Anda di halaman 1dari 63

KEPEMIMPINAN

Disusun Oleh :
1. Sudirman Said, SE, Ak, MBA
2. Erni Unggul S. U., SE, M.Si
3. Binti Nikmatul Afdila, S.IP

SAMPUL

SARJANA TERAPAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah memberikan


berkat dan karunia-Nya sehingga Modul Kepemimpinan untuk Mahasiswa Progam
Studi D IV Akuntansi Sektor Publik Politeknik Harapan Bersama Tegal ini dapat
terselesaikan dengan sebaik – baiknya.

Modul ini dibuat sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan perkuliahan


pada mata kuliah Kepemimpinan, dan diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
mempersiapkan materi dengan lebih baik, terarah dan terencana, sehingga
mempermudah mahasiswa dalam memahami materi yang akan dibahas. Sebagai
materi dasar, modul ini bukan satu-satunya sumber pembelajaran; tetapi harus
dijadikan pemicu bagi mahasiswa untuk mencari sumber-sumber pembelajaran
lainnya termasuk buku text, jurnal, dan publikasi popular yang relevan dengan mata
kuliah ini. Diskusi di kelas akan lebih berbobot bila para mahasiswa telah
mempelajari berbagai referensi di atas.

Pada Bab I, mahasiswa akan mempelajari pentingnya kepemimpinan yang


harus dimiliki oleh masing-masing individu. Pada bab ini juga mahasiswa akan
mempelajari, bahwa kepemimpinan tidak sekedar kewenangan, pengambilan
keputusan dan tanggung jawab, tetapi juga inspirasi, pemikir strategis yang memiliki
passion dengan apa yang dilakukan dengan baik bersama orang lain.

Kemudian pada Bab II, mahasiswa akan mempelajari cara mengelola individu
(managing individual) dimana sebagai pemimpin, mereka dituntut untuk bisa
mengelola orang lain, juga harus memahami individu yang ada didalam organisasi
termasuk dirinya sendiri. Diharapkan setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan
tahu dan memahami bahwa motivasi berpengaruh terhadap seluruh aspek kinerja
organisasi.

Selanjutnya pada Bab III, mahasiswa akan mempelajari bagaimana cara


memahami dinamika dan perkembangan kelompok. Diharapkan setelah mempelajari
materi ini, mahasiswa mengetahui jenis – jenis kelompok dalam organisasi,

ii
bagaimana mengelola kelompok sebagai sumber daya organisasi dan mengelola
individu dalam kelompok.

Sedangkan pada Bab IV, pembahasan akan dilanjutkan tentang bagaimana


mengelola organisasi. Dimana pada bab ini akan dibahas tentang atribut dasar dari
organisasi, kontrol, koordinasi dan budaya organisasi, sehingga setelah mempelajari
materi ini, maka diharapkan mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana
membuat sebuah kebijakan, posedur dan aturan yang diterapkan dalam organisasi.

Pengelolaan proses yang ada didalam organisasi akan dibahas dalam Bab V
modul ini. Diharapkan setelah mempelajari materi ini, maka mahasiswa menguasai
komunikasi interpersonal, power dan influences dan cara mengelola konflik dalam
organisasi.

Bab terakhir dari modul ini membahas tentang model penanganan konflik.
Setelah mempelajari materi ini, maka diharapkan mahasiswa mengetahui, memahami
dan mengerti tentang sifat perubahan organisasi dan mengelola resistensi perubahan
yang ada didalam organisasi.

Penyusun menyadari, bahwa dalam pembuatan modul ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan modul ini dimasa yang akan datang.

Akhir kata, peenyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tegal, Februari 2020

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................4
MENGELOLA INDIVIDU.....................................................................................4
BAB III..................................................................................................................11
MENGELOLA KELOMPOK................................................................................11
A. Jenis-Jenis Kelompok.................................................................................12
B. Perkembangan dan Dinamika Kelompok...................................................14
BAB IV..................................................................................................................20
MENGELOLA ORGANISASI..............................................................................20
A. Atribut Dasar Organisasi.............................................................................20
B. Budaya Organisasi......................................................................................25
BAB V....................................................................................................................27
MENGELOLA PROSES.......................................................................................27
A. Komunikasi Interpersonal...........................................................................27
B. Power dan Influences..................................................................................32
C. Konflik dan Pengelolaannya.......................................................................39
BAB VI..................................................................................................................40
MENGELOLA PERUBAHAN.............................................................................40
A. Sifat Perubahan Organisasi.........................................................................40
B. Mengelola resistensi perubahan..................................................................42

iv
Daftar Pustaka........................................................................................................45
LAMPIRAN 1.........................................................................................................47
LAMPIRAN 2.........................................................................................................50
LAMPIRAN 3.........................................................................................................54

v
BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan yang pesat terjadi pada abad 21 ini. Teknologi 4.0 dianggap
menjadi kecenderungan baru dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Teknologi dianggap mampu menggantikan kinerja manusia. Sudah mulai banyak
contoh kerja yang digantikan dengan adanya mesin. Satu contoh yang kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu keberadaan ATM (Anjungan Tunai
Mandiri). Melalui ATM, kita tidak perlu lagi datang ke bank,sehingga dengan
mudah transaksi tarik tunai maupun transfer dilakukan melalui mesin tersebut.
Ibarat komputer yang harus dijalankan, kepemimpinan merupakan
software yang wajib dimiliki oleh komputer. Begitu pula kepemimpinan yang
perlu dimiliki oleh masing-masing individu. Menjadi pemimpin perlu dimulai dari
beberapa tahapan, dari mengelola individu, mengelola kelompok, mengelola
organisasi, mengelola proses, hingga mengelola perubahan.
“We cannot teach our kids to compete with the machines- we have to
teach something unique, so that a machine can never catch up with us.”
Jack Ma
Perbandingan skill yang dibutuhkan sesuai dengan survey yang diadakan
World Economic Forum:

1
Berdasarkan tabel di atas, satu keahlian yang penting untuk disiapkan
adalah Leadership and Social Influence. Meskipun poin ini sangat penting, tetapi
kurikulum di Indonesia belum juga menjadikannyasebagai tambahan kurikulum
atau materi prioritas. Beberapa kampus di Indonesia sudah memiliki mata kuliah
kepemimpinan meski hanya 2 SKS.
Padahal, menurut Levine (2000)1,leadership skill merupakan satu
komponen penting yang menentukan kesuksesan bisnis, pemerintahan, dan
bahkan lingkungan militer. Kemampuan memimpin akan digunakan diberbagai
posisi. Management Study Guide2menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah
fungsi terpenting dari manajemen, untuk memaksimalkan dalam rangka efisiensi
dan untuk mencapai tujuan organisasi.
Keahlian mengelola kini menjadi salah satu kecenderungan, yang
membuat kepemimpinan ditempatkan pada posisi utama bagi para milenial.
Definisi kepemimpinan versi milenial memang berbeda dengan generasi
sebelumnya. Kepemimpinan tidak sekedar kewenangan, pengambilan keputusan,
dan tanggung jawab, tapi juga berkaitan dengan inspirasi, dan pemikir strategis
yang memiliki dedikasi dengan apa yang dilakukan dengan baik bersama orang
lain. Contoh pemimpin milenial ialah Gretta Turnberg, gadis 17 tahun, asal
Swedia, yang memutuskan tidak bersekolah sekali seminggu untuk melakukan
demonstrasi yang menuntut pemerintah Swedia dalam pengurangan emisi karbon.
Tindakan Gretta mendapatkan sambutan yag baik secara global. Ia pun diusulkan
mendapat nobel perdamaian. Apa yang dipertontonkan oleh Gretta menunjukkan
bahwa kepemimpinan bukan semata sebuah posisi, tapi behavior. Itu
ditunjukkan secara konsisten untuk mengkampanyekan pengurangan emisi karbon
untuk mengurangi pemanasan global.
Kepemimpinan tidak hanya pada isu sosial, tapi kepemimpinan juga
dibutuhkan disektor manapun. Tantangan masyarakat semakin berkembang,
1
Levine, Mindy F. (2000). The Importance of Leadership: An Investigation of Presidential Style
at Fifty National Universities. Dissertation Prepared for the Degree of Doctor of Philoshopy.
(Online). University of North Texas. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org/2d50/266a883ff65eabda59f6745bfdcb487279c8.pdf pada 2
januari 2020.
2
Importance of Leadership. (Online). Diakses dari
https://www.managementstudyguide.com/importance_of_leadership.htm pada 2 januari 2020.

2
dalam penyelesaiannya tidak bisa dilakukan oleh satu aktor saja. Misalnya
perubahan iklim, kita memerlukan tokoh bisnis, pemerintahan, serta kelompok
organisasi nirlaba untuk ikut serta dalam kolaborasi mencari solusi. Hingga
nantinya di masa depan juga dibutuhkan kepemimpinan yang disebut oleh
Dominic Barton, Worldwide Managing Director of McKinsey & Company, dalam
Harvard Business Review,sebagai“tri-sector athletes”- Pemimpin yang memiliki
kemampuan dalam mengelola sektor bisnis, pemerintahan, dannirlaba.
Untuk menyiapkan generasi yang memiliki kemampuan itu, maka mata
kuliah ini akan dikerangkai seperti ilustrasi di bawah ini:

Gambar 1. Lingkaran Kepemimpinan

Mata kuliah kepemimpinan dimulai dengan materi untuk mengelola diri


(leading self), mengelola kelompok (leading group), mengelola organisasi
(leading organization), mengelola bisnis (leading business), dan yang terakhir
akan dilengkapi dengan pengetahuan tentang bagaimana mengelola perubahan
(leading changes). Kerangka materi ini diharapkan dapat membuat mahasiswa
mampu menerapkan karakter kepemimpinan serta mendorong adanya perubahan
di berbagai bidang setelah terjun ke masyarakat.

3
BAB II

MENGELOLA INDIVIDU

Pada Bab ini, kita akan mempelajari cara mengelola individu (managing
individual), dengan memahami dan memperdalam bahasan tentang faktor kinerja
individu (Individual Performance Factors). Lingkungan kerja memaksa kita
untuk saling berinteraksi dengan orang lain, secara langsung ataupun tidak.
Interaksi memberikan pengaruh pada kinerja organisasi. Dalam kaitannya dengan
organisasi, interaksi juga dipengaruhi oleh workforce diversity (Laabs, 1993) atau
keberagaman lingkungan kerja.
Pemimpin selain mengelola orang lain, harus mampu memahami individu
yang ada di dalam organisasi termasuk dirinya sendiri. Performance atau kinerja
dari seseorang merupakan akumulasi dari atribut pribadi yang menempel pada
individu, ditambah dengan usaha dalam mengerjakan sesuatu dan ditunjang oleh
dukungan organisasi.

Performance = Individual Attributes X Work Effort X Org. Support

Ketiga faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Berikut


penjelasan masing-masing komponen:
- Individual attributes dibagi menjadi beberapa hal:
a. Demographic or Biographic Characteristic.Variabel-variabel yang
sudah melekat pada diri seseorang seperti jenis kelamin danetnik.
b. Competency Characteristic. Isu utama yang berkaitan dengan
kapabilitas untuk belajar sesuatu (aptitude)dan kapasitas untuk
memiliki kinerja dari beragam tugas untuk kerja yang
diberikan(ability). Kemampuan atau ability ini beragam jenisnya:
kemampuan untuk memahami penggunaan bahasa tulis dan lisan
secara efektif (verbal ability), kemampuan secara cepat dan akurat
menyelesaikan permasalahan kuantitatif (quantitative ability),
kemampuan untuk berfikir baik secara induktif (khusus ke umum)

4
maupun deduktif (umum ke khusus) untuk memecahkan permasalahan
(reasoning ability), dan kemampuan untuk mengenali tata letak objek
secara akurat (spatial ability).
c. Personality Characteristic. Schermerhorn,dkk (2003,65) menyatakan
bahwa personality adalah keseluruhankarakter alami yang ada pada
seseorang. Personality dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun
saat proses menjadi dewasa, kestabilan sifat masing-masing individu
dipengaruhi juga oleh faktor genetik dan lingkungan (Hopwood dkk,
2011).
Pesonality dalam perkembangannya, muncul Teori Kepribadian
Lima Besar (Big Five Personality Dimensions):
- Extraversion, kepribadian yang mudah bersosialisasi (Sociable),
senang bergaul (outgoing), serta memiliki kepekaan dalam
menanggapi lingkungan (assertive).
- Agreeableness, kepribadian yang memiliki kecenderungan lebih
patuh dengan individu lainnya dan menghindari konflik. Tipe ini
dapat bekerjasama (cooperative) dan penuh kepercayaan (trust).
- Conscientiousness, kepribadian ini memiliki tingkat kehati-hatian
untuk mengambil tindakan. Karakter ini memiliki rasa tanggung
jawab (responsible), dapat diandalkan (dependable), dan persisten
(Persistent).
- Emotional Stability, kepribadian yang memiliki kestabilan emosi,
individu ini akan cenderung tenang (relaxed) dalam menghadapi
masalah dan berpendirian teguh. Tipe ini dalam sumber lain juga
disebut dengan neurotisme.
- Openness to Experience, individu memiliki ketertarikan dan
keinginan untuk mempelajari hal baru. Oleh karena itu, individu ini
akan cenderung imajinatif, memiliki ingin tahu lebih, dan memiliki
pemikiran yang luas (broad-minded).
Untuk mengetahui kecenderungan yang terjadi, kita bisa mengikuti tes
secara daring di internet. Hasil dari tes bukan untuk mengatakan A

5
lebih baik dari B. Pemahaman atas perbedaan individu membuat siklus
kinerja lebih mudah memahami. Jika ada A yang memiliki karakter
Openness to Experience, dia akan dipahami oleh orang lain cenderung
suka mengajukan pertanyaan.
Dalam penelitian Saragih (2015,37) individual attributes yang
ditemukan menjadi faktor penting dalam perubahan yang ada di Kereta
Api Indonesia (KAI). Individual attributes itu: nilai spiritual,
pendidikan, keluarga, lingkungan sosial, dan pengalaman hidup dalam
bekerja. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancaranya menjadi faktor
pendorong yang sangat signifikan dalam menyiapkan perubahan. Kalau
kita mengingat kereta api di zaman dahulu, memang mengalami
perubahan yang signifikan. Dahulu, kita sering melihat penumpang
kereta yang duduk di atas kereta karena terlalu penuh, pedagang
asongan dan penjual makanan di dalam stasiun bahkan ada yang masuk
ke dalam kereta, serta kondisi kereta yang sangat kotor. Namun dengan
karakter masing-masing yang ada di dalam KAI, hal itu menjadi
variabel penting pada kinerja masing-masing individu.

- Work Effort
Upaya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaan. Ini merupakan
faktor kedua yang mempengaruhi kinerja individu. Meskipun setiap individu
dalam kelompok sudah memiliki individual attribute yang baik, namun jika
tidak memiliki keinginan performyang meningkat, maka kinerjanya tidak
menjadi baik. Faktor ini akan sangat berkaitan dengan motivasi dalam bekerja.
Motivasi (Schermenhorn dkk, 2003, 102) merupakan dorongan individu
untuk memberikan pilihan, usaha, maupun persistensi dalam melakukan
sesuatu dalam durasi yang lama dengan kualitas yang baik. Setiap individu
memiliki perbedaan dalam melakukan sesuatu, sehingga menurut Varma dalam
penelitiannya yang berjudul “Importance of Employee Motivation and Job
Satisfaction for Organization Performance”, berpendapat bahwa motivasi
internal dari pekerja dan motivasi eksternal perlu diidentifikasi dan dievaluasi.

6
Yusoff (2013, 18) menyatakan pendapatnya bahwa level motivasi ditunjukkan
oleh seorang individu atau tim dalam mengerjakan tugas akan mempengaruhi
seluruh aspek dari kinerja organisasi.
Satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisa motivasi dalam
bekerja adalah Maslow’s Need Hierarchy Theory. Teori ini menjelaskan lima
level yang perlu dipenuhi dalam setiap individu. Level tersebut seperti yang
ada pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Teori Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory)

Dalam teori ini, kebutuhan manusia level pertama yaituphysiological


needs, adalah kebutuhan fisik yang berbentuk kebutuhan makan, minum,
tempat tinggal, dan pakaian. Level ke 2, safety needs, kebutuhan rasa aman ini
berkaitan dengan keamanan personal, pekerjaan, kesehatan, dan kepemilikan.
Level ke 3, love and belonging adalah rasa cinta dan kasih sayang yang
ditunjukkan dari kedekatan keluarga, teman, maupun jejaring. Terminologi
untuk menyebutkan kebutuhan dibeberapa sumber disebut dengan social
(kebutuhan sosial). Level ke 4 adalah esteem, berisi dengan kebutuhan ingin
dihormati, ingin dikenal, keinginan untuk diakui harga dirinya oleh orang lain.
Level tertinggi dari kebutuhan manusia adalah self-actualization, keinginan
untuk berbagi kemampuan kepada yang lain (keinginan kebermanfaatan). Dari

7
level 1-3, juga disebut lower order needs, sedangkan level 4-5, higher order
needs.
Selain Maslow, Alferder juga mengemukakan teori motivasi yang biasa
dikenal dengan Teori Motivasi ERG (Existence, Relatedness, and Growth).
Teori ini mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi 3 bagian; existence
needs, yaitu kebutuhan untuk hidup baik dari segi kebutuhan fisik maupun
kesejahteraan materi;relatedness needs,yaitukebutuhan untuk untuk
memuaskan hubungan interpersonal; dan growth needs,yaitu kebutuhan yang
mendorong untuk miliki pengaruh pada sekitar sekaligus dorongan untuk
mengembangkan diri.
Pendekatan dalam melihat motivasi yang lain dikemukakan oleh Frederick
Herzberg. Ia mengemukakan Two-Factor Theory. Mengutip pendapat Robbin
dalam Yussoff (2013,19) teori ini berdasarkan penelitian yang dilakukan dari
respon balik 200 insinyur dan akuntan terkait dengan perasaan individu
terhadap lingkungan kerja mereka. Herzbers kemudian mendefinisikan dua
faktor yang mempengaruhi attitude dalam bekerja dan level kinerja, motivation
and hygiene factor. Teori ini juga masih memiliki ketersambungan dengan
teori motivasi Maslow, hanya saja ini dikembangkan menjadi banyak faktor
untuk mengukur bagaimana individu dapat termotivasi dalam bekerja. Berikut
tabel tentang perbedaan dari Two Factor Theory atau Teori Dua Faktor
(Schermenhorn, 2003, 114):

Hygiene Factors in job context Motivators factors in job context


affect job dissatisfaction affect job satisfaction
Organizational policies Achievement
Quality of Supervision Recognition
Working conditions Work itself
Base wage or salary Responsibility
Relations with peers Advancement
Relationships with subordinates Growth
Status
Security
Job Dissatisfaction 0 Job Satisfaction High

8
Gambar 2.2 Sumber Ketidakpuasan dan Kepuasan pada Teori dua Faktor
Herzberg. Sumber (Schermenhorn, 2003, 114)
Teori lain yang menjelaskan tentang motivasi individu dalam bekerja
adalah Equity Theory, menurut Schermenhorn dkk (2003,115) teori yang
didasarkan pada fairness hasil pekerjaan antar individu dalam organisasi
dibandingkan. Ketidaksetaraan ada yang positif dan negatif. Perasaan
ketidaksetaraan negatif (felt negative inequality) adalah perasaan individu
dalam organisasi yang menerima proporsi input kerja yang lebih sedikit dari
yang lainnya. Sedangkan perasaan ketidaksetaraan positif (felt positive
inequality) adalah perasaan individu yang merasakan input lebih banyak dari
yang lain.
Untuk mengelola ini seorang manajer yang efektif perlu menyelesaikan
perbandingan keadilan dengan beberapa tips:
1. Mengenali bahwa membandingkan keadilan atau kewajaran (equity) dalam
sebuah organisasi memang tidak terhindarkan.
2. Mengantisipasi perasaan ketidaksetaraan negatif (feltnegative inequality)
ketika penghargaan diberikan pada karyawan.
3. Mengkomunikasikan evaluasi yang jelas saat pemberian penghargaan.
4. Menyampaikan ukuran kinerja yang menjadi dasar penghargaan.
5. Menyampaikan perbandingan poin yang tepat.

Teori lain untuk membahas motivasi adalah the expectancy theory, yang
mempercayai bahwa motivasi ditentukan oleh keyakinan individu mengenai
hubungan upaya-kinerja dan keinginan untuk memaksimalkan beragam hasil
kerja yang berkaitan dengan level kinerja yang berbeda. Teori ini berdasarkan
pada logika, ”people will do what they can do when they want to”. Manusia
akan melakukan apa yang mereka bisa lakukan ketika mereka inginkan.
Contohnya saat kita menjadi bagian dari perusahaan dan ingin dipromosikan,
maka kita akan meningkatkan kinerja yang terbaik. Hal ini memotivasi kita
untuk bekerja lebih giat.
- Organizational Support

9
Faktor ketiga yang mempengaruhi kinerja masing-masing individu adalah
dukungan organisasi. Eisenberger, Malon, dan Presson dari Universitas
Houston berpendapat dalam tulisannya yang berjudul: Optimizing Perceived
Organizational Support to Enhance Employee Engagement,sebagai berikut:
“…According to organizational support theory, employees value
POS partly because it meets their needs for approval, esteem and
affiliation, plus provides comfort during times of stress. Therefore,
when favorable supervision and HR practices lead to high POS,
employees are more satisfied with their jobs, feel more closely
connected with the organization, are more compelled to view
organizational goals as their own and are more loyal and committed
to the organization. In addition to meeting the employee needs as
indicated above, POS signals to employees that the organization is
ready to provide aid with one’s job when needed and to reward
increased performance.”

Dukungan organisasi sangat penting. Pendapat Eisenberger di atas


menunjukkan betapa dukungan organisasi memiliki hubungan yang kuat bagi
kebutuhan masing-masing individu. Saat individu dalam organisasi memiliki
kemampuan yang baik, berusaha dengan baik, namun jika iklim dari organisasi
tidak mendukung, maka kinerja individu tersebut tidak akan optimal.
Uji Pemahaman Individu
1. Sebutkan dan jelaskan faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam
sebuah organisasi!
2. Apa yang membedakan Teori Motivasi menurut Maslow dan Teori
Motivasi menurut Alferder?

10
BAB III

MENGELOLA KELOMPOK

Bab ini akan membahas kepemimpinan bagian kedua, yaitu mengelola


kelompok. Pada bagian ini, akan dibahas bagaimana cara memahami dinamika
dan perkembangan kelompok, cara untuk mengelola kelompok secara efektif, dan
mendesain kelompok yang kohesif. Kelompok adalah kumpulan dua atau lebih
orang yang bekerja satu dengan yang lain secara teratur untuk mencapai satu atau
lebih tujuan bersama. Kelompok menjadi bagian penting dalam organisasi.
Beberapa alasan mengapa manajer harus mengelola grup secara serius adalah:
a. Kelompok dalam sebuah organisasi itu natural;
b. Kelompok akan membantu menyelesaikan komponen jika ukuran
organisasi diperbesar;
c. Kelompok akan menjadi tempat untuk berkomitmen saat merealisasikan
keputusan;
d. Kelompok akan menghasilkan keputusan lebih baik dari pada keputusan
individu;
e. Mempercepat inovasi dan kreativitas.
Schermenhorn (2003,173-174) mendefinisikan kelompok yang efektif
dengan kelompok yang berhasil mencapai kinerja pada level yang baik, ada
kepuasan dari anggota dalam kelompok, dan kelangsungan tim yang baik (team
viability). Kelompok yang efektif akan mendorong potensi sinergi dalam
mewujudkan visi dan misi organisasi. Tetapi kelompok juga memiliki tantangan
pengelolaan yang berbeda dengan mengelola individu, seperti social loafing atau
Ringlemann effect, individu yang mengerjakan tugas kurang serius, dibandingkan
jika individu itu mengerjakan sendiri. Keadaan ini tentu saja dapat mengurangi
performa kelompok. Untuk itu ada tiga tips yang perlu dilakukan oleh seorang
manajer atau pemimpin proyek:
- Memberikan tugas dan peran berdasarkan ketertarikan individu, hal ini
ditujukan untuk memaksimalkan kinerja individu dalam kelompok;

11
- Menghubungkan penghargaan individu dengan kontribusi dalam berperan
di dalam kelompok;
- Meningkatkan akuntabilitas dengan mengidentifikasi kontribusi performa
dalam kelompok.

A. Jenis-Jenis Kelompok

Jenis-jenis kelompok dalam organisasi dibagi menjadi 3: kelompok


formal, kelompok non-formal, dan kelompok psikologis. Kelompok formal,
kelompok yang dibentuk sesuai dengan tujuan organisasi secara khusus. Misalnya
dalam satu departemen, ada manajer dan ada staf yang bertanggung jawab dalam
mengumpulkan laporan kepada manajer. Jenis kelompok formal dapat bersifat
permanen maupun temporer/berjangka. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan
organisasi. Kelompok informal, kelompok yang terbentuk secara spontan dari
hubungan personal atau ketertarikan khusus. Misalnya kelompok pertemanan,
kelompok kepentingan yang memiliki ketertarikan yang sama seperti kelompok
pecinta burung beo, kelompok pendaki gunung di perusahaan X, dan lain
sebagainya. Kelompok yang terbentuk secara informal biasanya memiliki ikatan
yang kuat meskipun tidak terlalu resmi. Sedangkan Kelompok Psikologis,
kelompok yang terbangun berdasar ikatan psikologis.
Schermenhorn (2003: 179) berpendapat bahwa pemimpin perlu memahami
cara mengelola kelompok sebagai sumber daya organisasi. Efektivitas kelompok
ditentukan oleh input yang ada dalam kelompok. Input tersebut dikategorikan
menjadi beberapa hal: (1) organizational setting; seperti tujuan, penghargaan,
sumber daya, dan teknologi.Hal itu menjadi penting karena akan mempengaruhi
cara kelompok dalam bekerjasama. (2) nature of group task; secara teknis
seberapa pun sulitnya tugas, secara sosial akan berpengaruh pada pelibatan ego,
kriteria seperti apa yang diikuti untuk mengukur kesuksesan kelompok, dan
seperti apa kelompok harus bekerja untuk menyelesaikan tugas.(3) Group
Membership Characteristic; berkaitan dengan homogenitas atau heterogenitas
anggota kelompok. (4) Size Group, ukuran dari kelompok.

12
Pemimpin kelompok juga harus mengerti tipe dari anggota yang ada di
dalam kelompok.Diperkenalkan oleh William Shultz3, teori hubungan
interpersonal yang disebut juga dengan Fundamental Interpersonal Relations
Orientation (FIRO). Dalam teorinya, ia mempercayai interpersonal yang unik dari
masing-masing anggota kelompok akan mempengaruhi motivasi dan perilaku baik
individu/personal maupun hubungan professional. Jenis-jenis interpersonal yang
ada di dalam kelompok:
- Tipe need of inclusion, tipe ingin selalu terhubung dengan orang lain,
kebutuhan yang cenderung ingin diterima. Tipe ini akan berpartisipasi
dengan aktif dalam kelompok. Tidak hanya itu, orang yang memiliki
kecenderungan ini akan senang terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam kelompok.
- Tipe need of affection, kebutuhan untuk berbagi perasaan dengan orang
lain. Tipe ini memiliki keinginan hubungan yang hangat dan positif
dengan individu yang lain. Kecenderungan perilaku orang dengan tipe ini
akan bersikap ramah dengan orang lain. Selain itu, tidak suka ketika orang
lain menjaga jarak dengannya.
- Tipe need for control, kebutuhan untuk mampu mempengaruhi, baik orang
lain maupun diri sendiri.Tipe ini akan mencoba menjadi dominan dalam
kelompok dan tidak mudah untuk dipimpin orang lain.

Jika masing-masing anggota dapat teridentifikasi tipe interpersonalnya,


maka akan mempermudah pengelolaan individu dalam kelompok. Hal ini juga
dapat menjadi faktor produktivitas kelompok saat berproses mencapai tujuan.
Kelompok adalah sistem yang terbuka, yang didalamnya terdapat interaksi antar
anggotanya. Berikut skema kelompok kerja yang merupakan open system:

3
William, David. Understanding Interpersonal Relationship. (2008). Diakses dari
http://www.dmwaustin.com/2008/09/15/understanding-interpersonal-relationships/ pada
5 januari 2020.

13
Gambar 3.1 Skema Kelompok sebagai open system

Gambar di atas menggambarkan dalam kelompok akan terjadi proses yang


mengubah input menjadi output. Kelompok yang efektif, ditandai dengan
mencapai kinerja tugas yang baik dan memiliki pengelolaan sumber daya manusia
yang baik. Kelompok yang efektif memang akan membantu tercapainya tujuan
organisasi.
Ciri-ciri kelompok yang efektif dituliskan oleh Johnson & Johnson (2000)
memiliki:
a. Ketergantungan antar anggota secara efektif.
b. Tujuan kelompok diklarifikasi dan dimodifikasi dengan baik supaya tujuan
kelompok dan tujuan individu tercapai;
c. Komunikasi dua arah, yang menyampaikan bukan hanya ide tapi juga rasa
yang terjalin antar anggota di dalam kelompok;
d. Partisipasi dan kepemimpinan yang dimiliki oleh seluruh anggota dengan
mempertimbangkan tujuan, pengelolaan internal kelompok dan
perkembangan kelompok;
e. Pengaruh dan kekuatan dalam kelompok harus dibagi sama;
f. Prosedur pengambilan keputusan harus sesuai dengan situasi dan perlu
disepakati bersama.

B. Perkembangan dan Dinamika Kelompok

Kelompok akan mengalami perkembangan. Pemimpin dalam kelompok juga


akan memiliki tantangan yang berbeda tergantung di tahap mana kelompok

14
tersebut. Tahapan kelompok dimulai dari tahap forming (pembentukan), storming
(tahap timbulnya konflik), norming (normalisasi), performing (kinerja),
danadjourning(pembubaran).

o agerm ing
tF
S

e rfoS
P tage rm
ing t orm
S tage ing
S
N orm ing
t age
S

Gambar 3.2 Tahapan Perkembangan Kelompok


a. Tahap Pembentukan (Forming)
Tahapan awal masuknya anggota ke dalam kelompok. Seperti saat awal
mahasiswa masuk ke Unit Kegiatan Mahasiswa. Maka ditahapan ini akan
ditemukan banyak pertanyaan apa yang akan ditawarkan kelompok kepada
mahasiswa itu. Tahapan ini juga penting bagi anggota. Selain mendalami
arah kelompok, pada tahap ini antar anggota kelompok juga saling
mengenal.
b. TahapTimbulnya Konflik(Storming)
Tahap ini menjadi tahapan yang berat, karena masa tensi dan emosi yang
tinggi. Hal ini mengarahkan pada terjadinya pro dan kontra dalam
kelompok. Pada proses ini ekspektasi anggota kelompok harus
diklarifikasi dan memperhatikan kendala besar yang sebenarnya dihadapi
oleh kelompok. Selain itu, individu dalam fase ini akan saling mengerti
interpersonal antar anggota.

15
c. Tahap Normaslisasi(Norming)
Ini merupakan tahapan dimana kelompok sebagai unit yang terkoordinir.
Fase terbentuknya hubungan yang dekat antar anggota kelompok,
sehingga dapat menentukan cara komunikasi dan aturan-aturan untuk
tercapainya tujuan bersama. Selain itu, di fase ini juga akan muncul sense
of harmony, anggota kelompok akan mengelola keseimbangan positif.
Tahapan ini merupakan batu lompatan untuk perkembangan penting dari
sebuah kelompok.
d. Tahap Kinerja (Performing)
Tahapan ini juga disebut integrasi total, yang ditandai dengan adanya
kedewasaan, mulai terorganisir, dan berjalannya fungsi dari kelompok.
Pada fase ini kelompok akan dapat menyelesaikan permasalahan yang
komplek dan mengelola ketidaksepakatan yang terjadi dalam kelompok
dengan cara yang kreatif.
e. Tahap Pembubaran (Adjourning)
Tahapan pembubaran kelompok yang dibentuk untuk menyelesaikan misi
tertentu. Terutama untuk kelompok-kelompok yang bersifat sementara.

Apakah anggota kelompok yang terlalu dekat akan mempermudah tercapainya


visi kelompok?
Ada korelasi penting antara kedekatan anggota dan produktivitas kelompok.
Kedekatan itu meliputi kemampuan anggota kelompok untuk mengenal satu sama
lain; memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Productivity

organisasi; serta memiliki kebanggaan dan


komitmen untuk bekerja dalam organisasi.
Selain itu juga pada degree of linking,
tingkatan preferensi antar anggota dalam
Cohesiveness
kelompok. Semakin dekat hubungan antar
kelompok, maka ada ancaman menurunkan produktivitas.
Gambar 3.3 Hubungan Cohesiveness dan
Productivity

16
Tantangan dalam bekerja kelompok adalah saat membuat keputusan
(DecisionMaking).
Potensi keuntungan dari pengambilan keputusan secara berkelompok
adalah:
a. Informasi - memiliki keragaman pengetahuan dan keahlian dari
anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah.
b. Alternatif – adanya kemungkinan banyak alternatif yang diuji bersama
dalam kelompok.
c. Pemahaman dan Penerimaan – keputusan akan baik jika diterima oleh
seluruh anggota kelompok.
d. Komitmen – pengambilan keputusan secara berkelompok, berdampak
pada komitmen dari masing-masing anggota kelompok untuk
menjalankan kesepakatan kelompok.

Sedangkan potensi kerugian dalam pengambilan keputusan secara


berkelompok adalah:
a. Tekanan sosial, individu dalam kelompok akan terdorong untuk
menyesuaikan diri dengan harapan dari kelompok.
b. Dominasi minoritas, keputusan kelompok dapat dipaksakan atau dibatasi
oleh satu orang atau satu koalisi kecil.
c. Kebutuhan waktu, semakin banyak orang yang terlibat dalam diskusi, akan
memerlukan durasi lebih lama dari pada jumlah sedikit.

Walaupun begitu, ada beberapa hal yang membuat kelompok menjadi


disruptif seperti berikut: menggunakan kelompok sebagai forum pengakuan diri
(self confession), dijadikan tempat untuk berkompetisi untuk mendapatkan
perhatian dan pengakuan, menolak untuk bekerja bersama dengan orang lain,
berbicara banyak tentang sesuatu yang tidak relevan, dan bertindak terlalu agresif
terhadap anggota lain. Jika dalam kelompok terasa mulai kompetisi, maka
pemimpin harus memberikan treatment khusus, untuk mengurangi potensi negatif
dengan cara:

17
a. Melakukan identifikasi common enemy untuk menyatukan kelompok.
Common enemy itu dapat berupa tujuan bersama.
b. Melakukan negosiasi secara langsung diantara anggota kelompok.
c. Memberikan pelatihan kepada anggota agar dapat bekerja bersama secara
kooperatif.

Uji Pemahaman Individu


Setelah memahami proses mengelola kelompok dan dinamika yang ada dalam
kelompok di atas, menurut anda apa solusi terbaik untuk menyelesaikan
permasalahan di bawah ini?
“PT. Wijaya Makmur Sentosa merupakan sebuah perusahaan yang
bergerak dibidang distributor rokok, rokok yang didistribusikan adalah
brand yang terkenal di Indonesia yaitu Sampoerna. PT. Wijaya Makmur
Sentosa sudah menjalankan usahanya sekitar 30 tahun, mulai dari toko
kelontong, kemudian menjadi Agen, hingga sampai saat ini sudah
menjadi PT sendiri. PT. Wijaya Makmur Sentosa merupakan usaha
generasi pertama yang dimiliki oleh Rudyanto Wijaya dan isteri Angela
Relia. PT. Wijaya Makmur Sentosa berlokasikan di Kotabaru,
Kalimantan Selatan, Pulau Laut, yang merupakan Kabupaten dari Ibu
Kota Banjarmasin. Usaha distributor ini bersifat sistem kontrak dengan
PT. HM Sampoerna, Tbk, tetapi untuk PT. Wijaya Makmur Sentosa
sendiri resmi milik Rudyanto Wijaya, hanya saja sistem kerjanya yang
bekerjasama dengan Sampoerna. PT. Wijaya Makmur Sentosa dari dulu
hingga sekarang mempunyai 17 karyawan, yang terdiri dari 1 (satu)
supervisor, 2 (dua) admin, 6 (enam) salesman, 6 (enam) asisten sales,
dan 1 (satu) helper. Dari PT. HM Sampoerna, Tbk sendiri, mereka
memberikan 1 (satu) supervisor sebagai tamu disetiap distributornya,
gunanya untuk memantau dan memastikan target dari Sampoerna
terpenuhi dan pendistribusiannya tersebar dengan baik. Dulunya PT.
Wijaya Makmur Sentosa berjalan dengan baik, tidak ada kendala yang
dianggap serius. Tetapi saat ini pemimpin merasa para karyawan bekerja
kurang maksimal, sulit diatur dan tidak menunjukkan
keprofesionalitasnya dalam bekerja. Para karyawan mempunyai tugas
masing-masing. Para karyawan bagian salesman bekerja didalam dan
diluar kota, mereka ke luar kota setiap hari Senin pagi dan pulang pada
hari Jumat sore, sedangkan yang didalam kota bekerja dari Senin sampai
dengan Jumat, dengan jam kerja berangkat dari pagi pukul 09.00 dan
pulang pada sore hari pukul 17.00. Setiap Sabtu pagi pemimpin
mengadakan meeting bersama untuk mengevaluasi pekerjaan selama
satu minggu ini dan merencanakan plan untuk minggu depannya.
Sebelumnya pernah ditanya secara tidak langsung kepada salah satu

18
mantan karyawan yang bernama Ahim, dia mengatakan bahwa
pemimpin PT. Wijaya Makmur Sentosa adalah orang yang baik dan
sudah berpengalaman dalam memimpin. Selaku pemimpin perusahaan,
Rudyanto dapat mengatur dan mengelola karyawan dengan baik, hanya
saja ada satu kekurangan yaitu kurang tegas dalam bertindak. Karena
pernah pada saat cross check, Rudyanto dan Ahim mendapati karyawan
melanggar aturan, yaitu pulang lebih cepat dari jam kerja yang sudah
ditentukan tetapi tidak langsung kembali ke kantor, melainkan
bersembunyi ditempat lain. Rudyanto sebagai pemimpin tidak
mengambil tindakan ataupun melakukan teguran kepada karyawan
tersebut, hanya mendiamkannya saja. Kemudian juga pernah ada
kejadian karyawan merekayasa nota penjualan. Kejadian ini terungkap
pada saat supervisor tidak sengaja mampir pada salah satu kios, dan
ternyata karyawan tersebut sudah satu minggu tidak kesana, tetapi dinota
penjualan menyatakan bahwa kios tersebut melakukan pembelian.
Supervisor pun melaporkan kepada Rudyanto, tetapi Rudyanto hanya
memberikan teguran kecil kepada karyawan tersebut.(Wijaya, 2016,
Analisa Gaya Kepemimpinan, AGORA Vol. 4, No.2, (2016))

19
BAB IV

MENGELOLA ORGANISASI

Bab ini akan membahas organisasi, lingkaran ke tiga pada gambar


lingkaran kepemimpinan, meliputi atribut dasar dari sebuah organisasi, kontrol,
koordinasi, dan budaya organisasi.

A. Atribut Dasar Organisasi

Organisasi didefiniskan sebagai sekumpulan orang yang melakukan kerja


bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen organisasi adalah orang yang
ada dalam Organisasi (People), Budaya (Culture) dan Struktur (Structure).
McKinsey (2016,7) organisasi yang sukses itu seperti sarang lebah, yang
memiliki entitas struktur yang baik dengan proses yang jelas dan kontributor
(anggota) yang memiliki talenta untuk mengerjakan sesuatu secara bersama dan
efektif. Bagaimanapun untuk memahami organisasi yang sukses, kita perlu
memahami atribut dasar yang harus dimiliki oleh organisasi, yaitu:
- Goals (tujuan)
Schermerhorn, dkk (2003, 213) berpendapat bahwa organisasi itu
merefleksikan kebutuhan dan kemauan dari kelompok sosial yang dikelola.
Tujuan dibagi menjadi tiga: societal goals, tujuan yang menggambarkan
kontribusi yang diinginkan oleh suatu organisasi untuk masyarakat; output
goals, tujuan yang berkaitan dengan tipe bisnis pada sebuah organisasi;
system goals, tujuan yang berfokus dengan kondisi di dalam organisasi yang
diharapkan dapat meningkat sebagai usaha untuk bertahan.
Systemgoals meliputi pertumbuhan, produktivitas, stabilitas, harmoni,
fleksibilitas, dan pengelolaan sumber daya manusia. Pada praktiknya, system
goals ini menggambarkan karakter organisasi short term yang diinginkan
oleh high level manager.
- Desain Organisasi
Desain organisasi juga menjadi atribut dasar organisasi, yang didefinisikan
(Schermenhorn, 2003, 240) sebagai proses untuk memilih dan

20
mengimplementasikan bentuk struktur dari sebuah organisasi. Simple Design
berisi dengan konfigurasi yang melibatkan satu atau dua cara dari individu
atau unit yang ahli. Pada level ini, kontrol yang dibutuhkan menekankan
supervisi tanpa mengelaborasi formalitas seperti aturan tertulis. Kontrol
mayoritas ada di tangan manajer. Sehingga, desain ini akan mengurangi aspek
birokrasi dan sangat bergantung pada kepemimpinan manajer. Simple design
ini cocok untuk small firm atau pabrik manufaktur yang kecil. Kelebihan dari
simple design ini cenderung lebih sederhana, lebih fleksibel, serta ada
pertanggungjawaban oleh manajer yang mengelola. Desain ini lebih efektif
jika dipraktikkan oleh level senior manajer yang memiliki kemampuan
kepemimpinan yang baik.
Teknologi, bila kita mendiskusikan perkembangan 4.0, menjadi satu peran
pengganti yang penting. Pekerjaan yang berulang dan rutin dapat diganti
dengan implementasi Informasi Teknologi. Pada poin ini, teknologi berperan
sebagai subtitusi dalam organisasi. Misalnya pengiriman berkas undangan,
yang dulu dilakukan oleh staff, kini dapat dikirim melalui email maupun
jejaring komunikasi daring dari bawahan langsung ke atas. Hal ini tentu saja
terlihat sederhana, tapi setidaknya sudah ada satu staf yang pekerjaannya
tergantikan.
Apabila kita lihat semakin lengkap, sebenarnya ada manfaat efisiensi
pekerjaan saat menggunakan Informasi Teknologi. Hal ini menunjukkan
bahwa Teknologi Informasi (IT) dapat berperan sebagai kapabilitas yang
harus dipelajari. Contoh lain atas efektivitas IT ini juga dapat dilihat dengan
manajer yang dapat melakukan trackperforma penjualan atau bisnis yang
dilakukan. Sebagai manajer, tentu IT menjadi bagian penting yang harus
dipelajari.
Informasi dan teknologi saat ini sangat berkaitan dengan penjualan daring
(online). Sehingga teknologi dapat digunakan sebagai strategi kapabilitas.
Kondisi ini ditandai dengan maraknya media penjualan daring seperti
bukalapak, tokopedia, shopee, lazada, dan lain sebagainya.

21
Selain simple design, ada bentuk birokrasi. Birokrasi disebut sebagai
bentuk organisasi yang paling ideal, digambarkan oleh ahli sosiologi asal
Jerman, terdapat legal authority, logic, dan order dalam sebuah organisasi.
Ada 3 dasar birokrasi yang paling poluler:
a. Tipe mekanik (Mechanistic type),
HQ
birokrasi organisasi yang menekankan
spesialisasi vertikal dan kontrol. Tipe ini
akan menekankan aturan, kebijakan,
prosedur, dan teknik khusus untuk
membuat keputusan. Bagaimanapun juga
tipe ini akan memperkuat middle
Line
management dan centralized staff untuk
Gambar 4.1 Birokrasi tipe
membuat back up sistem control dokumen
Centralized Staff
yang baik.

b. Tipe Organik (organic type), birokrasi


HQ
yang menekankan spesialisasi
horizontal. Hal tersebut ditandai dengan
minimnya prosedur dalam birokrasi,
apabila ada prosedur pun tidak sebagai
aturan diformalkan. Line

Gambar 4.2Birokrasi tipe


Decentralized Staff

c. Tipe Divisi (Divisionalized Type), birokrasi yang diatur dengan


struktur terpisah pada masing-masing bisnis atau divisi.

HQ
Conglomerates

Corps Corps Corps


A B C

Gambar 4.3 Birokrasi tipe Divisionalized Staff


22
Jenis tingkatan alokasi otoritas formal dalam manajemen organisasi
dibagi menjadi dua yaitu: centralization, semakin besar ke atas otoritas
keleluasaan untuk membelanjakan uang, mempekerjakan orang, membuat
kebijakan perpindahan (otoritas pembuat kebijakan ada di level atas
manajemen/top management); dan decentralization, otoritas pengambilan
keputusan ada di level bawah dalam organisasi, yang ditandai dengan
pendelegasian ke level bawah manajemen.
Saat perusahan bergerak semakin besar, maka kordinasi dalam
manajemen semakin dibutuhkan. Sehingga muncul horizontal specialization
(Schermernhorn, 2003, 224) didefinisikan sebagai pembagian kerja melalui
unit kerja atau kelompok dalam suatu organisasi. Horizontal specialization ini
dibagi menjadi enam:
a. Horizontal Specialization
berdasarkan fungsi (functional
based), tipe pembagian kerja
berdasarkan fungsi kerja.
Keuntungan pembagian kerja di
Gambar 4.4skema Horizontal Specialization
dasarkan pada fungsi adalah Berdasarkan fungsi
pembagian tugas menjadi jelas,
individu dalam departemen dapat menggali ilmu dari kolega di
departemen, ada kemudahan penjelasan karena ada kesamaan tugas dan
fungsi, dan akan menguntungkan dari segi kualitas teknis. Tetapi
pembagian model ini dapat berpeluang membuat jenuh pekerja, selain itu
juga komunikasi antar bidang menjadi kerumitan yang lain.
b. Horizon Specialization berdasarkan divisi.
- Divisi ini didasarkan dengan geografis, misalnya: cabang per pulau;
- Divisi yang didasarkan dengan customer, misalnya: divisi pemerintah;
- Divisi yang didasarkan dengan produk, misalnya: divisi periklanan,
divisi dokumentasi.
- Divisi yang didasarkan pada proses, misalnya: divisi casting, divisi
press, dan lainnya.

23
c. Horizon Specialization
berdasarkan matriks, didasarkan
atas kombinasi fungsi dan divisi.
Keuntungan divisi ini adalah
mengkombinasikan kekuatan
kedua horizon, menyiapkan
manajer yang mampu
Gambar 4.5skema Horizontal Specialization
berkomunikasi, baik kepada Berdasarkan Matrix

personel teknis maupun marketing. Kelemahan dari model ini adalah akan
lebih mahal, setiap individu memiliki lebih dari satu supervisor.
- Control, menjadi astribut dasar organisasi selain goals. Control
didefinisikan (schermenhorn,2003, 220) seperangkat mekanisme yang
digunakan untuk mengendalikan tindakan atau output dalam batas yang
telah ditentukan. Peningkatan target dan standar, mengukur hasil atas
target yang telah ditentukan dalam Output Control. Sehingga Output
Control berfokus pada target yang ingin dicapai dalam organisasi dan
membiarkan manajer untuk menggunakan metode mereka dalam
menentukan target yang ingin dicapai.
Bagian ini juga ada proses kontrol dalam rangka menentukan cara tugas
atau tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Sehingga pada
proses ini akan ada kebijakan-kebijakan, prosedur, dan aturan yang secara
beragam diterapkan oleh sebuah organisasi. Kebijakan ini dijadikan
petunjuk dalam mengambil tindakan yang menguraikan tujuan penting dan
kegiatan seperti apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Selain kebijakan (policy), ada prosedur dan aturan yang lebih khusus
berntuk petunjuk yang rigid yang menggambarkan secara detail
bagaimana tugas harus dilaksanakan.
- Coordination, mekanisme yang digunakan organisasi untuk
menghubungkan tindakan atau kegiatan masing-masing unit agar
konsistensi pola tercapai. Ada dua metode dalam melakukan koordinasi,
yaitu:

24
a. metode personal (personal methods of coordination), yang ditujukan
untuk menghasilkan sinergi dalam bentuk dialog, diskusi, inovasi,
serta pembelajaran secara lintas unit dalam organisasi.
b. Metode Impersonal (Impersonal methods of coordination), koordinasi
yang dilakukan secara formal yang terwujud dalam kebijakan maupun
prosedur.

B. Budaya Organisasi

Budaya Organisasi (organizational culture) adalah kepercayaan dan nilai


bersama yang dianut dalam organisasi atau di dalam sub unit organisasi yang
dijadikan petunjuk perilaku dari anggota yang ada dalam organisasi. Tiga level
penting dalam analisis budaya organisasi adalah:
- Budaya yang tampak (observableculture), berisi tentang bagaimana kita
melakukan sesuatu di organisasi. Ini meliputi cerita unik, upacara yang
biasa dilakukan, maupun ritual atau kegiatan rutin yang dilakukan untuk
mencapai sebuah tujuan. Bagian ini juga terdapat symbol, seeprti objek
dan kegiatan, agar makna budaya organisasi tersampaikan. Satu contoh
dari simbol pada organisasi adalah seragam.
- Nilai yang diyakini bersama (Shared Values), bagaimana pekerjaan rutin
dimaknai menjadi kegiatan yang memiliki nilai, penting, dan memiliki
ikatan antara organisasi dan masyarakat. Tugas-tugas yang dilakukan tidak
hanya bisa berjalan dengan baik, tapi juga benar dan tepat.
- Asumsi yang sama (common assumptions), kesamaan asumsi yang terjadi
karena kepercayaan, persepsi, pemikiran serta perasaan.

Manajer yang baik mampu mendukung budaya kuat yang ada dan
membantu membangun budaya tangguh ketika manajer tidak ada. Elemen-elemen
budaya organisasi yang kuat (Schemerhorn, 2003):
- Membagi pemahaman tentang apa yang diperjuangkan organisasi;
- Kepedulian anggota organisasi atas aturan, kebijakan, prosedur dan
kepatuhan terhadap tugas;

25
- Pengakuan untuk orang-orang yang berjasa dalam memperjuangkan tujuan
organisasi;
- Kepercayaan terhadap pentingnya ritual atau upacara yang biasa
dilaksanakan dalam organisasi dalam rangka membangun identitas
organisasi yang sama;
- Senseanggotauntuk memahami aturan dan ekspektasi informal, sehingga
dapat mengetahui apa ekspektasi manajer terhadap kinerja mereka;
- Kepercayaan bahwa yang dilakukan oleh pegawai dan manajer sama-sama
penting, sehingga penting untuk berbagi informasi dan ide.

Ada empat faktor yang membentuk perilaku manajerial yaitu


a. Budaya organisasi’
b. Struktur formal, perencanaan sistem dan kebijakan;
c. Kepemimpinan;
d. Lingkungan yang kompetitif dan adanya regulasi.

26
BAB V

MENGELOLA PROSES

Bagian penting dari organisasi adalah pengelolaan proses yang ada di


dalam organisasi. Bab ini akan membahas tentang mengelola proses, yang
meliputi komunikasi interpersonal, Power dan Influences, dan cara mengelola
konflik.

A. Komunikasi Interpersonal

Pekerjaaan manajerial tidak terlepas dari memberi, menerima, dan berbagi


informasi dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi interpersonal ini menjadi
dasar untuk komunikasi yang lebih baik dalam berorganisasi. Tantangan besar
bagi anggota organisasi yaitu mengelola pertukaran informasi untuk menjadikan
makna dari informasi benar-benar tersampaikan ke Top Management, Staf,
maupun antar organisasi.
Komunikasi interpersonal (Singh dan Lalropuii, 2014, 36),proses transmisi
informasi dan pemahaman umum dari satu orang ke orang lain.Hal ini menjadi
penting karena dapat mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi. Ada tiga
komponen kunci dalam komunikasi yaitu pengirim pesan (sender), pesan
(message), dan penerima pesan (receiver). Menurut Schermernhorn, ada dua hal
yang harus dipastikan saat berkomunikasi yaitu efektivitas komunikasi dan
efisiensi komunikasi.
Efektivitas komunikasi terjadi ketika maksud dari orang yang
menyampaikan pesan (source) diterima dengan tepat oleh orang yang
mendapatkan pesan itu (receiver). Sedangkan efisiensi komunikasi merupakan
komunikasi dengan biaya atau sumber daya yang minimum. Terkadang dalam
pekerjaan, suatu divisi atau antar anggota mengirim email, memo, atau catatan ke
anggota yang lain. Dalam praktiknya, ini terlihat menambah efisiensi komunikasi,
namun terkadang pesan dari email, memo, dan catatan diinterpretasikan berbeda

27
oleh penerima pesan sehingga tidak efektif. Model komunikasi digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 5.1. Skema Komunikasi


Skema di atas menggambarkan proses komunikasi yang dapat terjadi
sehari-hari. Encoding, proses menerjemahkan maksud kedalam simbol yang
memiliki makna, dapat berupa kata atau kalimat (verbal), tulisan, dan simbol non-
verbal atau kombinasi keduanya. Channel, media yang digunakan untuk
menyampaikan pesan bisa komunikasi face to face, atau dapat juga dalam bentuk
menulis surat atau memo. Decoding, interpretasi simbol yang dikirim oleh sender
ke receiver. Feedback, adalah proses orang lain dalam merespon perkataan orang
lain. Noice, sesuatu yang mengganggu eketfivitas komunikasi. Receiver, individu
maupun kelompok yang mendengar pesan.
Di dalam organisasi channel komunikasi ada yang berbentuk formal,
informal, dan Quasi-formal. Formal Channel merupakan channel yang mengikuti
rantai komando yang ditetapkan oleh hierarki organisasi, dapat berbentuk surat,
memo dan pernyataan kebijakan. Informal Channel yaitu channel yang tidak
mematuhi hierarki organisasi, saluran ini akan memotong rantai komando
vertikal. Quasi Channel, perencanaan koneksi komunikasi antara pemegang
berbagai posisi di dalam organisasi yang biasa berbentuk sistem informasi
manajemen.
Komunikasi tidak hanya yang tersampaikan lewat kalimat dan kata (verbal),
namun juga dapat terlihat dari ekspresi wajah, gesture maupun eye contact yang

28
disebut Komunikasi Non-Verbal (Non-Verbal Communication). Menurut
Carpenter, pentingnya komunikasi non-verbal membuat kita sadar terhadap apa
yang kita sampaikan tanpa membuka mulut (mengeluarkan kata-kata). Selain
dapat menekankan maksud dari penyampai pesan, komunikasi non-verbal juga
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi partner berkomunikasi. Misalnya saat
manager meminta untuk bekerja lembur di hari libur, lalu staf menerima perintah
tersebut dengan dahi mengernyit. Hal ini dapat dimaknakan sesungguhnya staf itu
tidak senang untuk mengambil hari libur untuk bekerja. Komunikasi non-verbal
juga dapat digunakan untuk mengukur pemahaman dari partner diskusi, yang
salah satunya ditandai dengan mengangguk.
Dalam komunikasi, ada kemungkinan pesan yang disampaikan oleh sender
tidak sampai pada receiver, yang disebabkan oleh beberapa penghalang (barrier),
seperti:
a. Gangguan fisik, misalnya saat kita berkomunikasi telepon genggam partner
berkali-kali berbunyi sehingga menyebabkan komunikasi terputus;
b. Masalah semantik, termasuk minimnya pilihan kata atau kata yang berbelit-
belit. Sehingga pada komunikasi sangat disarankan menggunakan prinsip
KISS (Keep It Short and Simple).
c. Mixed Messages, terjadi ketika apa yang disampaikan oleh pembicara
berbeda dengan bahasa tubuh atau gerakan penyampai pesan (sender).
d. Perbedaan Budaya, dalam komunikasi perlu mengidentifikasi budaya dari
lawan bicara.
e. Ketiadaan feedback, komunikasi satu arah, misalnya pengiriman memo dari
manajer ke staf tanpa konfirmasi ulang.
f. Status effect, perbedaan status berpotensi menjadi penghalang komunikasi
yang dapat terjadi antara orang yang berprestasi dan tidak. Pemimpin jika
menemui masalah ini harus meningkatkan trust antar pekerja dan memberi
kesempatan untuk komunikasi face to face. Management by Wondering
Aroung (MBWA), bisa digunakan sebagai cara yang efektif oleh manajer
untuk meningkatkan trust. MBWA dilakukan dengan memperbanyak

29
komunikasi dengan anggota, sehingga atmosfer komunikasi di kantor lebih
dekat dan tidak berjarak.

Mendengar Aktif (Active Listening)


Mendengar aktif merupakan kemampuan untuk membantu sender
mengatakan pesan sesuai yang dimaksud. Tips untuk mendengar aktif:
1. Mendengarkan apa yang dibicarakan, usahakan untuk mendengar persis
dengan apa yang dikatakan;
2. Mendengar dengan penghayatan, perlu mengetahui bagaimana perasaan si
pembicara;
3. Merespon perasaan pembicara, sebagai tanda bahwa pendengar
mengidentifikasi perasaan pembicara;
4. Sensitif, baik verbal maupun ekspresi non-verbal;
5. Refleksi kembali, ulangi dengan kalimat sendiri apa yang pendengar
dengarkan.
Selain mendengarkan komunikasi dengan aktif, di dalam komunikasi juga
perlu feedback. Untuk menunjang kinerja, sebaiknya diberikan feedback yang
konstruktif dengan ciri-ciri:
1. Diberikan secara langsung dengan perasaan yang nyata, tentu didasari dengan
rasa percaya;
2. Diberikan secara khusus dengan contoh yang jelas;
3. Diberikan pada saat receiver siap untuk menerima;
4. Konfirmasi untuk mendukung validitas pesan;
5. Dikaitkan dengan apa yang memang bisa atau mampu dilakukan oleh
pendengar.

Tidak hanya feedback yang membutuhkan skill khusus, dalam organisasi


atau tempat kerja, manager juga perlu memiliki kemampuan dalam memberikan
pemikiran kritis. Pemikiran yang kritis akan efektif jika manajer langsung
berbicara mengenai poin yang ingin dikritik, menjelaskan situasi dengan diksi

30
atau kosa kata yang spesifik, berfokus pada apa sumber masalah dan bagaimana
penyelesaiannya, serta diakhiri dengan meminta staf merangkum pertemuan dan
solusi yang ditemukan.Komunikasi organisasi berfungsi untuk kordinasi,
mengumpulkan informasi dan menunjukkan perasaan dan emosi.

Johary’s Window dan Komunikasi


Untuk mengukur seberapa terbuka diri kita dengan yang lain dapat dilakukan
dengan menggunakan Johary’s Window. Model ini dikembangkan oleh psikolog
Amerika yang bernama Joseph Luft dan Harrington Ingham. Berikut gambar dari
Johary’s Window:

Gambar 5.2 Johary windows

Gambar ini menunjukkan: public area, informasi tentang diri kita yang
diketahui oleh orang lain seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan,
lulusan sekolah, dan lainnya. Hidden area, berisi informasi yang kita tahu tentang
diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita
mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dan lainnya. Blind

31
area, yang menentukan bahwa orang lain sadar akan sesuatu tapi kita tidak
menyadarinya. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal kita sementara kita tahu
kemampuan dan potensi kita. Bila hal tersebut yang terjadi, maka umpan balik
dan komunikasi merupakan cara agar kita lebih dikenal orang terutama
kemampuan kita. Maka diperlukan tingkat kepercayaan diri untuk terbuka.
Unknown area, adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak
mengetahuinya. Teori ini menyimpulkan bahwa untuk memiliki kesadaran diri
perlu diberikan umpan balik (feedback) sehingga meningkatkan ukuran wilayah 1
dan mengurangi wilayah 2 dan 3. Sehingga gambar 5.2 menjadi seperti berikut:

Gambar 5.3 Johari’s Window setelah mendapatkan feedback

B. Power dan Influences

Power di dalam ilmu perilaku organisasi, didefinisikan sebagai kemampuan untuk


membuat orang lain melakukan sesuai dengan kita inginkan. Sedangkan Influence,

32
respon perilaku untuk melatih power. Seorang manager dapat memperoleh power
dari position power dan personal power.
Position power(schermenrhorn, 2003, 311) didapatkan setelah pemimpin
mendapatkan mandat dari organisasi berupa:
- Legitimate power, otoritas formal yang dapat digunakan oleh manajer
dalam bentuk wewenang untuk mengontrol orang lain;
- Reward power, kewenangan manajer untuk memberi reward baik dalam
bentuk instrinsik maupun ekstrinsik untuk mengontrol orang lain;
- Coercive power, kewenangan manajer dalam mengontrol orang lain
dengan memberikan penghargaan atau hukuman;
- Process Power, kewenangan manajer untuk mengontrol metode produksi
dan analisa;
- Information power, kewenangan akses untuk mendapat dan mengontrol
informasi;
- Representative power, kewenangan akses untuk menjadi juru bicara
organisasi atau firm;
Selain position power, ada personal power yang juga penting dimiliki oleh
anggota dalam organisasi. Ada 3 dasar personal yang bisa dikontrol oleh individu:
- Expert power, kemampuan untuk mengendalikan perilaku orang lain
karena pengalaman yang sudah dilalui;
- Rational persuasion, kemampuan untuk mengontrol orang lain dengan
cara meyakinkan dan alasan rasional;
- Referent power, kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain dengan
keteladanan. Dalam hal ini pekerja akan mengikuti atasan karena ingin
berperilaku dan melihat apa yang atasan lakukan.

Mengatur, mengarahkan, dan meminta memang menjadi kewenangan


pemimpin. Namun, perlu cara yang baik untuk memberikan arahan sehingga
perintah tersampaikan secara efektif dan efisien:
- Pemimpin harus berasumsi bahwa anggota memiliki pilihan untuk
mengikuti atau menolak permintaan yang diajukan oleh pimpinan.

33
- Pemimpin harus memastikan setiap anggota bahwa mengerti apa yang
harus diselesaikan.
- Pemimpin harus memastikan setiap anggota bahwa mereka bisa
melakukan, tidak bisa berasumsi sehingga perlu menanyakan kembali
anggota tim.
- Pemimpin perlu menjelaskan mengapa permintaan tersebut sangat
berhubungan dengan tujuanorganisasi dan mengapa penting bagi
organisasi.
- Pemimpin perlu menyampaikan permintaan atau perintah dengan cara
yang sesuai dengan kepentingan individu.

Dalam praktiknya, position dan personal power masih terus perlu diasah
hingga dapat pengaruh dalam menjalin hubungan. Power perlu diubah menjadi
pengaruh, agar ada strategi yang tepat (turning power into influence),sehingga
pemimpin bisa mempengaruhi orang lain:
a. Supaya alasan diterima, penting bagi pemimpin untuk menggunakan fakta
dan data untuk mendukung argumen supaya masuk akal.
b. Pemimpin untuk mempengaruhi perlu untuk membuat koalisi, dengan cara
menjaga hubungan dengan orang lain supaya dapat mendukung.
c. Bargaining (posisi tawar) dengan cara negosiasi.
d. Sanjungan dan kesan yang baik juga mampu membuat orang lain menjadi
terpengaruh.
e. Pendekatan yang tegas, dapat menggunakan langsung dan pendekatan secara
personal.
f. Otoritas lebih tinggi, dengan cara meminta dukungan dari atasan lain.
g. Sanksi dan hukuman.
Dalam organisasi maupun tempat bekerja, hal yang umum terjadi adanya
politik antar kantor (interoffice politic). Maka pemimpin atau seorang manajer
harus dapat mengelola politik ini untuk hal positif. Ada perbedaan dalam
memandang politik. Politik sebagai paham Machiavellianism, yaitu
kecenderungan mencari kesempatan untuk mengontrol orang lain melalui

34
kesempatan dan perilaku manipulatif. Pandangan yang lain melihat politik sebagai
kebutuhan. Tetapi office politics itu memiliki fungsi penting: mengurangi
ketidakcocokan antara orang terhadap suatu posisi dalam organisasi; Office
Politics juga merupakan mekanisme untuk menyelesaikan ketidakcocokan ini
dengan melakukan perubahan; serta menjadi pengganti otoritas formal.
Taktik politik mungkin saja muncul dalam organisasi (Wagner dan
Hollenbeck, 2010, 225). Taktik ini digunakan untuk meningkatkan power satu
orang atau satu kelompok terhadap orang lain. Ketika power sudah meningkat,
maka orang atau kelompok dapat memperoleh keuntungan.
- Mendapatkan Kekuatan Interpersonal: Membentuk Afiliasi(Acquiring
Interpersonal Power: Forming Affiliation)
Afiliasi dapat berbentuk koalisi dan kooptasi. Membentuk koalisi atau
afiliasi politik merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kekuatan
yang tidak mampu menjangkau individu secara sendirian. Afiliasi berguna
untuk berbagi kontrol kolektif. Selain itu dapat digunakan untuk
menggabungkan keahlian, legitimasi dan kharisma. Sedangkan kooptasi
terjadi jika orang atau kelompok yang sebelumnya bermusuhan menjadi
sekutu.
Cara lain yang dapat juga digunakan untuk membentuk afiliasi
yaitu dengan ingragation dan impression. Ingragation dilakukan dengan
cara memuji untuk mendapatkan bantuan atau penerimaan orang lain.
Impression dilakukan dengan cara berperilaku yang dapat membangun
citra positif.

- Memperoleh Kekuatan Struktural: Mengontrol Sumber Daya Kritis


(Acquiring Structural Power: Controlling Critical Resources)
Mengendalikan sumber daya yang terbatas, di mana orang lain memiliki
ketergantungan terhadap sumber tersebut. Tidak hanya sumber daya yang
perlu dikendalikan, tapi juga informasi.
- Politik negatif

35
Dilakukan dengan merendahkan atau meremehkan prestasi orang lain.
Bentuknya dapat berupa serangan interpersonal seseorang untuk
melemahkan posisi secara politik.
Beberapa hal di atas akan memberikan konsekuensi terhadap organisasi.

Oleh karena itu manager harus mampu mengelola politik yang merusak
(Managing Destructive Politic):
- Set an example, manajer perlu memberikan contoh.
- Communicate openly, komunikasi secara terbuka.
- Reduce uncertainty, mengurangi ketidakpastian.
- Manage informal coalistion and cliques, mengelola koalisi informal
dengan cara mempengaruhi norma dan kepercayaan untuk tetap
memegang tujuan organisasi.
- Confront Political Game, menghadapi pemain politik dalam organisasi
atau sistem, dapat dilakukan dengan pertemuan individu. Bahkan atasan
dapat memberikan teguran untuk mendisiplinkan kembali.
- Anticipate the emerge of damaging politics, Antisipasi Politik Kerusakan,
ini dilakukan dengan mengidentifikasi sinyal yang berpotensi
memunculkan politik yang merusak.

Organisasi sangat memerlukan adanya kemampuan kepemimpinan dan


kemampuan mengelola dengan baik. Sering terjadi perdebatan, apakah seorang
manajer juga merupakan seorang pemimpin. Kepemimpinan dan manajemen
dalam organisasi berbeda. Manajemen berfungsi untuk menjaga stabilitas atau
menjalankan organisasi dengan lancar, sedangkan kepemimpinan menguatkan
perubahan. Orang yang berada di dalam posisi manajerial, dapat melakukan
fungsi manajemen maupun kepemimpinan. Kepemimpinan diklasifikasikan dalam
dua bentuk kepemimpinan formal dan informal. Kepemimpinan formal,
kepemimpinan yang dimiliki oleh orang yang terpilih atau menerima mandat
sebagai pemimpin. Berbeda dengan kepemimpinan informal, kepemimpinan dari
orang yang memiliki pengaruh karena memiliki kemampuan dalam memimpin.

36
Menjadi pemimpin harus memiliki kemampuan diagnosing(dapat
memahami situasi yang akan dipengaruhi);adapting (dapat beradaptasi dengan
perilaku anggota tim untuk memenuhi kemungkinan situasi yang terjadi dalam
organisasi); dan communicating (dapat berkomunikasi dengan cara yang mudah di
pahami dan
diterima oleh yang mendengarkan). Selain itu pemimpin juga harus memiliki
keterampilan teknis (Technical Skill); keterampilan menjalin hubungan dengan
orang lain (human relation skill); dan keterampilan konseptual (conceptual skill).
Porsi ketiga keterampilan ini dijelaskan pada gambar berikut:

First Line Middle Top


Management Management Management

Gambar 5.4 Keterampilan yang harus dimiliki oleh Pemimpin

Gambar di atas menunjukkan bahwa ketrampilan teknis dibutuhkan lebih


besar saat berada di posisi di level bawah dalam manajemen (first line
management). Keterampilan teknis semakin naik jabatan, akan semakin sedikit
diperlukan. Ini berbanding terbalik dengan keterampilan konseptual, yang akan
jauh lebih besar dibutuhkan saat berada di level atas (Top Management). Akan
tetapi keterampilan dalam menjalin hubungan dengan manusia (human relation
skill) dibutuhkan di berbagai level dalam manajemen.

37
Kualitas Pemimpin
Pemimpin memang perlu skill dan trait yang mumpuni. Oleh karena itu,
pemimpin harus memiliki:
(1) kemampuan intelektual, meliputi kemampuan untuk mepelajari sesuatu
dengan cepat, kemampuan untuk mengolah fakta, memiliki judgment yang
baik, menguasai pembuatan alasan induktif dan deduktif, mampu
mensintesa dan mengeneralisir suatu kejadian, serta memiliki imajinasi yang
kreatif dan original.
(2) kemampuan untuk mengerti orang lain dan cara berkerja dengan mereka,
meliputi toleran, mampu mengelola hubungan antar anggota termasuk
mengantisipasi dan evaluasi, mudah mendapatkan kepercayaan dan dapat
dihormati, serta berperilaku yang sopan.
(3) kemampuan untuk komunikasi, persuasi dan motivasi, meliputi kemampuan
untuk mendengar (di awal bab ini sudah diulas tentang active listening yang
akan menunjukkan kualitas pemimpin), memfasilitasi komunikasi baik
secara lisan maupun tertulis, kemampuan mengajar dan melatih orang lain,
serta penting sekali untuk memiliki skill untuk meyakinkan dan
memoptivasi orang lain.
(4) kedewasaan secara intelektual dan emosi, seperti kestabilan perilaku,
mandiri dalam menarik kesimpulan secara tidak bias, tahan terhadap
tekanan, mampu bertindak tenang dan objektif, mampu mengendalikan diri
dengan baik dalam situasi seperti apapun, serta memili kemampuan
beradaptasi dalam melakukan perubahan.
(5) dorongan personal dan inisiatif, menjadi salah satu hal yang penting dalam
menunjukkan kualitas pemimpin. Poin ini meliputi tingkatan kepercayaan
diri seorang pemimpin, ambisi yang sehat, memiliki keberanian, inisiatif
dan ketekunan dalam bertindak.
(6) Etika dan integritas, poin penting yang akan menunjukkan kualitas seorang
pemimpin. Bagian ini meliputi niat yang murni dalam menolong orang lain,
kejujuran, kemampuan untuk mengenali batasan kemampuan seseorang, dan
kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.

38
C. Konflik dan Pengelolaannya

Konflik (Schermenhorn, 2003, 279) didefinisikan dengan sebagai situasi


yang tidak nyaman yang disebabkan baik oleh organisasi maupun emosi antar
anggota. Ada 2 jenis konflik yang biasa terjadi dalam organisasi: Konflik Subtansi
(Subtantive Conflict), konflik yang terjadi karena ketidak sepahaman atas tujuan
organisasi dengan sarana atau cara untuk mencapai tujuan itu; Konflik Emosi
(emotional conflict), masalah antar pribadi yang muncul karena rasa marah,
ketidakpercayaan, ketidaksukaan, takut, dendam dan lain-lain. Konflik emosi juga
disebut dengan Clash of Personalities.
Ada 4 tingkatan konflik yang dapat terjadi dalam organisasi:
- konflik terjadi antar individu/intrapersonal conflict.
- konflik terjadi antara 2 atau lebih anggota/interpersonal conflict.
- konflik yang terjadi pada sebagian besar anggota dalam
organisasi/intergroup conflict.
- Tingkatan konflik yang paling besar terjadi konflik antar
organisasi/interorganizational Conflict.

Instrumen Mode Konflik Thomas-Kilman meneliti perilaku individu pada


situasi konflik. Dua dimensi dasar untuk melihat perilaku individu dalam konflik
yaitu ketegasan (assertiveness), sejauh mana individu memenuhi keprihatinan
sendiri; Sikap kooperatif (Cooperative), sejauh mana individu memenuhi
keprihatinan orang lain. Dua dimensi ini dapat digunakan untuk mendefinisikan 5
metode penanganan konflik yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:

39
BAB VI

MENGELOLA PERUBAHAN

Perubahan adalah keniscayaan. Dahulu dalam cara menulis, kita


dikenalkan pada tinta dan lontar, kini kita memiliki teknologi canggih berupa
laptop. Tidak hanya itu, pengiriman pesan juga sudah berubah, dari surat kini
sudah berganti surat elektronik yang dapat terkirim hanya dengan hitungan menit.
Pada Bab ini, kita akan mempelajari tentang cara mendorong dan mengelola
perubahan.
A. Sifat Perubahan Organisasi
Perubahan sudah biasa terjadi di dalam organisasi. Perubahan
(Schermenhorn, 2003. 400) dapat direncanakan (planned change) maupun
tidak direncanakan (unplanned change).
- Perubahan yang direncanakan dapat terjadi karena hasil usaha para agen
perubahan. Perubahan tipe ini, berfokus pada target perubahan yang
cenderung terstruktur. Misalnya target untuk perubahan tujuan, maka
anggota organisasi perlu menanyakan kembali relevansi tujuan atau
menciptakan misi dan tujuan-tujuan baru. Berikut gambaran target
perubahan yang ada dalam organisasi:

Porpose
Clarify or create mission
and objective
Objectives Technology
Set or modify specific Improve equipment,
performance targets facilities, and workflows.

Strategies Change Structure


Clarify or create strategic Target Update organizational
and operational plans desaign and Coordination
Mechanism.

Culture Task
Clarify or create core Update Job Design for
beliefs and values individual and groups

People
Update recruiting and selection practices;
improve training and development
40
Gambar 6.1 Target Organisasi untuk perubahan yang direncanakan
Tahapan untuk perubahan yang direncanakan menurut Lewin yaitu
unfreezing, changing, freezing. Tahap awal sebelum dibentuk perubahan
maka perlu persiapan situasi yang dapat dilakukan oleh manajerial, tahap
ini disebut unfreezing. Tahap pertama ini juga harus ada konfirmasi bahwa
organisasi membutuhkan perubahan atau sesuatu yang baru. Tahap kedua
adalah membuat perubahan (changing). Tahap terakhir dalam proses ini
ialah menginisiasi perubahan yaitu dengan mendesain momentum menjadi
bagian proses institusionalisasi yang akan menjadi bagian kegiatan rutin
yang normal.
Strategi dalam perubahan yang direncanakan dapat menggunakan
force coercion strategy (pemaksaan),dengan menggunakan legitimasi,
penghargaan, dan hukuman. Agen perubahan dalam strategi ini biasanya
akan langsung memberikan perintah. Misalnya dalam rangka
mendisiplinkan siswa di sekolah, Kepala sekolah dan guru membuat
peraturan bagi yang terlambat akan mendapatkan hukuman tertentu. Selain
dengan strategi tersebut, ada strategi rational persuasion, yaitu dengan
cara memberikan pengetahuan atau informasi serta alasan yang rasional,
sehingga dapat meyakinkan perlunya perubahan. Strategi ketiga dalam
melakukan perubahan adalah shared power. Shared Power dilakukan
dengan cara mengajak dan melibatkan anggota dalam organisasi untuk
membuat perubahan. Biasanya dilakukan dengan cara menekankan nilai
dan tujuan bersama terlebih dahulu.
- Perubahan yang tidak direncanakan, yang terjadi secara spontan tanpa
arahan atau petunjuk dari agen perubahan. Contoh perubahan yang tidak
direncanakan adalah Chief Executive Officer yang secara mendadak
mengundurkan diri dari perusahaan.

Perubahan berdasarkan hasilnya dibagi menjadi 2 hal:


- Perubahan radikal (radical change/frame-breaking change), perubahan
besar dalam organisasi.

41
- Perubahan tambahan (incremental Change /frame-bending change),
perubahan yang terjadi lebih sering dan terasa seperti evolusi alami dalam
organisasi.

B. Mengelola resistensi perubahan

Pengelolaan perubahan yang efektif perlu memotivasi perubahan,


merumuskan visi, membangun dukungan politik, mengelola transisi, dan
menjaga momentum untuk membuat sebuah perubahan. Memotivasi
perubahan ini dapat dilakukan dengan menciptakan kesiapan untuk berubah
baik dengan cara menumbuhkan kepekaan harapan positif bagi perubahan.
Dalam mendorong perubahan, agen perubahan pasti akan menemukan
resistensi dari penolakan perubahan. Hal ini dapat diminimalisir dengan
komunikasi dan mengajak anggota atau lingkungan yang akan diubah untuk
terlibat langsung. Alasan mengapa perubahan ini ditolak biasanya karena
ketakutan akan kemungkinan yang tidak diketahui. Bisa saja perubahan yang
diinginkan oleh agen perubahan dimaknai berbeda oleh anggota organisasi
atau tempat yang ingin diubah. Sehingga memang perubahan membutuhkan
perhitungan yang matang, baik secara waktu maupun jumlah sumber daya
yang bisa ikut terlibat.
Beberapa tips untuk menyelesaikan permasalahan penolakan ini, yaitu dengan
- Education and communication, ini dapat berfungsi untuk menyampaikan
logika alasan perlunya perubahan;
- Participation and involvement, melibatkan orang lain untuk memberikan
kontribusi dan ide strategi dalam melakukan perubahan;
- Facilitation and support, pemimpin atau agen perubahan perlu
mendengarkan kesulitan dan kekhawatiran yang dimiliki oleh anggotanya
dan menyiapkan bantuan solusi;
- Negotiation and agreement, memberikan tawaran bagi penolak perubahan;
- Manipulation and cooptation, memilih informasi dan kejadian yang secara
terstruktur dapat terjadi;

42
- Explicit or implicit coercion, memaksakan perubahan dengan kewenangan
yang dimiliki oleh agen perubahan.

Untuk memuluskan adanya perubahan, terkadang kita perlu mengundang


konsultan. Konsultan diperlukan karena konsultan memiliki pengetahuan dan
keterampilan khusus. Selain itu, konsultan dapat memberikan bantuan profesional
secara temporer. Pandangan yang tidak memihak dari konsultan akan membantu
manajerial dalam menentukan tujuan atau visi yang sedang direncanakan.

43
Uji Pemahaman Individu
Setelah mempelajari bagaimana perubahan terjadi, mari kita analisa berita di
bawah ini dengan menggunakan prespektif mengelola perubahan.

CEO Bukalapak Achmad Zaky Mundur?


Roy Franedya, CNBC Indonesia
 09 December 2019 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Pendiri sekaligus Chief Executive


Officer (CEO) Achmad Zaky dikabarkan mundur dari jabatannya
sebagai orang nomor satu di Bukalapak. Kabar tersebut tersiar dari
sumber CNBC Indonesia melalui pesan singkat.

"Achmad Zaky digantikan dengan Rachmat Kaimuddin," ujar


Sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, Senin (9/12/2019).
Rachmat Kaimuddin saat ini menjabat sebagai direktur keuangan PT
Bank Bukopin Tbk. Ia menduduki jabatan ini mulai Mei 2018.

Rachmat Kaimuddin sebagai CEO baru Bukalapak ditemani oleh


dua co-founder, yakni Fajrin Rasyid dan Nugroho Herucahyono.
CNBC Indonesia mencoba mengkonfirmasi Head of Corporate
Communnication Bukalapak Intan Wibisono namun belum
mendapatkan respons. CNBC Indonesia juga berusaha mengontak
Rachmat Kaimuddin namun belum berbalas. Ahmad Zaky
mendirikan pada 2011. Kini pemegang saham utama Bukalapak
adalan Elang Mahkota Teknologi (EMTEK). (roy/roy)

44
Daftar Pustaka

Carpenter, Barbie, (online), The Importance of Non-Verbals in the workplace.


Diakses dari https://smallbusiness.chron.com/importance-nonverbals-
workplace-23803.html pada 12/02/2020.
Fleenor, John W. (2006). Trait Approach to Leadership. Encyclopedia of
Industrial and Organizational Psychology. Sage Publication.
Franedya, Roy, (online), CEO Bukalapak Achmad Zaky Mundur. Diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20191209165052-37-
121593/ceo-bukalapak-achmad-zaky-mundur. Pada 12 Februari 2020.
Hopwood, Christoper J, M. Brent Donnellan, Daniel M. Blonigen dkk, 2011.
Genetic and Environmental Influences on personal trait stability and
growth during the transition to adulthood: A three wave longitudinal
study. J Pers Soc Psychol. 2011 Mar; 100(3): 545–
556.doi: 10.1037/a0022409
J. Laabs, “Interest in Diversity Training Continues to Grow”, Personnel Journal
(October 1993), hal.18.
Johnson, D. W., & Johnson, F. P. (2000). Joining together: Group theory and
group skills (7th ed.) (p. 14). Boston: Allyn and Bacon.
<http://www.minneapolismn.gov/www/groups/public/@ncr/document
s/webcontent/convert_267438.pdf>
Lovegrove, Nick and Matthew Thomas. 2013 Why the world Needs Tri-Sector
Leaders. Harvard Business Review. Diakses pada 01 Februari 2020.
<https://hbr.org/2013/02/why-the-world-needs-tri-sector>.
Saragih, Eva H, dkk. 2015. Individual Attributes of Change Readiness: A Case
Study at Indonesia State-Owned Railway Company. Procedia-Social
and Behavioral Sciences.DOI: 10.1016/j.sbspro.2015.01.332.
Singh, Amit Kumar dan Lalropuii, 2014. Role of Interpersonal Communication in
Organizational Effectiveness. International Journal of Research in
Management and Bussiness Studies. Vol 1. No. 4. Hal 36-39
Varma, Chandrakant, 2017. Importance of Employee Motivation and Job
Satisfaction for Organizational Performance. International Journal of
Social Science & Interdisciplinary Research. Vol. 6 No. 2, February
2017. Hal. 10-20.
Wagner, John dan John Hollenbeck, 2010. Organizational Behavior. New York:
Routledge.
Yusoff, Wan Fauziah, Tan Shen Kian, dan M. Talha Mohammed Idris, 2013.
Herzberg’s Two Factors Theory on Work Motivation: Does Its Work

45
for Todays Environment. Global Journal of Commerce and
Management Prespective. Vol 2(5): 18-22. September-Oktober 2013.

46
LAMPIRAN 1

Memimpin Orkestra Kebhinnekaan


KOMPAS, 23 Januari 2017
                                                                                                              
                                                                      

Berjalanlah ke segenap penjuru mata angin bumi Nusantara. Indonesia memiliki


81.626 desa yang tersebar di 98 kota, 416 kabupaten, dan 34 provinsi.  Jelajahi
utara dan selatan hingga mentok di kedua ujungnya masing-masing adalah Pulau
Miangas dan Pulau Dana. Kali lain, lancongi pula penjuru timur dan barat
Indonesia hingga singgah di Merauke dan Pulau Batutigabelas. Panjang keduanya
sekitar 5.530 km atau 1/7 keliling bumi, sesuatu yang menyebabkan kita memiliki
tiga pembedaan waktu.

Populasi seluruh pulau terhuni, pada 2015 saja, tercatat melampaui angka 255 juta
jiwa (65 juta rumah tangga), terbanyak keempat setelah Tiongkok, India, dan AS.
Suku bangsa kita 1.128 jumlahnya, berbicara dalam 719 bahasa etnik.
Kemajemukan akan terasa dengan melihat adat istiadat, ragam pakaian, makanan,
dan bahasa lokal suku-suku yang ada. Bahasa daerah, misalnya, terkadang hanya
dipisahkan oleh selajur sungai kecil atau satu bukit saja.

Susuri jajaran desa dan kota sepanjang zamrud khatulistiwa. Ratusan bahkan
mungkin ribuan jenis kuliner khas daerah menyambut kita di mana-mana. Begitu
pula aneka rupa lanskap bumi, tarian, arsitektur, seni rupa, seni pertunjukan, alat
musik, hingga lagu daerah. Semua itu jadi penanda betapa kita memang bangsa
yang tidak saja besar, tetapi juga sangat majemuk.

Membandingkan dengan India, Tiongkok, serta negara-negara di benua Amerika,


Afrika, dan bahkan Eropa, sulit mencari padanan dari kemajemukan yang kita
miliki. Syukurlah kita memiliki bahasa Indonesia, bahasa pemersatu, sarana
komunikasi yang dapat mencairkan dan menautkan keberagaman yang luar biasa
itu. Meski, tentu saja, mengelola bangsa sebesar dan semajemuk ini tak cukup
dengan modal bahasa. Merujuk pada Bhinneka Tunggal Ika, tantangan terbesar
kita saat ini tampaknya justru terletak pada pengurusan aspek ika-nya.

Wajah keikaan kita saat ini tengah diwarnai oleh menganganya kesenjangan
ekonomi yang kian dirasakan sebagai ketakadilan. Sebanyak 1 persen masyarakat

47
terkaya menguasai 50 persen kekayaan nasional. Kohesi sosial sedang dalam
tekanan besar yang ditandai dengan munculnya potensi konflik
antarkelompok.Patut cemas kiranya, apalagi jika konflik antarkelompok itu
melibatkan unsur yang amat sensitif, yaitu agama, yang dapat mengoyak rasa
saling percaya antarsesama anak bangsa.

Demokrasi dan kehidupan politik yang jadi hulu dari seluruh proses berbangsa
bernegara semakin merosot kredibilitasnya. Partai politik gagal melahirkan kader-
kader yang amanah, sebaliknya semakin marak kasus korupsi yang menjerat
mereka. Perilaku sebagian elite politik yang abai terhadap norma umum dan
kepatutan, cepat atau lambat, cenderung akan menggiring bangsa ini pada kondisi
mencabik-cabik diri sendiri.

Mengelola ika adalah mengelola bangsa sebesar dan semajemuk ini beserta
segenap tantangan yang ada. Jantungnya terletak pada kemampuan dan kapasitas
kepemimpinan kolektif bangsa yang tidak cukup dengan kualitas ”biasa-biasa
saja”.Lebih dari sekadar memahami dan menghayati bineka, siapa pun pengelola
negeri ini harus mencintai kebinekaan sekaligus piawai dalam mengurus keikaan.

Belajar dari orkestra

Patut kita kiranya belajar dari dirigen orkestra. Tengoklah dirigen, di mana pun,
pasti memulai kerjanya dengan partitur komposisi di tangan, di kepala, dan di
hatinya. Tak penting apakah komposisi itu digubahnya sendiri atau warisan dari
komposer maestro, atau kombinasi dari keduanya.

Pemimpin orkestra memeriksa semua lini untuk meyakinkan bahwa semua ready.
Di kepalanya, tak satu pemain instrumen atau pendukung pun yang tidak
penting.Jangan lupa, ada banyak penyukses pula di belakang panggung, sisi yang
tak terlihat langsung. Ada penata suara, penata lampu, penata panggung, penata
busana, perias wajah, penyedia logistik, penjaga karcis, operator listrik,
pramubakti, sampai pramusaji dan tukang parkir.

Tengok juga instrumen kayu (simbol kelenturan dan kelembutan) dan instrumen
logam (simbol kekakuan). Keduanya tak saling menidakkan atau menyangkal,
tetapi justru saling mengiyakan dan mengisi. Demikian pula instrumen berdawai,
tiup, dan gebuk (perkusi), semua tidak saling menjerat dan baku pukul, melainkan

48
saling meminjam-pakai kemuliaan masing- masing. Cakap tidaknya seorang
dirigen bisa dinilai dari kemampuannya memahami keunikan dan lalu
menempatkan masingmasing pemusik secara wajar sesuai ”permintaan”
komposisi yang dimainkannya.

Menarik mencermati cara sang dirigen menempatkan diri. Dirigen pantang


menonjolkan diri karena ia sosok yang berada di antara semuanya.

Konser memang penting, tetapi bukan yang terpenting. Konser itu semata
momentum atau etalase pembuktian dari sekian ratus jam proses pengompakan
tim. Itu sekadar buah dari kerja keras tim yang dipimpin dirigen.Berbeda dengan
momentum konser yang penuh artifisial dan pamrih mengejar tampilan yang
sememikat mungkin, dalam proses latihan, semua yang berbau artifisial dan
pencitraan dibabat habis. Bahkan, dalam takaran tertentu, ”haram” hukumnya.

Akhirnya, mengelola bangsa itu butuh kepemimpinan berlapis-lapis. Keberlapisan


itu harus mampu jadi perekat dari semua ide, talenta, dan kecakapan terbaik di
bidangnya masing-masing. Bukan sebaliknya, menonjolkan kebinekaan yang
memicu konflik dan perpecahan. Lalu, bagaimana dengan dominasi, kontrol, dan
manipulasi?

Di alam demokrasi dan serba terbuka seperti sekarang ini, dominasi sudah tidak
relevan lagi. Yang berharga adalah kemampuan mengundang partisipasi. Kontrol
ketat tidak akan diapresiasi, bahkan akan dilawan. Yang dihargai adalah
memberdayakan semua potensi. Manipulasi? Apalagi! Ia makin sulit dapat tempat
dan tak bisa disembunyikan. Yang dicari adalah sikap jujur, terbuka, menjunjung
tinggi integritas dan meritokrasi. ●

49
LAMPIRAN 2
Prolog
Meniti Buih Sudirman Said
Oleh Arif Zulkifli

LAHIR dari keluarga miskin, Sudirman Said tahu betul bahwa kesulitan
hidup bisa mengantarkan seseorang menjadi pencuri yang lobak atau
pembenci kecurangan yang keras kepala.
Untuk yang pertama, ia punya ilustrasi. Syahdan, seorang anak-desa
miskin menginap di rumah famili di kota. Si anak dipersilakan mengambil
kudapan apa pun yang ada di dapur. Melihat lemari pendingin yang penuh
makanan, matanya terkesiap. Mula-mula ia mengambil satu-dua makanan.
Lalu ia mengambil lagi yang lain. Baginya, kesempatan tak datang dua kali.
Esoknya, dia mengambil lagi makanan yang terlarang: dari sikap lobak
datanglah nyali untuk mencuri.
Untuk yang kedua, ia tak pernah berilustrasi. Tapi, 20 tahun lebih
mengenalnya, saya percaya, bagi Sudirman Said, kemiskinan adalah energi
besar yang bisa digunakan seseorang untuk melawan kecurangan. Ia sadar,
kemiskinan adalah kepahitan yang bisa berkembang biak di dunia yang
dipenuhi oranglancung.
Sudirman didera kesulitan hidup sejak kecil. Bapaknya seorang
pensiunan guru tapi pecandu lotre. Gaji bapaknya habis untuk bayar utang.
Dengan istri pertama, sang bapak beroleh empat anak. Istri pertama wafat,
bapaknya menikah lagi. Dengan ibunya, istri kedua, mendapat enam anak,
dan Sudirman adalah anakkedua.
Ibunya adalah penyelamat hidupnya. Sepeninggal bapak pada 1972,
ketika Sudirman masih kelas lima sekolah dasar, ibunya menjadi penopang
hidup, bekerja serabutan: menjadi buruh tanam, penjahit baju, penjual kue.
Dengan bagus Sudirman mengilustrasikan satu fase paling sulit dalam
hidupnya. Suatu hari, adik lelakinya terserang diare.
Tinggal dalam rumah tanpa jamban, pada malam gelap, si adik harus bolak-
balik ke sungai untuk buang air. Tapi, keluarga itu cuma punya satu senthir—
lampu berbahan bakar minyak kelapa. Ketika senthir itu dipakai untuk
menerangi jalan ke sungai, rumah pasti gelap-gulita. Lima anak yang lain tak
ingin tinggal di rumah tanpa lampu. Walhasil, ketika dorongan ke sungai itu

50
datang, sambil terkantuk-kantuk, enam anak dan ibu miskin itu terseok-seok ke
sungai. Begitu terjadi berkali-kali.
Cerita yang lain terjadi ketika adik nomor empat lahir. Keluarga itu
menyelenggarakan kenduri pemberian nama. Tapi, kenduri nyaris gagal karena
si ibu tak kunjung berhasil membuat tumpeng. Tak punya duit, beras untuk
membuat tumpeng dicampurnya jagung—kombinasi yang menjadikan sajian
itu tak pernah benar-benar jadi pejal. Tiap kali tumpeng runtuh, tiap kali itu
pula si ibu menangis.
Hidup tidak berhenti di situ. Dari anak desa di Brebes, Sudirman menjadi
mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara di Jakarta. Ia kemudian
melanjutkan studi di Amerika Serikat. Dari situlahSudirman memulai
debutnya sebagai aktivisantikorupsi.
Bersama Erry Riyana Hardjapamekas, Arief T Surowidjoyo, Chandra
Hamzah, dan Amien Sunaryadi (kini Ketua SKK Migas), ia menggagas ide
pembentukan lembaga swadaya masyarakat antikorupsi Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI) pada 10 Agustus 1998. Pada 2000, perhimpunan
publik yang cukup penting pada awal reformasi itu mendorong lahirnya embrio
Komisi Pemberantasan Korupsi. MTI juga mengundang sejumlah tokoh senior
untuk bergabung, termasuk Mar’ie Muhammad, Cak Nurcholish Madjid, dan
Prof Koesnadi Hardjasoemantri. Ketiganya kini sudah wafat.
Hidupnya lalu seperti roller coaster.
Ia terlibat dalam Gerakan Reformasi 1998, menjadi karyawan swasta dan
badan usaha milik negara, lalu menjadi menteri selama dua tahun sebelum
akhirnya dicopot.
Apa artinya semua itu? Begitu banyak orang datang dari keluarga miskin.
Tak sedikit orang menjadi aktivis. Sudirman juga bukan satu-satunya orang
yang menjadi menteri dalam waktu pendek.
Saya mencatat satu hal penting dari Sudirman Said: dalam setiap fase
hidupnya, ia adalah seorang keras kepala. Baginya, harapan adalah sesuatu
yang harus dijaga—ibarat seorang yang terjebak dalam mobil yang terperosok
lumpur di tengah hutan pada malam gelap. Bagi Sudirman, ketimbang
menunggu bantuan yang entah kapan datangnya, ia akan memaju-mundurkan
mobil karena harapan datang dari upaya—sekecil dan semuskil apa pun.
Memasuki medan baru dan tak dikenal, ia akan jalan lurus. Ia boleh jadi
akan menjadi sasaran tikaman badik dari kelompok yang bertikai. Tapi,
“keberanian” berjalan lurus di tengah perang terbuka para preman, setidaknya

51
akan membuat lawan menghitungnya sebagai “si gila” yang patut
diperhitungkan.
Merunduk bukan tak ada gunanya. Tapi, dalam sebuah perang terbuka, di
mana serangan bahkan bisa mengenai mereka yang kecut, merunduk adalah
awal dari sikap kompromistis.
Sampai di sini Sudirman kerap disalahpahami: alih-alih mendobrak tanpa
ampun, ia dianggap naif. Itulah yang terjadi dalam beberapa anak tangga
kehidupannya. Di Pertamina, ia menerapkan sistem yang memungkinkan
proses impor bahan bakar menjadi lebih transparan sehingga lebih sulit
digerogoti pemburu komisi. Ia sukses. Tapi, masa kerjanya tak panjang. Ia
mundur setelah sistem yang dibangunnya ditutup.
Sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman membentuk
tim antimafia migas, mengungkap sepak terjang Muhamad Reza Chalid, nama
yang selama ini cuma terdengar samar dalam kancah korupsi pengadaan bahan
bakar minyak. Sudirman membubarkan Petral, anak perusahaan yang nyaris
tak pernah tersentuh dan dianggap bertanggung jawab atas banyaknya
kebocoran keuangan Pertamina. Terakhir, Sudirman membongkar “papa
mintasaham”, kasus yang membuat Setya Novanto terpental dari posisinya
sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Kita tahu, Setya akhirnya kembali ke Dewan. Sudirman, yang semula di
atas angin, mendadak diterpa angin puyuh. Ia diserangdari dalam kabinet,
di antaranya lewat Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli.
Dituding sebagai pembuat gaduh, lalu, untuk alasan yang tidak jelas,
hubungannya dengan Presiden Joko Widodo merenggang. Saya mendengar
kabar sayup-sayup bahwa enam bulan terakhir Sudirman sulit bertemu
presiden sebelum akhirnya dicopot dari kabinet.
Apakah Sudirman kalah?
Jika perjuangan hanya diukur dari jabatan, Sudirmanadalah
pecundang. Tapi, saya percaya, baginya, jabatan bukan tujuan akhir
betapa pun itu merupakan alat yang efektif untuk memperbaiki keadaan.
Maka, saya bayangkan Sudirman tidak akan berhenti. Sudirman akan
terus menggerakkan mobil ke depan dan belakang agar terbebas dari
jebakan lumpur. Jika pun lolos, ia segera akan masuk ke pertempuran
berikutnya. Ia mungkin akan kembali melawan yang lancung meski untuk itu
harus menabraktembok.
Saya percaya, Sudirman tidak mengimpikan kesempurnaan. Barangkali
karena itulah ia memilih judul buku ini “Berpihak pada Kewajaran”. Tapi,

52
mengupayakan “yang tak sempurna” itu, ia toh perlu pandai-pandai membaca
keadaan.
Indonesia hari ini adalah Indonesia yang lebih baik dari kemarin betapa
pun perbaikannya terseok-seok. Pada zaman yang belum benar-benar terbebas
dari si lancung ini, mereka yang ingin terus memperbaiki negeri tampaknya
perlu pandai-pandai meniti buih. (*)

Arif Zulkifli
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo

53
LAMPIRAN 3

Masa Depan Energi Kita

TANPA mengurangi arti penting peran energi fosil, semakin mendesak


bagi kita untuk bergegas menata diri, membangun energi masa depan:
energi terbarukan.
Pada suatu Rabu, 4 Maret 2015, senior saya Pak Subroto bertandang
ke kantor redaksi harian ini. Beliau sempat menyampaikan kegundahan
yang oleh Kompas dipublikasikan pada keesokan harinya. Begini katanya,
,gereget ataukemauan menemukan
energi baru dan terbarukan belum
kelihatan. Saya, kok, takut kita sudah
di ambang pintu krisis energi kalau
tidak segera diambil tindakan-
tindakan. ”Andaikata itu pernyataan
tokoh yang biasa-biasa saja, mungkin
saya masih bisa agak tenang. Toh
isunya bukan barang baru. Namun, ini keluar dari sosok yang bukan biasa-
biasa saja, seorang guru besar dan tokoh energi dan Sekretaris Jenderal
Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada kurun
1988-1994. Oleh karena itu, kredibilitasnya tidakmain-main.
Terdapat dua isu yang coba diingatkan Menteri Pertambangan dan
Energi era 1978-1988 itu terkait keniscayaan akan krisis energi, yakni:
menipisnya cadangan energi fosil serta lambannya pengembangan energi
baru dan energi terbarukan. Ini merupakan tantangan riil yang untuk
menjawabnya kita dituntut berlari lebih kencang melalui kerja konkret
yang serius dan keluar dari gaya business as usual (BAU).

54
Angka Waspada
Sirine kewaspadaan yang dibunyikan Profesor Subroto itu valid. Betapa
tidak, kondisi mutakhir keenergian kita memprihatinkan. Dengan lebih dari 250
juta jiwa, populasi penduduk Indonesia saat ini menjadi yang terbesar keempat
atau sekitar 3,5% dari total penduduk dunia. Jika kita mengandalkan bahan
bakar fosil saja, suatu ketika pasti akan habis karena jumlahnya tidak sepadan
dengan yang dikonsumsi. Katakanlah ada teknologi, tetap saja betapa pun
energi itu digali habis-habisan, mengingat sifatnya yang tak terbarukan itu,
suatu ketika pasti mentok.
Menurut data SKK Migas, produksi minyak dan gas bumi (migas) kita
merosot dan tingkat pengembalian cadangan (reserve replacement ratio) pada
2012 tidak sampai 53%. Berdasarkan hal itu, menurut hitungan BP stastical
Review 2014, cadangan terbukti minyak kita tinggal 3,74 miliar barel (sekitar
0,2% dari cadangan dunia) dan
diperkirakan akan habis dalam 13 tahun lagi. Cadangan terbukti gas alam
kita tinggal 103,3 triliun kaki kubik (sekitar 1,57% dari cadangan dunia) dan
diprediksi akan tandas dalam 34 tahun lagi. Sejak 1997, produksi dan lifting
migas terus turun, dan bahkan pada lima tahun terakhir belum pernah sekalipun
menyentuh target.
Indonesia merupakan importir bahan bakar minyak (BBM) nomor dua
terbesar di dunia, dan kelak menjadi importir BBM terbesar dunia jika tidak
melakukan tindakan serius. Kilang pengolahan minyak kita rata-rata sudah uzur
sehingga tak efisien lagi. Lima tahun terakhir kerugian dari kilang sekitar Rp50
triliun atau Rp10 triliun/ tahun. Negara kita tidak punya cadangan strategis
(strategic reserve) BBM untuk mengamankan pasokan kalau-kalau terjadi
situasi darurat. Pembangunan infrastruktur gas amat lambat, sehingga
ketergantungan terhadap BBM begitu besar.
Kendati hanya memiliki 0,6% cadangan batubara dunia, namun kita
merupakan pengekspor terbesar. Di bidang Ketenagalistrikan,
darikeseluruh22sistemnya,yangnormalhanya6sistem;sisanya:11defisit dan 5
krisis. Saat ini, bauran energi masih didominasi minyak bumi (46%), adapun
energi baru hanya5%.
Andaikata kita tidak memiliki sumberdaya energi yang lain, sudah pasti
kita putuskan akan memperkuat diri menjadi importir yang baik. Tapi jika
demikian, risiko yang menghadang adalah akan ada banyak hal yang tidak bisa
kita kontrol, seperti gejolak harga (price volatility), kemandirian, dan
kedaulatan (sovereignity).

Belajar dari Negara Lain

55
Apa pun bentuk ketergantungan, tetap saja itu bukan pilihan.
Kemandirian di bidang energi hanya mungkin apabila kita mampu
melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber energi yang tidak kita miliki
secara cukup seperti minyak, karena negara kita justru memiliki lebih banyak
energi selain minyak. Kita baru layak mandiri dalam energi manakala kita
mampu mengandalkan diri pada sumber-sumber energi yang sudah pasti, ada
terus (terbarukan), dan potensinya besar sekali: energi (baru) terbarukan.
Berkaca pada Brasil, sejak empat dasawarsa lampau, negara berkembang
ini sudah bervisi jauh ke depan dengan secara serius mendorong dua
eksplorasi, yakni di hulu migas (terkhusus laut dalam) dan di bahan bakar
nabati. Brasil mengombinasikan keduanya. Hasilnya: seiring dengan makin
menipisnya cadangan minyak dunia, mungkin Brasil lah satu-satunya negara
yang tren produksinya terus naik. Bahkan pada 2008-2009, produksi minyak
Brasil (2,5 juta barel per hari) melampaui tingkat konsumsinya hingga
membuatnya menjadi negara net exporter minyak.
Lain Brasil, lain Eropa. Kebanyakan negara di Eropamenyadaribahwa,
sadar energi fosilnya terbatas, mereka enggan bergantung pada negara lain
untuk memenuhi kebutuhan migasnya. Mereka memutuskan untuk serius
menggenjot energi terbarukan, padahal
potensinyadibidangitusebenarnyataksekayaatausemelimpah Indonesia. Jadi,
mengapa kita tak menempuh “perjalanan” serupa, mengembangkan potensi
energi terbarukan kita?

Potensi Energi Terbarukan


Bayangkan, untuk menjawab kebutuhan elektrifikasi lima tahun
mendatang, kita harus membangun pembangkit sebesar total
35.000 MW. Artinya, setiap tahun ditargetkan terbangun 7.000-an MW.
Sumber energinya kebanyakan disokong oleh energi fosil. Padahal, potensi
energi terbarukan sebagai energi masa depan kita saat ini amat besar.
Kita punya totalpotensi panasbumi sekitar 28.910 MW di 300-
an titik lokasi. Hidro, kapasitas terpasangnya baru 7.573 MW dari 75.000-an
MW total potensi. Potensi biomassa sekitar 32.654 MW, sementara kapasitas
terpasangnya baru 1.700-an MW. Belum lagi potensi tenaga, bayu (950 MW),
laut (49.000 MW),uranium (3.000 MW, hanya di Kalan, Kalimantan Barat),
surya (4,80 kWh/m2/hari), dan sebagainya.
Potensi-potensi itu bisa dibangkitkan dalam banyak rupa. Dalam skala
kecil, ada pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), surya (PLTS), atau
bayu (PLTB). Limbah manusia, ternak, dan pakan/tanaman pun diolah menjadi

56
biogas atau biofuel. Untuk skala yang lebih besar, ada pembangkit listrik tenaga
air (PLTA) atau panasbumi (PLTP).
Andaikata keseluruh potensi yang masih banyak terabaikan itu serius
dikembangkan dan diintegrasikan, maka total power yang dihasilkan tentu
jauh lebih dari cukup dibanding kebutuhan. Artinya, jika kita mau, sebenarnya
kita mampu untuk mandiri dan berdaulat dalam bidang energi tanpa
bergantung pada energifosil.

Berbenah, Berubah
Memang banyak yang mempertanyakan, mengapa kita tidak kunjung
serius mendorong energi-energi masa depan tersebut. Harusdiakui, selain
karena besarnya vested interest, hal itu terjadi karena kita juga kurang
tertantang untuk berpikir jauh ke depan. Berpikir jauh membutuhkan nyali serta
menguras tenaga. Siklus berpikir kita cenderung pendek-pendek. Jadi, dengan
segala macam bentuknya, akhirnya kita terbuai dalam zona nyaman: dilenakan
oleh kemurahan energi fosil. Tapi, apa benar energi fosil itu murah?
Indonesia sebagai negara kaya minyak sudah tinggal sejarah. Dari
semula net exporter menjadi net importer. Pada 1997, Indonesia masih bisa
menikmati lifting minyak sekitar 1,5 juta barel per hari (bph). Sekarang, 800
ribu bph saja sudah bagus; sementara kebutuhan
mencapai sekitar dua kali lipatnya. Separuh kebutuhannya lagi, praktis
diimpor. Harganya seakan-akan murah padahal tidak karena ada
komponen subsidi yang disuntikkan. Hal itulah yang membuat konsumsi
energi fosil tinggi dan mendorong masyarakat untuk cenderung boros dalam
menggunakannya. Paradigma-paradigma usang harus diubah, disegarkan.
Misalnya, mengapa energi fosil yang sudah pasti akan habis disubsidi, akan
tetapi energi baru dan terbarukan yang berkesinambungan malah tidak
didukung? Paradigma bahwa energi sebagai penghambat pertumbuhan
ekonomi, juga harus diubah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
Energi yang semula dimaknai sebagai sumber utama penerimaan negara,
harus diubah menjadi pengganda dan nilai tambah. Cara pengambilan
keputusan-keputusan yang terkontaminasi orientasi politik harus bergeser ke
profesionalisme yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip meritokrasi.
Dalam rangka menyongsong arah baru pengelolaan energi kita ke depan,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah memulai
berbagai langkah pembenahan. Tim inti sektor KESDM disegarkan, bukan
saja eselon I dan II-nya, melainkan juga pada institusi yang relevan, termasuk
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas) sertaBadan Usaha Milik Negara sektor energi (seperti:

57
PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Pertamina).
Pola pengambilan keputusan ditata-ulang agar lebih akuntabel dan
transparan. Diskresi personal pejabat kementerian, bahkan hingga menteri,
dibatasi agar semua keputusan diproses berdasarkan sistem yang mudah
dipahami oleh masyarakat. Keputusan-keputusan penting yang dahulu tertunda
bertahun-tahun karena tersandera oleh vested
interest sudah diselesaikan.
Koordinasi antarunit ditingkatkan dengan menyelenggarakan berbagai
forum dialog untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama dengan
melibatkan lintas-pemangku kepentingan. Satu yang tak kalah penting adalah,
arah jangka panjang pembangunan kemandirian energi nasional telah tertata.
Pada 5-10 tahun mendatang, jelas kiranya bahwa kami masih memiliki
sejumlah besar pekerjaan rumah. Dalam jangka pendek, 1-3 tahun,
pembangunan infrastruktur harus dipercepat. Jaringan pipa transmisi dan
distribusi gas harus dibangun secepatnya guna mendorong konversi dari BBM
ke BBG, termasuk membangun jaringan gas untuk 7,9 juta rumah tangga di
perkotaan. Porsi biofuel untuk BBM akan ditingkatkan menjadi 30% dalam 2-3
tahun ke depan. Kami akan bekerja keras untuk menata iklim investasi di hulu
agar kegiatan eksplorasi dapat dilakukan secara habis-habisan guna menambah
cadangan terbukti migas.
Jaringan pipa dan saran penyimpanan BBM harus ditingkatkan
keandalannya, dari kemampuan menyimpan hanya 18-20 hari menjadi minimal
30 hari dalam 3 tahun mendatang. Seiring dengan itu, fasilitas pengolahan
migas akan direvitalisasi dan dibangun yang baru.
Konsisten dengan arahperubahan orientasi menuju pembangunan
energi baru terbarukan, alokasi anggaran dan sumberdaya akan
digelontorkan untuk membangun pusat-pusat energi baru. Gerakan
konservasi energi harus dijadikan gerakan yang massif dan meyakinkan dalam
memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semua itu hanya dapat terwujud jika seluruh pemangku kepentingan
menjaga konsistensi dan energi untuk berpikir jangka panjang, bertekad keluar
dari zona nyaman cara pengelolaan energi yang selama ini melenakan kita
semua.
Terakhir dan yang terpenting: dahulukan kepentingan rakyat dan masa
depan bangsa seraya buang jauh-jauh vested interest, baik pribadi maupun
golongan. (*)

Ditulis pada 25 April 2015 saat menjabat MESDM.

58

Anda mungkin juga menyukai