Disusun Oleh :
1. Sudirman Said, SE, Ak, MBA
2. Erni Unggul S. U., SE, M.Si
3. Binti Nikmatul Afdila, S.IP
SAMPUL
i
KATA PENGANTAR
Kemudian pada Bab II, mahasiswa akan mempelajari cara mengelola individu
(managing individual) dimana sebagai pemimpin, mereka dituntut untuk bisa
mengelola orang lain, juga harus memahami individu yang ada didalam organisasi
termasuk dirinya sendiri. Diharapkan setelah mempelajari materi ini, mahasiswa akan
tahu dan memahami bahwa motivasi berpengaruh terhadap seluruh aspek kinerja
organisasi.
ii
bagaimana mengelola kelompok sebagai sumber daya organisasi dan mengelola
individu dalam kelompok.
Pengelolaan proses yang ada didalam organisasi akan dibahas dalam Bab V
modul ini. Diharapkan setelah mempelajari materi ini, maka mahasiswa menguasai
komunikasi interpersonal, power dan influences dan cara mengelola konflik dalam
organisasi.
Bab terakhir dari modul ini membahas tentang model penanganan konflik.
Setelah mempelajari materi ini, maka diharapkan mahasiswa mengetahui, memahami
dan mengerti tentang sifat perubahan organisasi dan mengelola resistensi perubahan
yang ada didalam organisasi.
Penyusun menyadari, bahwa dalam pembuatan modul ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan modul ini dimasa yang akan datang.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................4
MENGELOLA INDIVIDU.....................................................................................4
BAB III..................................................................................................................11
MENGELOLA KELOMPOK................................................................................11
A. Jenis-Jenis Kelompok.................................................................................12
B. Perkembangan dan Dinamika Kelompok...................................................14
BAB IV..................................................................................................................20
MENGELOLA ORGANISASI..............................................................................20
A. Atribut Dasar Organisasi.............................................................................20
B. Budaya Organisasi......................................................................................25
BAB V....................................................................................................................27
MENGELOLA PROSES.......................................................................................27
A. Komunikasi Interpersonal...........................................................................27
B. Power dan Influences..................................................................................32
C. Konflik dan Pengelolaannya.......................................................................39
BAB VI..................................................................................................................40
MENGELOLA PERUBAHAN.............................................................................40
A. Sifat Perubahan Organisasi.........................................................................40
B. Mengelola resistensi perubahan..................................................................42
iv
Daftar Pustaka........................................................................................................45
LAMPIRAN 1.........................................................................................................47
LAMPIRAN 2.........................................................................................................50
LAMPIRAN 3.........................................................................................................54
v
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan yang pesat terjadi pada abad 21 ini. Teknologi 4.0 dianggap
menjadi kecenderungan baru dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Teknologi dianggap mampu menggantikan kinerja manusia. Sudah mulai banyak
contoh kerja yang digantikan dengan adanya mesin. Satu contoh yang kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu keberadaan ATM (Anjungan Tunai
Mandiri). Melalui ATM, kita tidak perlu lagi datang ke bank,sehingga dengan
mudah transaksi tarik tunai maupun transfer dilakukan melalui mesin tersebut.
Ibarat komputer yang harus dijalankan, kepemimpinan merupakan
software yang wajib dimiliki oleh komputer. Begitu pula kepemimpinan yang
perlu dimiliki oleh masing-masing individu. Menjadi pemimpin perlu dimulai dari
beberapa tahapan, dari mengelola individu, mengelola kelompok, mengelola
organisasi, mengelola proses, hingga mengelola perubahan.
“We cannot teach our kids to compete with the machines- we have to
teach something unique, so that a machine can never catch up with us.”
Jack Ma
Perbandingan skill yang dibutuhkan sesuai dengan survey yang diadakan
World Economic Forum:
1
Berdasarkan tabel di atas, satu keahlian yang penting untuk disiapkan
adalah Leadership and Social Influence. Meskipun poin ini sangat penting, tetapi
kurikulum di Indonesia belum juga menjadikannyasebagai tambahan kurikulum
atau materi prioritas. Beberapa kampus di Indonesia sudah memiliki mata kuliah
kepemimpinan meski hanya 2 SKS.
Padahal, menurut Levine (2000)1,leadership skill merupakan satu
komponen penting yang menentukan kesuksesan bisnis, pemerintahan, dan
bahkan lingkungan militer. Kemampuan memimpin akan digunakan diberbagai
posisi. Management Study Guide2menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah
fungsi terpenting dari manajemen, untuk memaksimalkan dalam rangka efisiensi
dan untuk mencapai tujuan organisasi.
Keahlian mengelola kini menjadi salah satu kecenderungan, yang
membuat kepemimpinan ditempatkan pada posisi utama bagi para milenial.
Definisi kepemimpinan versi milenial memang berbeda dengan generasi
sebelumnya. Kepemimpinan tidak sekedar kewenangan, pengambilan keputusan,
dan tanggung jawab, tapi juga berkaitan dengan inspirasi, dan pemikir strategis
yang memiliki dedikasi dengan apa yang dilakukan dengan baik bersama orang
lain. Contoh pemimpin milenial ialah Gretta Turnberg, gadis 17 tahun, asal
Swedia, yang memutuskan tidak bersekolah sekali seminggu untuk melakukan
demonstrasi yang menuntut pemerintah Swedia dalam pengurangan emisi karbon.
Tindakan Gretta mendapatkan sambutan yag baik secara global. Ia pun diusulkan
mendapat nobel perdamaian. Apa yang dipertontonkan oleh Gretta menunjukkan
bahwa kepemimpinan bukan semata sebuah posisi, tapi behavior. Itu
ditunjukkan secara konsisten untuk mengkampanyekan pengurangan emisi karbon
untuk mengurangi pemanasan global.
Kepemimpinan tidak hanya pada isu sosial, tapi kepemimpinan juga
dibutuhkan disektor manapun. Tantangan masyarakat semakin berkembang,
1
Levine, Mindy F. (2000). The Importance of Leadership: An Investigation of Presidential Style
at Fifty National Universities. Dissertation Prepared for the Degree of Doctor of Philoshopy.
(Online). University of North Texas. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org/2d50/266a883ff65eabda59f6745bfdcb487279c8.pdf pada 2
januari 2020.
2
Importance of Leadership. (Online). Diakses dari
https://www.managementstudyguide.com/importance_of_leadership.htm pada 2 januari 2020.
2
dalam penyelesaiannya tidak bisa dilakukan oleh satu aktor saja. Misalnya
perubahan iklim, kita memerlukan tokoh bisnis, pemerintahan, serta kelompok
organisasi nirlaba untuk ikut serta dalam kolaborasi mencari solusi. Hingga
nantinya di masa depan juga dibutuhkan kepemimpinan yang disebut oleh
Dominic Barton, Worldwide Managing Director of McKinsey & Company, dalam
Harvard Business Review,sebagai“tri-sector athletes”- Pemimpin yang memiliki
kemampuan dalam mengelola sektor bisnis, pemerintahan, dannirlaba.
Untuk menyiapkan generasi yang memiliki kemampuan itu, maka mata
kuliah ini akan dikerangkai seperti ilustrasi di bawah ini:
3
BAB II
MENGELOLA INDIVIDU
Pada Bab ini, kita akan mempelajari cara mengelola individu (managing
individual), dengan memahami dan memperdalam bahasan tentang faktor kinerja
individu (Individual Performance Factors). Lingkungan kerja memaksa kita
untuk saling berinteraksi dengan orang lain, secara langsung ataupun tidak.
Interaksi memberikan pengaruh pada kinerja organisasi. Dalam kaitannya dengan
organisasi, interaksi juga dipengaruhi oleh workforce diversity (Laabs, 1993) atau
keberagaman lingkungan kerja.
Pemimpin selain mengelola orang lain, harus mampu memahami individu
yang ada di dalam organisasi termasuk dirinya sendiri. Performance atau kinerja
dari seseorang merupakan akumulasi dari atribut pribadi yang menempel pada
individu, ditambah dengan usaha dalam mengerjakan sesuatu dan ditunjang oleh
dukungan organisasi.
4
maupun deduktif (umum ke khusus) untuk memecahkan permasalahan
(reasoning ability), dan kemampuan untuk mengenali tata letak objek
secara akurat (spatial ability).
c. Personality Characteristic. Schermerhorn,dkk (2003,65) menyatakan
bahwa personality adalah keseluruhankarakter alami yang ada pada
seseorang. Personality dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Namun
saat proses menjadi dewasa, kestabilan sifat masing-masing individu
dipengaruhi juga oleh faktor genetik dan lingkungan (Hopwood dkk,
2011).
Pesonality dalam perkembangannya, muncul Teori Kepribadian
Lima Besar (Big Five Personality Dimensions):
- Extraversion, kepribadian yang mudah bersosialisasi (Sociable),
senang bergaul (outgoing), serta memiliki kepekaan dalam
menanggapi lingkungan (assertive).
- Agreeableness, kepribadian yang memiliki kecenderungan lebih
patuh dengan individu lainnya dan menghindari konflik. Tipe ini
dapat bekerjasama (cooperative) dan penuh kepercayaan (trust).
- Conscientiousness, kepribadian ini memiliki tingkat kehati-hatian
untuk mengambil tindakan. Karakter ini memiliki rasa tanggung
jawab (responsible), dapat diandalkan (dependable), dan persisten
(Persistent).
- Emotional Stability, kepribadian yang memiliki kestabilan emosi,
individu ini akan cenderung tenang (relaxed) dalam menghadapi
masalah dan berpendirian teguh. Tipe ini dalam sumber lain juga
disebut dengan neurotisme.
- Openness to Experience, individu memiliki ketertarikan dan
keinginan untuk mempelajari hal baru. Oleh karena itu, individu ini
akan cenderung imajinatif, memiliki ingin tahu lebih, dan memiliki
pemikiran yang luas (broad-minded).
Untuk mengetahui kecenderungan yang terjadi, kita bisa mengikuti tes
secara daring di internet. Hasil dari tes bukan untuk mengatakan A
5
lebih baik dari B. Pemahaman atas perbedaan individu membuat siklus
kinerja lebih mudah memahami. Jika ada A yang memiliki karakter
Openness to Experience, dia akan dipahami oleh orang lain cenderung
suka mengajukan pertanyaan.
Dalam penelitian Saragih (2015,37) individual attributes yang
ditemukan menjadi faktor penting dalam perubahan yang ada di Kereta
Api Indonesia (KAI). Individual attributes itu: nilai spiritual,
pendidikan, keluarga, lingkungan sosial, dan pengalaman hidup dalam
bekerja. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancaranya menjadi faktor
pendorong yang sangat signifikan dalam menyiapkan perubahan. Kalau
kita mengingat kereta api di zaman dahulu, memang mengalami
perubahan yang signifikan. Dahulu, kita sering melihat penumpang
kereta yang duduk di atas kereta karena terlalu penuh, pedagang
asongan dan penjual makanan di dalam stasiun bahkan ada yang masuk
ke dalam kereta, serta kondisi kereta yang sangat kotor. Namun dengan
karakter masing-masing yang ada di dalam KAI, hal itu menjadi
variabel penting pada kinerja masing-masing individu.
- Work Effort
Upaya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaan. Ini merupakan
faktor kedua yang mempengaruhi kinerja individu. Meskipun setiap individu
dalam kelompok sudah memiliki individual attribute yang baik, namun jika
tidak memiliki keinginan performyang meningkat, maka kinerjanya tidak
menjadi baik. Faktor ini akan sangat berkaitan dengan motivasi dalam bekerja.
Motivasi (Schermenhorn dkk, 2003, 102) merupakan dorongan individu
untuk memberikan pilihan, usaha, maupun persistensi dalam melakukan
sesuatu dalam durasi yang lama dengan kualitas yang baik. Setiap individu
memiliki perbedaan dalam melakukan sesuatu, sehingga menurut Varma dalam
penelitiannya yang berjudul “Importance of Employee Motivation and Job
Satisfaction for Organization Performance”, berpendapat bahwa motivasi
internal dari pekerja dan motivasi eksternal perlu diidentifikasi dan dievaluasi.
6
Yusoff (2013, 18) menyatakan pendapatnya bahwa level motivasi ditunjukkan
oleh seorang individu atau tim dalam mengerjakan tugas akan mempengaruhi
seluruh aspek dari kinerja organisasi.
Satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisa motivasi dalam
bekerja adalah Maslow’s Need Hierarchy Theory. Teori ini menjelaskan lima
level yang perlu dipenuhi dalam setiap individu. Level tersebut seperti yang
ada pada gambar berikut:
7
level 1-3, juga disebut lower order needs, sedangkan level 4-5, higher order
needs.
Selain Maslow, Alferder juga mengemukakan teori motivasi yang biasa
dikenal dengan Teori Motivasi ERG (Existence, Relatedness, and Growth).
Teori ini mengklasifikasikan kebutuhan manusia menjadi 3 bagian; existence
needs, yaitu kebutuhan untuk hidup baik dari segi kebutuhan fisik maupun
kesejahteraan materi;relatedness needs,yaitukebutuhan untuk untuk
memuaskan hubungan interpersonal; dan growth needs,yaitu kebutuhan yang
mendorong untuk miliki pengaruh pada sekitar sekaligus dorongan untuk
mengembangkan diri.
Pendekatan dalam melihat motivasi yang lain dikemukakan oleh Frederick
Herzberg. Ia mengemukakan Two-Factor Theory. Mengutip pendapat Robbin
dalam Yussoff (2013,19) teori ini berdasarkan penelitian yang dilakukan dari
respon balik 200 insinyur dan akuntan terkait dengan perasaan individu
terhadap lingkungan kerja mereka. Herzbers kemudian mendefinisikan dua
faktor yang mempengaruhi attitude dalam bekerja dan level kinerja, motivation
and hygiene factor. Teori ini juga masih memiliki ketersambungan dengan
teori motivasi Maslow, hanya saja ini dikembangkan menjadi banyak faktor
untuk mengukur bagaimana individu dapat termotivasi dalam bekerja. Berikut
tabel tentang perbedaan dari Two Factor Theory atau Teori Dua Faktor
(Schermenhorn, 2003, 114):
8
Gambar 2.2 Sumber Ketidakpuasan dan Kepuasan pada Teori dua Faktor
Herzberg. Sumber (Schermenhorn, 2003, 114)
Teori lain yang menjelaskan tentang motivasi individu dalam bekerja
adalah Equity Theory, menurut Schermenhorn dkk (2003,115) teori yang
didasarkan pada fairness hasil pekerjaan antar individu dalam organisasi
dibandingkan. Ketidaksetaraan ada yang positif dan negatif. Perasaan
ketidaksetaraan negatif (felt negative inequality) adalah perasaan individu
dalam organisasi yang menerima proporsi input kerja yang lebih sedikit dari
yang lainnya. Sedangkan perasaan ketidaksetaraan positif (felt positive
inequality) adalah perasaan individu yang merasakan input lebih banyak dari
yang lain.
Untuk mengelola ini seorang manajer yang efektif perlu menyelesaikan
perbandingan keadilan dengan beberapa tips:
1. Mengenali bahwa membandingkan keadilan atau kewajaran (equity) dalam
sebuah organisasi memang tidak terhindarkan.
2. Mengantisipasi perasaan ketidaksetaraan negatif (feltnegative inequality)
ketika penghargaan diberikan pada karyawan.
3. Mengkomunikasikan evaluasi yang jelas saat pemberian penghargaan.
4. Menyampaikan ukuran kinerja yang menjadi dasar penghargaan.
5. Menyampaikan perbandingan poin yang tepat.
Teori lain untuk membahas motivasi adalah the expectancy theory, yang
mempercayai bahwa motivasi ditentukan oleh keyakinan individu mengenai
hubungan upaya-kinerja dan keinginan untuk memaksimalkan beragam hasil
kerja yang berkaitan dengan level kinerja yang berbeda. Teori ini berdasarkan
pada logika, ”people will do what they can do when they want to”. Manusia
akan melakukan apa yang mereka bisa lakukan ketika mereka inginkan.
Contohnya saat kita menjadi bagian dari perusahaan dan ingin dipromosikan,
maka kita akan meningkatkan kinerja yang terbaik. Hal ini memotivasi kita
untuk bekerja lebih giat.
- Organizational Support
9
Faktor ketiga yang mempengaruhi kinerja masing-masing individu adalah
dukungan organisasi. Eisenberger, Malon, dan Presson dari Universitas
Houston berpendapat dalam tulisannya yang berjudul: Optimizing Perceived
Organizational Support to Enhance Employee Engagement,sebagai berikut:
“…According to organizational support theory, employees value
POS partly because it meets their needs for approval, esteem and
affiliation, plus provides comfort during times of stress. Therefore,
when favorable supervision and HR practices lead to high POS,
employees are more satisfied with their jobs, feel more closely
connected with the organization, are more compelled to view
organizational goals as their own and are more loyal and committed
to the organization. In addition to meeting the employee needs as
indicated above, POS signals to employees that the organization is
ready to provide aid with one’s job when needed and to reward
increased performance.”
10
BAB III
MENGELOLA KELOMPOK
11
- Menghubungkan penghargaan individu dengan kontribusi dalam berperan
di dalam kelompok;
- Meningkatkan akuntabilitas dengan mengidentifikasi kontribusi performa
dalam kelompok.
A. Jenis-Jenis Kelompok
12
Pemimpin kelompok juga harus mengerti tipe dari anggota yang ada di
dalam kelompok.Diperkenalkan oleh William Shultz3, teori hubungan
interpersonal yang disebut juga dengan Fundamental Interpersonal Relations
Orientation (FIRO). Dalam teorinya, ia mempercayai interpersonal yang unik dari
masing-masing anggota kelompok akan mempengaruhi motivasi dan perilaku baik
individu/personal maupun hubungan professional. Jenis-jenis interpersonal yang
ada di dalam kelompok:
- Tipe need of inclusion, tipe ingin selalu terhubung dengan orang lain,
kebutuhan yang cenderung ingin diterima. Tipe ini akan berpartisipasi
dengan aktif dalam kelompok. Tidak hanya itu, orang yang memiliki
kecenderungan ini akan senang terlibat dalam pengambilan keputusan
dalam kelompok.
- Tipe need of affection, kebutuhan untuk berbagi perasaan dengan orang
lain. Tipe ini memiliki keinginan hubungan yang hangat dan positif
dengan individu yang lain. Kecenderungan perilaku orang dengan tipe ini
akan bersikap ramah dengan orang lain. Selain itu, tidak suka ketika orang
lain menjaga jarak dengannya.
- Tipe need for control, kebutuhan untuk mampu mempengaruhi, baik orang
lain maupun diri sendiri.Tipe ini akan mencoba menjadi dominan dalam
kelompok dan tidak mudah untuk dipimpin orang lain.
3
William, David. Understanding Interpersonal Relationship. (2008). Diakses dari
http://www.dmwaustin.com/2008/09/15/understanding-interpersonal-relationships/ pada
5 januari 2020.
13
Gambar 3.1 Skema Kelompok sebagai open system
14
tersebut. Tahapan kelompok dimulai dari tahap forming (pembentukan), storming
(tahap timbulnya konflik), norming (normalisasi), performing (kinerja),
danadjourning(pembubaran).
o agerm ing
tF
S
e rfoS
P tage rm
ing t orm
S tage ing
S
N orm ing
t age
S
15
c. Tahap Normaslisasi(Norming)
Ini merupakan tahapan dimana kelompok sebagai unit yang terkoordinir.
Fase terbentuknya hubungan yang dekat antar anggota kelompok,
sehingga dapat menentukan cara komunikasi dan aturan-aturan untuk
tercapainya tujuan bersama. Selain itu, di fase ini juga akan muncul sense
of harmony, anggota kelompok akan mengelola keseimbangan positif.
Tahapan ini merupakan batu lompatan untuk perkembangan penting dari
sebuah kelompok.
d. Tahap Kinerja (Performing)
Tahapan ini juga disebut integrasi total, yang ditandai dengan adanya
kedewasaan, mulai terorganisir, dan berjalannya fungsi dari kelompok.
Pada fase ini kelompok akan dapat menyelesaikan permasalahan yang
komplek dan mengelola ketidaksepakatan yang terjadi dalam kelompok
dengan cara yang kreatif.
e. Tahap Pembubaran (Adjourning)
Tahapan pembubaran kelompok yang dibentuk untuk menyelesaikan misi
tertentu. Terutama untuk kelompok-kelompok yang bersifat sementara.
16
Tantangan dalam bekerja kelompok adalah saat membuat keputusan
(DecisionMaking).
Potensi keuntungan dari pengambilan keputusan secara berkelompok
adalah:
a. Informasi - memiliki keragaman pengetahuan dan keahlian dari
anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah.
b. Alternatif – adanya kemungkinan banyak alternatif yang diuji bersama
dalam kelompok.
c. Pemahaman dan Penerimaan – keputusan akan baik jika diterima oleh
seluruh anggota kelompok.
d. Komitmen – pengambilan keputusan secara berkelompok, berdampak
pada komitmen dari masing-masing anggota kelompok untuk
menjalankan kesepakatan kelompok.
17
a. Melakukan identifikasi common enemy untuk menyatukan kelompok.
Common enemy itu dapat berupa tujuan bersama.
b. Melakukan negosiasi secara langsung diantara anggota kelompok.
c. Memberikan pelatihan kepada anggota agar dapat bekerja bersama secara
kooperatif.
18
mantan karyawan yang bernama Ahim, dia mengatakan bahwa
pemimpin PT. Wijaya Makmur Sentosa adalah orang yang baik dan
sudah berpengalaman dalam memimpin. Selaku pemimpin perusahaan,
Rudyanto dapat mengatur dan mengelola karyawan dengan baik, hanya
saja ada satu kekurangan yaitu kurang tegas dalam bertindak. Karena
pernah pada saat cross check, Rudyanto dan Ahim mendapati karyawan
melanggar aturan, yaitu pulang lebih cepat dari jam kerja yang sudah
ditentukan tetapi tidak langsung kembali ke kantor, melainkan
bersembunyi ditempat lain. Rudyanto sebagai pemimpin tidak
mengambil tindakan ataupun melakukan teguran kepada karyawan
tersebut, hanya mendiamkannya saja. Kemudian juga pernah ada
kejadian karyawan merekayasa nota penjualan. Kejadian ini terungkap
pada saat supervisor tidak sengaja mampir pada salah satu kios, dan
ternyata karyawan tersebut sudah satu minggu tidak kesana, tetapi dinota
penjualan menyatakan bahwa kios tersebut melakukan pembelian.
Supervisor pun melaporkan kepada Rudyanto, tetapi Rudyanto hanya
memberikan teguran kecil kepada karyawan tersebut.(Wijaya, 2016,
Analisa Gaya Kepemimpinan, AGORA Vol. 4, No.2, (2016))
19
BAB IV
MENGELOLA ORGANISASI
20
mengimplementasikan bentuk struktur dari sebuah organisasi. Simple Design
berisi dengan konfigurasi yang melibatkan satu atau dua cara dari individu
atau unit yang ahli. Pada level ini, kontrol yang dibutuhkan menekankan
supervisi tanpa mengelaborasi formalitas seperti aturan tertulis. Kontrol
mayoritas ada di tangan manajer. Sehingga, desain ini akan mengurangi aspek
birokrasi dan sangat bergantung pada kepemimpinan manajer. Simple design
ini cocok untuk small firm atau pabrik manufaktur yang kecil. Kelebihan dari
simple design ini cenderung lebih sederhana, lebih fleksibel, serta ada
pertanggungjawaban oleh manajer yang mengelola. Desain ini lebih efektif
jika dipraktikkan oleh level senior manajer yang memiliki kemampuan
kepemimpinan yang baik.
Teknologi, bila kita mendiskusikan perkembangan 4.0, menjadi satu peran
pengganti yang penting. Pekerjaan yang berulang dan rutin dapat diganti
dengan implementasi Informasi Teknologi. Pada poin ini, teknologi berperan
sebagai subtitusi dalam organisasi. Misalnya pengiriman berkas undangan,
yang dulu dilakukan oleh staff, kini dapat dikirim melalui email maupun
jejaring komunikasi daring dari bawahan langsung ke atas. Hal ini tentu saja
terlihat sederhana, tapi setidaknya sudah ada satu staf yang pekerjaannya
tergantikan.
Apabila kita lihat semakin lengkap, sebenarnya ada manfaat efisiensi
pekerjaan saat menggunakan Informasi Teknologi. Hal ini menunjukkan
bahwa Teknologi Informasi (IT) dapat berperan sebagai kapabilitas yang
harus dipelajari. Contoh lain atas efektivitas IT ini juga dapat dilihat dengan
manajer yang dapat melakukan trackperforma penjualan atau bisnis yang
dilakukan. Sebagai manajer, tentu IT menjadi bagian penting yang harus
dipelajari.
Informasi dan teknologi saat ini sangat berkaitan dengan penjualan daring
(online). Sehingga teknologi dapat digunakan sebagai strategi kapabilitas.
Kondisi ini ditandai dengan maraknya media penjualan daring seperti
bukalapak, tokopedia, shopee, lazada, dan lain sebagainya.
21
Selain simple design, ada bentuk birokrasi. Birokrasi disebut sebagai
bentuk organisasi yang paling ideal, digambarkan oleh ahli sosiologi asal
Jerman, terdapat legal authority, logic, dan order dalam sebuah organisasi.
Ada 3 dasar birokrasi yang paling poluler:
a. Tipe mekanik (Mechanistic type),
HQ
birokrasi organisasi yang menekankan
spesialisasi vertikal dan kontrol. Tipe ini
akan menekankan aturan, kebijakan,
prosedur, dan teknik khusus untuk
membuat keputusan. Bagaimanapun juga
tipe ini akan memperkuat middle
Line
management dan centralized staff untuk
Gambar 4.1 Birokrasi tipe
membuat back up sistem control dokumen
Centralized Staff
yang baik.
HQ
Conglomerates
23
c. Horizon Specialization
berdasarkan matriks, didasarkan
atas kombinasi fungsi dan divisi.
Keuntungan divisi ini adalah
mengkombinasikan kekuatan
kedua horizon, menyiapkan
manajer yang mampu
Gambar 4.5skema Horizontal Specialization
berkomunikasi, baik kepada Berdasarkan Matrix
personel teknis maupun marketing. Kelemahan dari model ini adalah akan
lebih mahal, setiap individu memiliki lebih dari satu supervisor.
- Control, menjadi astribut dasar organisasi selain goals. Control
didefinisikan (schermenhorn,2003, 220) seperangkat mekanisme yang
digunakan untuk mengendalikan tindakan atau output dalam batas yang
telah ditentukan. Peningkatan target dan standar, mengukur hasil atas
target yang telah ditentukan dalam Output Control. Sehingga Output
Control berfokus pada target yang ingin dicapai dalam organisasi dan
membiarkan manajer untuk menggunakan metode mereka dalam
menentukan target yang ingin dicapai.
Bagian ini juga ada proses kontrol dalam rangka menentukan cara tugas
atau tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Sehingga pada
proses ini akan ada kebijakan-kebijakan, prosedur, dan aturan yang secara
beragam diterapkan oleh sebuah organisasi. Kebijakan ini dijadikan
petunjuk dalam mengambil tindakan yang menguraikan tujuan penting dan
kegiatan seperti apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Selain kebijakan (policy), ada prosedur dan aturan yang lebih khusus
berntuk petunjuk yang rigid yang menggambarkan secara detail
bagaimana tugas harus dilaksanakan.
- Coordination, mekanisme yang digunakan organisasi untuk
menghubungkan tindakan atau kegiatan masing-masing unit agar
konsistensi pola tercapai. Ada dua metode dalam melakukan koordinasi,
yaitu:
24
a. metode personal (personal methods of coordination), yang ditujukan
untuk menghasilkan sinergi dalam bentuk dialog, diskusi, inovasi,
serta pembelajaran secara lintas unit dalam organisasi.
b. Metode Impersonal (Impersonal methods of coordination), koordinasi
yang dilakukan secara formal yang terwujud dalam kebijakan maupun
prosedur.
B. Budaya Organisasi
Manajer yang baik mampu mendukung budaya kuat yang ada dan
membantu membangun budaya tangguh ketika manajer tidak ada. Elemen-elemen
budaya organisasi yang kuat (Schemerhorn, 2003):
- Membagi pemahaman tentang apa yang diperjuangkan organisasi;
- Kepedulian anggota organisasi atas aturan, kebijakan, prosedur dan
kepatuhan terhadap tugas;
25
- Pengakuan untuk orang-orang yang berjasa dalam memperjuangkan tujuan
organisasi;
- Kepercayaan terhadap pentingnya ritual atau upacara yang biasa
dilaksanakan dalam organisasi dalam rangka membangun identitas
organisasi yang sama;
- Senseanggotauntuk memahami aturan dan ekspektasi informal, sehingga
dapat mengetahui apa ekspektasi manajer terhadap kinerja mereka;
- Kepercayaan bahwa yang dilakukan oleh pegawai dan manajer sama-sama
penting, sehingga penting untuk berbagi informasi dan ide.
26
BAB V
MENGELOLA PROSES
A. Komunikasi Interpersonal
27
oleh penerima pesan sehingga tidak efektif. Model komunikasi digambarkan
sebagai berikut:
28
disebut Komunikasi Non-Verbal (Non-Verbal Communication). Menurut
Carpenter, pentingnya komunikasi non-verbal membuat kita sadar terhadap apa
yang kita sampaikan tanpa membuka mulut (mengeluarkan kata-kata). Selain
dapat menekankan maksud dari penyampai pesan, komunikasi non-verbal juga
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi partner berkomunikasi. Misalnya saat
manager meminta untuk bekerja lembur di hari libur, lalu staf menerima perintah
tersebut dengan dahi mengernyit. Hal ini dapat dimaknakan sesungguhnya staf itu
tidak senang untuk mengambil hari libur untuk bekerja. Komunikasi non-verbal
juga dapat digunakan untuk mengukur pemahaman dari partner diskusi, yang
salah satunya ditandai dengan mengangguk.
Dalam komunikasi, ada kemungkinan pesan yang disampaikan oleh sender
tidak sampai pada receiver, yang disebabkan oleh beberapa penghalang (barrier),
seperti:
a. Gangguan fisik, misalnya saat kita berkomunikasi telepon genggam partner
berkali-kali berbunyi sehingga menyebabkan komunikasi terputus;
b. Masalah semantik, termasuk minimnya pilihan kata atau kata yang berbelit-
belit. Sehingga pada komunikasi sangat disarankan menggunakan prinsip
KISS (Keep It Short and Simple).
c. Mixed Messages, terjadi ketika apa yang disampaikan oleh pembicara
berbeda dengan bahasa tubuh atau gerakan penyampai pesan (sender).
d. Perbedaan Budaya, dalam komunikasi perlu mengidentifikasi budaya dari
lawan bicara.
e. Ketiadaan feedback, komunikasi satu arah, misalnya pengiriman memo dari
manajer ke staf tanpa konfirmasi ulang.
f. Status effect, perbedaan status berpotensi menjadi penghalang komunikasi
yang dapat terjadi antara orang yang berprestasi dan tidak. Pemimpin jika
menemui masalah ini harus meningkatkan trust antar pekerja dan memberi
kesempatan untuk komunikasi face to face. Management by Wondering
Aroung (MBWA), bisa digunakan sebagai cara yang efektif oleh manajer
untuk meningkatkan trust. MBWA dilakukan dengan memperbanyak
29
komunikasi dengan anggota, sehingga atmosfer komunikasi di kantor lebih
dekat dan tidak berjarak.
30
atau kosa kata yang spesifik, berfokus pada apa sumber masalah dan bagaimana
penyelesaiannya, serta diakhiri dengan meminta staf merangkum pertemuan dan
solusi yang ditemukan.Komunikasi organisasi berfungsi untuk kordinasi,
mengumpulkan informasi dan menunjukkan perasaan dan emosi.
Gambar ini menunjukkan: public area, informasi tentang diri kita yang
diketahui oleh orang lain seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan,
lulusan sekolah, dan lainnya. Hidden area, berisi informasi yang kita tahu tentang
diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita
mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dan lainnya. Blind
31
area, yang menentukan bahwa orang lain sadar akan sesuatu tapi kita tidak
menyadarinya. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal kita sementara kita tahu
kemampuan dan potensi kita. Bila hal tersebut yang terjadi, maka umpan balik
dan komunikasi merupakan cara agar kita lebih dikenal orang terutama
kemampuan kita. Maka diperlukan tingkat kepercayaan diri untuk terbuka.
Unknown area, adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak
mengetahuinya. Teori ini menyimpulkan bahwa untuk memiliki kesadaran diri
perlu diberikan umpan balik (feedback) sehingga meningkatkan ukuran wilayah 1
dan mengurangi wilayah 2 dan 3. Sehingga gambar 5.2 menjadi seperti berikut:
32
respon perilaku untuk melatih power. Seorang manager dapat memperoleh power
dari position power dan personal power.
Position power(schermenrhorn, 2003, 311) didapatkan setelah pemimpin
mendapatkan mandat dari organisasi berupa:
- Legitimate power, otoritas formal yang dapat digunakan oleh manajer
dalam bentuk wewenang untuk mengontrol orang lain;
- Reward power, kewenangan manajer untuk memberi reward baik dalam
bentuk instrinsik maupun ekstrinsik untuk mengontrol orang lain;
- Coercive power, kewenangan manajer dalam mengontrol orang lain
dengan memberikan penghargaan atau hukuman;
- Process Power, kewenangan manajer untuk mengontrol metode produksi
dan analisa;
- Information power, kewenangan akses untuk mendapat dan mengontrol
informasi;
- Representative power, kewenangan akses untuk menjadi juru bicara
organisasi atau firm;
Selain position power, ada personal power yang juga penting dimiliki oleh
anggota dalam organisasi. Ada 3 dasar personal yang bisa dikontrol oleh individu:
- Expert power, kemampuan untuk mengendalikan perilaku orang lain
karena pengalaman yang sudah dilalui;
- Rational persuasion, kemampuan untuk mengontrol orang lain dengan
cara meyakinkan dan alasan rasional;
- Referent power, kemampuan untuk mengontrol perilaku orang lain dengan
keteladanan. Dalam hal ini pekerja akan mengikuti atasan karena ingin
berperilaku dan melihat apa yang atasan lakukan.
33
- Pemimpin harus memastikan setiap anggota bahwa mengerti apa yang
harus diselesaikan.
- Pemimpin harus memastikan setiap anggota bahwa mereka bisa
melakukan, tidak bisa berasumsi sehingga perlu menanyakan kembali
anggota tim.
- Pemimpin perlu menjelaskan mengapa permintaan tersebut sangat
berhubungan dengan tujuanorganisasi dan mengapa penting bagi
organisasi.
- Pemimpin perlu menyampaikan permintaan atau perintah dengan cara
yang sesuai dengan kepentingan individu.
Dalam praktiknya, position dan personal power masih terus perlu diasah
hingga dapat pengaruh dalam menjalin hubungan. Power perlu diubah menjadi
pengaruh, agar ada strategi yang tepat (turning power into influence),sehingga
pemimpin bisa mempengaruhi orang lain:
a. Supaya alasan diterima, penting bagi pemimpin untuk menggunakan fakta
dan data untuk mendukung argumen supaya masuk akal.
b. Pemimpin untuk mempengaruhi perlu untuk membuat koalisi, dengan cara
menjaga hubungan dengan orang lain supaya dapat mendukung.
c. Bargaining (posisi tawar) dengan cara negosiasi.
d. Sanjungan dan kesan yang baik juga mampu membuat orang lain menjadi
terpengaruh.
e. Pendekatan yang tegas, dapat menggunakan langsung dan pendekatan secara
personal.
f. Otoritas lebih tinggi, dengan cara meminta dukungan dari atasan lain.
g. Sanksi dan hukuman.
Dalam organisasi maupun tempat bekerja, hal yang umum terjadi adanya
politik antar kantor (interoffice politic). Maka pemimpin atau seorang manajer
harus dapat mengelola politik ini untuk hal positif. Ada perbedaan dalam
memandang politik. Politik sebagai paham Machiavellianism, yaitu
kecenderungan mencari kesempatan untuk mengontrol orang lain melalui
34
kesempatan dan perilaku manipulatif. Pandangan yang lain melihat politik sebagai
kebutuhan. Tetapi office politics itu memiliki fungsi penting: mengurangi
ketidakcocokan antara orang terhadap suatu posisi dalam organisasi; Office
Politics juga merupakan mekanisme untuk menyelesaikan ketidakcocokan ini
dengan melakukan perubahan; serta menjadi pengganti otoritas formal.
Taktik politik mungkin saja muncul dalam organisasi (Wagner dan
Hollenbeck, 2010, 225). Taktik ini digunakan untuk meningkatkan power satu
orang atau satu kelompok terhadap orang lain. Ketika power sudah meningkat,
maka orang atau kelompok dapat memperoleh keuntungan.
- Mendapatkan Kekuatan Interpersonal: Membentuk Afiliasi(Acquiring
Interpersonal Power: Forming Affiliation)
Afiliasi dapat berbentuk koalisi dan kooptasi. Membentuk koalisi atau
afiliasi politik merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kekuatan
yang tidak mampu menjangkau individu secara sendirian. Afiliasi berguna
untuk berbagi kontrol kolektif. Selain itu dapat digunakan untuk
menggabungkan keahlian, legitimasi dan kharisma. Sedangkan kooptasi
terjadi jika orang atau kelompok yang sebelumnya bermusuhan menjadi
sekutu.
Cara lain yang dapat juga digunakan untuk membentuk afiliasi
yaitu dengan ingragation dan impression. Ingragation dilakukan dengan
cara memuji untuk mendapatkan bantuan atau penerimaan orang lain.
Impression dilakukan dengan cara berperilaku yang dapat membangun
citra positif.
35
Dilakukan dengan merendahkan atau meremehkan prestasi orang lain.
Bentuknya dapat berupa serangan interpersonal seseorang untuk
melemahkan posisi secara politik.
Beberapa hal di atas akan memberikan konsekuensi terhadap organisasi.
Oleh karena itu manager harus mampu mengelola politik yang merusak
(Managing Destructive Politic):
- Set an example, manajer perlu memberikan contoh.
- Communicate openly, komunikasi secara terbuka.
- Reduce uncertainty, mengurangi ketidakpastian.
- Manage informal coalistion and cliques, mengelola koalisi informal
dengan cara mempengaruhi norma dan kepercayaan untuk tetap
memegang tujuan organisasi.
- Confront Political Game, menghadapi pemain politik dalam organisasi
atau sistem, dapat dilakukan dengan pertemuan individu. Bahkan atasan
dapat memberikan teguran untuk mendisiplinkan kembali.
- Anticipate the emerge of damaging politics, Antisipasi Politik Kerusakan,
ini dilakukan dengan mengidentifikasi sinyal yang berpotensi
memunculkan politik yang merusak.
36
Menjadi pemimpin harus memiliki kemampuan diagnosing(dapat
memahami situasi yang akan dipengaruhi);adapting (dapat beradaptasi dengan
perilaku anggota tim untuk memenuhi kemungkinan situasi yang terjadi dalam
organisasi); dan communicating (dapat berkomunikasi dengan cara yang mudah di
pahami dan
diterima oleh yang mendengarkan). Selain itu pemimpin juga harus memiliki
keterampilan teknis (Technical Skill); keterampilan menjalin hubungan dengan
orang lain (human relation skill); dan keterampilan konseptual (conceptual skill).
Porsi ketiga keterampilan ini dijelaskan pada gambar berikut:
37
Kualitas Pemimpin
Pemimpin memang perlu skill dan trait yang mumpuni. Oleh karena itu,
pemimpin harus memiliki:
(1) kemampuan intelektual, meliputi kemampuan untuk mepelajari sesuatu
dengan cepat, kemampuan untuk mengolah fakta, memiliki judgment yang
baik, menguasai pembuatan alasan induktif dan deduktif, mampu
mensintesa dan mengeneralisir suatu kejadian, serta memiliki imajinasi yang
kreatif dan original.
(2) kemampuan untuk mengerti orang lain dan cara berkerja dengan mereka,
meliputi toleran, mampu mengelola hubungan antar anggota termasuk
mengantisipasi dan evaluasi, mudah mendapatkan kepercayaan dan dapat
dihormati, serta berperilaku yang sopan.
(3) kemampuan untuk komunikasi, persuasi dan motivasi, meliputi kemampuan
untuk mendengar (di awal bab ini sudah diulas tentang active listening yang
akan menunjukkan kualitas pemimpin), memfasilitasi komunikasi baik
secara lisan maupun tertulis, kemampuan mengajar dan melatih orang lain,
serta penting sekali untuk memiliki skill untuk meyakinkan dan
memoptivasi orang lain.
(4) kedewasaan secara intelektual dan emosi, seperti kestabilan perilaku,
mandiri dalam menarik kesimpulan secara tidak bias, tahan terhadap
tekanan, mampu bertindak tenang dan objektif, mampu mengendalikan diri
dengan baik dalam situasi seperti apapun, serta memili kemampuan
beradaptasi dalam melakukan perubahan.
(5) dorongan personal dan inisiatif, menjadi salah satu hal yang penting dalam
menunjukkan kualitas pemimpin. Poin ini meliputi tingkatan kepercayaan
diri seorang pemimpin, ambisi yang sehat, memiliki keberanian, inisiatif
dan ketekunan dalam bertindak.
(6) Etika dan integritas, poin penting yang akan menunjukkan kualitas seorang
pemimpin. Bagian ini meliputi niat yang murni dalam menolong orang lain,
kejujuran, kemampuan untuk mengenali batasan kemampuan seseorang, dan
kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
38
C. Konflik dan Pengelolaannya
39
BAB VI
MENGELOLA PERUBAHAN
Porpose
Clarify or create mission
and objective
Objectives Technology
Set or modify specific Improve equipment,
performance targets facilities, and workflows.
Culture Task
Clarify or create core Update Job Design for
beliefs and values individual and groups
People
Update recruiting and selection practices;
improve training and development
40
Gambar 6.1 Target Organisasi untuk perubahan yang direncanakan
Tahapan untuk perubahan yang direncanakan menurut Lewin yaitu
unfreezing, changing, freezing. Tahap awal sebelum dibentuk perubahan
maka perlu persiapan situasi yang dapat dilakukan oleh manajerial, tahap
ini disebut unfreezing. Tahap pertama ini juga harus ada konfirmasi bahwa
organisasi membutuhkan perubahan atau sesuatu yang baru. Tahap kedua
adalah membuat perubahan (changing). Tahap terakhir dalam proses ini
ialah menginisiasi perubahan yaitu dengan mendesain momentum menjadi
bagian proses institusionalisasi yang akan menjadi bagian kegiatan rutin
yang normal.
Strategi dalam perubahan yang direncanakan dapat menggunakan
force coercion strategy (pemaksaan),dengan menggunakan legitimasi,
penghargaan, dan hukuman. Agen perubahan dalam strategi ini biasanya
akan langsung memberikan perintah. Misalnya dalam rangka
mendisiplinkan siswa di sekolah, Kepala sekolah dan guru membuat
peraturan bagi yang terlambat akan mendapatkan hukuman tertentu. Selain
dengan strategi tersebut, ada strategi rational persuasion, yaitu dengan
cara memberikan pengetahuan atau informasi serta alasan yang rasional,
sehingga dapat meyakinkan perlunya perubahan. Strategi ketiga dalam
melakukan perubahan adalah shared power. Shared Power dilakukan
dengan cara mengajak dan melibatkan anggota dalam organisasi untuk
membuat perubahan. Biasanya dilakukan dengan cara menekankan nilai
dan tujuan bersama terlebih dahulu.
- Perubahan yang tidak direncanakan, yang terjadi secara spontan tanpa
arahan atau petunjuk dari agen perubahan. Contoh perubahan yang tidak
direncanakan adalah Chief Executive Officer yang secara mendadak
mengundurkan diri dari perusahaan.
41
- Perubahan tambahan (incremental Change /frame-bending change),
perubahan yang terjadi lebih sering dan terasa seperti evolusi alami dalam
organisasi.
42
- Explicit or implicit coercion, memaksakan perubahan dengan kewenangan
yang dimiliki oleh agen perubahan.
43
Uji Pemahaman Individu
Setelah mempelajari bagaimana perubahan terjadi, mari kita analisa berita di
bawah ini dengan menggunakan prespektif mengelola perubahan.
44
Daftar Pustaka
45
for Todays Environment. Global Journal of Commerce and
Management Prespective. Vol 2(5): 18-22. September-Oktober 2013.
46
LAMPIRAN 1
Populasi seluruh pulau terhuni, pada 2015 saja, tercatat melampaui angka 255 juta
jiwa (65 juta rumah tangga), terbanyak keempat setelah Tiongkok, India, dan AS.
Suku bangsa kita 1.128 jumlahnya, berbicara dalam 719 bahasa etnik.
Kemajemukan akan terasa dengan melihat adat istiadat, ragam pakaian, makanan,
dan bahasa lokal suku-suku yang ada. Bahasa daerah, misalnya, terkadang hanya
dipisahkan oleh selajur sungai kecil atau satu bukit saja.
Susuri jajaran desa dan kota sepanjang zamrud khatulistiwa. Ratusan bahkan
mungkin ribuan jenis kuliner khas daerah menyambut kita di mana-mana. Begitu
pula aneka rupa lanskap bumi, tarian, arsitektur, seni rupa, seni pertunjukan, alat
musik, hingga lagu daerah. Semua itu jadi penanda betapa kita memang bangsa
yang tidak saja besar, tetapi juga sangat majemuk.
Wajah keikaan kita saat ini tengah diwarnai oleh menganganya kesenjangan
ekonomi yang kian dirasakan sebagai ketakadilan. Sebanyak 1 persen masyarakat
47
terkaya menguasai 50 persen kekayaan nasional. Kohesi sosial sedang dalam
tekanan besar yang ditandai dengan munculnya potensi konflik
antarkelompok.Patut cemas kiranya, apalagi jika konflik antarkelompok itu
melibatkan unsur yang amat sensitif, yaitu agama, yang dapat mengoyak rasa
saling percaya antarsesama anak bangsa.
Demokrasi dan kehidupan politik yang jadi hulu dari seluruh proses berbangsa
bernegara semakin merosot kredibilitasnya. Partai politik gagal melahirkan kader-
kader yang amanah, sebaliknya semakin marak kasus korupsi yang menjerat
mereka. Perilaku sebagian elite politik yang abai terhadap norma umum dan
kepatutan, cepat atau lambat, cenderung akan menggiring bangsa ini pada kondisi
mencabik-cabik diri sendiri.
Mengelola ika adalah mengelola bangsa sebesar dan semajemuk ini beserta
segenap tantangan yang ada. Jantungnya terletak pada kemampuan dan kapasitas
kepemimpinan kolektif bangsa yang tidak cukup dengan kualitas ”biasa-biasa
saja”.Lebih dari sekadar memahami dan menghayati bineka, siapa pun pengelola
negeri ini harus mencintai kebinekaan sekaligus piawai dalam mengurus keikaan.
Patut kita kiranya belajar dari dirigen orkestra. Tengoklah dirigen, di mana pun,
pasti memulai kerjanya dengan partitur komposisi di tangan, di kepala, dan di
hatinya. Tak penting apakah komposisi itu digubahnya sendiri atau warisan dari
komposer maestro, atau kombinasi dari keduanya.
Pemimpin orkestra memeriksa semua lini untuk meyakinkan bahwa semua ready.
Di kepalanya, tak satu pemain instrumen atau pendukung pun yang tidak
penting.Jangan lupa, ada banyak penyukses pula di belakang panggung, sisi yang
tak terlihat langsung. Ada penata suara, penata lampu, penata panggung, penata
busana, perias wajah, penyedia logistik, penjaga karcis, operator listrik,
pramubakti, sampai pramusaji dan tukang parkir.
Tengok juga instrumen kayu (simbol kelenturan dan kelembutan) dan instrumen
logam (simbol kekakuan). Keduanya tak saling menidakkan atau menyangkal,
tetapi justru saling mengiyakan dan mengisi. Demikian pula instrumen berdawai,
tiup, dan gebuk (perkusi), semua tidak saling menjerat dan baku pukul, melainkan
48
saling meminjam-pakai kemuliaan masing- masing. Cakap tidaknya seorang
dirigen bisa dinilai dari kemampuannya memahami keunikan dan lalu
menempatkan masingmasing pemusik secara wajar sesuai ”permintaan”
komposisi yang dimainkannya.
Konser memang penting, tetapi bukan yang terpenting. Konser itu semata
momentum atau etalase pembuktian dari sekian ratus jam proses pengompakan
tim. Itu sekadar buah dari kerja keras tim yang dipimpin dirigen.Berbeda dengan
momentum konser yang penuh artifisial dan pamrih mengejar tampilan yang
sememikat mungkin, dalam proses latihan, semua yang berbau artifisial dan
pencitraan dibabat habis. Bahkan, dalam takaran tertentu, ”haram” hukumnya.
Di alam demokrasi dan serba terbuka seperti sekarang ini, dominasi sudah tidak
relevan lagi. Yang berharga adalah kemampuan mengundang partisipasi. Kontrol
ketat tidak akan diapresiasi, bahkan akan dilawan. Yang dihargai adalah
memberdayakan semua potensi. Manipulasi? Apalagi! Ia makin sulit dapat tempat
dan tak bisa disembunyikan. Yang dicari adalah sikap jujur, terbuka, menjunjung
tinggi integritas dan meritokrasi. ●
49
LAMPIRAN 2
Prolog
Meniti Buih Sudirman Said
Oleh Arif Zulkifli
LAHIR dari keluarga miskin, Sudirman Said tahu betul bahwa kesulitan
hidup bisa mengantarkan seseorang menjadi pencuri yang lobak atau
pembenci kecurangan yang keras kepala.
Untuk yang pertama, ia punya ilustrasi. Syahdan, seorang anak-desa
miskin menginap di rumah famili di kota. Si anak dipersilakan mengambil
kudapan apa pun yang ada di dapur. Melihat lemari pendingin yang penuh
makanan, matanya terkesiap. Mula-mula ia mengambil satu-dua makanan.
Lalu ia mengambil lagi yang lain. Baginya, kesempatan tak datang dua kali.
Esoknya, dia mengambil lagi makanan yang terlarang: dari sikap lobak
datanglah nyali untuk mencuri.
Untuk yang kedua, ia tak pernah berilustrasi. Tapi, 20 tahun lebih
mengenalnya, saya percaya, bagi Sudirman Said, kemiskinan adalah energi
besar yang bisa digunakan seseorang untuk melawan kecurangan. Ia sadar,
kemiskinan adalah kepahitan yang bisa berkembang biak di dunia yang
dipenuhi oranglancung.
Sudirman didera kesulitan hidup sejak kecil. Bapaknya seorang
pensiunan guru tapi pecandu lotre. Gaji bapaknya habis untuk bayar utang.
Dengan istri pertama, sang bapak beroleh empat anak. Istri pertama wafat,
bapaknya menikah lagi. Dengan ibunya, istri kedua, mendapat enam anak,
dan Sudirman adalah anakkedua.
Ibunya adalah penyelamat hidupnya. Sepeninggal bapak pada 1972,
ketika Sudirman masih kelas lima sekolah dasar, ibunya menjadi penopang
hidup, bekerja serabutan: menjadi buruh tanam, penjahit baju, penjual kue.
Dengan bagus Sudirman mengilustrasikan satu fase paling sulit dalam
hidupnya. Suatu hari, adik lelakinya terserang diare.
Tinggal dalam rumah tanpa jamban, pada malam gelap, si adik harus bolak-
balik ke sungai untuk buang air. Tapi, keluarga itu cuma punya satu senthir—
lampu berbahan bakar minyak kelapa. Ketika senthir itu dipakai untuk
menerangi jalan ke sungai, rumah pasti gelap-gulita. Lima anak yang lain tak
ingin tinggal di rumah tanpa lampu. Walhasil, ketika dorongan ke sungai itu
50
datang, sambil terkantuk-kantuk, enam anak dan ibu miskin itu terseok-seok ke
sungai. Begitu terjadi berkali-kali.
Cerita yang lain terjadi ketika adik nomor empat lahir. Keluarga itu
menyelenggarakan kenduri pemberian nama. Tapi, kenduri nyaris gagal karena
si ibu tak kunjung berhasil membuat tumpeng. Tak punya duit, beras untuk
membuat tumpeng dicampurnya jagung—kombinasi yang menjadikan sajian
itu tak pernah benar-benar jadi pejal. Tiap kali tumpeng runtuh, tiap kali itu
pula si ibu menangis.
Hidup tidak berhenti di situ. Dari anak desa di Brebes, Sudirman menjadi
mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara di Jakarta. Ia kemudian
melanjutkan studi di Amerika Serikat. Dari situlahSudirman memulai
debutnya sebagai aktivisantikorupsi.
Bersama Erry Riyana Hardjapamekas, Arief T Surowidjoyo, Chandra
Hamzah, dan Amien Sunaryadi (kini Ketua SKK Migas), ia menggagas ide
pembentukan lembaga swadaya masyarakat antikorupsi Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI) pada 10 Agustus 1998. Pada 2000, perhimpunan
publik yang cukup penting pada awal reformasi itu mendorong lahirnya embrio
Komisi Pemberantasan Korupsi. MTI juga mengundang sejumlah tokoh senior
untuk bergabung, termasuk Mar’ie Muhammad, Cak Nurcholish Madjid, dan
Prof Koesnadi Hardjasoemantri. Ketiganya kini sudah wafat.
Hidupnya lalu seperti roller coaster.
Ia terlibat dalam Gerakan Reformasi 1998, menjadi karyawan swasta dan
badan usaha milik negara, lalu menjadi menteri selama dua tahun sebelum
akhirnya dicopot.
Apa artinya semua itu? Begitu banyak orang datang dari keluarga miskin.
Tak sedikit orang menjadi aktivis. Sudirman juga bukan satu-satunya orang
yang menjadi menteri dalam waktu pendek.
Saya mencatat satu hal penting dari Sudirman Said: dalam setiap fase
hidupnya, ia adalah seorang keras kepala. Baginya, harapan adalah sesuatu
yang harus dijaga—ibarat seorang yang terjebak dalam mobil yang terperosok
lumpur di tengah hutan pada malam gelap. Bagi Sudirman, ketimbang
menunggu bantuan yang entah kapan datangnya, ia akan memaju-mundurkan
mobil karena harapan datang dari upaya—sekecil dan semuskil apa pun.
Memasuki medan baru dan tak dikenal, ia akan jalan lurus. Ia boleh jadi
akan menjadi sasaran tikaman badik dari kelompok yang bertikai. Tapi,
“keberanian” berjalan lurus di tengah perang terbuka para preman, setidaknya
51
akan membuat lawan menghitungnya sebagai “si gila” yang patut
diperhitungkan.
Merunduk bukan tak ada gunanya. Tapi, dalam sebuah perang terbuka, di
mana serangan bahkan bisa mengenai mereka yang kecut, merunduk adalah
awal dari sikap kompromistis.
Sampai di sini Sudirman kerap disalahpahami: alih-alih mendobrak tanpa
ampun, ia dianggap naif. Itulah yang terjadi dalam beberapa anak tangga
kehidupannya. Di Pertamina, ia menerapkan sistem yang memungkinkan
proses impor bahan bakar menjadi lebih transparan sehingga lebih sulit
digerogoti pemburu komisi. Ia sukses. Tapi, masa kerjanya tak panjang. Ia
mundur setelah sistem yang dibangunnya ditutup.
Sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman membentuk
tim antimafia migas, mengungkap sepak terjang Muhamad Reza Chalid, nama
yang selama ini cuma terdengar samar dalam kancah korupsi pengadaan bahan
bakar minyak. Sudirman membubarkan Petral, anak perusahaan yang nyaris
tak pernah tersentuh dan dianggap bertanggung jawab atas banyaknya
kebocoran keuangan Pertamina. Terakhir, Sudirman membongkar “papa
mintasaham”, kasus yang membuat Setya Novanto terpental dari posisinya
sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Kita tahu, Setya akhirnya kembali ke Dewan. Sudirman, yang semula di
atas angin, mendadak diterpa angin puyuh. Ia diserangdari dalam kabinet,
di antaranya lewat Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli.
Dituding sebagai pembuat gaduh, lalu, untuk alasan yang tidak jelas,
hubungannya dengan Presiden Joko Widodo merenggang. Saya mendengar
kabar sayup-sayup bahwa enam bulan terakhir Sudirman sulit bertemu
presiden sebelum akhirnya dicopot dari kabinet.
Apakah Sudirman kalah?
Jika perjuangan hanya diukur dari jabatan, Sudirmanadalah
pecundang. Tapi, saya percaya, baginya, jabatan bukan tujuan akhir
betapa pun itu merupakan alat yang efektif untuk memperbaiki keadaan.
Maka, saya bayangkan Sudirman tidak akan berhenti. Sudirman akan
terus menggerakkan mobil ke depan dan belakang agar terbebas dari
jebakan lumpur. Jika pun lolos, ia segera akan masuk ke pertempuran
berikutnya. Ia mungkin akan kembali melawan yang lancung meski untuk itu
harus menabraktembok.
Saya percaya, Sudirman tidak mengimpikan kesempurnaan. Barangkali
karena itulah ia memilih judul buku ini “Berpihak pada Kewajaran”. Tapi,
52
mengupayakan “yang tak sempurna” itu, ia toh perlu pandai-pandai membaca
keadaan.
Indonesia hari ini adalah Indonesia yang lebih baik dari kemarin betapa
pun perbaikannya terseok-seok. Pada zaman yang belum benar-benar terbebas
dari si lancung ini, mereka yang ingin terus memperbaiki negeri tampaknya
perlu pandai-pandai meniti buih. (*)
Arif Zulkifli
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo
53
LAMPIRAN 3
54
Angka Waspada
Sirine kewaspadaan yang dibunyikan Profesor Subroto itu valid. Betapa
tidak, kondisi mutakhir keenergian kita memprihatinkan. Dengan lebih dari 250
juta jiwa, populasi penduduk Indonesia saat ini menjadi yang terbesar keempat
atau sekitar 3,5% dari total penduduk dunia. Jika kita mengandalkan bahan
bakar fosil saja, suatu ketika pasti akan habis karena jumlahnya tidak sepadan
dengan yang dikonsumsi. Katakanlah ada teknologi, tetap saja betapa pun
energi itu digali habis-habisan, mengingat sifatnya yang tak terbarukan itu,
suatu ketika pasti mentok.
Menurut data SKK Migas, produksi minyak dan gas bumi (migas) kita
merosot dan tingkat pengembalian cadangan (reserve replacement ratio) pada
2012 tidak sampai 53%. Berdasarkan hal itu, menurut hitungan BP stastical
Review 2014, cadangan terbukti minyak kita tinggal 3,74 miliar barel (sekitar
0,2% dari cadangan dunia) dan
diperkirakan akan habis dalam 13 tahun lagi. Cadangan terbukti gas alam
kita tinggal 103,3 triliun kaki kubik (sekitar 1,57% dari cadangan dunia) dan
diprediksi akan tandas dalam 34 tahun lagi. Sejak 1997, produksi dan lifting
migas terus turun, dan bahkan pada lima tahun terakhir belum pernah sekalipun
menyentuh target.
Indonesia merupakan importir bahan bakar minyak (BBM) nomor dua
terbesar di dunia, dan kelak menjadi importir BBM terbesar dunia jika tidak
melakukan tindakan serius. Kilang pengolahan minyak kita rata-rata sudah uzur
sehingga tak efisien lagi. Lima tahun terakhir kerugian dari kilang sekitar Rp50
triliun atau Rp10 triliun/ tahun. Negara kita tidak punya cadangan strategis
(strategic reserve) BBM untuk mengamankan pasokan kalau-kalau terjadi
situasi darurat. Pembangunan infrastruktur gas amat lambat, sehingga
ketergantungan terhadap BBM begitu besar.
Kendati hanya memiliki 0,6% cadangan batubara dunia, namun kita
merupakan pengekspor terbesar. Di bidang Ketenagalistrikan,
darikeseluruh22sistemnya,yangnormalhanya6sistem;sisanya:11defisit dan 5
krisis. Saat ini, bauran energi masih didominasi minyak bumi (46%), adapun
energi baru hanya5%.
Andaikata kita tidak memiliki sumberdaya energi yang lain, sudah pasti
kita putuskan akan memperkuat diri menjadi importir yang baik. Tapi jika
demikian, risiko yang menghadang adalah akan ada banyak hal yang tidak bisa
kita kontrol, seperti gejolak harga (price volatility), kemandirian, dan
kedaulatan (sovereignity).
55
Apa pun bentuk ketergantungan, tetap saja itu bukan pilihan.
Kemandirian di bidang energi hanya mungkin apabila kita mampu
melepaskan diri dari ketergantungan pada sumber energi yang tidak kita miliki
secara cukup seperti minyak, karena negara kita justru memiliki lebih banyak
energi selain minyak. Kita baru layak mandiri dalam energi manakala kita
mampu mengandalkan diri pada sumber-sumber energi yang sudah pasti, ada
terus (terbarukan), dan potensinya besar sekali: energi (baru) terbarukan.
Berkaca pada Brasil, sejak empat dasawarsa lampau, negara berkembang
ini sudah bervisi jauh ke depan dengan secara serius mendorong dua
eksplorasi, yakni di hulu migas (terkhusus laut dalam) dan di bahan bakar
nabati. Brasil mengombinasikan keduanya. Hasilnya: seiring dengan makin
menipisnya cadangan minyak dunia, mungkin Brasil lah satu-satunya negara
yang tren produksinya terus naik. Bahkan pada 2008-2009, produksi minyak
Brasil (2,5 juta barel per hari) melampaui tingkat konsumsinya hingga
membuatnya menjadi negara net exporter minyak.
Lain Brasil, lain Eropa. Kebanyakan negara di Eropamenyadaribahwa,
sadar energi fosilnya terbatas, mereka enggan bergantung pada negara lain
untuk memenuhi kebutuhan migasnya. Mereka memutuskan untuk serius
menggenjot energi terbarukan, padahal
potensinyadibidangitusebenarnyataksekayaatausemelimpah Indonesia. Jadi,
mengapa kita tak menempuh “perjalanan” serupa, mengembangkan potensi
energi terbarukan kita?
56
biogas atau biofuel. Untuk skala yang lebih besar, ada pembangkit listrik tenaga
air (PLTA) atau panasbumi (PLTP).
Andaikata keseluruh potensi yang masih banyak terabaikan itu serius
dikembangkan dan diintegrasikan, maka total power yang dihasilkan tentu
jauh lebih dari cukup dibanding kebutuhan. Artinya, jika kita mau, sebenarnya
kita mampu untuk mandiri dan berdaulat dalam bidang energi tanpa
bergantung pada energifosil.
Berbenah, Berubah
Memang banyak yang mempertanyakan, mengapa kita tidak kunjung
serius mendorong energi-energi masa depan tersebut. Harusdiakui, selain
karena besarnya vested interest, hal itu terjadi karena kita juga kurang
tertantang untuk berpikir jauh ke depan. Berpikir jauh membutuhkan nyali serta
menguras tenaga. Siklus berpikir kita cenderung pendek-pendek. Jadi, dengan
segala macam bentuknya, akhirnya kita terbuai dalam zona nyaman: dilenakan
oleh kemurahan energi fosil. Tapi, apa benar energi fosil itu murah?
Indonesia sebagai negara kaya minyak sudah tinggal sejarah. Dari
semula net exporter menjadi net importer. Pada 1997, Indonesia masih bisa
menikmati lifting minyak sekitar 1,5 juta barel per hari (bph). Sekarang, 800
ribu bph saja sudah bagus; sementara kebutuhan
mencapai sekitar dua kali lipatnya. Separuh kebutuhannya lagi, praktis
diimpor. Harganya seakan-akan murah padahal tidak karena ada
komponen subsidi yang disuntikkan. Hal itulah yang membuat konsumsi
energi fosil tinggi dan mendorong masyarakat untuk cenderung boros dalam
menggunakannya. Paradigma-paradigma usang harus diubah, disegarkan.
Misalnya, mengapa energi fosil yang sudah pasti akan habis disubsidi, akan
tetapi energi baru dan terbarukan yang berkesinambungan malah tidak
didukung? Paradigma bahwa energi sebagai penghambat pertumbuhan
ekonomi, juga harus diubah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
Energi yang semula dimaknai sebagai sumber utama penerimaan negara,
harus diubah menjadi pengganda dan nilai tambah. Cara pengambilan
keputusan-keputusan yang terkontaminasi orientasi politik harus bergeser ke
profesionalisme yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip meritokrasi.
Dalam rangka menyongsong arah baru pengelolaan energi kita ke depan,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah memulai
berbagai langkah pembenahan. Tim inti sektor KESDM disegarkan, bukan
saja eselon I dan II-nya, melainkan juga pada institusi yang relevan, termasuk
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas) sertaBadan Usaha Milik Negara sektor energi (seperti:
57
PT Perusahaan Listrik Negara dan PT Pertamina).
Pola pengambilan keputusan ditata-ulang agar lebih akuntabel dan
transparan. Diskresi personal pejabat kementerian, bahkan hingga menteri,
dibatasi agar semua keputusan diproses berdasarkan sistem yang mudah
dipahami oleh masyarakat. Keputusan-keputusan penting yang dahulu tertunda
bertahun-tahun karena tersandera oleh vested
interest sudah diselesaikan.
Koordinasi antarunit ditingkatkan dengan menyelenggarakan berbagai
forum dialog untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama dengan
melibatkan lintas-pemangku kepentingan. Satu yang tak kalah penting adalah,
arah jangka panjang pembangunan kemandirian energi nasional telah tertata.
Pada 5-10 tahun mendatang, jelas kiranya bahwa kami masih memiliki
sejumlah besar pekerjaan rumah. Dalam jangka pendek, 1-3 tahun,
pembangunan infrastruktur harus dipercepat. Jaringan pipa transmisi dan
distribusi gas harus dibangun secepatnya guna mendorong konversi dari BBM
ke BBG, termasuk membangun jaringan gas untuk 7,9 juta rumah tangga di
perkotaan. Porsi biofuel untuk BBM akan ditingkatkan menjadi 30% dalam 2-3
tahun ke depan. Kami akan bekerja keras untuk menata iklim investasi di hulu
agar kegiatan eksplorasi dapat dilakukan secara habis-habisan guna menambah
cadangan terbukti migas.
Jaringan pipa dan saran penyimpanan BBM harus ditingkatkan
keandalannya, dari kemampuan menyimpan hanya 18-20 hari menjadi minimal
30 hari dalam 3 tahun mendatang. Seiring dengan itu, fasilitas pengolahan
migas akan direvitalisasi dan dibangun yang baru.
Konsisten dengan arahperubahan orientasi menuju pembangunan
energi baru terbarukan, alokasi anggaran dan sumberdaya akan
digelontorkan untuk membangun pusat-pusat energi baru. Gerakan
konservasi energi harus dijadikan gerakan yang massif dan meyakinkan dalam
memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semua itu hanya dapat terwujud jika seluruh pemangku kepentingan
menjaga konsistensi dan energi untuk berpikir jangka panjang, bertekad keluar
dari zona nyaman cara pengelolaan energi yang selama ini melenakan kita
semua.
Terakhir dan yang terpenting: dahulukan kepentingan rakyat dan masa
depan bangsa seraya buang jauh-jauh vested interest, baik pribadi maupun
golongan. (*)
58