Anda di halaman 1dari 3

PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR BERDAMPAK BURUK TERHADAP

MASA DEPAN ANAK

Oleh

Nama: Umar Sardin Peni

Nim: 19374201075

Mata Kuliah: Metode Penelitian Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TRIBUANA KALABAHI


2021-2022
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Perkawinan dibawah umur merupakan peristiwa yang dianggap wajar oleh sebagian
masyrakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan dibawah umur bisa menjadi isu yang
menarik perhatian publik dan berlanjut menjadi khasus hukum. DiIndonesia, khasus perkawinan
dibawah umur bukanlah persoalan baru. Praktek ini sudah berlangsung lama dengan banyak
pelaku tidak hanya dipedalaman, namun juga dikota besar.

Dalam hukum positif Indonesia yang mengatur tentang perkawinantertuang didalam


undang-undang no.16 tahun 2019 perubahan atas undang-undang no.1 tahun 1974. Salah satu
pertimbangan atas perubahan undang-undang ini adalah bahwa “Negara menjamin hak warga
Negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah,
menjamin hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.

Bagi perkawinan tersebut tentu harus dapat diperbolehkan bagi mereka yang telah
memenuhi batas usia untuk melangsungkan perkawinan yang sebelimnya diatur dalam undang-
undang no.1 tahun 1974 bahwa batas usia menikah bagi pria mencapai 19 (sembilan belas) tahun
dan batas usia wanita mencapai 16 (enam belas) tahun, yang kemudian telah dirubah dalam
undang-undang no.16 tahun 2019 bahwa batas usia menikah bagi pria mencapai !9 (Sembilan
belas) tahun dan batas usia wanita mencapai 19 (sembilan belas) tahun. Secara eksplisit
ketentuan tersebut dijelaskan bahwa setiap perkawinan yang dilakukan oleh calon pengantin pria
yang belum berusia 19 tahun atau wanitanya belum berusia 19 tahun disebut sebagai
“perkawinan dibawah umur”. Bagi perkawinan dibawah umur ini yang belum memenuhi batas
usia perkawinan, pada hakekatnya disebut masih berusia muda (anak-anak) yang juga ditegaskan
dalam pasal 81 ayat (2) undang-undang no.23 tahun 2002, “bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun dapat dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk
anak yang masih dalam kandungan, apabila melangsungkan perkawinan secara tegas dapat
dkatakan bahwa itu adalah perkawinan dibawah umur.

Bagi mereka yang ingin menikah tetapi belum memenuhi syarat umur maka harus
meminta ijin “Dispensasi Nikah” kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun wanita, sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) undang-
undang perkawinan. Dispensasi pernikahan merupakan keringan untuk perkawinan yang calon
mempelai pria atau wanita yang masih dibawah umur dan belum diperbolehkan untuk menikah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun demikian, perkawinan usia dini atau perkawinan dibawah umur berdampak
sangat buruk adalah terhadap pendidikan dan kesehatan anak, yang dimana seorang anak adalah
merupakan generasi dambaan yang dapat melanjutkan tongkat estafet demi sebuah perubahan
dimasa yang akan datang. harus terhenti impiannya hanya karena pernikahan dibawah umur.
Padahal sebenarnya pada usia yang masih sangat mudah itu adalah merupakan usia dimana anak
dapat mengembangkan potensinya dan bergelut dibidang pendidikan, menggali serta menimba
ilmu didunia pendidikan demi masa depannya. Hal ini juga berdampak pada kesehatan, dimana
bayi yang dilahirkan kekurangan akan berat badan dan beresika pada kematian seorang ibu dan
juga anak.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional) pada januari hingga juni 2020 terbukti dengan adanya 34.000
permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengandilan Negeri maupun Pengadilan
Agama yang 97%-nya dikabulakan. Angka ini meningkat dari tahun2019 yaitu sebanyak 23.126
perkara dispensasi kawin. Dari hasil penelitian ini telah diperoleh bahwa diIndonesia termasuk
Negara dengan perosentase pernikahan usia muda tertinggi ke-kedua ASEAN setelah Kamboja.
Bahkan menurut Kemen PPN/BAPPENAS, tercatat 400-500 anak usia 10-17 tahun beresiko
menikah.

Perkawinan banyak terjadi pada anak usia sekolah. Akibatnya pada anak-anak yang
telah menikah dini, tinggkat putus sekolah mereka sangat tinggi. Seiring dengan perkembangan
Zaman saat ini, banyak fenomena adanya perkawinan dibawah umur yang terjadi, terutama
dikalangan masyrakat pedesaan khususnya didaerah Dusun I (Batuputih) dan Dusun II (Ilawe),
Desa Alila Timur, Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor. Hal ini disebabkan adanya factor yang
mendorong kepada perbuatan tersebut, diantaranya adalah factor internal dan factor eksternal.

Daeri latar belakang tersebut, menurut peneliti hal ini sangat menarik untuk dikaji dan
dijadikan sebagai penelitian. Dengan demikian peneliti mengadakan judul “Perkawinan
Dibawah Umur Berdampak Buruk Terhadap Masa Depan Anak”.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apa saja yang mendorong perkawinan dibawah umur kerap terjadi.

2. Apa saja dampak buruk/negative terhadap perkawinan dibawah umur.

2. Bagaimana upaya atau solusi untuk mencegah perkawinan dibawah umur.

Anda mungkin juga menyukai