara individual tersebar, lunak,
berwarna merah muda, papula dome shaped, sering dengan umbilikasi di daerah
sentralnya dan di atas dasar kulit yang sedikit eritematus. Lesi dapat terjadi di mana
saja di seluruh tubuh, baik pada kulit maupun membrana mukosa. Biasanya
bergerombol tetapi dapat pula tersebar. Walaupun lesi ini asimtomatik, tetapi
kadang-kadang dapat menimbulkan rasa gatal.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik

71
5. Diagnosis Banding Veruka vulgaris, keratoakantoma
6. Pemeriksaan Penunjang Dermoskopi
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan : tindakan, perawatan luka paska tindakan
9. Terapi / tindakan Pengangkatan tumor dengan kuret atau nitrogen cair dapat dilakukan dengan
(ICD 9-CM) mudah dan efektif walau agak sedikit terasa sakit.

10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar


11. Penyulit Nyeri, perdarahan
12. Informed Consent Persetujuan tindakan medis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter residen, perawat
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan 14 hari
16. Hasil Baik
17. Patologi Bila ada indikasi
18. Otopsi -

19. Prognosis Baik


20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinis
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Jaga kebersihan pribadi dan lingkungan
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

72
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

HEMANGIOMA ( ICD 10 : D18.0 )

1. Pengertian Hemangioma merupakan tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah pada
dermis dan subdermis. Sekitar 75% telah tampak setelah lahir dan 80% tampak
sebelum bayi berumur 1 tahun. Predileksi umumnya pada daerah kepala dan leher.
2. Anamnesis Bercak kemerahan atau benjolan pada daerah kepala dan leher yang sudah ada
sejak lahir atau muncul setelah lahir sebelum usia 1 tahun.
3. Pemeriksaan Fisik Klasifikasi berdasarkan histopatologik, dibedakan menjadi hemangioma kapiler,
kavernosa, dan campuran.
1. Nevus Flammeus (Port-wine Stain)
Biasanya muncul sejak bayi lahir, dikenal bentuk nevus flammeus nuchae
(eritema nukhe) dijumpai sekitar 5% dari bentuk papular yang sering
mengalami involusi yang tidak lengkap. Klinisnya berupa makula berbatas
tegas, berwarna merah jambu sampai keunguan, berukuran sekitar 1 cm
sampai beberapa cm bahkan dapat separuh badan dan biasanya unilateral.
Lokasi tersering pada daerah kepala dan leher.
2. Hemangioma Simpleks (Tipe Strawberry, Hemangioma Kapilare)
Merupakan tipe hemangioma yang tersering dijumpai, muncul pada waktu
lahir atau 1 - 3 bulan setelah lahir. Klinis berupa papula elevasi sebesar ujung
jarum yang tumbuh secara cepat selama 6 bulan pertama sampai 1 - 60 mm
kemudian pertumbuhan melambat. Berkembang menonjol berbentuk lobular
berbatas tegas, berwarna merah cerah, konsistensi lunak. Lokasi sering pada
kepala, muka dan bahu atau kadang-kadang dapat di tempat lain. Dapat terjadi
regresi / involusi spontan pada usia 5-7 tahun secara sempurna atau
meninggalkan parut, kulit mengeriput atau distorsi jaringan.

73
3. Hemangioma Kavernosa
Sebagian besar hemangioma kavernosa muncul tidak pada waktu lahir tetapi
pada beberapa saat kemudian, dan seperti hemangioma simpleks juga banyak
terjadi pada bayi perempuan dengan pertumbuhan dan involusinya sering tidak
sempurna. Oleh karena letaknya lebih dalam.
Kinisnya berupa nodular berbatas tegas, kistik, lobular, polipoid atau meninggi
yang ditutupi epidermis, dermis atau kalau lebih dalam subdermis. Warna dan
konfigurasi lesi bergantung pada letak kedalamannya, lesi yang superfisial
berwarna merah sampai merah tua dengan permukaan ireguler, sedangkan
lesi yang lebih dalam berupa kebiruan dengan permukaan lebih halus.

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik


5. Diagnosis Banding Limfangioma, malformasi vaskuler kongenital, herediter hemoragik teleangiektasis.
6. Pemeriksaan Penunjang Dermoskopi
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan : tindakan, perawatan luka paska tindakan
9. Terapi / tindakan Tidak ada yang memuaskan, kecil kemungkinan terjadi regresi spontan.
(ICD 9-CM) 1. Cryosurgery dapat mempercepat resolusi, tetapi sering terjadi parut atau
atrofi kulit.
2. Eksisi
3. Dengan Laser argon memberi hasil yang baik.
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Nyeri, perdarahan
12. Informed Consent Persetujuan tindakan medis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter residen, perawat
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan Bervariasi, tergantung kasus
16. Hasil Dubius
17. Patologi Bila ada indikasi
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinis
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis

74
23. Edukasi Tidak ada modalitas terapi yang memuaskan
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

NEVUS PIGMENTOSUM ( ICD 10 : C43.9 )

1. Pengertian Nevus pigmentosum adalah tumor jinak yang tersusun dari sel-sel nevus, sehingga
disebut juga nevus sel nevi atau nevus melanositik. Jenis tumor jinak ini adalah
yang tersering didapat, sehingga dalam kehidupan sehari-hari dianggap suatu
keadaan fisiologik. Nevus pigmentosum dapat muncul sejak lahir, umumnya
sewaktu umur pubertas atau dewasa muda.
2. Anamnesis Benjolan berwarna coklat sampai kehitaman pada permukaan kulit yang sudah ada
sejak lahir atau setelah lahir
3. Pemeriksaan Fisik Klinis ada 3 bentuk :
1. Junction Nevi
Nevus pigmentosus berupa lesi yang datar atau sedikit menonjol dari
permukaan kulit, sehingga lesi dapat sebagai makula atau papula yang
berbentuk kubah atau bertangkai. Ukuran bervariasi antara beberapa milimeter
berwarna kecoklatan sampai kehitaman yang berlokasi hampir di seluruh
bagian kulit tubuh, umumnya tidak berambut.
2. Compound Nevi
Papul / tumor yang sedikit menonjol atau papilomatus, berwarna kecoklatan
kadang-kadang berambut. Sel-sel nevus selain berada pada daerah dermal-
epidermal junction juga pada stratum papilare dermis.
3. Intradermal Nevi
Lesi berbentuk kubah atau bertangkai, seringkali tidak berwarna. Sel-sel nevus
berada pada dermis.
Pada Nevus jungsional dan compound perlu mendapat perhatian karena
kemungkinan dapat berubah menjadi ganas dengan tanda-tanda :
a. Perluasan,
b. Bertambahnya pigmentasi,
c. Tanda radang,
d. Rasa gatal dan nyeri, bahkan terjadinya ulserasi spontan dan pendarahan

75
merupakan tanda jelas keganasan.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Banding Melanoma maligna, nevus biru
6. Pemeriksaan Penunjang Dermoskopi, patologi anatomi
7. Konsultasi -

8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan : tindakan, perawatan luka paska tindakan
9. Terapi / tindakan 1. Umumnya tidak diperlukan, kecuali kalau ada indikasi kosmetik dapat dilakukan
(ICD 9-CM) bedah eksisi atau bedah listrik
2. Kalaui ada kecurigaan ke arah keganasan juga dilakukan eksisi luas dengan
dilengkapi pemeriksaan hispatologik.
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Nyeri, perdarahan
12. Informed Consent Persetujuan tindakan medis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter residen, perawat
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan Bervariasi, tergantung kasus
16. Hasil Dubius ad bonam
17. Patologi Bila ada indikasi
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinis
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan klinis
23. Edukasi Tidak ada modalitas terapi yang memuaskan
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

76
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

KERATOSIS SEBOROIK ( ICD 10 : L 82 )

1. Pengertian Merupakan tumor jinak pada lapisan epidermis kulit yang paling sering ditemukan.
Diduga disebabkan oleh adanya peranan paparan sinar matahari, genetik serta
infeksi.
2. Anamnesis Bintil-bintil sewarna kulit sampai kehitaman pada permukaan kulit
3. Pemeriksaan Fisik Papul soliter atau multipel, sewarna kulit sampai kehitaman, diskrit, bentuk bulat,
diameter 0,1-0,5 cm
4. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Banding Skin tag, compound nevus
6. Pemeriksaan Penunjang Dermoskopi, patologi anatomi
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan : tindakan, perawatan luka paska tindakan
9. Terapi / tindakan 1. Elektrodesikasi + kuretase
(ICD 9-CM) 2. Krioterapi
3. Laser ablative
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Nyeri, perdarahan
12. Informed Consent Persetujuan tindakan medis
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter residen, perawat
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan Bervariasi, tergantung kasus
16. Hasil Dubius ad bonam
17. Patologi Bila ada indikasi
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinis

77
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi

22. Indikator Medis Perbaikan klinis


23. Edukasi Hindari paparan langsung terhadap sinar matahari
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

KARSINOMA SEL BASAL (KSB) ( ICD 10 : C 089 )

78
1. Pengertian Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas kulit yang berasal dari sel basal,
umumnya timbul pada kepala dan leher dan lebih sering dijumpai pada pria pada
usia diatas 50 tahun dengan ditandai adanya ulkus yang bersifat infiltratif dan
destruktif.
2. Anamnesis 1. Terdapat benjolan atau bercak yang sering mengeluarkan darah pada daerah
yang sering terpapar sinar matahari namun bisa dimana saja.
2. Lokasi tersering adalah wajah dan leher
3. Sering disertai dengan rasa gatal
4. Bercak kehitaman yang dirasakan semakin membesar dan disertai dengan luka
yang tidak menyembuh.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Ada lima bentuk klinis, namun yang paling sering dijumpai adalah tipe Nodul-
ulseratif termasuk ulkus rodent.
2. Pada awalnya berupa nodul sebesar 2-4 mm, yang disertai dengan suatu
teleangiektasia.
3. Lambat laun terdapat cekungan di tengah disertai dengan adanya krusta yang
bila diangkat akan terbentuk ulkus (ulkus rodent).
4. Bentuk ulkus yang khas tepi menggulung dan berwarna seperti mutiara
membesar perlahan-lahan, mudah berdarah, kebanyakan pertumbuhannya
terbatas.
5. Bentuk lain adalah ; basal sel epitelioma yang berpigmen, basal sel epitelioma
yang mirip dengan morphea, basal sel epitelioma yang superfisial dan bentuk
fibro-epitelioma.
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan histopatologi
5. Diagnosis Banding 1. Karsinoma sel skuamosa
2. Keratosis seboroik
3. Nevus pigmentosus
4. Keratosis senilis
5. Tumor jinak kulit lainnya
6. Melanoma Malignum.
6. Pemeriksaan Penunjang Biopsi kulit
7. Konsultasi Bedah onkologi

8. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan: perawatan luka pasca tindakan


9. Terapi / tindakan 1. Tindakan pembedahan merupakan pengobatan utama
(ICD 9-CM) 2. Daerah wajah dengan eksisi luas dan dalam, dengan jarak sayatan 0,5-1 cm
dari pinggr sayatan tumor
3. Periksa histopatologi pinggir sayatan apakah masih mengandung sel tumor
atau tidak.
4. Tindakan lain: kuretase dan elektrodisikasi : pada tumor kurang dari ½ cm,

79
bedah beku (cryosurgery) dan laser CO2.
5. Kemoterapi dilakukan dengan krem 5 Fluoro Uracil (Efudix), 1-5%, 2x/hari,
selama 2-3 minggu, kecuali lesi yang noduler yang kurang sensitif.
10. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
11. Penyulit Perdarahan, nyeri, infeksi dan pembentukan skar pasca tindakan bedah
12. Informed Consent Tindakan bedah dan pemeriksaan histopatologi
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit, perawat
14. Lama Perawatan -
15. Masa Pemulihan 14 hari
16. Hasil Sembuh dengan tingkat rekurensi yang tinggi
17. Patologi 1. Penebalan epidermis / dibawah epidermis terdapat sel-sel yang kecil,
berwarna tua (dengan hematoxilin) yang mirip dengan stratum
germinativum, mempunyai nuclei yang bengkak dan nukleoli yang kecil.
2. Tumor bertambah besar terdapat kumpulan dari sel-sel ini yang tersusun
secara teratur didalam jaringan korium yang sukar dibedakan dari epidermis
diatasnya.
3. Pada tepi dari sel-sel ini terdapat sel-sel kubis yang terusun secara khas seperti
pagar.
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik
21. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan klinis
23. Edukasi Perlindungan diri terhadap sinar matahari dengan menggunakan tabir surya atau
pelindung fisik seperti topi dan pakaian
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

KARSINOMA SEL AHUAMOSA ( ICD 10 : C 53.9 )

80
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
SMF KULIT & KELAMIN

RUMAH SAKIT INDERA KARSINOMA SEL SKUAMOSA


PROVINSI BALI

2014-2016
1. No. ICD 10 C 53.9
2. Diagnosis Karsinoma Sel Skuamosa
3. Pengertian Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) atau karsinoma epidermoid merupakan tumor
ganas pada kulit atau mukosa yang berasal dari stratum spinosum epidermis,
bersifat destruktif dan dapat bermetastase jauh.
4. Anamnesis 1. Terdapat benjolan atau bercak yang sering mengeluarkan darah pada daerah
yang sering terpapar sinar matahari namun bisa dimana saja
2. Lokasi tersering adalah wajah dan leher
3. Sering disertai dengan rasa gatal
4. Bercak kehitaman yang dirasakan semakin membesar dan disertai dengan luka
yang tidak menyembuh
5. Pemeriksaan Fisik 1. Papula dengan ditutupi skuama kemudian menjadi ulkus yang dangkal dengan
tepi yang melebar, meninggi, keras dan tertutup skuama.
2. Bila skuama diangkat akan tampak jaringan granulasi dibawahnya.
3. Ulkus semakin meluas dan dalam sehingga membentuk seperti kawah yang
ditutupi krusta.
4. Bila krusta diangkat maka tampak jaringan papilomatosa.
5. Tumor ini dapat mengadakan invasi ke jaringan dibawahnya seperti otot, tulang
rawan, tulang dll.
6. Kadang-kadang terdapat lesi yang meninggi, berbentuk verukosa dan seperti
kembang kol tanpa adanya ulserasi.
6. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik dan histopatologi

7. Diagnosis Banding 1. Solar keratosis


2. Keratoakantoma
3. Basal sel epitelioma
8. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologi / PA
9. Konsultasi Bedah onkologi
10. Perawatan Rumah Sakit 1. Rawat jalan

81
2. Rawat inap
11. Terapi / tindakan 1. Pembedahan merupakan cara utama dengan mengangkat seluruh jaringan
(ICD 9-CM) tumor dengan tepi sayatan minimal 2 cm ke semua arah
2. Dilakukan pemeriksaan histopatologis.
3. Pada karsinoma sel skuamosa superfisial dapat dipakai fluorourasil dapat
dipakai fluorourasil topikal (“Effudix”). Tumor di wajah : konsentrasi 1%.
12. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar
13. Penyulit Nyeri, perdarahan, infeksi dan pembentukan skar pasca tindakan bedah
14. Informed Consent Tindakan bedah dan pemeriksaan histopatologi
15. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr umum/ residen, perawat
16. Lama Perawatan -
17. Masa Pemulihan 14 hari
18. Hasil Bermetastasis baik secara limfogen, hematogen atau secara infiltrat pada jaringan
sekitar
19. Patologi 1. Gambaran histopatologi tampak karsinoma dari lapisan permukaan epidermis
terdiri dari masa sel-sel epidermis yang irreguler yang mengadakan proliferasi
ke bawah ke dalam jaringan dermis, dapat terdiri dari sel-sel epitel bertatah
yang normal maupun yang atipik.
2. Terdapat keratinisasi yang spesifik, mirip dengan bentukan-bentukan mutiara,
terdiri dari lapisan sel-sel epitel bertatah yang tersusun secara konsentris
dengan keratinasi yang makin bertambah pada sentrumnya.
20. Otopsi -
21. Prognosis Dubius
22. Tindak Lanjut 1. Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kemungkinan metastasis ke tulang,
otot, dan saraf
2. Rawat luka pasca tindakan bedah
23. Tingkat Evidens & 1a
Rekomendasi

24. Indikator Medis Perbaikan klinis


25. Edukasi 1. Hindari paparan sinar matahari terutama antara pukul 11.00-15.00
2. Perlindungan diri terhadap sinar matahari dengan menggunakan tabir surya
atau pelindung fisik seperti topi dan pakaian
26. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

82
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

MELANOMA MALIGNA ( ICD 10 : C 43 )

Pengertian Melanoma maligna atau melano karsinoma merupakan tumor kulit paling ganas
yang berasal dari melanosit dan dapat bermetastase jauh.
1. Anamnesis Terdapat nodul hitam pekat membesar dan sering disertai ulkus, menyebar di
seluruh tubuh
2. Pemeriksaan Fisik Terdapat 4 tipe utama melanoma malignum kulit yang berbeda dalam insidens,
waktu awitan (mode of onset) serta perjalanan penyakit dan prognosis.
1. Nodular Melanoma (NM)
Tipe ini yang paling sering terdapat di Indonesia. Biasanya didahului dengan
riwayat trauma. Mula-mula timbul di telapak kaki, dimulai dengan adanya nodus
yang sedikit menonjol di atas permukaan kulit, berwarna hitam pekat yang
makin lama makin besar dan kadang-kadang disertai ulserasi. Perjalanan

83
penyakit bisa cepat tetapi dapat juga sangat lambat.
2. Akral Lentiginous Melanoma (ALM)
Biasanya terdapat di tungkai, daerah palmar dan daerah kuku dan periungual.
Tumbuh dengan cepat disertai dan metastasis dalam waktu singkat.
3. Superfisial Spreading Melanoma (SSM)
Berasal dari bentuk Superficial Spreading Melanoma in situ.
4. Lentigo Malignant Melanoma(LMM)
Berasal dari lentigo maligna dengan nodus hitam kebiruan. Biasanya tumbuh
lambat dan dapat mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening regional.
3. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik dan histopatologi
4. Diagnosis Banding 1. Nevus
2. Basalioma
3. Karsinoma sel skuamosa
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologi / PA
6. Konsultasi Bedah onkologi
7. Perawatan Rumah Sakit Rawat jalan: rawat luka pasca tindakan operasi
8. Terapi / tindakan 1. Pengobatan utama adalah pembedahan.
(ICD 9-CM) 2. Pada tumor kecil dilakukan pembedahan dgn jarak aman lk 1 cm dari tepi lesi.
3. Bila dicurigai adanya metastase ke kelenjar getah bening segera
dikonsultasikan ke bagian bedah.

9. Tempat Pelayanan RSUP Sanglah Denpasar


10. Penyulit Nyeri, perdarahan, infeksi dan pembentukan skar
11. Informed Consent Tindakan bedah dan pemeriksaan histopatologi
12. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen dan perawat
13. Lama Perawatan -
14. Masa Pemulihan 14 hari
15. Hasil Metastasis cepat ke seluruh tubuh secara hematogen dan limfogen
16. Patologi Sebaiknya tidak dibiopsi tetapi langsung untuk wide ecision dengan pemeriksaan
histopatologi
17. Otopsi -
18. Prognosis Dubius ad malam
19. Tindak Lanjut 1. Dapat diseksi kelenjar limfe, bila Histo PAnya tingkat III atau lebih dalam.
2. Dapat bersama kemoterapi dan radiasi
20. Tingkat Evidens & 1a

84
Rekomendasi
21. Indikator Medis Perbaikan klinis
22. Edukasi Sifat tumor yang merupakan tumor ganas kulit yang tumbuh cepat dapat menyebar
ke seluruh tubuh
23. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

TINEA CRURIS ( ICD 10 : B35.6 )

1. Pengertian Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipatan paha, genitalia, area pubis, kulit
pada perineal dan perianal.
2. Anamnesis Keluhan terdapat bercak kemerahan pada lipatan paha yang gatal terutama saat
berkeringat.
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema berbentuk anular, berbatas tegas dengan tepi yang meninggi,
ditutupi skuama putih, sering bilateral.
4. Kriteria Diagnosis Klinis dan pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Banding 1. Kandidiasis intertriginosa
2. Eritrasma
3. Dermatitis kontak alergi / dermatitis kontak iritan
4. Dermatitis seboroik
6. Pemeriksaan Penunjang 1. KOH 10-30% didapatkan hifa dan miselium
2. Kultur
7. Konsultasi -

85
8. Perawatan Rumah Sakit -
9. Terapi / tindakan 1. Topikal: Ketokonazol 2%, Mikonazol 2%, terbinafin selama 2-4 minggu
(ICD 9-CM) 2. Oral: (diberikan bila lebih dari satu sisi yang terinfeksi atau bila pemberian obat
topikal dianggap gagal)
a. Terbinafin 250 mg/hari selama 2-4 minggu
b. Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu
c. Flukonazol 150-300 mg/minggu selama 4-6 minggu
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Gangguan fungsi liver, foto sensitivitas, gangguan pencernaan
12. Informed Consent -
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit dan kelamin, perawat
telatih
14. Lama Perawatan 4 minggu
15. Masa Pemulihan 4 minggu

16. Hasil Sembuh


17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Prognosis baik
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik kulit dan kelamin
Pemeriksaan KOH untuk evaluasi hasil terapi
21. Tingkat Evidens & Ia& A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Lesi membaik secara klinis dan mikologis
23. Edukasi Memperbaiki hygiene, tidak menggunakan pakaian yang ketat
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

86
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

HERPES GENITALIS ( ICD 10 : A60.0 )

PANDUAN PRAKTEK KLINIS


SMF KULIT & KELAMIN

RUMAH SAKIT INDERA KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA


PROVINSI BALI

2014-2016
1. No. ICD 10 B.37.2
2. Diagnosis Kandidiasis Intertriginosa
3. Pengertian Kandidiasis adalah infeksi jamur yang sebagian besar disebabkan oleh Candida
albican, dengan predileksi pada lipatan kulit intertriginosa.
4. Anamnesis Bercak merah pada bokong, lipat paha sejak 2 hari yang lalu. Penyakit ini paling
sering disebabkan oleh Candida albican.
5. Pemeriksaan Fisik Bercak eritema, maserasi disertai dengan lesi satelit vesikopustul. Pustul ini
membesar dan pecah, meninggalkan dasar eritema yang ditutupi skuama yang
mudahd ilepas“ collarette”.
6. Kriteria Diagnosis Klinis dan mikroskopik
7. Diagnosis Banding 1. Dermatitis kontakiritan
2. Dermatofitosis (tinea korporis et kruris)
3. Eritrasma
4. Dermatitis seboroik
8. Pemeriksaan Penunjang 1. KOH 10-30%, pseudohifa dan blastospora

87
2. Kultur
9. Konsultasi Penyakit Dalam, VCT
10. Perawatan Rumah Sakit Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Terapi / tindakan 1. Topikal:
(ICD 9-CM) a. Bedak nistatin atau mikonazole akan mengeringkan kulit yang lembab
b. Klotrimazol cream 1%, mikonazol cream2%, ketokonazol cream 2%
2. Sistemik: (untuk lesi yang luas)
a. Flukonazol 150 mg/minggu selama 2 minggu
b. Itrakonazol 100-200 mg/hari, selama 2 minggu
c. Ketokonazol 200 mg/hari, selama 2 minggu
12. Tempat Pelayanan Poliklinik kulit dan kelamin
13. Penyulit DM, HIV-AIDS, imunokompromais lainnya, pengobatan antibiotik dan kortikosteroid
lama, karsinoma
14. Informed Consent -
15. Tenaga Standar Dokter spesialis Kulit dan Kelamin, dokter umum / residen, perawat terlatih
16. Lama Perawatan 2 minggu
17. Masa Pemulihan 2 minggu
18. Hasil Sembuh sempurna
19. Patologi Tidak diperlukan
20. Otopsi -
21. Prognosis Baik
22. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik kulit dan kelamin
23. Tingkat Evidens & Ia& A
Rekomendasi
24. Indikator Medis Perbaikan klinis dan mikologis
25. Edukasi Memperbaiki hygiene, tidak menggunakan pakaian yang ketat, menurunkan berat
badan pada penderita obesitas
26. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

88
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

PITIRIASIS VERSIKOLOR ( ICD 10 : B 36.0 )

1. Pengertian Pitiriasis versikolor adalah infeksi kutaneus yang disebabkan oleh malassezia.
2. Anamnesis Bercak putih atau kemerahan pada kulit dengan sisik tipis kadang terasa gatal.
3. Pemeriksaan Fisik Macula dengan warna bervariasi yaitu putih hingga merah muda, coklat kemerahan
atau coklat muda kekuningan yang ditutupi dengan skuama halus. Predileksi pada
daerah lipatan, dada, punggung.
4. Kriteria Diagnosis Gejala klinis dan pemeriksaan penunjang (baku emas dengan kultur)
5. Diagnosis Banding 1. Pitiriasis alba
2. Pitiriasis rosea
3. Dermatitis seboroik
4. Infeksi dermatofita
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Lampu wood (365 nm) memberikan flurosensi kuning-oranye
2. KOH 10-30%, spora bergerombol dan hifa pendek-pendek (“ spaghetti dan
meatball”)
7. Konsultasi Parasitologi
8. Perawatan Rumah Sakit Poliklinik kulit dan kelamin
9. Terapi / tindakan 1. Topikal:
(ICD 9-CM) a. Selenium sulfida 2,5% shampoo, diaplikasikan selama 7-10 menit
kemudian dibilas, 3-4 kali perminggu.
b. Ketokonazol 2% scalp solution, diaplikasikan selama 15 menit kemudian
dibilas, diulang tiap 3 hari.
c. Terbinafin 1% diaplikasikan dua kali sehari, selama 7 hari.
2. Sistemik:
a. Ketokonazol 200 mg/hari selama 7 atau10 hari.
b. Itrakonazol 200 mg-400 mg perhari selama 3 sampai 7 hari.
c. Ketokonazol 400 mg dosis tunggal
10. Tempat Pelayanan Poliklinik kulit dan kelamin
11. Penyulit Gangguan fungsi liver
12. Informed Consent Bila Perlu
13. Tenaga Standar Dokter spesialis Kulit dan Kelamin, dokter umum / residen, perawat terlatih

89
14. Lama Perawatan 2 minggu
15. Masa Pemulihan 4 – 8 minggu
16. Hasil Sembuh sempurna
17. Patologi Tidak dilakukan
18. Otopsi Tidak dilakukan
19. Prognosis Baik (Dubius ad bonam )
20. Tindak Lanjut 1. Kontrol Poli Klinik Kulit dan Kelamin
2. KOH 10 % untuk evaluasi terapi
21. Tingkat Evidens & IA&A
Rekomendasi
22. Indikator Medis Kesembuhan Klinis dan Laboratorium
23. Edukasi Menjaga kebersihan pribadi & tidak menggunakan barang pribadi secara bersama-
sama
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

90
ONIKOMIKOSIS ( ICD 10 : B35.1 )

1. Pengertian Onikomikosis adalah kelainan kuku akibat infeksi jamur baik oleh dermatofita, non
dermatofita maupun ragi
2. Anamnesis Keluhan terdapat bercak kekuningan pada kuku, kuku terasa rusak ataupun
menebal. Dapat dikeluhkan kuku bengkak, merah dan terasa nyeri.
3. Pemeriksaan Fisik Permukaan kuku tidak rata, suram, berwarna kekuningan, kuku dapat tampak
menebal dan rusak, tampak debris subungual. Dapat ditemukan eritema pada kulit
di sekitar kuku.
4. Kriteria Diagnosis -
5. Diagnosis Banding 1. Psoriasis kuku
2. Liken planus
3. Trauma
4. Pakonikia kongenital
5. Penyakit Darier
6. Yellow-nail syndrome
6. Pemeriksaan Penunjang 1. KOH 20-30% didapatkan hifa (dermatofita), pseudohifa dengan blastospora
(ragi)
2. Kultur
7. Konsultasi -
8. Perawatan Rumah Sakit -
9. Terapi / tindakan 1. Topikal:
(ICD 9-CM) a. Klotrimazol krim selama 12 minggu
b. Bifonazol-urea salep (Bifonazol 1% + urea 40%)
c. Amorolfin cat kuku 5%
d. Siklopiroksolamin cat kuku
2. Oral:
a. Terbinafin 250 mg/hari selama 3 bulan
b. Itrakonazol 200 mg/hari selama 3 bulan atau dosis denyut 400 mg/hari
selama 1 minggu setiap bulan selama 2-3 bulan
c. Flukonazol 100 mg/hari atau dosis mingguan 150, 300, 450 mg / minggu
selama 6 bulan.

10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin


11. Penyulit -
12. Informed Consent -
13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit dan kelamin, perawat
terlatih
14. Lama Perawatan 3-6 bulan
15. Masa Pemulihan 6-12 bulan

91
16. Hasil Sembuh
17. Patologi -
18. Otopsi -
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut 1. Kontrol poliklinik kulit dan kelamin
2. Pemeriksaan KOH untuk evaluasi hasil terapi
21. Tingkat Evidens & IA & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis KOH 20% tidak ditemukan elemen jamur
23. Edukasi Memperbaiki hygiene, menghindari faktor predisposisi seperti kelembaban,
menemukan sumber penularan
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

REAKSI KUSTA ( ICD 10 : A30.8 )

1. Pengertian Merupakan reaksi akut pada perjalanan penyakit kusta (Morbus Hansen) yang
biasanya kronis
2. Anamnesis 1. ENL :
a. Nodul nyeri, di bagian ekstensor ekstremitas
b. Disertai demam, nyeri pada nodul
2. RR :
Perluasan lesi semula, disertai nyeri dan demam

92
3. Pemeriksaan Fisik Nodul eritema dengan nyeri tekan, lesi lama bertambah eritema, muncul lesi baru,
nyeri tekan pada saraf perifer, demam.
4. Kriteria Diagnosis Reaksi Kusta ada 2 yaitu : Eritema Nodosum Leprosum (ENL) dan Reaksi Reversal
(RR)
1. ENL timbul pada kusta lepromatosa (BL, LL)
a. Nodul eritema, nyeri, umumnya di bagian ekstensor ekstremitas
b. Gejala konstitusi (demam, malaise, anoreksia)
c. Kadang disertai neuritis akut
d. Gejala organ lain (sendi, ginjal, mata)
2. RR timbul pada kusta tipe borderline (BT,BB)
a. Perluasan lesi semula, disertai tanda radang akut
b. Gejala konstitusi
c. Neuritis ringan sampai berat
5. Diagnosis Banding 1. ENL : Eritema nodusum oleh karena tuberkulosis, erupsi obat dan rematoid
2. RR : Urtikaria, erisipelas
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Slit Skin smear
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi

7. Konsultasi 1. Bagian Penyakit Dalam bila reaksi berat


2. Bagian Neurologi bila terjadi neuritis berat
3. Bagian Mata bila terjadi keluhan pada mata

8. Perawatan Rumah Sakit ENL Berat dan RR berat (Reaksi Kusta yang berat )
9. Terapi / tindakan Bagan Pemberian Prednisone Untuk Reaksi Tipe 1 dan 2 Berat
(ICD 9-CM)

93
10. Tempat Pelayanan Ruang rawat inap jika terdapat reaksi kusta berat, poliklinis jika terdapat reaksi
kusta ringan.

11. Penyulit 1. Karena penyakit:


a. Cacat / deformitas

94
b. Gangguan ginjal
c. Gangguan penglihatan
2. Karena obat:
Ketergantungan kortikosteroid dan efek samping pemakaian kortikosteroid
jangka panjang
12. Informed Consent KIE lisan dan tertulis
13. Tenaga Standar Dokter Spesialis, Dokter Umum / Residen kulit, perawat terlatih
14. Lama Perawatan Kurang lebih 1 - 2 minggu, sampai neuritis akut teratasi.
15. Masa Pemulihan 2 - 8 minggu
16. Hasil Sembuh sempurna atau dengan komplikasi ringan
17. Patologi Reaksi reversal : edema, sel limfosit meningkat, ada sel epiteloid, sel data kuman
lepra hancur / jumlahnya menurun / tidak didapatkan lagi.
ENL : Vaskulitis, neutrofil meningkat, sel endotelial membengkak, timbul fibrinoid di
sekeliling dan didalam dinding pembuluh darah, makrofag ditemukan kuman leprae.
18. Otopsi Bila perlu
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik Kulit dan Kelamin
21. Tingkat Evidens & 3&B
Rekomendasi
22. Indikator Medis Perbaikan Klinis :
Eritema berkurang, lesi baru tidak ada, nyeri saraf peripheral berkurang, tidak ada
demam.
23. Edukasi Penjelasan mengenai reaksi kusta, istirahat cukup, makan-minum yang baik,
minum obat secara teratur & kontrol secara teratur
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI

2014-2016

95
TINEA KORPORIS ( ICD 10 : B35.4 )

1. Pengertian Tinea korporis adalah dermatofitosis pada daerah tidak berambut kecuali telapak
tangan, telapak kaki dan inguinal
2. Anamnesis Keluhan terdapat bercak kemerahan pada wajah, badan, lengan atau tungkai yang
terasa gatal terutama saat berkeringat.
3. Pemeriksaan Fisik Makula eritema berbentuk anular, biasanya serpiginosa, berbatas tegas dengan tepi
yang meninggi, ditutupi skuama putih, bagian tengah lesi biasanya bersih (central
clearing). Lesi meluas secara sentrifugal.
4. Kriteria Diagnosis Gejala klinis dan pemeriksaan penunjang (baku emas dengan kultur )
5. Diagnosis Banding 1. Eritema anulare sentrifugum
2. Dermatitis numularis
3. Psoriasis vulgaris
4. Tinea versikolor
5. Subacute cutaneous lupus erythematosus
6. Dermatitis kontak, atopik atau seboroik
7. Pitiriasis rosea
6. Pemeriksaan Penunjang 1. KOH 10-20% didapatkan hifa dengan atau tanpa artrospora
2. Kultur
7. Konsultasi Panasitologi
8. Perawatan Rumah Sakit Rawat Jalan
9. Terapi / tindakan 1. Topikal:
(ICD 9-CM) a. Allylamin : Terbinafin sehari dua kali selama 2-4 minggu
b. Imidazole: Ketokonazol 2%, Mikonazol 2%
2. Oral: (diberikan bila lebih dari satu sisi yang terinfeksi atau bila pemberian obat
topikal dianggap gagal)
a. Terbinafin 250 mg/hari selama 2-4 minggu
b. Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu
c. Flukonazol 150-300 mg/minggu selama 4-6 minggu
10. Tempat Pelayanan Poliklinik Kulit dan Kelamin
11. Penyulit Ganguan Fugsi Hati

12. Informed Consent Bila Perlu


13. Tenaga Standar Dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter umum / residen kulit dan kelamin, perawat
terlatih
14. Lama Perawatan 4 minggu
15. Masa Pemulihan 4 minggu

96
16. Hasil Sembuh sempurna
17. Patologi Tidak dilakukan
18. Otopsi Tidak dilakukan
19. Prognosis Dubius ad bonam
20. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik kulit dan kelamin
Pemeriksaan KOH untuk evaluasi hasil terapi
21. Tingkat Evidens & IA & A
Rekomendasi
22. Indikator Medis KOH 10% tidak ditemukan elemen jamur
23. Edukasi Memperbaiki hygiene, pakaian dan handuk sering diganti, tidak menggunakan
pakaian yang ketat, hewan peliharaan yang terinfeksi harus diobati
24. Kepustakaan Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th edition 2012

97

Anda mungkin juga menyukai