Anda di halaman 1dari 53

Nama : Dewi Selviyana

NIM : 2001036125
Prodi : Akuntansi
Mata Kuliah / Kelas : Pendidikan Kewarganegaraan / GAB C

ARTIKEL KONSEP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (1)

KONSEP DASAR PKN

I.  KONSEP DASAR pendidikan Kewarganegaraan 


 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Definisi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Para Ahli
Azyumardi Azra: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan
membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM,
hak dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi.”

Pendidikan demokrasi menyangkut: Sosialisasi; Diseminasi dan aktualisasi konsep; Sistem; Nilai; Budaya;
dan Praktek demokrasi melalui pendidikan.

Pendidikan HAM mengandung pengertian, “sebagai aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM agar
tumbuh kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai sesuatu yang
kodrati dan dimiliki setiap manusia”.

Zamroni: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk


mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.”

Merphin Panjaitan: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu
pendidikan yang dialogial.”

Soedijarto: “Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem
politik yang demokratis.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah suatu ilmu yang mempelajari
tentang pemerintahan, kionstitusi, lembaga demokratis, HAM, dan masih banyak lagi. Yang mempunyai
tujuan untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menjadi rakyat yang dapat bersikap demokratis
(dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat).

 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan


Pada hakekatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara
untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Agar dapat membentuk
kepribadian masyarakat yang cinta tanah air dan bangga terhadap negaranya. Selaku warga
masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari
depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa,negara
dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan yang
mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoksal dan
ketidak keterdugaan.
Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan selama penjajahan
,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan mengisi
kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya. Kondisi
dan tuntutan yang berbeda-beda diharap bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nulai kejuangan
bangsa yang dilandasi jiwa,tekad dan semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa yang tidak
mengenal menyerah harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dinamika perjalanan kehidupan
yang disebabkan antara lain pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK,
khususnya dibidang informasi, Komunikasi dan Transportasi, sehingga dunia menjadi transparan yang
seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian
menciptakan struktur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta
mempengaruhi pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi
globalisasi. Warga negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara,sikap dan
perilaku, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara
demi utuh dan tegaknya NKRI.

 Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan


1. UUD 1945
2. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi Bangsa
Indonesia tentang kemerdekaanya).
3. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
4. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
5. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
6. Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
7. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
8. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan
Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
 
 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1. Agar para mahasiswa memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya secara
santun, jujur dan demokratis serta ikhlas.
2. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, patriotisme, cinta tanah
air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara.
3. Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara yang akan diatasi dengan pemikiran berdasarkan Pancasila, Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional secara kritis dan betanggung jawab.
4. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Serta mewujudkan Kepribadian masyarakat yang demokratis”.
5. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku
yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

 Kompetensi Dasar Pendidikan Kewarganegaraan


1. Menjadi warga negara yang memiliki wawasan berbangsa dan bernegara.
2. Menjadi warga negara yang komit terhadap nilai-nilai Hak Asasi manusia dan demokrasi,
berpikir kritis terhadap permasalahannya.
3. Berpartisipasi dalam:
4. Upaya menghentikan budaya kekerasan dengan damai dan menghormati supremasi hukum.
5. Menyelesaikan konflik dalam masyarakat dilandasi sistem nilai Pancasila dan universal.
6. Berkontribusi terhadap berbagai persoalan dalampublic policy.
7. Memiliki pengertian internasional tentangcivil society dan menjadi warga negara yang
kosmopolit.
https://bariqml.wordpress.com/materi-perkuliahan/semester-1/konsep-dasar-pkn/
ARTIKEL KONSEP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (2)

KONSEP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing civic education atau citizenship
education. Terhadap dua istilah ini, John C. Cogan telah membedakan dengan mengartikan civic
education sebagai “...the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an
active role in their communities in their adult lives” (Cogan, 1999), atau suatu mata pelajaran dasar di
sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat
berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan citizenship education digunakan sebagai istilah yang
memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup
“...both these in-school experiences as well as out-of school or non-formal/informal learning which takes
place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc which help to
shape the totality of the citizen” (Cogan, 1999).
Artinya, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman
belajar di sekolah dan luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, organisasi keagamaan,
organisasi kemasyarakatan, dan dalam media. Di sisi lain, David Kerr mengemukakan bahwa "Citizenship
or Civics Education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles
and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching and
learning) in that preparatory process". (Kerr, 1999). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pendidikan
kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil
peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran pendidikan (termasuk
didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar) dalam proses penyiapan warga  negara tersebut. 
Untuk konteks di Indonesia, citizenship education oleh beberapa pakar diterjemahkan dengan istilah
pendidikan kewarganegaraan (ditulis dengan menggunakan huruf kecil semua) (Winataputra, 2001) atau
pendidikan kewargaan (Azra, 2002).
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa istilah citizenship education lebih luas
cakupan pengertiannya dari pada civic education. Dengan cakupan yang luas ini maka citizenship
education meliputi didalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus (civic
education). Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka menyiapkan warga negara
generasi muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedang civic
education adalah citizenship education yang dilakukan melalui persekolahan.
Sementara itu, berkaitan dengan konsep Pendidikan Kewargaan,  Azra (dalam ICCE, 2003)
memandang bahwa secara substantif istilah Pendidikan Kewargaan tidak saja mendidik generasi muda
menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanannya dalam konteks kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan,
melainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society). Dengan
demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya daripada  Pendidikan
Kewarganegaraan. Hal ini sejalan dengan pembedaan pengertian  civic education  dan  citizenship
education di atas.
Secara paradigmatik Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga domain, yakni 1) domain
akademik; 2) domain kurikuler; dan 3) aktivitas sosial-kultural (Winataputra, 2001). Domain akademik
adalah berbagai pemikiran tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang berkembang di lingkungan
komunitas keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep dan praksis pendidikan kewarganegaraan dalam
lingkup pendidikan formal dan nonformal. Sedangkan domain sosial kultural adalah konsep dan praksis
Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (Wahab dan Sapriya, 2011). Ketiga komponen
tersebut secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya pengembangan warga negara
yang baik (good citizens), yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai, sikap
dan watak kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skill).
Menurut Zamroni ( Tim ICCE, 2005: 7) pengertian pendidikan kewarganegaraaan adalah:
“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat”.
Diharapakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang
kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia. Hakekat NKRI adalah
negara kebangsaan modern”.
Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan  dalam Depdiknas (2006:49), Pendidikan
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Lebih lanjut
Somantri (2001: 154) menyatakan bahwa:
“PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasaryang berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara menjadi warga negara  agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri
yang beragam dari segi agama, sosio-kultural dan bahasa untuk menjadi warga negara yang cerdas,
terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan
keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas
dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Sudjatmiko, 2008).
                                                                                         
B.     HAKIKAT, FUNGSI, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PKn

1.      Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan Nilai-nilai pancasila sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya
bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku dalam kehidupan
sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat Pendidikan Kewarganegaran adalah merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,sosio-kultural, bahasa, usia,
dan suku bangsa untuk menjadi  warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi
oleh Pancasila dan UUD1945.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Nasional
Apabila kita kaji secara historis-kurikuler mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tersebut telah
mengalami pasang surut pemikiran. Sejak lahir kurikulum tahun 1946 di awal kemerdekaan sampai pada
era reformasi saat ini.
a. Tahun 1957
Pada tahun ini mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan. Isi pokok
materinya meliputi cara memperoleh kewarganegaraan serta hak dan kewajiban warga
negara. Selain mata pelajaran Kewarganegaraan juga diperkenalkan mata pelajaran Tata
Negara dan Tata Hukum.
b. Tahun 1959
Pada tahun ini ini muncul mata pelajaran CIVICS yang isinya meliputi sejarah nasional,
sejarah proklamasi, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, pidato-pidato
kewarganegaraan presiden, serta pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Tahun 1962
Pada tahun ini telah terjadi pergantian mata pelajaran CIVICS menjadi Kewargaan
Negara. Penggantian ini atas usul menteri kehakiman pada masa itu, yaitu Dr. Saharjo,
SH. Menurut beliau penggantian ini bertujuan untuk membentuk warga negara yang
baik. Materi yang diberikan menurut keputusan menteri P dan K no. 31/1967 meliputi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Tap MPR, dan pengetahuan PBB.
d. Tahun 1968
Pada tahun ini keluar kurikulum 1968 sehingga istilah Kewargaan Negara secara tidak
resmi diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokoknya di Sekolah Dasar
yaitu:
1. Pengetahuan kewarganegaraan
2. Sejarah Indonesia
3. Ilmu bumi
Sekolah Pendidikan Guru:
1. Sejarah Indonesia
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Kemasyarakatan
4. Hak Asasi Manusia (HAM)

e. Tahun 1973
Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan bidang PKn menetapkan 8 tujuan kurikuler, yaitu:
1. Hak dan kewajiban warga negara
2. Hubungan luar negeri dan pengetahuan internasional
3. Persatuan dan kesatuan bangsa
4. Pemerintahan demokrasi Indonesia
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
6. Pembangunan sosial ekonomi
7. Pendidikan kependudukan
8. Keamanan dan ketertiban masyarakat

f. Tahun 1975
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana
diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan
ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973.
Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak
sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah
maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya
merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976).
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation
dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah,
2007).
g. Tahun 1994
Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib
kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39).
Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan
tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan
materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep
nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan
pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967). Pendekatan ini
mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan
dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya
didominasi oleh proses value incucation  dan  knowledge dissemination. Hal tersebut dapat
lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila
Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang
beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam
berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007).
Sedangkan dalam kurikulum 1994 ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) meliputi :
1. Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana dimaksud
dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
2. Kehidupan ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di
negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan luas
liputan, kedalaman dan tingkat kesukaran materi pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan belajar siswa pada satuan pendidikan.
h. Tahun 2004
Dengan di berlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004
dimana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan.

i. Tahun 2006
Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) muncul mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menggantikan
Kewarganegaraan dan PPKn.
Berdasarkan Pemendiknas No. 22 tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum  meliputi aspek-aspek
sebagai berikut,
1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2. Norma, Hukum dan Peraturan
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan Warga Negara
5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Pilitik
7. Pancasila
8. Globalisasi
Jadi Hakikat PKn, yaitu program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang
diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari.
Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.

2.      Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


PKn sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan memiliki fungsi yang sangat
esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri,
masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166) memberikan pemaparan mengenai fungsi
PKn sebagai berikut:
“Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk
melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-
hari”.
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan
dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam
menginternalisasikan moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan
pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, maupun
nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan
jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.”
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh
rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah partisipasi yang
penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai
dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan
penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan
intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu
pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang
meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya
sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik,
yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara,
beragama, demokratis, Pancasila sejati” (Somantri, 2001).

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi
tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,
menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai.
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan
mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan
mengumpulkan data; (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e)
keterampilan menguji hipotesis; (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g)
keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena
itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu
keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat
melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty
(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci
dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar,
generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta
penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan,
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar
ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya
dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara mengembangkan
Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good
citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional,
sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar :


a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta watak ke-
Indonesiaan.
c. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik.
d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk
selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup
kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan dalam rangka
kompetisi dalam pasar bebas dunia.
e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku
sesuai dengan nilai, moral dan norma Pancasila.
f. Mempersiapkan anak didik utuk menjadi warga negara dan warga masyarakat Indonesia yang
baik dan bertanggung jawab serta mencintai bangsa dan negaranya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya
menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan
secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut
PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.

3.      Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan


Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat
universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya.
Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu.
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material
tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan warganegara baik yang empirik maupun yang nonempirik, yang meliputi wawasan,
sikap, dan perilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya
mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warganegara dan negara (termasuk hubungan antar
warganegara) dan segi pembelaan negara.

Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup pembelajaran.
Ruang lingkup  pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
standar isi, meliputi:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Norma, hukum, dan peraturan.
c. Hak asasi manusia. 
d. Kebutuhan  warga negara. 
e. Konstitusi negara. 
f. Kekuasan dan Politik.
g. Pancasila. 
h. Globalisasi. 
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa  materi pembelajaran pada mata pelajaran PKn
terangkum dalam  ruang lingkup mata pelajaran  PKn  yang  terdiri dari  beberapa aspek,  meliputi: ruang
lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan peraturan,  ruang
lingkup  HAM  (Hak Asasi Manusia),  ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi negara,  ruang
lingkup  kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila,  serta ruang lingkup globalisasi.

http://widyopangestu.blogspot.com/2015/10/konsep-pendidikan-kewarganegaraan.html
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI FUNGSI FILSAFAT

FILSAFAT PANCASILA

Pengertian Filsafat Pancasila


Filsafat Pancasila adalah penggunaan nilai Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup dalam
bernegara. Berdasarkan prinsipnya, Pancasila ini sebagai filsafat merupakan perluasan keunggulan dari
awal sebagai sebuahdasar dan ideologi yang telah merambah ke dalam berbagai Produk filosofi
(filsafah).

Tujuan Filsafat Pancasila


Berikut dibawah ini adalah tujuan dari filosofi pancasila, yaitu:
1. Untuk dapat menciptakan bangsa yang religius serta patuh kepada Allah SWT.
2. Menjadi sebagai bangsa yang menjaga ketentraman dan keadilan baik secara sosial atau
ekonomi.
3. Untuk menjadi bangsa yang menghormati hak asasi manusia, untuk mampu dan dapat berada di
dalam lingkungannya HAM dengan nilai Pancasila sebagai dasar negara ini.
4. Untuk mampu menciptakan suatu bangsa yang menjunjung tinggi nilai demokrasi.
5. Menjadi negara nasionalis serta cinta terhadap tanah air Indonesia.

Fungsi Filsafat Pancasila


Berikut pembahasan mengenai berbagai fungsi dari filsafat pancasila antara lain sebagai berikut.
 Menjadi Faslsafah Hidup Bangsa
Filsafat Pancasila mempunyai fungsi berdasarkan kesatuan bangsa. Hal ini yang mungkin karena
adanya pandangan bahwa nilai Pancasila mengandung nilai kepribadian yang akan menjadi
paling tepat dan sesuai dengan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan nilai yang paling
bijaksana, adil dan juga paling tepat untuk dapat menyatukan seluruh rakyat Indonesia.
 Sebagai Dasar Negara
Apabila telah menyatakan bahwa sebagai fungsi dari filosofi Pancasila adalah salah satu sumber
dari seluruh sumber hukum, maka dari itu Pancasila ini berfungsi sebagai dasar untuk dapat
mengatur pemerintahan dan penyelenggaraan negara. Semua sesuatu yang ada di dalam
kehidupan berbangsa, baik rakyat, atau pemerintah, serta wilayah maupun berbagai aspek
negara lain juga harus didasarkan pada asas Pancasila.
 Seperti Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Setelah diadakan deklarasi Kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia belum mempunyai hukum dasar dengan cara tertulis. Oleh sebab itu, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini mengukuhkan pembukaan serta lambung Konstitusi
1945 tetap satu hari setelah kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 berdasarkan dari Pancasila.
 Memberi Hakikat Kehidupan Bernegara
 Filsafat Pancasila memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan mendasar serta sangat
mendasar, seperti mengenai sifat kehidupan negara. Dari filosofi Pancasila, dapat diketahui
bahwa sifat dari kehidupan pedesaan adalah segala aspek yang mempunyai hubungan erat
dengan kehidupan sosial dan kelangsungan hidup suatu negara. Sebagai contoh, yaitu
pengaturan politik, bentuk dari pemerintahan, ada juga pengaturan ekonomi negara dan lain
sebagainya.
 Sebagai jiwa Bangsa Indonesia
Setiap bangsa di dunia mempunyai jiwanya sendiri. Hal ini telah disebut dengan berbagai istilah
Volkgeish, yang mempunyai arti “jiwa bangsa” dan “jiwa rakyat”. Bagi warga bangsa Indonesia,
Pancasila adalah jiwa yang memainkan peran di dalam kehidupan Bangsa Indonesia di dalam
semangat Pancasila yang terjadi sejak kelahirannya yaitu setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia.
 Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Filsafat Pancasila juga mempunyai fungsi sebagai bentuk kepribadian bangsa Indonesia, donor
yang adalah ciri khas dari bangsa Indonesia dan juga menjadi ciri pembeda bangsa kita yang ada
di tengah bangsa lain di seluruh dunia. Pancasila memiliki fungsi sebagai sebuah kepribadian
bangsa yang dimanifestasikan sebagai suatu identitas nasional melalui berbagai perilaku dan
juga sikap spiritual, sehingga dari ciri khas bangsa ini mengundang terwujudnya bentuk
kepribadian Indonesia.
 Sebagai Sumber dari Semua Sumber Hukum
Indonesia adalah negara hukum yang telah menerapkan hukum secara adil berdasarkan dari
peraturan yang telah berlaku. Dalam hal ini, fungsi dari filosofi Pancasila adalah sumber dari
semua sumber daya hukum yang ada di Indonesia. Sifat standar hukum yang ada di Indonesia
wajib sesuai dengan mengacu pada Pancasila.
 Substansi Memberi Tentang Hakikat Negara, Ide Negara dan Tujuan Bernegara
Dengan filosofi pancasila nilai kebenaran negara kita dapat ditemukan. Ini karena substansi yang
mempunyai nilai kebenaran universal bagi seluruh bangsa Indonesia dengan jangka waktu yang
panjang.
 Menjadi Perangkat Ilmu Kenegaraan
Fungsi dari filosofi Next Pancasila salah satunya yaitu perangkat ilmu pengetahuan dengan
meteri berbeda, seperti kehidupan bernegara, berbangsa. Menjadi warga negara yang paham
aturan, cinta tanah, paham norma dan lain sebagainya.
 Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Filsafat Pancasila memiliki fungsi sebagai sebuah cara hidup dari Bangsa Indonesia. Pancasila
merupakan sebuah inovasi baru serta spasi dalam kehidupan sehari-hari warga Negara.
 Sebagai Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia
Idealisme bangsa mengacu pada Pancasila. Pada pembukaan Konstitusi 1945 yang telah jelas
berisi unsur Pancasila, yang merupakan bentuk dari tujuan juga ideal bangsa kita Indonesia,
yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil serta sejahtera.

Contoh Filsafat Pancasila


Adapun contoh dari berbagai filsafat pancasila adalah sebagai berikut ini.
 Menjaga Toleransi
Filsafat dari filsafat Pancasila yaitu monodualistik dan monopluralistik. Filosofi Pancasila ini yang
dapat diterapkan dalam kehidupan kehidupan dalam bentuk untuk menjaga rasa toleransi
antara perorangan serta kelompok.
 Menjaga Kerukunan Umat Beragama
Warga negara Indonesia diwajibkan menganut satu agama kepercayaan dan tidak
membenarkan seseorang yang tidak mempercayai adanya tuhan. Agama di Indonesia beragam
dan setiap warga negara dibebaskan untuk menganut agama sesuai kepercayaan masing masing
dengan saling rukun tan menghormati perbedaan.
 Penyelenggara Negara Sesuai dengan Nilai Ketuhanan
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia, bentuk sumber nilai di Negara Indonesia,
termasuk juga nilai di dalam pelaksanaan suatu negara. Pancasila sebagai dasar negara seperti
poin pertama ketuhanan yang maha Esa uang menjadi nilai ketuhanan bagi seluruh warga
negara.
 Mentaati dan Mematuhi Peraturan yang Berlaku
Dalam kehidupan, negara pasti ada hukum yang harus diikuti oleh seluruh warga
negara. Pancasila yang merupakan sebagai dasar negara artinya induk dari sumber hukum serta
nilai yang berlaku di Negara Indonesia. Jadi seluruh warga negara harus mematuhi semua
peraturan yang berlaku. Bukan hanya hukum tertulis, namun juga nilai serta norma yang berlaku
pada komunitas yang tidak tertulis.
 Memihak dan Membela Negara
Sebelum merdeka para pahlawan yang berjuang melawan negara ini, sekarang warga negara
yang diwarisi kemerdekaan sudah mempertimbangkan dalam hal larangan negara seperti tidak
melakukan aturan, menjadi menciptakan yang mencintai tanah air, menggunakan produk dalam
negeri, menciptakan inovasi dan kreasi untuk negara Indonesia.
 Tidak Membuat Perpecahan Antar Kelompok
Negara kita berpendapat untuk berpendapat, berkelompok dan berkomunitas namun tidak
untuk memecah belah persatuan, tidak untuk mempropaganda sebuah masalah, kita mengajar
dengan damai diatas perbedaan dan menghindari konflik yang menyebabkan perpecahan antar
kelompok.
 Mengakui Persamaan Derajat
Setiap manusia mempunyai hak yang sama dan peringkat yang sama tidak berdasarkan pada
jabatan, ras, agama, kelompok, keluarga dan lain sebagainya.
 Menegakkan Keadilan
Pada sila “keadilan sosial bagi semua orang Indonesia”. Mengaju pada sila tersebut bahwa sila
tersebut merupakan contoh filsafat pancasila. Di Negara inikeadilan harus ditegakkan.
 Penegakan Demokrasi
Contoh filosofi pancasila juga terdapat pada sila keempat yaitu demokrasi dengan suatu misi
yang dipimpin dengan pilih dalam representasi dari sebuah perwakilan. Pada sila keempat itu
mencerminkan bahwa bagaimana Indonesia menjadi sebuah bangsa yang melekat pada aspek
demokrasi Pancasila.
Demikianlah artikel mengenai tentang filsafat pancasila, cukup panjang penjabaran dari berbagai poin
diatas semoga dapat membantu bagi kalian semua dan semoga bermanfaat.

https://dosenpintar.com/filsafat-pancasila/
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA (1)

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Secara etimologi, ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas 2 kata, yaitu idea dan logos. Idea
yang berarti gagasan, cita-cita atau konsep; Logos yang berarti pemikiran. Jadi, secara etimologi, ideologi
berarti ilmu yang meliputi kajian tentang asal usul dan hakikat ide atau gagasan.
Selain secara asal katanya, pandangan mengenai arti ideologi sendiri juga dikemukakan oleh
para ahli, seperti Drs. Moerdiono, yang mengemukakan bahwa ideologi adalah a system of ideas, akan
mensistematisasikan seluruh pemikiran mengenai kehidupan ini dan melengkapinya dengan sarana
serta kebijakan dan strategi dengan tujuan menyesuaikan keadaan nyata dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam filsafat yang menjadi induknya.
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah suatu pemikiran yang
berisi nilai nilai tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.
Ideologi sendiri memiliki fungsi yang sangat sentral bagi suatu negara, di mana fungsi dari ideologi
sendiri adalah sebagai sesuatu yang memperkuat dan memperdalam identitas rakyatnya (Prof. W.
Howard Wriggins). Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ideologi adalah identitas dari
suatu bangsa.
Sama seperti identitas yang dimiliki oleh setiap orang sebagai tanda pengenal, ideologi dapat
dikatakan sebagai tanda pengenal dari suatu bangsa.Selain menjadi identitas,ideologi juga memiliki
fungsi lain yaitu fungsi kognitif dan orientasi dasar. Fungsi kognitif memiliki artian bahwa ideologi dapat
menjadi suatu landasan bagi suatu bangsa dalam memandang dunia, sedangakan fungsi orientasi dasar
berarti ideologi tersebut memberikan wawasan dan makna bagi rakyat dan juga memberikan tujuan
bagi rakyatnya.
Ideologi memiliki posisi yang sangat penting bagi setiap bangsa. Posisi penting ini dikarenakan
ideologi peranan sebagai arah atau pedoman bagi bangsa untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Selain itu, peran lain yang dimiliki oleh ideologi adalah sebagai alat untuk mencegah terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat agar setiap masyarakat dapat hidup dalam ketentraman dan juga memiliki rasa
solidaritas yang tinggi. Peranan lain dari ideologi adalah sebagai alat pemersatu suatu bangsa. Setiap
bangsa tentu saja memiliki keberagaman baik dalam suku,bahasa,adat-istiadat,kebudayaan, dan lain
sebagainya.
Ideologi memiliki peran dalam mempersatukan keberagaman yang ada dalam masyarakat
supaya dapat terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.Dari paparan tersebut, maka
dapat terlihat betapa pentingnya ideologi bagi setiap bangsa. Identitas bangsa Indonesia sendiri
tertuang kedalam ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Ideologi Pancasila.
Ideologi Pancasila sendiri dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan berdasar atas pidato Ir.
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Ideologi Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia
karena Pancasila memiliki beberapa kedudukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.Kedudukan itu seperti Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia,Pancasila sebagai kepribadian
bangsa Indonesia, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila menjadi dasar
negara,Pancasila sebagai sumber dari segala hukum yang ada di Indonesia,Pancasila sebagai perjanjian
luhur bangsa Indonesia ketika mendirikan negara, dan Pancasila sebagai cita-cita bangsa. Kedudukan
inilah yang menjadikan Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia. Kedudukan ini juga
dapat diartikan bahwasannya Pancasila merupakan suatu landasan bagi bangsa Indonesia dalam
melaksanakan segala aspek yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegera.
Selain itu, Pancasila juga berfungsi sebagai penunjuk arah dalam kehidupan bernegara
Indonesia. Sama seperti kapal tanpa kompas, yang tidak tahu akan kemana arah arus membawanya,
Republik ini juga akan sama seperti itu apabila tidak adanya penunjuk arah, yaitu Pancasila. Pancasila
juga mengandung nilai-nilai sejarah di dalamnya karena Pancasila merupakan suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pendiri bangsa ini ketika mendirikan Republik Indonesia ini. Hal-hal inilah yang
membuat Pancasila memiliki fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Dengan fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Pancasila haruslah dapat dilestarikan oleh setiap komponen bangsa Indonesia.Pelestarian
nilai nilai Pancasila dapat dilakukan dengan meimplementasikan nilai nilai yang terkandung di dalam
Pancasila dalam kehidupan sehari hari. Nilai-nilai Pancasila sendiri tercermin dalam setiap sila yang ada
di dalamnya. Nilai-nilai itu adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,nilai persatuan, nilai kerakyatan
dan juga nilai keadilan.Nilai ketuhanan dapat diimplementasikan dengan menghargai setiap umat
beragama di Indonesia.
Setiap rakyat di Indonesia memiliki agama yang berbeda-beda, sehingga setiap rakyat haruslah
menghargai perbedaan yang ada sebagai bentuk dari implementasi nilai ketuhanan. Nilai kemanusiaan
dapat dipraktekan dengan tindakan tidak melakukan diskriminasi terhadap suku lain yang terdapat di
Indonesia.Nilai persatuan dapat dipraktikkan dengan menunjukkan sikap cinta terhadap tanah air
Indonesia.
Nilai kerakyatan dapat dipraktikkan dengan tindakan menghargai pendapat orang lain ketika
mengemukakan pendapat. Nilai keadilan dapat dipraktikan dengan menjaga hak dan kewajiban dari
setiap rakyat. Uraian tersebut hanyalah sebagian kecil dari praktik nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari dan masih ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam usaha melestarikan nilai nilai
Pancasila di Ibu Pertiwi ini.

Ideologi Pancasila haruslah tetap dilestarikan karena ideologi ini merupakan ideologi yang
mencerminkan kepribadian bangsa ini.

https://binus.ac.id/character-building/2020/10/pancasila-sebagai-ideologi-negara/
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA (2)

Pancasila Sebagai Ideologi Negara, Inilah Pengertian dan Fungsinya bagi Masyarakat
Indonesia

Pancasila sebagai ideologi negara mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita warga negara Indonesia.
Selain dikenal sebagai dasar negara, pancasila juga dikenal sebagai ideologi negara.
Namun, beberapa orang mungkin masih belum memahami pengertian sebagai ideologi negara yang
sebenarnya.

Pengertian Ideologi
Sebelum membahas mengenai pengertiannya secara keseluruhan, ada baiknya kita mengetahui makna
dari kata kunci, yaitu ideologi. Ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ideas dan logos. Kata ini
memiliki arti pemikiran, ilmu, cara pandang, dan cita-cita.
Jadi bisa disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah cara pandang yang membentuk kerangka
berpikir kita dalam mewujudkan cita-cita.

Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi negara artinya seluruh warga negara Indonesia menjadikan pancasila sebagai
dasar sistem kenegaraan. Nilai-nilai yang ada pada setiap butir pancasila harus dijadikan sebagai
pedoman dasar dalam melangsungkan kehidupan bernegara. Selain itu, pancasila sebagai ideologi
negara juga bermakna menjadikan pancasila sebagai cita-cita atau visi. Hal ini tentunya berlaku untuk
pemerintah dan seluruh warga negara.
Pengertian ini juga ada di dalam Ketetapan MPR No.XVIII Tahun 1998 Pasal 1, yang bunyinya:
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara.

Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Sebagai ideologi negara, tentu saja pancasila juga memiliki fungsi. Berikut ini adalah fungsi pancasila
sebagai ideologi negara.
1. Berperan sebagai sarana pemersatu masyarakat dan juga bertindak sebagai pemelihara
persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Berfungsi untuk mengarahkan dan motivasi bangsa untuk mencapai cita-citanya.
3. Karena pancasila merupakan identitas bangsa, ia juga berperan untuk memelihara dan
mengembangkan identitas tersebut.
4. Pancasila sebagai ideologi negara juga berfungsi sebagai kontrol sosial. Maksudnya adalah,
pancasila menjadi tolak ukur sejauh mana negara kita telah menggapai cita-citanya.

https://bobo.grid.id/read/082413123/pancasila-sebagai-ideologi-negara-inilah-pengertian-dan-
fungsinya-bagi-masyarakat-indonesia?page=all
ARTIKEL DEMOKRASI INDONESIA (1)

DEMOKRASI INDONESIA

Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua sistem
pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan
demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian
kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan
pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan
pendapat dan aspirasinya masing-masing.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua
warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi
social, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan
setara. Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu
yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari
banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan
bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti kekuasaan rakyat. Demokrasi
berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti
kekuasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara.

Prinsip demokrasi dibedakan menjadi dua, yaitu prinsip demokrasi sebagai sistem politik serta
prinsip non-demokrasi (kediktatoran). Demokrasi memiliki banyak jenisnya. Yaitu Demokrasi menurut
cara aspirasi rakyat (Demokrasi Langsung, Demokrasi Tidak Langsung) dan Demokrasi (Berdasarkan
Prinsip Ideologi, Demokrasi Liberal, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Pancasila).

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5c38de8a798f624eab38b1fe6f7e97ff.pd
f
ARTIKEL DEMOKRASI INDONESIA (2)

DEMOKRASI DI INDONESIA

Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di dunia
secara umum, hingga khususnya di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut
para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan
Soetan Sjahrir. Selain itu juga proses ini menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia, dimulai
saat Kemerdekaan Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran
Soekarno dalam Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca
Reformasi 1998 hingga saat ini.

A. Demokrasi dalam Pandangan Para Pendiri Bangsa Indonesia


Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, secara gamblang duet pemimpin Dwitunggal,
Soekarno dan Mohammad Hatta telah mendeklarasikan Indonesia Merdeka sebagai sebuah negara yang
demokratis karena pada kalimat terakhirnya dikatakan dalam Teks Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah
“atas nama bangsa Indonesia”, bila dikaitkan dengan definisi bangsa, maka yang dimaksud adalah
seluruh rakyat Indonesia. Jadi kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan yang diperuntukkan bagi
rakyat Indonesia sendiri.

Meskipun telah mencapai konsensus kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tetapi setiap tokoh
pergerakan dan pelopor kemerdekaan Indonesia memiliki konsepsi demokrasinya masing-masing,
kebanyakan dari mereka berusaha menengahi dualisme penafsiran demokrasi dari Negara Barat yang
liberalis dan kapitalis dengan Negara Timur yang komunis, terutama dalam merumuskan tentang
kebebasan politik yang diadopsi dari demokrasi Barat dan kemerataan ekonomi yang ditiru dari
demokrasi Timur. Namun, terkadang beberapa tokoh kemudian memiliki kecenderungan masing-
masing, entah itu kecenderungan pada Barat ataupun Timur, yang kemudian menjadi ciri khas dari
perkembangan demokrasi di Indonesia.

 Demokrasi Menurut Soekarno


Dalam pandangan Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, demokrasi Indonesia adalah
demokrasi yang lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan, itu artinya adalah demokrasi
Indonesia menurut Soekarno meletakan embrionya pada perlawanan terhadap imperialisme dan
kolonialisme, hal itu ditulis oleh Soekarno dalam bukunya, Indonesia Menggugat dan Di Bawah Bendera
Revolusi, yang secara eksplisit terinspirasi oleh pergerakan kemerdekaan yang dilakukan di pelbagai
belahan dunia, dari perjuangan seorang Muhammad, Yesus Kristus, William de Oranje, Mahatma
Gandhi, Mustafa Kemal Attaturk, dan tokoh-tokoh kemerdekaan bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi
Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada
rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun, demokrasi yang diinginkan dan
dikonsepsikan oleh Soekarno tidak ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis,
karena menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis, demokrasi yang hanya
menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Oleh karena itu, kemudian
Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia.
Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya,
yaitu marhaenisme. Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar sebagai
mahasiswa di Bandung. Marhaenisme pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan
ekonomi di Indonesia. Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila”, yaitu:

1. Sosio-nasionalisme, yang berarti nasionalisme Indonesia yang diinginkan oleh Soekarno


adalah nasionalisme yang memiliki watak sosial dengan menempatkan nilai-nilai
kemanusiaan di dalam nasionalisme itu sendiri, jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.
2. Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi yang dikehendaki Soekarno adalah
bukan semata-mata demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi ekonomi, dan
demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu
musyawarah mufakat.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa Soekarno menginginkan setiap rakyat
Indonesia adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan (theis), apapun agamanya.

Di antara ketiga sila itu, pemikiran dan konsepsi Soekarno mengenai demokrasi ada di sila kedua dalam
Trisila Marhaenisme, yaitu sosio-demokrasi. Sosio-demokrasi menurut Soekarno adalah suatu sistem
demokrasi yang mengakar pada nilai-nilai kemasyarakatan. Sosio-demokrasi yang diinginkan oleh
Soekarno adalah saat demokrasi itu sendiri mendasari nilai-nilainya pada seluruh masyarakat, bukan
hanya kepada sebagian masyarakat, dalam hal ini Soekarno mengkritik demokrasi Prancis dan demokrasi
Amerika Serikat yang menurut Soekarno hanya mementingkan sebagian kelompok orang saja, yaitu
kelompok borjuis, atau sederhananya, Soekarno ingin demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi
politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.

Masih dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Soekarno kemudian menjabarkan lebih jauh
tentang konsep sosio-demokrasinya itu, yaitu dengan mengkonsepsikan nilai-nilai demokrasi politik dan
juga demokrasi ekonomi. Demokrasi politik menurut Soekarno adalah demokrasi yang berlaku di Eropa
pasca-Revolusi Prancis, yaitu demokrasi yang didalamnya adalah suatu sistem demokrasi keterwakilan
dalam sebuah lembaga parlemen, - Soekarno menyebutnya parlementaire democratie dan politieke
democratie - Soekarno melihat bahwa nilai-nilai demokrasi itu memang diterapkan saat pemilihan
anggota parlemen, namun bagi Soekarno demokrasi politik Eropa itu hanya berhenti sampai di parlemen
saja, sementera dalam bidang ekonomi tidak ada nilai-nilai demokrasinya, yang menyebabkan
banyaknya kemiskinan - dan untuk permasalahan ekonomi itu Soekarno menyalahkan demokrasi politik
yang justru mendukung berkembangnya kapitalisme.

Soekarno kemudian membuat suatu rumusan, agar demokrasi menjadi lebih seimbang, artinya
demokrasi yang Soekarno inginkan bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi itu menurut Soekarno adalah demokrasi yang menghendaki adanya pemberian hak-
hak ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercipta suatu kemerataan. Kemerataan yang
dimaksudkan oleh Soekarno itu bukan kemerataan ekonomi dalam sistem komunisme yang
menghilangkan hak milik pribadi,[7] tetapi suatu kemerataan dimana semua hak kepemilikan pribadi -
Soekarno menyeburnya sebagai privaatbezit - seluruh rakyat dijamin oleh negara, dalam hal ini
parlemen yang merupakan hasil dari demokrasi politik berperan untuk memberikan perlindungan bagi
hak-hak kepemilikan pribadi semua orang melalui suatu pembuatan peraturan atau hukum yang adil
bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali, baik dari kelas borjuis ataupun proletar - termasuk juga kelas
masyarakat yang memiliki harta benda sedikit atau yang disebut Soekarno sebagai marhaen.
Kemudian, pada perkembangan selanjutnya, terutama saat perumusan dasar negara Indonesia yang
dilaksanakan pada 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Soekarno menawarkan konsepsi dasar negara bagi Indonesia Merdeka, yaitu Pancasila –
meskipun Soekarno sendiri menolak disebut sebagai penemu Pancasila, oleh karen itu Soekarno lebih
suka disebut sebagai “penggali Pancasila”. Dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 itu, Soekarno berkata
mengenai konsespsi demokrasi yang Soekarno tawarkan adalah sebagai berikut:

"Prinsip nomor 4, sekarang saya usulkan. Saya di dalam tiga hari ini belum mendengarkan
prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia
Merdeka. Saya katakan tadi; prinsipnya San Min Chu ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng (yang
artinya): Nationalism, Democracy, Socialism. Maka prinsip kita harus (berdasarkan apa?):
Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela ataukah yang semua
rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup member sandang – pangan
kepadanya? Mana yang kita pilih, Saudara-Saudara? Jangan Saudara kira, bahwa kalau Badan
Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita
sudah lihat di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire demokratie.
Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela?"

Pada sila ini secara eksplisit Soekarno menginingkan sebuah sistem politik demokrasi yang tidak
hanya politiknya saja yang mengalami demokratisasi, tetapi juga ekonominya, dengan cara menjadikan
“kerakyatan” sebagai fondasi utamanya dan dijalankan dengan prinsip-prinsip “hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”. Seokarno tidak ingin Indonesia menjadi negara demokrasi liberal
seperti di Barat, yang masyarakatnya kapitalistik, Soekarno ingin Indonesia menjadi negara demokrasi
yang masyarakatnya sosialistik, artinya bahwa demokrasi bukan hanya pada kebebasan dalam politik,
seperti bebas berbicara, bebas memilih, dan bebas berserikat dalam organisasi apapun, tetapi juga
demokrasi yang mampu mengalokasikan seluruh sumber daya ekonomi kepada seluruh rakyat atau
sederhadanya kekuasaan rakyat atas ekonomi dan perlawanan terhadap kemiskinan.

Soekarno juga memiliki suatu konsepsi tentang demokrasi yang dikemukakan pada 21 Februari
1957. Konsepsi itu berisi penolakannya terhadap sistem demokrasi parlementer yang saat itu diterapkan
di Indonesia, karena Soekarno menganggap demokrasi parlementer sebagai demokrasi Barat yang
mengecewakan. Selain itu, konsepsi Soekarno tentang demokrasi itu kemudian dikenal sebagai
Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Gotong Royong dengan kepemimpinan yang terpusat dan
integralistik.

 Demokrasi Menurut Mohammad Hatta


Seperti Soekarno, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, Mohammad Hatta juga merupakan salah
satu tokoh pergerakan yang menjadi pengeritik utama demokrasi liberal Barat. Kritik Hatta terhadap
demokrasi Barat yang dimaksud, bukanlah demokrasi Barat dalam arti politik, yaitu demokrasi dalam
kehidupan politik, atau liberalisme secara umum. Dalam pamflet yang berjudul Ke Arah Indonesia
Merdeka, Hatta mengemukakan sebagai berikut:

"Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan oleh Revolusi Prancis tiada membawa kemerdekaan
rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi
politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat.
Haruslah ada pula demokrasi ekonomi."
Demokrasi Barat yang bersendikan pada liberalisme memiliki sisi politik dan ekonomi, yaitu
demokrasi politik dan sistem kapitalisme dalam ekonominya. Secara spesifik dalam pandangan Hatta,
sistem ekonomi kapitalis lahir terlebih dulu (oleh kaum kelas borjuis yang menguasai parlemen di masa
itu) dan kemudian kelas borjuis yang kapitalis mendirikan sebuah sistem demokrasi politik yang
bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sistem kapitalisme itu sendiri. Hatta mengakui bahwa
demokrasi Barat memang menjamin kedaulatan rakyat di bidang politik, akan tetapi karena kehidupan
politik berkaitan dengan kehidupan ekonomi, sementara kehidupan ekonomi dalam demokrasi Barat
tidak mengandung kedaulatan rakyat, maka bagi Hatta demokrasi politik dalam demokrasi Barat menjadi
manipulatif, yaitu “memutar satu asas yang baik seperti kedaulatan rakyat menjadi perkakas pemakan
rakyat”.

Demokrasi politik di Barat – seperti apa yang dikemukakan oleh William Ebenstein dan Edwin
Fogelman – bertumpu kepada “pementingan individu" dalam kehidupan politik. Maksudnya, individu
dengan segenap hak-hak dasarnya merupakan unit utama dalam kehidupan politik. Negara dan
kelompok-kelompok lain diadakan semata-mata untuk melayani kepentingan individu-individu ini. Hatta
berpendapat, semangat individualisme Barat dalam politik harus ditolak. Sebaliknya, Hatta
menginginkan sebuah sistem demokrasi yang berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan yang
mencerminkan tradisi kehidupan bangsa Indonesia secara turun menurun.

Hatta menganggap individualisme sebagai penyakit, sehingga individualism adalah sesuatu yang
harus dihindari, Hatta selanjutnya berbicara tentang demokrasi yang lebih sempurna bagi Indonesia –
seperti Soekarno – yaitu demokrasi di bidang politik dan ekonomi yang tidak mengandung paham
individualisme. Hatta bahkan amat yakin, demokrasi yang dibayangkannya itu akan bisa terwujud karena
kesesuaiannya dengan tradisi masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan dan kekeluargaan.

Sifat demokratis masyarakat asli Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau
kolektivisme. Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan
sebagainya. Kolektivisme dalam masyarakat asli Indonesia juga berarti pengambilan keputusan melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini jelas berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem
demokrasi Barat yang individualistis.

Menurut Hatta, kebersamaan harus berarti, kepemilikan bersama atas suatu alat produksi
(tanah) tidak bisa dijalankan dengan pembagian, melainkan harus diusahakan secara bersama-sama
pula. Dengan kata lain, usaha individual dengan bantuan orang lain yang mencirikan kebersamaan
masyarakat asli Indonesia masa kini, harus diganti dengan milik bersama yang diusahakan secara
bersama-sama pula. Inilah yang dimaksud oleh Hatta dengan collectivisme baroe, yang seharusnya
mewarnai kehidupan ekonomi Indonesia merdeka. Pengertian inilah yang kemudian melekat pada
koperasi sebagai wujud kolektivisme baru.

Sejak masa pergerakan Indonesia, Hatta dalam pidatonya yang berjudul Koperasi: Jembatan ke
Demokrasi Ekonomi terus menyerukan koperasi sebagai satu-satunya organisasi ekonomi yang bisa
berhasil meletakkan sendi yang kuat untuk membangun kembali ekonomi yang roboh. Hatta
meyakininya karena koperasi berupaya berjalan dengan semangat self-help dan oto-activity. Artinya
koperasi berusaha menumbuhkan rasa percaya diri dan tolong menolong antar masyarakat sebagai
pemandu kemauan yang kuat. Semangat itulah yang sudah lama muncul yang sebetulnya membarengi
berkembangnya demokrasi sosial, politik dan ekonomi. Hal ini dapat dengan mudah dikatakan karena
bangunan demokrasi yang sangat kuat sebagian besar dipupuk dengan semangat koperasi. Demokrasi
dapat hidup dan kuat, kalau ada rasa tanggung jawab pada rakyat. Dasar koperasi adalah menghidupkan
rasa tanggung jawab itu, sebab koperasi selain membela keperluan bersama, membangun dalam jiwa
tiap-tiap anggotanya manusia merdeka, sadar akan harga dirinya.

Hatta melihat, demokrasi Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno, lebih tepatnya setelah
Dwitunggal bubar dan Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden pada Juli 1959 telah bergeser menjadi
demokrasi yang meniru kediktatoran komunisme di Timur, demokrasi yang menurut Hatta hanya
dijadikan alat oleh negara untuk melanggengkan kekuasaan semata. Oleh karena itu, Hatta menyebut
periode Orde Lama sebagai periode “krisis demokrasi”. Pada 1966, tepatnya ketika rezim Soekarno
mulai berubah menjadi otoritarian dan Dwitunggal telah pecah, Hatta mulai mengoreksi, bahkan
mengkritik “demokrasi terpimpin” ataupun “demokrasi gotong royong” yang digagas Soekarno. Hatta
mengkritik demokrasi yang diterapkan oleh Soekarno itu dalam artikelnya yang berjudul Demokrasi Kita
yang dimuat dalam majalah Pandji Masjarakat pada 1966 yang sempat dibredel oleh pemerintah Orde
Lama.

 Demokrasi Menurut Soetan Sjahrir


Seperti halnya Soekarno dan Mohammad Hatta, Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia, Soetan
Sjahrir juga memiliki konsepsi sendiri tentang demokrasi, namun yang membedannya adalah Sjahrir
tidak mengutuk habis-habisan demokrasi Barat seperti yang dilakukan Soekarno dan Hatta. Sjahrir lebih
membenci fasisme dan ketimbang kapitalisme Barat, oleh karena itu tak mengherankan bila Sjahrir lebih
suka melakukan dialog dengan pihak Sekutu Barat, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Belanda.

Selain fasisme, Sjahrir pun juga menyerang komunisme dan sistem demokrasinya sebagai
ideologi yang mengkhianati sosialisme kerena mengabaikan kemanusiaan, seperti Joseph Stalin dan Mao
Tse Tung. Karena serangan Sjahrir ke kaum komunis, maka para penentangnya yang berasal dari
spektrum kiri jauh mengejeknya dengan sebutan “soka” – yang merujuk pada nama bunga – atau
akronim dari sosialis kanan, karena keterpukauan Sjahrir kepada segala hal yang berbau Barat.

Kebencian Sjahrir pada fasisme dan komunisme turut mempengaruhi konsepsinya mengenai
demokrasi dan pemerintahan di Indonesia Merdeka. Pemikiran Sjahrir tentang demokrasi dan
pemerintahan di Indonesia tertuang dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita yang terbit pasca
Indonesia Merdeka, dan duet Soekarno-Hatta atau Dwitunggal menjadi pemimpin Indonesia. Bagi
Sjahrir, pemerintahan Indonesia yang baru merdeka, adalah pemerintahan yang dipimpin oleh
kolaborator fasis (dalam hal ini kolaborator Kekaisaran Jepang), sehingga pemerintahan perlu
“didemokratisir”.

“Secepat mungkin seluruh pemerintahan harus didemokratiseer, sehingga rakyat banyak masuk
tersusun di dalam lingkungan pemerintahan. Ini mudah dikerjakan dengan menghidupkan dan di
mana perlu membangunkan dewan-dewan perwakilan rakyat dari desa hingga ke puncak
pemerintahan."

Sementara seorang aktivis simpatisan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Rahman Tolleng menyebut ideologi
Sjahrir sebagai republikan-sosialis, “karena dia (Sjahrir) menekankan pada partisipasi rakyat,” kata
Tolleng. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi di kemudian hari Sjahrir mengubah sistem
presidensial menjadi parlementer agar partisipasi itu bisa maksimal.

Dalam pemikirannya, Sjahrir sangat jelas memiliki banyak perbedaan dengan Soekarno dan
Hatta mengenai konsepsi demokrasi. Bila Soekarno dan Hatta melihat individualisme sebagai hal yang
harus dihindari, maka Sjahrir justru menganggap individualisme menjadi elemen yang penting dalam
negara dan sistem pemerintahan yang demokratis. Menurut Vedi Hadiz, pengajar ilmu politik di
Universitas Nasional Singapura, ideologi Sjahrir adalah perpaduan antara tradisi sosial-demokrat dengan
liberalisme. Sosial-demokrat Sjahrir, misalnya, terlihat pada perhatian dan gerakannya menumbuhkan
pendidikan rakyat. Sedangkan liberalisme muncul dari sikapnya yang menjunjung hak dan kebebasan
individu.

Sikap politik Sjahrir yang seorang sosialis tetapi mengakui ide-ide demokrasi Barat dan liberalism
tidak hanya membuat Sjahrir bermusuhan dengan fasisme, tetapi juga dengan kelompok komunis. Bagi
Sjahrir demokrasi dan sosialisme bisa tercapai dengan azas akal, bukan melalui jalur revolusi terus-
menerus – dalam hal ini Sjahir bertolak belakang dengan Soekarno yang mengatakan “revolusi belum
selesai”, tetapi ia sejalan dengan Hatta yang mengatakan “revolusi telah selesai”. Konsepsi Sjahrir
mengenai demokrasi dan sosialisme yang bisa dicapai melalui jalur diplomasi bukan revolusi kekerasan
diungkapkan pada Kongres Sosialis Asia II di Bombay (sekarang Mumbai), India pada 6 November 1956.
Dalam Kongres itu Sjahrir berkata:

“Kaum sosial kerakyatan di Asia menyadari bahwa mereka mempunyai kesabaran revolusioner
yang sama dengan kaum komunis, tetapi mereka melihat dengan sangat jelas bahwa kaum
komunis telah menempuh suatu jalan yang salah. Dituntun oleh ajaran-ajaran Lenin dan Stalin
mengenai perjuangan kelas, mereka menghancurkan dalam diri mereka sendiri, jiwa serta
semangat sosialisme, yaitu kemampuan menghargai kemanusiaan dan martabat manusia.”

Dalam pidato itu jelas Sjahrir menolah sistem demokrasi a’la Bolshevik dan Komunis Internasional yang
menindas dan mengabaikan kedaulatan rakyat dengan sistem yang hirarkis, otoriter, dan totaliter dalam
politbiro Partai Komunis. Menurut Sjahrir, pengakuan terhadap kedaulatan rakyat dan martabat
manusia secara individu membuat sosialisme yang dianutnya sejalan dengan demokrasi liberal ala Barat,
namun dengan satu perbedaan, yaitu tidak adanya pengakuan terhadap sistem ekonomi kapitalis –
dalam hal ini Sjahrir sejalan dengan Soekarno dan Hatta.

B. Demokrasi Parlementer
Era demokrasi parlementer di Indonesia, juga sering kali disebut sebagai era demokrasi konstitusional.
Munculnya sistem parlementer di Indonesia karena jatuhnya kabinet Presidensial Pertama pada 14
November 1945 yang disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X/1945 pada 16 Oktober
1945 dan diikuti kemudian oleh Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang berisi tentang
seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia.

Daftar partai yang terbentuk setelah keluarnya Maklumat X


No. Nama Partai Ketua Tanggal IdeologiKeterangan
1 Majelis Sjuro Moeslimin Indonesia (MASJUMI) Sukiman Wiryosanjoyo, 7 November 1945.
2 Partai Komunis Indonesia (PKI) Mr. Moehammad Yoesoef, 7 November 1945.
3 Partai Buruh Indonesia (PBI) Nyono, 8 November 1945.
4 Partai Rakyat Jelata (PRJ) Soetan Dewanis, 8 November 1945.
5 Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) Ds. Probowinoto, 10 November 1945.
6 Partai Sosialis Indonesia (PSI) Amir Sjarifoedin, 10 November 1945.
7 Partai Rakyat Sosialis (PRS) Soetan Sjahrir, 20 November 1945.
8 Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) I. J. Kasimo, 8 Desember 1945
9 Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMEI) J. B. Assa, 17 Desember 1945
10 Partai Nasional Indonesia (PNI) Joyosukarto, 29 Januari 1946.
Sistem pemerintahan parlementer yang pertama di Indonesia dimulai pada 14 November 1945 sampai
12 Maret 1946 dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Pertama Indonesia, Soetan Sjahrir atau disebut
juga sebagai Kabinet Sjahrir I. Langkah mengubah sistem pemerintahan Indonesia dari presidensil ke
parlementer dianggap sebagai suatu langkah politik ideologi Sjahrir yang menganut sosial-demokrat dan
mendukung sistem demokrasi Barat yang parlemennya kuat.

Demokrasi parlementer di Indonesia semakin kuat dengan memiliki landasan konstitusional,


yaitu Undang-Undang Dasar Sementara 1949 dan 1950. Dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950
itu menetapkan bahwa lembaga eksekutif, yang terdiri dari presiden sebagai kepala negara
konstitusional dan menteri-menteri memiliki tanggungjawab politik dibawah seorang perdana menteri
sebagai kepala pemerintahan sehari-hari. Kabinet pemerintahan itu kemudian dibentuk atas dasar
koalisi partai-partai di parlemen, namun sering kali koalisi antar partai itu mengalami keretakan dan
menggoyahkan kabinet pemerintahan. Akhirnya karena seringnya koalisi partai tidak pernah utuh
sampai selesai, banyak kabinet pemerintahan di masa demokrasi parlementer jatuh bangun dengan
cepat, ditambah partai yang menjadi oposisi sering kali menunjukkan sikap kritik destruktif dengan
mengangkat sisi negatif partai penguasa, hal ini menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia saat itu
belum dewasa.

Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-
Dasar Ilmu Politik, demokrasi parlementer di Indonesia dirasa kurang cocok, karena persatuan dan
kesatuan diantara elemen kekuatan politik bangsa dan negara menjadi kendor dan sulit untuk
dikendalikan. Selain itu demokrasi parlementer di Indonesia menurut Miriam telah melahirkan dominasi
partai politik dan lembaga legistalif yang justru mendorong politik nasional menjadi tidak tidak stabil.

Ketidakstabilan dalam politik nasional Indonesia pada masa demokrasi parlementer disebabkan
karena kebanyakan kabinet pemerintahan hanya bertahan selama delapan bulan, hal ini bukan hanya
berdampak pada bidang politik, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi nasional pada saat itu.
Ekonomi menjadi terhambat karena pemerintah tidak sempat melaksanakan program kerjanya dan
ketidaktabilan politik yang terjadi di pusat juga melebar hingga pemberontakan-pemberontakan yang
ada di daerah, seperti Darul Islam, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan sebagainya.

Selain ketidakstabilan politik, ekonomi, dan keamanan negara, demokrasi parlementer juga
membuat seorang Soekarno marah. Selama masa demokrasi parlementer, Presiden Soekarno hanya
sebagai seroang kepala negara yang tugasnya tak lebih sebagai “tukang stempel” atau “rubberstamp”.
Selain itu, pihak militer juga menuntut diikutsertakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
kebangsaan karena merasa bahwa militer lahir dari semangat revolusi kemerdekaan yang berhak untuk
terlibat dalam politik.

Puncak dari ketidakstabilan politik di era demokrasi parlementer adalah gagalnya anggota
Konstituante dalam membentuk suatu undang-undang dasar yang baru bagi Indonesia. Kegagalan
Konstituante itu disebabkan karena para anggota Konstituante yang terdiri dari partai-partai politik
dalam parlemen tidak pernah bekerjasama untuk mencapai konsensus membentuk undang-undang
dasar yang baru. Kegagalan Konstituante itu yang kemudian akhirnya mendorong Presiden Soekarno
mengemukakan apa yang disebut sebagai “Konsepsi Presiden” pada 21 Februari 1957, dalam konsepsi
itu Soekarno mengatakan bahwa demokrasi parlemeter adalah demokrasi Barat dan harus diganti.
Akhirnya puncak dari kekisruhan politik saat itu berakhir saat, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa konstitusi Indonesia kembali pada Undang-Undang Dasar
1945 yang sekaligus menyudahi kabinet parlementer terakhir yang dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo atau
yang disebut sebagai Kabinet Ali II dan seluruh sistem demokrasi parlementer di Indonesia.

C. Demokrasi Terpimpin
Setelah berakhirnya era demokrasi parlementer, Indonesia mulai memasuki fase demokrasi lainnya,
yaitu demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Tetapi sebelum dekrit presiden diumumkan, demokrasi parlementer atau
demokrasi konstitusional masih bertahan dengan adanya pembentukan sebuah kabinet transisi yang
dipimpin oleh Ir. Djuanda atau yang disebut sebagai Kabinet Djuanda. Kabinet Djuanda ini berisi orang-
orang yang bukan dari koalisi dominan partai di palemenen, maka sering kali Kabinet Djuanda disebut
juga sebagai Kabinet Ekstra Parlemen. Kabinet ini terhitung mulai bekerja sejak 9 April 1957 sampai 10
Juli 1959.

Jauh sebelum demokrasi terpimpin terbentuk, Soekarno sebenarnya telah mengemukakan


keinginannya untuk mengubah sistem demokrasi di Indonesia pada 27 Januari 1957 di Bandung.
Gagasan Soekarno itu yang diawali dengan mengungkapkan keinginannya untuk kembali bisa
mencampuri urusan pemerintahan meskipun Konstituante belum selesai membentuk undang-undang
dasar yang baru. Kelanjutan dari pendapatnya itu, kemudian Soekarno mengumpulkan para pemimpin
partai politik untuk membentuk sebuah lembaga yang disebut sebagai Dewan Nasional. Puncak dari ide-
ide dan konsepsi demokrasi yang diimpikan Soekarno itu adalah pada 21 Februari 1957 yang dikenal
dengan nama Konsepsi Presiden. Konsepsi Soekarno itu dikemukakan dihadapan para menteri kabinet
pemerintahan, pemimpin partai politik, dan perwira angkatan bersenjata. Isi daripada konsepsi itu
antara lain:
1. Sistem demokrasi parlementer tidak cocok, harus diganti dengan demokrasi terpimpin.
2. Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin harus dibentuk Kabinet Gotong Royong yang
diawali dengan adanya “Kabinet Kaki Empat”.
3. Pembentukan Dewan Nasional yang beranggotakan golongan fungsional sebagai
penasehat Presiden.

Bila disimpulkan, Konsepsi Presiden yang dikemukakan oleh Soekarno intinya adalah; 1) mengganti
sistem pemeritnahan dari parlementer ke presidensial, 2) berusaha merangkul semua kekuatan politik
yang ada, terutama empat partai pemenang pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU, dan PKI, dan juga
merangkul pihak militer dalam pembentukan Dewan Nasional.

Konsepsi itu sebenarnya banyak dikritik oleh para pemimpin partai, seperti Muhammad Natsir
dari Masyumi dan Imron Rosjadi dari NU, dan juga sebagian kecil anggota PNI (yang nantinya akan
menjadi PNI Osa-Usep). Puncaknya adalah pada 2 Maret 1957, lima partai yang terdiri dari Masyumi,
NU, PSII, Partai Katholik, dan PRI mengeluarkan pernyataan menolak konsepsi Soekarno. Sementara PKI
satu-satunya yang mendukung penuh konsepsi Soekarno itu dan sebagian besar anggota PNI (yang
nantinya akan menjadi PNI Ali-Soerachman).

Meskipun mendapat tekanan dari partai-partai sayap kanan, Soekarno tetap menjalankan
konsepsinya dengan mengandalkan kekuatan partai-partai sayap kiri, yaitu PKI dan PNI. Pada 14 Maret
1957, keluar undang-undang tentang keadaan darurat dan juga dibentuk sebuah kabinet transisi
dibawah kepemimpinan Ir. Juanda. Puncaknya adalah saat Soekarno kemudian mencetuskan
konsepsinya itu dalam bentuk Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang mengawali era demokrasi terpimpin
di Indonesia. Isi daripada Dekrit Presiden itu antara lain:
1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini
dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Meskipun Konsepsi Presiden itu bertujuan untuk menyatukan semua kekuatan politik yang ada dan
menciptakan stabilitas politik nasional, tetapi pada praktiknya, Presiden Soekarno kemudian berusaha
menciptakan sebuh sistem kediktatoran yang diatasnamakan demokrasi terpimpin. Pada periode ini
pula kepemimpinan Dwitunggal bubar, Mohammad Hatta memilih untuk berada diluar pemerintahan
dan menjadi tokoh yang mengkritik Soekarno dengan tulisan-tulisan dan menganggap Soekarno telah
berubah menjadi seorang diktator sejak 1956.

Menurut Miriam Budiardjo, ciri-ciri dari era demokrasi terpimpin adalah dominasi presiden yang
menguat, berkembangnya pengaruh komunisme, dan masuknya militer sebagai unsur sosial-politik.
Dekrit Presiden 5 Juli pada dasarnya membuka peluang bagi stabilitas politik nasional, karena dapat
mempertahankan kedudukan pemerintah setidaknya selama lima tahun, namun Dekrit Presiden 5 Juli
1959 itu berubah saat dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Ketetapan MPR itu sekaligus melangkahi batasan kedudukan seorang presiden
dan menjadikan Soekarno sebagai seorang diktator. Hal ini menjadi salah satu bentuk penyelewengan
konstitusi dan demokrasi di era demokrasi terpimpin.

Penyalahgunaan lainnya yang dilakukan oleh Soekarno selama era demokrasi terpimpin adalah
pada 1960, Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tak lain adalah lembaga
legislatif, padahal Undang-Undang Dasar 1945 tidak memberikan kewenangan itu kepada seroang
presiden. Bahkan kemudian, setelah membubarkan DPR, Presiden Soekarno membentuk lembaga
legislatif, yang seharusnya anggota legislatif dipilih oleh rakyat, bukan presiden. Badan legislatif yang
dibentuk Soekarno itu kemudian disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Praktis, karena DPR-GR adalah bentukan presiden, maka fungsi kontrol dari lembaga legislatif terhadap
eksekutif dihilangkan. Selain itu, jabatan Ketua DPR-GR dijadikan menteri oleh Presiden Soekarno, itu
artinya legislatif berada dibawah eksekutif, hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden No. 14/1960.

Selain lembaga legislatif, lembaga yudikatif juga mendapatkan intervensi dari Presiden
Soekarno, salah satunya adalah presiden memiliki kewenangan untuk ikut campur tangan dalam badan
yudikatif yaitu Mahkamah Agung. Intervensi Presiden Soekarno terhadap lambaga yudikatif itu semakin
diperkuat dengan Undang-Undang No.19/1964, itu artinya presiden sah apabila mencampuri putusan
apapun yang dibuat oleh lembaga yudikatif.

Selain dalam hal pemerintahan, kecenderungan pada komunisme juga terjadi di era demokrasi
terpimpin, salah satunya adalah Presiden Soekarno membentuk sebuah lembaga ekstra konstitusional,
yaitu Front Nasional. Menurut Miriam Budiardjo, pembentukan Front Nasional adalah bagian dari
strategi Komunis Internasional (Komintern) untuk membentuk sebuah negara yang berdasarkan poda
“demokrasi rakyat”. Jadi Front Nasional yang dibentuk oleh Presiden Soekarno itu kemudian menjadi
lahan berpolitik bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan tak bisa diutak-atik karena posisinya yang
berada diluar konstitusi tetapi dilindungi oleh presiden.
Demokrasi terpimpin yang digagas oleh Presiden Soekarno semakin menunjukkan
penyelewengan dan justru menjauhi konsep dan nilai demokrasi itu sendiri, bukan hanya karena
intervensi penuh pada lembaga legislatif dan yudikatif, tetapi juga pembredelan terhadap partai politik
yang dianggap melawan Presiden Soekarno, seperti Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)
dibubarkan dan Soetan Sjahrir kemudian dibuang ke Swiss sampai wafat pada 1966, begitupula dengan
pers dan lembaga seni yang bertentangan dengan Presiden Soekarno ataupun yang berkonflik dengan
PKI, seperti Harian Pandji Masjarakat dan para aktivis kebudayaan yang tergabung dalam Manikebu juga
dibredel. Selain itu pula Presiden Soekarno lebih mengutamakan kepada kebijakan politik luar negeri
yang disebut sebagai “Politik Mercusuar”, hal ini berimbas pada terabaikannya sektor ekonomi nasional
yang menyebabkan inflasi besar dan kemiskinan.

Era demokrasi terpimpin berakhir dengan peristiwa sejarah yang paling kelam bagi Bangsa
Indonesia, yaitu Peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Jumlah
korban dalam peristiwa itu bukan hanya 6 jenderal dan 1 perwira Angkatan Darat Indonesia saja, tetapi
juga (diduga) jutaan orang komunis yang sebenarnya tak tahu menahu tentang G30S/PKI ikut terbantai
hampir diseluruh wilayah Indonesia. G30S/PKI selain mengakhiri era demokrasi terpimpin, sekaligus juga
mengawali suatu fase kediktatoran baru, kediktatoran militer Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal
Soeharto atau yang disebut sebagai era demokrasi Pancasila.

D. Demokrasi Pancasila
Era demokrasi Pancasila diawali dengan suatu peristiwa sejarah yang sangat kelam bagi Indonesia, yaitu
Gerakan 30 September (G30S) atau yang sering juga disebut dengan G30S/PKI. Pemberontakan G30S
terjadi pada antara 30 September dan juga 1 Oktober 1965, Soekarno lebih suka menyebutnya Gestok
(Gerakan Satu Oktober) semenatara Soeharto lebih suka menyebutnya Gestapu (Gerakan September
Tigapuluh). Peristiwa ini menelan korban kurang lebih tiga juta orang - menurut Sarwo Edhie Wibowo,
sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus genosida terbesar keempat di dunia
setelah Jerman Nazi, Kamboja Demokratik, dan Rwanda. Namun, terlepas dari peristiwa kemanusiaan
yang mengikutinya, G30S juga membawa satu angin perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.

Sistem demokrasi terpimpin yang justru dijadikan landasan untuk berdirinya sebuah
pemerintahan diktator oleh Soekarno setelah keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959 ternyata tidak
bertahan lama. Dibawah kepemimpinan tunggal Presiden Soekarno, yang berdasarkan pada konsep
Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) dengan tujuan menyatukan seluruh elemen kekuatan
sosial-politik di Indonesia ternyata tidak berhasil, karena kecenderungan Soekarno pada kelompok
komunis dan membredel kelompok-kelompok kanan, justru menimbulkan suatu potensi konflik politik
baru yang membuat politik di Indonesia menjadi tidak stabil. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi dan
konflik politik antara Partai Komunis Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
membuat rezim Orde Lama itu akhirnya tumbang dan Indonesia digantikan oleh sebuah rezim baru yang
disebut sebagai Orde Baru dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto.

Setelah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno berdasarkan Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar), Soeharto kemudian menjadi suksesor Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang kedua dan secara resmi periode Orde Baru atau era demokrasi Pancasila dimulai.
Menurut Haniah Hanafie dan Suryani, dalam menjalankan pemerintahan, Presiden Soeharto
mendasarinya pada kerangka organisasi yang disebut sebagai "Jalur ABG" (singkatan dari ABRI, Birokrasi,
dan Golkar). Melalui jalur ABG itu negara menentukan kebijakan-kebijakan politiknya, hal ini menjadikan
Indonesia - seperti yang disebut oleh Karl D. Jackson sebagai Bureaucratic Policy atau "Masyarakat
Politik Birokratis", yang artinya bahwa setiap keputusan diambil oleh pihak junta militer melalui struktur
dan sistem birokrasi.

Sebenarnya, pertama kali ketika Orde Baru terbentuk, mereka didukung oleh hampir seluruh
rakyat Indonesia (kecuali kelompok sayap kiri, yang hampir habis dibantai saat G30S). Banyak orang dari
berbagai kalangan seperti mahasiswa, tokoh agama, intelektual, cendekiawan, dan sebagainya menaruh
harapan bahwa Orde Baru dapat mengembalikan demokrasi Indonesia kepada jalur yang benar, sebuah
demokrasi yang bersendikan pada Pancasila. Oleh karena itu, menurut Miriam Budiardjo, pada masa
Orde Baru, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi landasan formal yang berlaku di Indonesia, sehingga periode ini disebut juga dengan demokrasi
Pancasila.

Langkah awal Orde Baru dalam proses rekonstruksi sistem demokrasi di Indonesia, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, bahwa Orde Baru bertujuan untuk meluruskan kembali cita-cita
demokrasi Indonesia yang melenceng menjadi kediktatoran dibawah kekuasaan Presiden Soekarno
selama masa demokrasi terpimpin (Orde Lama). Salah satu yang dilakukan untuk menghapuskan
kediktatoran Orde Lama adalah membatalkan Ketetapan MPRS No. III/1963 yang berisi tentang
pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, dan jabatan presiden kemudian direvisi
kembali menjadi jabatan yang elektif (dipilih secara berkala) selama satu periodenya adalah lima tahun.
Kemudian keluarnya Ketetapan MPRS No.XIX/1966 yang isinya adalah untuk menentukan tinjauan
kembali terhadap produk-produk legislatif di masa Orde Lama, dan atas dasar Ketetapan MPRS itu,
Undang-Undang No.19/1964 diganti dengan Undang-Undang No.14/1970 yang isisnya mengmabalikan
independensi lembaga yudikatif. Lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR) juga dikembalikan hak dan fungsi kontrolnya terhadap lembaga eksekutif dan Ketua DPR-GR
tidak lagi menjadi seorang menteri dibawah Presiden, tetapi memiliki kedudukan yang sejajar dengan
Presiden, selain itu hak Presiden untuk mengintervensi Parlemen dicabut. Kebebasan pers dan seni juga
dikembalikan, para tokoh partai-partai politik yang dahulu di masa demokrasi terpimpin ditangkap dan
diasingkan dibebaskan, salah satunya Soetan Syahrir, tetapi Sjahrir lebih dahulu meninggal sebelum
sempat kembali ke Indonesia.

Dibidang ekonomi, Orde Baru juga berusaha untuk mengembalikan sektor ekonomi nasional
yang terabaikan selama Orde Lama, salah satunya adalah membuka kran investasi asing sebesar-
besarnya untuk melakukan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Salah satunya adalah
Freeport-McMoRan yang menanamkan uangnya di Indonesia pada 1967 untuk mengeksplorasi sumber
daya emas di Papua (saat itu Irian Jaya).

Masa demokrasi Pancasila menunjukkan keberhasilan dalam politik, hal ini dibuktikan dengan
keberhasilan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) secara teratur, yaitu 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997. Adanya pemilu yang teratur memang merupakan tekad awal Orde Baru untuk
membangun kembali demokrasi Indonesia, dan ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang
Pemilihan Umum tahun 1969, tepatnya satu tahun setelah Jenderal Soeharto dilantik menjadi Presiden
Kedua Republik Indonesia pada 1968 atau dua tahun setelah dilantik sebagai Pejabat Presiden pada
1967 dan tiga tahun setelah mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret. Hal ini sesuai dengan slogan
Orde Baru yaitu; menjalankan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Setelah politik dan ekonomi nasional kembali stabil, lambat laun ternyata telah tercipta sebuah
pemusatan kekuasaan kepada Presiden Soeharto. Dominasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
semakin terasa jelas, birokrasi menjadi semakin rumit dan mengekang kebebasan masyarakat, dan juga
Golongan Karya berubah menjadi sebuah organisasi politik yang dominan dalam politik Indonesia.
Pemerintahan Presiden Soeharto secara terang-terangan berubah menjadi sebuah rezim yang otoriter
namun kali ini bukan otoritarianisme sayap kiri seperti di era Soekarno, tetapi lebih kepada kediktatoran
junta militer, karena militer bisa dimana saja, menduduki jabatan-jabatan publik yang strategis, yang
seharusnya dalam demokrasi tidak boleh ada intevensi militer di dalamnya.

Publik mulai menyadari bahwa nilai-nilai demokrasi tidak ada dalam penyelenggaraan pemilu
yang diadakan oleh Orde Baru. Misalkan adanya kebijakan fusi partai yang menjadikan semua kelompok
nasionalis dilebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan seluruh golongan Islamis digabung dalam
Partai Persatuan Pembangunan, sementara Golongan Karya tetap menjadi satu organisasi politik non-
partai pada saat itu. Kedudukan Golkar yang non-partai ternyata dijadikan kelebihan bagi Orde Baru,
karena hanya Golkar saja yang boleh memiliki pengurus hingga ke tingkat desa dan kelurahan, selain itu
pemerintah juga menerapkan kebijakan monoloyalitas bagi pegawai negeri untuk mewajibkan mereka
memilih Golkar dalam setiap pemilu, hal ini menunjukkan apa yang disebut oleh Miriam Budiardjo
sebagai ketidakadilan dalam sistem politik di masa demokrasi Pancasila.

Puncak dari anomali dimasa demokrasi Pancasila adalah merebaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (disingkat KKN) dan pembangunan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat yang kemudian
menimbulkan masalah kemiskinan seperti di akhir-akhir masa demokrasi terpimpin. Akibatnya adalah
kelompok-kelompok yang anti terhadap Presiden Soeharto semakin menguat, terutama kelompok
intelektual seperti mahasiswa dan pemuda. Kelompok mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh
Indonesia dan juga organisasi-organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Cipayung
melakukan aksi demonstrasi menuntut agar Soeharto mundur dari jabatan sebagai Presiden Indonesia.
Akhirnya karena terus menerus diterpa gelombang demonstrasi yang menunutnya untuk mundur dan
kehilangan kepercayaan dari orang-orang terdekatnya, Presiden Soeharto akhirnya menyatakan mundur
pada 21 Mei 1998 atau yang dikenal sebagai Reformasi 1998 yang sekaligus menandai akhir dari era
demokrasi Pancasila.

E. Era Reformasi
Proses Reformasi politik di Indonesia pasca jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998 telah membuka
peluang bagi tumbuhnya nilai-nilai demokrasi demi mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Proses
Reformasi itu terbagi dalam dua fase, yaitu:

1. Transisi Demokrasi
Sebenarnya fase transisi ini adalah fase yang paling singkat, namun paling menentukan, karena
ketidakberhasilan suatu negara dalam proses demokratisasi-nya tergantung pada proses
transisi demokrasi. Menurut Richard Gunther, transisi itu adalah:

"Begins with the breakdown of the former authoritarian regime and ends with the
establishment of a relatively stable configuration of political institutions within a
democratic regime"

yang artinya adalah:


"Dimulai dengan hancurnya bekas rezim otoriter dan diakhiri dengan pembentukan konfigurasi
institusi politik yang relatif stabil dalam sebuah rezim demokratis"
Proses transisi demokrasi atau proses demokratisasi di Indonesia dimulai ketika
terjadinya perpindahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden B. J. Habibie
pada 21 Mei 1998. Disebut "transisi" karena pada fase inilah Indonesia mengalami peralihan
atau transisi sistem politik dari otoritarian menuju demokrasi, transisi dari supremasi militer
kepada supremasi sipil, transisi dari sentralisasi ke desentralisasi, dan seterusnya, yang
maknanya adalah Indonesia telah beranjak meninggalkan sistem diktator dan sedang menuju
perubahan sebagai negara yang demokratis.

Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi politik dan proses
demokratisasi di Indonesia. Pengalaman pada masa Orde Baru juga telah membuat Indonesia
menyadari bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh karenanya
seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan bahwa proses demokratisasi dibawah
kepemimpinan Presiden Habibie dan Kabinet Reformasi Pembangunan dapat berjalan dengan
baik dan tidak terjadi lagi anomali transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke Orde Baru.

Presiden Habibie yang dilantik menggantikan Presiden Soeharto kemudian menjadi El


Pilota del Cambio (dalam Bahasa Indonesia yang artinya "Sang Pilot Perubahan - sebuah julukan
bagi Raja Juan Carlos yang memimpin reformasi politik di Spanyol pasca-Francisco Franco)[52]
memikul tanggungjawab besar untuk memulai langkah-langkah demokratisasi dan meletakan
fondasi-fondasi utama bagi sistem demokrasi di Indonesia, seperti mempersiapkan pemilihan
umum (pemilu) yang demokratis dan membuat peraturan-peraturan, termasuk juga
membebaskan para tahanan politik Orde Baru. Di era transisi demokrasi ini terbentuk beberapa
undang-undang baru, misalkan seperti Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang-Undang
Pemilu, dan juga Undang-Undang tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
Lembaga Tertinggi Negara juga mengalami perubahan.

2. Konsolidasi Demokrasi
Setelah proses transisi demokrasi berhasil, maka selanjutnya adalah konsolidasi atau
pemantapan sistem demokrasi. Menurut Kacung Marijan, konsolidasi demokrasi menjadi penting
karena sering kali beberapa negara yang berusaha melakukan proses demokratisasi justru gagal
ditengah jalan karena proses transisinya yang tidak selesai atau gagal dalam proses konsolidasi
sebuah sistem yang demokratis, sehingga negara itu kembali kepada sistem otoriter dan
diperintah kembali oleh seorang diktator.

Konsep utama dari proses konsolidasi demokrasi menurut Andreas Schedler adalah
manakala ada suatu negara yang menghadapi stabilitas rezim, itu artinya bahwa konsolidasi
ditentukan oleh seberapa stabilnya rezim, dalam hal ini adalah bagaimana konsolidasi
demorkrasi menjadi berhasil bila stabilitas rezim yang demokratis itu juga dapat terjaga. Menurut
Guillermo O'Donnell, bila konsolidasi rezim itu sudah tercapai, maka sudah kemungkinan besar
stabilitas rezim juga akan dapat berkelangsungan.

Dalam kasus proses konsolidasi demokrasi di Indonesia pasca-Reformasi, rezim baru


dalam hal ini Presiden Habibie dan kelompok Reformis lainnya terutama para elit politik yang
tergabung dalam Kelompok Ciganjur (Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Gus Dur) perlu
mencapai sebuah konsensus atau kesepakatan bersama, Presiden Habibie sebagai suksesor atau
pengganti Soeharto kemudian bertindak mewakili rezim lama, dan juga unsur-unsur yang
meliputinya, seperti Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Birokrat, dan Golongan Karya
untuk dapat berdamai dengan unsur-unsur kekuatan politik baru hasil reformasi, seperti
mahasiswa dan tokoh-tokoh politik yang menjadi oposan atau lawan dari unsur kekuatan politik
lama. Bila proses konsolidasi tidak melibatkan unsur-unsur kekuatan politik lama, terutama dari
kalangan militer, maka yang mungkin terjadi adalah militer akan melakukan kudeta terhadap
pemerintahan reformis dan berusaha kembali mendirikan sebuah sistem junta militer, seperti
yang dilakukan oleh para perwira loyalis Franco di Spanyol yang dikenal dengan Gerakan F-23.

Namun beruntung bagi Indonesia - tidak seperti yang terjadi di Spanyol - karena pihak
militer yang saat itu dipimpin oleh Panglima Wiranto menerima proses reformasi dan
demokratisasi di Indonesia, hampir seluruh loyalis Presiden Soeharto yang duduk di posisi-posisi
penting setuju untuk melakukan konsolidasi demokrasi dengan kelompok reformis, salah satu
hasilnya adalah dihapusnya Dwifungsi ABRI (tentara sebagai alat pertahanan sekaligus sosial-
politik) dan dipecahnya Kepolisian Republik Indonesia dari ABRI, dan ABRI sendiri kemudian
berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

3. Tantangan Demokrasi
Proses konsolidasi demokrasi di Indonesia juga didukung dengan pertumbuhan ekonomi
yang membaik pasca reformasi setidaknya dalam ekonomi makro, seperti pertumbuhan
investasi, kerjasama perdagangan luar negeri, dan sebagainya. Tetapi yang menjadi tantangan
adalah kebangkitan ekonomi makro di Indonesia ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi mikro, perekonomian rakyat dari kalangan menengah ke bawah belum cukup terasa.
Selain itu menurut Fuad Bawazier, perekonomian Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh
hutang luar negeri, ditambah lagi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, dan sebagainya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_di_Indonesia - :~:text=Demokrasi%20di%20Indonesia
%20adalah%20suatu,Mohammad%20Hatta%2C%20dan%20Soetan%20Sjahrir.
ARTIKEL HAK DAN KEWAJIBAN

Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia

Warga negara merupakan setiap orang yang menurut undang-undang kewarganegaraan termasuk
warga negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), warga negara adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Pada pasal 26 UUD 1945, yang menjadi
warga negara adalah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU
sebagai warga negara. Syarat-syarat menjadi warga negara ditetapkan dengan UU.
Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), kewarganegaraan hubungan antara individu dan
negara. Di mana individu berutang budi dan pada gilirannya berhak atas perlindungan.
Kewarganegaraan menyiratkan status kebebasan dengan tanggung jawab yang menyertainya. Warga
negara memiliki hak, tugas, dan tanggung jawab.

Secara umum, hak politik penuh, termasuk hak untuk memilih dan memegang jabatan publik,
didasarkan atas kewarganegaraan. Tanggung jawab kewarganegaraan yang biasa adalah kesetiaan,
perpajakan, dan dinas militer. Kewarganegaraan adalah bentuk kebangsaan yang paling istimewa.

Tugas dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


Dikutip situs Mahkamah Konstitusi (MK), setiap warga negara Indonesia mempunyai tugas dan
kewajiban yang sama yang terdapat pada UUD 1945.

Berikut hak warga negara Indonesia:


1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan. “setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”(pasal 28A).
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal
28B ayat 1).
4. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Berkembang”
5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhakmendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1).
6. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
7. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
8. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak. Hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(pasal 28I ayat 1).
Berikut kewajiban warga negara Indonesia:
1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi "Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi,
"Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
3. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Di mana tertuang dalam Pasal 28J ayat 1 yang
berbunyi," Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain".
4. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Tertuang dalam
Pasal 28J ayat 2 yang berbunyi menyatakan, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".
5. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Tertuan dalam Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945 yang menyatakan, “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara”.

Dikutip dari situs kementerian luar negari (kemenlu), di Indonesia tentang kewarganegaraan sudah
tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI. UU
tersebut pengganti UU Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU Nomor62 tahun 1958. Karena sudah tidak
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Warga negara di
Indionesia akan diberikan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini berdasarkan kabupaten, provinsi, tempat
terdaftar sebagai penduduk. Mereka juga akan diberikan nomor identitas, yakni Nomor Induk
Kependudukan (NIK).

https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/03/170000469/hak-dan-kewajiban-warga-negara-
indonesia
ARTIKEL IDENTITAS NASIONAL

IDENTITAS NASIONAL

Setiap negara pasti memiliki suatu identitas yang membedekan dengan negara lainnya. Identitas
tersebut dikenal sebagai identitas nasional. Dilansir dari buku Pendidikan Kewargenagaraan (2020) karya
Damri dan Fauzi Eka Putra, identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara filosofi membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena identitas nasional
dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh suatu warga bangsa sebagai idetitasnya. Sementara bersifat
sekunder karena identitas nasional lahir belakangan jika dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan
yang telah memiliki identitas primer yang berbeda-beda.

Identitas nasional erat kaitannya dengan bagaimana suatu bangsa terbentuk secara historis.
Bentuk identitas nasional bangsa Indonesia Identitas nasional bangsa Indonesia tercipta dari berbagai
nilai-nilai kultural suku bangsa yang ada di setiap daerah. Nilai-nilai kultural tersebut kemudian
dihimpun menjadi satu kesatuan yang akhirnya membentuk identitas nasional bangsa Indonesia.

Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Rosmawati dan Hasanal Mulkan,
dijelaskan bentuk- bentuk identitas nasional bangsa Indonesia, yaitu:
 Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia.
 Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih.
 Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya.
 Lambang negara, yaitu Garuda Pancasila.
 Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
 Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila. Konstitusi negara, yaitu UUD 1945.
 Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
 Konsepsi Wawasan Nusantara.
 Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.

Bagi bangsa Indonesia, identitas nasional merupakan hal yang sangat penting karena telah memiliki
dasar yang sangat kuat, berupa pancasila dan UUD 1945.

Lebih lanjut, Muhammad Ridha Iswardhana dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (2020), menjelaskan pentingnya identitas nasional bagi bangsa Indonesia, yaitu:
 Menunjukkan keberadaan dan eksistensi bangsa Indonesia.
 Menjadi penciri yang mudah dikenali dan membedakan dalam pergaulan antar bangsa
(hubungan internasional).
 Melindungi jadi diri bangsa dan negara Indonesia seiring dengan adanya tantangan globalisasi.
 Menjaga eksistensi negara dalam hubungan internasional. Maksudnya adalah identitas nasional
yang terwakili oleh negara maupun masyarakat Indonesia dalam interaksi berbagai bidang
mampu menunjukkan bahwa negara Indonesia benar-benar terwujud.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/26/175837669/identitas-nasional-bangsa-
indonesia
ARTIKEL SISTEM HUKUM

SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Setiap negara, termasuk Indonesia memiliki sistem hukum untuk mengatur pemerintahannya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem adalah perangkat unsur secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. Sementara hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

Dalam buku Sistem Hukum Indonesia: Ketentuan-ketentuan hukum Indonesia dan Hubungannya
(2018) karya Handri Raharjo, sistem hukum adalah sebuah tatanan hukum yang terdiri dari beberapa
sub sistem hukum yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan lain. Di mana untuk mencapai
sebuah tujuaan yang sama, yaitu terwujudkan keamanan, ketertiban, dan keadilan.

Sistem Hukum di Indonesia


Sistem hukum di Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law. Hal ini dapat
dilihat dari sejarah dan politik hukum, sumber hukum maupun sistem penegakan hukumnya. Di mana
sistem tersebut banyak berkembang di negara-negara Eropa, seperti Belanda, Prancis, Italia, Jerman.
Kemudian di Amerika Latin dan Asia. Di Asia, salah satunya Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

Pada sistem hukum Eropa Kontinental memiliki karakteristik sebagai berikut:


 Berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan
Kaisar Yustinianus.
 Corpus Juris Civilis (kumpulan berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus)
dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa.
 Prinsip utamanya bahwa hukum itu memperoleh kekuatan mengikat. Karena berupa peraturan
yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
 Tujuan hukum adalah kepastian hukum
 Adagium yang terkenal "tidak ada hukum selain undang-undang".
 Hakim tidak bebas dalam menciptakan hukum baru. Karena hakim hanya menerapkan dan
menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.
 Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berpekara saja.
 Sumber hukum utamanya adalah undang-undang yang dibentuk oleh badan legislatif.

Pada mulanya hukum hanya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum publik (hukum tata negara,
hukum administrasi negara, hukum pidana) dan hukum privat (hukum perdata dan hukum dagang). Tapi
seiiring perkembangan zaman batas-batas antara hukum publik dan hukum privat semakin kabur.
Namun dalam pembentukannya peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh
sistem hukum adat dan sistem hukum Islam. Hal tersebut wajar, mengingat hukum merupakan sebuah
sistem yang tersusun atas sejumlah bagian yang masing-masing juga merupakan sistem yang dinamakan
subsistem. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat subsistem hukum perdata, hukum pidana, maupun
hukum tata negara.
Negara hukum menurut Eropa Continental, yakni:
 Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia
 Pembagian kekuasaan
 Pemerintah berdasarkan undang-undang
 Adanya Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia Negara Hukum
Indonesia merupakan negara hukum. Ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat tiga yang berbunyi
Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dianut Indonesia adalah negara hukum
yang senentiasa mempertimbangkan segala tindakan pada dua landasan. Yakni, dari segi kegunaan atau
tujuannya dan dari segi landasan hukumnya.

Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia (2016) karya Hanafi Arief, sejarah hukum di Indonesia
pada masa sebelum kemerdekaan dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum
Civil Law yang disebabkan penjajahan Belanda. Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus
1945 antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum barat dan sistem hukum asli
(hukum adat).

Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap
sengketa yang terjadi di masyarakat mengggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum adat
diperlakukan hampir seluruh masyarakat Indonesia. Setiap daerah mempunyai hukum adat yang
berbeda. Hukum adat sangat ditaati masyarakat masa itu, karena mengandung nilai-nilai keagamaan,
kesusilaan, tradisi dan kebudayaan yang tinggi. Namun hukum adat kemudian berangsung tergeser
disebabkan adanya gagasan diberlakukannya kodifikasi hukum barat secara efektif sejak 1848. Pada
1848, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang, kitab undang-undang
hukum acara perdata dan acara pidana berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/13/140000869/sistem-hukum-di-indonesia?
page=all
ARTIKEL GEOPOLITIK INDONESIA

GEOPOLITIK INDONESIA

geopolitik atau Geopolitics berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari
bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya urusan. Di
Indonesia, Geopolitik juga di sebut dengan wawasan nusantara. Pandangan geopolitik ini berlandaskan
pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan nusantara mempunyai latar
belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional
Indonesia.

Latar Belakang Wawasan Nusantara


 Falsafah Pancasila
Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama masing- masing.
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
4. Aspek Kewilayahan Nusantara
5. Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena
Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.

 Aspek Sosial Budaya


Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing - masing memiliki adat istiadat, bahasa,
agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang
berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.

 Aspek Kesejarahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai
oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan
bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa
Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa
Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan
menjaga wilayah kesatuan Indonesia.

Kedudukan Wawasan Nusantara


Wawasan nusantara sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat dalam mencapai dan
mewujudkan tujuan nasional. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional memliki spesifikasi:
1. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan
idiil.
2. Undang - Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai
landasan konstitusional.
3. Wawasan nasional sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
4. Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
5. GBHN sebagai politik dan strategi nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.
Fungsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam
menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi penyelenggaraan negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Tujuan Wawasan Nusantara


Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:

 Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan
kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial".
 Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun
sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi
kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina
kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.

Kedudukan (Status) Wawasan Nusantara


Kedudukan (status) wawasan nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku bangsa Indonesia
mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama, bahasa, dan kondisi lingkungan
geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Secara hierarki, posisi
atau status wawasan nusantara menempati urutan ketiga setelah UUD 1945. Urutan sistem kehidupan
nasional Indonesia adalah:
1. Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara.
2. UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3. Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.
4. Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.
5. Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam pembangunan nasional.

Bentuk Wawasan Nusantara


 Wawasan nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional. Wawasan nusantara
sebagai konsepsi ketahanan nasional berarti bahwa wawasan nusantara dijadikan konsep dalam
pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.
 Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan. Wawasan nusantara sebagai wawasan
pembangunan mempunyai arti cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta
lingkungannya selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mencakup:
1. Perwujudan kepuluan nusantara sebagai satu kesatuan politik.
2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi.
3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan ekonomi.
4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan politik.
5. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan.
 Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara. Wawasan nusantara
sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara mempunyai arti pandangan geopolitik
Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh
wilayah dan segenap kekuatan negara.
 Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan. Wilayah nasional perlu ditentukan
batasannya, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.[6] Batasan dan tantangan
negara Republik Indonesia adalah:
1. Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari
beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi
batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatra, Jawa, Sunda
Kecil, Borneo, Selebes, Maluku - Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua, Ir.
Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.
2. Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan
cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau /
darat.[6] Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada
setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional.
3. Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang
wilayah perairan negara RI, yang isinya:
a. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low
water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang
diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-
pulau yang termasuk dalam wilayah RI.[6]
b. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12mil laut.[6]
c. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana
batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia.
[6] Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi
utuh dan tidak terpecah lagi.[6]

Pemikir Geopolitik
 Friederich Ratzel (1844 - 1904) dengan Teori Ruang. Ia menyatakan "bangsa yang berbudaya
tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah
bangsa yang primitif". Pendapat ini dipertegas oleh Rudolf Kjellen (1864 - 1922) dengan Teori
Kekuatan yang mengatakan bahwa "negara adalah kesatuan politik yang menyeluruh serta
sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas.
 Karl Haushofer (1869 - 1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada hakikatnya
dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan dipimpin oleh negara unggul.
Isi teori pan regional adalah:
1. Lebensraum (ruang hidup) yang cukup.
2. Autarki (swasembada).
3. Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia India, dan
Pan Eropa Afrika.
 Sir Halford Mackinder (1861 - 1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland). Teorinya
berbunyi "siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island".
Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedangkan World
Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan ini merupakan kawasan vital
minyak bumi dan gas dunia.
 Sir Walter Raleigh (1554 - 1618) dan Alfred T. Mahan (1840 - 1914) dengan Teori Kekuatan
Maritim. Isi teorinya adalah:
1. Sir Walter Raleigh mengatakan "siapa yang menguasai laut akan menguasai perdagangan
dunia dan akhirnya akan menguasai dunia".
2. Alfred T. Mahan mengatakan "laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak terdapat
di laut.[2] Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk menjaganya".
 Giulio Douhet (1869 - 1930) dan William Mitchel (1879 - 1936) dengan Teori Kekuatan di Udara
mengatakan, "kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan serta
kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara".
 Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas(Rimland Theory). Dalam teorinya
tersirat:
1. Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam (rimland), bulan sabit
luar, dan dunia baru (benua Amerika).
2. Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia.
3. Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam percaturan politik
dunia daripada daerah jantung.
4. Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.
5. Bangsa Indonesia.
6. Para pemikir Wawasan Nusantara: Soekarno? Tim perumus Lemhannas? Mochtar
Kusumaatmadja? Munadjat Danusaputra? Siapa lagi? (ini perlu ditampilkan karena geopolitik
Indonesia merupakan pemikiran geopolitik yang khas Indonesia dan khas untuk lingkup
Nusantara, karena itu diberi nama sebagai Wawasan Nusantara atau cara pandang Nusantara.

Wadah Wawasan Nusantara


 Batas Ruang Lingkup
Wawasan nusantara mempunyai bentuk sebagai:
a. Nusantara
Batas - batas negara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya pulau - pulau serta
gugusan pulau yang saling berhubungan, tidak dipisahkan oleh air, baik yang berupa laut,
maupun selat.
b. Manunggal - utuh menyeluruh, meliputi:
1. Wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil dan
dipisahkan serta dihubungkan oleh lautan, pulau, dan selat yang harus dijaga
serta diusahakan tetap menjadi satu kebulatan wilayah nasional dengan segala
isi dan kekayaannya.
2. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbicara dalam
berbagai macam bahasa daerah, dan agama. Oleh karena itu, harus diusahakan
terwujudnya satu kesatuan bangsa yang bulat.

Tata susunan pokok


Sumber pokok wawasan nusantara adalah UUD 1945, yang menyangkut:
 Bentuk dan kedaulatan Bab I Pasal (1)
1. Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.
2. Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD.
 Kekuasaan pemerintah negara, Bab III Pasal (4) dan (5), Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintah menurut UUD 1945.
 Sistem pemerintahan dalam UUD 1945:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dan tidak berdasarkan absolutisme.

Tata susunan pelengkap


 Aparatur negara. Aparatur negara harus mampu mendorong, mengerakkan, serta mengarahkan
usaha pembangunan ke sasaran yang telah ditetapkan, untuk kepentingan rakyat banyak.
 Kesadaran politik masyarakat dan kesadaran bernegara. Dalam pemantapan stabilitas nasional
diperlukan kesadaran politik seluruh masyarakat, setiap orang, organisasi, juga seluruh
komponen pemerintahan.
 Pers. Pers yang bebas bertanggung jawab, jujur, dan efektif dengan tulisan - tulisan yang
memberikan penjelasan yang jujur, dedikatif, dan bertanggung jawab.

Implementasi Wawasan Nusantara


 Implementasi dalam Kehidupan Politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara,
yaitu:
1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang - undang, seperti UU Partai
Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang
tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa. Contohnya seperti
dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip
demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan
bangsa.
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga
hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang
sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak
produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk
peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara
nasional.
3. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan
berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap
toleransi.
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk
menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps
diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan
pulau kosong.
 Implementasi dalam Kehidupan Ekonomi
1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa,
wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar,
serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi
dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan
perindustrian.
2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah.
Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam
keadilan ekonomi.
3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan
fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.

 Implementasi dalam Kehidupan Sosial


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu:
1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari
segi budaya, status sosial, maupun daerah.[8] Contohnya dengan pemerataan pendidikan
di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat
dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun
daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar
budaya.
 Implementasi dalam Kehidupan Pertahanan dan Keamanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu:
1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan
kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan
kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal,
meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan
kepada aparat dan belajar kemiliteran.
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi
ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun
solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan
kekuatan keamanan.
3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah
terluar Indonesia.

https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik_di_Indonesia
ARTIKEL GEOSTRATEGI INDONESIA (1)

GEOSTRATEGI DI INDONESIA

Pengertian Geostrategi 
Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha dengan
menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik SDM maupun SDA untuk melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan
sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujdkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan
yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang
terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.

Geostrategi merupakan strategi dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara untuk menentukan
kebijakan, tujuan, serta sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi dapat pula
dikatakan sebagai pemanfaatan kondisi lingkungan dalam upaya mewujudkan tujuan politik. Suatu
strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana utk
mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).
Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi
sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini diperlukan utk mewujudkan dan
mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakst majemuk dan heterogen berdasarkan Pembukaan
dan UUD 1945.

Pada awalnya geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang. Di
Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana
tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah
maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi
Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan
masa depan yang lebih baik, lebih aman.

Geostrategi Indonesia Dirumuskan Dalam Wujud Ketahanan Nasional 


Geostrategi Indonesia tiada lain adalah ketahanan nasional. Ketahanan Nasional merupakan kondisi
dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, baik yang
datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsug membahayakan integritas,
identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional. Tannas
diperlukan bukan hanya konsepsi politik saja melainkan sebagai kebutuhan dalam menunjang
keberhasilan tugas pokok pemerintah, seperti Law and order, Welfare and prosperity, Defence and
security, Juridical justice and social justice, freedom of the people.

Metode Astagatra
Metode ini merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan manusia dan budaya yang
berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang dapat dicapai dengan
menggunakan kemampuannya. Model yang dikembangkan oleh Lemhanas ini menyimpulkan adanya
unsur aspek kehidupan nasional, yaitu:
1. TRI GATRA: (tangible) bersifat kehidupan alamiah
a) Letak geografi Negara
b) Keadaan dan kekayaan alam (flora, fauna, dan mineral baik yang di atmosfer, muka
maupun perut bumi) dikelola denga dasar 3 asas: asas maksimal, lestari, dan daya saing.
c) Keadaan dan kemampuan penduduk (jumlah, komposisi, dan distribusi)

2. Pancagatra (itanggible) kehidupan sosial


a) IDEOLOGI → Value system
b) POLITIK → Penetapan alokasi nilai di sektor pemerintahan dan kehidupan pololitik
masyarakat. Sistem politik harus mampu memenuhi lima fungsi utama :
1. Usaha mempertahankan pola, struktur, proses politik
2. Pengaturan & penyelesaian pertentangan / konflik
3. Penyesuaian dengan perubahan dalam masyarakat
4. Pencapaian tujuan
5. Usaha integrasi
c) EKONOMI (SDA, Tenaga kerja, Modal, Teknologi)
d) SOSBUD (Tradisi, Pendidikan, Kepemimpinan nas, Kepribadian nas)
e) HANKAM, meliputi faktor-faktor :
1.Doktrin
2.Wawasan Nasional
3.Sistem pertahanan keamanan
4.Geografi
5.Manusia
6.Integrasi angkatan bersenjata dan rakyat
7.Material
8.Ilmu pengetahuan dan teknologi
9.Kepemimpinan dan pengaruh luar negeri
Terdapat hubungan korelatif dan interdependency diantara ke-8 gatra secara komprehensif dan
integral.

Hubungan Geopolitik Dan Geostrategi


Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam
salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif.
sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada
perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan
mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy)
maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang
harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan
maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai
ancaman. Selain itu hubungan geopolitik dan geostrategi terdapat dalam astra gatra. 

Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia


Konsep geostrategi Indonesia pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada tanggal 10 Juni 1948 di
Kotaraja. Namun sayangnya gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan, karena
seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga
kurang berpengaruh. Dan akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan 1950 garis pembangunan politik
berupa “ Nation and character and building “ yang merupakan wujud tidak langsung dari geostrategi
Indonesia yakni sebagai pembangunan jiwa bangsa. Berikut beberapa tahapan geostrategi Indonesia
dari awal pembentukan hingga sekarang. 
1. Pada awalnya pengembangan awal geostrategi Indonesia digagas. Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Isi konsep geostrategi Indonesia yang
tenimus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di
kawasan Indonesia yang ditandai dengan meluasnya pengaruh Komunis. Geostrategi
Indonesia pada waktu itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun
kemampuan teritorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di
Indocina.
2. Pada tahun 1965-an lembaga ketahanan nasional mengembangkan konsep geostrategi
Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut: Bahwa geostrategi Indonesia
harus berupa sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan, baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih
progresif, tapi tetap terlihat konsep geostrategi Indonesia baru sekadar membangun
kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan penangkal bahaya. 
3. Sejak tahun 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang
geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia. Pada era itu konsepsi
geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan
nasional dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan untuk menjaga identitas
kelangsungan serta integritas nasional sehingga tujuan nasional dapat tercapai. 
4. Terhitung mulai tahun 1974 geostrategi Indonesia ditegaskan wujudnya dalam bentuk
rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan doktrin dalam pembangunan
nasional. 

Pengembangan konsep geostrategi Indonesia bahkan juga dikembangkan oleh negara-negara yang lain
dengan bertujuan:
a. Menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional, baik yang berbasis pada
aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan hankam maupun aspek-aspek alamiah. Hal ini
untuk upaya kelestarian dan eksistensi hidup negara dan bangsa dalam mewujudkan cita-
cita proklamasi dan tujuan nasional.
b. Menunjang tugas pokok pemerintahan Indonesia dalam:
1.Menegakkan hukum dan ketertiban (law and order),
2.Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity),
3.Terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prospety),
4.Terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical justice and social justice),
5.Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri (freedom of the
people).
6.Geostrategi Indonesia sebagai pelaksana geopolitik Indonesia memiliki dua sifat pokok
sebagai berikut:
7.Bersifat daya tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan,
geostrategi Indonesia ditujukan menangkal segala bentuk ancaman, gangguan,
hambatan, dan tantangan terhadap identitas, integritas, serta eksistensi bangsa dan
negara Indonesia.
8.Bersifat development/pengembangan, yaitu pengemabangan potensi kekuatan
bangsa dalam  ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam sehingga tercapai
kesejahteraan rakyat.

Urgensi Ketahanan Nasional Terhadap Eksistensi Negara


Ketahanan Nasional ditinjau secara antropologis mengandung arti kemampuan manusia atau suatu
kesatuan kemampuan manusia untuk tetap memperjuangkan kehidupannya. Rumusan ketahanan
nasional sebagaimana disusun oleh Lemhamnas adalah: Ketahanan Nasional Idonesia adalah kondisi
dinamis Bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek, kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, baik yang
datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa
dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.

Ketahanan Nasional Sebagai Perwujudan Dan Geostrategi Indonesia


1. Perkembangan Konsep Pengertian Tannas
a. Gagasan Tannas oleh Seskoad tahun 1960-an. Tannas adalah pertahanan wilayah oleh seluruh
rakyat.
b. Gagasan Tannas oleh Lemhanas tahun 1963-an. Tannas adalah keuletan dan daya tahan
nasional dalam menghadapi segala kekuatan, baik yang datang dari luar maupun dan dalam
yang langsung ataupun tidak langsung membahayakan kelangsungan negara dan bangsa
Indonesia.
c. Gagasan Tannas oleh Lemhanas tahun 1969-an. Tannas adalah keuletan dan daya tahan
nasional dalam menghadapi segala ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam
yang langsung ataupun tidak langsung membahayakan kelangsungan negara dan bangsa
Indonesia.
d. Gagasan Tannas berdasar SK Menhankam/Pangab No. SKEP/1382/XG/1974.
Ketahanan Nasional adalah merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam
menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, dan tantangan, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar yang langsung ataupun tidak langsung , membahayakan integritas,
identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan nasional.
e. Gagasan Tannas menurut GBHN 1978-1997. Tannas adalah kondisi dinamis yang merupakan
integritasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara.

2. Hakikat Ketahanan Nasional


Pada hakikatnya Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat
menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Ketahanan nasional ini
bergantung pada kemampuan bangsa dan seluruh warga negara dalam membina aspek alamiah serta
sosial sebagai landasan penyelenggaraan kehidupan nasional di segala bidang. Ketahanan Nasional
mengandung makna keutuhan semua potensi yang terdapat dalam wilayah nasional, baik fisik maupun
sosial, serta memiliki hubungan erat antargatra di dalamnya secara komprehensif integral. Kelemahan
salah satu bidang akan mengakibatkan kelemahan bidang yang lain, yang dapat memengaruhi
kondisi keseluruhan.

http://ondyx.blogspot.com/2014/01/pengertian-geostrategi.html
ARTIKEL GEOSTRATEGI INDONESIA (2)

GEOSTRATEGI DI INDONESIA

Definisi Geostrategi
Geostrategi merupakan metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui
proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan
dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih
aman, dan bermartabat.
Geostrategi Indonesia diperlukan dan dikembangkan untuk mewujudkan dan mempertahankan
integritas bangsa dan wilayah tumpah darah negara Indonesia, megingat kemajemukan bangsa
Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah darah negara Indonesia, maka geostrategi Indonesia
dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan
ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi
dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun
dari luar negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia.
Ketahanan Nasional berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,
diantaranya aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan dan keamanan.

Pengertian Geostrategi
Geostrategi adalah strategi bisnis dengan memakai semua keterampilan atau sumber daya sumber daya
manusia dan alam untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan
kehidupan sebuah negara, geostrategis didefinisikan sebagai metode atau aturan yang bertujuan dan
sasaran mewujdkan lewat proses pembangunan yang memberikan arahan mengenai bagaimana
membuat strategi dan keputusan yang terukur dan terimajinasi untuk masa depan yang lebih baik, lebih
aman serta bermartabat pembangunan .
Untuk Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, lewat proses pembangunan nasional.

Sejarah Geostrategi Di Indonesia
Konsep geo-strategis Indonesia pertama kali dipakai oleh presiden soekarno pada tanggal 10 Juni 1948
di Kotaraja. Tetapi, ide ini kurang dikembangkan oleh pejabat bawahan, karena seperti yang kita tahu
Indonesia kembali diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga kurang berpengaruh. Dan
akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan dari 1950 ,baris perkembangan politik dalam bentuk “Bangsa
dan karakter dan bangunan” yang merupakan bentuk tak langsung dari geostrategis Indonesia mirip
seperti pengembangan jiwa nasional.

Tujuan Geostrategi
1. Menyusun Serta Mengembangkan Potensi Kekuatan Nasional Berdasarkan Aspek Aspek
Ideologi, Politik, Sosial, Budaya, dan Juga Alam. Hal tersebut untuk keberadaan kehidupan dan
upaya pelestarian Negara dan Bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi serta tujuan
nasional.
2. Menunjang tugas utama pemerintah Indonesia :
a. Hukum dan juga Ketertiban (law and order).
b. Peningkatan kesejahteraan dan juga kemakmuran (welfare and prosperity).
c. Pelaksanaan pertahanan dan juga keamanan (defense and prosperity).
d. Realisasi keadilan hukum dan juga keadilan sosial (yuridical justice & social justice).
e. Ketersediaan dari masyarakat kesempatan untuk mengekspresikan diri (freedom of the
people).

Faktor-faktor Geostrategi
1. Pengalaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Pengalaman Negara Sedang Berkembang (NSB) dalam rangka pembangunan nasional, dengan
hasil ketidak seimbangan pembangunan fisik serta nonfisik.
3. Perang dingin (pasca PD II) antara Blok Timur (negara sosialis) melawan Blok Barat (negara
liberal) dan berkembang Teori Domino yang menyatakan jika salah satu negara masuk atau
dikuasai oleh blok Timur, maka tetangganya akan bergabung (cepat ataupun lambat).
4. Tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan pada periode pembangunan lebih kompleks,
penuh ketidak pastian daripada pada masa Perang Kemerdekaan.

Perkembangan Geostrategi Di Indonesia


1. Pada awalnya, geostrategis Indonesia yang diprakarsai oleh Perguruan Tinggi Angkatan Darat
Staf serta Komando (SESKOAD) Bandung, Indonesia pada tahun 1962.
2. Konsep geo-strategis pentingnya terumus adalah penilaian pada strategi pembangunan
lingkungan di wilayah Indonesia ditandai dengan paham komunis berpengaruh luas di indonesia.
3. Geostrategi Indonesia pada saat ditafsirkan sebagai strategi untuk mengembangkan dan
membangun kapasitas kemampuan teritorial serta untuk menghadapi ancaman paham komunis
di Indonesia.
4. Pada Tahum 1965 Badan Keamanan Nasional mengembangkan konsep geostrategis Indonesia
maju ke rumus berikut.
5. Bahwa geostrategis Indonesia mesti menjadi strategi rancangan untuk mengembangkan stamina
dan daya tahan tubuh, serta pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi dan
menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik internal ataupun eksternal.
6. Gagasan ini lebih progresif tetapi masih terlihat sebagai konsep geo-strategis Indonesia di awal
membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan pengangguh bahaya.
7. Sejak tahun 1972, Badan Keamanan Nasional terus melakukan studi mengenai geostrategi
Indonesia lebih sesuai dengan konstitusi Indonesia.
8. Dalam era konsepsi geo-strategis Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan
potensi pertahanan nasional dalam menciptakan kesejahteraan menjaga Keutuhan dan
integritas identitas nasional.
9. Mulai dari tahun 1974 geostrategi Indonesia ditulis dalam formulasi bentuk pertahanan nasional
sebagai kondisi metode serta doktrin dalam pembangunan nasional.

Hubungan Geopolitik Dan Geostrategi


Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam
salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif.
sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada
perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar
(grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian
terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah
mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas
wilayah dari berbagai ancaman. Selain itu hubungan geopolitik dan geostrategi terdapat dalam astra
gatra.

Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia


Konsep geostrategi Indonesia pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada tanggal 10 Juni 1948 di
Kotaraja. Namun sayangnya gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan, karena
seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga
kurang berpengaruh. Dan akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan 1950 garis pembangunan politik
berupa “ Nation and character and building “ yang merupakan wujud tidak langsung dari geostrategi
Indonesia yakni sebagai pembangunan jiwa bangsa. Berikut beberapa tahapan geostrategi Indonesia
dari awal pembentukan hingga sekarang.
Pada awalnya pengembangan awal geostrategi Indonesia digagas. Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Isi konsep geostrategi Indonesia yang tenimus adalah
pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia yang ditandai
dengan meluasnya pengaruh Komunis. Geostrategi Indonesia pada waktu itu dimaknai sebagai strategi
untuk mengembangkan dan membangun kemampuan teritorial dan kemampuan gerilya untuk
menghadapi ancaman komunis di Indocina.
Pada tahun 1965-an lembaga ketahanan nasional mengembangkan konsep geostrategi
Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut:  Bahwa geostrategi Indonesia harus berupa
sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan,
baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih progresif, tapi tetap terlihat konsep
geostrategi Indonesia baru sekadar membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan
penangkal bahaya.
Sejak tahun 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang geostrategi
Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia. Pada era itu konsepsi geostrategi Indonesia
dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dengan pendekatan
keamanan dan kesejahteraan untuk menjaga identitas kelangsungan serta integritas nasional sehingga
tujuan nasional dapat tercapai.

Sifat- Sifat Geostrategi Indonesia


 Bersifat Daya Tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalangeostrategi Indonesia
ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman,gangguan, hambatan dantantangan
terhadap identitas, integritas,eksistensi bangsa dan negara Indoesia.
 Bersifat Developmental/Pengembangan, yaitu pengembangan potensi kekuatanbangsa dalam
ideologi, politik, ekonomi,sosial budaya, hankam sehingga tercapai kesejahteraan rakyat.

Pengertian Hakikat Ketahanan Nasional


Pengertian Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan
ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi
dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun
dari luar negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia
(Suradinata, 2005: 47).
Asas- Asas Ketahanan Nasional Indonesia
 Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kebutuhan manusia 8 yang mendasar dan esensial, baik sebagai perorangan maupun kelompok
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Asas Komprehensif Intergral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh menyeluruh
dan terpadu dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan
selaras dari seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan
demikian, ketahanan nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara
utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif integral)
 Asas Mawas Ke Dalam dan Mawas Ke Luar
Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling
berinteraksi. Disamping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan lingkungan
sekelilingnya. Dalam prosesnya dapat timbul berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun
negatif. Untuk itu diperlukan sikap mawas kedalam dan ke luar.
Mawas kedalam: mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat dan kondisi
kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan nilainilai kemandirian yang proporsional untuk
meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh. Mawas ke luar:
mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan ikut berperan serta menghadapi dan
mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri, serta menerima kenyataan adanya saling
interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional.
 Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong-royong,
tenggang rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam asas ini diakui adanya perbedaan yang harus dikembangkan secara serasi dalam
hubungan kemitraan serta dijaga agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat
antagonistik yang saling menghancurkan.

https://duniapendidikan.co.id/geostrategi-indonesia/
ARTIKEL DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI

Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi

Dasar negara mempunyai kedudukan sebagai norma hukum tertinggi di negara kita yang
mengatur hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dalam menjalankan hidupnya sehari-hari. Letak hubungan dasar negara
dengan konstitusi adalah dari aturan dasar tersebut akan dibentuk keseluruhan sistem
ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang mengatur pemerintahan suatu negara,
salah satunya adalah konstitusi atau UUD.
Hubungan antara pancasila dan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita dan tujuan
negara yang terdapat dalam pembukaan UUD suatu negara. Secara ringkas tapi cukup lengkap,
berikut ini penjelasannya.

1. Secara Yuridis
Hubungan dasar negara dengan konstitusi bahwa konstitusi mengandung pokok-pokok pikiran
dasar negara yang berwujud pasal-pasal.

2. Secara Filosofis
Konstitusi didasarkan pada filosofi bangsa tersebut yang berakar pada budaya bangsa.

3. Secara Sosiologis
Konstitusi bisa memuat nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang bersumber dari dasar
negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi di Indonesia


Bisa dilihat dari hubungan antara sila-sila pancasila yang termuat pada pembukaan UUD 1945
dengan pasal-pasal yang termuat dalam batang tubuh UUD 1945. Pasal-pasal UUD merupakan
penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam pembukaan UUD 1945.

Hubungan dasar negara dengan Pembukaan UUD 1945 dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Falsafah dasar negara Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945
yang merupakan uraian detail dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 45 adalah suatu kebulatan yang
utuh dan tersusun secara teratur dan bertingkat. Sila yang satu menjiwai sekaligus
meliputi sila yang lain secara bertingkat.
3. Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah terlahir menjadi Proklamasi Kemerdekaan RI 17
Agustus 1945 tercermin dalam pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan
UUD 1945.
4. Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila mesti bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan
pasal-pasal UUD 45.
Sedangkan hubungan mengenai dasar negara dengan pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai
berikut:

1. Sila ke 1 berhubungan dengan pasal 29 (1,2) UUD 1945


2. Sila ke 2 berhubungan dengan pasal 27, 28, 28 A-28 J, 29, 30, 31, 32, 33, 34 UUD 1945
3. Sila ke 3 berhubungan dengan pasal 1 (1), 32, 35, 36 UUD 1945
4. Sila ke 4 berhubungan dengan pasal 1 (2), 2, 3, 22 E, 28, 37 UUD 1945
5. Sila ke 5 berhubungan dengan pasal 23, 27 (2), 31, 33, 34 UUD 1945

https://www.yuksinau.id/hubungan-dasar-negara-dengan-konstitusi/

Anda mungkin juga menyukai