Anda di halaman 1dari 10

1. Kasus terkait Undang-Undang Perkawinan: UU No.

1
Tahun 1974

Covid-19: 'Ratusan kasus


pernikahan anak terjadi
selama pandemi', orang
tua 'menyesal sekali' dan
berharap 'anak kembali
sekolah'
 Callistasia Wijaya
 Wartawan BBC News Indonesia

25 Agustus 2020

Ratusan kasus perkawinan anak dilaporkan terjadi selama


pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain dengan alasan
"menghindari zinah", pernikahan anak juga didorong faktor
kesulitan ekonomi.

"Nyesel sekali, nyesel," kata Eni, bukan nama sebenarnya,


warga sebuah desa di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang
anaknya baru saja menikah Mei lalu. Pada malam minggu
pekan lalu, Eni berkeluh kesah, ia gelisah membayangkan nasib
putrinya, Mona, (bukan nama sebenarnya), yang menjadi istri
orang di usia di usia 14 tahun.
Meski merupakan pengantin baru, Eni mengatakan puterinya,
yang disebutnya 'masih anak-anak dan labil' itu telah
mengeluhkan kelakukan suaminya. Mona mengatakan
suaminya, yang lebih tua empat tahun darinya, berkali-kali
memukulnya hingga mencakarnya. Eni mengatakan hal itu
membuatnya begitu menyesal telah mengizinkan putrinya
menikah.

Situasi itu tak lepas dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan


anak-anak tak bisa kembali ke sekolah.Eni mengatakan karena
tidak bersekolah secara tatap muka, puterinya semakin sering
sering pacaran dan pacarnya saat itu disebut Eni 'semakin
sering ngapel ke rumah'. Tak lama, mereka minta dinikahkan.

"Mona [bilang] dia mau minta kawin setelah tamat SMP. Ibu
larang dan bilang, 'kalau sudah jadi orang baru bisa kawin'. Tapi
dia nekat berdua. "Kalau nggak diizinkan...mereka bilang
daripada nanti malu ibu diomongin orang-orang kampung.
Sudah jalan berdua, kemana berdua kayak suami istri..." ujar
Eni pada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon.
Desakan itu membuat Eni merestui perkawinan anaknya yang
digelar secara agama dan "disaksikan banyak orang". Mona kini
tinggal bersama suaminya. Ia tak lagi sekolah, sementara
suaminya baru mendapat pekerjaan informal dengan
penghasilan di bawah upah minimum provinsi.
Apa yang terjadi pada Mona hanyalah satu kasus dari banyak
perkawinan anak yang terjadi di masa pandemi. Di NTB saja,
sekitar 500 perkawinan anak dilaporkan telah terjadi dalam
masa pandemi Covid-19. Hal itu disampaikan Pelaksana Harian
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak,
Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi NTB
Dede Suhartini, yang mengatakan data itu diterimanya dari
organisasi nirlaba di wilayah itu.

NTB adalah satu dari 13 provinsi di Indonesia, yang menurut


data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (KPPPA), mengalami kenaikan angka
pernikahan anak di atas batas nasional dalam periode 2018-
2019.

Di Sulawesi Selatan, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi


Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Makassar,
Rosmiati Sain, mengatakan selama pandemi ada sekitar
sembilan kasus yang diterima LBH APIK dari tiga daerah, yakni
Kota Makassar, Kabupaten Gowa, dan Pangkep.

"Ada tiga kasus yang terjadi, karena pemaksaan. Dipaksa


orangtuanya menikah lantaran itu orangtuanya dari sisi
ekonomi tidak bisa melaut karena penerapan PSBB," ungkap
Rosmiati Sain kepada wartawan di Makassar, Darul Amri, yang
melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Sementara, dalam kurun waktu Januari hingga Juni tahun 2020,
Badan Peradilan Agama Indonesia telah menerima sekitar
34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan mereka
mereka yang belum berusia 19 tahun.

1.1. Latar Belakang Kasus


Di tengah masa pandemi Covid-19 yang belum usai,
terjadi lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia.
Menurut Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran, Dr. Susilowati Suparto,
M.H., peningkatan angka pernikahan dini di masa
pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat
masalah ekonomi. Kehilangan mata pencaharian
berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga.
Kebijakan penutupan sekolah dan pemberlakuan
belajar di rumah juga menjadi salah satu pemicu
maraknya pernikahan dini. Susilowati menuturkan,
aktivitas belajar di rumah mengakibatkan remaja
memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan
sekitar. Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap
anaknya sangat lemah.

Pergaulan bebas tersebut seringkali memicu terjadinya


insiden hamil di luar nikah, hingga pihak keluarga harus
menikahkan anak-anak mereka yang masih berusia
remaja. Namun belakangan banyak pula pernikahan
dini yang terjadi untuk menghindari zinah atau
pandangan buruk dari lingkungan masyarakat. Hal ini
merupakan dari stigma laki-laki dan perempuan yang
berdekatan di publik dianggap mencoreng nama baik
tempat, dusun, termasuk sosial dan adat di beberapa
tempat tertentu.

1.2. Undang-Undang dan Peraturan dalam Kasus


a. UU No. 1 tahun 1974 Pasal 1: Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b. UU No. 1 tahun 1974 Pasal 6 Ayat 2: Untuk
melangsungkan perkawinan seorang yang
belum mencapai umur 21 (duapuluh satu)
tahun harus mendapat izin kedua orang tua
c. UU No. 1 tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1:
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur
16 (enam belas) tahun
d. UU No. 1 tahun 1974 Pasal 33: Suami isteri
wajib saling cinta-mencintai hormat-
menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
bathin yang satu kepada yang lain.
e. UU No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7
Ayat 1: Perkawinan hanya diizinkan apabila pria
dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun.
f. UU No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7
Ayat 2: Dalam hal terjadi penyimpangan
terhadap ketentuan umur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria
dan/atau orang tua pihak wanita dapat
meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan
alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti
pendukung yang cukup.
g. UUD 1945 Pasal 28G ayat 2: Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat
manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain.
h. UUD 1945 Pasal 28I ayat 1: Hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa, hak untuk
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.

1.3. Analisa Kelompok


Untuk membentuk suatu keluarga harus dipersiapkan
dengan matang diantaranya pasangan yang akan
membentuk keluarga harus sudah dewasa, baik
secara biologis maupun pedagogis atau bertanggung
jawab. Bagi pria harus sudah siap untuk memikul
tanggung jawab sebagai kepala keluarga, sehingga
berkewajiban memberi nafkah kepada anggota
keluarga. Bagi seorang wanita ia harus sudah siap
menjadi ibu rumah tangga yang bertugas
mengendalikan rumah tangga, melahirkan, mendidik,
dan mengasuh anak-anak.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1, usia


minimal untuk melakukan perkawinan ialah saat pihak
pria berusia 19 tahun dan 16 tahun untuk pihak
wanita. Setelah UU No. 16 Tahun 2019 diterbitkan,
usia minimal menjadi 19 tahun bagi kedua pihak.
Meskipun belum memenuhi persyaratan, pernikahan
Mona dan suaminya tetap dapat terlaksana karena
mendapatkan izin dari kedua orang tua sesuai dengan
UU No. 1 tahun 1974 Pasal 6 Ayat 2.

Bukan tanpa alasan sebuah peraturan atau


perundang-undangan dibuat. Pernikahan di usia muda
sangat rentan ditimpa masalah karena tingkat
pengendalian emosi belum stabil. Dalam sebuah
perkawinan akan dijumpai berbagai permasalahan
yang menuntut kedewasaan dalam penanganannya,
hingga sebuah perkawinan tidak hanya dipandang dari
kesiapan materi belaka, tetapi juga kesiapan mental
dan kedewasaan untuk menjalaninya. Kondisi saat
pasangan tidak sanggup menyelesaikan serta
menanggulangi permasalahan yang terjadi dapat
mengarah pada perceraian keluarga. Sehingga
banyaknya perkawinan usia muda ini juga berbanding
lurus dengan tingginya angka perceraian. Banyaknya
kasus perceraian ini merupakan dampak dari
mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan
untuk menikah. Hal ini tentu mengkhawatirkan saat
pertengahan tahun 2020, Kementerian Agama
mencatat jumlah perceraian sebanyak 306.688 kasus.

Tidak hanya kasus perceraian, kasus Mona menjadi


bukti nyata bahwa tak sedikit pula kasus perkawinan
dini yang mengalami kekerasan dalan rumah tangga
(KDRT). Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor,
dua terbesarnya ialah sosial dan ekonomi. Seorang
remaja biasanya masih membutuhkan waktu untuk
sekedar bermain bersama teman-temannya atau
melakukan kegemarannya seorang diri tanpa adanya
halangan berupa tanggung jawab sebagai seorang istri
ataupun suami. Perkawinan dini juga didominasi
dengan tingkat ekonomi rendah karena tak banyak
lowongan yang bersedia mempekerjakan seseorang di
bawah umur tanpa pengalaman di dunia kerja.
Kekurangan inilah yang kerap kali memicu kekerasan.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk


nyata penyimpangan dari hak dan kewajiban suami isteri yang
tertuang dalam UU No. 1 tahun 1974 Pasal 33 yang
memaparkan bahwa suami isteri wajib saling cinta-mencintai,
hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin
yang satu kepada yang lain. Tidak hanya itu, tindak KDRT juga
melanggar UUD 1945 Pasal 28 tentang hak asasi manusia, lebih
tepatnya Pasal 28G Ayat 2 untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia serta
Pasal 28I Ayat 1 mengenai hak untuk hidup dan tidak disiksa.
References:
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53719619
https://www.unpad.ac.id/2020/07/pernikahan-dini-di-indonesia-meningkat-di-
masa-pandemi/
https://www.mkri.id/public/content/infoumum/undang/pdf/Anotasi_96_Anotasi
%20Dody%20UU%201%20Tahun%201974%20kawin.pdf
https://jdihn.go.id/files/4/2019uu016.pdf
Kemenag Sebut Angka Perceraian Mencapai 306.688 Per Agustus 2020 | merdeka.com
Pernikahan Dini Picu KDRT dan Perceraian Serta Kekerasan Terhadap Anak - Tribun Jakarta
(tribunnews.com)

Anda mungkin juga menyukai