Anda di halaman 1dari 29

KONSEP KESEHATAN PRIA DEWASA (DIABETES MELITUS)

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah :


KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Disusun Oleh:
Kelompok 1 (A 2018 1)

Ahmad Nuzul Aditya (1811112204) Nurul Fadilah (1811110147)


Akladiwa .S. Magribi (1811110185) Novlin Claudi (1811110138)
Amelia Azzahra (1811110229) Novri Awanda (1811110189)
Eka Febrianti (1811110106) Olivia Indarti (1811110013)
Gina Febiola Manalu (1811110230) Rifa Hernita (1811110192)
Hariaty (1811110045) Rika Sasmita (1811110184)
Indah Irmayani (1811110170) Silvia Ananda (1811110234)
Indryani Jovanka (1811110102) Siti Nurjannah (1811110090)
Lispitri Mayang Sari (1811110142) Ulfa Rahmadini (1811110186)
Nailatul Fadillah (1811110086)

Dosen Pengampu:
Ns. Herlina, M. Kep., Sp. Kep Kom

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Kesehatan Pria Dewasa
(Diabetes Melitus)”. Pada kesempatan ini, izinkan kami mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
secara materi maupun pikirannya.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
pada Semester Genap (VI) Fakultas Keperawatan Jurusan Ilmu Keperawatan tahun ajaran
2020/2021.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca
dan pengalaman bagi kami, semoga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 22 Februari 2021

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 6
A. Konsep Kesehatan Pria Dewasa ......................................................................... 6
B. Masalah Kesehatan yang Cenderung Pada Kelompok Pria Dewasa .................. 7
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Pada Pria Dewasa ...... 13
D. Prinsip, Strategi, dan Intervensi Keperawatan (Promosi Kesehatan) Pada Masalah
Kesehatan Pria Dewasa di Komunitas................................................................ 15
E. Tingkat Pencegahan Pada Kesehatan Pria Dewasa di Komunitas...................... 18
F. Kebijakan Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Pria Berdasarkan
Kementrian Kesehatan RI .................................................................................. 22
G. Peran Perawat Dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Komunitas ............ 25
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 27
A. Kesimpulan......................................................................................................... 27
B. Saran ................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang di produksi secara efektif (Kemenkes Republik Indonesia, 2014). Prevalensi
diabetes melitus dari seluruh penduduk dunia mencapai sekitar 451 juta orang dan sekitar
5 juta orang meninggal dunia. Indonesia menempati peringkat ke-8 di dunia dengan
jumlah sekitar 10 juta orang dan 114 ribu orang meninggal dunia (International Diabetes
Federation (IDF), 2017). Prevalensi diabetes melitus di Provonsi Riau sebesar 1,2 %
atau 49.285 orang (kemenks RI,2014). Sementara itu, diabetes melitus menempati posisi
ke-3 dalam sepuluh penyakit terbesar yang ada di kota Pekanbaru dengan prevalensi
pada tahun 2017 berjumlah 11.329 orang (Dinkes Kota Pekanbaru, 2018).
Di Indonesia masalah disfungsi seksual sering di abaikan dari segi diagnostik,
meskipun dapat mempengaruhi kehidupan pasien DM baik secara psikis maupun fisik.
Disamping karena kejadian ini jarang dikeluhkan klien dan juga sulit dinilai secara
diagnostik.
Diabetes melitus merupakan penyakit jangka panjang yang apabila diabaikan
akan menimbulkan komplikasi. Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) tahun 2014 menunjukan bahwa pengendalian diabetes melitus yang baik dapat
mengurangi komplikasi kronik diabetes melitus antara 20-30%. Maka hal utama yang
perlu dilakukan adalah pengendalian diabetes melitus dengan pedoman empat pilar yang
terdiri dari edukasi, terapi nutrisi (diet), latihan jasmani (olahraga), dan terapi
farmakologi (Perkumpulan Endokrinologi Indonesa, 2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep kesehatan pria dewasa?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada pria dewasa?
3. Bagaimana pencegahan masalah kesehatan pada pria dewasa?
4. Bagaiamana prinsip, strategi dan intervensi keperawatan (promosi kesehatan) pada
masalah kesehatan pria dewasa di komunitas?

4
5. Bagaimana kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan pria
dewasa berdasarkan Kemenkes RI?
6. Apa peran perawat dalam menanggulangi masalah kesehatan pria dewasa di
komunitas?
7. Apa pengertian dari diabetes melitus?
8. Bagaiamana etiologi diabetes melitus?
9. Apa saja menifestasi klinis diabetes melitus?
10. Bagaimana cara kita untuk mencegah terjadinya diabetes melitus?
11. Apa tindakan yang harus dilakukan pada klien dengan diabetes melitus?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep kesehatan pria dewasa.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pada pria dewasa.
3. Mengetahui pencegahan masalah kesehatan pada pria dewasa.
4. Mengetahui prinsip, strategi dan intervensi keperawatan (promosi kesehatan) pada
masalah kesehatan pria dewasa di komunitas.
5. Mengetahui kebijakan kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan pria
dewasa berdasarkan Kemenkes RI.
6. Mengetahui peran perawat dalam menanggulangi masalah kesehatan pria dewasa di
komunitas.
7. Mengetahui pengertian dari diabetes melitus.
8. Mengetahui etiologi diabetes melitus.
9. Mengetahui menifestasi klinis dari diabetes melitus.
10. Mengetahui penatalaksanaan penyakit diabetes melitus.
11. Mengetahui pencegahan dari penyakit diabetes melitus.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Kesehatan Pria Dewasa


1. Definisi Kesehatan Pria Dewasa
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan
pria dewasa adalah seorang pria yang tumbuh menjadi sesuatu yang sempurna. Masa
dewasa dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat perubahan-
perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan
reproduktif.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kesehatan pria dewasa adalah keadaan seorang
pria yang berusia dimulai dari 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, dimana
keadaannya sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial serta seorang pria tersebut
mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

2. Pencegahan Masalah Kesehatan Pada Pria Dewasa


Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan pada
pria dewasa dapat dilakukan dengan cara menghindari kebiasaa buruk dan mengubah
gaya hidup seperti :
a) Hindari Kebiasaan Merokok
Pada pria dewasa yang merupakan perokok aktif, sebaiknya untuk segera berhenti
merokok, jika merasa kesulitan bisa diajarkan berbagai macam metode yang
paling efektif untuk dilakukan. Sedangkan pada pria dewasa yang perokok pasif
juga sama berbahayanya dengan perokok aktif maka sebisa mungkin menghindari
paparan asap rokok, polusi udara, dan bahan kimia untuk mencegah timbulnya
risiko penyakit paru-paru dan jantung.
b) Asupan Makanan yang Bernutrisi
Batasi konsumsi makanan kemasan yang tinggi kandungan gula, garam, lemak,
zat aditif, dan kalori yang berlebihan. Pada pria dewasa sebaiknya dapat
mengatur pola makan seimbang dengan mengonsumsi makanan bernutrisi seperti
sayuran, buah-buahan, produk gandum, makanan tinggi serat, dan sumber protein

6
seperti daging bebas lemak atau ikan. Selain itu juga perlu mempertimbangkan
konsumsi multivitamin suplemen harian untuk menjaga kesehatan pria.
c) Olahraga
Olahraga merupakan aktivitas yang sangat penting dilakukan oleh individu
manapun. Selain dapat mengontrol berat badan, olahraga juga menurunkan risiko
penyakit jantung, stroke, dan beberapa penyakit lainnya. Untuk olahraga ini
biasanya dilakukan selama 75-150 menit per minggu untuk berolahraga dan
memperkuat otot tubuh.
d) Jaga Berat Badan Ideal
Obesitas dapat meningkatkan risiko timbulnya masalah kesehatan pada pia,
seperti DM tipe 2, penyakit jantung, dan stroke. Sangat penting dalam
menurunkan berat badan dan menjaga dalam kondisi ideal ini. Hal yang bisa
dilakukan dalam mengatasi obesitas serta menjaga badan dalam kondisi ideal ini
adalah dengan menjaga asupan makanan serta rutin berolahraga.
e) Kelola Stress
Stress dapat disebabkan oleh masalah pekerjaan, keuangan, hubungan dengan
pasangan dan sebagainya. Tubuh yang merespons stress dapat menimbulkan
berbagai dampak kesehatan, seperti mempengaruhi detak jantung hingga fungsi
otak. Hal yang dapat dilakukan untuk mengelola stress yaitu dengan cara memilih
makanan sehat, berolahraga, istirahat yang cukup serta berkonsultasi dengan
dokter atau psikolog untuk menentukan strategi penanganan stress yang tepat.

B. Masalah Kesehatan yang Cenderung Pada Kelompok Pria Dewasa di Komunitas


(Diabetes Melitus)
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik terjadinya peningkatan kadar gula darah yang tinggi atau
hiperglikemia yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (Perkeni, 2015). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit menahun
degenerative yang ditandai dengan kenaikan gula di dalam darah yang di sebabkan
oleh kerusakan kelenjar pankreas sebagai penghasil hormon insulin sehingga terjadi
gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang dapat menimbulkan
berbagai keluhan serta komplikasi (Irwan, 2018).

7
2. Etiologi Diabetes Melitus
Diabetes Melitus mempunyai beberapa penyebab yaitu :
a) Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pankreas dan perkembangan antibodi
autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.
b) Lingkungan
Stress fisiologis dan emosional meningkatkan kadar hormon stress sehingga
meningkatkan kadar gula darah.
c) Perubahan Gaya Hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup,
menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan
beresiko tinggi terkena diabetes melitus.
d) Usia
Usia di atas 65 tahun cenderung mengalami diabetes mellitus.
e) Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dalam tubuh. Insulin yang
tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolik.

3. Manifestasi Diabetes Melitus


Menurut Black (2014) manifestasi klinis DM adalah peningkatan kadar gula
darah, disebut hiperglikemia, mengarah pada menifestasi klinis umum yang
berhubungan dengan DM. Pada DM tipe 1, onset menifestasi klinis mungkin tidak
ketara dengan kemungkinan situasi yang mengancam hidup yang biasanya terjadi
(misal, ketoasidosis diabetikum). Pada tipe DM tipe 2, onset manifestasi klinis
mungkin berkembang secara bertahap yang klien mungkin mencatat sedikit atau
tanpa manifestasi selama beberapa tahun. Menurut Setiati (2014) manifestasi klinis
DM adalah peningkatan frekuensi buang air kecil (polyuria), peningkatan rasa haus
dan minum (polidipsi), dan karena penyakit berkembang, penurunan berat badan
meskipun lapar dan peningkatan makan (poliphagi).
Manifestasi klinis yang khas pada pria dewasa adalah :
a) Disfungsi Ereksi
Sekitar 75% pria yang menderita diabetes, juga mengalami disfungsi ereksi atau
impoten. Hal ini di sebabkan oleh rusaknya pembuluh darah serta saraf, akibat

8
tingginya kadar gula darah atau gula glukosa. Padahal, kedua bagian tersebut
sangat penting dalam proses ereksi maupun pada kinerja penis secara
keseluruhan.
b) Infeksi Jamur di Area Genital
Infeksi jamur juga bisa terjadi pada pria yang menderita diabetes melitus. Kondisi
ini umumnya di tandai dengan munculnya rasa gatal, merah, dan pembengkakan
pada penis. Selain itu, penis terkena infeksi jamur dan juga akan mengeluarkan
aroma tidak sedap dan terasa nyeri saat berhubungan seksual.
c) Berkurangnya Massa Otot
Kadar gula darah yang tinggi bisa menyebabkan tubuh memecah sel-sel otot dan
lemak, untuk menghasilkan energi. Kondisi ini lebih umum terjadi pada pria yang
menderita DM tipe 1, dan menyebabkan penderitanya jadi lemah.

4. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes.
a) Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b) Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Penatalaksanaan pasien diabetes melitus dikenal 4 pilar penting dalam mengontrol


perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi, terapi
nutrisi, aktifitas fisik, dan farmakologi.

a) Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada

9
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
b) Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
1) Karbohidrat : 60-70%
2) Protein : 10-15%
3) Lemak : 20-25%
c) Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang
relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalas-malasan.

10
d) Farmakologi
1) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita
DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun
hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi
hipoglikemik oral.
2) Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan
penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan
dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat.
Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta
kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada.

5. Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan penyakit DM terdiri dari 4 tingkatan, yakni pencegahan tingkat
dasar (primordial prevention). primary prevention yaitu pencegahan tingkat pertama
yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, secondary prevention atau
pencegahan tingkat kedua yakni meliputi diagnosa dini serta pengobatan yang tepat,
dan Tertiary prevention atau pencegahan tingkat ketiga yang meliputi pencegahan
terhadap terjadinya cacat dan rehabilitasi (Budiarto & Anggraeni, 2013).
a) Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya
hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan
multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah

11
menciptakan prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan
kebarat-baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
b) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang
ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka
yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya :
1) Kelompok usia tua (> 45tahun)
2) Kegemukan (BB(kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kglm2)
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90mmHg)
4) Riwayat keiuarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr
6) Disiipidemia (Trigliserida > 250mg/dl)
7) Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor
tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
c) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama
pengelolaan DM meliputi:
1) Penyuluhan
2) Perencanaan makanan
3) Latihan jasmani
4) Obat berkhasiat hipoglikemik.
d) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

12
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi, dan lain-lain.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Pada Pria Dewasa


1. Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu
sendiri. Perilaku manusia itu mempunyai bentengan yang sangat luas, mencakup
berjalan, berbicara, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal sperti
berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Effendy & Nasrul,
1998).
Perilaku Seseorang Terhadap Sakit dan Penyakit :
Perilaku seseorang terhadap penyakit yaitu bagaimana manusia berespon baik secara
pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi) penyakit dan rasa sakit yang ada pada
dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sebagai
sehubungan dengan penyakit dan rasa sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit,
yaitu :
a) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior).
Misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga, dan sebagainya.
b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk
melakukan pencegahan penyakit misalnya tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan
penyakit kepada orang lain.

2. Perilaku Terhadap Makanan


Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya
sehubungan kebutuhan tubuh kita (Effendy & Nasrul, 1998).

13
3. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Perilaku ini mencakup :
a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen,
manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b) Perilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene,
pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya.
c) Perilaku sehubungan dengan ruangan yang sehat, meliputi ventilasi,
pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

4. Lingkungan Kesehatan
Lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan
yang optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan yang
optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup :
perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan
sampah, pembuangan air kotor (limbah). Adapun yang dimaksud dengan usaha
kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan
lingkungan hidup manusia yang merupakan media yang baik agar terwujudnya
kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya.

5. Keturunan
Secara sederhana, penyakit manusia dapat dibagi ke dalam beberapa kategori,
salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor gen. Penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit herediter atau keturunan.

6. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang
dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan
derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan. Definisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan
tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara

14
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan,
keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-
Undang Kesehatan, pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk
pelayanan kesehatan yaitu :
a) Pelayanan Kesehatan Perseorangan (Medical Service).
Pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri
(self care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang
bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan
pada institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, dan
praktik mandiri.
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Health Service).
Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat
yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu
pada tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan masyarakat tersebut
dilaksanakan pada pusat-pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas.

D. Prinsip, Strategi, dan Intervensi Keperawatan (Promosi Kesehatan) Pada Masalah


Kesehatan Pria Dewasa di Komunitas
1. Strategi
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,
yaitu gerakan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi, yang merupakan pola
kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI, 2006).
a) Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice)
(Natoadmodjo, 2003).

15
b) Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang
menjadi panutan atau idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain,
dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku
tersebut.
c) Strategi advokasi dilakukan dengan melalui pengembangan kebijakan yang
mendukung pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuan-pertemuan
dan kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik kalangan
pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

2. Intervensi
Upaya yang dilakukan harus menekankan pada penatalaksanaan diabetes
secara keseluruhan, seperti edukasi, manajemen nutrisi, aktivitas fisik, pengelolaan
stress yang dikemas dalam bentuk intervensi EMAS. Intervensi juga dilakukan
dengan mengembangkan suatu alat media. Media yang digunakan dalam intervensi
dapat berupa modul pembelajaran dan buku saku diabetes melitus untuk memudahkan
diabetisi mendapatkan informasi kesehatan. Pengembangan modul ini ditujukan untuk
dapat meningkatkan kesadaran diabetisi agar dapat merubah gaya hidup menjadi lebih
sehat sehingga dapat memperbaiki perilaku dalam mengontrol berat badan, lingkar
pinggang, tekanan darah, dan yang paling utama dapat mengontrol kadar gula darah,
sehingga menjadikan diabetisi mampu melakukan pengendalian penyakit diabetes
melitus. Pemberian intervensi, sebagai berikut :
a) Sesi 1
Yang terkait edukasi kesehatan penyakit diabetes melitus dengan metode
menonton video edukasi, diskusi, dan evaluasi buku kerja yang dilaksanakan 1
kali pertemuan pada bulan November minggu pertama (media intervensi : video
edukasi, leaflet atau lembar balik), pelatihan kader kesehatan dalam penerapan
sistem 5 meja posbindu PTM dilakukan1 kali pelatihan dan 2 kali supervisi.
b) Sesi 2 : Skrining Kesehatan
Skrining faktor risiko diabetes melitus dengan metode support group oleh kader
kesehatan kepada masyarakat, re-demonstrasi dan demontrasi pada pelatihan

16
pengisian google form pada kader kesehatan yang dilaksanakan 2 kali pertemuan
pada bulan November minggu kedua dan Januari minggu pertama (media
intervensi : form skrining DM, form google, laptop dan LCD).
c) Sesi 3-5 : Manajemen Nutrisi
Manajemen nutrisi terdiri atas :
1) Makanan sehat dan tidak sehat pasien DM dengan metode permainan kuis
siapa berani dan evaluasi buku kerja yang dilaksanakan 2 kali pertemuan pada
bulan November ketiga dan keempat (intervensi media : power point, gambar
makanan, contoh makanan, sterofoam, panduan permainan, print out ppt,
balpoint dan push pin).
2) Menghitung kebutuhan kalori tubuh dilakukan dengan tutorial yang
dilaksanakan 1 kali pertemuan pada bulan Desember minggu pertama (media
intervensi : buku kerja).
3) Menyusun menu makan sehari dengan metode demonstrasi dan re-demontrasi,
serta evaluasi buku kerja yang dilaksanakan 1 kali pertemuan pada bulan
Desember minggu evaluasi buku kerja Januari minggu ketiga (media
intervensi : buku kerja, food model, piring makananku).
d) Sesi 6-7 : Peningkatan latihan
1) Senam kaki diabetes dengan metode demonstrasi dan re-demonstrasi yang
dilakukan selama 5 kali pertemuan pada bulan Januari minggu pertama, kedua,
ketiga dan Februari minggu pertama dan kedua (intervensi media : leaflet,
kursi, dan koran).
2) Senam cerdik dilakukan bersama kader kesehatan dan masyarakat setiap
minggu sekali (intervensi mediac: sound system, musik senam cerdik gerakan
Kota Depok).
e) Sesi 8
Relaksasi otot progresif dan terapi musik dilakukan dengan metode
pendampingan perawat spesialis keperawatan komunitas selama 5 kali pertemuan
pada bulan Februari minggu ketiga sampai Maret minggu ketiga (intervensi
media : leaflet, musik instrumental "the give angels" dan sound system).

17
Dalam perencanaan makanan, standar yang disarankan adalah makanan
dengan komposisi karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%. Jumlah
kandungan kolesterol disaran <300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid) seperti alpukat,
kacang-kacangan, minyak zaitun, dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty
Acid) seperti minyak jagung, biji bunga matahari, kacang kedelai, dan asam lemak
jenuh, seperti daging sapi, kambing, keju, mentega cream, margarin. Kegiatan jasmani
merupakan kegiatan ragawi yang bertujuan untuk membantu kelancaran proses
metabolisme dalam tubuh. Frekuensi yang dianjurkan 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit. Prinsip yang dianut adalah kegiatan jasmani adalah terus
menerus, teratur, ada kemajuan kekuatan dan kemajuan ketahanan tubuh. Intervensi
Farmakologis dimaksudkan untuk mengendalikan kadar glukosa dengan
menggunakan obat. Obat yang umum digunakan adalah obat hipoglekimia oral
(OHO), yang berfungsi untuk memicu sekresi insulin, menambah sensitivitas terhadap
insulin dan penghambat absorbsi glukosa.

E. Tingkat Pencegahan Pada Kesehatan Pria Dewasa di Komunitas


1. Prevensi Primer
Ditujukan bagi orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni
mereka yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita. Perawat komunitas
harus mengenalkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya dan upaya
yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Pencegahan primer merupakan pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umunya, mencakup area penanganan yang sangat
luas, termasuk nutrisi, kebersihan, sanitasi, imunisasi, perlindungan lingkungan, dan
pendidikan kesehatan umum. Penelitian tentang penyebab munculnya berbagai
masalah kesehatan merupakan dasar dari upaya pencegahan primer.

2. Prevensi Sekunder
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat
kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan. Bertujuan untuk
mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan
memberikan intervensi keperawatan sejak awal penyakit. Sejak awal sudah harus

18
diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai dan pengelolaannya secara mandiri memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Sistem rujukan yang baik akan sangat
mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan.

3. Prevensi Tersier
Merupakan kegiatan yang menekankan pada pengembalian individu pada
tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga. Apabila sudah
muncul penyulit menahun, maka perawat komunitas harus berusaha mencegah
terjadinya kecacatan atau komplikasi lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini
mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam keperawatan


komunitas dapat digunakan pada tahap sebelum terjadinya suatu penyakit
(Prepathogenesis Phase) dan pada tahap Pathogenesis Phase.
1. Prepathogenesis Phase
Pada tahapan ini yang dapat digunakan melalui kegiatan primary prevention
atau pencegahan primer. Pencegahan primer ini dapat dilakukan selama fase pre
pathogenesis terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Pencegahan dalam arti
sebenarnya yaitu, terjadinya sebelum sakit atau ketidakfungsian dan di aplikasikan ke
dalam populasi sehat pada umumnya. Pencegahan primer merupakan suatu usaha agar
masyarakat yang berada dalam stage of optimum health tidak jatuh kedalam stage
yang lain dan yang lebih buruk. Pencegahan primer ini melibatkan tindakan yang
diambil sebelum terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek promosi
kesehatan dan perlindungan.
Dalam aspek promosi kesehatan, pencegahan primer berfokus pada
peningkatan kesehatan secara keseluruhan dari mulai individu, keluarga, dan
kelompok masyarakat. perlindungan kesehatan ini ditujukan untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan yang spesifik. Misalnya, imunisasi adalah ukuran
pelindung untuk penyakit menular tertentu. Aspek perlindungan kesehatan dari
pencegahan primer ini juga dapat melibatkan, mengurangi atau menghilangkan faktor
risiko sebagai cara untuk mencegah penyakit. Primary prevention dilakukan dengan
dua kelompok kegiatan yaitu :

19
a) Health Promotion atau peningkatan kesehatan
Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa kegiatan,
sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan atau health education
2) Penyuluhan kesehatan masyarakat, seperti penyuluhan tentang masalah gizi
3) Pengadaan rumah yang sehat
4) Pengendalian lingkungan masyarakat
5) Program P2M (Pemberantasan Penyakit Tidak Menular)
b) General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus)
Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus dan
umum terhadap seseorang atau masyaraka, antara lain :
1) Hygine perseorangan
2) Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan
3) Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja
4) Perlindungan diri dari Karsinogen, toxic, dan allergen

2. Pathogenesis phase
Pada tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan pencegahan yaitu :
a) Secondary prevention (pencegahan sekunder)
Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang sakit, dengan dua
kelompok kegiatan :
1) Early diagnose (diagnosis and prompt treatment awal dan pengobatan segera
atau adekuat), antara lain melalui : pemeriksaan kasus dini (early case
finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up), pemeriksaan missal
(mass screening), survey terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey,
school survey, household survey), kasus (case holding), pengobatan adekuat
(adekuat treatment).
2) Disability limitation (pambatasan kecacatan) penyempurnaan dan intensifikasi
terhadap terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan,
penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain. Pada pencegahan level ini
menekankan pada upaya penemuan kasus secara dini atau awal dan
pengobatan tepat atau “early diagnose and prompt treatment”. Pencegahan
sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa inkubasi) yang

20
dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat
timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan
intervensi yang tepat untuk menghambat prosespatologik (proses perjalanan
penyakit) sehingga akan dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat
keparahan atau keseriusan penyakit.
b) Tertiary Prevention (pencegahan tersier)
Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit serta
mengalami kecacatan antara lain :
1) Pendidikan kesehatan lanjutan
2) Terapi kerja (work therapy)
3) Perkampungan rehabilitsi sosial
4) Penyadaran terhadap masyarakat
5) Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat
Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau ketidakmampuan
terjadi penyembuhan sampai stabil atau menetap atau tidak dapat diperbaiki
(irreversaible). Dalam pencegahan ini dapat dilaksanakan melalui program
rehabilitas untuk mengurangi ketidakmampuan dan meningkatkan efisiensi hidup
penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi aspek medis dan sosial. Pencegahan
tersier dilaksanakan pada fase lanjut proses patogenesis suatu penyakit atau
gangguan pada kesehatan. Penerapannya pada upaya pelayanan kesehatan
masyarakat melalui program PHN (Public Health Nursing) yaitu merawat
penderita penyakit kronis di luar pusat-pusat pelayanan kesehatan yaitu di
rumahnya sendiri.
Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu
diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier tetapi
bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau
kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau
akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah
perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari
upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan
individu kepada tingkat yang optimal dari ketidakmampuannya. Jadi pencegahan
pada tahap pathogenesis ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan

21
masyarakat yang sudah jatuh pada tahap sakit ringan, sakit, dan sakit berat agar
dapat mungkin kembali ke tahap sehat optimum.

F. Kebijakan Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Pria Dewasa


Berdasarkan Kemenkes RI
Dalam kebijakan program Indonesia sehat yang untuk mengatasi masalah
kesehatan, bertujuan untuk membangun manusia Indonesia dari tahun ke tahun menigkat.
Mulai dari bayi dengan memberikan ASI dan imunisasi hingga lanjut usia, dengan
memberikan jaminan sosial. Kebutuhan-kebutuhan pada setiap tahap kehidupan harus
terpenuhi agar dapat mencapai kehidupan yang lebih bermanfaat. Kementrian Kesehatan
akan melakukan penguatan pelayanan kesehatan untuk tahun 2015-2020.
Mankes menjelaskan, Kementrian Kesehatan telah melakukan implementasi e-
catologue pada pengadaan obat dan alat kesehatan di lingkup satuan kerja pemerintah.
Hal ini telah dimulai sejak tahun 2013 untuk obat, dan awal tahun 2014 untuk alat
kesehatan. Ini merupakan wujud nyata tindak lanjut arahan presiden Republik Indonesia
agar pengadaan barang di lingkup pemerintah.
1. Kartu Indonesia Sehat (KIS)
KIS yang diluncurkan tanggal 3 november 2014 merupakan wujud program
Indonesia sehat di bawah Pemerintahan Presiden Jokowi. Program ini untuk :
a) Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapat manfaat
pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan melalui Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
b) Perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) dan Bayi Baru Lahir dari peserta Penerima PBI
c) Memberikan tambahan manfaat berupa layanan preventif, promotif, dan deteksi
dini dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi.

2. Pertemuan Antar Mentri


Tanggal 23 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Mendagri. Ini merupakan
pertemuan pertama antar Menteri Kabinet Kerja. Hasil pertemuan kedua Menteri
adalah Mensosialisasikan JKN melalui asosiasi kepala daerah untuk memperkuat
pembekalan teamwork Nakes yang akan ditempatkan di daerah untuk
menyeimbangkan pelayanan promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif,

22
memperbanyak puskesmas bergerak untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil,
prioritas pembangunan puskesmas di 50 wilayah, membuat surat edaran kepada
kepala daerah untuk mendukung peraturan pemerintah terkait Standar Pelayanan
Mutu (SPM) bidang kesehata, dan integrasi data administrasi kependudukan.
Tanggal 31 Desember 2014 Menkes bertemu dengan Menkominfo. Hasil
pertemuan menyepakati Penguatan SPGDT dengan layanan satu nomor panggil 119
serta pelaksanaan assessment oleh Kemenkominfo terhadap berbagai aplikasi yang
ada di Kemenkes.

3. Nusantara Sehat (NS)


Sebagai bagian dari penguatan pelayanan kesehatan primer untuk mewujudkan
indonesia sehat, Kemenkes membentuk program Nusantara Sehat (NS). Di dalam
program ini dilakukan peningkatan jumlah, sebaran, komposisi, dan mutu Nakes
berbasis pada tim yang memiliki latar belakang berbeda mulai dari dokter, perawat
dan Nakes lainnya (pendekatan Team Based). Program NS tidak hanya berfokus pada
kegiatan kuratif tetapi juga pada promotif dan preventif untuk mengamankan
kesehatan masyarakat dan daerah yang paling membutuhkan sesuai dengan Nawa Cita
membangun dari pinggiran.

Kebijakan Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan (Diabetes


Melitus)
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup yang
tidak baik dan juga disebabkan oleh faktor keturunan. Sering kali, diabetes disebabkan
oleh pola hidup tidak sehat dan faktor keturunan. Apabila seseorang memilih anggota
keluarga dengan riwayat diabetes, maka peluang menderita juga dapat menyebabkan
berbagai komplikasi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan dapat menyebabkan
kematian.
Penderita diabetes melitus atau sering disebut DM di Indonesia setiap tahunya
meningkat, terdapat 425 juta penderita diabetes diseluruh dunia. Indonesia sendiri
menempati jumlah keenam tertinggi dengan penduduk penderita diabetes dengan 10,3
juta penderita pada tahun 2017. Salah satu strategi pemerintah dalam meningkatkan
pembangun kesehatan adalah pemberdayaan dan peningkatan peran masayarakat dalam
bidang kesehatan. Posbindu merupakan peran serta masayarakat dalam melakukan peran

23
serta masayarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko
PTM. Sesuai dengan peraturan pemerintah RI No. 72 Tahun 2012 pasal 2 yaitu
pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan,
upaya kesehatan, dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di bagian kesehatan di bagian
Indonesia.
Masyarakat Indonesia tidak mengetahui mengenai diabetes dan juga tidak
mengetahui mengenai kebijakan yang telah pemerintah buat untuk mengurangi angka
diabetes. Kebanyakan masyarakat Indonesia acuh pada hal yang berkaitan dengan
kesehatan. Kebijakan yang telah dibuat pemerintah mengenai kesehatan sudah sangat
baik hanya saja ada kelemahan yaitu kurangnya pengedukasian serta pengaplikasian dari
kebijakan tersebut. Pemerintah kurang gencar dalam memeberitahukan kebijakan
mengenai kesehatan. Ada baiknya pemerintah membuat sebuah kebijakan mengenai
kesehatan dan selanjutnya kebijakan tersebut aktif diberitahukan kepada masyarakat baik
dalam bentuk media massa ataupun media cetak. Misalnya, pemerintah bekerjasama
dengan berbagai bidang termasuk di bidang pertelevisian dengan membuat iklan atau
sponsor mengenai diabetes melitus tersebut. Serta sebaiknya pemerintah tegas dalam
pencegahan diabetes dan memberdayakan para tenaga medis dalam menurunkan angka
diabetes di Indonesia.
Acuhnya sikap para tenaga medis baik di Puskesmas atau di layanan kesehatan
lainnya, menyebabkan angka diabetes meningkat tiap tahunnya. Ketidatahuan
masyarakat mengenai angka gula darah mereka dan ketidaktahuan masyarakat dalam
mengenali gejala diabetes serta ketidaktahuan masyarakat dalam pencegahan diabetes
membuat angka diabetes meningkat. Diharapkan kelak para pembuat kebijakan
khususnya pemerintah lebih memberdayakan tenaga kesehatan agar tanggap dan peduli
akan kesehatan masyarakat atau pasien pengguna layanan kesehatan serta diharapkan
pembuat kebijakan atau pemerintah juga dapat memberdayakan masayarakat. Sehingga,
angka penderita diabetes ataupun penyakit lainnya menurun dan masyarakat serta tenaga
medis juga tanggap akan kepedulian kesehatan. Kunci utama dari keberhasilan suatu
kebijakan kesehatan adalah menurunnya angka penderita kesakitan ataupun kematian.
Tapi pada kenyataannya, setiap tahunnya angka penderita kesakitan ataupun kematian
meningkat. Diharapkan para pembuat kebijakan ataupun pemerintah lebih bijaksana
dalam membuat suatu kebijakan, baik itu kebijakan kesehatan ataupun kebijakan lainnya.
(Mahendra, B, dkk. 2018).

24
G. Peran Perawat Dalam Menanggulangi Masalah Kesehatan Komunitas
Perawat berpartisipasi dalam mengurangi kesenjangan kesehatan antara minoritas
ras dan etnis, imigran, dan populasi miskin dengan mempromosikan kesehatan, merawat
orang sakit, dan mencegah penyebaran penyakit menular dalam pengaturan yang
beragam termasuk rumah dan masyarakat. Faktor penentu kesehatan termasuk
kemiskinan, kondisi hidup tidak sehat, kurangnya pendidikan, dan lebih sedikit pilihan
pengobatan medis mendorong penyebaran penyakit.
Peran perawat sudah termasuk praktik keperawatan klinis, konsultasi, tindak
lanjut pengobatan, pendidikan pasien, dan pencegahan penyakit. Ini telah meningkatkan
ketersediaan pelayanan kesehatan, mengurangi gejala penyakit kronis, peningkatan
efektivitas biaya, dan peningkatan pelanggan layanan-layanan kesehatan (Kemppainen,
2012). Selain itu, promosi kesehatan oleh perawat dapat menyebabkan banyak hasil
kesehatan positif termasuk kepatuhan, kualitas hidup, pengetahuan pasien tentang
penyakit mereka dan self-management. Namun, karena lapangan yang luas dari promosi
kesehatan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji peran promosi kesehatan
dalam keperawatan. Konsep promosi kesehatan dikembangkan untuk menekankan
praktik berbasis masyarakat promosi kesehatan, partisipasi masyarakat, dan praktik
promosi kesehatan berdasarkan kebijakan sosial dan kesehatan. Namun, studi empiris
menunjukkan bahwa perawat telah mengadopsi pendekatan individualistik dan perspektif
perilaku berubah, dan tampaknya bahwa pengembangan konsep promosi kesehatan
belum dipengaruhi praktik promosi kesehatan praktis oleh perawat.
Peran perawat komunitas dalam menanggulangi masalah kesehatan yaitu dengan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin melalui praktik
keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit disemua tingkat pencegahan. Perawat dalam melaksanakan praktik ke lapangan
melaksanakan atau memberikan asuhan keperawatan di komunitas atau masyarakat
pertama. Orientasi praktik perawat komunitas tidak hanya pada masalah sakit saja tetapi
juga pada masalah sehat, dimana perawat komunitas mengajar kepada masyarakat
bagaimana mengatasi sakit supaya tidak terjadi keparahan dan menjadi sehat dan bagi
yang sehat bagaimana menjaga kesehatan dan meningkatkan kesehatannya. Menurut
Mubarak (2015) peran perawat komunitas dalam mengatasi masalah yaitu :

25
1. Memberikan pedoman dan pembimbing yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.
2. Memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan dibidang kesehatan.
3. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan masalah, komunikasi yang
efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan atau
kebutuhannya sehingga mendapat penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada
akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan.

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin
yang di produksi secara efektif. Diabetes melitus sering muncul dan berlangsung tanpa
timbulnya tanda dan gejala klinis yang mencurigakan, bahkan kebanyakan orang tidak
merasakan adanya gejala. Akibatnya, penderita baru mengetahui menderita diabetes
melitus setelah timbulnya komplikasi. Diabetes melitus tipe 1 yang dimulai pada usia
muda memberikan tanda-tanda yang mencolok seperti tubuh yang kurus, hambatan
pertumbuhan, retardasi mental, dan sebagainya.
B. Saran
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes
melitus, maka penulis ingin memberikan saran antara lain :
1. Bagi Profesi Keperawatan
Meningkatkan riset dalam bidang keperawatan agar pada saat menentukan
perencananaan sera pelaksanaan dalam pemberian asuhan keperawatan lebih tepat dan
lebih spesifik dengan melihat respon pasien dan keluarga pasien.
2. Bagi Institusi
a) Rumah Sakit
1) Menanggapi keluhan pasien dengan segera untuk dilakukan tindakan lanjut.
2) Memperhatikan dalam pembuatan dokumentasi keperawatan, dengan maksud
pendokumentasian bukan bersifat rutinitas.
b) Institusi Pendidikan
1) Meningkatkan proses bimbingan belajar, seperti bimbingan kepada mahasiswa
yang akan melakukan penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Dengan adanya
bimbingan diharapkan target untuk mencapai tujuan dalam penyelesaian tugas
dapat tercapai.
2) Menambah inventaris laboratorium untuk meningkatkan proses belajar.
3) Menambah literatur-literatur baru, untuk mempermudah dalam proses belajar
mengajar maupaun penyelesaian tugas.

27
3. Bagi Penulis
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan lebih cermat dalam mencari literatur
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Black, J M & Jane H H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan, Singapore; Elsevier.
Damayanti, Santi. (2016). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan, Jakarta: Nuha
Medika.
Dermawan, D. (2012). Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Maryadi, D.S. (2014). Ilmu Keperawatan Komunitas. Bandung: CV Yrama Widya.
Mubarak, W. I. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba
Medika.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan pencegahan Diabetes melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI; Jakarta.
Wardhani, Yurika Fauzia, Astridya Paramita. (2015). Pelayanan Kesehatan Mental dalam
Hubungannya dengan Disabilitas dan Gaya Hidup Masyarakat Indonesia (Analisis
Lanjut Riskesdas 2007 dan 2013). 99.

29

Anda mungkin juga menyukai