2021
A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja pengatur tegangan AC satu fasa
2. Mahasiswa dapat memahami karakteristik rangkaian pengatur tegangan AC satu
fasa
B. DASAR TEORI
Rangkaian pengatur tegangan AC satu fasa mempunyai operasi dasar yang
menyerupai penyearah terkontrol setengah gelombang. Rangkaian ini digunakan untuk
mengatur tegangan AC. Gambar 3.1 menunjukkan rangkaian penyearah terkontrol
gelombang yang menggunakan empat thyristor untuk mengontrol tegangan pada beban.
Pada setengah siklus positif dari tegangan sumber, thyristor 𝑆1 akan ON. Kemudian pada
setengah siklus berikutnya, yaitu pada siklus negatif, thyristor 𝑆2 akan ON. Masing-
masing thyristor akan ON setelah diberikan sinyal trigger dengan sudut penyalaan α.
Gambar tegangan keluaran penyearah terkontrol setengah gelombang ditunjukkan oleh
Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Tegangan masukan dan keluaran dari rangkaian pengatur tegangan AC satu fasa dengan
beban R
Tegangan keluaran yang dihasilkan ditunjukkan oleh persamaan berikut:
1 𝜋
𝑉𝑜,rms = √ ∫ [𝑉m 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡)]2 𝑑(𝜔𝑡)
𝜋 𝛼
𝑉m 𝛼 𝑠𝑖𝑛(2𝛼)
𝑉𝑜,rms = √1 − + (3.1)
√2 𝜋 2𝜋
Vm merupakan tegangan puncak dari sumber tegangan. 𝛼 adalah sudut penyalaan gate
thyristor. Dari persamaan (3.1), perubahan sudut penyalaan akan mengatur tegangan
keluaran pada beban.
Prinsip Kerja Pengontrol Tegangan AC Fase Tunggal:
Prinsip kerja dari setiap pengontrol tegangan didasarkan pada urutan operasi switching
dari beberapa sakelar daya yaitu. thyristor . Thyristor dihidupkan sehingga beban
terhubung ke sumber AC untuk bagian dari setiap setengah siklus tegangan input. Jadi,
tegangan keluaran mengikuti bagian dari tegangan AC masukan yang bebannya
dihubungkan ke sumber. Dengan cara ini, tegangan keluaran dikontrol.
Mari kita pertimbangkan pengontrol tegangan AC setengah gelombang & gelombang
penuh untuk memahami prinsip kerja.
Setelah ωt = π, thyristor T1 menjadi bias terbalik dan arus beban menjadi nol (perhatikan
bahwa tegangan dan arus beban berada dalam fase, maka segera setelah tegangan beban
menjadi nol, arus beban juga menjadi nol) dan karenanya thyristor T1 diubah secara
alami .
Setelah ωt = π, dioda D1 menjadi bias maju dan karenanya mulai berjalan. Hal ini
membuat tegangan & arus beban mengikuti tegangan suplai V m Sinωt dan (V m Sinωt
/ R) masing-masing untuk setengah siklus negatif.
Bentuk gelombang keluaran untuk tegangan & arus beban ditunjukkan di bawah ini.
Untuk setengah siklus positif dari sumber input, thyristor T1 bias maju dan karenanya
mampu melakukan sinyal gerbang yang disediakan. Ini berarti T1 akan tetap OFF
sampai sinyal gerbang diterapkan. Sekarang misalkan, pada beberapa sudut α (disebut
sudut tembak), thyristor T1 memiliki gerbang. Segera setelah T1 ditembakkan / diberi
gerbang, itu mulai berjalan dan karenanya, beban terhubung langsung ke sumber. Hal
ini membuat tegangan beban V o = V m Sinα dan arus beban I o = (V m Sinα / R) pada
saat T1 ditembakkan. Dari wt = α ke π, tegangan dan arus beban masing-masing
mengikuti bentuk gelombang tegangan input V m Sinωt dan (V m Sinωt / R).
Pada wt = π, tegangan beban menjadi nol dan arus juga menjadi nol. Karena, thyristor
T1 dibalik bias setelah ωt = π dan arus yang melewatinya adalah nol, itu secara alami
diubah.
Pada ωt = (π + α), thyristor T2 yang bias maju diberi gerbang. Oleh karena itu, ia
melakukan dan menghubungkan beban ke sumbernya. Tegangan beban sekarang
mengikuti amplop negatif dari suplai input AC dan arus beban melakukan hal yang
sama. Jadi, tegangan kuadrat rata-rata akar dapat dikontrol dengan memiliki kontrol
sudut tembak. Dengan cara ini, kontrol tegangan dicapai dalam Kontroler tegangan AC.
Bentuk gelombang keluaran untuk tegangan & arus beban ditunjukkan di bawah ini.
Dapat dicatat dari bentuk gelombang di atas bahwa setengah siklus positif dan negatif
dari tegangan & arus beban identik. Akibatnya, komponen DC tidak dimasukkan ke
dalam rangkaian suplai dan beban. Ini adalah keuntungan utama dari pengontrol
tegangan AC gelombang penuh fase tunggal.
Pengontrol tegangan AC gelombang penuh fase tunggal juga dikenal sebagai pengontrol
tegangan dua arah fase tunggal. Sekarang mari kita hitung nilai rms tegangan dan arus
beban.
Pengontrol tegangan gelombang penuh fase tunggal lebih cocok untuk rangkaian
praktis. Ini juga mengatasi masalah komponen dc yang ada pada rangkaian suplai dan
beban pengontrol tegangan setengah gelombang.
C. RANGKAIAN PERCOBAAN
E. LANGKAH PERCOBAAN
1. Rangkailah SCR Module seperti Gambar 3.3
2. Berikan supply tegangan DC 12V dang tegangan AC 12 V pada Driver Module
3. Hubungkan terminal GATE 1 pada Driver Module dengan GATE pada SCR
module yang berfungsi sebagai 𝑆1. Kemudian hubungkan GATE 2 pada Driver
Module dengan GATE pada SCR module yang berfungsi sebagai 𝑆2.
4. Atur sudut penyalaan α dengan metuning potensio 10K pada driver modul sesuai
dengan sudut penyalaan yang diminta pada Tabel 3.1. Gunakan CH2 pada
oscilloscope untuk mengetahui besar sudut penyalaan.
5. Gunakan oscilloscop dual input, CH1 untuk mengamati tegangan masukan 𝑣𝑠 dan
CH2 untuk mengamati tegangan keluaran 𝑣𝑜
6. Dengan menggunakan oscilloscope, amati perubahan tegangan terhadap perubahan
sudut penyalaan dan gambarlah pada kertas grafik bentuk gelombang keluaran 𝑣𝑜
pada beban R
7. Ukur pula harga tegangan keluaran dc pada beban R
8. Dari gambar yang dihasilkan oleh langkah no.4, hitung tegangan keluaran rata-rata
Vo pada beban menggunakan persamaan (3.1)
9. Ulangi langkah no.1 sampai dengan 8 untuk nilai beban dan sudut penyalaan yang
berbeda
10. Bandingkan hasil yang diperoleh pada Tabel 3.1 kemudian berilah analisa dan
kesimpulan
F. DATA PENGUKURAN
Tabel 3.1 Pengukuran dan Perhitungan Rangkaian Pengatur Tegangan AC
a. Menggunakan Simulasi PSIM
𝒗𝒔 (𝐕𝐨𝐥𝐭) 𝑹 (𝛀) 𝜶 𝐕𝐨 (Volt) 𝐕𝐫𝐦𝐬 (Volt)
12 10.000 25˚ 7,28 8,4
12 10.000 50˚ 6,28 7,96
12 10.000 75˚ 4,8 6,9
12 10.000 90˚ 3,8 6
12 10.000 115˚ 2,2 4,2
12 10.000 140˚ 0,89 2,18
12 10.000 165˚ 0,13 0,52
12 100 25˚ 7,28 8,4
12 100 50˚ 6,28 7,96
12 100 75˚ 4,8 6,9
12 100 90˚ 3,8 6
12 100 115˚ 2,2 4,2
12 100 140˚ 0,89 2,18
12 100 165˚ 0,13 0,52
12 10 25˚ 7,28 8,4
12 10 50˚ 6,28 7,96
12 10 75˚ 4,8 6,9
12 10 90˚ 3,8 6
12 10 115˚ 2,2 4,2
12 10 140˚ 0,89 2,18
12 10 165˚ 0,13 0,52
Perhitungan Teoritis
𝑉𝑚 = 12𝑉
𝑉𝑚 𝛼 sin 2𝛼 𝑉𝑚 1 sin 2𝛼
𝑉𝑟𝑚𝑠 = √1 − + = √ (𝜋 − 𝛼 + )
√2 𝜋 2𝜋 √2 𝜋 2
12 1 sin 2𝛼 1 sin 2𝛼
𝑉𝑟𝑚𝑠 = √ (𝜋 − 𝛼 + ) = 8.485√ (𝜋 − 𝛼 + )
√2 𝜋 2 𝜋 2
𝛼 = 25𝑜 = 0.4363 𝑟𝑎𝑑
1 sin 50
𝑉𝑟𝑚𝑠 = 8.485√ (𝜋 − 0.4363 + ) = 8.485 ∗ 0.991 = 8.409 𝑉
𝜋 2
𝛼 = 50𝑜 = 0.8727 𝑟𝑎𝑑
1 sin 100
𝑉𝑟𝑚𝑠 = 8.485√ (𝜋 − 0.8727 + ) = 8.485 ∗ 0.937 = 7.95 𝑉
𝜋 2
𝛼 = 75𝑜 = 1.309 𝑟𝑎𝑑
1 sin 150
𝑉𝑟𝑚𝑠 = 8.485√ (𝜋 − 1.309 + ) = 8.485 ∗ 0814 = 6.907 𝑉
𝜋 2
𝛼 = 90𝑜 = 1.571 𝑟𝑎𝑑
1 sin 180
𝑉𝑟𝑚𝑠 = 8.485√ (𝜋 − 1.571 + ) = 8.485 ∗ 0.707 = 5.999 𝑉
𝜋 2
G. SIMULASI PSIM
1. Gambar Skematik Pengatur Tegangan Ac Satu Fasa
2. Hasil Simulasi PSIM
Vs = 12v, R = 10k, α = 25° :
Vs = 12v, R = 10k, α = 50° :
Vs = 12v, R = 100, α = 75° :
Pengaruh sudut penyalaan α dapat mempengaruhi besar kecilnya Vrata-rata Saat sudut
penyalaan diperbesar, maka tegangan rata-rata akan turun. Saat sudut penyalaan
diperkecil, maka tegangan rata-rata akan naik. Pengaruh sudut penyalaan α juga dapat
mempengaruhi besar kecilnya Vrms. Saat sudut penyalaan diperbesar, maka tegangan
rms akan turun. Saat sudut penyalaan diperkecil, maka tegangan rms akan naik.
Kesimpulan :
Dari simulasi ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar sudut penyalaan maka
semakin kecil nilai Vrmsnya, sedangkan THD dan Irms akan semakin besar hal ini
dipengaruuhi oleh SCR 1 dan SCR 2.