DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS TODANAN
Alamat : Rt.02/ Rw.03 Ds. Todanan Kec. Todanan
Kode Pos 58256 Telp. ( 0296 ) 4319531
Email : todananpuskesmas@yahoo.co.id
BAB I
DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Kardiotokografi (KTG) adalah seperangkat alat elektronik yang dapat
dipergunakan dalam memantau kesejahteraan janin melalui penilaian denyut
jantung janin (DJJ). Kontraksi uterus,dan gerak janin dalam waktu
bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan kecukupan ogsigenasi dan
pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan amnion yang
cukup.
Pemantauan kesejahteraan janin (PKJ) merupakan hal penting dalam
pengawasan janin saat asuhan antenatal dan pada saat persalinan.
Persiapan pra konsepsi yang baik akan memengaruhi kesejahteraan janin.
Pada Gambar 1 dapat dilihat jadwal dan hal apa saja yang harus dilakukan
pada saat asuhan antenatal dan pasca persalinan.
Dukungan teknologi sangat berperan dalam kemajuan pemantauan
janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an. Sayangnya, data
epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi yang
disebabkan oleh gangguan intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan
elektronik tersebut, hal ini disebabkan oleh penggunaan alat pemantau
kesejahteraan janin yang kurang tepat (salah dalam interpretasi hasil).
Gambar 1. Persiapan pra konsepsi, asuhan antenatal hingga masa neonatus
(Sumber : www.screening.nhs.uk/an)
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator kualitas
pelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka kematian perinatal
(AKP)di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara
berkembang 50 per 1000 kelahiran, angka tersebut lima kali lebih tinggi
daripada negara maju. (WHO, 2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003 didapatkan lahir mati sebesar 0,96% dan 1,48% kematian neonatal dini
sehingga diperoleh AKP 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar
77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58%
dari total kematian bayi (BPS, 2003).
Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah
masalah hipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan
elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang
mempunyai risiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau
mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi
segera untuk memperbaiki nasib neonatus tersebut.
Dalam proses interpretasi KTG diperlukan pemahaman yang baik
tentang peralatan KTG, patofisiologi yang berkaitan dengan sirkulasi
uteroplasenta, pembuatan laporan KTG dan aspek etika dan medikolegal
yang berkaitan dengan pemantauan kesejahteraan janin (PKJ). Diperlukan
pelatihan yang terstandarisasi dan berbasis kompetensi agar setiap PPDS
OBGIN dan SpOG dapat kompeten dalam melakukan pemeriksaan KTG.
Pada Pasal 7b KODEKI seorang dokter harus bersikap jujur dalam
berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk
mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan,
dalam menangani pasien. Hal ini berarti, kita wajib untuk saling mengingatkan
dan meningkatkan kompetensi PPDS OBGIN dan SpOG melalui suatu
Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) yang terstandarisasi
dan teratur pelaksanaannya. Interpretasi hasil pemeriksaan KTG harus
dilakukan secara sistematis dan memerhatikan segala faktor yang berkaitan
dengan DJJ, kontraksi uterus, dan gerak janin.
Peralatan elektronik canggih tetap saja merupakan alat bantu bagi
seorang dokter. Pada Pasal 10 KODEKI, setiap dokter wajib bersikap tulus
ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib
merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut. Artinya bila pada pemeriksaan KTG ditemukan hasil interpretasinya
berupa Katagori 3, dan sarana kesehatan yang ada tidak mampu
menanganinya, maka dokter wajib merujuk pasiennya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
Kolegium OBGIN Indonesia merencanakan Pelatihan Kardiotokografi
bagi PPDS OBGIN (Lihat Modul 8.2) sebagai tanggung jawab institusi dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter di Indonesia (PPDS
OBGIN dan SpOG). Pada Modul 8.2 Pelatihan Kompetensi bagi PPDS
OBGIN dibatasi pada USG Dasar dan Kardiotokografi. Tujuan dari
standarisasi Pelatihan Kardiotokografi adalah untuk membuat standar
interpreatsi hasil kardiotokografi. Bila standarisasi ini sudah dicapai,
diharapkan dapat menurunkan kesalahan interpretasi baik positif palsu
(overdiagnosis) maupun negatif palsu (underdiagnosis) serta evaluasi berkala
sebagai bagian dari upaya berkesinambungan peningkatan kualitas pelatihan
KTG di Indonesia.
Pada Pasal 17 setiap dokter harus senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan,
termasuk peralatan USG dan KTG. Semoga pelatihan KTG ini bermanfaat
bagi peningkatan kualitas dokter Indonesia dalam melayani masyarakat,
melakukan pendidikan, dan peningkatan penelitian dalam bidang PKJ di
Indonesia.
NICHD (National Institute of Child Health and Human Development)
pada tahun 2008 melakukan workshop dan kajian terhadap pemakaian KTG
dalam PKJ dan mendapatkan bahwa klasifikasi interpretasi KTG berupa
reassuring dan non reassuring sudah tidak adkuat dan tidak tepat dalam
menggambarkan implikasi fisiologi pola-pola DJJ. NICHD merekomendasikan
pemakaian Klasifikasi tiga katagori (Katagori 1, 2, dan 3) yang lebih baik
dalam interpretasi KTG. Berdasarkan kajian NICHD tersebut, Kolegium
OBGIN Indonesia dan Pokja USG PB POGI menganjurkan pemakaian
klasifikasi yang baru tersebut
B. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari dan memahami materi ajar tentang kardiotokografi
(KTG) peserta didik diharapkan mampu melakukan pemeriksaan KTG dengan
baik dan benar.
C. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari dan memahami materi ajar tentang KTG, peserta didik
diharapkan :
1. Mampu memahami konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin (PKJ).
2. Mampu mengetahui indikasi pemeriksaan KTG
3. Mampu mempersiapkan pemeriksaan KTG dengan baik
4. Mampu memahami dasar fisiologi kesejahteraan janin dan faktor yang
memengaruhinya
5. Mampu memahami batasan (definisi) yang dipergunakan dalam KTG.
6. Mampu melakukan pemeriksaan, interpretasi hasil dan membuat laporan
KTG dengan baik
7. Mampu melakukan tatalaksana pasien berdasarkan hasil pemeriksaan
KTG pada masa kehamilan dan persalinan.
8. Mampu memahami masalah etika dan medikolegal yang berkaitan dengan
pemeriksaan KTG
BAB II
RUANG LINGKUP
Keadaan janin dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
adalah keadaan janin, plasenta, cairan ketuban, umbilikus, dan uterus. Faktor
eksternal adalah kesehatan ibu dan lingkungan di luar tubuh ibu, misalnya
udara berpolusi berat atau lingkungan yang infeksious. PKJ memerlukan
kompetensi yang baik dari tenaga kesehatan dan peralatan yang handal
(terpelihara baik sehingga siap pakai setiap saat). Setiap tenaga kesehatan
harus menjaga kompetensinya dengan mengikuti P2KB dan kepustakaan
yang berkaitan dengan PKJ. Konsep dasar PKJ dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsep dasar PKJ, keadaan janin dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan internal.
B. Indikasi Pemeriksaan KTG
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan deng
kardiotokografi (KTG) karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan
janin berkurang, kehamilan post-term (≥ 42 minggu), preeklampsia/hipertensi
kronik, diabetes mellitus prakehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin,
ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan suspek solusio plasentae.
Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi insufisiensi uteroplasenta mutlak
dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tatalaksana yang harus dilakukan.
Kegagalan dalam mengenal adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal.
C. Persiapkan Pemeriksaan KTG
1. Persiapan Pasien
Persiapan pasien mencakup identitas, nomor rekam medis, indikasi
pemeriksaan, diagnosis ibu dan janin, penjelasan prosedur dan hasil
pemeriksaan KTG. Selain itu, pasien juga harus mengosongkan vesika
urinaria dan tidak dalam keadaan lapar atau haus.
2. Persiapan Peralatan
Peralatan KTG terdiri dari mesin KTG, peralatan tokometer, peralatan
kardiometer, kertas KTG, jeli, kertas tissue, formulir laporan, dan troley
tempat peralatan KTG. Peralatan KTG perlu dikalibrasi, minimal setahun
sekali karena akurasi interpretasi hasil KTG sangat dipengaruhi oleh
kualitas tampilan rekaman KTG tersebut. Koneksitas data antara pasien,
alat KTG dan kertas KTG harus terjaga dengan baik. Kerusakan pada
salah satu komponen akan membuat sebagian atau bahkan seluruh data
KTG hilang. Uji ulang apakah bel yang ada berfungsi dengan baik. Bel
tersebut dipergunakan oleh pasien untuk menghitung berapa gerakan
yang dirasakan selama proses pemeriksaan KTG tersebut. Bila
memungkinkan, institusi pelayanan kesehatan menyediakan bel
vibroakustik untuk merangsang aktivitas janin.
3. Persiapan Pemeriksa
Pemeriksa perlu melakukan pemeriksaan ulang identitas pasien,
indikasi pemeriksaan, kesiapan peralatan, dan formulir laporan KTG.
Pemeriksa menjelaskan prosedur pemeriksaan, mengukur tekanan darah
pasien sebelum pemeriksaan dan 15 menit kemudian, menilai kontraksi
atau his secara berkala, menanyakan kepada pasien apakah ada hal yang
membuatnya tidak nyaman, menanyakan gerak janin kepada pasien serta
mencocokannya dengan gerakan yang dicatat oleh peralatan KTG. Pasien
menghitung gerakan janin demngan memakai bel yang disediakan (setiap
janin bergerak, maka bel harus ditekan).
D. Dasar Fisiologi Kesejahteraan Janin Dan Faktor Yang Memengaruhinya
Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP)
arteriuterina adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg,
dan tekanan dalam cairan amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi tersebut
memungkinkan terjadinya sirkulasi normal pada rongga intervillus.
Pada saat terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat
menjadi 90 mmHg, tekanan dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan
tekanan dalam cairan amnion menjadi 60 mmHg. Keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah intramiometrium.
Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar tersebut
akan menekan Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga terjadi
oklusi aliran darah (terutama VKI). Bila kondisi janin dan ibu baik, maka
proses oklusi tersebut tidak menimbulkan dampak negatif pada janin.
DOKUMENTASI
Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil cetakan
printer atau direkam dalam hard-disc komputer. Sebaiknya kedua hal tersebut
dilakukan bagi setiap pasien. Data dalam penyimpan digital disimpan oleh rumah
sakit, sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG menganjurkan
penyimpanan data KTG hingga 25 tahun.