Dewi Selviyana 2001036125 Tugas PKN Artikel
Dewi Selviyana 2001036125 Tugas PKN Artikel
NIM : 2001036125
Prodi : Akuntansi
Mata Kuliah / Kelas : Pendidikan Kewarganegaraan / GAB C
Pendidikan demokrasi menyangkut: Sosialisasi; Diseminasi dan aktualisasi konsep; Sistem; Nilai; Budaya;
dan Praktek demokrasi melalui pendidikan.
Pendidikan HAM mengandung pengertian, “sebagai aktivitas mentransformasikan nilai-nilai HAM agar
tumbuh kesadaran akan penghormatan, perlindungan dan penjaminan HAM sebagai sesuatu yang
kodrati dan dimiliki setiap manusia”.
Merphin Panjaitan: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu
pendidikan yang dialogial.”
Soedijarto: “Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem
politik yang demokratis.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah suatu ilmu yang mempelajari
tentang pemerintahan, kionstitusi, lembaga demokratis, HAM, dan masih banyak lagi. Yang mempunyai
tujuan untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia menjadi rakyat yang dapat bersikap demokratis
(dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat).
e. Tahun 1973
Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan bidang PKn menetapkan 8 tujuan kurikuler, yaitu:
1. Hak dan kewajiban warga negara
2. Hubungan luar negeri dan pengetahuan internasional
3. Persatuan dan kesatuan bangsa
4. Pemerintahan demokrasi Indonesia
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
6. Pembangunan sosial ekonomi
7. Pendidikan kependudukan
8. Keamanan dan ketertiban masyarakat
f. Tahun 1975
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana
diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan
ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973.
Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak
sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah
maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya
merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976).
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation
dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah,
2007).
g. Tahun 1994
Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib
kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39).
Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan
tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan
materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep
nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan
pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967). Pendekatan ini
mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan
dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya
didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat
lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila
Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang
beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam
berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007).
Sedangkan dalam kurikulum 1994 ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) meliputi :
1. Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana dimaksud
dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
2. Kehidupan ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di
negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan luas
liputan, kedalaman dan tingkat kesukaran materi pelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan belajar siswa pada satuan pendidikan.
h. Tahun 2004
Dengan di berlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004
dimana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan.
i. Tahun 2006
Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) muncul mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menggantikan
Kewarganegaraan dan PPKn.
Berdasarkan Pemendiknas No. 22 tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut,
1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa
2. Norma, Hukum dan Peraturan
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan Warga Negara
5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Pilitik
7. Pancasila
8. Globalisasi
Jadi Hakikat PKn, yaitu program pendidikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang
diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari.
Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi
tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi :
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,
menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai.
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan
mengetahui masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan
mengumpulkan data; (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e)
keterampilan menguji hipotesis; (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g)
keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena
itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu
keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat
melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty
(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci
dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar,
generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta
penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan,
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar
ideologi, dan pandangan hidup negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya
dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara mengembangkan
Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good
citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional,
sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup pembelajaran.
Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang
standar isi, meliputi:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Norma, hukum, dan peraturan.
c. Hak asasi manusia.
d. Kebutuhan warga negara.
e. Konstitusi negara.
f. Kekuasan dan Politik.
g. Pancasila.
h. Globalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran PKn
terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa aspek, meliputi: ruang
lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan peraturan, ruang
lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi negara, ruang
lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang lingkup globalisasi.
http://widyopangestu.blogspot.com/2015/10/konsep-pendidikan-kewarganegaraan.html
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI FUNGSI FILSAFAT
FILSAFAT PANCASILA
https://dosenpintar.com/filsafat-pancasila/
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA (1)
Secara etimologi, ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas 2 kata, yaitu idea dan logos. Idea
yang berarti gagasan, cita-cita atau konsep; Logos yang berarti pemikiran. Jadi, secara etimologi, ideologi
berarti ilmu yang meliputi kajian tentang asal usul dan hakikat ide atau gagasan.
Selain secara asal katanya, pandangan mengenai arti ideologi sendiri juga dikemukakan oleh
para ahli, seperti Drs. Moerdiono, yang mengemukakan bahwa ideologi adalah a system of ideas, akan
mensistematisasikan seluruh pemikiran mengenai kehidupan ini dan melengkapinya dengan sarana
serta kebijakan dan strategi dengan tujuan menyesuaikan keadaan nyata dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam filsafat yang menjadi induknya.
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah suatu pemikiran yang
berisi nilai nilai tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.
Ideologi sendiri memiliki fungsi yang sangat sentral bagi suatu negara, di mana fungsi dari ideologi
sendiri adalah sebagai sesuatu yang memperkuat dan memperdalam identitas rakyatnya (Prof. W.
Howard Wriggins). Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ideologi adalah identitas dari
suatu bangsa.
Sama seperti identitas yang dimiliki oleh setiap orang sebagai tanda pengenal, ideologi dapat
dikatakan sebagai tanda pengenal dari suatu bangsa.Selain menjadi identitas,ideologi juga memiliki
fungsi lain yaitu fungsi kognitif dan orientasi dasar. Fungsi kognitif memiliki artian bahwa ideologi dapat
menjadi suatu landasan bagi suatu bangsa dalam memandang dunia, sedangakan fungsi orientasi dasar
berarti ideologi tersebut memberikan wawasan dan makna bagi rakyat dan juga memberikan tujuan
bagi rakyatnya.
Ideologi memiliki posisi yang sangat penting bagi setiap bangsa. Posisi penting ini dikarenakan
ideologi peranan sebagai arah atau pedoman bagi bangsa untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Selain itu, peran lain yang dimiliki oleh ideologi adalah sebagai alat untuk mencegah terjadinya konflik
sosial dalam masyarakat agar setiap masyarakat dapat hidup dalam ketentraman dan juga memiliki rasa
solidaritas yang tinggi. Peranan lain dari ideologi adalah sebagai alat pemersatu suatu bangsa. Setiap
bangsa tentu saja memiliki keberagaman baik dalam suku,bahasa,adat-istiadat,kebudayaan, dan lain
sebagainya.
Ideologi memiliki peran dalam mempersatukan keberagaman yang ada dalam masyarakat
supaya dapat terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.Dari paparan tersebut, maka
dapat terlihat betapa pentingnya ideologi bagi setiap bangsa. Identitas bangsa Indonesia sendiri
tertuang kedalam ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Ideologi Pancasila.
Ideologi Pancasila sendiri dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan berdasar atas pidato Ir.
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Ideologi Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia
karena Pancasila memiliki beberapa kedudukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.Kedudukan itu seperti Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia,Pancasila sebagai kepribadian
bangsa Indonesia, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila menjadi dasar
negara,Pancasila sebagai sumber dari segala hukum yang ada di Indonesia,Pancasila sebagai perjanjian
luhur bangsa Indonesia ketika mendirikan negara, dan Pancasila sebagai cita-cita bangsa. Kedudukan
inilah yang menjadikan Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia. Kedudukan ini juga
dapat diartikan bahwasannya Pancasila merupakan suatu landasan bagi bangsa Indonesia dalam
melaksanakan segala aspek yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegera.
Selain itu, Pancasila juga berfungsi sebagai penunjuk arah dalam kehidupan bernegara
Indonesia. Sama seperti kapal tanpa kompas, yang tidak tahu akan kemana arah arus membawanya,
Republik ini juga akan sama seperti itu apabila tidak adanya penunjuk arah, yaitu Pancasila. Pancasila
juga mengandung nilai-nilai sejarah di dalamnya karena Pancasila merupakan suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pendiri bangsa ini ketika mendirikan Republik Indonesia ini. Hal-hal inilah yang
membuat Pancasila memiliki fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Dengan fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Pancasila haruslah dapat dilestarikan oleh setiap komponen bangsa Indonesia.Pelestarian
nilai nilai Pancasila dapat dilakukan dengan meimplementasikan nilai nilai yang terkandung di dalam
Pancasila dalam kehidupan sehari hari. Nilai-nilai Pancasila sendiri tercermin dalam setiap sila yang ada
di dalamnya. Nilai-nilai itu adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,nilai persatuan, nilai kerakyatan
dan juga nilai keadilan.Nilai ketuhanan dapat diimplementasikan dengan menghargai setiap umat
beragama di Indonesia.
Setiap rakyat di Indonesia memiliki agama yang berbeda-beda, sehingga setiap rakyat haruslah
menghargai perbedaan yang ada sebagai bentuk dari implementasi nilai ketuhanan. Nilai kemanusiaan
dapat dipraktekan dengan tindakan tidak melakukan diskriminasi terhadap suku lain yang terdapat di
Indonesia.Nilai persatuan dapat dipraktikkan dengan menunjukkan sikap cinta terhadap tanah air
Indonesia.
Nilai kerakyatan dapat dipraktikkan dengan tindakan menghargai pendapat orang lain ketika
mengemukakan pendapat. Nilai keadilan dapat dipraktikan dengan menjaga hak dan kewajiban dari
setiap rakyat. Uraian tersebut hanyalah sebagian kecil dari praktik nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari dan masih ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam usaha melestarikan nilai nilai
Pancasila di Ibu Pertiwi ini.
Ideologi Pancasila haruslah tetap dilestarikan karena ideologi ini merupakan ideologi yang
mencerminkan kepribadian bangsa ini.
https://binus.ac.id/character-building/2020/10/pancasila-sebagai-ideologi-negara/
ARTIKEL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA (2)
Pancasila Sebagai Ideologi Negara, Inilah Pengertian dan Fungsinya bagi Masyarakat
Indonesia
Pancasila sebagai ideologi negara mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita warga negara Indonesia.
Selain dikenal sebagai dasar negara, pancasila juga dikenal sebagai ideologi negara.
Namun, beberapa orang mungkin masih belum memahami pengertian sebagai ideologi negara yang
sebenarnya.
Pengertian Ideologi
Sebelum membahas mengenai pengertiannya secara keseluruhan, ada baiknya kita mengetahui makna
dari kata kunci, yaitu ideologi. Ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ideas dan logos. Kata ini
memiliki arti pemikiran, ilmu, cara pandang, dan cita-cita.
Jadi bisa disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah cara pandang yang membentuk kerangka
berpikir kita dalam mewujudkan cita-cita.
https://bobo.grid.id/read/082413123/pancasila-sebagai-ideologi-negara-inilah-pengertian-dan-
fungsinya-bagi-masyarakat-indonesia?page=all
ARTIKEL DEMOKRASI INDONESIA (1)
DEMOKRASI INDONESIA
Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua sistem
pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan
demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian
kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan
pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan
pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua
warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi
social, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan
setara. Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu
yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari
banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan
bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti kekuasaan rakyat. Demokrasi
berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti
kekuasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga
negara.
Prinsip demokrasi dibedakan menjadi dua, yaitu prinsip demokrasi sebagai sistem politik serta
prinsip non-demokrasi (kediktatoran). Demokrasi memiliki banyak jenisnya. Yaitu Demokrasi menurut
cara aspirasi rakyat (Demokrasi Langsung, Demokrasi Tidak Langsung) dan Demokrasi (Berdasarkan
Prinsip Ideologi, Demokrasi Liberal, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Pancasila).
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5c38de8a798f624eab38b1fe6f7e97ff.pd
f
ARTIKEL DEMOKRASI INDONESIA (2)
DEMOKRASI DI INDONESIA
Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di dunia
secara umum, hingga khususnya di Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut
para tokoh dan founding fathers Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan
Soetan Sjahrir. Selain itu juga proses ini menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia, dimulai
saat Kemerdekaan Indonesia, berdirinya Republik Indonesia Serikat, kemunculan fase kediktatoran
Soekarno dalam Orde Lama dan Soeharto dalam Orde Baru, hingga proses konsolidasi demokrasi pasca
Reformasi 1998 hingga saat ini.
Meskipun telah mencapai konsensus kemerdekaan sebagai sebuah bangsa, tetapi setiap tokoh
pergerakan dan pelopor kemerdekaan Indonesia memiliki konsepsi demokrasinya masing-masing,
kebanyakan dari mereka berusaha menengahi dualisme penafsiran demokrasi dari Negara Barat yang
liberalis dan kapitalis dengan Negara Timur yang komunis, terutama dalam merumuskan tentang
kebebasan politik yang diadopsi dari demokrasi Barat dan kemerataan ekonomi yang ditiru dari
demokrasi Timur. Namun, terkadang beberapa tokoh kemudian memiliki kecenderungan masing-
masing, entah itu kecenderungan pada Barat ataupun Timur, yang kemudian menjadi ciri khas dari
perkembangan demokrasi di Indonesia.
Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi
Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada
rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun, demokrasi yang diinginkan dan
dikonsepsikan oleh Soekarno tidak ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis,
karena menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis, demokrasi yang hanya
menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Oleh karena itu, kemudian
Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia.
Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya,
yaitu marhaenisme. Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar sebagai
mahasiswa di Bandung. Marhaenisme pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan
ekonomi di Indonesia. Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila”, yaitu:
Di antara ketiga sila itu, pemikiran dan konsepsi Soekarno mengenai demokrasi ada di sila kedua dalam
Trisila Marhaenisme, yaitu sosio-demokrasi. Sosio-demokrasi menurut Soekarno adalah suatu sistem
demokrasi yang mengakar pada nilai-nilai kemasyarakatan. Sosio-demokrasi yang diinginkan oleh
Soekarno adalah saat demokrasi itu sendiri mendasari nilai-nilainya pada seluruh masyarakat, bukan
hanya kepada sebagian masyarakat, dalam hal ini Soekarno mengkritik demokrasi Prancis dan demokrasi
Amerika Serikat yang menurut Soekarno hanya mementingkan sebagian kelompok orang saja, yaitu
kelompok borjuis, atau sederhananya, Soekarno ingin demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi
politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Masih dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Soekarno kemudian menjabarkan lebih jauh
tentang konsep sosio-demokrasinya itu, yaitu dengan mengkonsepsikan nilai-nilai demokrasi politik dan
juga demokrasi ekonomi. Demokrasi politik menurut Soekarno adalah demokrasi yang berlaku di Eropa
pasca-Revolusi Prancis, yaitu demokrasi yang didalamnya adalah suatu sistem demokrasi keterwakilan
dalam sebuah lembaga parlemen, - Soekarno menyebutnya parlementaire democratie dan politieke
democratie - Soekarno melihat bahwa nilai-nilai demokrasi itu memang diterapkan saat pemilihan
anggota parlemen, namun bagi Soekarno demokrasi politik Eropa itu hanya berhenti sampai di parlemen
saja, sementera dalam bidang ekonomi tidak ada nilai-nilai demokrasinya, yang menyebabkan
banyaknya kemiskinan - dan untuk permasalahan ekonomi itu Soekarno menyalahkan demokrasi politik
yang justru mendukung berkembangnya kapitalisme.
Soekarno kemudian membuat suatu rumusan, agar demokrasi menjadi lebih seimbang, artinya
demokrasi yang Soekarno inginkan bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi itu menurut Soekarno adalah demokrasi yang menghendaki adanya pemberian hak-
hak ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercipta suatu kemerataan. Kemerataan yang
dimaksudkan oleh Soekarno itu bukan kemerataan ekonomi dalam sistem komunisme yang
menghilangkan hak milik pribadi,[7] tetapi suatu kemerataan dimana semua hak kepemilikan pribadi -
Soekarno menyeburnya sebagai privaatbezit - seluruh rakyat dijamin oleh negara, dalam hal ini
parlemen yang merupakan hasil dari demokrasi politik berperan untuk memberikan perlindungan bagi
hak-hak kepemilikan pribadi semua orang melalui suatu pembuatan peraturan atau hukum yang adil
bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali, baik dari kelas borjuis ataupun proletar - termasuk juga kelas
masyarakat yang memiliki harta benda sedikit atau yang disebut Soekarno sebagai marhaen.
Kemudian, pada perkembangan selanjutnya, terutama saat perumusan dasar negara Indonesia yang
dilaksanakan pada 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Soekarno menawarkan konsepsi dasar negara bagi Indonesia Merdeka, yaitu Pancasila –
meskipun Soekarno sendiri menolak disebut sebagai penemu Pancasila, oleh karen itu Soekarno lebih
suka disebut sebagai “penggali Pancasila”. Dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 itu, Soekarno berkata
mengenai konsespsi demokrasi yang Soekarno tawarkan adalah sebagai berikut:
"Prinsip nomor 4, sekarang saya usulkan. Saya di dalam tiga hari ini belum mendengarkan
prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia
Merdeka. Saya katakan tadi; prinsipnya San Min Chu ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng (yang
artinya): Nationalism, Democracy, Socialism. Maka prinsip kita harus (berdasarkan apa?):
Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela ataukah yang semua
rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam
kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup member sandang – pangan
kepadanya? Mana yang kita pilih, Saudara-Saudara? Jangan Saudara kira, bahwa kalau Badan
Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita
sudah lihat di negara-negara Eropa adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire demokratie.
Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela?"
Pada sila ini secara eksplisit Soekarno menginingkan sebuah sistem politik demokrasi yang tidak
hanya politiknya saja yang mengalami demokratisasi, tetapi juga ekonominya, dengan cara menjadikan
“kerakyatan” sebagai fondasi utamanya dan dijalankan dengan prinsip-prinsip “hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”. Seokarno tidak ingin Indonesia menjadi negara demokrasi liberal
seperti di Barat, yang masyarakatnya kapitalistik, Soekarno ingin Indonesia menjadi negara demokrasi
yang masyarakatnya sosialistik, artinya bahwa demokrasi bukan hanya pada kebebasan dalam politik,
seperti bebas berbicara, bebas memilih, dan bebas berserikat dalam organisasi apapun, tetapi juga
demokrasi yang mampu mengalokasikan seluruh sumber daya ekonomi kepada seluruh rakyat atau
sederhadanya kekuasaan rakyat atas ekonomi dan perlawanan terhadap kemiskinan.
Soekarno juga memiliki suatu konsepsi tentang demokrasi yang dikemukakan pada 21 Februari
1957. Konsepsi itu berisi penolakannya terhadap sistem demokrasi parlementer yang saat itu diterapkan
di Indonesia, karena Soekarno menganggap demokrasi parlementer sebagai demokrasi Barat yang
mengecewakan. Selain itu, konsepsi Soekarno tentang demokrasi itu kemudian dikenal sebagai
Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Gotong Royong dengan kepemimpinan yang terpusat dan
integralistik.
"Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan oleh Revolusi Prancis tiada membawa kemerdekaan
rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi
politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu Kedaulatan Rakyat.
Haruslah ada pula demokrasi ekonomi."
Demokrasi Barat yang bersendikan pada liberalisme memiliki sisi politik dan ekonomi, yaitu
demokrasi politik dan sistem kapitalisme dalam ekonominya. Secara spesifik dalam pandangan Hatta,
sistem ekonomi kapitalis lahir terlebih dulu (oleh kaum kelas borjuis yang menguasai parlemen di masa
itu) dan kemudian kelas borjuis yang kapitalis mendirikan sebuah sistem demokrasi politik yang
bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sistem kapitalisme itu sendiri. Hatta mengakui bahwa
demokrasi Barat memang menjamin kedaulatan rakyat di bidang politik, akan tetapi karena kehidupan
politik berkaitan dengan kehidupan ekonomi, sementara kehidupan ekonomi dalam demokrasi Barat
tidak mengandung kedaulatan rakyat, maka bagi Hatta demokrasi politik dalam demokrasi Barat menjadi
manipulatif, yaitu “memutar satu asas yang baik seperti kedaulatan rakyat menjadi perkakas pemakan
rakyat”.
Demokrasi politik di Barat – seperti apa yang dikemukakan oleh William Ebenstein dan Edwin
Fogelman – bertumpu kepada “pementingan individu" dalam kehidupan politik. Maksudnya, individu
dengan segenap hak-hak dasarnya merupakan unit utama dalam kehidupan politik. Negara dan
kelompok-kelompok lain diadakan semata-mata untuk melayani kepentingan individu-individu ini. Hatta
berpendapat, semangat individualisme Barat dalam politik harus ditolak. Sebaliknya, Hatta
menginginkan sebuah sistem demokrasi yang berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan yang
mencerminkan tradisi kehidupan bangsa Indonesia secara turun menurun.
Hatta menganggap individualisme sebagai penyakit, sehingga individualism adalah sesuatu yang
harus dihindari, Hatta selanjutnya berbicara tentang demokrasi yang lebih sempurna bagi Indonesia –
seperti Soekarno – yaitu demokrasi di bidang politik dan ekonomi yang tidak mengandung paham
individualisme. Hatta bahkan amat yakin, demokrasi yang dibayangkannya itu akan bisa terwujud karena
kesesuaiannya dengan tradisi masyarakat Indonesia, yaitu kebersamaan dan kekeluargaan.
Sifat demokratis masyarakat asli Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau
kolektivisme. Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan
sebagainya. Kolektivisme dalam masyarakat asli Indonesia juga berarti pengambilan keputusan melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini jelas berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem
demokrasi Barat yang individualistis.
Menurut Hatta, kebersamaan harus berarti, kepemilikan bersama atas suatu alat produksi
(tanah) tidak bisa dijalankan dengan pembagian, melainkan harus diusahakan secara bersama-sama
pula. Dengan kata lain, usaha individual dengan bantuan orang lain yang mencirikan kebersamaan
masyarakat asli Indonesia masa kini, harus diganti dengan milik bersama yang diusahakan secara
bersama-sama pula. Inilah yang dimaksud oleh Hatta dengan collectivisme baroe, yang seharusnya
mewarnai kehidupan ekonomi Indonesia merdeka. Pengertian inilah yang kemudian melekat pada
koperasi sebagai wujud kolektivisme baru.
Sejak masa pergerakan Indonesia, Hatta dalam pidatonya yang berjudul Koperasi: Jembatan ke
Demokrasi Ekonomi terus menyerukan koperasi sebagai satu-satunya organisasi ekonomi yang bisa
berhasil meletakkan sendi yang kuat untuk membangun kembali ekonomi yang roboh. Hatta
meyakininya karena koperasi berupaya berjalan dengan semangat self-help dan oto-activity. Artinya
koperasi berusaha menumbuhkan rasa percaya diri dan tolong menolong antar masyarakat sebagai
pemandu kemauan yang kuat. Semangat itulah yang sudah lama muncul yang sebetulnya membarengi
berkembangnya demokrasi sosial, politik dan ekonomi. Hal ini dapat dengan mudah dikatakan karena
bangunan demokrasi yang sangat kuat sebagian besar dipupuk dengan semangat koperasi. Demokrasi
dapat hidup dan kuat, kalau ada rasa tanggung jawab pada rakyat. Dasar koperasi adalah menghidupkan
rasa tanggung jawab itu, sebab koperasi selain membela keperluan bersama, membangun dalam jiwa
tiap-tiap anggotanya manusia merdeka, sadar akan harga dirinya.
Hatta melihat, demokrasi Indonesia dibawah kepemimpinan Soekarno, lebih tepatnya setelah
Dwitunggal bubar dan Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden pada Juli 1959 telah bergeser menjadi
demokrasi yang meniru kediktatoran komunisme di Timur, demokrasi yang menurut Hatta hanya
dijadikan alat oleh negara untuk melanggengkan kekuasaan semata. Oleh karena itu, Hatta menyebut
periode Orde Lama sebagai periode “krisis demokrasi”. Pada 1966, tepatnya ketika rezim Soekarno
mulai berubah menjadi otoritarian dan Dwitunggal telah pecah, Hatta mulai mengoreksi, bahkan
mengkritik “demokrasi terpimpin” ataupun “demokrasi gotong royong” yang digagas Soekarno. Hatta
mengkritik demokrasi yang diterapkan oleh Soekarno itu dalam artikelnya yang berjudul Demokrasi Kita
yang dimuat dalam majalah Pandji Masjarakat pada 1966 yang sempat dibredel oleh pemerintah Orde
Lama.
Selain fasisme, Sjahrir pun juga menyerang komunisme dan sistem demokrasinya sebagai
ideologi yang mengkhianati sosialisme kerena mengabaikan kemanusiaan, seperti Joseph Stalin dan Mao
Tse Tung. Karena serangan Sjahrir ke kaum komunis, maka para penentangnya yang berasal dari
spektrum kiri jauh mengejeknya dengan sebutan “soka” – yang merujuk pada nama bunga – atau
akronim dari sosialis kanan, karena keterpukauan Sjahrir kepada segala hal yang berbau Barat.
Kebencian Sjahrir pada fasisme dan komunisme turut mempengaruhi konsepsinya mengenai
demokrasi dan pemerintahan di Indonesia Merdeka. Pemikiran Sjahrir tentang demokrasi dan
pemerintahan di Indonesia tertuang dalam bukunya yang berjudul Perjuangan Kita yang terbit pasca
Indonesia Merdeka, dan duet Soekarno-Hatta atau Dwitunggal menjadi pemimpin Indonesia. Bagi
Sjahrir, pemerintahan Indonesia yang baru merdeka, adalah pemerintahan yang dipimpin oleh
kolaborator fasis (dalam hal ini kolaborator Kekaisaran Jepang), sehingga pemerintahan perlu
“didemokratisir”.
“Secepat mungkin seluruh pemerintahan harus didemokratiseer, sehingga rakyat banyak masuk
tersusun di dalam lingkungan pemerintahan. Ini mudah dikerjakan dengan menghidupkan dan di
mana perlu membangunkan dewan-dewan perwakilan rakyat dari desa hingga ke puncak
pemerintahan."
Sementara seorang aktivis simpatisan Partai Sosialis Indonesia (PSI), Rahman Tolleng menyebut ideologi
Sjahrir sebagai republikan-sosialis, “karena dia (Sjahrir) menekankan pada partisipasi rakyat,” kata
Tolleng. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi di kemudian hari Sjahrir mengubah sistem
presidensial menjadi parlementer agar partisipasi itu bisa maksimal.
Dalam pemikirannya, Sjahrir sangat jelas memiliki banyak perbedaan dengan Soekarno dan
Hatta mengenai konsepsi demokrasi. Bila Soekarno dan Hatta melihat individualisme sebagai hal yang
harus dihindari, maka Sjahrir justru menganggap individualisme menjadi elemen yang penting dalam
negara dan sistem pemerintahan yang demokratis. Menurut Vedi Hadiz, pengajar ilmu politik di
Universitas Nasional Singapura, ideologi Sjahrir adalah perpaduan antara tradisi sosial-demokrat dengan
liberalisme. Sosial-demokrat Sjahrir, misalnya, terlihat pada perhatian dan gerakannya menumbuhkan
pendidikan rakyat. Sedangkan liberalisme muncul dari sikapnya yang menjunjung hak dan kebebasan
individu.
Sikap politik Sjahrir yang seorang sosialis tetapi mengakui ide-ide demokrasi Barat dan liberalism
tidak hanya membuat Sjahrir bermusuhan dengan fasisme, tetapi juga dengan kelompok komunis. Bagi
Sjahrir demokrasi dan sosialisme bisa tercapai dengan azas akal, bukan melalui jalur revolusi terus-
menerus – dalam hal ini Sjahir bertolak belakang dengan Soekarno yang mengatakan “revolusi belum
selesai”, tetapi ia sejalan dengan Hatta yang mengatakan “revolusi telah selesai”. Konsepsi Sjahrir
mengenai demokrasi dan sosialisme yang bisa dicapai melalui jalur diplomasi bukan revolusi kekerasan
diungkapkan pada Kongres Sosialis Asia II di Bombay (sekarang Mumbai), India pada 6 November 1956.
Dalam Kongres itu Sjahrir berkata:
“Kaum sosial kerakyatan di Asia menyadari bahwa mereka mempunyai kesabaran revolusioner
yang sama dengan kaum komunis, tetapi mereka melihat dengan sangat jelas bahwa kaum
komunis telah menempuh suatu jalan yang salah. Dituntun oleh ajaran-ajaran Lenin dan Stalin
mengenai perjuangan kelas, mereka menghancurkan dalam diri mereka sendiri, jiwa serta
semangat sosialisme, yaitu kemampuan menghargai kemanusiaan dan martabat manusia.”
Dalam pidato itu jelas Sjahrir menolah sistem demokrasi a’la Bolshevik dan Komunis Internasional yang
menindas dan mengabaikan kedaulatan rakyat dengan sistem yang hirarkis, otoriter, dan totaliter dalam
politbiro Partai Komunis. Menurut Sjahrir, pengakuan terhadap kedaulatan rakyat dan martabat
manusia secara individu membuat sosialisme yang dianutnya sejalan dengan demokrasi liberal ala Barat,
namun dengan satu perbedaan, yaitu tidak adanya pengakuan terhadap sistem ekonomi kapitalis –
dalam hal ini Sjahrir sejalan dengan Soekarno dan Hatta.
B. Demokrasi Parlementer
Era demokrasi parlementer di Indonesia, juga sering kali disebut sebagai era demokrasi konstitusional.
Munculnya sistem parlementer di Indonesia karena jatuhnya kabinet Presidensial Pertama pada 14
November 1945 yang disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X/1945 pada 16 Oktober
1945 dan diikuti kemudian oleh Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang berisi tentang
seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia.
Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-
Dasar Ilmu Politik, demokrasi parlementer di Indonesia dirasa kurang cocok, karena persatuan dan
kesatuan diantara elemen kekuatan politik bangsa dan negara menjadi kendor dan sulit untuk
dikendalikan. Selain itu demokrasi parlementer di Indonesia menurut Miriam telah melahirkan dominasi
partai politik dan lembaga legistalif yang justru mendorong politik nasional menjadi tidak tidak stabil.
Ketidakstabilan dalam politik nasional Indonesia pada masa demokrasi parlementer disebabkan
karena kebanyakan kabinet pemerintahan hanya bertahan selama delapan bulan, hal ini bukan hanya
berdampak pada bidang politik, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi nasional pada saat itu.
Ekonomi menjadi terhambat karena pemerintah tidak sempat melaksanakan program kerjanya dan
ketidaktabilan politik yang terjadi di pusat juga melebar hingga pemberontakan-pemberontakan yang
ada di daerah, seperti Darul Islam, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan sebagainya.
Selain ketidakstabilan politik, ekonomi, dan keamanan negara, demokrasi parlementer juga
membuat seorang Soekarno marah. Selama masa demokrasi parlementer, Presiden Soekarno hanya
sebagai seroang kepala negara yang tugasnya tak lebih sebagai “tukang stempel” atau “rubberstamp”.
Selain itu, pihak militer juga menuntut diikutsertakan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
kebangsaan karena merasa bahwa militer lahir dari semangat revolusi kemerdekaan yang berhak untuk
terlibat dalam politik.
Puncak dari ketidakstabilan politik di era demokrasi parlementer adalah gagalnya anggota
Konstituante dalam membentuk suatu undang-undang dasar yang baru bagi Indonesia. Kegagalan
Konstituante itu disebabkan karena para anggota Konstituante yang terdiri dari partai-partai politik
dalam parlemen tidak pernah bekerjasama untuk mencapai konsensus membentuk undang-undang
dasar yang baru. Kegagalan Konstituante itu yang kemudian akhirnya mendorong Presiden Soekarno
mengemukakan apa yang disebut sebagai “Konsepsi Presiden” pada 21 Februari 1957, dalam konsepsi
itu Soekarno mengatakan bahwa demokrasi parlemeter adalah demokrasi Barat dan harus diganti.
Akhirnya puncak dari kekisruhan politik saat itu berakhir saat, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa konstitusi Indonesia kembali pada Undang-Undang Dasar
1945 yang sekaligus menyudahi kabinet parlementer terakhir yang dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo atau
yang disebut sebagai Kabinet Ali II dan seluruh sistem demokrasi parlementer di Indonesia.
C. Demokrasi Terpimpin
Setelah berakhirnya era demokrasi parlementer, Indonesia mulai memasuki fase demokrasi lainnya,
yaitu demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Tetapi sebelum dekrit presiden diumumkan, demokrasi parlementer atau
demokrasi konstitusional masih bertahan dengan adanya pembentukan sebuah kabinet transisi yang
dipimpin oleh Ir. Djuanda atau yang disebut sebagai Kabinet Djuanda. Kabinet Djuanda ini berisi orang-
orang yang bukan dari koalisi dominan partai di palemenen, maka sering kali Kabinet Djuanda disebut
juga sebagai Kabinet Ekstra Parlemen. Kabinet ini terhitung mulai bekerja sejak 9 April 1957 sampai 10
Juli 1959.
Bila disimpulkan, Konsepsi Presiden yang dikemukakan oleh Soekarno intinya adalah; 1) mengganti
sistem pemeritnahan dari parlementer ke presidensial, 2) berusaha merangkul semua kekuatan politik
yang ada, terutama empat partai pemenang pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU, dan PKI, dan juga
merangkul pihak militer dalam pembentukan Dewan Nasional.
Konsepsi itu sebenarnya banyak dikritik oleh para pemimpin partai, seperti Muhammad Natsir
dari Masyumi dan Imron Rosjadi dari NU, dan juga sebagian kecil anggota PNI (yang nantinya akan
menjadi PNI Osa-Usep). Puncaknya adalah pada 2 Maret 1957, lima partai yang terdiri dari Masyumi,
NU, PSII, Partai Katholik, dan PRI mengeluarkan pernyataan menolak konsepsi Soekarno. Sementara PKI
satu-satunya yang mendukung penuh konsepsi Soekarno itu dan sebagian besar anggota PNI (yang
nantinya akan menjadi PNI Ali-Soerachman).
Meskipun mendapat tekanan dari partai-partai sayap kanan, Soekarno tetap menjalankan
konsepsinya dengan mengandalkan kekuatan partai-partai sayap kiri, yaitu PKI dan PNI. Pada 14 Maret
1957, keluar undang-undang tentang keadaan darurat dan juga dibentuk sebuah kabinet transisi
dibawah kepemimpinan Ir. Juanda. Puncaknya adalah saat Soekarno kemudian mencetuskan
konsepsinya itu dalam bentuk Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang mengawali era demokrasi terpimpin
di Indonesia. Isi daripada Dekrit Presiden itu antara lain:
1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini
dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-
anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan
diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Meskipun Konsepsi Presiden itu bertujuan untuk menyatukan semua kekuatan politik yang ada dan
menciptakan stabilitas politik nasional, tetapi pada praktiknya, Presiden Soekarno kemudian berusaha
menciptakan sebuh sistem kediktatoran yang diatasnamakan demokrasi terpimpin. Pada periode ini
pula kepemimpinan Dwitunggal bubar, Mohammad Hatta memilih untuk berada diluar pemerintahan
dan menjadi tokoh yang mengkritik Soekarno dengan tulisan-tulisan dan menganggap Soekarno telah
berubah menjadi seorang diktator sejak 1956.
Menurut Miriam Budiardjo, ciri-ciri dari era demokrasi terpimpin adalah dominasi presiden yang
menguat, berkembangnya pengaruh komunisme, dan masuknya militer sebagai unsur sosial-politik.
Dekrit Presiden 5 Juli pada dasarnya membuka peluang bagi stabilitas politik nasional, karena dapat
mempertahankan kedudukan pemerintah setidaknya selama lima tahun, namun Dekrit Presiden 5 Juli
1959 itu berubah saat dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Ketetapan MPR itu sekaligus melangkahi batasan kedudukan seorang presiden
dan menjadikan Soekarno sebagai seorang diktator. Hal ini menjadi salah satu bentuk penyelewengan
konstitusi dan demokrasi di era demokrasi terpimpin.
Penyalahgunaan lainnya yang dilakukan oleh Soekarno selama era demokrasi terpimpin adalah
pada 1960, Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tak lain adalah lembaga
legislatif, padahal Undang-Undang Dasar 1945 tidak memberikan kewenangan itu kepada seroang
presiden. Bahkan kemudian, setelah membubarkan DPR, Presiden Soekarno membentuk lembaga
legislatif, yang seharusnya anggota legislatif dipilih oleh rakyat, bukan presiden. Badan legislatif yang
dibentuk Soekarno itu kemudian disebut sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Praktis, karena DPR-GR adalah bentukan presiden, maka fungsi kontrol dari lembaga legislatif terhadap
eksekutif dihilangkan. Selain itu, jabatan Ketua DPR-GR dijadikan menteri oleh Presiden Soekarno, itu
artinya legislatif berada dibawah eksekutif, hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden No. 14/1960.
Selain lembaga legislatif, lembaga yudikatif juga mendapatkan intervensi dari Presiden
Soekarno, salah satunya adalah presiden memiliki kewenangan untuk ikut campur tangan dalam badan
yudikatif yaitu Mahkamah Agung. Intervensi Presiden Soekarno terhadap lambaga yudikatif itu semakin
diperkuat dengan Undang-Undang No.19/1964, itu artinya presiden sah apabila mencampuri putusan
apapun yang dibuat oleh lembaga yudikatif.
Selain dalam hal pemerintahan, kecenderungan pada komunisme juga terjadi di era demokrasi
terpimpin, salah satunya adalah Presiden Soekarno membentuk sebuah lembaga ekstra konstitusional,
yaitu Front Nasional. Menurut Miriam Budiardjo, pembentukan Front Nasional adalah bagian dari
strategi Komunis Internasional (Komintern) untuk membentuk sebuah negara yang berdasarkan poda
“demokrasi rakyat”. Jadi Front Nasional yang dibentuk oleh Presiden Soekarno itu kemudian menjadi
lahan berpolitik bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan tak bisa diutak-atik karena posisinya yang
berada diluar konstitusi tetapi dilindungi oleh presiden.
Demokrasi terpimpin yang digagas oleh Presiden Soekarno semakin menunjukkan
penyelewengan dan justru menjauhi konsep dan nilai demokrasi itu sendiri, bukan hanya karena
intervensi penuh pada lembaga legislatif dan yudikatif, tetapi juga pembredelan terhadap partai politik
yang dianggap melawan Presiden Soekarno, seperti Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI)
dibubarkan dan Soetan Sjahrir kemudian dibuang ke Swiss sampai wafat pada 1966, begitupula dengan
pers dan lembaga seni yang bertentangan dengan Presiden Soekarno ataupun yang berkonflik dengan
PKI, seperti Harian Pandji Masjarakat dan para aktivis kebudayaan yang tergabung dalam Manikebu juga
dibredel. Selain itu pula Presiden Soekarno lebih mengutamakan kepada kebijakan politik luar negeri
yang disebut sebagai “Politik Mercusuar”, hal ini berimbas pada terabaikannya sektor ekonomi nasional
yang menyebabkan inflasi besar dan kemiskinan.
Era demokrasi terpimpin berakhir dengan peristiwa sejarah yang paling kelam bagi Bangsa
Indonesia, yaitu Peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Jumlah
korban dalam peristiwa itu bukan hanya 6 jenderal dan 1 perwira Angkatan Darat Indonesia saja, tetapi
juga (diduga) jutaan orang komunis yang sebenarnya tak tahu menahu tentang G30S/PKI ikut terbantai
hampir diseluruh wilayah Indonesia. G30S/PKI selain mengakhiri era demokrasi terpimpin, sekaligus juga
mengawali suatu fase kediktatoran baru, kediktatoran militer Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal
Soeharto atau yang disebut sebagai era demokrasi Pancasila.
D. Demokrasi Pancasila
Era demokrasi Pancasila diawali dengan suatu peristiwa sejarah yang sangat kelam bagi Indonesia, yaitu
Gerakan 30 September (G30S) atau yang sering juga disebut dengan G30S/PKI. Pemberontakan G30S
terjadi pada antara 30 September dan juga 1 Oktober 1965, Soekarno lebih suka menyebutnya Gestok
(Gerakan Satu Oktober) semenatara Soeharto lebih suka menyebutnya Gestapu (Gerakan September
Tigapuluh). Peristiwa ini menelan korban kurang lebih tiga juta orang - menurut Sarwo Edhie Wibowo,
sekaligus menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus genosida terbesar keempat di dunia
setelah Jerman Nazi, Kamboja Demokratik, dan Rwanda. Namun, terlepas dari peristiwa kemanusiaan
yang mengikutinya, G30S juga membawa satu angin perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.
Sistem demokrasi terpimpin yang justru dijadikan landasan untuk berdirinya sebuah
pemerintahan diktator oleh Soekarno setelah keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959 ternyata tidak
bertahan lama. Dibawah kepemimpinan tunggal Presiden Soekarno, yang berdasarkan pada konsep
Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) dengan tujuan menyatukan seluruh elemen kekuatan
sosial-politik di Indonesia ternyata tidak berhasil, karena kecenderungan Soekarno pada kelompok
komunis dan membredel kelompok-kelompok kanan, justru menimbulkan suatu potensi konflik politik
baru yang membuat politik di Indonesia menjadi tidak stabil. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi dan
konflik politik antara Partai Komunis Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
membuat rezim Orde Lama itu akhirnya tumbang dan Indonesia digantikan oleh sebuah rezim baru yang
disebut sebagai Orde Baru dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto.
Setelah mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno berdasarkan Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar), Soeharto kemudian menjadi suksesor Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang kedua dan secara resmi periode Orde Baru atau era demokrasi Pancasila dimulai.
Menurut Haniah Hanafie dan Suryani, dalam menjalankan pemerintahan, Presiden Soeharto
mendasarinya pada kerangka organisasi yang disebut sebagai "Jalur ABG" (singkatan dari ABRI, Birokrasi,
dan Golkar). Melalui jalur ABG itu negara menentukan kebijakan-kebijakan politiknya, hal ini menjadikan
Indonesia - seperti yang disebut oleh Karl D. Jackson sebagai Bureaucratic Policy atau "Masyarakat
Politik Birokratis", yang artinya bahwa setiap keputusan diambil oleh pihak junta militer melalui struktur
dan sistem birokrasi.
Sebenarnya, pertama kali ketika Orde Baru terbentuk, mereka didukung oleh hampir seluruh
rakyat Indonesia (kecuali kelompok sayap kiri, yang hampir habis dibantai saat G30S). Banyak orang dari
berbagai kalangan seperti mahasiswa, tokoh agama, intelektual, cendekiawan, dan sebagainya menaruh
harapan bahwa Orde Baru dapat mengembalikan demokrasi Indonesia kepada jalur yang benar, sebuah
demokrasi yang bersendikan pada Pancasila. Oleh karena itu, menurut Miriam Budiardjo, pada masa
Orde Baru, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi landasan formal yang berlaku di Indonesia, sehingga periode ini disebut juga dengan demokrasi
Pancasila.
Langkah awal Orde Baru dalam proses rekonstruksi sistem demokrasi di Indonesia, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, bahwa Orde Baru bertujuan untuk meluruskan kembali cita-cita
demokrasi Indonesia yang melenceng menjadi kediktatoran dibawah kekuasaan Presiden Soekarno
selama masa demokrasi terpimpin (Orde Lama). Salah satu yang dilakukan untuk menghapuskan
kediktatoran Orde Lama adalah membatalkan Ketetapan MPRS No. III/1963 yang berisi tentang
pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, dan jabatan presiden kemudian direvisi
kembali menjadi jabatan yang elektif (dipilih secara berkala) selama satu periodenya adalah lima tahun.
Kemudian keluarnya Ketetapan MPRS No.XIX/1966 yang isinya adalah untuk menentukan tinjauan
kembali terhadap produk-produk legislatif di masa Orde Lama, dan atas dasar Ketetapan MPRS itu,
Undang-Undang No.19/1964 diganti dengan Undang-Undang No.14/1970 yang isisnya mengmabalikan
independensi lembaga yudikatif. Lembaga legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR) juga dikembalikan hak dan fungsi kontrolnya terhadap lembaga eksekutif dan Ketua DPR-GR
tidak lagi menjadi seorang menteri dibawah Presiden, tetapi memiliki kedudukan yang sejajar dengan
Presiden, selain itu hak Presiden untuk mengintervensi Parlemen dicabut. Kebebasan pers dan seni juga
dikembalikan, para tokoh partai-partai politik yang dahulu di masa demokrasi terpimpin ditangkap dan
diasingkan dibebaskan, salah satunya Soetan Syahrir, tetapi Sjahrir lebih dahulu meninggal sebelum
sempat kembali ke Indonesia.
Dibidang ekonomi, Orde Baru juga berusaha untuk mengembalikan sektor ekonomi nasional
yang terabaikan selama Orde Lama, salah satunya adalah membuka kran investasi asing sebesar-
besarnya untuk melakukan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Salah satunya adalah
Freeport-McMoRan yang menanamkan uangnya di Indonesia pada 1967 untuk mengeksplorasi sumber
daya emas di Papua (saat itu Irian Jaya).
Masa demokrasi Pancasila menunjukkan keberhasilan dalam politik, hal ini dibuktikan dengan
keberhasilan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) secara teratur, yaitu 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997. Adanya pemilu yang teratur memang merupakan tekad awal Orde Baru untuk
membangun kembali demokrasi Indonesia, dan ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang
Pemilihan Umum tahun 1969, tepatnya satu tahun setelah Jenderal Soeharto dilantik menjadi Presiden
Kedua Republik Indonesia pada 1968 atau dua tahun setelah dilantik sebagai Pejabat Presiden pada
1967 dan tiga tahun setelah mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret. Hal ini sesuai dengan slogan
Orde Baru yaitu; menjalankan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Setelah politik dan ekonomi nasional kembali stabil, lambat laun ternyata telah tercipta sebuah
pemusatan kekuasaan kepada Presiden Soeharto. Dominasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
semakin terasa jelas, birokrasi menjadi semakin rumit dan mengekang kebebasan masyarakat, dan juga
Golongan Karya berubah menjadi sebuah organisasi politik yang dominan dalam politik Indonesia.
Pemerintahan Presiden Soeharto secara terang-terangan berubah menjadi sebuah rezim yang otoriter
namun kali ini bukan otoritarianisme sayap kiri seperti di era Soekarno, tetapi lebih kepada kediktatoran
junta militer, karena militer bisa dimana saja, menduduki jabatan-jabatan publik yang strategis, yang
seharusnya dalam demokrasi tidak boleh ada intevensi militer di dalamnya.
Publik mulai menyadari bahwa nilai-nilai demokrasi tidak ada dalam penyelenggaraan pemilu
yang diadakan oleh Orde Baru. Misalkan adanya kebijakan fusi partai yang menjadikan semua kelompok
nasionalis dilebur menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan seluruh golongan Islamis digabung dalam
Partai Persatuan Pembangunan, sementara Golongan Karya tetap menjadi satu organisasi politik non-
partai pada saat itu. Kedudukan Golkar yang non-partai ternyata dijadikan kelebihan bagi Orde Baru,
karena hanya Golkar saja yang boleh memiliki pengurus hingga ke tingkat desa dan kelurahan, selain itu
pemerintah juga menerapkan kebijakan monoloyalitas bagi pegawai negeri untuk mewajibkan mereka
memilih Golkar dalam setiap pemilu, hal ini menunjukkan apa yang disebut oleh Miriam Budiardjo
sebagai ketidakadilan dalam sistem politik di masa demokrasi Pancasila.
Puncak dari anomali dimasa demokrasi Pancasila adalah merebaknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (disingkat KKN) dan pembangunan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat yang kemudian
menimbulkan masalah kemiskinan seperti di akhir-akhir masa demokrasi terpimpin. Akibatnya adalah
kelompok-kelompok yang anti terhadap Presiden Soeharto semakin menguat, terutama kelompok
intelektual seperti mahasiswa dan pemuda. Kelompok mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh
Indonesia dan juga organisasi-organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Cipayung
melakukan aksi demonstrasi menuntut agar Soeharto mundur dari jabatan sebagai Presiden Indonesia.
Akhirnya karena terus menerus diterpa gelombang demonstrasi yang menunutnya untuk mundur dan
kehilangan kepercayaan dari orang-orang terdekatnya, Presiden Soeharto akhirnya menyatakan mundur
pada 21 Mei 1998 atau yang dikenal sebagai Reformasi 1998 yang sekaligus menandai akhir dari era
demokrasi Pancasila.
E. Era Reformasi
Proses Reformasi politik di Indonesia pasca jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998 telah membuka
peluang bagi tumbuhnya nilai-nilai demokrasi demi mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Proses
Reformasi itu terbagi dalam dua fase, yaitu:
1. Transisi Demokrasi
Sebenarnya fase transisi ini adalah fase yang paling singkat, namun paling menentukan, karena
ketidakberhasilan suatu negara dalam proses demokratisasi-nya tergantung pada proses
transisi demokrasi. Menurut Richard Gunther, transisi itu adalah:
"Begins with the breakdown of the former authoritarian regime and ends with the
establishment of a relatively stable configuration of political institutions within a
democratic regime"
Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi politik dan proses
demokratisasi di Indonesia. Pengalaman pada masa Orde Baru juga telah membuat Indonesia
menyadari bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh karenanya
seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan bahwa proses demokratisasi dibawah
kepemimpinan Presiden Habibie dan Kabinet Reformasi Pembangunan dapat berjalan dengan
baik dan tidak terjadi lagi anomali transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke Orde Baru.
2. Konsolidasi Demokrasi
Setelah proses transisi demokrasi berhasil, maka selanjutnya adalah konsolidasi atau
pemantapan sistem demokrasi. Menurut Kacung Marijan, konsolidasi demokrasi menjadi penting
karena sering kali beberapa negara yang berusaha melakukan proses demokratisasi justru gagal
ditengah jalan karena proses transisinya yang tidak selesai atau gagal dalam proses konsolidasi
sebuah sistem yang demokratis, sehingga negara itu kembali kepada sistem otoriter dan
diperintah kembali oleh seorang diktator.
Konsep utama dari proses konsolidasi demokrasi menurut Andreas Schedler adalah
manakala ada suatu negara yang menghadapi stabilitas rezim, itu artinya bahwa konsolidasi
ditentukan oleh seberapa stabilnya rezim, dalam hal ini adalah bagaimana konsolidasi
demorkrasi menjadi berhasil bila stabilitas rezim yang demokratis itu juga dapat terjaga. Menurut
Guillermo O'Donnell, bila konsolidasi rezim itu sudah tercapai, maka sudah kemungkinan besar
stabilitas rezim juga akan dapat berkelangsungan.
Namun beruntung bagi Indonesia - tidak seperti yang terjadi di Spanyol - karena pihak
militer yang saat itu dipimpin oleh Panglima Wiranto menerima proses reformasi dan
demokratisasi di Indonesia, hampir seluruh loyalis Presiden Soeharto yang duduk di posisi-posisi
penting setuju untuk melakukan konsolidasi demokrasi dengan kelompok reformis, salah satu
hasilnya adalah dihapusnya Dwifungsi ABRI (tentara sebagai alat pertahanan sekaligus sosial-
politik) dan dipecahnya Kepolisian Republik Indonesia dari ABRI, dan ABRI sendiri kemudian
berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
3. Tantangan Demokrasi
Proses konsolidasi demokrasi di Indonesia juga didukung dengan pertumbuhan ekonomi
yang membaik pasca reformasi setidaknya dalam ekonomi makro, seperti pertumbuhan
investasi, kerjasama perdagangan luar negeri, dan sebagainya. Tetapi yang menjadi tantangan
adalah kebangkitan ekonomi makro di Indonesia ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi mikro, perekonomian rakyat dari kalangan menengah ke bawah belum cukup terasa.
Selain itu menurut Fuad Bawazier, perekonomian Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh
hutang luar negeri, ditambah lagi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, dan sebagainya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_di_Indonesia - :~:text=Demokrasi%20di%20Indonesia
%20adalah%20suatu,Mohammad%20Hatta%2C%20dan%20Soetan%20Sjahrir.
ARTIKEL HAK DAN KEWAJIBAN
Warga negara merupakan setiap orang yang menurut undang-undang kewarganegaraan termasuk
warga negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), warga negara adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu. Pada pasal 26 UUD 1945, yang menjadi
warga negara adalah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU
sebagai warga negara. Syarat-syarat menjadi warga negara ditetapkan dengan UU.
Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), kewarganegaraan hubungan antara individu dan
negara. Di mana individu berutang budi dan pada gilirannya berhak atas perlindungan.
Kewarganegaraan menyiratkan status kebebasan dengan tanggung jawab yang menyertainya. Warga
negara memiliki hak, tugas, dan tanggung jawab.
Secara umum, hak politik penuh, termasuk hak untuk memilih dan memegang jabatan publik,
didasarkan atas kewarganegaraan. Tanggung jawab kewarganegaraan yang biasa adalah kesetiaan,
perpajakan, dan dinas militer. Kewarganegaraan adalah bentuk kebangsaan yang paling istimewa.
Dikutip dari situs kementerian luar negari (kemenlu), di Indonesia tentang kewarganegaraan sudah
tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI. UU
tersebut pengganti UU Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU Nomor62 tahun 1958. Karena sudah tidak
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Warga negara di
Indionesia akan diberikan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini berdasarkan kabupaten, provinsi, tempat
terdaftar sebagai penduduk. Mereka juga akan diberikan nomor identitas, yakni Nomor Induk
Kependudukan (NIK).
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/03/170000469/hak-dan-kewajiban-warga-negara-
indonesia
ARTIKEL IDENTITAS NASIONAL
IDENTITAS NASIONAL
Setiap negara pasti memiliki suatu identitas yang membedekan dengan negara lainnya. Identitas
tersebut dikenal sebagai identitas nasional. Dilansir dari buku Pendidikan Kewargenagaraan (2020) karya
Damri dan Fauzi Eka Putra, identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara filosofi membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan karena identitas nasional
dibuat, dibentuk, dan disepakati oleh suatu warga bangsa sebagai idetitasnya. Sementara bersifat
sekunder karena identitas nasional lahir belakangan jika dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan
yang telah memiliki identitas primer yang berbeda-beda.
Identitas nasional erat kaitannya dengan bagaimana suatu bangsa terbentuk secara historis.
Bentuk identitas nasional bangsa Indonesia Identitas nasional bangsa Indonesia tercipta dari berbagai
nilai-nilai kultural suku bangsa yang ada di setiap daerah. Nilai-nilai kultural tersebut kemudian
dihimpun menjadi satu kesatuan yang akhirnya membentuk identitas nasional bangsa Indonesia.
Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Rosmawati dan Hasanal Mulkan,
dijelaskan bentuk- bentuk identitas nasional bangsa Indonesia, yaitu:
Bahasa nasional atau bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia.
Bendera negara, yaitu Sang Merah Putih.
Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya.
Lambang negara, yaitu Garuda Pancasila.
Semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Dasar falsafah negara, yaitu Pancasila. Konstitusi negara, yaitu UUD 1945.
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Konsepsi Wawasan Nusantara.
Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional.
Bagi bangsa Indonesia, identitas nasional merupakan hal yang sangat penting karena telah memiliki
dasar yang sangat kuat, berupa pancasila dan UUD 1945.
Lebih lanjut, Muhammad Ridha Iswardhana dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (2020), menjelaskan pentingnya identitas nasional bagi bangsa Indonesia, yaitu:
Menunjukkan keberadaan dan eksistensi bangsa Indonesia.
Menjadi penciri yang mudah dikenali dan membedakan dalam pergaulan antar bangsa
(hubungan internasional).
Melindungi jadi diri bangsa dan negara Indonesia seiring dengan adanya tantangan globalisasi.
Menjaga eksistensi negara dalam hubungan internasional. Maksudnya adalah identitas nasional
yang terwakili oleh negara maupun masyarakat Indonesia dalam interaksi berbagai bidang
mampu menunjukkan bahwa negara Indonesia benar-benar terwujud.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/26/175837669/identitas-nasional-bangsa-
indonesia
ARTIKEL SISTEM HUKUM
Setiap negara, termasuk Indonesia memiliki sistem hukum untuk mengatur pemerintahannya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem adalah perangkat unsur secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. Sementara hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.
Dalam buku Sistem Hukum Indonesia: Ketentuan-ketentuan hukum Indonesia dan Hubungannya
(2018) karya Handri Raharjo, sistem hukum adalah sebuah tatanan hukum yang terdiri dari beberapa
sub sistem hukum yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan lain. Di mana untuk mencapai
sebuah tujuaan yang sama, yaitu terwujudkan keamanan, ketertiban, dan keadilan.
Pada mulanya hukum hanya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum publik (hukum tata negara,
hukum administrasi negara, hukum pidana) dan hukum privat (hukum perdata dan hukum dagang). Tapi
seiiring perkembangan zaman batas-batas antara hukum publik dan hukum privat semakin kabur.
Namun dalam pembentukannya peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh
sistem hukum adat dan sistem hukum Islam. Hal tersebut wajar, mengingat hukum merupakan sebuah
sistem yang tersusun atas sejumlah bagian yang masing-masing juga merupakan sistem yang dinamakan
subsistem. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat subsistem hukum perdata, hukum pidana, maupun
hukum tata negara.
Negara hukum menurut Eropa Continental, yakni:
Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia
Pembagian kekuasaan
Pemerintah berdasarkan undang-undang
Adanya Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia Negara Hukum
Indonesia merupakan negara hukum. Ini tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat tiga yang berbunyi
Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dianut Indonesia adalah negara hukum
yang senentiasa mempertimbangkan segala tindakan pada dua landasan. Yakni, dari segi kegunaan atau
tujuannya dan dari segi landasan hukumnya.
Dalam buku Pengantar Hukum Indonesia (2016) karya Hanafi Arief, sejarah hukum di Indonesia
pada masa sebelum kemerdekaan dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum
Civil Law yang disebabkan penjajahan Belanda. Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17 Agustus
1945 antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum barat dan sistem hukum asli
(hukum adat).
Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, hukum yang digunakan untuk menyelesaikan setiap
sengketa yang terjadi di masyarakat mengggunakan hukum adat. Pada masa itu hukum adat
diperlakukan hampir seluruh masyarakat Indonesia. Setiap daerah mempunyai hukum adat yang
berbeda. Hukum adat sangat ditaati masyarakat masa itu, karena mengandung nilai-nilai keagamaan,
kesusilaan, tradisi dan kebudayaan yang tinggi. Namun hukum adat kemudian berangsung tergeser
disebabkan adanya gagasan diberlakukannya kodifikasi hukum barat secara efektif sejak 1848. Pada
1848, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang, kitab undang-undang
hukum acara perdata dan acara pidana berlaku bagi penduduk Belanda di Indonesia.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/13/140000869/sistem-hukum-di-indonesia?
page=all
ARTIKEL GEOPOLITIK INDONESIA
GEOPOLITIK INDONESIA
geopolitik atau Geopolitics berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal dari
bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia artinya urusan. Di
Indonesia, Geopolitik juga di sebut dengan wawasan nusantara. Pandangan geopolitik ini berlandaskan
pada pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan nusantara mempunyai latar
belakang, kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional
Indonesia.
Aspek Kesejarahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang diwarnai
oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan
bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa
Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa
Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan
menjaga wilayah kesatuan Indonesia.
Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan
kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun
sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi
kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina
kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
Pemikir Geopolitik
Friederich Ratzel (1844 - 1904) dengan Teori Ruang. Ia menyatakan "bangsa yang berbudaya
tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah
bangsa yang primitif". Pendapat ini dipertegas oleh Rudolf Kjellen (1864 - 1922) dengan Teori
Kekuatan yang mengatakan bahwa "negara adalah kesatuan politik yang menyeluruh serta
sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas.
Karl Haushofer (1869 - 1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada hakikatnya
dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan dipimpin oleh negara unggul.
Isi teori pan regional adalah:
1. Lebensraum (ruang hidup) yang cukup.
2. Autarki (swasembada).
3. Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia India, dan
Pan Eropa Afrika.
Sir Halford Mackinder (1861 - 1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland). Teorinya
berbunyi "siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island".
Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia Tengah, sedangkan World
Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan ini merupakan kawasan vital
minyak bumi dan gas dunia.
Sir Walter Raleigh (1554 - 1618) dan Alfred T. Mahan (1840 - 1914) dengan Teori Kekuatan
Maritim. Isi teorinya adalah:
1. Sir Walter Raleigh mengatakan "siapa yang menguasai laut akan menguasai perdagangan
dunia dan akhirnya akan menguasai dunia".
2. Alfred T. Mahan mengatakan "laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak terdapat
di laut.[2] Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk menjaganya".
Giulio Douhet (1869 - 1930) dan William Mitchel (1879 - 1936) dengan Teori Kekuatan di Udara
mengatakan, "kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan serta
kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara".
Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas(Rimland Theory). Dalam teorinya
tersirat:
1. Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam (rimland), bulan sabit
luar, dan dunia baru (benua Amerika).
2. Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia.
3. Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam percaturan politik
dunia daripada daerah jantung.
4. Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.
5. Bangsa Indonesia.
6. Para pemikir Wawasan Nusantara: Soekarno? Tim perumus Lemhannas? Mochtar
Kusumaatmadja? Munadjat Danusaputra? Siapa lagi? (ini perlu ditampilkan karena geopolitik
Indonesia merupakan pemikiran geopolitik yang khas Indonesia dan khas untuk lingkup
Nusantara, karena itu diberi nama sebagai Wawasan Nusantara atau cara pandang Nusantara.
https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik_di_Indonesia
ARTIKEL GEOSTRATEGI INDONESIA (1)
GEOSTRATEGI DI INDONESIA
Pengertian Geostrategi
Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha dengan
menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik SDM maupun SDA untuk melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan
sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujdkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan
yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang
terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.
Geostrategi merupakan strategi dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara untuk menentukan
kebijakan, tujuan, serta sarana-sarana untuk mencapai tujuan nasional. Geostrategi dapat pula
dikatakan sebagai pemanfaatan kondisi lingkungan dalam upaya mewujudkan tujuan politik. Suatu
strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana utk
mencapai tujuan nasional (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).
Geostrategi Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi
sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini diperlukan utk mewujudkan dan
mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakst majemuk dan heterogen berdasarkan Pembukaan
dan UUD 1945.
Pada awalnya geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang. Di
Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana
tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah
maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi
Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan
masa depan yang lebih baik, lebih aman.
Metode Astagatra
Metode ini merupakan perangkat hubungan bidang-bidang kehidupan manusia dan budaya yang
berlangsung di atas bumi ini dengan memanfaatkan segala kekayaan alam yang dapat dicapai dengan
menggunakan kemampuannya. Model yang dikembangkan oleh Lemhanas ini menyimpulkan adanya
unsur aspek kehidupan nasional, yaitu:
1. TRI GATRA: (tangible) bersifat kehidupan alamiah
a) Letak geografi Negara
b) Keadaan dan kekayaan alam (flora, fauna, dan mineral baik yang di atmosfer, muka
maupun perut bumi) dikelola denga dasar 3 asas: asas maksimal, lestari, dan daya saing.
c) Keadaan dan kemampuan penduduk (jumlah, komposisi, dan distribusi)
Pengembangan konsep geostrategi Indonesia bahkan juga dikembangkan oleh negara-negara yang lain
dengan bertujuan:
a. Menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional, baik yang berbasis pada
aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan hankam maupun aspek-aspek alamiah. Hal ini
untuk upaya kelestarian dan eksistensi hidup negara dan bangsa dalam mewujudkan cita-
cita proklamasi dan tujuan nasional.
b. Menunjang tugas pokok pemerintahan Indonesia dalam:
1.Menegakkan hukum dan ketertiban (law and order),
2.Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity),
3.Terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prospety),
4.Terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial (yuridical justice and social justice),
5.Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri (freedom of the
people).
6.Geostrategi Indonesia sebagai pelaksana geopolitik Indonesia memiliki dua sifat pokok
sebagai berikut:
7.Bersifat daya tangkal. Dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan,
geostrategi Indonesia ditujukan menangkal segala bentuk ancaman, gangguan,
hambatan, dan tantangan terhadap identitas, integritas, serta eksistensi bangsa dan
negara Indonesia.
8.Bersifat development/pengembangan, yaitu pengemabangan potensi kekuatan
bangsa dalam ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam sehingga tercapai
kesejahteraan rakyat.
http://ondyx.blogspot.com/2014/01/pengertian-geostrategi.html
ARTIKEL GEOSTRATEGI INDONESIA (2)
GEOSTRATEGI DI INDONESIA
Definisi Geostrategi
Geostrategi merupakan metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui
proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan
dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih
aman, dan bermartabat.
Geostrategi Indonesia diperlukan dan dikembangkan untuk mewujudkan dan mempertahankan
integritas bangsa dan wilayah tumpah darah negara Indonesia, megingat kemajemukan bangsa
Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah darah negara Indonesia, maka geostrategi Indonesia
dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan
ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi
dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun
dari luar negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia.
Ketahanan Nasional berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,
diantaranya aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan dan keamanan.
Pengertian Geostrategi
Geostrategi adalah strategi bisnis dengan memakai semua keterampilan atau sumber daya sumber daya
manusia dan alam untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan
kehidupan sebuah negara, geostrategis didefinisikan sebagai metode atau aturan yang bertujuan dan
sasaran mewujdkan lewat proses pembangunan yang memberikan arahan mengenai bagaimana
membuat strategi dan keputusan yang terukur dan terimajinasi untuk masa depan yang lebih baik, lebih
aman serta bermartabat pembangunan .
Untuk Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, lewat proses pembangunan nasional.
Sejarah Geostrategi Di Indonesia
Konsep geo-strategis Indonesia pertama kali dipakai oleh presiden soekarno pada tanggal 10 Juni 1948
di Kotaraja. Tetapi, ide ini kurang dikembangkan oleh pejabat bawahan, karena seperti yang kita tahu
Indonesia kembali diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga kurang berpengaruh. Dan
akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan dari 1950 ,baris perkembangan politik dalam bentuk “Bangsa
dan karakter dan bangunan” yang merupakan bentuk tak langsung dari geostrategis Indonesia mirip
seperti pengembangan jiwa nasional.
Tujuan Geostrategi
1. Menyusun Serta Mengembangkan Potensi Kekuatan Nasional Berdasarkan Aspek Aspek
Ideologi, Politik, Sosial, Budaya, dan Juga Alam. Hal tersebut untuk keberadaan kehidupan dan
upaya pelestarian Negara dan Bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi serta tujuan
nasional.
2. Menunjang tugas utama pemerintah Indonesia :
a. Hukum dan juga Ketertiban (law and order).
b. Peningkatan kesejahteraan dan juga kemakmuran (welfare and prosperity).
c. Pelaksanaan pertahanan dan juga keamanan (defense and prosperity).
d. Realisasi keadilan hukum dan juga keadilan sosial (yuridical justice & social justice).
e. Ketersediaan dari masyarakat kesempatan untuk mengekspresikan diri (freedom of the
people).
Faktor-faktor Geostrategi
1. Pengalaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Pengalaman Negara Sedang Berkembang (NSB) dalam rangka pembangunan nasional, dengan
hasil ketidak seimbangan pembangunan fisik serta nonfisik.
3. Perang dingin (pasca PD II) antara Blok Timur (negara sosialis) melawan Blok Barat (negara
liberal) dan berkembang Teori Domino yang menyatakan jika salah satu negara masuk atau
dikuasai oleh blok Timur, maka tetangganya akan bergabung (cepat ataupun lambat).
4. Tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan pada periode pembangunan lebih kompleks,
penuh ketidak pastian daripada pada masa Perang Kemerdekaan.
https://duniapendidikan.co.id/geostrategi-indonesia/
ARTIKEL DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
Dasar negara mempunyai kedudukan sebagai norma hukum tertinggi di negara kita yang
mengatur hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia, dan manusia dalam menjalankan hidupnya sehari-hari. Letak hubungan dasar negara
dengan konstitusi adalah dari aturan dasar tersebut akan dibentuk keseluruhan sistem
ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang mengatur pemerintahan suatu negara,
salah satunya adalah konstitusi atau UUD.
Hubungan antara pancasila dan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita dan tujuan
negara yang terdapat dalam pembukaan UUD suatu negara. Secara ringkas tapi cukup lengkap,
berikut ini penjelasannya.
1. Secara Yuridis
Hubungan dasar negara dengan konstitusi bahwa konstitusi mengandung pokok-pokok pikiran
dasar negara yang berwujud pasal-pasal.
2. Secara Filosofis
Konstitusi didasarkan pada filosofi bangsa tersebut yang berakar pada budaya bangsa.
3. Secara Sosiologis
Konstitusi bisa memuat nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang bersumber dari dasar
negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Hubungan dasar negara dengan Pembukaan UUD 1945 dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Falsafah dasar negara Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945
yang merupakan uraian detail dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 45 adalah suatu kebulatan yang
utuh dan tersusun secara teratur dan bertingkat. Sila yang satu menjiwai sekaligus
meliputi sila yang lain secara bertingkat.
3. Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah terlahir menjadi Proklamasi Kemerdekaan RI 17
Agustus 1945 tercermin dalam pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan
UUD 1945.
4. Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila mesti bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan
pasal-pasal UUD 45.
Sedangkan hubungan mengenai dasar negara dengan pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai
berikut:
https://www.yuksinau.id/hubungan-dasar-negara-dengan-konstitusi/